TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Literatur
berhubungan dengan tekanan yang dirasakan seseorang terhadap suatu peran tertentu
yang diberikan dan dilakukan dalam suatu organisasi. Sedangkan Ho, Chang, Shih, &
Liang (2009) mendefinisikan stress peran adalah manifestasi dari perilaku individu
yang sesuai dengan posisi individu. Dalam sebuah organisasi stress peran individu
mengacu pada stress yang terbentuk dari gabungan harapan perilaku individu dari
semua kalangan. Tang & Chang (2010) mengemukakan bahwa stres peran dapat
terjadi jika peran yang diharapkan dan dirasakan berbeda dan merupakan bagian
Zorlu (2012) menjelaskan bahwa stres peran diterima sebagai hasil alami dari
pekerjaan yang sesuai dengan kondisi saat bekerja. Stres peran ditandai adanya konflik
antara tugas dan tanggung jawab, perselisihan antara target dan waktu. Stres peran
umumnya terkait dengan kondisi organisasi tempat bekerja dan posisi individu dalam
organisasi.
stress adalah perilaku individu yang terjadi karena adanya tekanan terhadap tuntutan
peran yang berbeda dari apa yang diharapkan dengan apa yang dirasakan seorang
10
b. Jenis Role Stress
Pada teori peran Van, Brief & Schuler (1981) dalam Ho, Chang, Shih, &
Liang (2009) role stress dibagi menjadi dua jenis yaitu role conflict dan
role ambiguity. Kemudian Kahn, Wolfe, Quinn, & Rosenthal (1964) dalam Ho,
Chang, Shih, & Liang (2009) memisahkan role overload dari role conflict sehingga
didapatkan ada tiga jenis stress peran yaitu yaitu role conflict dan role ambiguity, dan
role overload dalam suatu organisasi. Sedangkan Febrianty (2012); Robbnis & Judje
(2013) membagi role stress menjadi role conflict dan role ambiguity.
Zorlu (2012) menjelaskan bahwa role stress muncul dalam dua bentuk, yaitu
role conflict dan role ambiguity. Sedangkan Tang & Chang (2010) membagi
role stress menjadi dua komponen utama yaitu role conflict dan role ambiguity.
Judeh (2011) menjelaskan bahwa individu yang terlibat dalam organisasi akan
mengalami role stress yaitu role conflict dan role ambiguity secara sadar atau tidak
sadar, dan dampak dari role stress tidak dapat dihindari, baik positif atau negatif.
Berikut ini akan dijelaskan mengenai dua role stress yang terdiri dari
Kahn, Wolfe, Quin, Snoek & Rosenthal (1964) & Piko (2006) dalam Ho, Chang,
Shih, & Liang (2009) menjelaskan bahwa ambiguitas peran adalah adanya
diselesaikan dan ketidakpastian harapan orang lain terhadap individu dan hasil
11
Judje (2013) role ambiguity terjadi ketika karyawan menunjukkan perilaku yang
akan informasi yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan atau tugas dalam
organisasi. Hal ini terjadi ketika tugas atau kewenangan seseorang yang tidak
jelas dan orang menjadi takut untuk bertindak atau mengambil tanggung jawab
untuk apapun. Ketika orang tahu semua rincian dari posisi mereka dalam
organisasi, merek merasa nyaman untuk mengambil tanggung jawab atas tindakan
perasaan tidak aman dan tidak menentu. Seseorang yang mengalami role
ambiguity memiliki cirri-ciri antara lain tidak jelas tujuan peran yang
merupakan situasi dimana karyawan tidak memiliki informasi yang cukup tentang
12
ketidakpastian tentang tugas, wewenang, alokasi waktu, dan hubungan dengan
orang lain.
yang menjadi tujuan dari pekerjaan dan mengetahui serta memahami dengan
akan dilakukan.
Robbins & Judje (2013) mendefinisikan peran konflik terjadi ketika individu
13
yang berlainan maka akan menghasilkan role conflict. Pada keaadan tertentu
dimana dua atau lebih harapan peran saling bertentangan sehingga individu
Kahn, Wolfe, Quin, Snoek & Rosenthal (1964) & Piko (2006) dalam Ho,
Chang, Shih, & Liang (2009) menjelaskan bahwa konflik peran merupakan suatu
kondisi dimana sumber daya, waktu, nilai dan kemampuan individu tidak sesuai
dengan standar, kriterian dan harapan yang sudah ditetapkan. Sedangkan Zorlu
organisasi dan posisi individu dalam organisasi. Konflik peran muncul ketika
kepentingan dalam organisasi. Dalam role conflict harapan dan tuntutan sulit
untuk bertemu.
muncul ketika individu mendapatkan berbagai tuntutan dari banyak sumber pada
saat yang bersamaan sehingga individu menjadi kesulitan dalam menentukan dan
mematuhi salah satu diantaranya atau tidak mematuhi tuntutan yang lain.
diharapkan. Konflik peran bisa terjadi ketika peran perawat professional tidak
sesuai dengan harapan organisasi misalnya perawat mengambil peran yang bukan
menjadi peranya melainkan menjadi peran orang lain. Konflik peran dapat
14
Judeh (2011) menyatakan bahwa seseorang akan mengalami konflik
karyawan yang harus memainkan dua atau lebih peran secara bersamaan yang
sebagai berikut :
menerima permintaan dua pihak atau lebih yang tidak sesuai satu sama lain.
melakukan kegiatan yang sebenarnya tidak perlu yang cenderung diterima oleh
bahwa role conflict dapat ditimbulkan dengan Koordinasi arus kerja, kecukupan
15
memperoleh informasi. Kecukupan wewenang berkaitan dengan wewenang
informasi yang akurat dan waktu yang tepat. Kemampuan adatapsi berkaitan
Stres kerja tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi stres dapat terjadi
dalam Saranani (2014) disebutkan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan
stres, yaitu:
2. Organizational stressor
3. Group stressor
16
4. Individual stressor
Merupakan penyebab stres dari dalam diri individu yang muncul akibat
konflik dan ambiguitas peran, beban kerja yang terlalu berat, serta kurangnya
pengawasan.
Menurut Sunyoto (2002) dalam Hutomo (2015) dari sudut pandang organisasi,
stress dapat berdampak positif dan negatif. Karyawan yang mengalami stres yang
ringan akan memberikan akibat positif seperti dapat menyelesaikan tugas dengan
baik saat terdesak. tetapi jika stres yang tinggi dibiarkan berkepanjangan akan
pendekatan yang tepat untuk mengelola role stres yaitu pendekatan individu dan
pendekatan organisasi.
1. Pendekatan individu
Untuk mengatasi stress strategi yang dapat digunakan oleh karyawan adalah
melalui pengelolaan waktu yang baik, latihan relaksasi, dan dukungan sosial.
2. Pendekatan organisasi
kesejahteraan.
17
2. Konsep Self Efficacy
Self efficacy diperkenalkan pertama kali oleh Alber Bandura yaitu salah seorang
teori pembelajaran sosial (Sosial Learning Theory) yang selanjutnya disebut teori
kognitif sosial (social cognitive theory). Teori kognitif sosial ini digunakan sebagai
dasar dalam menganalisis konstruksi self efficacy. (Lenz & Baggett, 2002 dalam
Sartika, 2012).
Bandura, (1986) dalam Wu, Lee, Liang, Chuang, & Lu (2012) mendefinisikan
dalam konteks tempat kerja. Individu dengan kemampuan self-efficacy yang tinggi
dalam organisasi.
menyelesaikan tugas dan tujuan. Individu yang memiliki self efficacy yang tinggi
Zorlu (2012) mengemukakan bahwa Self efficacy adalah penilaian diri dari
keyakinan dan sikap staf bekerja menuju kemampuan mereka dan akumulasi
18
Sedangkan Tang & Chang (2010) mendefinisikan self efficacy adalah keyakinan
individu dalam satu kompetensi untuk melakukan tugas tertentu. Self efficacy secara
Individu yang memeiliki self efficacy yang tinggi akan mencurahkan semua usaha
dan perhatianya untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Individu dengan self
efficacy yang rendah ketika menghadapi situsi sulit akan cenderung malas berusaha
organisasi.
Bandura (1986) dalam Sartika (2012) menyatakan bahwa self efficacy terdiri dari
empat variabel yaitu bila self efficacy yang dimilki individu tinggi dan lingkungan
responsif, hasil yang didapatkan adalah kesuksesan, bila self efficacy yang dimiliki
mengalami depresi ketika orang lain berhasil menyelesaikan tugas yang menurutnya
sulit dia selesaikan. Bila self efficacy yang dimiliki individu tinggi dan situasi
lingkungan yang tidak responsif, hasilnya adalah individu tersebut akan berusaha
keras mengubah lingkungan. Bila self efficacy yang dimiliki individu rendah dengan
19
lingkungan yang tidak responsif, maka individu tersebut akan merasa apatis, mudah
Bandura juga menjelaskan bahwa self efficacy yang tinggi, akan mendorong
baiknya. Sebaliknya individu dengan self efficacy yang rendah, akan merasa ragu
dan tidak percaya diri akan kemampuannya dalam menyelesaikan tugas. Jika
tugasnya akan lambat diselesaikan dan mudah menyerah (Pajares, 2002 dalam
Nurmawaddah 2016).
dan strength.
a. Magnitude
Magnitude merupakan dimensi self efficacy yang mengacau pada tingkat kesulitan
dengan magnitude self efficacy yang tinggi akan mampu menyelesaikan tugas
yang sulit. Sedangkan individu dengan magnitude self efficacy yang rendah akan
sederhana.
b. Strenght
20
hambatan dan masalah. Individu dengan Self efficacy yang tinggi akan tetap tekun
Sedangkan individu dengan self efficacy yang rendah akan lebih mudah menyerah
c. Generally
individu terhadap bidang atau pekerjaan. Individu dengan self efficacy yang tinggi
Individu dengan self efficacy yang rendah hanya menguasai sedikit bidang yang
Bandura (Lenz & Baggett, 2002) dalam Sartika (2012) menyatakan ada empat sumber
bujukan verbal (verbal persuasion) dan keadaan fisik dan emosioanl (physiological
information).
karyawan harus berlatih dari pengalaman sebelumnya. Seseorang yang selalu berlatih
dari pengalamannya akan memiliki self efficacy yang kuat, sehingga saat melakukan
kesalahan maka kesalahan tersebut tidak akan begitu berpengaruh. Berlatih dari
pengalaman dan belajar dari kesalahan merupakan sumber yang sangat penting dalam
21
Pengalaman tak terduga (vicarious experiences) dalam hal ini melihat orang lain
mencapai kesuksesan akan menjadi sumber self efficacy. Orang lain yang sukses dapat
menjadi role models bagi seseorang dengan memberikan informasi tentang kesulitan
keahlian, kepercayaan berupa instruksi, nasehat dan saran, serta mencoba untuk
meyakinkan seseorang bahwa mereka dapat menyelesaikan dan sukses dalam tugas
yang sulit. Upaya-upaya secara verbal diperlukan untuk meyakinkan seseorang dalam
Seseorang yang yakin akan kemampuannya tidak akan mudah menyerah dan mampu
terhadap status fisiologis dan emosional. Kondisi tubuh seperi cemas, dan depresi
Seseorang akan mencapai kesuksesan ketika mereka tidak dalam keadaan stress. Stress
22
3. Konsep Kepuasan kerja
Robinn & Judje (2013) mendefisinikan kepuasan kerja adalah sikap karyawan
Sementara seseorang yang tidak puas terhadap pekerjaannya akan memiliki perasaan-
perasaan negative
perasaan emosional yang positif terhadap pekerjaannya yang merupakan hasil evaluasi
dan pengalaman kerja dengan membandingkan antara apa yang diperoleh dari
pekerjaan dengan apa yang diharapkan dari pekerjaannya. Kepuasan kerja juga
merupakan hasil interaksi antara persepsi karyawan terhadap pekerjaan dan lingkungan
kerjannya. Locke (1969) dalam Tang & Chang (2010) mendefinisikan kepuasan kerja
sebagai keadaan emosi menyenangkan atau positif berdasarkan hasil penilaian dari
pekerjaan seseorang.
Ho, Chang, Shih, & Liang (2009) mengemukanan bahwa kepuasan kerja adalah
sikap positif dan negative yang dimiliki seseorang karyawan terhadap pekerjaanya dan
merupakan keadaan internal pikiran individu tersebut. Jika perasaan yang dimiliki
seseorang terhadap pekerjaannya positif maka individu tersebut akan puas demikian
juga sebaliknya. Tingkat kepuasan kerja tergantung kepada perbedaan antara apa yang
seseorang capai dalam pekerjaannya dengan apa yang di harapkan dari pekerjaannya.
23
Berdasarkan definisi di atas peneliti dapat menyimpulkan kepuasan kerja adalah
pekerjaanya yang menunjukkan kesesuaian antara apa yang dikerjakan dengan apa
Dungguh & Dennis (2014) menyebutkan bahwa ada tiga teori kepuasan kerja dalam
organisasi yaitu Two-Factor Theory, Affective Event Theory, Dan Equity Theory.
a. Two-Factor Theory
kepuasan dan motivasi dalam organisasi. Teori ini berfokus pada hasil kepuasan dan
ketidakpuasan. Teori ini lebih lanjut menemukan bahwa aspek-aspek tertentu dari
Affective Event Theory dikembangkan oleh Psikolog Howard M. Weiss dan Russell
kepuasan kerja. Teori ini menjelaskan hubungan antara pengaruh internal karyawan,
24
emosi, mental dan reaksi mereka terhadap insiden yang terjadi di lingkungan kerja
kerja. Teori ini lebih lanjut mengusulkan bahwa perilaku kerja afektif dijelaskan oleh
c. Equity Theory
Teori Equity oleh Walster, Berscheid & Walster (1973) dalam Dungguh & Dennis
dengan output. Huseman, Hatfield & Miles (1987) dalam Dungguh & Dennis (2014)
lebih lanjut menunjukkan bahwa jika seorang karyawan berpikir ada kesenjangan
antara dua kelompok sosial atau individu, karyawan cenderung tertekan atau tidak
puas karena input dan output yang tidak sama. Input mencakup kualitas dan
kuantitas kontribusi karyawan untuk karyanya. Contoh input meliputi: waktu, usaha,
kerja dan rekan dan keterampilan. Output (hasil) adalah konsekuensi positif dan
negatif yang individu (karyawan) memandang peserta telah timbul sebagai akibat
dari hubungannya dengan yang lain. Contoh output termasuk keamanan kerja, harga
diri, gaji, tunjangan karyawan, biaya, pengakuan, reputasi, tanggung jawab, dan rasa
prestasi, pujian, terima kasih, dan rangsangan dan sebagainya atau ketidakpuasan
yang berbeda.
25
Sementara itu, Adams & Bond (2000) dalam Moumtzoglou (2010)
theories, yang meneliti sejauh mana kebutuhan kepuasan di tempat kerja (2) Theori
Equity, yang menjelaskan perbandingan sosial dalam evaluasi imbalan kerja (3)
Lu, While, & Barriball, (2005) dalam Moumtzoglou (2010) menjelaskan bahwa
ada beberapa sumber dari kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit adalah, Kondisi
kerja, Interaksi (hubungan dengan pasien, hubungan dengan rekan kerja, hubungan
dengan manajer), Pekerjaan itu sendiri (beban kerja, penjadwalan, pekerjaan yang
dan pengakuan, Kontrol dan tanggung jawab (otonomi, pengambilan keputusan), Gaya
Smith, Kendall, & Hulin (1969) dalam Nurmawaddah (2016); Winardi (2012); Jan &
Khan, (2015) menjelaskan bahwa dimensi kepuasan kerja terdiri dari pekerjaan itu
sendiri, upah, promosi, rekan kerja, dan supervise. Dimensi tersebut dapat di jelaskan
sebagai berikit :
Pay adalah alasan utama kepuasan untuk hampir semua jenis pekerja di semua jenis
organisasi. Karyawan mengharapkan jumlah gaji atau upah yang diterima adil
26
b. Promotion (promosi)
dengan bantuan rekan-rekan yang mendukung dan berperilaku ramah. Rekan kerja
kebebasan di tempat kerja, menawarkan berbagai tugas dan tanggung jawab dan
pekerjaannya.
e. Supervision (Pengawasan)
karyawan pada perusahaan sangat tergantung pada sikap yang ditunjukkan oleh
27
4. Konsep Adaptability
Adaptasi merupakan usaha manusia untuk menyesuaikan diri dengan kondisi tertentu yang
psikis, sosial, dan spiritual, manusia selalu berusaha menyesuaikan diri dengan berperilaku
sebagai manusia sehat. Adaptasi merupakan suatu proses dimana dimensi fisiologis atau
dimensi psikologis berubah dalam merespon terhadap stressor (Taylor, 1997 dalam
Utomo, 2009).
stress, mekanisme pertahanan diri, kesediaan dibantu. Adapun faktor yang mempengaruhi
reaksi terhadap stress antara lain sifat stressor, pengalaman masa lalu, tahap
perkembangan, dan kondisi individu. Kondisi individual meliputi umur, jenis kelamin,
pendidikan, suku, budaya, status ekonomi dan kondisi fisiknya (Potter & Perry, 2005
melayani pelanggan (service encounter). Adaptability meliputi dua komponen utama yang
tidak dapat dipisahkan yaitu (1) kemampuan untuk menyesuaikan perilaku, dan (2) situasi
lingkungan internal atau eksternal untuk bertahan hidup, tumbuh atau berkembang. Secara
konseptual, adaptasi dapat dilihat sebagai fenomena yang kompleks meliputi biologis,
28
psikologis, sosial, budaya, dan spiritual komponen. Dipengaruhi oleh karakteristik bawaan
Spiro dan Weitz (1990) mendefinisikan adaptasi adalah perilaku karyawan dalam
menanggapi informasi yang diterima selama pertemuan layanan dan interaksi dengan
pelanggan. Kinerja pekerjaan orang penjualan adalah sangat terkait dengan adaptasi.
Bitner, Booms, & Tetreault (1990) Hartline & Ferrel (1996) menunjukkan bahwa
pelanggan mengevaluasi service encounter lebih baik ketika karyawan dapat beradaptasi
dan ketika dapat menemukan kebutuhan dan permintaan mereka yang bersifat khusus.
Penemuan ini lebih lanjut didukung dalam studi kualitatif dari Bitner, Booms, dan Mohr
(1994) dimana mereka melaporkan bahwa hampir setengah dari kepuasan customer
29
5. Konsep Service Quality
Rumah Sakit sebagai sarana yang memberikan pelayanan memiliki peran yang
karena itu, rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang terbaik sesuai
dengan standar yang ditetapkan dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Dalam upaya mencapai kualitas pelayanan yang bermutu di Rumah Sakit di gunakan
sebagai perbedaan antara layanan yang nyata diterima atau dirasakan (perceived
service). Jika kenyataan lebih dari yang diharapkan maka layanan dapat dikatan
bermutu. Dan apabila kenyataan sama dengan yang di harapkan maka lauyanan
tersebut disebut memuaskan. Tetapi jika kenyataan tidak sesuai dengan yang
diharapkan atau lebih rendah dari harapan maka layanan tersebut tidak bermutu.
dibagi menjadi tiga tingkatan yang berbeda (1) Pelayanan yang diinginkan (desired
30
yang dirasakan mencukupi (adequate service) yang merupakan kondisi standar
mungkin terjadi.
dengan standar yang ditetapkan dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Layanan keperawatan merupakan layanan yang sangat penting dan harus terus
pelayanan.
Paulo Surabaya (Harijono, 2011). Layanan farmasi merupakan layanan yang sangat
penting dan sangat menunjang di perawatan medik rumah sakit ini. Oleh karena itu,
31
mencari startegi terbaik dengan integrasi servqual dan Quality Function Deployment
kebutuhan pasien dalam hal ini terhadap kualitas pelayanan di rumah sakit
banyaknya rumah sakit swasta yang bersaing dengan rumah sakit pemerintah
sehingga dalam memberikan kualitas pelayanan Rumah sakit pemerintah wajib dan
kualitas yang membantu untuk menerjemahkan voice pelanggan dan menjadi produk
Deployment adalah sebuah alat perencanaan tentang hal- hal yang harusnya
32
dilakukan untuk bisa memenuhi semua harapan pasien. Quality Function
bagi perusahaan jasa dalam hal ini adalah Rumah sakit. Manfaat utama yang
diperoleh dari penerapan Quality Function Deployment yaitu (Tjiptono & Diana,
2. Efisiensi waktu
33
keputusan dalam proses didasarkan pada konsensus dan dicapai melalui
diskusi mendalam dan brainstorming Oleh karena setiap tindakan yang perlu
mengenai semua data yang berhubungan dengan segala proses yang ada dan
secara konstan setiap kali ada informasi baru yang dipelajari dan informasi
c. House Of Quality
terintegrasi dalam produk/jasa (Clausing & Hauser, 1988 dalam Basri, 2015).
berbentuk rumah yang disebut House Of Quality. Render & Heizer (2005) dalam
34
House Of Quality terdiri dari enam bagian yaitu Customer requirement, technical
terhadap produk perusahaan lain, tingkat kepentingan pelanggan dan sales point.
perusahaan.
35
B. Kerangka Teori
Kerangka Teori dalam penelitian ini dapat dilihat pada skema 2.1.
Kepuasan Kerja
a. Pay
b. Promotion Atribut kualitas Atribut kualitas
c. Co-workers pelayanan yang pelayanan yang
d. Work it self memerlukan sudah baik
e. Supervision perhatian
Smith, Kendall, &
Hulin, (1969);
Winardi (2012);
Jan & Khan
Perbaikan
(2015)
36