Anda di halaman 1dari 25

PERANCANGAN RUMAH SAKIT UMUM KELAS B DI

KABUPATEN WONOGIRI DENGAN KONSEP BIOPHILIC


DESIGN BERBASIS HEALING ENVIRONMENT

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik

Oleh :
IHSANUDIN YUSUF NUR HAFIDZ
D300160066

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2020
PERANCANGAN RUMAH SAKIT UMUM KELAS B DI KABUPATEN
WONOGIRI DENGAN KONSEP BIOPHILIC DESIGN BERBASIS
HEALING ENVIRONMENT

Abstrak

Istilah rumah sakit menyiratkan sebuah harapan sehingga rumah sakit harus
menunjang kesembuhan. Bukan hanya melalui faktor medis saja, tetapi juga faktor
psikologis. Rumah sakit harus mampu mengarahkan pasien pada harapan sehat dan
optimisme terhadap kesembuhan. Faktor psikologis ini dapat ditunjang dengan
pendekatan lingkungan, yang tujuannya adalah membentuk persepsi melalui
hubungan antara pikiran dan perilaku. Sebuah riset membuktikan bahwa faktor
medis menunjang kesembuhan sebesar 10%, faktor genetik 20%, faktor lingkungan
40% dan faktor lain 30%. Dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif,
melalui tinjauan literatur, wawancara dan kuesioner, diperoleh data bahwa manusia
mempunyai keterikatan dengan alam, yang kedekatannya tidak dapat di pisahkan.
Hal ini berkaitan dengan teori biophilia yang menjelaskan bahwa manusia
mempunyai kecenderungan untuk berafiliasi dengan alam, alam yang sifatnya
restoratif mampu memberikan energi positif terhadap psikologis manusia. Healing
Environment adalah konsep yang mengutamakan lingkungan. Ada tiga pendekatan
utama yang diterapkan dalam konsep ini; pendekatan pertama melalui lingkungan
alam, pendekatan kedua melalui rangsangan indera manusia, dan pendekatan ketiga
melalui psikologis manusia yang tujuannya adalah untuk perbaikan kognisi dan
suasana perasaan pasien dan pengguna. Melalui konsep biophilic design,
perancangan rumah sakit ini diharapkan dapat membentuk healing environment
pada rumah sakit untuk keberhasilan dalam kesembuhan, meningkatkan
kenyamanan pengguna dan meningkatkan etos kerja pegawai. Sugesti dan
optimisme positif dapat menghilangkan perasaan cemas, stress dan depresi,
sehingga produksi antibodi akan meningkat dan antigen tercegah oleh sistem imun
untuk masuk dan membuat penyakit baru, sedangkan untuk pegawai kondisi yang
nyaman akan memberikan restoratif terhadap rasa lelah akibat beban pekerjaan.

Kata Kunci : Rumah Sakit, konsep biophilic, healing environment, kesembuhan,


restoratif.

Abstract

The term hospital implies a hope that the hospital must support recovery. Not only
through medical factors, but also psychological factors. Hospitals must be able to
direct patients to healthy hopes and optimism for recovery. This psychological
factor can be supported by an environmental approach, the goal of which is to shape
perceptions through the relationship between thoughts and behavior. A research has
shown that medical factors support recovery by 10%, genetic factors 20%,
environmental factors 40% and other factors 30%. By using a qualitative

1
descriptive method, through literature review, interviews and questionnaires, it is
obtained data that humans have an attachment to nature, whose closeness cannot be
separated. This is related to the biophilia theory which explains that humans have a
tendency to be affiliated with nature, nature can provide positive energy to human
psychology. Healing Environment is a concept that prioritizes the environment.
There are three main approaches applied in this concept; the first approach through
the natural environment, the second approach through human sensory stimulation,
and the third approach through human psychology whose purpose is to improve
cognition and feelings of patients and users. Through the concept of biophilic
design, the hospital design is expected to form a healing environment in the hospital
for successful healing, increase user comfort and improve employee work ethics.
Positive suggestions and optimism can eliminate feelings of anxiety, stress and
depression, so that antibody production will increase and antigens are prevented by
the immune system from entering and creating new diseases, while for employees
a comfortable condition will provide restorative against fatigue due to workloads.

Keyword : hospital, biophilic design, healing environment, recovery, restorative.

1. PENDAHULUAN
Perancangan Rumah Sakit Umum Kelas B di Kabupaten Wonogiri dengan
Konsep Biophilic Design berbasis Healing Environment merupakan strategi
perancangan rumah sakit yang menempatkan lingkungan alam sebagai media
penyembuhan dan penambah kenyamanan bagi pengguna ruang. Melalui konsep
biophilic design perancangan bertujuan untuk membentuk suasana lingkungan alam
di dalam rumah sakit, yang dapat memberikan efek restoratif dan memperbaiki
kognisi serta membangun suasana perasaan terhadap pengguna ruang. Penerapan
biophilic design harus berpedoman pada healing environment. Ada tiga pendekatan
utama yang diterapkan dalam konsep ini; pendekatan pertama melalui lingkungan
alam, pendekatan kedua melalui rangsangan indera manusia, dan pendekatan ketiga
melalui psikologis manusia. Perancangan Rumah Sakit harus berhasil memuat tiga
faktor utama tersebut untuk dapat memaksimalkan peran rumah sakit sebagai media
penyembuhan.
1.1. Latar Belakang
1.1.1. Kurang Meratanya Pesebaran Fasilitas Kesehatan di Indonesia
Meskipun secara nasional indikator ketersediaan fasilitas kesehatan telah
terpenuhi, namun di Indonesia, pesebaran fasilitas kesehatannya masih kurang

2
merata, sebagai negara besar dengan jumlah penduduk 267 juta jiwa, membutuhkan
fasilitas pelayanan kesehatan yang sebanding dengan jumlah penduduk yang ada.
1.1.2. Kurangnya Ketersediaan TT Rumah Sakit di Provinsi Jawa Tengah

Gambar 1. Grafik Perkembangan RSU dan RSK di Prov. Jateng Th. 2014-2018

Dari data yang didapatkan dari Kementrian Kesehatan RI tahun 2018,


Provinsi Jawa Tengah memiliki rasio ketersediaan TT rumah sakit 1,15 per 1.000
penduduk dari standar 1,17 yang ditetapkan. Artinya bahwa Provinsi Jawa Tengah
masih kekurangan 0,02 TT dari rasio standar yang ada.

1.1.3. Kebutuhan Rumah Sakit di Kabupaten Wonogiri


Penduduk Kabupaten Wonogiri 2019 sebanyak 1.091.054 jiwa, terdiri dari
545.959 jiwa laki-laki dan 545.909 jiwa perempuan. Kabupaten Wonogiri memiliki
9 rumah sakit, dengan rincian rumah sakit sebagai berikut :
Tabel. 1 Data Rumah Sakit di Kabupaten Wonogiri
Jumlah
No Nama Rumah Sakit. Lokasi Rumah Sakit
TT.
1 RSUD Dr.. Soediran MS Wonogiri 347 Giriwono,Wonogiri
2 RSU Marga Husada 58 Kaliancar, Wonogiri
3 RSU. Muhammadiyah Wonogiri 63 Selogiri, Nambangan, Selogiri
4 RS Medika Mulya 100 Purworejo, Wonogiri
5 RS Amal Sehat 101 Ngerjopuro, Slogohimo
6 RS Maguan Husada 74 Pracimantoro
7 RSU. Fitri Candra 68 Kaliancar, Wonogiri
8 RS. Mulia Hati Wonogiri 50 Wonokarto, Wonogiri
9 RS. Astrini 57 Kaliancar, Selogiri
918 TT
Dari data diatas diperoleh rasio perbandingan jumlah TT rumah sakit terhadap
jumlah penduduk Kabupaten Wonogiri yaitu sebesar 1 : 1.188, dari rasio standar
WHO yang di tetapkan 1 : 1.000. Maka Kabupaten Wonogiri masih kekurangan
ketersediaan tempat tidur sebanyak ± 200 TT di rumah sakit untuk memenuhi

3
indikator aman. Sehingga apablia di Kabupaten Wonogiri ada penambahan 200 TT,
rasio perbandingan jumlah TT terhadap jumlah penduduk menjadi 1 : 976, dan
sudah memenuhi indikator standar.
1.1.4. Permasalahan Rumah Sakit saat ini dan Pendekatan yang dipilih
Harapan besar manusia kepada rumah sakit terkadang tidak berbanding lurus
dengan apa yang disediakan di rumah sakit. Kebanyakan rumah sakit hanya
mementingkan faktor pengobatan medis saja tanpa memperhatikan faktor lain
diluar itu. Dengan standart yang ketat dan kaku yang ditetapkan, menjadikan
penyediaan desain fasilitas rumah sakit terlihat monoton dan kaku, yang seolah
menimbulkan kesan menekan terhadap pasien, pekerja dan pengunjung. Padahal
rumah sakit termasuk salah satu tempat yang sering terjadi kejadian buruk, seperti
kematian anggota keluarga, kepanikan, dan stres terhadap hal psikologis.
Rumah sakit harus mengarahkan pada harapan sehat dan rasa optimisme
untuk kesembuhan, dapat meningkatkan semangat dan etos kerja bagi staff pegawai
dan tentunya meningkatkan kenyamanan. Peran rumah sakit tidak hanya
memberikan penyembuhan secara medis saja, melainkan juga memberikan
pengobatan psikis melalui perencanaan desain rumah sakit yang sehat. Sehingga
peran rumah sakit menjadi lebih maksimal dalam proses penyembuhan.
Keberhasilan healing environment dapat didukung dengan penerapan desain
biophilic. Biophilic design sendiri merupakan pendekatan desain yang
memanfaatkan kecenderungan sifat manusia mengenai kecintaannya terhadap
alam, alam yang sifatnya restoratif dalam memberikan energi positif untuk proses
penyembuhan dan meningkatkan etos kerja bagi staff pegawai, karena dapat
menimbulkan kenyamanan.
Biophilic dalam penyembuhannya mempunyai tiga aspek penting yang
mempengaruhi kognitif manusia, seperti pengendalian pemikiran yang berimbas
pada psikologis manusia, aspek psikologis yang dapat membawa diri untuk
mengontrol emosi seseorang dalam menghadapi tekanan ataupun stres yang akan
mempengaruhi produksi imun manusia, sehingga daya tahan tubuh akan selalu
meningkat dan mempercepat penyembuhan, dan aspek terakhir adalah fisik atau

4
lingkungan yang membantu penyembuhan melalui interaksi lingkungan sekitar
melalui panca indera, baik melalui sentuhan, rabaan ataupun visual.
2. METODE
2.1. Metode Pengumpulan Data
Tahap pertama adalah mencari dan mengumpulkan data terkait dengan rumah
sakit, yang akan dijadikan pedoman dalam membuat gagasan perencanaan untuk
kelayakan perancangan rumah sakit yang direncanakan.
2.2. Perencanaan
Perencanaan merupakan tahap pengumpulan data terkait dengan standar,
permasalahan-permasalahan, dan variable lain terkait dengan rumah sakit, healing
environment dan biophilic. Data yang di dapat dalam tahap ini berupa :
1. Data-data empiris, literatur dan data terkait rumah sakit sebagai dasar acuan
standar perancangan rumah sakit.
2. Data RTRW dan peraturan terkait, yang dijadikan sebagai acuan dalam
pemilihan site.
3. Referensi buku, jurnal, website dan sebagainya mengenai rumah sakit, healing
environment, dan biophilic design, sebagai acuan kerangka pikir dan penyajian
data ke dalam perancangan.
Dari data, teori, dan variabel yang didapatkan akan dijadikan sebagai sumber
dalam memberikan gambaran umum terkait dengan objek yang akan dirancang
mengenai identifikasi pengguna, kegiatan, standarisasi, serta penerapan pendekatan
konsep yang direncanakan.
2.3. Analisis Peruangan
Analisis Peruangan merupakan tahapan penyusunan kebutuhan ruang, luasan, serta
zonasi ruang yang disusun berdasarkan data aturan standar yang berlaku serta intervensi
biophilic.
2.3.1. Analisis Tapak
Analisis Tapak merupakan tahapan perencanaan terkait dengan kriteria
pendekatan biophilic, aksesibilitas serta potensi eksisting untuk disusun dan
dijadikan pertimbangan mengenai pemilihan tapak.

5
2.3.2. Analisis Bentuk, Material dan Fasad
Anlisis bentuk, material dan fasad dijadikan sebagai acuan dalam penentuan
bentuk, material dan fasad yang menunjang kesembuhan pasien, sesuai pedoman
kriteria biophilic design.
2.3.3. Analisis Lansekap
Analisis lanskap merupakan tahap perencanaan tata lanskap agar tersusun dan
terjalin hubungan antara ruang indoor, outdoor dan ruang khusus yang mendukung
proses penyembuhan.
2.3.4. Analisis Struktur
Analisis struktur merupakan tahap pemilihan jenis struktur dan sistem
struktur yang akan diterapkan pada perencanaan rumah sakit berkonsep biophilic.
2.3.5. Analisis Sistem Utilitas
Analisi sistem utlitas digunakan untuk penyusunan perencanaan sistem
utilitas, dengan mempertimbangkan kelancaran, keefisienan, dan keamanan
perencanaan rumah sakit.

2.3.6. Transformasi Desain


Tahap transformasi desain merupakan tahap penerjemahaan data hasil
analisis dan konsep perancangan kedalam bentuk fisik desain.

2.3.7. Desain
Tahapan desain merupakan hasil perealisasian transformasi desain yang
diwujudkan dalam gambar dari konsep

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1. Jenis Pelayanan Rumah Sakit yang direncanakan
Rumah Sakit Umum (RSU) kelas B yang direncanakan memiliki fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik sesuai yang sudah dijelaskan di peraturan Menteri
Kesehatan No. 340 tahun 2010, yaitu berupa :

1. 4 pelayanan medik spesialis dasar ; pelayanan penyakit dalam, bedah,


kesehatan anak, obstetri dan ginekologi.

6
2. 4 pelayanan spesialis penunjang medik meliputi ; pelayanan radiologi,
anestesiologi, patologi klinik, dan rehabilitasi medik.
8 dari 13 pelayanan medik spesialis lain dan 2 sub-spesialis dasar ; pelayanan
medik mata, THT, jantung dan pembulu darah, syaraf, kulit dan kelamin, paru,
orthopedi, dan urologi.
3.2. Konsep Klasifikasi Kelas, Skala dan Daya Tampung
1. Objek rancang bangun memiliki jumlah tempat tidur keseluruhan sebanyak 200
TT, dengan alasan untuk memenuhi indikator aman rasio standar WHO di
Kabupaten Wonogiri.
2. Hasil perhitungan perkiraan kebutuhan luas lahan objek rancang bangunan
17.200 m2.
3.3. Toleransi Intervensi Fasilitas berdasarkan Kegiatan Pelayanan dan
Standarisasi Rumah Sakit
1. Ruang dengan toleransi intervensi rendah : IGD, ICU, Instalasi Bedah, Unit
Kebidanan dan Kandungan, Farmasi, Radiologi, Radioterapi, Laboratorium,
Ruang Sterilisasi Pusat (CSSD) dan Laundry
2. Ruang dengan toleransi intervensi menengah : Bank Darah/Unit tranfusi
Darah, Hemodialisa, Pemulasaran Jenazah dan Forensik, Dapur Utama dan
Gizi, Instalasi Pemeliharaan dan Instalasi Sanitasi.
Ruang dengan toleransi intervensi tinggi : Rehabilitasi Medik, IRJA, IRNA
(kecuali Kamar Isolasi), Unsur Pelayanan Publik dan Kantor Jajaran Direksi dan
Manajemen.
3.4. Konsep Desain Fasilitas Rumah Sakit Berdasarkan Pendekatan Desain
Biophilic
1. Lingkup Penerapan Teknis Pola Desain Biophilic :
[P1] Koneksi Visual dengan alam adalah Tata Lanskap dan elemen vegetasi;
Orientasi dan ukuran Bukaan; Ornamen dan Layout spasial.
[P2] Koneksi Non-Visual dengan alam adalah Tata Lanskap dan elemen vegetasi;
Penghawaan; zoning dan material.
[P3] Stimulan Sensorik Non-Ritmik adalah Tata Lanskap dan elemen vegetasi;
dan Zoning

7
[P4] Thermal & Aliran Udara adalah Tapak; sistem pencahayaan dan
pembayangan Sistem penghawaan; Orientasi Masa dan bukaan; elemen Lanskap;
dan Zoning.
[P5] Kehadiran Air adalah Tata Lanskap; Tapak ; Ornamen dan Sistem Utilitas
Air.
[P6] Cahaya dinamis dan Membaur adalah Tata Lanskap; Orientasi masa;
Orientasi dan Luas Bukaan; Fasad; Atap; Material dan Layout Spasial.
[P7] Bentuk dan Pola Biomorphic adalah Fasad ; Pola Material; Layout; Massa;
Ornamen dan Tata Lanskap
[P8] Material adalah Material dan Warna.
[P9] Prospect adalah Atribut dan Layout Spasial; Atribut dan Layout Lanskap;
Bukaan; dan Material.
[P10] Koneksi dengan sistem natural adalah Tapak; Lanskap; Zoning; Bukaan;
dan Utilitas Keseluruhan.
[P11] Kompleksitas dan Tatanan adalah Tata Lanskap; Tata ruang; Fasad dan
Ornamen.
[P12] Refuge adalah Atribut dan Layout Spasial; Atribut dan Layout Lanskap;
Bukaan; dan Material.
[P13] Misteri adalah Pencahayaan dan Atribut Spasial
[P14] Risk/Peril adalah Lanskap dan Atribut Spasial.
2. Jenis intervensi desain biophilic dalam setiap fasilitas
Tabel. 2 Toleransi Intervensi Desain Biophilic dalam Fasilitas
Fasilitas P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14
Fasilitas Teleransi Tinggi
IRJA
IRNA
Rehabilitasi Medik
Unsur Pelayanan
Publik
Kantor Jajaran Direksi
dan Manajemen
Fasilitas Toleransi Menengah
Hemodialisa
Bank Darah/Unit
tranfusi Darah
Pemulasaran Jenazah
dan Forensik
Dapur Utama dan Gizi
Klinik
IPSRS
Instalasi Sanitasi
Fasilitas Tolerasi Rendah

8
IGD
ICU
Instalasi Bedah
Unit Kebidanan dan
Kandungan
Laboratorium
Radiologi
Diagnostik
Farmasi
Radioterapi
CSSD
Laundry

3.5. Konsep Pencapaian

Gambar 2. Pencapaian Lokasi Site

Site/tapak secara makro dapat dicapai dari Kabupaten Sukoharjo, Sragen,


Karanganyar, dan Klaten melalui Jalan Raya Tubokarto-Pracimantoro-Wonogiri,
sedangkan dari Kabupaten Pacitan dapat dicapai melalui Jalan Pracimantoro-
Giritontro. Sedangkan secara mikro, site/tapak dapat dicapai melalui jalan utama,
yaitu Jalan Tubokarto-Pracimantoro-Wonogiri.
Zona Pencapaian utama, dimana untuk zona ini dikhususkan untuk fasilitas
yang membutuhkan pencapaian paling cepat seperti fasilitas IGD, maka dipilih
Jalan Raya Tubokarto-Pracimantoro-Wonogiri.

9
3.6. Konsep View

Gambar 3. Analisis View Lokasi Site/Tapak

Pada dasarnya site sudah memliki view lingkungan yang baik, hal ini
ditunjukan dengan kondisi eksisteing site yang didominasi dengan area persawahan
berkontur dan perkebun, sehingga dapat menambah nilai plus terhadap view site.
View dari luar kedalam site paling bagus ditunjukan dari arah barat laut, karena
terdapat jalan utama Tubokarto-Pracimantoro-Wonogiri. Arah barat laut akan
menjadi enterance perencanaan, menginggat bahwa arah tersebut memiliki view
paling baik, karena berada dijalan utama.

3.7. Konsep Klimatologi

Gambar 4. Analisis Klimatologi Lokasi Site

1. Site menghadap kearah barat laut, yang merupakan area eksisting dari massa
bangunan yang direncanakan. Pada sisi utara dan barat laut site (Sinar matahari
sore) dan sisi selatan dan tenggara site (Matahari pagi), diperlukan shading dan

10
vegetasi untuk mereduksi panas dari matahari sore. Shading bisa berupa
vertical blind, dan vegetasi memanfaatkan roof garden.
2. Sisi timur dan barat site bangunan dapat dimanfaatkan untuk penambahan area
bukaan dan void untuk pemaksimalan pencahyaan alami dan sebagai sirkulasi
udara masuk dari massa bangunan.
3. Kelembaban udara di lokasi site masuk kedalam kategori kelembaban normal
(Relative Humidity/RH) dengan skor 45-65%. Untuk meningkatkan
kelembaban udara disekitaran site akan memanfaatkan vegetasi sebagai
penghasil oksigen dan penyimpan air, untuk kenyamanan ruang dan
lingkungan perencanaan
3.8. Konsep Kebisingan

Gambar 5. Analisis Kebisingan Site/Tapak

1. Menambahkan vegetasi sebagai barrier kebisingan, serta dengan kondisi site


eksisting yang menurun juga dapat dimanfaatkan sebagai barrier kebisingan.
2. Menempatkan ruang-ruang yang memiliki tingkat kebisingan rendah diarea
belakang, seperti Ruang Rawat Inap.

11
3.9. Konsep Kontur

Gambar 6. Analisis Kontur

1. Kontur dapat dimanfaatkan untuk barrier kebisingan dengan menambahkan


vegetasi yang diolah untuk kepentingan visual juga.
2. Menambahkan penampungan air dengan system danau/kolam diarea dengan
kontur terendah didalam site yang berfungsi sebagai sumber air sekunder dan
untuk kelembaban.
3.10. Konsep Zonasi
Zonasi ini didapatkan berdasarkan analisis site dengan dasar pertimbangan
persyaratan ruang dan hubungan ruang. Area emergency & high requirement
(seperti IGD dan fasilitas sezona) ditempatkan didepan. Zona diagnostik harus
terhubung dengan IRJA. IRNA diletakan di belakang karena alasan kebisingan,
penghawaan dan view yang menghadap ke alam. Zona Taman mengelilingi
bangunan untuk alasan penghawaan, view dan restoratif.

Gambar 7. Analisis Zonasi Site/Tapak

12
3.11. Konsep Massa Bangunan
1. Penentuan konsep masa bangunan didahului dengan pemetaan zonasi ruang,
yang diklasifikasikan berdasar zona emergency, diagnostik, Pelayanan, rawat
jalan, rawat inap, utilitas dan servis.
2. Hasil penzoningan dijadikan dasar pertimbangan bentuk massa.
3. Bentuk massa diarahkan menstilasi bentukan alam yang sifatnya acak/abstrak,
namun juga tetap mempertimbangkan standar rumah sakit yang berlaku.
4. Lantai atas diterapkan konsep pemisahan massa sebagai zona akses utama dan
respon terhadap potensi alam, yaitu memasukan caha dan udara kedalam ruang
yang memiliki toleransi intervensi tinggi.

Gambar 8. Analisis Konsep Massa Bangunan

13
3.12. Konsep Fasad Bangunan
3.12.1. Warna dan Material
Pemilihan dan pemakaian warna dan material dengan mengarahkan ke
natural. Pemakaian dinding berbahan terakota atau jenis dinding earth rammed
untuk membentuk kesan natural. Dan untuk pemilihan warna didasarkan pada
sifat warna yang sebagaiamana dijelaskan dalam analisis warna dan material di
interior.

Gambar 9. Pengaplikasian Dinding Terakota pada Bangunan


3.12.2. Kulit Sekunder/ Skin Selubung Bangunan

Gambar 10. Pengaplikasian Kulit Sekunder pada Fasad Bangunan


Karena berkonsep biophilic maka kemungkinan bangun akan terdapat
banyak bukaan dan pemakaian bahan kaca untuk memasukan sinar kedalam ruang,

14
sehingga yang terjadi suhu dalam ruangpun dapat meningkat, maka diperlukan
metode dengan kulit sekunder untuk memanipulasi dan mengurangi panas tersebut,
sekaligus juga sebagai penambah view.

3.12.3. Green Roof


Tabel 3. Klasifikasi karakteristik Tanaman dan Struktur untuk Greenroof
Ekstensif Semi-intensif
Karakteristik Intensif Green roof Mix Green roof
Green roof Green Roof
Perawatan Rendah Priodik Tinggi Khusus
Irigasi Rendah Periodik Sering Periodik
Jenis tanaman Herbal dan Rumput, herbal dan Semak dan pohon Rumput, semak,
rumput semak herbal dan pohon
Struktur 50-200mm 100-250mm 150-400mm-1000mm 50-diatas
1000mm
Berat 60-150 kg/m2 120-200 kg/m2 180-500 kg/m2 60-500 kg/m2
Biaya Rendah Sedang tinggi tinggi
Diversitas Rendah Sedang tinggi tinggi
Tanaman
Akesibilitas Jarang terakses Terakses sebagian Umumnya terakses Terakses
sebagian
Efisiensi energy Rendah menengah tinggi Diatas menengah
Insulasi Termal menengah menengah tinggi tinggi

Gambar 11. Pengaplikasian Atp Greenroof

1. Tipe greenroof yang dapat diaplikasi dalam konsep bangunan adalah greenroof
campuran, karena dirasa paling memenuhi dari pendekatan biophilic.
2. Jenis vegetasi yang dipilih adalah pohon kelapa, angsana, beringin, trembesi,
bambu, dan pinus, sedangkan untuk vegetasi semak ; tanaman paku, dan

15
tanaman berdaun lebar lain. Vegetasi rumput ; pinto peanut , carpet grass, dan
swiss grass.
3.13. Konsep Struktur
1. Struktur atap yang digunakan adalah struktur dak dengan tambahan fungsi
greenroof
2. Super Struktur yang dipilih adalah struktur rigid Frame
3. Sub struktur yang dipilih adalah tiang pancang
4. Sistem dilatasi yang dipilih adalah sistem dilatasi konsol
5. Sistem Slab/plat lantai yang di pilih adalah Plat lantai Bondeck
3.14. Utilitas Bangunan
3.14.1. Limbah Medis Padat
Tabel 4. Jenis Limbah Medis Padat dan Cara Pengolahannya
Jenis Limbah Pengertian Pengolahan
Limbah benda tajam berasal dari peralatan
medik yang dapat melukai, limbah ini harus
Limbah Benda
dimusnakan karena dapat membawa Pembakaran di incinerator
Tajam
penyebaran penyakit apabila dipakai
kembali.

 Limbah yang berkaitan dengan pasien


isolasi penyakit menular
 Limbah Laboratorium dari pemeriksaan
Limbah
mikrobiologi dari IRJA dan isolasi/IRNA Pembakaran di Incenator
Infeksius
 Hewan hasil percobaan yang
terkontaminasi atau diduga
terkontaminasi.

limbah yang berasal dari pembiakan dan


Limbah sangat stok bahan infeksius hasil otopsi atau bahan
Pembakaran incinerator >1000o
infeksius lain yang sudah di inokulasi dengan bahan
yang sangat infeksius
Limbah Limbah yang beasal dari potongan tubuh
Pembakaran incinerator
Ptologi manusia.
Limbah obat yang telah kadaluarsa, sisa Dikembalikan ke produsen atau di
Limbah
peracikan obat, atapun obat yang sudah bakar di incenator dengan syarat
Farmasi
tidak digunakan lagi ketat.
Limbah Limbah sisa obat sitotostik dan terapi
Dimusnahkan di incenator
Sitotostik sitotostik
Limbah cair dapat langsung
Limbah Limbah yang berasal dari bahan kimia, baik dialirkan ke IPAL, sedangkan
Kimiawi berupa cair ataupun padat. untuk padat di bakar dengan
incinerator.
Disimpan pada container khusus
Limbah Bahan yang terkontaminasi radio isotope sebelum musnahkan di insenator
Radioaktif hasil dari penggunaan medis ataupun riset ataupun di serahkan ke fasilitas
pengolahan limbah radioaktif

16
3.14.2. Limbah non-Medis
a) Limbah Padat
Limbah ini berasal dari aktivitas diluar medis, yang biasanya limbah ini
diklasifikasikan menjadi limbah padat organik dan anorganik. Limbah organik
berasal dari sisa-sisa makhluk hidup seperti dedaunan, sampah dapur, dan makanan
hasil konsumsi manusia. Sisa limbah ini akan diolah kembali untuk dimanfaatkan
untuk pupuk melalui proses biodigester.
Limbah anorganik berasal dari sisa bukan makhluk hidup. Sisa limbah ini
akan ditampung untuk sementara waktu untuk kemudian didistribusikan ke pihak
pengolahan sampah daerah setempat.
b) Limbah Cair
Limbah cair terdiri dari grey water dan black water. Gray Water berasal dari
hasil buangan kamar mandi, cucian. Umumnya air yang bisa digunakan kembali
melalui pengolahan.
3.14.3. Instalasi Sistem Nurse Call
Nurse Call digunakan kemudahan komunikasi antara pasien dan perawat
apabila pasien memerlukan tindakan perawatan. Kriteria instaslasi Nurse Call
sebagai berikut :
1. Nurse Station ditempatkan disetiap lantai, masing-masing lantai terdapat 1.
2. Bed side call ditarik pararel ke ceiling speaker sub.
3. Emergency pull cord dipasang ditiap toilet dan dikoneksikan di Ceiling
Speaker.
4. Nurse Riset dipasang dipintu kamar dan dikoneksikan di Ceiling Speaker
5. Corridore Lamp dipasang didepan kamar, masing-masing kamar terdiri 1
lampu dan dikoneksikan dengan Ceiling Speaker.
6. Masing-masing Ceiling Speaker Sub ditarik ke Nurse Station dengan 1 Ceiling
Speaker Sub adalah satu tarikan menuju Nurse Station.
7. Kapasitas dari Nurse Station sesuai dengan jumlah Ceiling Speaker.
8. Setiap lantai mempunyai sistem tersendiri yang terpisah dengan sistem yang
berada dilantai lain.
9. Ceiling Speaker Sub juga difungsikan sebagai mikropon.

17
3.14.4. Instalasi Gas Medik
Instalasi gas medik bertujuan untuk memudahkan efisiensi tenaga angkut
tabung oksigen, untuk kemudahan distribusi apabila bangunan yang berjangkauan
jauh, dan untuk kemudahan dalam perhitungan pemakaian oksigen. Pendestribusian
okseigen dikendalikan pada ruang sentral atau ruang kontrol gas medik, melalui
pipa bertekanan dan kemudian didestribusikan pada ruang yang membutuhkan,
seperti ruang operasi, IGD, kamar bersalin, dan rawat inap.
Instalasi gas medik dan vakum merupakan sistem perpipaan untuk
pendestribusian oksigen, karbondioksida, udara medik, nitrous oksida, nitrogen ,
helium, pembuangan sisa gas anestesi, vakum medik untuk pembedahan, dan
campuran gas-gas tersebut. Semua instalasi diletakan dalam tempat dan ruang
sama, dengan instalasi ventilasi untuk menstabilkan suhu.
3.14.5. Instalasi Sanitasi Jaringan Air Bersih dan Air Panas
Dasar perencanaan air bersih sebagai berikut :
1. Perhitungan penyediaan air bersih untuk rumah sakit sebanyak 700 liter/TT.
2. Direkomendasikan memenafaatkan kombinasi air PDAM dan air sumur.
3. Sistem jaringan direncanakan sesederhana mungkin yang dilindungi oleh shaft
untuk pertimbangan pemeliharaan dan sistem kontrol.
4. Arah dan distribusi pipa tegak lurus.
5. Semua jaringan air bersih merupakan jaringan bawah tanah diluar bangunan.
Jaringan tidak boleh melalui ruang fungsional kecuali dibawah ruang sirkulasi
6. Seluruh kebutuhan air bersih disuplai dengan sistem perpipaan didukung
rooftank dan groundtank set sebagai reservoir dan watertreatment.

Gambar 12. Instalasi Air Bersih

18
4. PENUTUP
Rumah Sakit sebagai fasilitas kesahatan harus memaksimalkan perannya
dalam menunjang kesembuhan. Rumah Sakit harus memberikan segala aspek yang
dapat mempengaruhi kesembuhan terhadap pasien, baik melalui medis maupun
secara arsitektur. Peran arsitektur dalam rumah sakit adalah untuk membentuk
kesan dan suasana yang dapat mempengaruhi kondisi psikologis pengguna ruang
tersebut. Keberhasilan dalam membentuk suasana ruang di Rumah Sakit ini
ditunjang dengan penerapan konsep biophilic design yang berpedoman pada
healing environment. Dengan adanya konsep ini diharapkan rumah sakit dapat
memberikan dan memaksimalkan perannya sebagai media penyembuhan, baik
secara medis maupun secara arsitektural.

DAFTAR PUSTAKA
Adhi Utomo Hatmoko, W. W. (2010). Arsitektur Rumah Sakit. Yogyakarta: Tidak
diketahui.
Alif, K. (2017). Rumah Sakit Umum Kelas B di Kabupaten Bogor dengan
Pendekatan Desain Biophilic. Surakarta: Tidak diketahui.
Annisa Hadny Zakiyaturrahmah, R. N. (2019). Penerapan Teori Biophilic Design
dalam Strategi Perancangan Sekolah ALam sebagai Sarana Pendidikan
Dasar di Karanganyar. Tidak diketahui.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonogiri. (2018). Kecamatan Pracimantoro
dalam Angka 2018. Wonogiri: Tidak diketahui.
Badan Statistik Kabupaten Wonogiri. (2018). Profil Kesehatan Kabupaten
Wonogiri Tahun 2017. Wonogiri: Tidak diketahui.
BAPPEDA DAN LITBANG Kabupaten Wonogiri. (2020). Rencana Kerja
Pemerintah Daerah Kebupaten Wonogiri 2020. Wonogiri: Tidak
diketahui.
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Wonogiri. (2019). Data
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Wonogiri.
Dinas Kesehatan Jawa Tengah. (2018). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2018. Semarang: Jateng Gayeng.
Dinas Kesehatan Kabupaten Wonogiri. (2019). Profil Kesehatan Kabupaten
Wonogiri 2018. Wonogiri: Tidak diketahui.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 Tentang
Klasifikasi Rumah Sakit. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

19
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Pedoman Teknis Bangunan
Rumah Sakit Kelas B. Tidak diketahui: Direktorat Bina Pelayanan
Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan Direktorat Bina upaya Kesehatan.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Pedoman Teknis Bangunan
Rumah Sakit Ruang Instalasi Rawat Jalan. Jakarta: Direktorat Bina
Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Pedoman Teknis Bangunan
Rumah Sakit Ruang Operasi. Jakarta: Direktorat Bina Pelayanan
Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan Direktorat Bina upaya Kesehatan.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Pedoman Teknis Bangunan
Rumah Sakit Ruang Rawat Inap. Tidak diketahui: Tidak diketahui.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi dan
Perizinan Rumah Sakit. Jakarta: Tidak diketahui.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2014 Tentang Standar Sarana dan
Prasarana Kantor di Lingkungan Kementrian Kesehatan. Jakarta: Tidak
diketahui.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Tentang Persyaratan teknis dan Prasarana Rumah
Sakit. Jakarta: Tidak diketahui.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Profil Kesehatan Indonesia
Tahun 2016. Jakarta: Tidak diketahui.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Pedoman Rumah Sakit Ramah
Lingkungan (Green Hospital) di Indonesia. Tidak diketahui: Direktorat
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2019). Profil Kesehatan Indonesia
2018. Jakarta: Tidak diketahui.
Kurniawati, F. (2007). Peran Healing Environment Terhadap Proses
Penyembuhan. Tidak diketahui.
Nuffida, A. M. (2017). Aspek Alam sebagai Bagian Therapeutic Architecture
pada Rumah Sakit Ketergantungan Obat. JURNAL SAINS DAN SENI ITS.
Pauline Susanto, S. M. (2016). Penerapan Pendekatan Healing Environment pada
Rumah Perawatan Paliatif bagi Penderita Kanker. JURNAL INTRA .
Peraturan Daerah Kabupaten Wonogiri. (2011). Peraturan Daerah Kabupaten
Wonogiri No. 9 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Wonogiri Tahun 2011-2031. Wonogiri: Tidak diketahui.

20
Peraturan Daerah Kabupaten Wonogiri. (2016). Peraturan Daerah Kabupaten
Wonogiri No. 12 Tahun 2016 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah Kabupaten Wonogiri Tahun 2016-2021. Wonogiri:
Tidak diketahui.
Peraturan Daerah Kabupaten Wonogiri. (2016). Peraturan Daerah Kabupaten
Wonogiri Tentang Ijin Mendirikan Bangunan. Wonogiri: Tidak diketahui.

21

Anda mungkin juga menyukai