Anda di halaman 1dari 63

ag Archives: seks pada remaja dan anak

Sex Education

Mar20

Pengertian Pendidikan Seks

Menurut Sarlito dalam bukunya Psikologi Remaja (1994), secara umum pendidikan seksual ( sex
education) adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar,
yang meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual,
hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan.

Menurut M. Sofyan Sauri, S.Sos. selaku salah satu aktifis dari Perkumpulan Keluarga Berencana
Indonesia, selama ini jika membicarakan seks yang terbesit dibenak pasti hubungan seks padahal
seks itu sendiri memiliki arti jenis kelamin yang membedakan pria dan wanita secara biologis.

Pendidikan seks menjadi topik yang sering di perbincangkan akhir – akhir ini. Seperti yang kita
tahu sekarang ini banyak terjadi pelecehan seksual, pemerkosaan, dan bahkan seks bebas ( free
sex) sudah menjadi hal yang biasa di masyarakat saat ini. Sebagian masyarakat beranggapan hal
sudah biasa dan bukan masalah yang harus di besar – besarkan. Sebagian lagi beranggapan
bahwa kehidupan sekarang sudah tidak bermoral dan harus di kembalikan ke jalan yang benar.
Hal – hal tidak bermoral diatas disebabkan karena perilaku seks yang dan kurangnya
pengetahuan tentang seks yang baik di kalangan masyarakat, mereka hanya mengetahui seks
secara instan melalui DVD, majalah, dan internet yang sayangnya lebih mengedepankan unsur
porno dariapada pengetahuan tentang seks itu sendiri. Akhirnya sebagian masyarakat pun mulai
menyadari pentingnya pendidikan seks sejak dini.

Tujuan Pendidikan Seks

1. Memberikan pengertian yang memadai mengenai perubahan fisik, mental dan proses
kematangan emosional yang berkaitan dengan masalah seksual pada remaja.
2. Mengurangi ketakutan dan kecemasan sehubungan dengan perkembangan dan
penyesuaian seksual (peran, tuntutan dan tanggungjawab)
3. Memberikan pengertian mengenai kebutuhan nilai moral yang esensial untuk
memberikan dasar yang rasional dalam membuat keputusan berhubungan dengan
perilaku seksual.
4. Memberikan pengetahuan tentang kesalahan dan penyimpangan seksual agar individu
dapat menjaga diri dan melawan eksploitasi yang dapat mengganggu kesehatan fisik dan
mentalnya.
5. Untuk mengurangi prostitusi, ketakutan terhadap seksual yang tidak rasional dan
eksplorasi seks yang berlebihan.

secara garis besar pendidikan seks bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman
yang baik kepada masyarakat tentang “apa itu seks” bukan hanya sekedar bagaimana melakukan
seks.
Pandangan Pendidikan Seks dari Berbagai Aspek

1.       Agama

Menurut Islam, seks bukanlah ciptaan setan. Seks juga buka sesuatu yang kotor, jahat, atau pun
yang harus dihindari, apapun bentuknya. Seks adalah karunia dan rahmat dari Tuhan dan
merupakan gambaran dan kenikmatan surgawi yang akan tiba.
Seks adalah aspek yang sangat penting dari perilaku manusia. Semua manusia memiliki tiga
aspek sisi kepribadian, yaitu agama, intelektual dan fisik, serta memiliki gairah untuk
memuaskan ketiganya. Islam menganjurkan bahwa ketiga aspek tersebut harus dipenuhi dengan
cara yang suci dan sehat, tanpa berlebihan, tanpa tekanan, dan tanpa penderitaan,  Setiap muslim
percaya bahwa hubungan seksual adalah suci dan tidak bertentangan dengan ketuhanan,
spiritualitas, atau keimanan. Karenanya, seks pun harus disalurkan sesuai dengan jalan yang
benar serta harus ditahan dan dikekang jika tidak sesuai dengan jalur yang sah.
Kenikmatan seks tidak boleh mengabaikan aspek-apek moralitas. Perilaku menyimpang dalam
seks hanya mengakibatkan rusaknya masyarakat, kebohongan, penipuan, terjadinya
pemerkosaan, pembuhuhan dan lain-lain. Oleh karena itu untuk mendapatkan keidupan seks
yang baik Islam melalui syari’atnya mengajarkan pernikahan sebagai pintu yang menyucikan
hubungan seksual. Perlunya pendidikan seks secara Islami dimaksudkan agar masyarakat dapat
mengerti tentang seks yang benar dan sesuai dengan landasan atau dasar agama.

2.       Psikologi

Dalam aspek psikologi kita menemukan bahwa banyak pertanyaan – pertanyaan seputar seks saat
usia seseorang mendekati pubertas. Pertanyaan – pertanyaan sederhana yang mungkin sulit untuk
diterangkan atau sulit dijawab dengan bahasa yang baik membuat topik tentang seks  menjadi
topik yang dijauhi dalam diskusi orang tua dan anak. Orang tua masih menganggap tabu untuk
membicarakan seks dengan anak, dan si anak dengan segudang pertanyaan menuntun mereka
untuk mencari tahu dengan kemampuannya sendiri melalui internet atau bertanya dengan teman,
yang hasilnya seperti kita tahu si anak mendapat jawaban yang kurang pantas untuk anak
seumurannya. Sikap orang tua yang masih menganggap tabu perbincangan seks, mengakibatkan
si anak mendapat kekeliruan tentang seks. Peran orang tua sangat penting dalam pendidikan seks
terhadap anaknya karena akan berpengaruh terhadap masa depan anaknya sendiri.

Materi Pendidikan Seks

Materi pendidikan seks diberikan sesuai dengan usia si penerima edukasi, yaitu sebagai berikut :

1.       Usia balita (1-5 tahun)

Memperkenalkan organ seks yang dimiliki seperti menjelaskan anggota tubuh lainnya, termasuk
menjelaskan fungsi serta cara melindunginya.

2.       Usia sekolah (6-10 tahun)


Memahami perbedaan jenis kelamin (laki-laki dan perempuan), menginformasikan asal-usul
manusia, membersihkan alat genital dengan benar agar terhindar dari kuman dan penyakit.

3.       Usia menjelang remaja

Menerangkan masa pubertas dan karakteristiknya, serta menerima perubahan dari bentuk
tubuhnya.

4.       Usia remaja

Memberi penjelasan mengenai perilaku seks yang merugikan (seperti seks bebas), menanamkan
moral dan prinsip ‘say no‘ untuk seks pra nikah serta membangun penerimaan terhadap diri
sendiri.

5.       Usia pranikah

Pembekalan pada pasangan yang ingin menikah tentang hubungan seks yang sehat dan tepat.

6.       Usia setelah menikah

Memelihara pernikahan melalui hubungan seks yang berkualitas dan berguna untuk melepaskan
ketegangan dan stres.

Di sekolah materi pendidikan seks juga perlu untuk diberikan oleh guru, dan materi pendidikan
seks juga diberikan sesuai usia si penerima edukasi seperti berikut ini :

Sekolah Dasar (SD) –> Terutama Kelas 5-6 SD (memasuki usia remaja)

 Keterbukaan pada orang tua.


 Pengarahan akan persepsi mereka tentang seks bahwa hal tersebut mengacu pada ‘jenis
kelelamin’ dan bukan lagi tentang hal-hal di luar itu (hubungan laki-laki dan perempuan;
proses membuat anak; dsb.).
 Perbedaan antara laki-laki dan perempuan.
 Pengenalan bagian tubuh, organ, dan fungsinya.
 Memakai bahasa yang baik dan benar tentang seks à menggunakan bahasa ilmiah, seperti
‘Penis’, ‘Vagina’.
 Pengenalan sistem organ seks secara sederhana.
 Anatomi sistem reproduksi secara sederhana.
 Cara merawat kesehatan dan kebersihan organ tubuh, termasuk organ seks/organ
reproduksi.
 Mengajarkan anak untuk menghargai dan melindungi tubuhnya sendiri.
 Proses kehamilan dan persalinan sederhana.
 Mempersiapkan anak untuk memasuki masa pubertas.
 Perkembangan fisik dan psikologis yang terjadi pada remaja.
 Ciri seksualitas primer dan sekunder.
 Proses terjadinya mimpi basah.
 Proses terjadinya ovulasi dan menstruasi secara sederhana.
 Memberikan pemahaman bagi para siswa mengenai pendidikan seksual agar siswa dapat
memiliki sikap positif dan perilaku yang bertanggung jawab terhadap kesehatan
reproduksinya secara umum.

Sekolah Menengah Pertama (SMP)

 Menjelaskan sistem organ seks dengan cukup detail.


 Proses kehamilan dan persalinan agak detail.
 Sedikit materi tambahan tentang kondisi patologis pada sistem organ seks.
 Memperluas apa yang telah dibicarakan di SD kelas 5 dan 6, yakni identitas remaja,
pergaulan, dari mana kau berasal, proses melahirkan, dan tanggung jawab moral dalam
pergaulan.
 Lebih mengarah ke penyuluhan ‘Safe Sex’. Bukan hanya untuk menhindari kehamilan,
tapi juga menhindari penyakit-penyakit seksual.

Sekolah Menengah Atas (SMA)

 Menjelaskan secara detail dan lengkap materi tersebut di atas, ditambah bahaya penyakit
menular seksual (PMS), terutama HIV/AIDS.
 Mendalami lagi apa yang telah diberikan di SD dan SLTP yakni secara psikologis pria
dan wanita, paham keluarga secara sosiologi, masalah pacaran dan tunangan, komunikasi,
pilihan cara hidup menikah atau membujang, pergaulan pria dan wanita, tubuh manusia
yang berharga, penilaian etis yang bertanggung jawab sekitar masalah-masalah seksual
dan perkawinan.

 http://muhammadfauzianwar.wordpress.com/tag/seks-pada-remaja-dan-anak/
Tulisan ini bicara pentingnya edukasi seks pada anak. Kasus-kasus seks pranikah makin banyak.
Itulah yang kami jumpai bersama tim dalam memberikan layanan konseling di kantor dan usai
memberikan seminar di pelbagai kota. Khususnya di sekolah-sekolah. Apa yang salah?

Selain mengindikasikan adanya masalah dalam sistem keluarga, khusus untuk remaja, seks
pranikah menunjukkan miskinnya informasi (edukasi) yang didapat anak lewat orangtuanya.

Tentu saja orangtua tidak bisa berharap banyak jika informasi mengenai seks diberikan saat anak
menjelang remaja; apalagi kalau mereka mulai mengenal lawan jenis atau berpacaran.

Penjelasan atau edukasi soal kehidupan seksualitas anak sebaiknya diberikan sejak dini. Yakni
saat anak mulai bertanya-tanya soal tubuhnya. Jangan telat dong.

Untuk itu orangtua perlu membangun atmosfer yang menyenangkan bagi anak untuk berdiskusi.
Selain itu menggunakan setiap kesempatan secara sadar untuk memberi penjelasan, sedikit demi
sedikit, sesuai pengertian anak-anak kita. Saat makan bersama, nonton TV bareng atau saat
dalam perjalanan mengantar anak ke sekolah.

Peran Ayah

Keluarga adalah tempat anak belajar menjadi suami, istri, dan orangtua. Salah satu yang harus
dipelajari seorang anak laki-laki adalah menghargai dan menghormati perempuan. Demikian
juga, untuk putri kita. Dia harus bisa membawa diri dengan sopan dan bermartabat, serta tidak
mudah jatuh dalam hubungan seksual pranikah.

Orangtua harus memastikan bahwa remajanya memiliki perasaan “diri saya berharga”. Rasa diri
berharga ini didapat dari perasaan aman dan dikasihi yang berasal dari ikatan yang sehat dengan
orangtua (self image), terutama ayah, yang dibangun sejak bayi. Selain itu tentu saja adanya
pengalaman spiritual (self concept). Anak-anak tahu bahwa dirinya demikian mahal atau
berharga di mata Tuhan dan Ortunya.

Anak laki-laki adalah duplikat ayahnya. Menanamkan sifat-sifat kepahlawanan dalam diri
seorang anak laki-laki dimulai dengan bagaimana seorang ayah bersikap terhadap ibu mereka.
Anak-anak perempuan yang menerima cinta yang cukup dari ayah mereka tidak mudah
mengubar-umbar cinta ke sembarang pria di sekitarnya. Dia mendapat cukup cinta dan perhatian
dari pria terbaik dalam hidupnya saat ini, yaitu ayahnya.

Penelitian Ilmu Psikologi menemukan bahwa peran ayah sangat besar dalam menumbuhkan rasa
keberhargaan dalam diri anak, baik pria maupun wanita. Anak-anak yang diabaikan ayahnya
mengalami hambatan emosi tiga kali lipat dibandingkan mereka yang kekurangan kasih ibu.
Tidak heran jika Alkitab penuh dengan firman dan petunjuk Tuhan bagi para ayah. Tuhan
memberikan peranan yang besar pada seorang ayah dalam keluarganya.

Ketika anak-anak kami memasuki usia remaja (antara 10-11 tahun), sebagai ayah saya sudah
menanamkan pentingnya menghormati ibu dan menghargai perempuan. Kamipun melatih anak-
anak untuk belajar saling menghargai dalam pernikahan lewat relasi di antara kami berdua
sebagai Ayah dan Ibu mereka. Kami ingin memperteguh nilai-nilai yang pernah kami sampaikan
kepada mereka. Kami harap, sebagai laki-laki, kedua putra kami mengerti betapa rumitnya
menjadi perempuan, istri, dan ibu. Ayah juga berperan penting dalam Membentuk Karakter Seks
Putrinya

Hubungan Seksual Pranikah

Mengapa terjadi kehamilan di luar pernikahan? Salah satu di antaranya adalah sikap
sembarangan yang diperlihatkan terhadap lawan jenis, baik pria maupun wanita. Karena itu, ada
baiknya remaja pria mengerti akibat psikologis yang bakal dialami pacarnya jika mereka
melakukan hal-hal terlarang itu. Anak pria harus belajar mengendalikan hormon seksual mereka.
Sedangkan anak perempuan menyadari akibat hubungan seksual dini, termasuk yang terjadi di
luar pernikahan. Dengan demikian pengetahuan itu ikut membentengi mereka.

Tiga tahun lalu, kami membicarakan ini dengan anak-anak kami pada suatu pagi. Mereka sedang
sarapan. Saat itu ditangan Mamanya anak-anak ada harian KOMPAS. Isi beritanya mengenai
beberapa siswa SMU yang tidak ikut UASBN. Di satu kota kecil saja jumlahnya 16 orang.
Penyebabnya adalah kehamilan di luar nikah.

”Kalau hubungan seksual dilakukan di luar pernikahan, tidak ada komitmen dan tanggung jawab
di dalamnya,” ujar istri. ”Itu perilaku sembarangan. Makanya Tuhan melindungi perempuan dan
laki-laki dalam pernikahan. Orang yang siap menikah akan punya tanggung jawab dan
komitmen. Kami punya kalian, dua remaja pria. Kalian cerdas, ganteng, dan menyenangkan.
Kalian jangan berlaku sembarangan pada teman perempuan. Mama kalian perempuan, lho!” kata
Wita.

”Ah, teman-teman perempuanku nakal-nakal semua!” kata Moze yang saat itu masih 11 tahun.
Dia membawa piring dan gelasnya ke dapur.

”Kalau aku sih suka ngata-ngatain,” sambut Abangnya berusia 15 tahun. Kamipun tertawa,
sambil berteriak ”Ayo jangan terlambat sekolah!”

Walaupun nampaknya kami membicarakan soal ini sambil lalu, kami ingin menggunakan setiap
moment dalam hidup kami untuk membagikan hal-hal penting mengenai pernikahan pada anak-
anak kami. Mereka tidak mungkin memahaminya hanya dalam sekali percakapan. Diperlukan
pengulangan-pengulangan, sampai mereka menjadikannya sebuah nilai hidup.

Hal lain yang perlu dipahami oleh remaja yang berkaitan dengan hubungan seks pranikah adalah
bahaya penyakit menular seksual (PMS). Kebanyakan remaja putri menguatirkan aspek
kehamilannya. Padahal, ini lebih berbahaya. Beberapa penyakit tidak segera terlihat.

Ada yang membutuhkan waktu 15-20 tahun untuk ketahuan; dan kalau selama itu si penderita
melakukan hubungan seks dengan pasangan yang berbeda-beda, dia sudah menulari semua
pasangan seksnya. Setelah akhirnya remaja ini menjadi pemuda dan menikah baik-baik, ternyata
pasangan ini tidak bisa punya anak. Bisa jadi, itu akibat hubungan seksual pranikah yang pernah
dilakukannya saat remaja.
Di luar pernikahan, laki-laki, setelah menanamkan benihnya dalam rahim perempuan, tidak bisa
dituntut bertanggung jawab. Mereka boleh pergi begitu saja. Kalau terjadi kehamilan biasanya
pihak perempuan yang ribut menuntut pernikahan. Tapi pernikahan yang dipaksakan seperti ini,
umumnya tidak berakhir baik.

Perempuan (mungkin pasangannya juga) akan merasa bersalah. Kalau dia hamil , dia harus
memelihara janinnya (kalau digugurkan dia bisa dituntut membunuh), kemudian dia melahirkan
dengan kesakitan. Dia juga yang merawat bayinya atau memberikan anaknya diadopsi.
Bayangkan kalau tidak ada suami yang mendampinginya. Apalagi kalau harus melahirkan di
tempat penampungan, karena orangtua tidak dapat menerima kehamilan anaknya. Betapa merana
dan menderita keadaan seperti ini!

Kalau Terlanjur

Keluarga perlu mengembangkan sikap lentur (adaptability) dan pengampunan. Sikap ini
diperlukan dalam menghadapi berbagai problem yang mungkin tidak diduga sebelumnya.
Sebagai satu sistem, rasanya ada yang harus diperbaiki dalam keluarga yang menyebabkan anak
kita terjatuh dalam seks pranikah. Orangtua juga perlu melihat peran (sumbangsih) mereka
dalam peristiwa tersebut.

Tidak ada remaja atau pemuda yang tidak merasa bersalah setelah melakukan seks pranikah.
Mungkin saja mereka perlu nasihat, tetapi lebih dari itu, mereka membutuhkan penerimaan dan
pengertian orangtua. Kami mengusulkan keterbukaan dari keluarga agar ada pertolongan bagi
pasangan ini.

Pernikahan yang dilakukan semata-mata karena rasa malu atau untuk menghindarkan aib, tidak
selalu menjadi jalan keluar yang baik. Rasa bersalah membutuhkan pengampunan orangtua.
Kemudian jika mereka bermaksud menikah, konseling pranikah perlu dijalani dengan cara yang
benar.

Semoga bermanfaat

http://kesehatan.kompasiana.com/seksologi/2012/02/28/soal-seks-jangan-telat-dong/

33 Persen Remaja Sudah Lakukan Hubungan Seks


Ini suatu peringatan bagi orang tua yang memiliki anak remaja, agar lebih ketat mengontrol
anaknya. Bila tidak, akan berakibat pada prilaku seks bebas. Lihat saja di Merauke. Hasil
penelitian yang dilakukan World Populations Fund (WPF) terhadap prilaku menyimpang remaja
di Kabupaten Merauke, telah menunjukkan 33 persen para remaja itu sudah pernah melakukan
hubungan selayaknya pasangan suami istri (pasutri).  Berikut penjelasan Country Representatif
Rutgers WPF Indonesia, Sri Kusyuniati kepada Bintang Papua, Senin (24/1).

Lidya Salmah Ahnazsyiah, Bintang Papua

Masa pancaroba bagi remaja disebut-sebut sebagai periode yang susah-susah gampang bagi para
orangtua untuk menanganinya. Sehingga tidak menutup kemungkinan, ada prilaku menyimpang
yang dilakukan sang anak di masa tersebut, yakni salah satunya berhubungan seks selayaknya
pasangan suami istri (pasutri) sebelum waktunya.  Dan, dari survey yang dilakukan WPF
Indonesia terhadap prilaku remaja di Merauke, dimana 33 persen remaja sudah melakukan
hubungan tersebut.“Ya hasil survey menunjukkan 33 persen, dan survey ini kami lakukan
melalui berbagai aktivitas, antara lain survey prilaku remaja itu sendiri,’ ujar Kus. Menurut Kus,
jika kebanyakan orangtua mengakui bahwa memberi bekal untuk anak remajanya agar sang anak
mampu menghadapi berbagai gejolak kehidupan, sebenarnya tidaklah mudah. Dimana, godaan
dunia yang semakin menghadang kehidupan remaja global sekarang ini sangat kuat sehingga
susah untuk dihindari. “Kita semua tahu kalau teknologi komunikasi yang menyebar berbagai
informasi dan hiburan budaya pop, kini semakin deras dan takkan mungkin bisa dibendung
hanya dengan mengurng anak di rumah atau dengan menyediakan berbagai fasilitas canggih di
rumah,” tandasnya.
Selain itu, tambahnya,  selama ini masih banyak orangtua yang enggan menjejali sang anak
dengan edukasi seksualitas yang seyognya dimulai sejak usia dini. Bukan saja merasa masih tabu
karena berpegang teguh pada adat ketimuran yang begitu melekat, namun para orangtua merasa
belum waktunya si anak untuk mendapat sex education.
“Padahal pendidikan seksualitas yang dimaksud itu bukan sesuatu yang berhubungan dengan
pornografi, melainkan pengetahuan terhadap aspek reproduksi yang wajib diketahui anak
sehingga ketika menginjak remaja mereka sudah tahu apa dan kapan alat reproduksi mereka bisa
digunakan (berhubungan),” terangnya yang tak ayal para remaja melakukan hubungan seks
akibat menonton film porno.
“Karena selama ini mereka tidak tahu pendidikan seksualitas itu seperti apa, akhirnya mereka
nonton film porno yang justru memberikan arahan yang sesat bagi mereka,” imbuhnya.
Lebih gamblang, pengetahuan aspek reproduksi itu merupakan hak anak yang harus diberikan.
Namun pada kenyataannya hak itu selama ini justru dipenjarakan. Dan, saatnya masalah ini para
remaja menuntut hak tersebut. “Ratusan tahun hak anak untuk mengetahui aspek reproduksi
disembunyikan orangtua. Dan, seperti yang saya katakana tadi bukan saja diangga tabu, bahkan
pertimbangannya adalah budaya ketimuran kita,” paparnya,
Berbeda dengan di negara maju seperti Belanda, pendidikan reproduksi pada anak remaja sudah
diberikan semenjak anak memasuki usia remaja. Dan masalah seperti ini dari pandangan
orangtua tidaklah tabu.
“Jadi kalau kita bandingkan dengan Belanda, disana (Belanda) semakin kesini jumlah remaja
yang melakukan hubungan suami istri sebelum waktunya semakin berkurang. Tapi kalau di
Negara kita justru kebalikannya, semakin meningkat,” tegasnya.
Melihat fenomena yang ada ini, Kus hanya menyarankan agar mulai saat ini para orangtua dapat
memberi hak anak untuk mengetahui aspek reproduksi yang sudah saatnya diberikan, sehingga
mereka lebih mengetahui fungsi alat produksi tersebut. Dan, tahu sebab akibat apabila salah
dalam mengartikannya.
“Peran orangtua, guru dan lingkungan sangat penting dalam
memberikan pendidikan seks pada remaja. Jangan sampai karena ketidaktahuan anak tentang hal
tersebut dapat berdampak pada pendidikan seks yang salah,” pungkasnya. (***)

Kebanyakan orang hingga sampai saat ini masih mentabukan anak-anaknya membicaraan
tentang seks karena dianggap melanggar norma, belum waktunya, jorok, dan sebagainya. Perlu
diketahui bahwa sesungguhnya memberikan pengarahan tentang seks sejak dini itu adalah hal
terbaik yang dapat dilakukan sesuai dengan perkembangan si anak.
orangtua tentunya dianjurkan memberi pendidikan seks sejak dini, sebab sudah begitu banyak
perilaku atau tindakan amoral dalam hal seks yang dilakukan di kalangan remaja, dan mereka
yang melakukan hal demikian biasanya tidak pernah atau minimnya mendapat pendidikan
seksual sejak dini. Menurut penelitian di AS (Amerika Serikat) para remaja yang pernah
mendapat edukasi seks formal, diketahui tidak akan menjalani hubungan intim pertamanya di
usia dini.

Tim peneliti dari Amerika Serikat, mengatakan bahwa para remaja lelaki yang pernah mendapat
pelajaran seks di sekolah, 71 persen diantaranya mengaku tidak berhubungan intim sampai
berusia 15 tahun.

Sedangkan remaja putri yang mendapat pelajaran seks, 59 persen diantaranya tidak berhubungan
intim di bawah 15 tahun.  Di sini terlihat bahwa seks edukasi sejak dini, meningkatkan kesadaran
para remaja untuk berhati - hati mengambil tindakan dalam hal seks..!

Selain pendidikan yang diberikan di sekolah, 90% peran orangtua sangat dibutuhkan, sebab anak
saat memasuki masa remaja, lebih cenderung mencari sosok yang bisa diajak curhat (share)
tentang hal yang mereka anggap malu untuk diceritakan kepada orang lain.

Dan sebagai orangtua adalah tempat yang cocok untuk mereka mencurahkan isi perasaan nya,
namun bagi sebagian anak remaja mereka merasa tidak pantas untuk menceritakan hal - hal apa
yang mereka rasakan dan alami ketika masuk masa remaja, diantara nya masalah kecenderungan
merasa rendah diri, minder.

Saat mereka merasa tidak diperhatikan oleh lingkungannya, dan seakan tidak pernah memiliki
arti di dunia ini, kecenderungan ingin melakukan seks dan ketertarikan pada lawan jenis yang
begitu menggebu, memiliki keinginan untuk menjadi seperti publik figur, dan berusah mencari
tau jati dirinya, dan masih banyak lagi dilema yang di alami pada saat masa seperti ini.

Tetapi, ada baiknya anda bisa memberikan pengertian atau arahan pada mereka sebelum mereka
memasuki masa remaja tersebut, terangkan pada mereka bahwa itu hanyalah sebuah perjalanan
kecil yang harus mereka lalui dan mesti mereka lewati, ajarkan pada mereka bagaimana
bertanggung jawab pada diri mereka sendiri, bertanggung jawab secara moral pada apa yang
mereka rasakan dan mereka lakukan.

Jadilah teman sekaligus orang tua bagi anak - anak anda, karena adakalanya mereka ingin dekat
dengan anda, mencurahkan isi perasaan nya, menceritakan hal apa saja yang mereka lalui hari
ini, dan bagaimana cara mereka melaluinya, tentunya dengan gaya berkomunikasi sebagai
seorang teman dekat yang bisa mereka percayai, dan ada kalanya juga mereka ingin di
perhatikan layaknya anak kecil yang manja, sebab terkadang sifat kekanak - kanakannya
mungkin muncul karena mereka belumm sepenuhnya menyadari bahwa mereka sudah mulai
memasuki masa yang penuh dengan tanggung jawab dan tantangan dimana mesti mengambil
keputusan sendiri dan terbaik bagi mereka.Dan alangkah baiknya jika anda bisa menjadi figur
yang baik yang di dambakan anak anda...^_^'

Intinya bahwa jalinan komunikasi yang baik antara orangtua dan anak harus tetap terjaga..... !!!

dikutip dari berbagai sumber


ttp://yosiaaw.weebly.com/1/post/2011/05/pentingnya-seks-edukasi-dini-dan-komunikasi1.html

KOMPAS.com - Kasus-kasus seks pranikah makin banyak. Selain mengindikasikan adanya


masalah dalam sistem keluarga, khusus untuk remaja, seks pranikah menunjukkan miskinnya
informasi yang didapat anak lewat orangtuanya. Tentu saja, orangtua tidak bisa berharap banyak
jika informasi mengenai seks diberikan saat anak menjelang remaja; apalagi kalau mereka mulai
mengenal lawan jenis atau berpacaran.

Anak-anak perempuan yang menerima cinta yang cukup dari ayah mereka tidak mudah
mengubar-umbar cinta ke sembarang pria di sekitarnya.

Penjelasan itu sebaiknya diberikan sejak dini, ketika anak mulai bertanya-tanya soal tubuhnya.
Orangtua membangun atmosfer yang menyenangkan bagi anak untuk berdiskusi, kemudian
menggunakan setiap kesempatan secara sadar untuk memberi penjelasan, sedikit demi sedikit,
sesuai pengertian anak-anak kita.

Membentuk identitas dan karakter seks anak

Penelitian Ilmu Psikologi menemukan bahwa peran ayah sangat besar dalam menumbuhkan rasa
keberhargaan dalam diri anak, baik pria maupun wanita.

Salah satu sisi pengaman anak perempuan kita agar tidak mudah terjebak dalam seks pranikah
adalah kedekatan dengan sang Ayah. Dia membutuhkan figur seorang pria yang baik, pengasih
dan penyayang. Dia pertama-tama mengenal “dunia” pria dari sang ayah. Dia mendapatkan
identitas seksual sebagai perempuan dari sang Ayah yang memperlakukan dia sebagai anak putri
dengan baik.

Dia bangga menjadi seorang wanita karena ayahnya menekankan itu di rumah. Karena itu dia
berusaha menjaga kesuciian dirinya sebagai perempuan, dan tidak ingin mengecewakan ayahnya
hanya karena kesenangan pergaulan dengan temannya.

Kelimpahan kasih, penghargaan dan pujian dari sang Ayah, akan membuat putri kita tak mudah
jatuh dalam rayuan gombal temannya. Yang mendekati putri kita hanya untuk kepentingan
pribadinya. Putri kira tahu menilai mana pria yang bertanggungjawab dan mana yang tidak.
Anak kita tidak kan sembarangan menyerahkan dirinya pada laki-laki yang integritasnya tidak
jelas. Dia punya patron, pria yang baik seperti Ayahnya.

Anak-anak perempuan yang menerima cinta yang cukup dari ayah mereka tidak mudah
mengubar-umbar cinta ke sembarang pria di sekitarnya. Dia mendapat cukup cinta dan perhatian
dari pria terbaik dalam hidupnya saat ini, yaitu ayahnya. Dengan kasih sayang dan memberi
kebutuhan anak, maka karakter seksual anak terbentuk dengan baik. Inilah modal dia mampu
berkata TIDAK, saat digoda dalam pertemanannya dan terhindar dari hubungan seks pranikah.

Sebaliknya, jika dia tidak punya model dan kasih pria yang baik di rumah, dia akan mencari cinta
dari teman-teman pria di luar rumah, dalam pergaulannya. Tapi akan Sangat bahaya jika dia
mendapatkan di tempat yang salah, pertemanan yang tidak bertanggungjawab.
Para Ayah, jangan sampai mengabaikan kebutuhan putra putri kita. Anak-anak yang diabaikan
ayahnya mengalami hambatan emosi tiga kali lipat dibandingkan mereka yang kekurangan kasih
ibu. Tidak heran Kitab Suci penuh dengan petunjuk tentang peran para ayah. Tuhan memberikan
peranan yang besar pada seorang ayah dalam keluarganya.

Menjelang remaja sebagai Ayah kita perlu  menanamkan pentingnya menghormati ibu dan
menghargai perempuan. Melatih anak-anak untuk belajar saling menghargai dalam pernikahan
lewat relasi diantara kita dan pasangan.

Penutup

Keluarga adalah tempat anak belajar menjadi suami, istri dan nilai sebuah keluarga. Salah satu
yang harus dipelajari seorang anak laki-laki adalah menghargai dan menghormati perempuan.
Demikian juga putri kita menghargai pria. Keluarga juga tempat anak kita diterima apa adanya,
termasuk saat dia gagal memenuhi harapan kita sebagai orang tua.

Untuk pencegahan, maka setiap orangtua harus memastikan bahwa remajanya memiliki perasaan
“diri saya berharga”. Rasa diri berharga ini didapat dari perasaan aman dan dikasihi yang berasal
dari ikatan yang sehat dengan orangtua, yang dibangun sejak bayi.

Selain itu, tentu saja perlu pengalaman spiritual dalam hidup anak-anak. Mereka sadar betul
bahwa dirinya begitu berharga sebagai ciptaan, dan dikasihi Allah.  Demikian besar Allah
mengasihi dirinya, dan kasih itu dia lihat dari Ayah dan Ibunya.
Hamil di Luar Nikah Dampaknya Lebih Luas
Oleh: Fahrin Malau. Hamil di luar nikah masih banyak terjadi. Kasus pembuangan bayi yang
diduga praktek aborsi, merupakan cermin dari penyimpangan reproduksi dan seks. Sayangnya,
berapa banyak kasus hamil di luar nikah dan praktek aborsi? Tidak ada angka yang pasti. Kasus
hamil di luar nikah dan aborsi, merupakan aib yang harus disembunyikan. Hal ini, masih banyak
dilakukan masyarakat.
Perkembangan teknologi, salah satu pemicu penyimpang seks. Kita lihat, anak remaja terpapar
informasi teknologi. Ketika warnet berkembang di dalam teknologi, terdapat informasi
pornografi. Remaja dapat dengan mudah mengakses situs pornografi. Untuk merendam
penyiaran pornografi, pemerintah mengambil kebijakan setiap warnet tidak dibenarkan
menampilkan situs pornografi. Sekarang dengan perkembangan teknologi remaja mengakses
pornografi tidak lagi di warnet tapi di handphone. Remaja mengakses pornografi melihat
kehidupan yang normal dan itu menjadi tren.

Dulu orangtua mengkhawatirkan anak remaja tentang pornografi. Kondisinya sekarang


kesempatan untuk mengakses pornografi tidak saja anak remaja, juga anak-anak mulai SD
sampai SMP.

"Saya punya klien yang mengakses pornografi yang dimulai sejak SMP dan itu tidak pernah
terpikir oleh kita," ungkap Psikologi Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI)
Sumatera Utara, Rahmadani Hidayatin, Psi.

Satu sisi, aktifitas remaja sudah lebih terbuka berinteraksi di luar rumah dan sekolah. Tran
prilaku sudah mulai mengiring mereka kepada seksual menjadi tidak sehat. Misalnya dalam hal
berpacaran. Dahulu orang berpacaran setelah tamat SMA. Lalu mundur menjadi SMA. Terus
mundur menjadi SMP. Sekarang ada anak-anak masih SD sudah berpacaran. Secara psikologi
terjadi percepatan perkembangan ketertarikan pada lawan jenis dan perkembangan seksualitas
lebih cepat.

Beberapa kasus di PKBI Sumut, pada bulan September dan Oktober yang datang anak remaja
status SMP dalam keadaan sudah hamil di luar nikah akibat pacaran. Ini membuktikan aktifitas
seksual tidak dibarengi informasi tentang seks secara benar. Minimnya pengetahuan mereka
tentang seks, orangtua baru mengetahui keadaan anak kondisi hamil. Kondisi itu yang selalu
terjadi. Banyak orangtua yang tidak terima setelah mengetahui anak sudah hamil.

Kenyataannya, ketika akan remaja hamil mereka cenderung tidak berani bercerita pada orangtau
dan kehamilan berlanjut. Kalau mereka menceritakan kehamilan kepada orangtua, respon yang
didapat orangtua panik dan menyalahkan anak. Orangtua jangan memperparah keadaan, justru
membantu. Kita paham tidak ada orangtua ingin anaknya bermasalah. Orangtua tidak cukup
memberikan fasilitas materi yang diinginkan anak. Orangtua memberikan akses informasi
psikologi, persoalan sosial. Apalagi masa remaja masa transisi. Interaksi lingkungan sangat kuat,
disitu orangtua berperan karena masa fase kritis.

Persoalan hamil di luar nikah berdampak luas. Bagaimana orangtua apakah dapat menerima atau
tidak. Kalau orangtua tidak bisa menyelesaikan persoalan, langkah yang dilakukan anak dibuang
atau diusir dari rumah. Ketika anak dibuang pertama anak nekat menggugurkan kandungan
karena dianggap menjadi persoalan. Kedua anak meneruskan kandungan. Dengan keterbatasan
keterampilan, anak butuh kehidupan dan akhirnya terjebak ke dunia prostitusi. Memang tidak
semua kasus perempuan melacurkan diri karena kasus hamil di luar nikah, bisa faktor lain.
Prostitusi, buat remaja, pekerjaan yang paling mudah untuk melanjutkan kehidupan.

Padahal ketika anak mengalami pertumbuhan seksual, orangtua dimana? Apakah orangtua telah
memberikan nilai-nilai dan informasi seputar reproduksi dan seksual dengan benar. "Anak hamil
di luar nikah tidak bisa disalahkan. Mereka hamil dalam keadaan tidak tahu. Pengetahuan
mereka tentang proses kehamilan tidak ada. Mereka tidak tahu perubahan yang mereka alami.
Hamil dalam usia dini sangat berpengaruh pada psikologi dan beresiko pada kesehatan.
Bayangkan anak kelas tiga SMP hamil tidak bisa digugurkan. Anak berhadapan pada kesehatan
fisik dan mentalnya. Usia muda harus mengurus kehamilan yang mereka sendiri tidak siap,"
ungkapnya.

Moral

Pencegahan tidak terjadi penyimpangan seks, harus dilakukan sejak dini. Kita bicara saat awal,
bagaimana pencegahan dengan menyampaikan informasi kepada mereka. Kalau wadah keluarga
sebagai pusat informasi bisa dilakukan orangtua. Sayangnya masih ada orangtua yang
menganggap tabu bicara reproduksi atau orangtua tidak paham bagaimana menjelaskan.

Orangtua punya peran sangat penting dalam membenteng anaknya dari penyimpangan seks.
Masalahnya bagaimana kemampuan orangtua menjelaskan kepada anak. Jangan sampai anak
belajar di luar dan tidak punya filter. Ketika belajar di luar, keluarga bisa membantu menyaring
informasi yang di dapat di luar.

Sekolah alternatif kedua dengan mengembangkan edukasi dan memasukkkan kesehatan


reproduksi dalam kurikulum pendidikan. Itu salah satu mengembangkan program yang
teredukater.

"Saya melihat program pemerintah tidak serius dalam melakukan pencegahan penyimpangan
seks. Seharusnya, pemerintah punya program yang dapat memberikan edukasi pada mereka.
Kalau ada program hanya sekadar program, tapi tidak melibatkan remaja itu sendiri dalam
melaksanakan program . Program tidak hanya dilakukan orang dewasa ke remaja, tapi antar anak
remaja dengan remaja. Peran orang dewasa hanya pelatih, konsultan ketika mereka tidak bisa
menyelsaikan masalah. Orang dewasa, instansi pemerintah hanya sebagai wadah konsultasi,
pusat informasi.

Membangun lingkungan kondusip pemerintah bisa mengambil peran seperti puskesmen, institusi
sampai kepling untuk membangun program pempinaan remaja di lingkungan masing-masing.
Lingkungan lebih dekat dengan warganya. PKK bisa mengambil perannya. Harus dibuat
program secara koprehensif. Pertanyaannya sekarang apakah instansi punya program. Kalau ada
tidak kelihatan. Dalam program kesehatan reproduksi remaja. Dinkes kerjanya sendiri, begitu
juga dengan BKKBN. Padahal Dinkes dan BKKBN bisa saling bekerjsama dengan melibatkan
instansi lain dan masyarakat secara bersama.
Kematian Perempuan

Kematian perempuan, salah satu penyebab dari kehamilan tidak diinginkan atau aborsi yang
tidak aman cukup tinggi. Tidak ada data yang ril berapa banyak perempuan korban aborsi tidak
aman. Kebanyakan datang ke rumah sakit sudah infeksi, pendarahan. Tidak menutup
kemungkinan infensi dan pendarahan disebabkan mencoba melakukan aborsi tidak aman.

Berdasarkan data WHO ada 11 persen pada perempuan melakukan aborsi tidak aman. Ketika
bicara aborsi negara menilai negatif. Harusnya bagaimana untuk mengetahui sebab kematian
aborsi, berapa banyakpenyebabnya. Bila diketahui penyebab dapat melakukan antisipasi hal-hal
kehamilan tidak diinginkan.

Undang-undang secara tegas mengatakan, tidak boleh melakukan aborsi. Kehamilan harus
diteruskan. Kecuali apabila ada indikasi medis yakni kehamilan menganggu kesehatan ibu dan
bayi dan kasus pemerkosaan tidak lebih dari enam minggu masih dapat dilakukan aborsi. Pada
kasus pemerkosaan sangat tidak mungkin dilakukan aborsi. untuk menentukan apakah betul
kasus pemerkosaan, ada mekanisme hukum yang mengatur. Proses ini membutuhkan waktu
delapan minggu. Artinya tidak bisa dilakukan aborsi.

"Saya setuju, aborsi bukan langkah menyesaikan masalah. Setidaknya aborsi pada kasus tertentu
dapat menyelesaikan masalah," terangnya.

Kasus perempuan mati melahirkan, ada empat kategori, yakni terlalu muda melahirkan, terlalu
tua melahirkan, terlalu kering dan terlalu rapat. Terlalu muda beresiko kematian. Bila
dipaksanakan melahirkan juga resiko kematian jika tidak mendapatkan penangan yang baik.
Secara psikologi, anak tidak siap melahirkan dan mengurus anak. Pencegahan secara promosi
dan informasi, harus lebih ditingkatkan ditingkatkan.
Pendidikan Seks Untuk Remaja (Cara Pemberian Materi Pendidikan Seks Untuk Siswa
SMP dan SMA)
BAB II

PEMBAHASAN

2.1    Pengertian Remaja

Remaja atau “Adolescence”, berasal dari bahasa latin “Adolescere” yang berarti tumbuh kea
rah kematangan. Kematangan yang dimaksud adalah bukan hanya kematangan fgisik saja tetapi
juga kematangan social dan psikologis. Batas usia remaja menurut WHO adalah 12-24 tahun.
Menurut Depkes R.I anatara 10-19 tahun dan belum kawin. Menurut BKKBN adalah 10-19
tahun.

Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan
psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19 trahun adalah suatu periode masa pematangan
organ reproduksi manusia dan sering disebut Masa Pubertas. Masa remaja adalah periode
peralihan dari  masa anak ke masa dewasa.

Pada masa remaja tersebut terjadilah suatu perubahan organ-organ fisik


(organobiologik)secara cepat , dan perubahan tersebut tidak seimbang dengan perubahan
kejiwaan(mental emosiaonal). Terjadinya p[erubahan besar ini umumnya membingungkan
remaja yang mengalaminya, dalam hal inilah bagi para ahli dalam bidang ini,memandang perlu
akan adanya pengertian,bimbingan dan dukungan dari lingkungan di sekitarnya,agar dalam
system perubahan tersebut terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sehat sedemikian rupa
sehingga kelak remaja tersebut menjadi manusia dewasa yang sehat secara jasmani,rohani dan
soasial.

Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan system
reproduksi,merupakan suatu bagian penting dalam kehidupan remaja sehingga diperlukan
perhatian khusus,karena bila timbul dorongan-dorongan seksual yang tidak sehat akan
menimbulkan perilaku seksual yang tidak bertanggung jawab. Inilah sebabnya maka para ahli
dalam bidang ini berpendapat bahwa kesetaraan perlakuan terhadap remaja pria dan wanita
diperlukan dalam mengatasi masalah kesehatan reproduksi remaja,agar dapat tertangani secara
tuntas.

Remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Mereka sudah tidak termasuk
golongan anak-anak, tetapi belum juga diterima secara penuh untuk masuk ke golongan orang
dewasa. Remaja ada di antara anak dan orang dewasa. Oleh karena itu, remaja sering kali dikenal
dengan fase mencari jati diri atau fase topan dan badai. Remaja masih belum mampu menguasai
dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya (Monks dkk, 1989). Namun,
yang perlu ditekankan di sini adalah bahwa fase remaja merupakan fase perkembangan yang
tengah berada pada masa amat potensial, baik di lihat dari aspek koginitif, emosi maupun fisik
(Ali dan Asrori, 2009).

2.2    Perkembangan Remaja dan Ciri-Cirinya


Berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja kita sangant perlu mengenal perkembangan
remaja serta ciri-cirinya. Berdasarakan sifat atau ciri perkembangannya, masa (rentang waktu)
remaja ada tiga tahap, yaitu:

1.        Masa remaja awal (10-12 tahun)


a.         Tampak dan memeang merasa lebih dekat dengan teman sebaya
b.         Tampak dan merasa ingin bebas
c.         Tampak dan memang lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir
yang khayal (abstrak)
2.        Masa remaja tengah (13-15 tahun)
a.         Tampak dan merasa ingin mencari idetitas diri
b.         Ada keinginan untuk berkencan atau ketertarikan pada lawan jenis
c.         Timbul perasaan cinta yang mendalam
d.        Kemampuan berpikir abstrak (berkhayal) makin berkembang
e.         Berkhayal mengenai hal-hal yang berkaitan dengan seksual

2.3    Perkembangan Remaja dan Tugasnya


       Sesuai dengan tumbuh dan berkembangnya suatu individu, dari masa anak-anak sampai
dewasa, individu memiiki tugas masing-masing pada setiap tahap perkembangannya. Yang
dimaksud tugas pada setiap tahap perkembangan adalah bahwa setiap tahapan usia,individu
tersebut mempunyai tujuan untuk mencapai suatu kepandaian, keterampilan, pengetahuan, sikap
dan fungsi tetentu sesuai dengan kebutuhan pribadi. Kebutuhan pribadi itu sendiri timbul dari
dalam diri yang dirangsang oleh kondisi disekitarnya atau masyarakat.

Tugas perkembangan remaja menurut Robert Y. Havighurst dalam bukunya Human


Development and Education yang dikutip oleh Partut Panuju dan Ida Umami (1999:23-26) ada
sepuluh yaitu:

1.        Mencapai hubungan sosial yang matang dengan teman sebaya, baik dengan teman sejenis
maupun dengan beda jenis kelamin.
Artinya para remaja memandang gadis-gadissebagia wanita dan laki-laki sebagai prianya,
menjadi manusia dewasa diantara orang-orang dewasa. Mereka dapat bekerja sama dengan orang
lain dengan tujuan bersama, dapat menahan dan mengendalikan perasaan-perasaan pribadi, dan
belajar memimpin orang lain dengan atau tanpa dominasi.
2.        Dapat menjalankan peranan-peranan sosial menurut jenis kelamin masing-masing.
Artinya mempelajari dan menerima peranan masing-masing  sesuai dengan ketentuan atau norma
masyarakat.
3.        Menerima kenyataan (realitas) jasmaniah serta menggunakannya seefektif mungkin dengan
perasaan puas.
4.        Mencapai kebebasan emosional dari orang tua atau orang dewasa lainnya. Ia tidak kekanak-
kanakan lagi, yang selalu terikat pada orang tuanya. Ia membebaskan dirinya dari
ketergantungan terhadap orang tua atau orang lain.
5.        Mencapai kebebasan ekonomi. Ia merasa sanggup untuk hidup berdasarkan usaha  sendiri. Ini
terutama sangat penting bagi laki-laki. Akan tetapi dewasa ini bagi kaum wanita pun tugas ini
berangsur-angsur menjadi tambah penting.
6.        Memilih dan mempersiapkan diri untuk pekerjaan atau jabatan, artinya belajar memilih satu
pekerjaan sesuai dengan bakat dan mempersiapkan diri untuk pekerjaan tersebut.
7.        Mempersiapkan diri untuk melakukan perkawinan dan hidup berumah tangga.
Mengembangkan sikap yang positif terhadap kehidupan keluarga dan memiliki anak. Bagi
wanita hal ini harus dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan bagaimana mengurus
rumah tangga dan mendidik anak.
8.        Mengembangkan kecakapan intelektual serta konsep-konsep yang diperlukan  untuk
kepentingan hidup bermasyarakat, maksudnya ialah, bahwa untuk menjadi warga negara yang
baik perlu memiliki pengetahuan tentang hukum, pemerintah, ekonomi, politik, geografi, tentang
hakikat manusia dan lembaga-embaga kemasyarakatan
9.        Memperlihatkan tingkah laku yang secara sosial dapat dipertanggungjawabkan. Artinya, ikut
serta dalam kegiatan-kegiatan sosial sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab,
menghormati serta mentaati nilai-nilai sosial yang berlaku dalam lingkungannya, baik regional
maupun nasional.
10.    Memperoleh sejumlah norma-norma sebagai pedoman dalam tidakan-tindakannya dan sebagai
pandangan hidup. Norma-norma tersebut secara sadar dikembangkan dan direalisasikan dalam
menetapkan kedudukan manusia dalam hubungannya dengan sang pencipta alam semesta dan
dalam hubungannya dengan manusia-manusia lain; membentuk suatu gambaran dunia dan
memelihara harmoni antara nilai-nilai pribadi yang lain
Kesimpulan yang dipaparkan oleh Panut Panuju dan Ida umami (1999) bahwa dari 10 tugas
perkembangan diatas, menunjukkan hubungan yang sangat erat antara lingkungan kehidupan
sosial dan tugas-tugas yang harus diselesaikan remaja dalam hidupnya.

Remaja, demikian papar Novita Pratiwi (2005:1-12) merupakan masa transisi dari kanak-
kanak menuju dewasa, namun tidak semua menyadari pada masa remaja terjadi perubahan yang
besar. Tugas-tugas yang harus dipenuhi sehubungan dengan perkembangan seksualitas remaja
adalah:

1.        Memiliki pengetahuan yang benar tentang seks dan berbagai peran jenis kelamin yang
dapatditerima masyarakat
2.        Mengembangkan sikap yang benar tentang seks
3.        Mengenali pola-pola perilaku hetero seksual yang dapat diterima masyarakat
4.        Menetapkan nilai-nilai yang harus diperjuangkan dalam memilih pasangan hidup
5.        Mempelajari cara-cara mengekspresikan cinta

2.4    Perubahan Fisik Pada Masa Remaja


Pada masa renmaja itu, terjadilah suatu pertumbuhan fisik yang cepat disertai banyak
perubahan, termasuk didalamnya pertumbuhan organ-organ reproduksi atau organ seksual
sehingga tercapai kematangan yang ditunjukan dengan kemampuan melaksanakan fungsi
reproduksi. Perubahan yang terjadi pada pertumbuhan tersebut diikuti muncuknya tanda-yanda
sebagai berikut :

1.        Tanda-tanda seks primer


Yang dimaksud dengan tanda-tanda seks primer adalah organ seks. Pada laki-laki yaitu gonad
(testis). Organ itu terletak didalam skrotum. Pada usia 14 tahun baru sekitar 10% dari ukuran
matang. Setelah itu terjadilah pertumbuhan yang pesat selama 1 atau 2 tahun, kemudian
pertumbuhan menurun. Testis berkembang penuh pada usia 20 atau 21 tahun. Sebagai tanda
bahwa fungsi organ-organ reproduksi pria matang, lazimnya terjadi mimpi basah, artinya ia
bermimpi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan seksual,sehingga mengeluarkan
sperma.
Semua organ reproduksi wanita tumbuh selama masa puber. Namun tingkat kecepatan antara
organ satu dan lainnya berbeda. Berat uterus pada anak usia 11 atau 12 tahun kira-kira 5,3 gram,
pada usia 16 tahun rata-rata beratnya 43 gram.
Sebagai tanda kematangan organ reproduksi pada perempuan adalah datangnya haid. Ini
adalah permulaan dari serangkaian pengeluaran darah, lender dan jaringan sel yang hancur dari
uterus secara berkala, yang akan terjadi kira-kira setiap 28 hari. Hal ini berlangsung terus sampai
menjelang masa menopause. Menopause bias terjadi pada usia sekitar 50an.

2.        Tanda-tanda seks sekunder


a.    Pada laki-laki
1.         Rambut
Rambut yang mencolok tumbuh pada masa remaja adalah rambut kemaluan, terjadi sekitar 1
tahun setelah testis dan penis mulai membesar. Ketika rambut kemaluan hamper selesai tumbuh,
maka menyusul rambut ketiak dan rambut di wajah, seperti halnya kumis dan jambang.

2.         Kulit
Kulit menjadi lebih kasar, tidak jernih, pori-pori membesar/
3.         Kelenjar lemak dan kelenjar keringat
Kelenjar lemak dibawah kulit menjadi lebih aktif. Seringkali menyebabkan jerawat karena
produksi minyak yang meningkat. Aktivitas kelenjar keringat juga bertambah, terutama bagian
ketiak.
4.         Otot
Otot-otot pada tubuh remaja makin bertambah besar dan kuat. Lebih-lebih bila dilakukan latihan
otot, maka akan tampak member bentuk pada lengan, bahu, dan tungkai kaki.
5.         Suara
Seirama dengan tumbuhnya rambut pada kemaluan, maka terjadi perubahan suara. Mula-mula
agak serak, kemudian volumenya juga meningkat.
6.         Benjolan di dada.
Pada usia remaj sekitar 12 samapai 14 tahun muncul benjolan kecil-kecil di sekitar kelenjar susu.
Setelah beberapa minggu besar dan jumlahnya menurun.

b.    Pada wanita


1.         Rambut.
Rambut kemaluan pada wanita juga tumbuh seperti halnya remaja laki-laki. Tumbuhnya rambut
kemaluan ini terjadi setelah pinggul dan payudara mulai berkembang. Bulu ketiak dan bulu pada
kulit wajah mulai tampak setelah haid. Semua rambut kecuali rambut wajah mula-mula lurus dan
terang warrnanya, kemudian menjadi lebih subur, lebihkasar, lebih gelap, dan agak keriting.

2.         Pinggul.
Pinggul pun menjadi berkembang, membesar dan membulat. Hal ini sebagai akibat
membesarnya tulang pinggul dan berkembangnya lemak di bawah kulit.
3.         Payudara.
Seiring pinggul membesar maka payudara juga membesar dan putting susu menonjol. Hal ini
terjadi secara harmonis sesuai pula dengan berkembang dan makin besarnya kelenjar susu
sehingga payudara menjadi lebih besar dan menjadi lebih bulat.
4.         Kulit.
Kulit, seperti halnya laki-laki juga menjadi lebih kasar,lebih tebal, pori-pori membesar. Akan
tetapi berbeda denga n laki-laki kulit pada wanita tetap lebih lembut.
5.         Kelenjar lemak dan kelenjar keringat.
Kelenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi lebih aktif. Sumbatan kelenjar lemak dapat
menyebabkan jerawat. Kelenjar keringat dan baunya menusuk sebelum dan selama masa haid.
6.         Otot.
Menjelang akhir masa puber, otot semakin membesar dan kuat akibanya akan membentuk bahu,
lengan dan tungkai kaki.
7.         Suara
Suara berubah semakin merdu. Suara serak jarang terjadi pada wanita.

2.5    Perubahan Kejiwaan Pada Masa Remaja


Perubahan-perubahan yang berkaitan dengan kejiwaan pada remaja adalah :

1.        Perubahan emosi.


Perubahan tersebut berupa kondisi :
a.         Sensitif atau peka misalnya : mudah menangis,frustasi dan sebaliknya bisa tertawa tanpa
alasan yang jelas. Utamanya sering terjadi pada remaja putri, lebih-lebih sebelum menstuasi.
b.         Mudah bereaksi bahkan agresif terhadap gangguan atau rangsangan luar yang
mempengaruhinya. Itulah sebabnya terjadi perkelahian. Suka mencari perhatian dan bertindak
tanpa berfikir dahulu.
c.         Ada kecenderungan tidak patuh kepada orangtua, dan lebih senang pergi bersama dengan
temannya daripada tinggal di rumah.
2.        Perkembangan intelegensia.
Pada perkembangan ini menyebabkan remaja :
a.         Cenderung mengembangkan cara berfikir abstrak, suka memberikan kritik
b.         Cenderung ingin mengetahui hal-hal baru sehingga muncul perilaku ingin mencoba-coba.

Tetapi dari semua itu, proses perubahan kejiwaan tersebut berlangsung lebih lambat
dibandingkan perubahan fisiknya.

2.6    Pembinaan Kesehatan Reproduksi Remaja


Pembinaan kesehatan reproduksi remaja bertujuan untuk memberikan informasi dan
pengetahuan yang berhubungan dengan perilaku hidup sehat bagi remaja, disamping mengatasi
masalah yang ada.
Pengetahuan yang memadai dan adanya motifasi untuk menjalani masa remaja secara sehat.
Diharapkan para remaja mampu memelihara kesehatan dirinya agar dapat memasuki kehidupan
berkeluarga dengan reproduksi sehat.

2.7    Pendidikan Seksual


•    Pendidikan seks menurut Islam adalah upaya pengajaran dan penerapan tentang masalah-
masalah seksual yang diberikan pada anak, dalam usaha menjaga anak dari kebiasaan yang tidak
islami serta menutup segala kemungkinan kearah hubungan seksual terlarang (zina) (Muhammad
Sa’id Mursi)

•    Menurut Sarlito dalam bukunya Psikologi Remaja (1994), secara umum pendidikan seksual
adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang
meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual,
hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan. Masalah
pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan norma-norma yang berlaku di
masyarakat, apa yang dilarang, apa yang dilazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa
melanggar aturan-aturan yang berlaku di masyarakat

•    Pendidikan seks adalah perlakuan sadar dan sistematis di sekolah, keluarga dan masyarakat
untuk menyampaikan proses perkelaminan menurut agama dan yang sudah diterapkan oleh
masyarakat. Intinya pendidikan seks tidak boleh bertentangan dengan ajaran agama (DR. Arief
Rahman Hakim dan Drs. Fakhrudin-SMU Lab School Jakarta).

Perbedaan pandangan tentang perlunya pendidikan seks bagi remaja nyata dari penelitian
WHO (Word Health, 1979) di enam belas negara Eropa, yang hasilnya ialah sebagai berikut:
z  5 negara mewajibkannya di setiap sekolah.
z  6 negara menerima dan mensahkannya dengan undang-undang tetapi tidak mengharuskannya di
setiap sekolah.
z   2 negara secara umum menerima pendidikan seks, tetapi tidak mengukuhkannya dengan undang-
undang.
z  3 negara tidak melarang, tetapi juga tidak mengembangkannya.
Pandangan yang mendukung pendidikan seks antara lain di ajukan oleh Zelnik dan Kim
(1982) yang menyatakan bahwa remaja yang telah mendapat pendidikan seks tidak cenderung
lebih sering melakukan hubungan seks, tetapi mereka yang belum pernah mendapat pendidikan
seks cenderung lebih banyak mengalami kehamilan yang tidak di kehendaki. (Sarwono, 2007).

Peneliti berpendapat bahwa pendidikan seks bukanlah penerangan tentang seks semata-mata.
Pendidikan seks, sebagaimana pendidikan lain pada umumnya seperti pendidikan agama, atau
pendidikan Moral Pancasila, yang mengandung pengalihan nilai-nilai dari pendidik ke subjek-
didik. Dengan demikian, informasi tentang seks diberikan secara kontekstual, yaitu dalam
kaitannya dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat (Sarwono, 2007).
Pendidikan seks yang kontekstual ini jadinya mempunyai ruang lingkup yang luas. Tidak
terbatas pada perilaku hubungan seks semata tetapi menyangkut pula hal-hal lain, seperti peran
pria dan wanita dalam anak-anak dan keluarga, dan sebagainya (Sarwono, 2007)

2.8    Tujuan Pendidikan Seks


Pendidikan seksual selain menerangkan tentang aspek-aspek anatomis dan biologis juga
menerangkan tentang aspek-aspek psikologis dan moral. Pendidikan seksual yang benar harus
memasukkan unsur-unsur hak asasi manusia. Juga nilai-nilai kultur dan agama diikutsertakan
sehingga akan merupakan pendidikan akhlak dan moral juga.
Menurut Kartono Mohamad pendidikan seksual yang baik mempunyai tujuan membina
keluarga dan menjadi orang tua yang bertanggungjawab (dalam Diskusi Panel Islam Dan
Pendidikan Seks Bagi Remaja, 1991). Beberapa ahli mengatakan pendidikan seksual yang baik
harus dilengkapi dengan pendidikan etika, pendidikan tentang hubungan antar sesama manusia
baik dalam hubungan keluarga maupun di dalam masyarakat. Juga dikatakan bahwa tujuan dari
pendidikan seksual adalah bukan untuk menimbulkan rasa ingin tahu dan ingin mencoba
hubungan seksual antara remaja, tetapi ingin menyiapkan agar remaja tahu tentang seksualitas
dan akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama dan adat istiadat serta
kesiapan mental dan material seseorang. Selain itu pendidikan seksual juga bertujuan untuk
memberikan pengetahuan dan mendidik anak agar berperilaku yang baik dalam hal seksual,
sesuai dengan norma agama, sosial dan kesusilaan (Tirto Husodo, Seksualitet dalam mengenal
dunia remaja, 1987)

Penjabaran tujuan pendidikan seksual dengan lebih lengkap sebagai berikut :

1. Memberikan pengertian yang memadai mengenai perubahan fisik, mental dan proses kematangan
emosional yang berkaitan dengan masalah seksual pada remaja.

2. Mengurangi ketakutan dan kecemasan sehubungan dengan perkembangan dan penyesuaian


seksual (peran, tuntutan dan tanggungjawab)

3. Membentuk sikap dan memberikan pengertian terhadap seks dalam semua manifestasi yang
bervariasi

4. Memberikan pengertian bahwa hubungan antara manusia dapat membawa kepuasan pada kedua
individu dan kehidupan keluarga.

5. Memberikan pengertian mengenai kebutuhan nilai moral yang esensial untuk memberikan dasar
yang rasional dalam membuat keputusan berhubungan dengan perilaku seksual.

6. Memberikan pengetahuan tentang kesalahan dan penyimpangan seksual agar individu dapat
menjaga diri dan melawan eksploitasi yang dapat mengganggu kesehatan fisik dan mentalnya.

7. Untuk mengurangi prostitusi, ketakutan terhadap seksual yang tidak rasional dan eksplorasi seks
yang berlebihan.
8. Memberikan pengertian dan kondisi yang dapat membuat individu melakukan aktivitas seksual
secara efektif dan kreatif dalam berbagai peran, misalnya sebagai istri atau suami, orang tua,
anggota masyarakat.

Jadi tujuan pendidikan seksual adalah untuk membentuk suatu sikap emosional yang sehat
terhadap masalah seksual dan membimbing anak dan remaja ke arah hidup dewasa yang sehat
dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya. Hal ini dimaksudkan agar mereka tidak
menganggap seks itu suatu yang menjijikan dan kotor. Tetapi lebih sebagai bawaan manusia,
yang merupakan anugrah Tuhan dan berfungsi penting untuk kelanggengan kehidupan manusia,
dan supaya anak-anak itu bisa belajar menghargai kemampuan seksualnya dan hanya
menyalurkan dorongan tersebut untuk tujuan tertentu (yang baik) dan pada waktu yang tertentu
saja.

2.9    Pentingnya Pendidikan Seks Bagi Remaja


Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Menurut WHO
(badan PBB untuk kesehatan dunia) usia remaja adalah 12 sampai 24 tahun. Namun jika pada
usia remaja seseorang sudah menikah, maka ia tergolong usia dewasa. Sebaliknya, jika usia
sudah bukan lagi remaja tetapi masih tergantung pada orang tua (tidak mandiri), maka
dimasukkan ke dalam kelompok remaja.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika berbicara tentang remaja dan pendidikan
seks, terutama yang berhubungan perkembangan seks. Ada kesan pada remaja bahwa seks itu
menyenangkan, puncak rasa kecintaaan, tidak ada kedukaan, tidak menyakitkan bahkan
membahagiakan, sehingga tidak ada yang perlu ditakutkan. Seks hanya berkisar prilaku seks
semata yang disertai birahi, bahkan ada yang beranggapan bahwa gaul atau tidaknya seorang
remaja dilihat dari pengalaman seks mereka, sehingga ada opini “seks adalah sesuatu yang
menarik dan perlu dicoba“ (dikenal dengan istilah sexpectation).
Pendidikan seks diperlukan agar anak mengetahui fungsi organ seks, tanggungjawab yang ada
padanya, halal haram berkaitan dengan organ seks dan panduan menghindari penyimpangan
dalam prilaku seksual mereka sejak dini.
Memang masa remaja adalah masa yang sangat didominasi dengan masalah-masalah seks.
Remaja juga akan sangat memperhatikan masalah-masalah seks. Banyak remaja yang
mengkonsumsi bacaan-bacaan porno, melihat film-film blue dan semakin bertambah ketika
mereka berhadapan dengan rangsangan seks seperti suara, pembicaraan, tulisan, foto, sentuhan,
film. Bahkan semakin hari semakin bervariatif. Padahal apabila remaja sudah terjatuh dalam
kegiatan seks yang haram, maka akibatnya sudah tidak bisa dibayangkan lagi:
   1. Hilangnya harga diri bagi remaja laki dan hilangnya keperawanan bagi perempuan.
   2. Perasaan berdosa yang mendalam, terkadang berakibat menjadi lemah dan semakin jauh dengan
Allah SWT.
   3. Perasaan takut hamil.
   4. Lemahnya kepercayaan antara dua pihak.
   5. Apabila hubungan ini diteruskan, akan menjadi hubungan yang gagal, terlebih bila dikembalikan
dengan hukum syari’at.
   6. Penghinaan masyarakat terhadap remaja laki-laki dan perempuan, juga kepada keluarganya.

Maka solusi agar remaja tidak melakukan hal yang negative, yaitu sebagai berikut:
z  Pertama, dengan meminimalkan hal-hal yang merangsang, mengekang ledakan-ledakan nafsu dan
menguasainya. Sebab, sesungguhnya tuntuntan untuk memenuhi hasrat biologis didorong oleh
dua sebab:
{  Ekstern, dengan jalan rangsangan. Pada awalnya memori seks dibentuk oleh stimulasi eksternal
(bukan persepsi).
{   Intern, dengan jalan berpikir dan bertindak.

z  Kedua, dengan menjaga diri (Isti’faaf). Hal ini merupakan bagian dari proses sebagai berikut:
{  Memahami diri. Dimana remaja putra dan putri memahami tentang jati dirinya. Menyadari akan
tugas dan tanggungjawab hidup, mengerti hubungan dirinya dengan lingkungannya, (Al Hajj:
77)
{  Kualitas akhlak. Menyadari batas-batas nilai, tugas masyarakat. Kecil dan besar, komitmen
dengan tanggung jawab bersama dalam masyarakat.
{  Kesadaran beragama. Perasaan taqwa dan muroqabah-Nya. Al Alaq: 14.
{  Perasaan damai di rumah. Terbangun dari keterbukaan, cinta kasih, saling memahami diantara
sesama anggota keluarga.
{  Pengawasan yang cerdas dari orang tua.
{  Komitmen dengan aturan-aturan Allah SWT dalam berpakaian dan dalam bergaul dengan lawan
jenis.
{  Menghindari pergaulan bebas dan mencegah berduaan tanpa mahram.

2.10 Pembekalan Pengetahuan Yang Diperlukan Remaja


Diantaranya meliputi :
z  Perkembangan fisik,kejiwaan dan kematangan seksual remaja.
Pembekalan pengetahuan tentang perubahan yang terjadi secara fisik,kejiwaan dan kematangan
seksual akan memudahkan remaja untuk memahami serta mengatasi berbagai keadaan yang
membingungkannya. Informasi tentang haid dan mimpi basah , tentang alat reproduksi remaja
laki-laki dan waniat perlu diperoleh setiap remaja.

Pada umumnya orang menganggap bahwa pendidikan seks hanya berisi tentang informasi alat
kelamin dan berbagai macam posisi dalam berhubungan kelmin. Hgal ini etntunya akan
membuat para orang tua merasa khawatir. untuk itu perlu dilruskan kembali pengertian tentang
pendidikan seks yang tepat dapat mengubah anggapan negative tentang seks. Dengan pendidikan
seks kita dapat membertahu para remaja bahwa seks adalah suatu yang alamiah dan wajar terjadi
pada semua orang, selain itu remaja juga dapat diberitahu mengenai berbagai perilaku seksual
yang beresiko sehingga mereka dapat menghindarinya.

z  Proses reproduksi yang bertanggung jawab.


Manusia secara biologis mempunyai kebutuhan seksual. Remaja perlu mengendalikan naluri
seksualnuya dan menyalurkannya melalui kegiatan yang positif, seperti olahraga dan
mengembangkan hobi yang membangun. Penyaluran yang ebrupa hubungan seksual dilakukan
setelah berkeluarga untuk melanjutkan keturunan.

z  Pergaulan yang sehat antara remaja laki-laki dan perempuan, serta kewaspadaan terhadap masalah
remaja yang banyak ditemukan.
Remaja memerlukan informasi tersebut agar selalu waspada dan berperilaku reproduksi sehat
dalam bergaul dengan lawan jenisnya. Disamping itu remaja memerlukan pembekalan tenteng
kiat untuk mmpertahankan diri secara fisik maupun psikis dan mental dalam menghadapi
godaan, seperti ajakan untuk melakukan hubungan seksual dan napza.

z  Persiapan pranikah.
Informasi tentang hal ini diperlukan agar calon pengantin lebih siap secara mental dan emosional
dalam memasuki kehidupan berkeluarga.

z  Kehamilan dan persalinan serta cara pencegahannya.


Remaja perlu mendapat informasi tentang hal ini, sebagai persiapan bagi remaja pria dan wanita
dalam memasuki kehidupan keluarga dimasa depan.

2.11 Cara Pemberian Materi Pendidikan Seks


Para ahli berpendapat bahwa pendidik yang terbaik adalah orang tua dari anak itu sendiri.
Pendidikan yang diberikan termasuk dalam pendidikan seksual. Dalam membicarakan masalah
seksual adalah yang sifatnya sangat pribadi dan membutuhkan suasana yang akrab, terbuka dari
hati ke hati antara orang tua dan anak.
Hal ini akan lebih mudah diciptakan antara ibu dengan anak perempuannya atau bapak
dengan anak laki-lakinya, sekalipun tidak ditutup kemungkinan dapat terwujud bila dilakukan
antara ibu dengan anak laki-lakinya atau bapak dengan anak perempuannya. Kemudian usahakan
jangan sampai muncul keluhan seperti tidak tahu harus mulai dari mana, kekakuan, kebingungan
dan kehabisan bahan pembicaraan.

Dalam memberikan pendidikan seks pada anak jangan ditunggu sampai anak bertanya
mengenai seks. Sebaiknya pendidikan seks diberikan dengan terencana, sesuai dengan keadaan
dan kebutuhan anak. Sebaiknya pada saat anak menjelang remaja dimana proses kematangan
baik fisik, maupun mentalnya mulai timbul dan berkembang kearah kedewasaan.
Beberapa hal penting dalam memberikan pendidikan seksual, seperti yang diuraikan oleh
Singgih D. Gunarsa (1995) berikut ini, mungkin patut anda perhatikan:
a)      Cara menyampaikannya harus wajar dan sederhana, jangan terlihat ragu-ragu atau malu.
b)      Isi uraian yang disampaikan harus obyektif, namun jangan menerangkan yang tidak-tidak,
seolah-olah bertujuan agar anak tidak akan bertanya lagi, boleh mempergunakan contoh atau
simbol seperti misalnya : proses pembuahan pada tumbuh-tumbuhan, sejauh diperhatikan bahwa
uraiannya tetap rasional.
c)      Dangkal atau mendalamnya isi uraiannya harus disesuaikan dengan kebutuhan dan dengan
tahap perkembangan anak. Terhadap anak umur 9 atau 10 tahun t belum perlu menerangkan
secara lengkap mengenai perilaku atau tindakan dalam hubungan kelamin, karena perkembangan
dari seluruh aspek kepribadiannya memang belum mencapai tahap kematangan untuk dapat
menyerap uraian yang mendalam mengenai masalah tersebut.
d)     Pendidikan seksual harus diberikan secara pribadi, karena luas sempitnya pengetahuan dengan
cepat lambatnya tahap-tahap perkembangan tidak sama buat setiap anak. Dengan pendekatan
pribadi maka cara dan isi uraian dapat disesuaikan dengan keadaan khusus anak.
e)      Pada akhirnya perlu diperhatikan bahwa usahakan melaksanakan pendidikan seksual perlu
diulang-ulang (repetitif) selain itu juga perlu untuk mengetahui seberapa jauh sesuatu pengertian
baru dapat diserap oleh anak, juga perlu untuk mengingatkan dan memperkuat (reinforcement)
apa yang telah diketahui agar benar-benar menjadi bagian dari pengetahuannya.

Para orangtua dalam memberikan pendidikan seks kepada anaknya, sebaiknya:


a.       Ubah cara berpikir anda. Bahwa makna pendidikan seks itu sangat luas, tidak hanya berkisar
masalah jenis kelamin dan hubungan seksual. Tapi di dalamnya ada perkembangan manusia
(termasuk anatomi dan fisiologi organ tubuh, terutama organ reproduksi); hubungan antar
manusia (antar keluarga, teman, pacar dan perkawinan); kemampuan personal (termasuk di
dalamnya tentang nilai, komunikasi, negosisasi dan pengambilan keputusan); perilaku seksual;
kesehatan seksual (meliputi kontrasepsi, pencegahan Infeksi Menular Seksual (IMS), HIV/AIDS,
aborsi dan kekerasan seksual); serta budaya dan masyarakat (tentang jender, seksualitas dan
agama).

b.      Mengajarkan tentang pendidikan seks sejak dini. Seperti saat anda mulai mengajari “ini
hidung”, atau “ini mulut”, maka pada saat itulah anda mengajarinya “ini penis” atau “ini vulva” .
Jangan menggunakan istilah-istilah yang tidak tepat (misalnya “nenen” untuk mengganti kata
payudara atau yang lainnya), karena dengan demikian tanpa sengaja kita telah membuat
dikotomi, antara organ yang biasa dan organ yang “jorok” atau tabu atau negatif. Karena persepsi
tentang bagian tubuh yang keliru akan berdampak negatif bagi anak di masa yang akan datang.

c.       Manfaatkan ‘Golden Moments”, misalnya saat sedang menonton tv yang sedang menayangkan
kasus perkosaan, saat sedang melakukan aktivitas berdua (masak, membereskan tempat tidur),
dan lain-lain.

d.      Dengarkan apa yang diucapkan anak dengan sungguh-sungguh, pahami pikiran dan perasaan
mereka. Dengan demikian mereka akan merasa diterima, jika sudah merasa diterima, mereka
akan membuka diri, percaya dan mudah diajak kerja sama.

e.       Jangan menceramahi. Anak umumnya tidak suka diceramahi. Karena pada saat kita
menceramahi seseorang, biasanya kita “menempatkan” diri kita lebih tinggi darinya. Bukan
dengan cara ini kita bisa berkomunikasi dengan mereka.

f.       Gunakan istilah yang tepat, sesuai dengan usianya. Misalnya saja kalau anak anda sudah
beranjak remaja, maka gunakanlah bahasa gaul yang biasa digunakan remaja, sehingga anak
tidak merasa sungkan menanggapi pembicaraan anda.

g.      Gunakan pendekatan agama. Kita harus meyakini bahwa segala masalah dan persoalan di
dunia ini harus diselesaikan dengan nilai-nilai agama. Karena nilai-nilai agama tidak akan pernah
berubah sampai kapan pun. Anak-anak juga harus diajak mempraktekkan ajaran agama dalam
kehidupan sehari-hari.

h.       Mulai saat ini juga. Begitu anda membaca artikel ini, mulai susun strategi apa yang akan anda
gunakan untuk mulai mengajak anak berbicara. Yang perlu diingat yaitu bahwa anak adalah
orang tua di masa yang akan datang, maka dari itu harus kita persiapkan sedemikian rupa agar
menjadi generasi yang siap menghadapi masa depan dengan segala rintangannya. Percayalah,
bahwa anda merupakan orang yang paling tepat dalam hal ini, dengan mempercayai diri sendiri,
anda pun telah memberikan kepercayaan pada anak..

Kecangguangan dalam pendidikan seks ini akan terjadi apada orang tua dan anak. Hal ini
terjadi karena wilayah seks sering dianggap tabu dan tidak layak dibicarakan. Orangtua kadang
bersikap canggung dalam menyampaikan. Sedangkan anak terasa malu dalam mendengarnya.
Sehingga dalam membicarakan masalah seksual adalah yang sifatnya sangat pribadi dan
membutuhkan suasana yang akrab, terbuka dari hati ke hati antara orangtua dan anak. Hal ini
akan lebih mudah diciptakan antara ibu dengan anak perempuannya atau bapak dengan anak
laki-lakinya, sekalipun tidak ditutup kemungkinan dapat terwujud bila dilakukan antara ibu
dengan anak laki-lakinya atau bapak dengan anak perempuannya. Cara menyampaikannya harus
wajar dan sederhana, jangan terlihat canggung atau malu.
Jenis dan cara pendidikan seks tergantung usia anak. Terhadap anak umur 9 atau 10 tahun 
belum perlu menerangkan secara lengkap mengenai perilaku atau tindakan dalam hubungan
kelamin, karena perkembangan dari seluruh aspek kepribadiannya memang belum mencapai
tahap kematangan untuk dapat menyerap uraian yang mendalam mengenai masalah tersebut.
Pendidikan seksual harus diberikan secara pribadi dengan lingkungan tersendiri yang
memperhatikan kondisi psikologis anak agar tidak malu-malu dalam menerimanya, Dengan
pendekatan pribadi maka cara dan isi uraian dapat disesuaikan dengan keadaan khusus anak.

Lakukan pendidikan seksual secara bertahap dan berkesinambungan. Selain itu juga perlu
untuk mengetahui seberapa jauh sesuatu pengertian baru dapat diserap oleh anak, juga perlu
untuk mengingatkan dan memperkuat apa yang telah diketahui agar benar-benar menjadi bagian
dari pengetahuannya.
Orangtua semestinya menjadi tempat bertanya bagi anak-anak, termasuk urusan seks. Edukasi
seks di rumah punya peran penting untuk mencegah perilaku seksual pada anak-anak. Jangan
hanya bergantung pada sekolah atau lembaga pendidikan di luar rumah untuk mendiskusikan
seks. Segera singkirkan kesungkanan atau kejanggalan saat bicara seks, karena edukasi adalah
juga tanggung jawab orangtua. 
Seks adalah topik yang sulit dihindari, karena isu ini bertebaran di mana saja, melalui
pemberitaan di media, acara hiburan ataupun iklan yang muncul hanya sekian menit saja. Meski
terkesan mudah sekali membuka pembicaraan seputar seks, namun orangtua dan remaja acapkali
sulit memulai obrolan. Agar obrolan seks mengalir lancar, jangan tunggu momen, namun
ciptakanlah kesempatan. Anda bisa mengadopsi cara ini:
²  Menangkap peluang
Saat Anda dan anak remaja sedang menonton program televisi, yang membahas isu seks
bertanggung jawab, angkat topik ini dalam obrolan ringan saat itu juga. Ajak anak remaja Anda
berdiskusi, minta pendapatnya. Berbagai kesempatan setiap harinya sangat berharga. Anda bisa
memulai diskusi ringan sambil mengendarai mobil, berberes rumah, atau saat memasak di dapur
bersama si ABG. Kapan pun Anda dan anak remaja sedang bersama, tangkap peluang emas ini
untuk mendiskusikan seks secara lebih cair.

²  Bersikap jujur
Anda tak perlu berlagak seperti pakar seks. Jika Anda merasa canggung, katakan saja. Namun
juga jelaskan bagaimanapun canggungnya pembicaraan tersebut, Anda dan anak remaja tetap
perlu mendiskusikan topik seks ini. Jujur juga diperlukan saat Anda tak menemukan jawaban
atas pertanyaan anak remaja Anda. Katakan sejujurnya Anda belum tahu jawaban saat itu, dan
ajak anak untuk mencari jawaban bersama.
²  Tak perlu basa-basi
Ciptakan diskusi terbuka, tak perlu menggunakan bahasa ambigu atau berbasa-basi. Ungkapkan
bagaimana pendapat Anda tentang isu spesifik seperti seks oral atau senggama. Utarakan
berbagai risiko perilaku seksual, seperti gangguan emosional, penyakit seks menular, atau
kehamilan yang tak terencana.
²  Hargai Pendapat Anak
Bersikap menggurui anak saat mendiskusikan isu tertentu takkan berhasil. Anda perlu
menyiapkan telinga selebar-lebarnya untuk mendengarkan pendapat anak Anda. Pahami
perasaan anak Anda, begitu juga dengan rasa ingin tahu dan minatnya. Dengarkan lebih sering
apa yang menurut anak Anda lebih menarik untuk dibahas seputar seks. Biarkanlah pembicaraan
mengalir apa adanya.
²  Jangan hanya bicara fakta
Momen baik untuk mendiskusikan seks perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya. Jangan hanya bicara
fakta soal seks. Anda juga perlu mengaitkan isu seks dengan nilai moral. Diskusikan juga seputar
etika hingga nilai-nilai keyakinan atau religi. Ajak anak berbagi pendapatnya soal nilai moral.

²  Membuka diri
Munculkan kesan kepada anak bahwa Anda selalu terbuka untuk diajak bicara soal seks.
Ucapkan penghargaan atas usaha anak untuk bertanya. Katakan bahwa Anda senang dan
menghargai pendapat atau pertanyaannya dan senang karena ia mau membicarakan seks dengan
Anda.

BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
      Pendidikan seksual adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang
jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran,
tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan
kemasyarakatan.
      Tujuan pendidikan seksual adalah untuk membentuk suatu sikap emosional yang sehat
terhadap masalah seksual dan membimbing anak dan remaja ke arah hidup dewasa yang sehat
dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya. Hal ini dimaksudkan agar mereka tidak
menganggap seks itu suatu yang menjijikan dan kotor. Tetapi lebih sebagai bawaan manusia,
yang merupakan anugrah Tuhan dan berfungsi penting untuk kelanggengan kehidupan manusia,
dan supaya anak-anak itu bisa belajar menghargai kemampuan seksualnya dan hanya
menyalurkan dorongan tersebut untuk tujuan tertentu (yang baik) dan pada waktu yang tertentu
saja.
      Cara pemberian materi mengenai pendidikan seks kepada remaja ini lebih banyak dilakukan
oleh orangtua dari setiap remaja, sebab orangtualah yang mengetahui betul bagaimana sifat,
sikap, dan perkembangan anaknya.Untuk memberikan materi mengenai hal ini, orangtua harus
pandai-pandai mencari peluang dalam setiap pembicaraan dengan anaknya.
           
3.2 Saran

Pendidikan seks bagi remaja sangatlah penting, sebab dengan kita memberikan pengetahuan
mengenai hal ini, secara tidak langsung kita dapat meminimalsir hal-hal yang buruk seperti seks
bebas yang sekarang-sekarang ini marak dibicarakan. Dalam hal ini, orangtualah yang menjadi
fasilitator terbaik bagi putra putrinya, maka seharusnya orangtua sekarang jangan terlalu
membiarkan anaknya jauh dari pemantauannya, tetapi sebaliknya walaupun usianya sudah besar,
tetap saja tidak menutup kemungkinan untuk anaknya melakukan hal yang negative, karena pada
usia remaja mereka masih labil dan tingginya hasrat untuk coba-coba.

  
DAFTAR PUSTAKA

Widyastuti, Yani dkk. Kesehatan Reproduksi.2009.Yogyakarta:Fitramaya.

http://hileud.com/hileudnews?
title=6+Kiat+Berdiskusi+Seks+dengan+Anak+Remaja&id=497031

http://id.wikipedia.org/wiki/Remaja

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16726/4/Chapter%20II.pdf

http://pajak98.wordpress.com/2009/01/07/pentingnya-pendidikan-seks-bagi-keluarga-remaja-
dan-anak/

http://medicastore.com/artikel/304/Pentingnya_Pendidikan_Seks_untuk_Remaja.html

http://artikelkesehatan.onsugar.com/TAHAPAN-PENDIDIKAN-SEKS-UNTUK-ANAK-
14224271

http://netsains.com/2008/12/pendidikan-seks-remaja-masih-perlukah/

http://www.ilmupsikologi.com/?p=20

http://kumpulan.info/keluarga/anak/40-anak/258-pendidikan-seks-anak.html

http://koranindonesiasehat.wordpress.com/2010/11/04/mitos-dan-cara-pendidikan-seks-pada-
anak-dan-remaja/

http://www.scribd.com/doc/22786592/Hubungan-Pemberian-Pendidikan-Seks-Sejak-Dini-
Dengan-Perilaku-Seksual-Pada-Remaja-Di-Sma-Negeri-13-Pandeglang-Tahun-2009
 
Pengetahuan agama remaja dalam penelitian
d i b a t a s i p a d a pengetahuan agama yang berhubungan dengan
p e r g a u l a n b e b a s , penyalahgunaan narkoba dan hubungan seks di luar nikah.
Mayoritasresponden tidak menyetujui penyalahgunaan narkoba dan mengadakanseks di luar
nikah. Pengetahuan Agama RemajaAlternatif Jawaban Tidaksetuju%KurangSetuju%Setuju
%Agama tidak larang
pergaulanbebas5 4 , 1 3 4 , 1 1 1
, 8 Agama tidak melarangpenyalahgunaan narkoba di luarkeperluan
medis8 9 , 4 7 , 5 3
, 1 Agama tidak melarang hubunganseks di luar
nikah9 7 , 3 2 , 4 0 ,
4 Saya boleh bergaul bebas,menggunakan narkoba danmengadakan hubungan seks
diluar nikah asalkan saya tetapmelaksanakan shalat dan
ibadahpuasa5 4 , 1 3 4 , 1 1 1 ,
8 Pengetahuan Agama RemajaAlternatif Jawaban Tidaksetuju%KurangSetuju%Setuju
%Saya boleh melanggarajaran agama selagi muda,asalkan saya taubat di
haritua7 8 , 4 1 9 , 2 2 , 4 Agama tidak
dapatmembantu saya untukmendapatkan
ketenangan5 4 , 1 3 4 , 1 1 1 , 8 Pencegahan
menurut agama antara lain :a ) M e m i s a h k a n t e m p a t t i d u r a n a k . b)Meminta izin ketika
memasuki kamar tidur orang tua.c)Mengajarkan adab memandang lawan
jenis.d)Larangan menyebarkan rahasia suami-istri. 12 Yunior Rahmawan Usop
 
2)Pencegahan Seks Bebas dalam Keluarga F a k t o r k e l u a r g a s a n g a t m e n e n t u k a n
d a l a m m a s a l a h p e n d i d i k a n s e k s sehingga prilaku seks bebas dapat dihindari.
Waktu pemberian materipendidikan seks dimulai pada saat anak sadar mulai seks.
Bahkan bilaseorang bayi mulai dapat diberikan pendidikan seks, agar ia mulai
dapatm e m b e r i k a n m a n a c i r r i - l a k i - l a k i d a n m a n a c i r i p e r e m p u a n . B i s a
j u g a diberikan saat anak mulai bertanya-tanya pada orang tuanya
tentangb a g a i m a n a b a y i l a h i r . P e r a n o r a n g t u a s a n g a t
p e n t i n g u n t u k memberikan pendidikan seks pada usia dini.M e n u r u t A f i e f
R a h m a n , p e n d i d i k a n s e k s s e b a i k n y a d i m u l a i d a r i kandungan.
Pembacaan ayat-ayat suci dari Kitab Suci sangat penting.Hal ini ditujukan agar anak
yang dikandung mendapatkan keberkahan d a r i S a n g p e n c i p t a s e p e r t i d i k e t a h u i ,
identitas seks manusia sudahdimulai sejak di dalam kandungan, sehingga
m e m a n g s e p a n t a s n y a pendidikan seks dimulai pada fase tersebut.Pencegahan seks bebas
dalam keluarga antara lain :a ) K e l u a r g a h a r u s m e n g e r t i t e n t a n g p e r m a s a l a h a n
s e k s , s e b e l u m menjelaskan kepada anak-anak mereka.b ) S e o r a n g a y a h
m e n g a r a h k a n a n a k l a k i - l a k i , d a n s e o r a n g i b u mengarahkan anak
perempuan dalam menjelaskan masalah seks.c ) J a n g a n m e n j e l a s k a n m a s a l a h
s e k s k e p a d a a n a k l a k i - l a k i d a n perempuan di ruang yang sama.d ) H i n d a r i
h a l - h a l y a n g b e r b a u p o r n o s a a t m e n j e l a s k a n m a s a l a h seks, gunakan kata-
kata yang sopan.e ) M e y a k i n k a n k e p a d a a n a k - a n a k b a h n w a t e m a n - t e m a n
m e r e k a adalah teman yang baik.f ) M e m b e r i k a n p e r h a t i a n k e m a m p u a n a n a k d i
b i d a n g o l a h r a g a d a n menyibukkan mereka dengan berbagai aktivitas.g ) T a n a m k a n
e t i k a m e m e l i h a r a d i r i d a r i p e r b u a t a n - p e r b u a t a n maksiat karena itu
merupakan sesuata yang paling berharga.h)Membangun sikap saling percaya antara orang
tua dan anak.
Bab III Penutupa) Kesimpulan
Dampak seks bebas sangat besar, tidak hanya berakibat terhadap diri sendiri tetapi juga
keluarga dan orang sekitar. Jauhilah pergaulan bebasyang berujung pada seks
bebas.Tingkatkan keimanan sebagai benteng dari perbuatan dosa.
c)Saran-saran

 Tingkatkan keimanan dan selalu dekatkan diri kepada Tuhan YangMaha Esa.

 Jauhilah narkotika dan pergaulan tanpa batas.

 Tumbuhkan norma dan nilai-nilai sosial.

Hindari hal-hal negatif.

Isi hari-hari kita dengan beraktivitas dan berolahraga.13 Yunior Rahmawan Usop
 

Hindari pergaulan negatif.

Selektif terhadap teman-teman sebaya.

Loya namun tetap hati-hati mengikuti perkembangan teknologi.

Hidup sehat tanpa terpau narkotika.

 Jangan hancurkan masa depan.

Capai cita-cita tanpa seks bebas.

P i k i r k a n s e g a l a t i n d a k a n k i t a d e n g a n e f e k t i f d a n k o m p r e h e n s i f   sesuai dengan
akibat yang akan kita terima.

Hindari seks bebas sejak dini dengan tidak bergaul tanpa batasannorma dan etika.

Katakan "tidak", jika pasangan menghendaki aktivitas berpacaranmelebihi batas. Terutama bagi
remaja putri permintaan seks sebagai"bukti cinta", jangan dipenuhi, karena yang paling rugi
adalah pihakwanita. Ingat, sekali wanita kehilangan kegadisannya, seumur hidup iaakan
menderita, karena norma yang dianut dalam masyarakat kitamasih tetap mengagungkan
kesucian. Berbeda dengan wanita,keperjakaan pria tidak pernah bisa dibuktikan, sementara
denganpemeriksaan dokter kandungan dapat ditentukan apakah seorang gadismasih utuh selaput
daranya atau tidak.

Yang sering terjadi adalah pasangan lepas kendali karena terbuai aktivitas berpacaran.untuk itu
beberapa tips agar tidak terbuai:1. Niatkan bahwa tujuan berpacaran adalah untuk saling
mengenal lebih dekat.2. Hindari tempat yang terlalu sepi atau tempat yang mengandung
aktivitasseksual.3. Hindari makan makanan yang merangsang sebelum/selama pacaran.4. Hindari
bacaan/film porno yang merangsang sebelum/selama pacaran.5. Jangan dituruti kalau pasangan
menuntut aktivitas pacaran yang berlebihan,sambil mengingatkan bahwa hal itu akan mengotori
tujuan dari berpacaran.

Oleh karena itu bahwa gaya pacaran yang sehat merupakan sesuatu yang perludiperhatikan agar
terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Gaya pacaran yang sehatmencakup berbagai unsur
yaitu sebagai berikut:1. Sehat Fisik.Tidak ada kekerasan dalam berpacaran. Dilarang saling
memukul, menampar ataupun menendang.2. Sehat Emosional.Hubungan terjalin dengan baik
dan nyaman, saling pengertian dan keterbukaan.Harus mengenali emosi diri sendiri dan emosi
orang lain. Harus mampumengungkapkan dan mengendalikan emosi dengan baik.3. Sehat
Sosial.Pacaran tidak mengikat, maksudnya hubungan sosial dengan yang lain harustetap dijaga
agar tidak merasa asing di lingkungan sendiri. Tidak baik apabilaseharian penuh bersama dengan
pacar.4. Sehat Seksual.Dalam berpacaran kita harus saling menjaga, yaitu tidak melakukan hal-
hal yangberesiko. Jangan sampai melakukan aktivitas-aktivitas yang beresiko, apalagimelakukan
hubungan seks.
14 Yunior Rahmawan Usop
 
Daftar Pustaka
www.e-
dukasi.net;www.crr.comwww.bknn.com;www.wikipedia.comwww.geocities.com;www.scribd.c
omwww.slideshare.com;www.books.google.com  sumber-sumber lain yang relevan dan dapat
dipercaya.
LampiranApakah arti dari seks?
Seks berarti jenis kelamin, yaitu suatu sifat atau ciri yang membedakanlaki-laki dan perempuan.
Apakah arti dari seksual?
15 Yunior Rahmawan Usop

Dewasa ini, masalah seks bukan menjadi hal yang tabu lagi. Bahkan anak-anak SD pun sudah
mengetahui apa itu seks, dan bagaimana itu seks. Hal ini terjadi karena salah dalam pemanfaatan
teknologi dan informasi serta kurangnya pendidikan moral dan pengawasan orang tua terhadap
anak. Sehingga mengakibatkan tindakan kriminal seksual  pada anak seperti anak di bawah umur
memperkosa balita, pacaran dengan gaya orang dewasa (suami-istri) dan masih banyak lagi.

Selain itu, dunia remaja adalah dunia yang penuh dengan perubahan berbagai aktifitas menjadi
bagian dari perjalanan usianya yang terus bertambah, karena remaja yang sedang mengalami
masa puberitas mempunyai dorongan atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan
yang terjadi pada tubuhnya dan mulai timbul rasa ketertarikan dengan lawan jenisnya.

Arus informasi melalui media cetak elektronik menjadi faktor yang tidak dapat dipungkiri karena
telah mempercepat terjadinya perubahan pada diri remaja karena remaja mudah terpengaruh oleh
informasi, baik yang negatif maupun yang positif. Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap
masalah seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan
lawan jenis. Padahal pada masa remaja informasi tentang masalah seksual sudah seharusnya
mulai diberikan, agar remaja tidak mencari informasi dari orang lain atau dari sumber-sumber
yang tidak jelas atau bahkan keliru sama sekali.

1.      Pengertian dan Tujuan Pendidikan Seks

Pendidikan pada dasarnya memiliki peran yang penting untuk memajukan peradaban manusia.
Pendidikan tidak hanya sebatas meliputi aspek kognitif dans psikomotor, namun juga mengenai
aspek perilaku atau afektif. Aspek ini dipandang mempunyai tolok ukur mengenai kepribadian
seseorang, terlebih pendidikan saat ini dititik beratkan pada anak-anak yang harus
memaksimalkan ketiga aspek tersebut. Pengetahuan dan ilmu umum telah banyak diperoleh
anak, baik secara formal maupun informal, namun pengetahuan tentang seks ini belum banyak
diberikan oleh orang tua maupun guru karena seks telah dianggap sesuatu yang kotor dan tidak
perlu diajarkan kepada anak.
Pendidikan seks adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan
benar meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan, sampai kelahiran, tingkah laku seksual,
hubungan seksual, aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan.

Pendidikan seks menurut kamus bahasa Indonesia adalah kata seks mempunyai arti jenis kelamin
ini memberikan kita pengetahuan tentang suatu sifat ciri yang membedakan laki-laki dan
perempuan sedangkan seksualitas berarti sesuatu yang ada hubungannya dengan seks. Dari
uraian di atas, sebenarnya pendidikan seksual bermaksud memberi pengetahuan dan pandangan
yang seluas-luasnya dari berbagai sudut pandang serta memberi informasi yang benar dan faktual
kepada remaja mengenai seksualitas sehingga remaja memiliki suatu pengetahuan tentang
seksualitas secara lengkap.

Sedangkan tujuan pendidikan seks bukan bertujuan untuk menimbulkan rasa ingin tahu dan ingin
mencoba hubungan seksual antar remaja tahu tentang seksualitas dan akibat-akibatnya bila
dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama dan adat istiadat serta kesiapan mental dan
materi seseorang. Tujuan pendidikan seks secara umum adalah:

a.     Usaha untuk mempersiapkan dan penghantar remaja kearah kematangan psikologi agar
nantinya mampu membentuk keluarga yang bahagia.

b.    Memberi petunjuk yang bermanfaat mengenai tanggung jawab masing-masing dalam
hubungan lawan jenis.

2.      Golongan Umur dalam Pemberian Pendidikan Seks

Pemberian pendidikan seks perlu dilakukan penggolongan sesuai dengan tingkatan


perkembangan dan usia anak agar penjelasan dapat tepat sasaran walaupun pembagian ini tidak
mutlak harus dilakukan. Penggolongannya adalah sebagai berikut :

a.     Anak Usia 2-5 Tahun

1)        Persamaan dan perbedaan secara anatomis jenis kelamin laki-laki dan perempuan.

2)        Nama-nama bagian tertentu termasuk alat kelamin, nama spesial yang dipakai di keluarga
dan teman sebaya.

b.    Anak Usia 5-6 Tahun

1)        Informasi yang diambil dari sumber yang negatif (seperti dari TV, berita, dll) dapat
diantisipasi saat bercakap-cakap.

2)        Pengendalian kosa kata untuk istilah yang sering didengar.

c.     Anak Usia 7-12 Tahun


1)        Pekembangan pribadi, perubahan tubuh, dan emosi yang baru

2)        Informasi tentang perkembangan diri dan lawan jenisnya

d.    Anak Usia 12 Tahun Keatas

1)        Seks dan hubungannya (relationship)

2)        Kontrasepsi

3)        Penyakit kelamin

4)        Akibat hubungan seks pra nikah

Beberapa penggolongan diatas dapat membantu pemahaman anak dalam dunia seks baik dari
segi positif maupun negatifnya.

A.     PERILAKU SEKSUAL DIKALANGAN REMAJA

1.      Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Permasalahan Seksual

Perilaku negatif remaja terutama hubungannya dengan penyimpangan seksual, pada dasarnya
bukan murni tindakan dari diri mereka saja, melainkan ada faktor pendukung diantaranya:
kualitas diri remaja itu sendiri, kualitas lingkungan keluarga yang tidak mendukung anak itu
berperilaku baik, kualitas lingkungan yang tidak sehat dan minimnya kualitas informasi yang
masuk pada remaja.

Sedangkan pengertian perilaku seksual adalah segala tingakah laku yang didorong oleh hasrat
seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk perilaku seks
ini bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan,
bercumbu dan bersenggama. (Sarwono, 2007).

Ada beberapa faktor penyebab yang dianggap berperan dalam munculnya permasalahan seksual
pada remaja menurut Sarlito W. Sarwono. Faktor-faktor tersebut antara lain :

a.    Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja. Peningkatan ini
mengakibatkan remaja membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku tertentu.

b.    Penyaluran tersebut tidak dapat langsung dilakukan karena adanya penundaan usia
perkawinan, baik secara hukum maupun norma sosial yang semakin lama semakin menuntut
persyaratan yang terus meningkat pada perkawinan.
c.    Norma-norma agama yang berlaku, dimana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan
seksual sebelum menikah. Umumnya remaja tidak dapat menahan diri dan memiliki
kecenderungan utuk melanggar hal-hal tersebut.

d.    Kecenderungan pelanggaran meningkat karena didukung dengan adanya penyebaran


informasi dan rangsangan melalui media massa dan beberapa perangkat tekhnologi canggih,
seperti TV, VCD maupun internet. Remaja yang berada dalam masa ingin tahu dan ingin
mencoba, akan meniru apa yg dilihat. didengar melalui media massa, karena pada umumnya
mereka belum pernah mengetahui masalah seksual yang lengkap dari orang tuanya.

e.       Peran orang tua sendiri, baik karena kurang memahami maupun karena pandangannya
yang menganggap seks itu hal yang tabu, menjadikan orang tua tidak terbuka terhadap anak-
anaknnya, bahkan cenderung membuat jarak dengan remaja mengenai masalah ini.

2.      Beberapa Perilaku Seksual yang Terjadi Dikalangan Remaja

Sejalan dengan bertambahnya usia anak, maka dorongan untuk memenuhi keinginan-
keinginannya semakin kuat. Mereka dihadapkan pada suatu masalah yang besar yaitu bagaimana
mereka harus mengandalikan keinginan tersebut. Dalam hal ini, ada dua bentuk perilaku seksual
dikalangan remaja :

a.       Perilaku Seksual yang Sehat

Perilaku seksual yang sehat dan bertanggung jawab merupakan tujuan dari perkembangan
seksualitas remaja, pengertian seksualitas yang sehat adalah:

1)      Kehidupan seksual ini dapat dinikmati karena mereka sudah tahu aspek positif dan
negatifnya, sehingga mereka melakukannya setelah benar-benar mempertimbangkannya secara
matang, jika mereka melakukan merekapun akan bertanggung jawab terhadap akibat yang
terjadi.

2)      Bebas dari kemungkinan terkena penyakit, bukan hanya penyakit seksual saja tetapi segala
penyakit yang dapat mengenal organ reproduksinya.

3)      Bebas dari ketakutan yang tidak perlu, hal ini tidak akan terjadi jika mereka mengetahui
proses reproduksi secara benar dan dapat membedakan mana yang berdasarkan fakta ilmu
pengetahuan.

4)      Mereka memahami tata nilai sosial dan budaya mengenai seksualitas, sehingga mereka
akan berperilaku seksual dengan tata nilai tersebut.

b.      Perilaku Seksual  yang Menyimpang


Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh seksual, baik dengan lawan jenis
maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam mulai dari perasaan
tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Objek seksual dapat
berupa orang, baik sejenis maupun lawan jenis, orang dalam khayalan, maupun diri sendiri.
Sebagian tingkah laku ini memang memiliki dampak negatif, terutama bila tidak menimbulkan
dampak fisik bagi orang yang bersangkutan atau lingkungan sosial. Tetapi sebagian perilaku
seksual (yang dilakukan sebelumnya), justru dapat memiliki dampak psikologis yang serius,
seperti rasa bersalah, depresi, dan marah. Sementara itu dari segi psikososial, perilaku seks yang
menyimpang akan menimbulkan ketegangan mental dan kebingungan akan peran sosial yang
tiba-tiba berubah, misalnya pada kasus remaja hamil diluar nikah, belum lagi tekanan dari
masyarakat yang mencela dan menolak keadaan tersebut. Selain itu resiko yang lain adalah
terganggunya kesehatan yang bersangkutan, resiko kelainan janin dan tingkat kematian bayi
yang tinggi. Disamping itu, remaja tidak mungkin melanjutkan menuntut ilmu disekolah,
dikarenakan rasa malu dan penolakan pihak sekolah menerima kenyataan adanya murid yang
hamil diluar nikah. Masalah ekonomi juga akan membuat permasalahan ini menjadi semakin
rumit dan kompleks.

B.     PERAN SERTA ORANG TUA DAN MASYARAKAT

Seperti yang telah disebutkan di atas, para remaja tersebut dapat memperoleh informasi
mengenai seks dari berbagai sumber, baik yang dapat dipercaya ataupun yang tidak dipercaya,
yang bersifat baik atau bersifat menjerumuskan. Sehingga dengan pemberian informasi
mengenai pendidikan seks yang tepat dari orang tua kepada remaja mengenai apa yang terjadi
dan apa yang mungkin terjadi dapat membantu remaja untuk lebih berpikir jernih mengenai
pilihan hidup mereka.

Pendidikan seks di sekolah juga dapat memberikan peran penting dalam hal peningkatan
pengetahuan, tingkah laku dan sikap yang sesuai bagi para remaja. Selain itu peran serta
masyarakat secara luas juga diperlukan supaya tercipta iklim pemberian informasi terutama
mengenai pendidikan seks yang tepat dan sesuai untuk remaja.

Banyak orang tua dan orang dewasa lain, masih merasa tabu untuk membicarakan masalah seks
dan seksualitas dengan anak-anaknya. Sebagian lebih memilih untuk tetap diam dan berasumsi
bahwa anak-anak mereka akan memperoleh informasi yang mereka butuhkan lewat sekolah
ataupun media. Sebagian lagi ada yang mempercayai bahwa membicarakan masalah seks dengan
anak-anaknya akan sama saja dengan mendorong mereka untuk mencoba melakukan hubungan
seks. Yang seharusnya para remaja tersebut harus diberitahu mengenai faktor tanggung jawab
terhadap tubuh mereka serta masalah kesehatan yang mungkin terjadi.

Dalam membicarakan masalah seksual, para orang tua hendaknya mengaawali dengan suasana
yang akrab, terbuka dari hari ke hati antara orang tua dan anak, karena pembicaraab ini bersifat
sangat pribadi. Hal ini akan lebih mudah diciptakan antara ibu dengan anak perempuannya atau
bapak dengan anak laki-lakinya sekalipun keadaan tersebut tidak mutlak harus terjadi. Kemudian
para orang tua hendaknya mengusahakan mengatur pembicaraan dan menghindari adanya
keluhan seperti tidak tahu harus mulai dari mana, kekakuan, kebingungan, dan kehabisan bahan
pembicaraan.

Pemberian pendidikan seks pada anak sebaiknya diberikan dsengan terencana sesuai dengan
keadaan dan kebutuhan anak. Usia remaja adalah usia yang paling tepat dalam memberikan
pendidikan ini, karena proses kematangan fisik maupum mentalnya mulai tumbuh dan
berkembang kearah kedewasaan.

Dalam hal ini, peran orang tua menjadi sangat penting. Orang tua hendaknya lebih meningkatkan
dalam pengawasan dan pengarahan perilaku anak atau remaja mereka. Orang tua hendaknya juga
membekali dirinya tentang pengetahuan seks sehingga pendidikan seks dilingkungan keluarga
dapat dilakukan sewajarnya dan sebagaimana mestinya. Antara orang tua dan anak sebaiknya
tidak terjadi miss komunikasi atau sifat saling tertutup diantara kedua belah pihak.

DAFTAR PUSTAKA

Sarwono, Sarlito.W. 1994. Psikologi Remaja. Jakarta: Renieka Cipta.

Sudarsono, S.H., Drs : etika islam Tentang Kenakalan Remaja, jakrta, Bina aksara, 1989

Walgito, Drs. Bimo: Kenakalan Anak (Juvenline Delinquency), Yogyakarta, penerbit : Yayasan
Penerbitan fakultas Psykologi UGM, 1982
Masalah kesehatan mental emosional remaja

Sebanyak 29% penduduk dunia terdiri dari remaja, dan 80% diantaranya tinggal di negara
berkembang. Berdasarkan sensus di Indonesia pada tahun 2005, jumlah remaja yang berusia 10 –
19 tahun adalah sekitar 41 juta orang (20% dari jumlah total penduduk Indonesia dalam tahun
yang sama). Dalam era globalisasi ini banyak tantangan yang harus dihadapi oleh para remaja
yang tinggal di kota besar di Indonesia, tidak terkecuali yang tinggal di daerah perdesaan seperti,
tuntutan sekolah yang bertambah tinggi, akses komunikasi/internet yang bebas, dan juga siaran
media baik tulis maupun elektronik. Mereka dituntut untuk menghadapi berbagai kondisi
tersebut baik yang positif maupun yang negatif, baik yang datang dari dalam diri mereka sendiri
maupun yang datang dari lingkungannya. Dengan demikian, remaja harus mempunyai berbagai
keterampilan dalam hidup mereka sehingga mereka dapat sukses melalui fase ini dengan
optimal.

Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood (suasana hati) bisa
berubah dengan sangat cepat. Perubahan mood (swing) yang drastis pada para remaja ini
seringkali dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan sehari-hari di
rumah. Meski mood remaja yang mudah berubah-ubah dengan cepat, hal tersebut belum tentu
merupakan gejala atau masalah psikologis. Dalam hal kesadaran diri, pada masa remaja para
remaja mengalami perubahan yang dramatis dalam kesadaran diri mereka (self-awareness).
Mereka sangat rentan terhadap pendapat orang lain karena mereka menganggap bahwa orang
lain sangat mengagumi atau selalu mengkritik mereka seperti mereka mengagumi atau
mengkritik diri mereka sendiri. Anggapan itu membuat remaja sangat memperhatikan diri
mereka dan citra yang direfleksikan (self-image). Remaja cenderung untuk menganggap diri
mereka sangat unik dan bahkan percaya keunikan mereka akan berakhir dengan kesuksesan dan
ketenaran.

Remaja putri akan bersolek berjam-jam di hadapan cermin karena ia percaya orang akan melirik
dan tertarik pada kecantikannya, sedang remaja putra akan membayangkan dirinya dikagumi
lawan jenisnya jika ia terlihat unik dan “hebat”. Pada usia 16 tahun ke atas, keeksentrikan remaja
akan berkurang dengan sendirinya jika ia sering dihadapkan dengan dunia nyata. Pada saat itu,
remaja akan mulai sadar bahwa orang lain tenyata memiliki dunia tersendiri dan tidak selalu
sama dengan yang dihadapi atau pun dipikirkannya. Anggapan remaja bahwa mereka selalu
diperhatikan oleh orang lain kemudian menjadi tidak berdasar. Pada saat inilah, remaja mulai
dihadapkan dengan realita dan tantangan untuk menyesuaikan impian dan angan-angan mereka
dengan kenyataan. Para remaja juga sering menganggap diri mereka serba mampu, sehingga
seringkali mereka terlihat “tidak memikirkan akibat” dari perbuatan mereka. Tindakan impulsif
sering dilakukan; sebagian karena mereka tidak sadar dan belum biasa memperhitungkan akibat
jangka pendek atau jangka panjang.

Remaja yang diberi kesempatan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka, akan


tumbuh menjadi orang dewasa yang lebih berhati-hati, lebih percaya-diri, dan mampu
bertanggung jawab. Rasa percaya diri dan rasa tanggung jawab inilah yang sangat dibutuhkan
sebagai dasar pembentukan jati diri positif pada remaja. Kelak, ia akan tumbuh dengan penilaian
positif pada diri sendiri dan rasa hormat pada orang lain dan lingkungan. Bimbingan orang yang
lebih tua sangat dibutuhkan oleh remaja sebagai acuan bagaimana menghadapi masalah itu
sebagai “seseorang yang baru”; berbagai nasihat dan berbagai cara akan dicari untuk dicobanya.
Remaja akan membayangkan apa yang akan dilakukan oleh para “idola”nya untuk
menyelesaikan masalah seperti itu. Pemilihan idola ini juga akan menjadi sangat penting bagi
remaja. Dari beberapa dimensi perubahan yang terjadi pada remaja seperti yang telah dijelaskan
diatas maka terdapat kemungkinan – kemungkinan perilaku yang bisa terjadi pada masa ini.
Diantaranya adalah perilaku yang mengundang risiko dan berdampak negatif pada remaja.
Perilaku yang mengundang risiko pada masa remaja misalnya seperti penggunaan alkohol,
tembakau dan zat lainnya; aktivitas sosial yang berganti – ganti pasangan dan perilaku
menentang bahaya seperti balapan motor, naik gunung dll. Alasan perilaku yang mengundang
risiko ada bermacam – macam dan berhubungan dengan dinamika fobia balik (conterphobic
dynamic), rasa takut dianggap hal yang dinilai rendah, perlu untuk menegaskan identitas
maskulin dan dinamika kelompok seperti tekanan teman sebaya.

Masa remaja merupakan masa yang kritis dalam siklus perkembangan seseorang. Di masa ini
banyak terjadi perubahan dalam diri seseorang sebagai persiapan memasuki masa dewasa.
Remaja tidak dapat dikatakan lagi sebagai anak kecil, namun ia juga belum dapat dikatakan
sebagai orang dewasa. Hal ini terjadi oleh karena di masa ini penuh dengan gejolak perubahan
baik perubahan biologik, psikologik, maupun perubahan sosial. Dalam keadaan ‘serba tanggung’
ini seringkali memicu terjadinya konflik antara remaja dengan dirinya sendiri (konflik internal),
maupun konflik lingkungan sekitarnya (konflik eksternal). Apabila konflik ini tidak diselesaikan
dengan baik maka akan memberikan dampak negatif terhadap perkembangan remaja tersebut di
masa mendatang, terutama terhadap pematangan karakternya dan tidak jarang memicu terjadinya
gangguan mental.

Untuk mencegah terjadinya dampak negatif tersebut, perlu dilakukan pengenalan awal (deteksi
dini) perubahan yang terjadi dan karateristik remaja dengan mengidentifikasi beberapa faktor
risiko dan faktor protektif sehingga remaja dapat melalui periode ini dengan optimal dan ia
mampu menjadi individu dewasa yang matang baik fisik maupun psikisnya.

Perkembangan psikososial pada remaja

Masa remaja adalah masa yang ditandai oleh adanya perkembangan yang pesat dari aspek
biologik, psikologik, dan juga sosialnya. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya berbagai
disharmonisasi yang membutuhkan penyeimbangan sehingga remaja dapat mencapai taraf
perkembangan psikososial yang matang dan adekuat sesuai dengan tingkat usianya. Kondisi ini
sangat bervariasi antar remaja dan menunjukkan perbedaan yang bersifat individual, sehingga
setiap remaja diharapkan mampu menyesuaikan diri mereka dengan tuntutan lingkungannya.

Ada tiga faktor yang berperan dalam hal tersebut, yaitu;

1. Faktor individu yaitu kematangan otak dan konstitusi genetik (antara lain temperamen).
2. Faktor pola asuh orangtua di masa anak dan pra-remaja.
3. Faktor lingkungan yaitu kehidupan keluarga, budaya lokal, dan budaya asing.
Setiap remaja sebenarnya memiliki potensi untuk dapat mencapai kematangan kepribadian yang
memungkinkan mereka dapat menghadapi tantangan hidup secara wajar di dalam
lingkungannya, namun potensi ini tentunya tidak akan berkembang dengan optimal jika tidak
ditunjang oleh faktor fisik dan faktor lingkungan yang memadai.

Dengan demikian akan selalu ada faktor risiko dan faktor protektif yang berkaitan dengan
pembentukan kepribadian seorang remaja, yaitu;

1. Faktor risiko

Dapat bersifat individual, konstektual (pengaruh lingkungan), atau yang dihasilkan melalui
interaksi antara individu dengan lingkungannya. Faktor risiko yang disertai dengan kerentanan
psikososial, dan resilience pada seorang remaja akan memicu terjadinya gangguan emosi dan
perilaku yang khas pada seorang remaja.1

Faktor risiko dapat berupa;

a. Faktor individui.

1. Faktor genetik/konstitutional; berbagai gangguan mental mempunyai latar belakang


genetik yang cukup nyata, seperti gangguan tingkah laku, gangguan kepribadian, dan
gangguan psikologik lainnya.
2. Kurangnya kemampuan keterampilan sosial seperti, menghadapi rasa takut, rendah diri,
dan rasa tertekan. Adanya kepercayaan bahwa perilaku kekerasan adalah perilaku yang
dapat diterima, dan disertai dengan ketidakmampuan menangani rasa marah. Kondisi ini
cenderung memicu timbulnya perilaku risiko tinggi bagi remaja.

b. Faktor psikososiali.

1. Keluarga
Ketidakharmonisan antara orangtua, orangtua dengan y ypenyalahgunaan zat, gangguan
mental pada orangtua, ketidakserasian temperamen antara orangtua dan remaja, serta pola
asuh orangtua yang tidak empatetik dan cenderung dominasi, semua kondisi di atas
sering memicu timbulnya perilaku agresif dan temperamen yang sulit pada anak dan
remaja.
2. Sekolah
Bullying merupakan salah satu pengaruh yang kuat dari kelompok teman sebaya, serta
berdampak terjadinya kegagalan akademik. Kondisi ini merupakan faktor risiko yang
cukup serius bagi remaja. Bullying atau sering disebut sebagai peer victimization adalah
bentuk perilaku pemaksaan atau usaha menyakiti secara psikologik maupun fisik
terhadap seseorang/sekelompok orang yang lebih lemah, oleh seseorang/sekelompok
orang yang lebih kuat.
Bullying dapat bersifat (a) fisik seperti, mencubit, memukul, memalak, atau menampar;
(b) psikologik seperti, mengintimidasi, mengabaikan, dan diskriminasi; (c) verbal seperti,
memaki, mengejek, dan memfitnah. Semua kondisi ini merupakan tekanan dan
pengalaman traumatis bagi remaja dan seringkali mempresipitasikan terjadinya gangguan
mental bagi remaja
Hazing adalah kegiatan yang biasanya dilakukan oleh anggota kelompok yang sudah
’senior’ yang berusaha mengintimidasi kelompok yang lebih ’junior’ untuk melakukan
berbagai perbuatan yang memalukan, bahkan tidak jarang kelompok ’senior’ ini
menyiksa dan melecehkan sehingga menimbulkan perasaan tidak nyaman baik secara
fisik maupun psikik. Perbuatan ini seringkali dilakukan sebagai prasyarat untuk diterima
dalam suatu kelompok tertentu. Ritual hazing ini sudah lama dilakukan sebagai tradisi
dari tahun ke tahun sebagai proses inisiasi penerimaan seseorang dalam suatu kelompok
dan biasanya hanya berlangsung singkat, namun tidak jarang terjadi perpanjangan
sehingga menimbulkan tekanan bagi remaja yang mengalaminya.
Bullying dan hazing merupakan suatu tekanan yang cukup serius bagi remaja dan
berdampak negatif bagi perkembangan remaja. Prevalensi kedua kondisi di atas
diperkirakan sekitar 10 - 26%. Dalam penelitian tersebut dijumpai bahwa siswa yang
mengalami bullying menunjukkan perilaku yang tidak percaya diri, sulit bergaul, merasa
takut datang ke sekolah sehingga angka absebsi menjadi tinggi, dan kesulitan dalam
berkonsetransi di kelas sehingga mengakibatkan penurunan prestasi belajar; tidak jarang
mereka yang mengalami bullying maupun hazing yang terus menerus menjadi depresi
dan melakukan tindak bunuh diri.
3. Situasi dan kehidupan Telah terbukti bahwa terdapat hubungan yang erat antara
timbulnya gangguan mental dengan berbagai kondisi kehidupan dan sosial masyarakat
tertentu seperti, kemiskinan, pengangguran, perceraian orangtua, dan adanya penyakit
kronik pada remaja.

2. Faktor protektif

Faktor protektif merupakan faktor yang memberikan penjelasan bahwa tidak semua remaja yang
mempunyai faktor risiko akan mengalami masalah perilaku atau emosi, atau mengalami
gangguan jiwa tertentu. Rutter (1985) menjelaskan bahwa faktor protektif merupakan faktor
yang memodifikasi, merubah, atau menjadikan respons seseorang menjadi lebih kuat
menghadapi berbagai macam tantangan yang datang dari lingkungannya. Faktor protektif ini
akan berinteraksi dengan faktor risiko dengan hasil akhir berupa terjadi atau tidaknya masalah
perilaku atau emosi, atau gangguan mental di kemudian hari.

Rae G N dkk. mengemukakan berbagai faktor protektif, antara lain adalah:

1. Karakter/watak personal yang positif.


2. Lingkungan keluarga yang suportif.
3. Lingkungan sosial yang berfungsi sebagai sistem pendukung untuk memperkuat upaya
penyesuaian diri remaja.
4. Keterampilan sosial yang baike. Tingkat intelektual yang baik.

Menurut E. Erikson, dengan memperkuat faktor protektif dan menurunkan faktor risiko pada
seorang remaja maka tercapailah kematangan kepribadian dan kemandirian sosial yang diwarnai
oleh;
1. Self awareness yang ditandai oleh rasa keyakinan diri serta kesadaran akan kekurangan
dan kelebihan diri dalam konteks hubungan interpersonal yang positif.
2. Role of anticipation and role of experimentation, yaitu dorongan untuk mengantisipasi
peran positif tertentu dalam lingkungannya, serta adanya keberanian untuk bereksperimen
dengan perannya tersebut yang tentunya disertai dengan kesadaran akan kelebihan dan
kekurangan yang ada dalam dirinya.
3. Apprenticeship, yaitu kemauan untuk belajar dari orang lain untuk meningkatkan
kemampuan/keterampilan dalam belajar dan berkarya.

Masalah aktual kesehatan mental remaja saat ini

1. Perubahan psikoseksual

Produksi hormon testosteron dan hormon estrogen mempengaruhi fungsi otak, emosi, dorongan
seks dan perilaku remaja. Selain timbulnya dorongan seksual yang merupakan manifestasi
langsung dari pengaruh hormon tersebut, dapat juga terjadi modifikasi dari dorongan seksual itu
dan menjelma dalam bentuk pemujaan terhadap tokoh-tokoh olah raga, musik, penyanyi, bintang
film, pahlawan, dan lainnya.

Remaja sangat sensitif terhadap pandangan teman sebaya sehingga ia seringkali membandingkan
dirinya dengan remaja lain yang sebaya, bila dirinya secara jasmani berbeda dengan teman
sebayanya maka hal ini dapat memicu terjadinya perasaan malu atau rendah diri.

2. Pengaruh teman sebaya

Kelompok teman sebaya mempunyai peran dan pengaruh yang besar terhadap kehidupan
seorang remaja. Interaksi sosial dan afiliasi teman sebaya mempunyai peranan yang besar dalam
mendorong terbentuknya berbagai keterampilan sosial. Bagi remaja, rumah adalah landasan
dasar sedangkan ‘dunianya’ adalah sekolah. Pada fase perkembangan remaja, anak tidak saja
mengagumi orangtuanya, tetapi juga mengagumi figur-figur di luar lingkungan rumah, seperti
teman sebaya, guru, orangtua temanya, olahragawan, dan lainnya.

Dengan demikian, bagi remaja hubungan yang terpenting bagi diri mereka selain orangtua adalah
teman-teman sebaya dan seminatnya. Remaja mencoba untuk bersikap independent dari
keluarganya akibat peran teman sebayanya. Di lain pihak, pengaruh dan interaksi teman sebaya
juga dapat memicu timbulnya perilaku antisosial, seperti mencuri, melanggar hak orang lain,
serta membolos, dan lainnya.

3. Perilaku berisiko tinggi

Remaja kerap berhubungan berbagai perilaku berisiko tinggi sebagai bentuk dari identitas diri.
80% dari remaja berusia 11-15 tahun dikatakan pernah menunjukkan perilaku berisiko tinggi
minimal satu kali dalam periode tersebut, seperti berkelakuan buruk di sekolah, penyalahgunaan
zat, serta perilaku antisosial (mencuri, berkelahi, atau bolos) dan 50% remaja tersebut juga
menunjukkan adanya perilaku berisiko tinggi lainnya seperti mengemudi dalam keadaan mabuk,
melakukan hubungan seksual tanpa kontrasepsi, dan perilaku criminal yang bersifat minor.
Dalam suatu penelitian menunjukkan bahwa 50% remaja pernah menggunakan marijuana, 65%
remaja merokok, dan 82% pernah mencoba menggunakan alkohol.

Dengan melakukan perbuatan tersebut, mereka mengatakan bahwa mereka merasa lebih dapat
diterima, menjadi pusat perhatian oleh kelompok sebayanya, dan mengatakan bahwa melakukan
perilaku berisiko tinggi merupakan kondisi yang mendatangkan rasa kenikmatan (‘fun’).
Walaupun demikian, sebagian remaja juga menyatakan bahwa melakukan perbuatan yang
berisiko sebenarnya merupakan cara mereka untuk mengurangi perasaan tidak nyaman dalam
diri mereka atau mengurangi rasa ketegangan. Dalam beberapa kasus perilaku berisiko tinggi ini
berlanjut hingga individu mencapai usia dewasa.

4. Kegagalan pembentukan identitas diri

Menurut J. Piaget, awal masa remaja terjadi transformasi kognitif yang besar menuju cara
berpikir yang lebih abstrak, konseptual, dan berorientasi ke masa depan (future oriented).
Remaja mulai menunjukkan minat dan kemampuan di bidang tulisan, seni, musik, olah raga, dan
keagamaan. E. Erikson dalam teori perkembangan psikososialnya menyatakan bahwa tugas
utama di masa remaja adalah membentuk identitas diri yang mantap yang didefinisikan sebagai
kesadaran akan diri sendiri serta tujuan hidup yang lebih terarah. Mereka mulai belajar dan
menyerap semua masalah yang ada dalam lingkungannya dan mulai menentukan pilihan yang
terbaik untuk mereka seperti teman, minat, atau pun sekolah. Di lain pihak, kondisi ini justru
seringkali memicu perseteruan dengan orangtua atau lingkungan yang tidak mengerti makna
perkembangan di masa remaja dan tetap merasa bahwa mereka belum mampu serta
memperlakukan mereka seperti anak yang lebih kecil.

Secara perlahan, remaja mulai mencampurkan nilai-nilai moral yang beragam yang berasal dari
berbagai sumber ke dalam nilai moral yang mereka anut, dengan demikian terbentuklah superego
yang khas yang merupakan ciri khas bagi remaja tersebut sehingga terjawab pertanyaan
’siapakah aku?’ dan ’kemanakah tujuan hidup saya?’

Bila terjadi kegagalan atau gangguan proses identitas diri ini maka terbentuk kondisi
kebingungan peran (role confusion). Role confusion ini sering dinyatakan dalam bentuk
negativisme seperti, menentang dan perasaan tidak percaya akan kemampuan diri sendiri.
Negativisme ini merupakan suatu cara untuk mengekspresikan kemarahan akibat perasaan diri
yang tidak adekuat akibat dari gangguan dalam proses pembentukan identitas diri di masa remaja
ini.

5. Gangguan perkembangan moral

Moralitas adalah suatu konformitas terhadap standar, hak, dan kewajiban yang diterima secara
bersama, apabila ads dua standar yang secara sosial diterima bersama tetapi saling konflik maka
umumnya remaja mengambil keputusan untuk memilih apa yang sesuai berdasarkan hati
nuraninya. Dalam pembentukan moralitasnya, remaja mengambil nilai etika dari orangtua dan
agama dalam upaya mengendalikan perilakunya. Selain itu, mereka juga mengambil nilai apa
yang terbaik bagi masyarakat pada umumnya. Dengan demikian, penting bagi orangtua untuk
memberi suri teladan yang baik dan bukan hanya menuntut remaja berperilaku baik, tetapi
orangtua sendiri tidak berbuat demikian.

Secara moral, seseorang wajib menuruti standar moral yang ada namun sebatas bila hal itu tidak
mebahayakan kesehatan, bersifat manusiawi, serta berlandaskan hak asasi manusia. Dengan
berakhirnya masa remaja dan memasuki usia dewasa, terbentuklah suatu konsep moralitas yang
mantap dalam diri remaja. Jika pembentukan ini terganggu maka remaja dapat menunjukkan
berbagai pola perilaku antisosial dan perilaku menentang yang tentunya mengganggu interaksi
remaja tersebut dengan lingkungannya, serta dapat memicu berbagai konflik.

6. Stres di masa remaja

Banyak hal dan kondisi yang dapat menimbulkan tekanan (stres) dalam masa remaja. Mereka
berhadapkan dengan berbagai perubahan yang sedang terjadi dalam dirinya maupun target
perkembangan yang harus dicapai sesuai dengan usianya. Di pihak lain, mereka juga berhadapan
dengan berbagai tantangan yang berkaitan dengan pubertas, perubahan peran sosial, dan
lingkungan dalam usaha untuk mencapai kemandirian.

Tantangan ini tentunya berpotensi untuk menimbulkan masalah perilaku dan memicu timbulnya
tekanan yang nyata dalam kehidupan remaja jika mereka tidak mampu mengatasi kondisi
tantangan tersebut.

Pencegahan

Salah satu usaha pencegahan agar permasalahan remaja tidak menjadi gangguan atau
penyimpangan pada remaja adalah usaha kita untuk dapat melakukan pengenalan awal atau
deteksi dini. Beberapa instrumen skreening sudah banyak dikembangkan untuk melakukan
deteksi dini terhadap penyimpangan masalah psikososial remaja diantaranya adalah The Child
Behavior Checklist (CBCL), Pediatric Symptom Checklist (PSC), the Strengths and Difficulties
Questionnaire (SDQ).

Pediatric symptom checklist adalah alat untuk mendeteksi secara dini kelainan psikososial untuk
mengenali adanya masalah emosional dan perilaku, didalamnya berisi beberapa pertanyaan
tentang kondisi-kondisi perilaku anak yang dikelompokkan dalam 3 masalah yaitu atensi,
internalisasi, dan eksternalisasi. Terdapat 2 versi, yaitu PSC-17 yang diisi oleh orang tua untuk
anak usia 4-16 tahun dan PSC-35 yang diisi sendiri oleh remaja (Youth-PSC) untuk remaja usia
> 11 tahun.

Remaja cenderung energetik, selalu ingin tahu, emosi yang tidak stabil, cenderung berontak dan
mengukur segalanya dengan ukurannya sendiri dengan cara berfikir yang tidak logis. Kadang
remaja melakukan hal-hal diluar norma untuk mendapatkan pengakuan tentang keberadaan
dirinya dimasyarakat, salah satunya adalah melakukan tindakan penyalahgunaan obat/zat.
Ditinjau dari aspek sosial, masalah ini bukan hanya berakibat negatif terhadap diri penyandang
masalah saja, melainkan membawa dampak juga terhadap keluarga, lingkungan sosial,
lingkungan masyarakatnya, bahkan dapat mengancam dan membahayakan masa depan bangsa
dan negara.
Beberapa istilah yang sering dikaitkan dengan penyalahgunaan obat adalah sebagai berikiut:

 Penyalahgunaan zat atau bahan lainnya (NAPZA) yaitu penggunaan zat/y yobat yang
dapat menyebabkan ketergantungan dan efek non-terapeutik atau non-medis pada
individu sendiri sehingga menimbulkan masalah pada kesehatan fisik / mental, atau
kesejahteraan orang lain.
 NAPZA adalah bahan/zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan /ypsikologi
seseorang (pikiran,perasaan, perilaku) serta dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan
psikologi.
 Intoksikasi obat adalah perubahan fungsi-fungsi fisiologis, psikologis, emosi,
ykecerdasan, dan lain-lain akibat penggunaan dosis obat yang berlebihan.
 Adiksi obat adalah gangguan kronis yang ditandai dengan peningkatan ypenggunaan obat
meskipun terjadi kerusakan fisik, psikologis maupun sosial pada pengguna.
 Ketergantungan psikologis adalah keinginan untuk mengkonsumsi obat yuntuk
memperoleh efek positif atau menghindari efek negatif akibat tidak mengkonsumsinya.
 Ketergantungan fisik adalah adaptasi fisiologis terhadap obat yang ditandai ydengan
timbulnya toleransi terhadap efek obat dan sindroma putus obat bila dihentikan.

Tidak ada metode pencegahan yang sempurna, yang dapat diterapkan untuk seluruh populasi.
Populasi yang berbeda memerlukan tindakan pencegahan yang berbeda pula. Pembagian metode
pencegahan adalah sebagai berikut:

1. Pencegahan universal, ditujukan untuk populasi umum baik untuk keluarga maupun anak.
2. Pencegahan selektif, ditujukan bagi keluarga dan anak dengan risiko tinggi. Risiko
tersebut dapat berupa risiko demografis, lingkungan psiko-sosial dan biologis.
3. Pencegahan terindikasi, ditujukan terhadap kasus yang mengalami berbagai faktor risiko
dalam suatu keluarga yang disfungsional.

Semua upaya pencegahan pada umumnya ditujukan untuk memperbaiki mengurangi faktor risiko
dan memperkuat faktor protektif dari individu, keluarga
dan lingkungannya. Faktor risiko mempermudah seseorang untuk menjadi pengguna sedangkan
faktor protektif membuat seseorang cenderung tidak menggunakan obat. Tugas dari seorang
dokter anak adalah mengawasi terhadap faktor risiko tersebut, mengatasinya atau merujuknya
kepada ahli lain. Dengan menggunakan alat Skrining penyalahgunaan zat pada remaja dalam
bentuk kuesener seperti CRAFFT screening test yang cukup sederhana dan relevan dapat untuk
mengenali risiko terjadinya penyalahgunaan zat/obat.

Kuesioner CRAFFT

 C:Apakah pernah berkendaraan (car) dengan atau tanpa seseorang dalam keadaan mabuk
atau setelah memakai obat-obatan?
 R: Apakah minum alkohol atau memakai obat untuk relaks, merasa diri lebih baik (fit
in)?
 A: Apakah pernah minum alkohol atau memakai obat saat sendirian (alone)?
 F: Apakah anda pernah melupakan (forget) hal-hal yg telah anda lakukan selama selama
menggunakan alkohol atau obat-obatan?
 F: Apakah keluarga atau teman (friend) anda pernah mengatakan kepada anda untuk
menghentikan kebiasaan minum-minum atau penggunaan obat-obatan?
 T: Apakah terlibat masalah (trouble) akibat minum alkohol atau memakai obat?

Bila didapatkan dua atau lebih jawaban “ya”, maka remaja mempunyai masalah yang serius
dalam penyalahgunaan zat.

Peran Orang Tua Dan Lingkungan

Perilaku berisiko tinggi yang dilakukan remaja perlu dicermati dengan bijaksana karena di satu
pihak dapat merupakan perilaku sesaat tapi juga dapat pula merupakan pola perilaku yan terus
menerus yang dapat membahayakan diri, orang lain maupun lingkungan. Untuk itu diperlukan
suatu cara pendekatan yang komprehensif dari semua pihak baik orang tua, guru maupun
masyarakat sekitar agar memahami perkembangan jiwa remaja dengan harapan masalah remaja
dapat tertanggulangi.

Selain ketiga masalah psikososial yang sering terjadi pada remaja seperti yang disebutkan dan
dibahas diatas terdapat pula masalah masalah lain pada remaja seperti tawuran, kenakalan
remaja, kecemasan, menarik diri, kesulitan belajar, depresi dll. Semua masalah tersebut perlu
mendapat perhatian dari berbagai pihak mengingat remaja merupakan calon penerus generasi
bangsa. Ditangan remajalah masa depan bangsa ini digantungkan.

Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan dalam upaya untuk mencegah semakin
meningkatnya masalah yang terjadi pada remaja, yaitu antara lain :

Peran Orangtua

 Menanamkan pola asuh yang baik pada anak sejak prenatal dan balita
 Membekali anak dengan dasar moral dan agama
 Mengerti komunikasi yang baik dan efektif antara orangtua – anak
 Menjalin kerjasama yang baik dengan guru
 Menjadi tokoh panutan dalam perilaku maupun menjaga lingkungan yang sehat
 Menerapkan disiplin yang konsisten pada anak Hindarkan anak dari NAPZA

Peran Sebagai Pendidik


Orang tua hendaknya menyadari banyak tentang perubahan fisik maupun psikis yang akan
dialami remaja. Untuk itu orang tua wajib memberikan bimbingan dan arahan kepada anak.
Nilai-nilai agama yang ditanamkan orang tua kepada anaknya sejak dini merupakan bekal dan
benteng mereka untuk menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi. Agar kelak remaja dapat
membentuk rencana hidup mandiri, disiplin dan bertanggung jawab, orang tua perlu
menanamkan arti penting dari pendidikan dan ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan di
sekolah, di luar sekolah serta di dalam keluarga.

Peran Sebagai Pendorong


Menghadapi masa peralihan menuju dewasa, remaja sering membutuhkan dorongan dari orang
tua. Terutama saat mengalami kegagalan yang mampu menyurutkan semangat mereka. Pada saat
itu, orang tua perlu menanamkan keberanian dan rasa percaya diri remaja dalam menghadapi
masalah, serta tidak gampang menyerah dari kesulitan.

Peran Sebagai Panutan


Remaja memerlukan model panutan di lingkungannya. Orang tua perlu memberikan contoh dan
teladan, baik dalam menjalankan nilai-nilai agama maupun norma yang berlaku di masyarakat.
Peran orang tua yang baik akan mempengaruhi kepribadian remaja.

Peran Sebagai Pengawas


Menjadi kewajiban bagi orang tua untuk melihat dan mengawasi sikap dan perilaku remaja agar
tidak terjerumus ke dalam pergaulan yang membawanya ke dalam kenakalan remaja dan
tindakan yang merugikan diri sendiri. Namun demikian hendaknya dilakukan dengan bersahabat
dan lemah lembut. Sikap penuh curiga, justru akan menciptakan jarak antara anak dan orang tua,
serta kehilangan kesempatan untuk melakukan dialog terbuka dengan anak dan remaja.

Peran Sebagai Teman


Menghadapi remaja yang telah memasuki masa akil balig, orang tua perlu lebih sabar dan mau
mengerti tentang perubahan pada remaja. Perlu menciptakan dialog yang hangat dan akrab, jauh
dari ketegangan atau ucapan yang disertai cercaan. Hanya bila remaja merasa aman dan
terlindung, orang tua dapat menjadi sumber informasi, serta teman yang dapat diajak bicara atau
bertukar pendapat tentang kesulitan atau masalah mereka.

Peran Sebagai Konselor


Peran orang tua sangat penting dalam mendampingi remaja, ketika menghadapi masa-masa sulit
dalam mengambil keputusan bagi dirinya. Orang tua dapat memberikan gambaran dan
pertimbangan nilai yang positif dan negatif , sehingga mereka mampu belajar mengambil
keputusan terbaik. Selain itu orang tua juga perlu memiliki kesabaran tinggi serta kesiapan
mental yang kuat menghadapi segala tingkah laku mereka, terlebih lagi seandainya remaja sudah
melakukan hal yang tidak diinginkan. Sebagai konselor, orang tua dituntut untuk tidak
menghakimi, tetapi dengan jiwa besar justru harus merangkul remaja yang bermasalah tersebut.

Peran Sebagai Komunikator.


Suasana harmonis dan saling memahami antara orang tua dan remaja, dapat menciptakan
komunikasi yang baik. Orang tua perlu membicarakan segala topik secara terbuka tetapi arif.
Menciptakan rasa aman dan telindung untuk memberanikan anak dalam menerima uluran tangan
orang tua secara terbuka dan membicarakan masalahnya. Artinya tidak menghardik anak.

Peran Guru

 Bersahabat dengan siswa


 Menciptakan kondisi sekolah yang nyaman
 Memberikan keleluasaan siswa untuk mengekspresikan diri pada kegiatan ekstrakurikuler
 Menyediakan sarana dan prasarana bermain dan olahraga
 Meningkatkan peran dan pemberdayaan guru BP
 Meningkatkan disiplin sekolah dan sangsi yang tegas
 Meningkatkan kerjasama dengan orangtua, sesama guru dan sekolah lain
 Meningkatkan keamanan terpadu sekolah bekerjasama dengan Polsek setempa
 Mengadakan kompetisi sehat, seni budaya dan olahraga antar sekolah
 Menciptakan kondisi sekolah yang memungkinkan anak berkembang secara sehat adalah
hal fisik, mental, spiritual dan sosial
 Meningkatkan deteksi dini penyalahgunaan NAPZA

Peran Pemerintah dan masyarakat

 Menghidupkan kembali kurikulum budi pekerti


 Menyediakan sarana/prasarana yang dapat menampung agresifitas anak melalui olahraga
dan bermain
 Menegakkan hukum, sangsi dan disiplin yang tegas
 Memberikan keteladanan
 Menanggulangi NAPZA, dengan menerapkan peraturan dan hukumnya secara tegas
 Lokasi sekolah dijauhkan dari pusat perbelanjaan dan pusat hiburan

Peran Media

 Sajikan tayangan atau berita tanpa kekerasan (jam tayang sesaui usia)y
 Sampaikan berita dengan kalimat benar dan tepat (tidak provokatif)y
 Adanya rubrik khusus dalam media masa (cetak, elektronik) yang bebas ybiaya khusus
untuk remaja

Saat ini masih sedikit klinik khusus kesehatan remaja, sehingga para remaja yang memiliki
masalah psikososial diperiksakan kepada dokter ahli jiwa psiakater terdekat. Peran Puskesmas
yang kini sudah mengakar di masyarakat bisa dikembangkan untuk mempunyai divisi khusus
yang menangani permasalahan remaja.

Pembentukan Klinik Kesehatan Remaja agaknya bisa menjadi solusi mengatasi makin tingginya
remaja yang terkena penyakit infeksi seksual menular dan penyakit lain akibat penyalahgunaan
narkoba. Melalui klinik khusus tersebut, remaja bisa mengungkapkan persoalannya tanpa takut--
takut guna dicarikan solusi atas masalahnya tersebut.

Daftar Bacaan

1. Wiguna T. Masalah Kesehatan Mental Remaja di Era Globalisasi. Sinas Remaja II.
Jakarta. 2009.
2. Dhamayanti M. Overview Adolescent Health Problems And Services. Sinas Remaja II.
Jakarta. 2009.
3. Shannon KE, Beauchaine TP, Brenner SB, Neuhaus E, Gatzke L.Familial and
temperamental predictors of resilience in children at risk for conduct disorder and
depression. Development and psychopathology.2007;19:701–727.
4. Silk JS, Vanderbilt-Adriance AE,Shaw DS,Forbes EE,Whalen AD,Ryan ND, et al.
Dahlaresilience among children and adolescents at Risk for depression: Mediation and
moderation Across social and neurobiological contexts. Development and
Psychopathology.2007;19: 841–865.
5. Jellinek MS, Murphy JM, Little M, et al. Use of the pediatric symptom checklist (PSC) to
screen for psychosocial problems in pediatric primary care: a national feasibility study.
Arch Pediatr Adolesc Med 1999; 153: 254-60.
6. Jellinek M, Murphy M. Psychosocial problems, screening and the pediatric symptom
checklist. Diunduh dari http://www.dbpeds.org. Diakses tanggal 8 Juli 2010.
7. Instruction for use pediatric symptom checklist. Diunduh dari http://psc.partners.org.
Diakses tanggal 8 Juli 2010.

Ghiboo.com - Seks sepertinya sudah tak dianggap tabu lagi. Kesadaran akan pentingnya seks ternyata
sudah dimiliki para remaja.

Menurut survei, 39 persen ABG (15-19 tahun) pernah melakukan hubungan seks, dimana usia rata-rata
orang mulai melakukan hubungan seks di luar nikah untuk pertama kali disaat menginjak usia 19 tahun.

Survei seks ini dilakukan oleh DKT Indonesia terhadap lebih dari 663 responden. Fokus penelitian ini
adalah anak muda berusia 15-25 tahun dari 5 kota besar di Indonesia, termasuk Jabodetabek,
Bandung,Yogyakarta, Surabaya dan Bali sejak bulan Mei lalu.

Semua partisipan diharuskan menjawab pertanyaan wawancara mengenai aktivitas mereka, pada siapa
mereka biasanya bercerita mengenai seks, sumber informasi seputar seks, sikap terhadap seks,
kehamilan dan aborsi, pengetahuan mengenai kontrasepsi dan kesehatan seksual.

Sementara itu, sebanyak 462 partisipan yang pernah berhubungan intim diajukan pertanyaan mengenai
seks aman, penggunaan kondom, pengalaman pertama berhubungan seks, tempat dan perasaan
mereka setelah berhubungan, hingga posisi yang mereka sukai saat berhubungan.

Hasil survei ini menunjukkan bahwa mahasiswa lebih sering dan pernah melakukan hubungan intim (31
persen) dan tempat kos sudah menjadi rahasia umum untuk dijadikan tempat nge-seks (74 persen)
dibandingkan dengan rumah responden, rumah pacar atau hotel/motel.

Diketahui pula bahwa bahwa banyak responden tertutup atau merasa canggung terhadap orangtua
untuk membahas mengenai seks, namun saat bersama teman, justru banyak responden yang lebih
terbuka.

Hasil survei ini juga memperlihatkan bahwa film porno (DVD bajakan) memegang peranan besar (64
persen) dalam memberikan 'pelajaran' tentang seks kepada anak muda. Bahkan peran orangtua jauh
dibawah peran teman (51 persen). Tak heran memang mengingat film porno kini mudah diperoleh dan
harganya terjangkau.
"Sangat penting bagi orangtua untuk mengedukasi anak berusia 15-19 tahun mengenai seks," ungkap
sexual psychologist, Zoya Amirin saat ditemui dalam 'Sex Survey Presentation' di Four Season Hotel
(5/12).

Zoya menambahkan bahwa edukasi dini bagi anak teramat penting. Sebagai contoh, ajarkan anak laki-
laki Anda, saat anak sudah mengalami mimpi basah, anak harus tahu bahwa hal itu bisa membuatnya
menghamili seorang wanita dan setiap 2 jam sekali sperma berproduksi.

Sementara untuk anak perempuan, Zoya menjelaskan bahwa mereka perlu tahu bahwa wanita setiap
sebulan sekali mengalami menstruasi, yang mengakibatkan mereka mudah terangsang. Selain itu, anak
perempuan juga perlu diberikan lifeskill bagaimana cara mereka menolak saat diajak melakukan seks,
yang nantinya bisa menyebabkan kekerasan.

Survei ini menjelaskan pula dengan siapa anak muda melakukan hubungan intim, dimana 88 persen
dengan pacar, 9 persen sesama jenis (wanita) dan 8 persen dengan PSK (pria).

Waktu (rata-rata) 12 bulan setelah berpacaran juga dianggap waktu yang tepat untuk memulai
hubungan seks dan 57 persen responden mengakui bahwa seks terjadi tanpa adanya rencana
sebelumnya atau terjadi begitu saja.

"Hasil survei ini tidak boleh disimpulkan secara umum. Namun hasil survei ini sangat bermanfaat dan
dijadikan barometer untuk menambah informasi mengenai tingkah laku orang muda dan pengetahuan
akan seks yang aman" ungkap Todd Callahan selaku Country Director DKT Indonesia.

Dalam survei ini juga terungkap bahwa responden lebih memilih menggunakan kondom (62 persen)
untuk mendapatkan cara teraman saat bercinta.

Anda mungkin juga menyukai