Anda di halaman 1dari 2

Tugas 1

Senin, 23 September 2019

Farah Salsabila
1706073326
Penulisan Populer

SEBUAH KUTIPAN DARI BUKU YANG TAK AKAN PERNAH KUTULIS

Aku terbangun di kegelapan malam, entah pada paruh ke berapa dari malam itu, tapi
yang aku sadari semua yang ada di sekitarku sulit dilihat dalam gelap. Satu-satunya
pencahayaan yang ada berasal dari lampu-lampu kota yang menyala dari luar jendela berdebu
di sisi kiri ruangan. Aku terbaring pada sebuah kasur, di dalam kamar tidur yang tidak aku
kenali. Aku telentang, diselimuti oleh sebuah kain yang lusuh, membalut setengah dari
tubuhku. Aku menghela nafas dan berkedip perlahan. Mataku kemudian menatap langit-
langit kamar. Dalam kegelapan, plafon itu tampak berwarna abu, sedikit suram, tetapi
mungkin sebenarnya plafon itu berwarna putih, dan tetap terasa suram. Lalu, mataku
mengamati dinding yang ada di hadapanku, warnanya tidak jauh berbeda dari warna plafon
ruangan itu, tapi sedikit lebih gelap dan penuh dengan hiasan dinding, poster-poster yang
betebaran dari ujung ke ujung. Ada sebuah pintu, di sisi kanan ruangan. Pintu itu berwarna
putih dengan tungkai perak. Terlihat ada pencahayaan tepat di luar pintu, aku bisa melihatnya
dari celah antara pintu dan lantai kamar. Sepertinya ada orang di luar sana, atau mungkin
tidak, sangat sepi di luar pintu.

Aku memaksakan diri untuk duduk dan menyandarkan punggung di dinding yang ada
di belakangku. Kemudian aku merenung sejenak, apakah sebaiknya aku beranjak dari tempat
tidur atau tidak, mengetahui bahwa aku tidak tahu di mana aku berada, dan hal itu
membuatku merasa sedikit cemas. Tetapi aku sangat haus dan aku harus pergi dari sini. Aku
teringat akan telepon genggamku yang masih bersarang di dalam saku celana jeansku. Aku
mengeluarkannya dan bersyukur pada Tuhan karena masih menyala. Baterainya hanya 32%
dan jam menunjukkan pukul 3 dini hari. Di saat itu juga aku memutuskan untuk bangkit dari
tempat tidur. Secara perlahan aku letakkan kaki pada lantai kayu yang dingin. Suasana kamar
itu semakin terasa dingin dan suram. Mungkin karena AC butut yang ada di sisi kanan
ruangan itu dan karena lampunya masih mati. Haruskah aku menyalakan lampu?

Aku terhuyung sedikit ketika berjalan menuju saklar lampu yang ada di dekat pintu
dan menabrak sebuah meja yang terletak tidak jauh dari pintu kamar. Suara benturan itu
membuatku cemas, bagaimana jika seseorang dari luar pintu mendengarnya? Aku belum siap
untuk bertemu siapa pun pemilik dari kamar itu. Aku segera menyalakan lampu. Kamar yang
terlalu gelap itu mendadak menjadi sangat terang dan membuat kepalaku terasa berat, sakit
kepala rasanya. Apa yang telah aku lakukan sebelum berada di sini? Aku ingat aku minum di
sebuah pesta, namun pesta siapa yang tidak bisa aku ingat. Aku memejamkan mata dan
mengatur kembali napasku, menenangkan diriku sendiri.

Aku merasa sedikit tenang, membuka kedua mataku dan akhirnya aku bisa melihat
dengan jelas seisi ruanganan itu. Astaga, kamar yang cukup berantakan. Tampak lebih kecil
daripada yang aku kira. Meja belajar yang aku tabrak tadi penuh dengan buku-buku dan
tumpukan kertas yang tidak tersusun rapi. Ada cologne dan gel rambut di atas meja. Apakah
ini kamar seorang lelaki? Aku mengarahkan pandanganku ke lemari pakaian yang berbagi
dinding dengan tempat tidur. Tepat di atasnya ada sebuah cermin dan aku melihat diriku di
dalamnya, aku terlihat berantakan. Aku harus segera keluar dari sini. Di mana tasku? Aku
mengamati ruangan sekali lagi dan menemukan tasku duduk di dekat kaki tempat tidur. Aku
menghampiri kembali tempat tidur itu untuk mengambil tas, kemudian berpaling ke arah
pintu. Siapapun yang ada di luar sana, pemilik dari ruangan ini pasti punya penjelasan tentang
apa yang telah terjadi sebelum aku tertidur di kasur itu. Aku kembali berjalan menuju pintu,
dan memegang tungkainya. Apa pun situasi dan kondisi yang ada di balik pintu ini, aku harus
siap menghadapinya. Aku menarik napas yang dalam, membuka pintu, dan meninggalkan
ruangan itu tanpa menengok kembali.

Anda mungkin juga menyukai