Anda di halaman 1dari 4

Tugas 4

Senin, 4 November 2019

Farah Salsabila (1706073326)

TEMAN SEJATI AKAN SELALU KEMBALI

Sore itu, Seruni sangat gelisah, sebab dirinya terlalu larut dalam kesedihan, sedangkan
kuliahnya tidak terlalu diperhatikan. Jatah absennya sudah mulai menipis akibat ketidak
sanggupannya masuk kelas dari beberapa minggu yang lalu, dan ia jarang sekali mengerjakan
tugasnya, sampai-sampai banyak nilai hariannya yang kosong. Hal serupa itu kadang
membuat dirinya mengingat masa-masa di mana ia terlena akan kehidupan barunya selepas
SMA. Lingkungan yang nyaman dan pergaulan yang dahulu terasa menyenangkan membuat
dirinya sewaktu-waktu lupa bahwa ada kewajiban yang harus ia tuntaskan dengan
keberadaannya di kampus. Kini, ia menyesali semuanya.

***
Seruni adalah seorang anak kota yang bersekolah di salah satu SMA negeri ternama di
Jakarta Selatan. Dengan penuh rasa syukur, ia dapat diterima di universitas negeri terbaik di
ibukota. Selama masa SMA, ia tidak begitu serius dalam kegiatan akademiknya, begitulah
adanya ketika sedari SMA sudah terbawa arus pergaulan yang lebih mementingkan bermain
dibanding belajar. Akan tetapi, di sisi lain, Seruni dapat dengan bangganya menepuk
pundaknya sendiri karena usahanya dalam menggapai impian berkuliah di universitas
ternama itu tidak sia-sia, walau baru gencar belajar ketika mendekati hari ujian SBMPTN dan
juga Ujian Mandiri, namun impiannya tetap dapat ia capai dari hasil keringatnya sendiri.

Terpaksa Seruni harus berpisah dengan enam belas sahabat perempuannya serta
meninggalkan kenangan-kenangan manis semasa SMA-nya itu. Satu di antara keenam belas
sahabatnya tersebut merupakan yang paling dekat dengan dirinya, Della, berkuliah jauh di
Malang sana. Semua kisah yang saling mereka bagi pun berakhir ketika mereka sama-sama
memasuki masa menjadi mahasiswa. Seolah-olah mereka berdua sudah saling melupakan
setelah menginjakkan kaki di kampus masing-masing, dan mereka baik-baik saja dengan hal
itu. Terutama Seruni, yang sudah terlalu asyik bermain di dalam dunia barunya.

Menjadi mahasiswa baru adalah puncak semangat seorang Seruni menjadi mahasiswa,
terutama pada semester pertama perkuliahan. Pada awalnya, ia sangat rajin dan tidak pernah
absen kuliah. Nilainya baik dan tidak ada beban tugas yang menumpuk, sebab selalu ia
kerjakan tepat waktu. Kuliah di bidang humaniora sangatlah menyenangkan bagi dirinya,
namun seiring berjalannya waktu, pergaulan baru yang tak ada batasannya itu menjadi
pengaruh terbesar dalam kehidupannya.

Kala itu, setelah saling mengenal dari mengikuti komunitas supporter fakultas, Seruni
mulai memiliki sahabat-sahabat baru dalam hidupnya. Terlebih, sahabat-sahabat barunya
yang notabene orang ibukota itu memiliki kebiasaan yang mirip dengan dirinya. Saat itulah ia
terjerumus ke dalam pergaulan yang tidak sewajarnya, yang sebelunya pun tak ia sadari.
Seruni mulai sering nongrkong, pulang malam, dan juga bermabuk-mabukan. Hal tersebut
merupakan hal biasa ia lakukan di saat SMA dulu, namun kebiasaanya itu berdampak pada
kegiatan akademik di kampusnya tersebut.

Setelah melewati satu semester penuh dengan kegembiraan, pada akhirnya Seruni
harus menghadapi hal yang tidak terhindarkan sekaligus menyedihkan bagi dirinya.. Salah
satu mata kuliah wajib dari jurusannya itu ia tidak lulus, akibat dari jarangnya ia belajar dan
banyaknya ia bermain. Apa yang telah Seruni lalui bersama-sama dengan sahabat-sahabt
barunya selama itu, tidak berlaku pada permasalahan pribadinya ini. Mau tak mau, ia harus
kembali ke realita dan memperbaiki semuanya.

***
Ada gelisah setelah tiga tahun Seruni menjalani kehidupannya di kampus, ada gelisah
saat ia mengingat terakhir kalinya sahabat-sahabatnya itu memberi segelas minuman
beralkohol kepadanya. Menuangkannya dari botol ke gelas-gelas kosong. Seruni yang pada
hari itu sedang sangat rentan akhirnya tak sanggup lagi menahan tangis. Cukup sudah ia
menyimpan isi hati dan pikirannya sendiri. Ia teringat semasa SMA di mana satu sahabatnya
itu dapat selalu mendorong semangatnya kembali di kala seperti ini. Della, sahabatnya yang
mungkin tidak bisa ia jadikan solusi atas permasalahannya ini, tapi tetap saja, berbicara
dengannya dan dukungan yang menyeluruh mungkin bisa membantu kondisi Seruni saat ini.

Diangkatnya telepon genggam yang tergeletak di hadapannya itu, jemarinya mulai


mengutik di layarnya itu. Jam di telepon genggamnya itu menunjukkan pukul 7 malam.
Mungkin ini waktu yang tepat untuk langsung menelpon Della, pikirnya. Terdengar nada
sambung sepersekian detik, pada akhirnya suara itu terdengar oleh Seruni.

“Hey... Apa kabar Del? Hehehe..”

Kemudian Seruni tertawa kecil, merasa sedikit canggung karena sudah terlalu lama ia
tidak bercengkrama dengan Della, walau hanya sekadar melalui chat pun terlalu jarang
Seruni lakukan. Della membalas dengan tawaannya yang sama canggungnya tapi tetap
hangat.

“Hahaha, baik gue, lo yang apa kabar? Gila, udah lama banget gak ngobrol, tiba-tiba
muncul di layar hp gue…”

“Iya nih, pengen ngobrol aja sama sahabat gue yang satu ini, pengen cerita-cerita…”

“Wow, ada apa nih? Eh, tapi sebelum lo cerita gue ada kabar baik, lho. Gue hari
Jum’at ini balik ke Jakarta, hari Sabtu ketemuan yuk!”

Seruni terdiam sejenak. Kabar baik. Kabar yang amat sangat baik. Ini adalah
kesempatan yang tepat bagi dirinya. Ia merindukan kedekatan dengan sahabatnya itu, yang
kini memanggil-manggil namanya dari sisi lain telepon.

“Seruni, kok gak ada suaranya, sih…”

“Eh, iya, maaf… Hahaha, itu tadi gue bengong dikit, saking senangnya lo mau ke
Jakarta! Gimana kalau kita cerita-ceritanya nanti aja waktu ketemuan? Jujur, panjang banget
soalnya…”

“Ya sudah, gue juga pengennya gitu sih, hehehe… Pokoknya tunggu gue ya, lusa gue
balik! Sabtu ketemuan di café biasa aja ya? Tapi, jangan terlalu sore.”

“Iya, siap! Kalau jam 2 siang, gimana?”

“Oke, hari Sabtu, jam 2 siang, jangan telat! Kebiasaan lo kan, telat mulu.”

“Hahaha, iya, iya, gak telat deh…”

“Oke, sampai jumpa nanti! Kangen nih. Dah!”

“Gue juga, hehe, dah!”

Nada terputus. Pembiaraan yang walau hanya sebentar, namun dapat mulai melegakan
diri Seruni. Semakin malam, ia mulai merasa lebih tenang, ia sangat tak sabar untuk bertemu
teman lamanya itu. Kemudian, terbayang olehnya apa yang akan ia ceritakan kepada Della,
segalanya, baik dan buruknya, dari awal hingga akhir. Seruni pun tidur dengan nyenyak
malam itu.

***
Lonceng kecil pada pintu café berbunyi, menandakan ada lagi pelanggan datang yang
ingin menghabiskan sore harinya di tempat itu. Seruni masih tenggelam dalam lamunannya
ketika seseorang dengan nyamannya duduk di kursi kosong di hadapannya, membuat dirinya
tersentak. Rupanya orang itu Della, memerhatikan Seruni sembari menggelengkan kepala.

“Bengong aja lo, kebiasaan.”

“Hehehe, tapi gak telat kan gue, Del.”

“Tumben banget! Biasanya orang bisa nunggu lo sejam lebih. Salut gue, hari ini lo
bisa duluan sampai.”

“Iya, kan, gue kangeeen banget sama lo, Del.”

Mulailah perbincangan mereka dari situ. Seruni benar-benar memberi tahu sahabatnya
itu akan segala suka dan duka yang telah dialaminya selama ini. Bagaimana pada awalnya
semua berjalan dengan ringan, namun karena terlena akan kebaruan dunianya, akhirnya
Seruni terjatuh ke dalam lubang, lubang kegagalan. Kemudian, Seruni menceritakan
bagaimana ia telah berusaha memperbaiki segalanya, ia mulai menjauh dari teman-temannya
itu, yang membawanya ke hal-hal negatif, dan mecoba hal baru di kampus. Seruni mulai
membuka diri untuk ikut organisasi seperti BEM, ia juga ikut berbagai kepanitiaan, mulai
dari kepanitiaan tingkah jurusan hingga tingkat fakultas. Segalanya ia usahakan untuk
menjadi pribadi yang lebih baik. Hanya saja, belakangan ini Seruni merasa sedang tidak baik-
baik saja.

Della mendengarkan semua dengan seksama, tidak pernah sekalipun menghakimi


Seruni atas apa saja yang telah ia lakukan. Memberi Seruni nasihat juga solusi yang mungkin
dapat membantu, serta mendukung Seruni selalu, dari SMA hingga kini. Della pun gantian
bercerita, berbagi kisah suka dan duka yang telah dialaminya sendiri. Bagaimana Della
dengan susah payah berusaha untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan dan kehidupan
kampus yang baru. Betapa menyesalnya ia tidak mencoba sendiri untuk menjangkau Seruni,
di saat ia sendiri membutuhkan temannya itu. Mereka bercengkrama dengan penuh perasaan,
dengan penuh kerinduan. Pada akhirnya, mereka sama-sama memahami bahwa meskipun
hidup terkadang tampak sulit untuk dilalui, tetapi dengan adanya teman, teman sejati lebih
tepatnya, terpisah akan jarak maupun tidak, semua dapat terasa baik kembali jika hubungan
dengannya tetap terjaga. Teman sejati akan selalu kembali, terlepas dari segalanya yang telah
terjadi.

Anda mungkin juga menyukai