Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE HAEMORAGIK
Dilanjutkan untuk memenuhi tugas praktek belajar klinik (PBK) KGD
Dosen pembimbing : Ibu Titin Supriatin,Ners.,M.Kep.

Disusun Oleh:

Gina Astuti
19066
TINGKAT 3B

KELOMPOK 11

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ahmad Dahlan Cirebon

Jl. Walet No.21, Kertawinangun, Kedawung, Cirebon, Jawa Barat 45153


2022/2023
1. Definisi
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa
kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak
(Junaidi, 2011). Stroke merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler yang
berpengaruh terhadap arteri utama menuju dan berada di otak (National Stroke
Association, 2012). Stroke juga bisa diartikan sebagai gejala–gejala defisit fungsi
susunan saraf yang diakibatkan penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh lainnya
(Adib, 2009).

Stroke hemoragik disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah arteri ke otak


sehingga terhalangnya suplai darah menuju otak. Penyebab arteri pecah tersebut
misalnya tekanan darah yang mendadak tinggi dan atau oleh stress psikis berat
(Junaidi, 2011).
Tekanan darah tinggi / hipertensi merupakan faktor risiko paling penting berdasarkan
derajat risiko terjadinya stroke. Menurut Tarwoto (2013), 50- 70% kasus stroke
disebabkan karena hipertensi. Faktor lain nya seperti merokok, hiperlipidemia,
fibrilasi atrium, penyakit jantung iskemik, penyakit katup jantung dan diabetes
(Goldszmith, 2013). Berdasarkan data prevalensi hipertensi sebagai faktor risiko
utama yang makin meningkat di Indonesia yaitu sekitar 95%, maka para ahli
epidemiologi meramalkan bahwa saat ini dan masa yang akan datang sekitar 12 juta
penduduk Indonesia yang berumur diatas 35 tahun mempunyai potensi terkena stroke
(Yastroki dalam Sikawin 2013).

   Menurut    World Health Organization (WHO) stroke adalah manifestasi


klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun global, yang berlangsung
dengan cepat dan lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian tanpa
ditemukannya penyakit selain daripada gangguan vaskular.1 Berdasarkan kelainan
patologisnya, stroke dapat dibedakan menjadi dua, yaitu stroke hemoragik dan stroke
non hemoragik (stroke iskemik). Stroke hemoragik diakibatkan oleh pecahnya
pembuluh darah di otak, sedangkan stroke non hemoragik disebabkan oleh oklusi
pembuluh darah otak yang kemudian menyebabkan terhentinya pasokan oksigen dan
glukosa ke otak.

2. Etiologi
Terhalangnya suplai darah ke otak pada stroke perdarahan (stroke hemoragik)
disebabkan oleh arteri yang mensuplai darah ke otak pecah. Penyebabnya misalnya
tekanan darah yang mendadak tinggi dan atau oleh stress psikis berat. Peningkatan
tekanan darah yang mendadak tinggi juga dapat disebabkan oleh trauma kepala atau
peningkatan tekanan lainnya, seperti mengedan, batuk keras, mengangkat beban, dan
sebagainya. Pembuluh darah pecah umumnya karena arteri tersebut berdinding tipis
berbentuk balon yang disebut aneurisma atau arteri yang lecet bekas plak
aterosklerotik (Junaidi, 2011). Selain hal-hal yang disebutkan diatas, ada faktor-faktor
lain yang menyebabkan stroke (Arum, 2015) diantaranya :

a. Faktor Resiko Medis Faktor risiko medis yang memperparah stroke adalah:
1) Arteriosklerosis (pengerasan pembuluh darah)
2) Adanya riwayat stroke dalam keluarga (factor keturunan)
3) Migraine (sakit kepala sebelah)

b. Faktor Resiko Pelaku


Stroke sendiri bisa terjadi karena faktor risiko pelaku. Pelaku menerapkan
gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat. Hal ini terlihat pada :
1) Kebiasaan merokok
2) Mengosumsi minuman bersoda dan beralkohol
3) Suka menyantap makanan siap saji (fast food/junkfood)
4) Kurangnya aktifitas gerak/olahraga
5) Suasana hati yang tidak nyaman, seperti sering marah tanpa alasan
yang jelas.

c. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi


1) Hipertensi (tekanan darah tinggi) Tekanan darah tinggi merupakan
peluang terbesar terjadinya stroke. Hipertensi mengakibatkan adanya
gangguan aliran darah yang mana diameter pembuluh darah akan
mengecil sehingga darah yang mengalir ke otak pun berkurang.
Dengan pengurangan aliran darah ke otak, maka otak kekurangan
suplai oksigen dan glukosa, lama kelamaan jaringan otak akan mati.
2) Penyakit Jantung Penyakit jantung seperti koroner dan infark miokard
(kematian otot jantung) menjadi factor terbesar terjadinya stroke.
Jantung merupakan pusat aliran darah tubuh. Jika pusat pengaturan
mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh pun menjadi
terganggu, termasuk aliran darah menuju otak. Gangguan aliran darah
itu dapat mematikan jaringan otak secara mendadak ataupun bertahap.
3) Diabetes Melitus Pembuluh darah pada penderita diabetes melitus
umumnya lebih kaku atau tidak lentur. Hal ini terjadi karena adanya
peningkatan atau penurunan kadar glukosa darah secara tiba-tiba
sehingga dapat menyebabkan kematian otak.
4) Hiperkolesterlemia Hiperkolesterolemia adalah kondisi dimana kadar
kolesterol dalam darah berlebih. LDL yang berlebih akan
mengakibatkan terbentuknya plak pada pembuluh darah. Kondisi
seperti ini lama kelamaan akan menganggu aliran darah, termasuk
aliran darah ke otak.
5) Obesitas Obesitas atau overweight (kegemukan) merupakan salah satu
faktor terjadinya stroke. Hal itu terkait dengan tingginya kadar
kolesterol dalam darah. Pada orang dengan obesitas, biasanya kadar
LDL (Low-Density Lipoprotein) lebih tinggi dibanding kadar HDL
(High-Density Lipoprotein). Untuk standar Indonesia, seseorang
dikatakan obesitas jika indeks massa tubuhnya melebihi 25 kg/m.
sebenarnya ada dua jenis obesitas atau kegemukan yaitu obesitas
abdominal dan obesitas perifer. Obesitas abdominal ditandai dengan
lingkar pinggang lebih dari 102 cm bagi pria dan 88 cm bagi wanita
6) Merokok Menurut berbagai penelitian diketahui bahwa orang-orang
yang merokok mempunyai kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi
dibanding orang-orang yang tidak merokok. Peningkatan kadar
fibrinogen mempermudah terjadinya penebalan pembuluh darah
sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku. Karena pembuluh
darah menjadi sempit dan kaku, maka dapat menyebabkan gangguan
aliran darah.

d. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi


1) Usia Semakin bertambahnya usia, semakin besar resiko terjadinya
stroke. Hal ini terkait dengan degenerasi (penuaan) yang terjadi secara
alamiah. Pada orang-orang lanjut usia, pembuluh darah lebih kaku
karena banyak penimbunan plak. Penimbunan plak yang berlebih akan
mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke tubuh, termasuk otak.
2) Jenis Kelamin Dibanding dengan perempuan, laki-laki cenderung
beresiko lebih besar mengalami stroke. Ini terkait bahwa laki-laki
cenderung merokok. Bahaya terbesar dari rokok adalah merusak
lapisan pembuluh darah pada tubuh.
3) Riwayat Keluarga Jika salah satu anggota keluarga menderita stroke,
maka kemungkinan dari keturunan keluarga tersebut dapat mengalami
stroke. Orang dengan riwayat stroke pada keluarga memiliki resiko
lebih besar untuk terkena stroke disbanding dengan orang yang tanpa
riwayat stroke pada keluarganya.
4) Perbedaan Ras Fakta terbaru menunjukkan bahwa stroke pada orang
Afrika Karibia sekitar dua kali lebih tinggi daripada orang non-Karibia.
Hal ini dimungkinkan karena tekanan darah tinggi dan diabetes lebih
sering terjadi pada orang afrika-karibia daripada orang non Afrika
Karibia. Hal ini dipengaruhi juga oleh factor genetik dan faktor
lingkungan.

3. Patofisiologi
Otak merupakan bagian tubuh yang sangat sensisitif oksigen dan glukosa
karena jaringan otak tidak dapat menyimpan kelebihan oksigen dan glukosa seperti
halnya pada otot. Meskipun berat otak sekitar 2% dari seluruh badan, namun
menggunakan sekitar 25% suplay oksigen dan 70% glukosa. Jika aliran darah ke otak
terhambat maka akan terjadi iskemia dan terjadi gangguan metabolisme otak yang
kemudian terjadi gangguan perfusi serebral. Area otak disekitar yang mengalami
hipoperfusi disebut penumbra. Jika aliran darah ke otak terganggu, lebih dari 30 detik
pasien dapat mengalami tidak sadar dan dapat terjadi kerusakan jaringan otak yang
permanen jika aliran darah ke otak terganggu lebih dari 4 menit (Tarwoto, 2013).
Untuk mempertahankan aliran darah ke otak maka tubuh akan melakukan dua
mekanisme tubuh yaitu mekanisme anatomis dan mekanisme autoregulasi.
Mekanisme anastomis berhubungan dengan suplai darah ke otak untuk pemenuhan
kebutuhan oksigen dan glukosa. Sedangkan mekanisme autoregulasi adalah
bagaimana otak melakukan mekanisme/usaha sendiri dalam menjaga keseimbangan.
Misalnya jika terjadi hipoksemia otak maka pembuluh darah otak akan mengalami
vasodilatasi (Tarwoto, 2013).
4. Manifestasi klinis
Menurut Tarwoto (2013), manifestasi klinis stroke tergantung dari sisi atau bagian
mana yang terkena, rata-rata serangan, ukuran lesi dan adanya sirkulasi kolateral.
Pada stroke hemoragik, gejala klinis meliputi:
1) Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparise) atau hemiplegia
(paralisis) yang timbul secara mendadak. Kelumpuhan terjadi akibat adanya
kerusakan pada area motorik di korteks bagian frontal, kerusakan ini bersifat
kontralateral artinya jika terjadi kerusakan pada hemisfer kanan maka
kelumpuhan otot pada sebelah kiri. Pasien juga akan kehilangan kontrol otot
vulenter dan sensorik sehingga pasien tidak dapat melakukan ekstensi maupun
fleksi.
2) Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan Gangguan
sensibilitas terjadi karena kerusakan system saraf otonom dan gangguan saraf
sensorik.
3) Penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma), terjadi
akibat perdarahan, kerusakan otak kemudian menekan batang otak atau
terjadinya gangguan metabolik otak akibat hipoksia
4) Afasia (kesulitan dalam bicara) Afasia adalah defisit kemampuan komunikasi
bicara, termasuk dalam membaca, menulis dan memahami bahasa. Afasia
terjadi jika terdapat kerusakan pada area pusat bicara primer yang berada pada
hemisfer kiri middle sebelah kiri. Afasia dibagi menjadi 3 yaitu afasia
motorik,sensorik dan afasia global. Afasia motorik atau ekspresif terjadi jika
area pada area Broca, yang terletak pada lobus frontal otak. Pada afasia jenis
ini pasien dapat memahami lawan bicara tetapi pasien tidak dapat
mengungkapkan dan kesulitan dalam mengungkapkan bicara. Afasia sensorik
terjadi karena kerusakan pada area Wernicke, yang terletak pada lobus
temporal. Pada afasia sensori pasien tidak dapat menerima stimulasi
pendengaran tetapi pasien mampu mengungkapkan pembicaraan. Sehingga
respon pembicaraan pasien tidak nyambung atau koheren. Pada afasia global
pasien dapat merespon pembicaraan baik menerima maupun mengungkapkan
pembicaraan.
5) Disatria (bicara cedel atau pelo) Merupakan kesulitan bicara terutama dalam
artikulasi sehingga ucapannya menjadi tidak jelas. Namun demikian, pasien
dapatmemahami pembicaraan, menulis, mendengarkan maupun membaca.
Disartria terjadi karena kerusakan nervus cranial sehingga terjadi kelemahan
dari otot bibir, lidah dan laring. Pasien juga terdapat kesulitan dalam
mengunyah dan menelan.
6) Gangguan penglihatan, diplopia Pasien dapat kehilangan penglihatan atau juga
pandangan menjadi ganda, gangguan lapang pandang pada salah satu sisi. Hal
ini terjadi karena kerusakan pada lobus temporal atau parietal yang dapat
menghambat serat saraf optik pada korteks oksipital. Gangguan penglihatan
juga dapat disebabkan karena kerusakan pada saraf cranial III, IV dan VI.
7) Disfagia Disfagia atau kesulitan menelan terjadi karena kerusakan nervus
cranial IX. Selama menelan bolus didorong oleh lidah dan glottis menutup
kemudian makanan masuk ke esophagus
8) Inkontinensia Inkontinensia baik bowel maupun badder sering terjadi karena
terganggunya saraf yang mensarafi bladder dan bowel.
9) Vertigo, mual, muntah, nyeri kepala, terjadi karena peningkatan tekanan
intrakranial, edema serebri.

5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada Stroke Hemoragik menurut Muttaqin, (2008) yaitu:
1) Angiografi Serebral: Menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan atau obstruksi arteri
2) Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT): Untuk mendeteksi
luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi, melokalisasi, dan
mengukur stroke( sebelum nampak oleh pemindaian CT-Scan)
3) CT Scan: Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara
pasti
4) MRI : Menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi dan besar
terjadinya perdarahan otak hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi
dan infrak akibat dari hemoragik
5) EEG: Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infrak sehingga menurunnya implus listrik dalam
jaringan otak
6) Pemeriksaan Laboratorium : Darah rutin, gula darah, urin rutin, cairan
serebrospinal, AGD, biokimia darah, elektrolit.
6. Komplikasi
kompilasi Stroke Hemoragik menurut Sudoyo, (2009) yaitu:
1) Hipoksi Serebral Diminimalkan dengan memberikan oksigenasi darah adekuat
di otak
2) Penurunan aliran darah serebral Tergantung pada tekanan darah curah jantung,
dan integritas pembuluh darah.
3) Embolisme Serebral Dapat terjadi setelah infrak miokard atau fibrilasi atrium
atau dapat berasal dari katup jantung prostetik.
4) Distritmia Dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan
penghentian trombus local

7. Penatalaksanaan medis
Menurut Tarwoto (2013), penatalaksanaan stroke terbagi atas :
a. Penatalaksanaan umum
1) Pada fase akut
a. Terapi cairan, stroke beresiko terjadinya dehidrasi karena penurunan
kesadaran atau mengalami disfagia. Terapi cairan ini penting untuk
mempertahankan sirkulasi darah dan tekanan darah. The American Heart
Association sudah menganjurkan normal saline 50 ml/jam selama jam-jam
pertama dari stroke iskemik akut. Segera setelah stroke hemodinamik
stabil, terapi cairan rumatan bisa diberikan sebagai KAEN 3B/KAEN 3A.
Kedua larutan ini lebih baik pada dehidrasi hipertonik serta memenuhi
kebutuhan hemoestasis kalium dan natrium. Setelah fase akut stroke,
larutan rumatan bisa diberikan untuk memelihara hemoestasis elektrolit,
khususnya kalium dan natrium.
b. Terapi oksigen, pasien stroke iskemik dan hemoragik mangalami
gangguan aliran darah ke otak. Sehingga kebutuhan oksigen sangat penting
untuk mengurangi hipoksia dan juga untuk mempertahankan metabolism
otak. Pertahankan jalan napas, pemberian oksigen, penggunaan ventilator,
merupakan tindakan yang dapat dilakukan sesuai hasil pemeriksaan analisa
gas darah atau oksimetri
c. Penatalaksanaan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK) Peningkatan
intra cranial biasanya disebabkan karena edema serebri, oleh karena itu
pengurangan edema penting dilakukan misalnya dengan pemberian
manitol, control atau pengendalian tekanan darah
d. Monitor fungsi pernapasan : Analisa Gas Darah
e. Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG
f. Evaluasi status cairan dan elektrolit g) Kontrol kejang jika ada dengan
pemberian antikonvulsan, dan cegah resiko injuri
g. Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi labung dan
pemberian makanan
h. Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan
i. Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan pupil,
fungsi sensorik dan motorik, nervus cranial dan reflex
2) Fase rehabilitasi
a. Pertahankan nutrisi yang adekuat
b. Program manajemen bladder dan bowel
c. Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi (ROM)
d. Pertahankan integritas kulit
e. Pertahankan komunikasi yang efektif
f. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
g. Persiapan pasien pulang
3) Pembedahan Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm
atau volume lebih dari 50 ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan
ventrikuloperitoneal bila ada hidrosefalus obstrukis akut.
4) Terapi obat-obatan
a. Antihipertensi : Katropil, antagonis kalsium
b. Diuretic : manitol 20%, furosemid
c. Antikolvusan : fenitoin
Sedangkan menurut Batticaca (2008), terapi perdarahan dan perawatan
pembuluh darah pada pasien stroke perdarahan adalah :
a. Antifibrinolitik untuk meningkatkan mikrosirkulasi dosis kecil
1. Aminocaproic acid 100-150 ml% dalama cairan isotonic 2 kali
selama 3-5 hari, kemudian 1 kali selama 1-3 hari
2. Antagonis untuk pencegahan permanen : Gordox dosis pertama
300.000 IU kemudian 100.000 IU 4 kali perhar i IV ; Contrical
dosis pertama 30.000 ATU, kemudaian 10.000 ATU 2 kali per hari
selama 5-10 hari
b. Natrii Etamsylate (Dynone) 250 mg x 4 hari IV sampai 10 hari
c. Kalsium mengandung obat ; Rutinium, Vicasolum, Ascorbicum
d. Profilaksis Vasospasme
1. Calcium-channel antagonis (Nimotop 50 ml [10 mg per hari IV
diberikan 2 mg per jam selama 10-14 hari)
2. Berikan dexason 8 4 4 4 mg IV (pada kasus tanpa DM, perdarahan
internal, hipertensi maligna) atau osmotic diuretic (dua hari sekali
Rheugloman (Manitol) 15% 200 ml IV diikuti oleh 20 mg Lasix
minimal 10-15 hari kemudian
8. Pengkajian
a. Identitas pasien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor
register, diagnose medis.

b. Keluhan utama
Keluhan yang didapatkan biasanya gangguan motorik kelemahan anggota gerak
sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi, nyeri kepala,
gangguan sensorik, kejang, penurunan kesadaran.

c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Keadaan ini berlangsung secara mendadak baik sedang melakukan
aktivitas ataupun tidak sedang melakukan aktivitas. Gejala yang muncul
seperti mual, nyeri kepala, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar,
kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Adapun riwayat kesehatan dahulu yaitunya memiliki riwayat hipertensi,
riwayat DM, memiliki penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala,
riwayat kotrasepsi oral yang lama, riwayat penggunan obat-obat anti
koagulasi, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
3) Riwayat Penyakit Keluarga.
Adanya riwayat keluarga dengan hipertensi, adanya riwayat DM, dan
adanya riwayat anggota keluarga yang menderita stroke.
4) Riwayat Psikososial
Adanya keadaan dimana pada kondisi ini memerlukan biaya untuk
pengobatan secara komprehensif, sehingga memerlukan biaya untuk
pemeriksaan dan pengobatan serta perawatan yang sangat mahal dapat
mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga

d. Pemeriksaan fisik
1. Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran samnolen, apatis,
sopor, soporos coma, hingga coma dengan GCS < 12 pada awal terserang
stroke. Sedangkan pada saat pemulihan biasanya memiliki tingkat kesadaran
letargi dan compos metis dengan GCS 13-15.
Tingkat kesadaran berdasarkan skala nilai dari skor yang didapat dari
penilaian GCS klien :
a. Nilai GCS Composmentis : 15 – 14
b. Nilai GCS Apatis : 13 – 12
c. Nilai GCS Derilium : 11 – 10
d. Nilai GCS Somnolen : 9 – 7
e. Nilai GCS Semi Coma : 4
f. Nilai GCS Coma : 3

2. Skala Koma Glasgow


Pada keadaan perawatan sesungguhnya dimana waktu untuk mengumpulkan
data sangat terbatas, Skala koma Glasgow dapat memberikan jalan pintas yang
sangat berguna.
Skala Koma Glasgow
Respon Membuka Mata Nilai
Spontan 4
Terhadap bicara 3
Terhadap nyeri 2
Tidak ada respon 1

Respon Verbal Nilai


Terorientasi 5
Percakapan yang membingungkan 4
Penggunaan kata-kata yang tidak 3
sesuai
Suara menggumam 2
Tidak ada respon 1

Respon Motorik Nilai


Mengikuti perintah 6
Menunjuk tempat ransangan 5
Menghindar dari stimulus 4
Fleksi abnormal (dekortikasi) 3
Ekstensi abnormal (deserebrasi) 2
Tidak ada respon 1

3. Tanda-tanda Vital
 Tekanan darah Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki
riwayat tekanan darah tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole
> 80
 Nadi Biasanya nadi normal
 Pernafasan Biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan
pada bersihan jalan napas
 Suhu Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke
hemoragik

4. Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah

5. Wajah
Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V (Trigeminal) :
biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan pada pasien koma, ketika
diusap kornea mata dengan kapas halus, klien akan menutup kelopak mata.
Sedangkan pada Nervus VII (facialis) : biasanya alis mata simetris, dapat
mengangkat alis, mengernyitkan dahi, mengernyitkan hidung,
menggembungkan pipi, saat pasien menggembungkan pipi tidak simetris kiri
dan kanan tergantung lokasi lemah dan saat diminta mengunyah pasien
kesulitan untuk mengunyah.

6. Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, kelopak
mata tidak oedema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus) : biasanya luas
pandang baik 90°, visus 6/6. Pada nervus III (okulomotoris) : biasanya
diameter pupil 2mm/2mm, pupil kadang isokor dan anisokor, palpebra dan
reflek kedip dapat dinilai jika pasien bisa membuka mata . Nervus IV
(troklearis) : biasanya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke atas dan
bawah. Nervus VI (abdusen) : biasanya hasil nya pasien dapat mengikuti arah
tangan perawat ke kiri dan kanan

7. Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada pernapasan
cuping hidung. Pada pemeriksan nervus I (olfaktorius) : kadang ada yang bisa
menyebutkan bau yang diberikan perawat namun ada juga yang tidak, dan
biasanya ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda dan pada nervus
VIII (akustikus) : biasanya pada pasien yang tidak lemah anggota gerak atas,
dapat melakukan keseimbangan gerak tangan-hidung

8. Mulut dan gigi Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma
akan mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada
pemeriksaan nervus VII (facialis) : biasanya lidah dapat mendorong pipi kiri
dan kanan, bibir simetris, dan dapat menyebutkan rasa manis dan asin. Pada
nervus IX (glossofaringeal) : biasanya ovule yang terangkat tidak simetris,
mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat merasakan rasa
asam dan pahit. Pada nervus XII (hipoglasus) : biasanya pasien dapat
menjulurkan lidah dan dapat dipencongkan ke kiri dan kanan namun artikulasi
kurang jelas saat bicara

9. Telinga Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan
nervus VIII (akustikus) : biasanya pasien kurang bisa mendengarkan gesekan
jari dari perawat tergantung dimana lokasi kelemahan dan pasien hanya dapat
mendengar jika suara keras dan dengan artikulasi yang jelas

10. Leher Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : biasanya pasien stroke hemragik
mengalami gangguan menelan. Pada peemeriksaan kaku kuduku biasanya (+)
dan bludzensky 1 (+)

11. Thorak
a. Paru-paru
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan
Palpasi : biasanya fremitus sam aantara kiri dan kanan
Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor)
Auskultasi: biasanya suara normal (vesikuler)

b. Jantung
Isnpeksi : biasanya iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba
Perkusi : biasanya batas jantung normal
Auskultasi: biasanya suara vesikuler

12. Abdomen
Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
Auskultasi: biasanya biasanya bising usus pasien tidak terdengar.
Pada pemeriksaan reflek dinding perut, pada saat perut pasien digores
biasanya pasien tidak merasakan apa-apa.

13. Ekstremitas
a. Atas Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT biasanya
normal yaitu < 2 detik.Pada pemeriksaan nervus XI (aksesorius) : biasanya
pasien stroke hemoragik tidak dapat melawan tahanan pada bahu yang
diberikan perawat. Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat siku diketuk
tidak ada respon apa-apa dari siku, tidak fleksi maupun ekstensi (reflek
bicep (-)) dan pada pemeriksaan tricep respon tidak ada fleksi dan supinasi
(reflek bicep (-)). Sedangkan pada pemeriksaan reflek hoffman tromer
biasanya jari tidak mengembang ketika diberi reflek (reflek Hoffman
tromer (+)).
b. Bawah Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeriksaan bluedzensky I
kaki kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada saat telapak kaki digores
biasanya jari tidak mengembang (reflek babinsky (+)). Pada saat dorsum
pedis digores biasanya jari kaki juga tidak beresponn (reflek caddok (+)).
Pada saat tulang kering digurut dari atas ke bawah biasanya tidak ada
respon fleksi atau ekstensi (reflek openheim (+)) dan pada saat betis
diremas dengan kuat biasanya pasien tidak merasakan apa-apa (reflek
gordon (+)). Pada saat dilakukan reflek patella biasanya femur tidak
bereaksi saat di ketukkan (reflek patella (+)).

Nilai kekuatan otot


Respon Nilai
Tidak dapat sedikitpun kontraksi otot, 0
lumpuh total
Terdapat sedikit kontraksi otot, namun 1
tidak didapatkan gerakan pada
persendian yang harus digerakkan oleh
otot tersebut
Didapatkan gerakan , tapi gerakan 2
tidak mampu melawan gaya berat
(gravitasi)
Dapat mengadakan gerakan melawan 3
gaya berat
Disamping dapat melawan gaya berat 4
ia dapat pula mengatasi sedikit
tahanan yang diberikan
Tidak ada kelumpuhan (normal) 5

9. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuskuler dan kelemahan anggota
gerak
2. Gangguan komunikasi verbal b/d penurunan sirkulasi serebral, dan gangguan
neuromuskuler
3. Resiko perfusi serebral tidak efektif b/d penurunan kinerja ventrikel kiri, tumor
otak, cidera kepala, infark miokard akut, hipertensi dan hiperkolesteronemia.

10. Intervensi keperawatan


N Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional
o keperawatan hasil
1. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan 1.Monitor 1. Untuk
fisik b/d gangguan Tindakan asuhan frekuensi mengetahui
neuromuskuler dan keperawatan selama jantung dan frekuemsi
kelemahan anggota 3x24 jam diharapkan tekanan neomuskuler
gerak rasa nyeri terkontrol darah
dengan kriteria hasil : sebelum 2. Untuk
1. Pergerakan memulai meningkatkan
ekstremitas mobilisasi penyembuhan
meningkat
2. Kekuatan otot 2.Ajarkan 3.Untuk
meningkat mobilisasi mempercepat
3. Rentang sederhana proses
gerak( ROM) yang harus penyembuhan
meningkat dilakukan
4. Kelemahan fisik (mis:
menurun duduk
diatas
tempat
tidur)

3.Lakukan
mobilisasi
dini
2. Gangguan Setelah dilakukan 1.Ajarkan 1. Untuk
komunikasi verbal Tindakan asuhan berbicara melatih klien
b/d penurunan keperawatan selama perlahan agar bisa
sirkulasi serebral, 3x24 jam diharapkan berbicar
dan gangguan rasa nyeri terkontrol 2. Monitor sedikit demi
neuromuskuler dengan kriteria hasil : frustasi, sedikit
1. Kemampuan marah,
berbicara depresi, 2.Mengevalua
meningkat atau hal si adanya
2. Kemampuan lain yang gangguan
mendengar menggangg bicara
meningkat u bicara
3. Kesesuaian 3.Agar
ekspresi wajah/ 3. Ajarkan keluarga
tubuh meningkat pasien dan mampu
4. Pelo menurun keluarga mengajarkan
5. Pemahaman proses kemampuan
komunikasi kognitif bicara kepada
membaik dengan klien
kemampua
n berbicara
3. Resiko perfusi Setelah dilakukan 1.Identifika 1. Untuk
serebral tidak efektif Tindakan asuhan si penyebab mengkaji
b/d penurunan keperawatan selama peningkata status
kinerja ventrikel kiri, 3x24 jam diharapkan n TIK neurologis
tumor otak, cidera rasa nyeri terkontrol
kepala, infark dengan kriteria hasil : 2. Monitor 2.Untuk
miokard akut, 1. Tingkat tingkat mengetahui
hipertensi dan kesadaran kesadaran tingkat
hiperkolesteronemia. kognitif kesadarn
meningkat 3. Monitor
2. Gelisah menurun respons 3.untuk
3. Tekanan babinski mengetahui
intrakranial respon klien
menurun
4. Kesadaran
membaik

11. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana
asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu pasien
mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Asmadi, 2008). Implementasi keperawatan
terdiri dari beberapa komponen:
a. Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan
b. Diagnosis keperawatan
c. Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan
d. Tanda tangan perawat pelaksana

12. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah penilaian terakhir keperawatan yang didasarkan pada
tujuan keperawatan yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan
keperawatan didasarkan pada perubahan perilaku dan kriteria hasil yang telah
ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi ada individu (Nursalam, 2008). Evaluasi
keperawatan dilakukan dalam bentuk pendekatan SOAP. Evaluasi keperawatan terdiri
dari beberapa komponen yaitu:
a. Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan
b. Diagnosis keperawatan
c. Evaluasi keperawatan

13. Daftar Pustaka


Adib, M. 2009. Cara mudah memahami & menghindari hipertensi jantung dan
stroke. Yogyakarta: Dianloka
Arum, S.P. 2015. Stroke kenali, cegah dan obati. Yogyakarta: EGC
Goldszmith, Adrian, dkk. 2013. Stroke esensial edisi 2. Jakarta: PT.Indeks
Junaidi, I. 2011. Stroke waspadai ancamannya. Yogyakarta: PT.Andi
Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakrta: Selemba Medika.
Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Tarwoto. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, gangguan sistem persarafan. Jakarta:
CV.Sagung Seto.
World Health Organization. (2016). Noncommunicable Disease Country Profil
Indonesia. Retrieved from http://www.who.int/countries/idn_en.pdf?ua=1
World Health Organization. Cerebrovascular disorders: a clinical and research
classification. Geneva: World Health Organization; 1978

Anda mungkin juga menyukai