Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE HAEMOROGIK + HIPERTENSI

Di Susun Oleh :
Mela Rahma Yanti (19077)
Tingkat 3B
Kelompok 12

STIKES AHMAD DAHLAN CIREBON

Jl.Walet No.21,kertawinangun, kedawung,Cirebon,jawa Barat 45153

2021/2022
1) Definisi

Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang


diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah
kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer and
Bare, 2002). Menurut Doenges (2000) stroke/penyakit serebrovaskuler
menunjukan adanya beberapa kelainan otak baik secara fungsional maupun
struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari pembuluh darah
serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak.

Menurut Batticaca (2008) stroke adalah suatu keadaan yang timbul


karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya
kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita
kelumpuhan atau kematian. menurut Corwin (2009) ada dua klasifikasi umum
cedera vascular serebral (stroke) yaitu iskemik dan hemoragik. Stroke iskemik
terjadi akibat penyumbatan aliran darah arteri yang lama kebagian otak.
Stroke Hemoragik terjadi akibat perdarahan dalam otak.

Jadi stroke hemoragik adalah suatu keadaan kehilangan fungsi otak


yang diakibatkan oleh perdarahan dalam otak sehingga mengakibatkan
seseorang menderita kelumpuhan atau kematian.
2) Etiologi
Menurut Muttaqin (2008) perdarahan intracranial atau intraserebri meliputi
perdarahan di dalam ruang subarachnoid atau di dalam jaringan otak sendiri.
Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh
darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat
mengakibatkan penekanan, pergesaran, dan pemisahan jaringan otak yang
berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan sehingga terjadi
infark otak, edema, dan mungkin herniasi otak.
Penyebab perdarahan otak yang paling umum terjadi:
 Aneurisma (dilatasi pembuluh darah) berry, biasanya defek congenital
 Aneurisma fusiformis dari aterosklerosis
 Aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis.
 Malformasi arteriovena, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah
arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena
 Rupture arteriol serebri, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan
dan degenerasi pembuluh darah.

Adapun penyebab stroke hemoragik sangat beragam menurut Ropper et al (2005),


yaitu:

 Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)


 Ruptur kantung aneurisma
 Ruptur malformasi arteri dan vena
 Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)
 Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan
fungsi hati, komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan,
hipofibrinogenemia, dan hemofilia.
 Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
 Septik embolisme, myotik aneurisma
 Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
 Amiloidosis arteri
 Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri
vertebral, dan acute necrotizing haemorrhagic encephalitis.

Stroke hemoragik dapat terjadi pada semua kelompok usia, tetapi risiko
terjadinya kondisi ini meningkat seiring pertambahan usia. Stroke hemoragik juga
lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita. Di samping itu, ada faktor risiko
lain yang dapat memicu stroke hemoragik, seperti:

 Umur
 Hipertensi
 Kebiasaan merokok
 Konsumsi minuman beralkohol secara berlebihan
 Konsumsi obat antikoagulan atau pengencer darah, seperti warfarin
 Penggunaan obat-obatan terlarang atau NAPZA
 Pola makan yang tidak sehat
 Kondisi yang menyebabkan tekanan darah tinggi, misalnya gagal ginjal
kronis dan eklamsia
 Waktu tidur yang berlebihan, atau gangguan tidur seperti sleep apnea
 Kondisi genetik yang menyebabkan dinding pembuluh darah lemah dan
mudah pecah, seperti sindrom Ehler-Danlos

3) Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul pada klien SH seperti:
a) Pengaruh terhadap status mental:
1) Tidak sadar : 30% - 40%
2) Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar

b) Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:

1) Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)

2) Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)

3) Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)

c) Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:

1) Hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-


80%)

2) Inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana


yang terkena.
d) Daerah arteri serebri posterior
1) Nyeri spontan pada kepala
2) Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%

e) Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:

1) Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak

2) Hemiplegia alternans atau tetraplegia

3) Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan,


emosi labil)

Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:

1) Stroke hemisfer kanan

a. Hemiparese sebelah kiri tubuh


b. Penilaian buruk

c. Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai


kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan
2) Stroke hemisfer kiri

a. Mengalami hemiparese kanan

b. Perilaku lambat dan sangat berhati-hati

c. Kelainan bidang pandang sebelah kanan

d. Disfagia global

e. Afasia

f. Mudah frustasi

4) Komplikasi

Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang


paling ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edema serebri
sering mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal
juga berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari
hematoma tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis
dalam 3 jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan
mengalami penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke
dapat muncul. Selain dari hal-hal yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri
adalah penyebab utama dari disabilitas permanen (Denise, 2010),

Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan


lokasi serta ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang
rendah berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang
lebih tinggi. Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari
volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga
sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam
ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang
menggunakan antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan
intraserebral juga memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat
mortilitas yang tinggi (Denise, 2010).

5) Patofisiologi

Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya


kesadaran dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel
terjadi setelah tujuh hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri
menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar
kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia.
Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di
sekitarnya (Silbernagl, 2007).

Dengan menambah Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan


penimbunan Na+ dan Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K+
ekstrasel sehingga menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan
penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel, dan kematian sel.
Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan glutamat, yang mempercepat
kematian sel melalui masuknya Na+ dan Ca2+ (Silbernagl, 2007).

Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan


penyumbatan lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang
mencegah reperfusi, meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah
dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di
tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang
terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut
(Silbernagl, 2007).

Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi


menyebabkan kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit
sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral presentralis dan
postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia,
gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia,
dan hemineglect (Silbernagl, 2007).

Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan


defisit sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan
kiri jika korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke
korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri
anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem limbic (Silbernagl,
2007).

Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia


kontralateral parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu,
akan terjadi kehilangan memori (Silbernagl, 2007).

Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di


daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid
anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna
(hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan
pada cabang arteri komunikans posterior di talamus terutama akan
menyebabkan defisit sensorik (Silbernagl, 2007).

Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua


eksteremitas dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri
basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan
medula oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan
(Silbernagl, 2007):

- Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf


vestibular).

- Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan


tetraplegia (traktus piramidal).

- Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian


wajah ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V]
dan traktus spinotalamikus).

- Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus


salivarus), singultus (formasio retikularis).

- Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner,


pada kehilangan persarafan simpatis).

- Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot
lidah (saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]),
strabismus (saraf okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
- Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun
kesadaran tetap dipertahankan).

Pathway
6) Penatalaksanaan Medis
A. Secepatnya pada terapeutik window (waktu dari serangan hingga
mendapatkan pengobatan maksimal). Therapeutik window ini ada 3
konsensus:

a. Konsensus amerika : 6 jam

b. Konsensus eropa: 1,5 jam

c. Konsensus asia: 12 jam

Prinsip pengobatan pada therapeutic window:

a. Jaringan penubra ada aliran lagi sehingga jaringan penubra


tidak menjadi iskhemik.

b. Meminimalisir jaringan iskhemik yang terjadi.

B. Terapi umum

Untuk merawat keadaan akut perlu diperhatikan faktor – faktor kritis


sebagai berikut :

a. Menstabilkan tanda – tanda vital

1) Mempertahankan saluran nafas (sering melakukan penghisapan


yang dalam , O2, trakeotomi, pasang alat bantu pernafasan bila
batang otak terkena)

2) Kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing – masing


individu ; termasuk usaha untuk memperbaiki hipotensi maupun
hipertensi.

b. Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung

c. Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang kateter tinggal;


cara ini telah diganti dengan kateterisasi “keluar – masuk” setiap 4 sampai 6 jam.

d. Menempatkan posisi penderita dengan baik secepat mungkin :

1) Penderita harus dibalik setiap jam dan latihangerakan pasif setiap 2


jam

2) Dalam beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif penuh


sebanyak 50 kali per hari; tindakan ini perlu untuk mencegah tekanan
pada daerah tertentu dan untuk mencegah kontraktur (terutama pada
bahu, siku dan mata kaki)
C. Terapi khusus
Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti agregasi dan
neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin, tielopidin, low heparin,
tPA.
a) Pentoxifilin
 Mempunyai 3 cara kerja:
 Sebagai anti agregasi → menghancurkan thrombus
 Meningkatkan deformalitas eritrosit
 Memperbaiki sirkulasi intraselebral

b) Neuroprotektan
1) Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron, ex: notropil
Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan
sintesis glikogen

2) Nimodipin: gol. Ca blocker yang merintangi masuknya


Ca2+ ke dalam sel, ex.nimotup

Cara kerja dengan merintangi masuknya Ca2+ ke


dalam sel dan memperbaiki perfusi jaringan otak
3) Citicholin: mencegah kerusakan sel otak, ex. Nicholin
Cara kerja dengan menurunkan free faty acid, menurunkan
generasi radikal bebas dan biosintesa lesitin
Ekstrax gingkobiloba, ex ginkan

D. Pengobatan konservatif
Pada percobaan vasodilator mampu meningkatkan aliran darah otak
(ADO), tetapi belum terbukti demikian pada tubuh manusia. Dilator yang efektif
untuk pembuluh di tempat lain ternyata sedikit sekali efeknya bahkan tidak ada
efek sama sekali pada pembuluh darah serebral, terutama bila diberikan secara
oral (asam nikotinat, tolazolin, papaverin dan sebagainya), berdasarkan uji klinis
ternyata pengobatan berikut ini masih berguna : histamin, aminofilin,
asetazolamid, papaverin intraarteri.
E. Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darah
otak. Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa
penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular yang luas.
Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan dan
kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.

7) Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah :
a) Laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit,
kolesterol, dan bila perlu analisa gas darah, gula darah dsb.
b) CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau
infark
c) MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan
bergesernya struktur otak
d) Angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas
mengenai pembuluh darah yang terganggu.
e) Fungsi Lumbal : Menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya ada
trombosis, emboli serabral dan TIA, sedangkan tekanan meningkat dan
cairan yang mengandung darah menujukan adanya hemoragi suaraknoid
intrakranial. Kadar protein meningkat pada kasus trombosis sehubungan
dengan adanya proses imflamasi.
f) Mengidentifikasi maslah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin
adanya daerah lesi yang spesifik.
g) Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari masa yang meluas; klasifikasi karptis interna terdapat
pada trombosis serebral.
h) Ultrasonografi Doppler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah
system arteri karotis), aliran darah / muncul plak (arteriosklerotik).
8) Asuhan Keperawatan

a) Pengkajian

a. Identitas Klien

Mengcakup nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, No Mr,


pendidikan, status pekawinan, diangnosa medis dll.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya pada klien ini mempunyai riwayat hipertensi, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemi, riwayat trauma kepala,
kontrasepsi oral yang lama, pengunaan obat-obat antikoagulan,
aspirin dan kegemukan/obesitas.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien sakit kepala, mual muntah bahkan kejang sampai
tak sadarkan diri, kleumpuhan separoh badan dan gangguan
fungsi otak.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada anggota keluarga yang menderita atau mengalami
penyakit seperti : hipertensi, Diabetes Melitus, penyakit jantung.
4) Riwayat Psikososial
Biasanya masalah perawatan dan biaya pengobatan dapat
membuat emosi dan pikiran klein dan juga keluarga sehingga
baik klien maupun keluarga sering merasakan sterss dan cemas.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Rambut dan hygiene kepala
2) Mata:buta,kehilangan daya lihat
3) Hidung,simetris ki-ka adanya gangguan
4) Leher,
5) Dada
I: simetris ki-ka
P: premitus
P: sonor
A: ronchi
6) Abdomen
I: perut acites
P :hepart dan lien tidak teraba
P :Thympani
A :Bising usus (+)

7) Genito urinaria :dekontaminasi,anuria

8) Ekstramitas :kelemahan,kelumpuhan

d. Pemeriksaan Fisik Sistem Neurologis

1) Tingkat Kesadaran

a. Kualitatif

Adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat


kewasapadaan.

i. CMC → dasar akan diri dan punya orientasi penuh

ii. APATIS → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan


mengantuk

iii. LATARGIE → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan


mengantuk

iv. DELIRIUM → penurunan kesadaran disertai pe ↑


abnormal aktifitas psikomotor → gaduh gelisah

v. SAMNOLEN → keadaan pasien yang selalu mw tidur


→ diransang bangun lalu tidur Kembali

vi. KOMA → kesadaran yang hilang sama sekali

b. Kuantitatif

Dengan Menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)

1) Respon membuka mata ( E = Eye )

 Spontan (4)
 Dengan perintah (3)

 Dengan nyeri (2)

 Tidak berespon (1)

2) Respon Verbal ( V= Verbal )

 Berorientasi (5)

 Bicara membingungkan (4)

 Kata-kata tidak tepat (3)

 Suara tidak dapat dimengerti (2)

 Tidak ada respons (1)

3) Respon Motorik (M= Motorik )

 Dengan perintah (6)

 Melokalisasi nyeri (5)

 Menarik area yang nyeri (4)

 Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)

 Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)

 Tidak berespon (1)


2) Menilai Kekuatan Otot
Kaji cara berjalan dan keseimbangan
Observasi cara berjalan, kemudahan berjalan dan koordinasi
gerakan tangan, tubuh – kaki
a. Periksa tonus otot dan kekuatan
Kekualan otot dinyatakan dengan menggunakan angka dari 0-5
0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot ; Iumpuh total
1 = terlihat kontraksi tetap ; tidak ada gerakan pada sendi.

2 = ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan


gravitasi

3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat


menahan tahanan pemeriksa
4 = bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa
tetapi kekuatannya berkurang
5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan
maksimal
3) Pemeriksaan reflek
Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien
biasanya dalam posisi duduk atau tidur jika kondisi klien tidak
memungkinkan. Evaluasi respon klien dengan menggunakan
skala 0 – 4
0 = tidak ada respon 1 = Berkurang (+)
1 = Normal (++)
2 = Lebih dari normal (+++) 4 = Hiperaktif (+
+++)

e. Data penunjang

1) Laboratorium

 Hematologi

 Kimia klinik

2) Radiologi

 CT Scan: Memperlihatkan adanya edema ,


hematoma, iskemia dan adanya infark
 MRI: Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.

 Sinar X Tengkorak: Menggambarkan perubahan kelenjar


lempeng pineal
9) Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot
2) Risiko perfusi serebral tidak efektif dibuktikan dengan hipertensi
3) Pola nafas tidak efektif b/d hambatan upaya
10) Intervensi

N Diagnosa Rencana Tujuan Rencana Rasional


o. Tindakan
1 Gangguan Setelah dilakukan 1) Memonitor 1. Untuk
mobilitas fisik b.d tindakan kondisi mengetahui
penurunan keperawatan selama umum kondisi
kekuatan otot 2x24 jam gangguan selama umum klien
mobilitas fisik melakukan selama
teratasi dengan mobilisasi melakukan
kriteria hasil: 2) Latihan mobilisasi
1) latihan rentang 2. Untuk
pergerakan gerak meningkatk
ekstermitas 3) Libatkan an rentang
meningkat keluarga gerak
2) kekuatan otot untuk 3. Supaya
meningkat membantu keluarga
3) rentang gerak pasien dalam mampu
( ROM ) meningkatka melakukan
meningkat n mobilisasi mobilisasi
4) kelemahan fisik 4) Jelaskan terhadap
menurun tujuan dan klien
prosedur 4. Supaya
mobilisasi klien
5) Anjurkan mengetahui
melakukan tujuan dan
mobilisasi prosedur
dini mobilisasi
6) Ajarkan 5. Supaya
mobilisasi tidak terjadi
sederhana kekakuan
yang harus otot
dilakukan 6. supaya
tidak terjadi
kekakuan
otot
2 Risiko perfusi Setelah dilakukan 1) Observasi 1. Untuk
serebral tidak tindakan Tekanan mendeteksi
efektif dibuktikan keperawatan selama darah klien tanda-tanda
dengan hipertensi 2x24 jam Pasien 2) Hindari bahaya
mendemonstrasikan fleksi leher 2. untuk
perfusi jaringan 3) kolaborasi menghindari
serebral yang pemberian ketegangan
membaik dengan obat anti otot
kriteria hasil : hipertensi 3. untuk
- tekanan darah 4) Ajarkan menurunkan
normal pasien dan tekanan
- tidak ada keluhan keluarga darah
sakit kepala, pusing tentang cara 4. pasien dan
meminimalk keluarga
an faktor dapat
resiko membantu
ketidakefekti dalam
fan perfusi menurunaka
jaringan n faktor
resiko
ketidakefekt
ifan perfusi
jaringan
3 Pola nafas tidak Setelah dilakukan 1) Observasi 1. Mengetahui
efektif b/d tindakan frekuensi frekuensi
hambatan upaya keperawatan selama nafas klien nafas klien
nafas 2x24 jam pasien 2) Ajarkan 2. Untuk
akan : klien Teknik memberikan
- Frekuansi nafas dalam rasa nyaman
pernafasan 24 3) Ajarakan pada klien
x/menit klien untuk 3. Untuk
- tidak ada bunyi tetap rileks memberikan
nafas tambahan rasa nyaman
pada pasien

DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, Fransisca B. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan


Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi
10. Jakarta: EGC. Corwin, Elizabeth J. (2009).Buku Saku Patofisiologi.
Jakarta: EGC

Dewanto, et al. (2009). Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana


Penyakit Saraf. Jakarta:EGC

Doenges, Marilynn E. dkk. (2000). Penerapan Proses Keperawatan


dan Diagnosa Keperawatan, EGC; Jakarta
Muttaqin, Arif. (2008). BukuAjar Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Penerbit Salemba
Medika.

Nasissi, Denise. 2010. Hemorrhagic Stroke Emedicine.


Medscape,. [diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]
Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi.
EGC: Jakarta, 2007. Smeltzer and Bare. (2002). Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah Volume 3. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sotirios AT,. 2000. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.


New York.

Thieme Stuttgart.

Wlkinson, Judith M .2002. Diagnosa Keperawatan dengan NIC dan NOC.


Alih bahasa: Widyawati dkk. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai