Npm : 2171010067 Kelas : B (PAI) Mata Kuliah : Sejarah Pendidkan dan Kelembagaan Pendidikan Islam
SOAL UAS
1. Jelasakan sejarah pertumbuhan dan perkembangan Perguruan Tinggi
Islam di Indonesia serta faktor-faktor sosial, ekonomi, politik dan budaya yang mempengaruhinya? Jawab: Sejarah pertumbuhan dan perkembangan Perguruan Tinggi di Indonesia Sejarah mencatat bahwa Islam telah suskes besar dalam melakukan misi dakwahnya di Nusantara dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama. Kesuksesan ini lebih diakui lagi lantaran masuknya Islam ke wilayah kepulauan nusantara ini tanpa paksaan politik penguasa maupun peperangan, melainkan dengan cara damai melalui pendekatan kultural. Masyarakat Indonesia sebelum Indonesia merdeka sudah beragama Islam. Kehidupan umat Islam di Indonesia (Nusantara) hidup dalam suasana ajaran Islam, baik budaya maupun dalam tradisi. Pola hidup yang diwujudkan dalam pemikiran, sikap dan perilakunya keseharian didasari pada ajaran Islam. Islam sebagai sebuah ajaran menjelma menjadi tatanan kehidupan yang mengatur semua perilaku masyarakat Indonesia. Indonesia sebelum kemerdekaan berada dalam situasi sulit, dimana Indonesia di bawah pengaruh kolonial, baik Belanda maupun Jepang. Pada sisi lain, bentuk ketidaksenangan Belanda terhadap umat Islam mencapai kemajuan. Belanda membuat peraturan-peraturan yang membuat gerakan umat Islam terkarantina. Pertama, pada tahun 1882, Pemerintah membentuk suatu badan khusus yang bertugas untuk mengawasi kehidupan beragama dan umat Islam yang mereka sebut dengan Priesterrden. Dari nasihat badan inilah pada tahun 1905 pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan baru yang dikenal dengan nama Ordonansi Guru. Kedua, tahun 1925 pemerintah Belanda mengeluarkan Ordonansi Guru yang kedua, yang isinya mewajibkan bagi setiap guru agama untuk melaporkan diri pada pemerintah secara berkala. Kedua ordonansi ini dimaksudkan sebagai media pengontrol bagi pemerintah kolonial untuk mengawasi sepak terjang pada pengajar dan penganjur agama Islam di negara ini. Ketiga, pada tahun 1932, pemerintah Belanda mengeluarkan ordonansi Sekolah Liar (Wilde School Ordonansi). Ordonansi ini berisi kewenangan untuk memberantas dan menutup madrasah dan sekolah yang tidak ada izinnya atau sekolah yang memberikan pelajaran yang tidak disukai Belanda. Hasrat umat Islam untuk mendirikan pendidikan tinggi sudah dirintis sejak zaman kolonial Belanda. M. Natsir menulis dalam Capita Selekta, bahwa keinginan untuk mendirikan pendidikan tinggi Islam itu telah muncul di hati umat Islam. M. Natsir menyebutkan, bahwa Dr. Satiman telah menulis artikel dalam Pedoman Masyarakat nomor 15 membentangkan cita-cita beliau yang mulia akan mendirikan satu sekolah tinggi Islam itu akan berpusat di tiga tempat, yakni Jakarta, Solo dan Surabaya. Di Jakarta akan diadakan sekolah tinggi sebagai bagian atas Sekolah Menengah Muhammadiyah (AMS) yang bersifat Westerch (kebaratan). Di Solo akan diadakan sekolah tinggi untuk mendidik mubalighin. Di Surabaya akan diadakan sekolah tinggi yang akan menerima orang-orang pesantren. Kendatipun yang diungkapkan ini masih dalam bentuk ide, akan tetapi semangat untuk mendirikan perguruan tinggi Islam itu telah muncul pada tahun 1930-an. Umat Islam sejak zaman kolonial Belanda telah memiliki cita- cita untuk mendirikan perguruan tinggi. Apalagi di kalangan pemerintah kolonial Belanda sudah lama berdirinya lembaga pendidikan tinggi, misalnya Sekolah Tinggi Tekhnik (Technische Hogesshool) didirikan tahun 1920 di Bandung, dan Sekolah Tinggi Hukum (Rechtskundige Hogeschool) didirikan tahun 1920 di Jakarta, dan Sekolah Tinggi Kedokteran (Geneeskundige Hogeschool) berdiri tahun 1927 di Jakarta. Mahmud Yunus menyampaikan bahwa Perguruan Tinggi yang pertama di Minangkabau, bahkan di seluruh Indonesia, ialah Sekolah Islam Tinggi, didirikan oleh persatuan Guru-Guru Agama Islam (PGAI) di Padang yang dipimpin oleh Mahmud Yunus. Sekolah Tinggi itu dibuka secara resmi pada tanggal 9 Desember tahun 1940, terdiri dari dua Fakultas yakni Fakultas Syariat (Agama) dan Fakultas Pendidikan dan Bahasa Arab. Sekolah Tinggi itu berjalan dengan lancar sampai tahun 1942. Tetapi sayang ketika Jepang masuk kota Padang (Maret 1942) dan memerintah Indonesia, maka Sekolah Islam Tinggi itu terpaksa ditutup, karena pemerintah Jepang hanya mengizinkan membuka sekolah/madrasah dari tingkat yang rendah saja. Dengan demikian berakhirlah riwayat Sekolah Islam Tinggi PGAI di Padang. Pada masa-masa awal kemerdekaan dimensi perjuangan melawan kolonialisme Belanda begitu mewarnai PTAI. PTAI adalah jelas dipersepsi sebagai upaya memperkuat basis religio- intelektual generasi muda Muslim dalam menentang penjajahan. Pemerintah kolonial Belanda memang mendirikan beberapa perguruan tinggi di Indonesia, namun dengan daya tampung dan akses yang sangat terbatas serta dengan keberpihakan yang tak adil kepada kelompok elite. Akan tetapi perlu ditegaskan bahwa bagi sebagian besar masyarakat Muslim pada masa pra- kemerdekaan, memiliki PTAI bukanlah sebagai solusi alternatif terhadap kebutuhan tersebut. PTAI adalah sebuah prinsip yang mengakomodasi sentimen keagamaan sekaligus semangat anti-kolonialisme mereka. Dari perspektif lain, tentu saja PTAI merupakan jawaban terhadap kebutuhan objektif generasi muda Muslim yang telah menyelesaikan pendidikan menengah, yang jumlahnya terus berkembang. Muhaimin mengatakan, bahwa aspirasi umat Islam pada umumnya dalam pengembangan pendidikan tinggi Islam pada mulanya didorong oleh beberapa tujuan. Pertama, untuk melaksanakan pengkajian dan pengembangan ilmu-ilmu agama Islam pada tingkat yang lebih tinggi secara lebih sistematis dan terarah. Kedua, untuk melaksanakan pengembangan dan peningkatan dakwah Islam. Ketiga, untuk mereproduksi dan kaderisasi ulama dan fungsionaris keagamaan, baik pada kalangan birokrasi negara maupun sektor swasta, serta lembaga-lembaga sosial, dakwah, pendidikan dan sebagainya. Berikut akan dipaparkan lembaga pendidikan tinggi Islam di Indonesia yang dimulai dari STI, UII, PTAIN, ADIA, IAIN, STAIN dan UIN.
2. Bagaimana perkembangan historis Universitas Al-Azhar sebagai salah
satu perguruan tinggi kebanggaan umat Islam, mengapa lembaga tersebut dapat bertahan dalam persaingan global pendidikan pada era modern? Jawab: Pada tahun 998 M, al-Azhar melangkah ke depan untuk menjadi universitas Islam.Khalifah Fatimiyah, al-Aziz Billah menyetujui sebuah proposal yang diajukan oleh menteri kepercayaannya, Yaqub ibn Killis untuk membangun sebuah sistem pendidikan. Ibnu Killis kemudian menugaskan sejumlah guru tetap untuk melaksanakan misi edukasi. Para guru dilatih oleh Ibnu Killis dan kurikulumnya menjadi inti pendidikan di al-Azhar. Selanjutnya, para guru ini mengikuti kurikulum yang terorganisir dan mereka menerima pembayaran rutin dari pemerintah Fatimiyah. Pada perkembangannya, pembelajaran di Universitas al-Azhar tidak sebatas pada ilmu agama, tetapi juga merambah ke dalam diskusi dan debat bebas antara ilmuwan. Dengan demikian al-Azhar memperoleh karakteristik universitas akademik. Pembelajaran yang beragam menjadi bagian dari karakteristik kurikulum pembelajaran al-Azhar. Ketika Dinasti Ayyubiyah (1169-1252) mengambil alih kekuasaan Kairo, mereka ingin menghapus setiap jejak Fatimiyah. Namun, reputasi al-Azhar tidak berhenti berkembang, hanya saja pandangan Syiah tergantikan oleh interpretasi Sunni. Sejak saat itu, al-Azhar menjadi pusat pengetahuan Sunni yang paling penting. Di bawah pemerintahan Mamluk, antara tahun 1250-1517 M, banyak ilmuwan mencari perlindungan di al-Azhar dan diterima dengan tangan terbuka. Kedatangan ilmuwan-ilmuwan ini tidak diragukan lagi berkontribusi pada kemuajuan pengajaran di universitas. Al-Azhar memasuki masa keemasannya pada abad ke-14 dan ke-15. Ilmu seperti kedokteran, matematika, astronomi, geografi, dan sejarah dipelajari di tempat itu. Selama periode Utsmani (1517-1805), al- Azhar terus menjadi pusat pendidikan, menarik ulama dan siswa Sunni dari seluruh dunia Islam. Teologi dan hukum tetap menjadi fokus studi dan penelitian utama. Bangkitnya kekuasaan Muhammad Ali pada tahun 1811 dan kebijakan kontrol negara yang terpusat, menyebabkan al-Azhar terpaksa menerima perubahan pada otonomi tradisionalnya. Perubahan itu turut membawa perubahan internal dalam organisasi dan peraturannya. Pada awal abad ke-19 ini, al-Azhar dan ulama secara politis terpinggirkan oleh kemunculan rezim kuat Muhammad Ali Pasha yang bertujuan mereformasi struktur administrasinya sendiri, serta mengubah ranah hukum dan pendidikan. Melalui reformasi itu, Islam kehilangan dua ranah yang di mana ulama sebelumnya menjadi aktor utama. Saluran baru untuk mendidik para elit diciptakan. Akibatnya, para cendikiawan dan mahasiswa al-Azhar harus menjalani persaingan dengan sekolah baru (seperti Dar al-Ulum, didirikan pada tahun 1872 M). Pada awal abad ke-20, al-Azhar menjadi tempat berkembangnya para reformis Islam. Salah satu tokoh pembaruan Islam yang paling terkenal dan mengajar di sana adalah Muhammad Abduh (1849-1905). Meskipun beberapa pandangannya tidak diterima dengan baik, perubahan iklim intelektual mulai terasa di al-Azhar. Memasuki tahun 1930-an, al-Azhar mendapat status sebagai universtias dan direorganisasi menjadi unit akademik modern. Universitas mulai menerbitkan jurnal-jurnal, menambahkan disiplin baru ke kurikulumnya dan mendirikan perguruan tinggi wanita. Pada tahun 1950, sistem pendidikan al-Azhar dibagi menjadi tiga fakultas: Hukum Islam, Ushuluddin, dan bahasa Arab. Kemudian pada 1961, disamping studi Islam, al-Azhar membuka fakultas umum seperti kedokteran, teknik mesin, pertanian dll. Mengapa Universitas Al-azhar dapat bertahan dalam persaingan global pendidikan pada era modern? Karena, modernisasi di Al-Azhar juga turut memperluas Pengaruh al- Azhar terhadap di dunia Islam, banyak tokoh-tokoh yang nantinya menjadi orang penting belajar di tempat tersebut. Selama tahun 1990-an setidaknya ada terdapat enam ribu siswa internasional yang terdaftar di al-Azhar dan mereka mewakili 74 negara. Kurikulum di Universitas Al-Azhar mencakup ilmu pengetahuan modern untuk membantu para sarjana memahami budaya modern dan menemukan solusi atas tantangan yang berkembang di zaman modern. Mengenai isi kurikulum, Thaha husein mengusulkan agar empat bahasa diajarkan di sekolah-sekolah mesir: Inggris, Prancis, dan Italia, dengan penekanan pada bahasa asing (Barat). Alasannya: (1) kemampuan seseorang menguasai beberapa bahasa asing diperlukan untuk mendukung perkembangan ilmu pengetahuan. (2) ilmu pengetahuan dan keunggulan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni bukan untuk individual bangsa tertentu, tetapi untuk segala bangsa. (3) duta sains harus dikirim ke negara-negara Barat dalam jumlah yang lebih besar.
3. Jelaskan secara historis Perkembangan pendidikan Islam di Asia
Tenggara (Malaysia, Singapura, Pattani, dan Brunei Darussalam), dan bagaimana corak kurikulumnya? Jawab: Perkembangan Pendidikan Islam di Malaysia Perkembangan Islam di Malaysia telah membawa peradaban- peradaban baru yang diakui Dunia Islam. Sampai saat ini Muslim Malaysia dikenal sebagai Muslim yang taat beribadahnya, kuat memegang hukum Islam dan juga kehidupan beragamannya yang damai serta mencerminkan keIslaman agamanya baik di perkampungan maupun dalam pemerintahan. Peranan seorang ulama di sana sangat penting baik dalam segi dakwah dan dalam pengelolaan sekolah-sekolah. Mengenai hasil peradaban Islam di Malaysia ini juga tidak kalah dengan Negara-negara Islam yang lain, seperti : (1) Adanya bangunan-bangunan masjid yang megah seperti Masjid Ubaidiyah di Kuala Kancong (2) Banyaknya bangunan bangunan sekolah Islam (3) Berlakunya hukum Islam pada pemerintahan Malaysia (hukum islam di sana mendapat kedudukan khusus karena dijadikan hukum Negara). Malaysia telah diwujudkan secara nyata dalam bentuk naiknya pengeluaran anggaran dan dukungan moral pemerintah dalam bidang pengajaran Islam di sekolah sekolah serta pembangunan mesjid-mesjid dan berbagai institusi Islam. Kebijakan penting lainnya terkait dengan upaya menghasilkan sumber daya manusia dan professional Muslim yang berkualitas dalam berbagai bidang kehidupan adalah kesponsoran pemerintah dalam mendirikan universitas Islam berskala Internasional (IIUM) yang dibiayai pemerintah dengan bantuan Arab Saudi. Sebagai upaya untuk menunjukkan keseriusannya dalam merespons penegasan kembali Islam, pemerintah menyediakan sejumlah infrastruktur yang diperlukan guna membantu umat Islam dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban agama mereka. Realisasi paling umum dari keseriusan ini adalah pembangunan sejumlah mesjid untuk memenuhi kebutuhan komunitas Muslim akan tempat ibadah. Selain itu manifestasi penting lainnya dari kesungguhan pemerintah terlihat dari penyediaan infrastruktur bagi kebijakan pro-Islamnya di berbagai bidang kehidupan seperti ekonomi, dakwah dan syiar Islam, pendidikan dan aspek-aspek lainnya dalam meningkatkan keberagamaan masyarakat Muslim.
Corak Kurikulum Pendidikan Islam di Malaysia:
Dalam penerapan kurikulum pendidikan islam di Malaysia tidak berbeda jauh dengan pendidikan Islam di Indonesia, yaitu kurikulum pendidikan islam yang mengandung dua kurikulum inti sebagai kerangka dasar operasional pengembangan kurikulum. Pertama, tauhid sebagai unsure pokok yang tidak dapat dirubah. Kedua, perintah membaca ayat-ayat Allah yang meliputi tiga macam ayat, yaitu : (1) ayat Allah yang berdasarkan wahyu, (2) ayat Allah yang ada pada diri manusia, (3) ayat Allah yang terdapat di alam semesta atau di luar dari manusia. Para ahli pendidikan Islam dalam hal ini memberikan interpretasi-interpretasi tersendiri. Prinsip umum yang menjadi dasar kurikulum pendidikan Islam adalah: (1). Adanya pertautan yang sempurna dengan agama, termasuk ajaran-ajaran dan nilai- nilainya (2). Prinsip menyeluruh (universal) pada tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum (3). Keseimbangan yang relative antara tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum (4). Perkaitan dengan bakat, minat, kemampuan-kemampuan dan kebutuhan pelajar dan juga dengan alam sekitar, fisik dan sosial tempat pelajar itu hidup berinteraksi (5). Pemeliharaan atas perbedaan-perbedaan individu diantara pelajar dalam bakatbakat, minat, kemampuan, kebutuhan dan perbedaan lingkungan masyarakat. (6). penyesuaian dengan perkembangan dan perubahan yang berlaku dalam kehidupan (7). Pertautan antara mata pelajaran, pengalaman dan aktifitas yang terkandung dalam kurikulum, dan pertautan antara kandungan kurikulum dengan kebutuhan murid dan kebutuhan masyarakat tempat murid itu tinggal.
Perkembangan Pendidikan Islam di Singapura
Wajah Islam di Singapura tak jauh beda dengan wajah di Malaysia. Banyak kesamaan, baik dalam praktik ibadah maupun dalam kultur kehidupan sehari-hari. Sedikit banyak, hal ini mungkin dipengaruhi oleh sisa warisan Islam Malaysia, ketika negeri kecil itu resmi pisah dari induknya, Malaysia, pada 1965. Tetapi, sebenarnya Islam telah lama ada dan berkembang di Singapura, jauh sebelum negeri itu sendiri berdiri. Singapura, termasuk negeri yang kaya dan tertib di kawasan Asia Tenggara. Namun siapa sangka tenyata terdapat 70 mesjid yang tersebar merata. Jumlah yang lumayan banyak untuk negara sekecil Singapura. Tidak seperti di Indonesia yang begitu banyak masjid dan mushala sehingga memudahkan kita untuk sholat berjamaah di mushala terdekat. Lembaga pendidikan Islam di Singapura hanya terbatas pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dengan jenis dan jumlah yang terbatas. Terdapat dua jenis lembaga pendidikan Islam, yaitu madrasah sepenuh masa (full time) dan madrasah separuh masa (part time). Madrasah sepenuh masa merupakan lembaga pendidikan Islam yang proses pembelajarannya berlangsung tiap hari sebagaimana yang terjadi pada madrasah di Indonesia, dan kurikulumnya menggabungkan mata pelajaran agama dan umum. Sedangkan madrasah separuh masa merupakan lembaga pendidikan yang proses pembelajarannya tidak berlangsung tiap hari, mungkin dua-tiga kali seminggu, dilaksanakan pada sore dan malam hari; materinya murni keagamaan; dan umumnya berlangsung di masjid-masjid. Dengan karakter demikian, madrasah separuh masa lebih tepat disebut pendidikan non-formal. Kedua jenis madrasah tersebut memiliki bidang garapan berbeda. Sasaran madrasah penuh waktu adalah para pelajar muslim yang sejak awal memilih lembaga ini sebagai tempat mengembangkan potensinya. Sedangkan madrasah paruh waktu memiliki sasaran para pelajar muslim yang menuntut ilmu di sekolah umum, agar mereka mengenal ajaran dasar Islam mengingat sekolah-sekolah umum di Singapura tidak mengajarkan mata pelajaran agama. Dengan demikian, kedua jenis madrasah tersebut sama-sama memiliki peran signifikan dalam menumbuh kembangkan semangat islami sejak dini bagi para generasi muslim. Lembaga pendidikan Islam (madrasah) dikelola secara modern dan profesional, dengan kelengkapan perangkat keras dan lunak. Dari seluruh madrasah Islam sebanyak enam buah, seluruhnya di bawah naungan Majelis Ugama Islam Singapura (MUIS), sistem pendidikan diterapkan dengan memadukan ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum. Keenam madrasah itu adalah madrasah Al-Irsyad Al-Islamiah, madrasah Al- Maarif Al-Islamiah, madrasah Alsagoff Al-Islamiah, madrasah Aljunied Al- Islamiah, madrasah Al-Arabiah Al-Islamiah, dan madrasah Wak Tanjong Al- Islamiah.18 Waktu penyelenggaraan belajar mengajar dimulai dari pukul 08.00 hingga 14.00. Lama waktu ini juga berlaku di sekolah-sekolah umum dan non-madrasah. Agar tidak ketinggalan dengan kemajuan teknologi, maka di setiap madrasah dibangun laboratorium komputer dan internet, serta sistem pendukung pendidikan audio converence. Selain dilengkapi fasilitas internet, setiap madrasah juga mempunyai server tersendiri bagi pengembangan pendidikan modern. “Murid dibiasakan dengan teknologi, terutama teknologi internet. Setiap hari, mereka diberi waktu dua jam untuk aplikasi dan pemberdayaan internet,” jelas Mokson Mahori, Lc, guru di madrasah Al Junied Al Islamiyah. Sayangnya, pendidikan Islam baru ada dalam institusi TK hingga madrasah Aliyah (SMU). Untuk perguruan tingginya hingga kini belum ada Manajemen yang sama juga diterapkan dalam pengelolaan masjid. Tidak seperti yang dipahami selama ini, bahwa masjid hanya sebatas tempat ibadah mahdhoh an sich (shalat lima waktu dan shalat Jumat). Tetapi, masid di negeri sekuler ini, benar-benar berfungsi sebagaimana zaman Rasulullah, sebagai pusat kegiatan Islam. Saat ini di Singapura terdapat 70 masjid.
Corak kurikulum Pendidikan Islam di Singapura:
Demi mengakomodasi kurikulum ganda, Islam dan nasional, sekolah memiliki waktu sekolah tiga jam lebih panjang dari pada sekolah umumnya. Madrasah Al Irsyad menempati urutan pertama dari enam madrasah yang ada di Negeri Singa tersebut. Selain menganut kurikulum modern, institusi pendidikan Islam tersebut juga memiliki titik utama sebagai Islamic Center dari Dewan Agama Islam Singapura, dewan penasihat yang memberi masukan kepada pemerintah perihal urusan menyangkut Muslim. Kurikulum yang dipakai di Madrasah Al Irsyad Al Islamiah memadukan materi pendidikan lokal dan internasional bernapas Islam dalam kegiatan belajar mengajar. Bahasa Inggris menjadi bahasa pengantar yang dominan, baik di dalam kelas maupun di laboratorium komputer, laboratorium ilmu pengetahuan, maupun perpustakaan.
Perkembangan Pendidikan Islam di Thailand (Pattani)
Masuknya agama Islam ke Selatan Thailand (Pattani) tidak bisa dilepaskan dengan masuknya Islam ke Asia tenggara. Rentetan penyiaran Islam di Nusantara ini merupakan satu kesatuan dari mata rantai peroses Islamisasi di Nusantara. Islamisasi di Pattani, banyak dikaitkan dengan usaha kerajaan Islam Samudra Pasai pada abad ke-12 dan 13 M yang telah begitu aktif melaksanakan dakwah Islam di kawasan ini. Raja Pattani yang pertama masuk Islam menggati namanya dengan Sultan Ismail Zilullah Fil Alam atau lebih dikenal dengan Sultan Isma’il Syah. Proses Islamisasi di Pattani tidak bisa dilepaskan dari peranan pendidikan. Pada tahap awal pendidikan informal sangat berperan, yaitu kontak informal antara mubaligh dengan rakyat setempat selanjutnya ditindak lanjuti dengan munculnya pendidikan non formal dan terakhir pendidikan formal. Pada tahap awal pendidikan Islam di kawasan Thailand Selatan dilaksanakan pendidikan al-Qur’an. Sistem pendidikan yang tidak tersetruktural tersebut berubah kepada sistem pengajaran yang tersetruktur. Dengan beberapa kebijaksanaan dan tekanan imperialis Thai terhadap masyarakat melayu Pattani mengakibatkan para cendikiawan dan beberapa ahli, berfikir keras untuk mempertahankan dan meningkatkan tarap kehidupan beragama di kalangan masyarakat Islam di Pattani. Pada tahun 1933 Haji Sulong mendirikan sekolah modren pertama di Pattani. Projek pembangunan sekolah Agama pertama di Pattani mulai dibangun pada penghujung tahun 1933 dengan jumlah dana 7200 Bath.yang disumbangkan oleh umat Muslim yang berada dikampung anak –Ru dan sekitarnya dengan diberi nama sekolahnya Madrasah Al- Ma’arif Al – Wathaniyah Fathani. Oleh karena itu maka lembaga pendidikan Pondok secara bertahap berubah menjadi sekolah swasta Islam (madrasah). Materi pelajaran yang diutamakan di pondok adalah berdasarkan pada pembacaan dan pemahaman kitab-kitab klasik, baik dalam bahasa Arab maupun dalam bahasa Melayu tulisan Jawi. Perubahan Pondok ke sistem pendidikan sekolah Islam swasta (madrasah) dengan menganut sistem persekolahan (Madrasah) di Thailand ini, membawa perubahan yang luar biasa bagi masyarakat Islam. Para lulusan sekolah Islam swasta (madrasah) itu dapat memilih kemana mereka ingin melanjutkan pelajarannya sesuai dengan minat dan perhatiannya. Apabila dia berminat dalam bidang Sains, maka dia dapat melanjutkan studi dalam bidang tersebut, begitu juga apabila dia lebih terkonsentrasi dalam bidang agama dan bahasa Arab, juga dapat direalisasikannya untuk melanjutkan studi kebidang tersebut. Keadaan Islam di Thailand mengenai pendidikan formal tidak tampak menggembirakan. Seperti muslim yang tinggal di propinsi selatan, Pattani, Setul, Yala, dan Narathiwat. Telah memperjuangkan kebebasan diri meraka dari kekuasaan pemerintah Thai. Dalam perjuangan untuk memperoleh kemerdekaan Pattani, Pendidikan Islam tradisional yang berupa pondok telah menjadi tulang punggung identitas islam dan perlawanan islam terhadap pemerintah pusat. Namun pondok telah bertransformasi menjadi sekolah agama modern (madrasah). Perkembangan madrasah sangat pesat hingga pada tahun enam puluhan keatas harus memasukan dalam kurikulumnya mata pelajaran umum yang diwajibkan oleh penguasa, seperti bahasa Thai, matematika, sains, sejarah ilmu bumi, bahasa ingris, dll. Di sekolah-sekolah pemerintah di thailand setiap siswa, termasuk yang muslim harus belajar agama Budha sebagai pelajaran wajib. Sementara itu sekolah-sekolah islam tidak dapat bersaing dengan sekolah pemerintah dalam hal prospek pekerjaan di kemudian hari. Kualifikasi mereka tidak memungkinkan mereka untuk mendapat pekerjaan yang lebih baik di kantor-kantor pemerintah.
Corak Kurikulum Pendidikan Islam di Thailand (Pattani):
Realitas sosial ekonomi Singapura sekarang telah memaksa penduduk muslim untuk lebih mementingkan pendidikan umum, sehingga menyingkirkan pendidikan agama kebelakang. Kurangnya kurikulum yang sesuai standar dan tidak ada satu badan tunggal yang mempunyai wewenang untuk merencanakan silabus dan kurikulum serta membiayai madrasah menyebabkan madrasah tersebut tidak dapat memberikan pendidikan yang baik. Masalah pedidikan Islam di Singapura yang dirasakan oleh para pemimpim muslim baragam diantaranya: tujuan pendidikan Islam dengan sistem pendidikan nasional belum tegas, tidak ada perguruan tinggi Islam, tidak ada kurikulum yang standar, tidak ada administrasi pendidikan Islam sentral, kurangnya dana dan status ekonomi guru agama, dll
Perkembangan Pendidikan Islam di Brunei Darussalam
Brunei Darussalam sebagai sebuah negara sudah barang tentu akan memperhatikan sumber daya manusianya hal ini selalu ditekankan oleh para menteri kabinet dalam setiap pidatonya tentang tantangan mengelola perubahan dalam konteks pembangunan nasional. Oleh karena itu pemerintah Brunei meningkatkan pengelolaan sumber daya manusia yang menurutnya terletak pada pelatihan generasi muda. Bahasa Melayu dan Inggris memiliki penekanan yang sama pada pendidikan dasar dan pelajaran diajarkan dalam bahasa Inggris. Penekanan pada bahasa Inggris ini diimbangi dengan pengajaran MIB (Melayu Islam Beraja atau Kerajaan Islam Melayu), seperti ajaran agama Islam, yang merupakan program pengajaran moral inti di sekolah. Pelajaran satu tahun dalam bidang MIB terutama diwajibkan untuk mahasiswa . Sekolah-sekolah sekunder bahasa Arab juga diajarkan sejak pada tahun 1970, dan bagi siswa yang memenuhi syarat kemudian dikirim ke Al- Azhar University di Kairo. Bruneib Religious Teachers College (sekolah Guru Agama Brunei) yang didirikan pada tahun 1972, melatih dan mempersiapkan guru-guru agama yang terampil. Pendidikan formal di Brunei dimulai tahun 1912 dengan mulai dibukanya Sekolah Melayu di Bandar Brunei (Bandar Sri Begawan sekarang). Kemudian dikuti dengan pembukaan sekolah lain tahun 1918 di wilayah Brunei-Muara, Kuala Belait dan Tutong khusus untuk murid laki-laki berusia 7-14 tahun dengan kurikulum pelajaran mencakup membaca dan menulis dalam bahasa Arab dan Latin. Sebelumnya tahun 1916, masyarakat Tionghoa telah mendirikan sekolah sendiri di Bandar Sri Begawan . Baru pada tahunn 1913 Sekolah Dasar Swasta pertama berbahasa Inggris berdiri di Seria. Sampai dengan tahun 1941, jumlah sekolah di Brunei mencapai 32 buah yang terdiri dari 24 sekolah Melayu, 3 sekolah swasta Inggris, 5 sekolah Cina dengan jumlah murid 1.714 orang dan 312 orang murid wanita. Pada tahun 1966 sekolah Melayu pada tingkat pendidikan menengah dibuka di Belait, Tahun 1984 kurikulum pendidikan nasional mewajibkan para siswa untuk menguasai dwibahasa yaitu bahasa Melayu dan bahasa Inggris, Puncaknya berupa berdirinya Universiti Brunei Darussalam tahun 1985 sebagai lembaga tertinggi di bidang pendidikan. Prioritas utama pemerintah kerajaan Brunei dalam pendidikan adalah menuju arah kemajuan dan pembangunan dan pengembangan sumber daya manusia di era globalisasi, peningktan sektor pendidikan termasuk pendidikan teknik dan kejuruan di mana kurikulumnya selalu ditinjau ulang. Program pendidikan diarahkan untuk menciptakan manusia yang berakhlak dan beragama dan menguasai teknologi. Pemerintah telah menetapkan tiga bidang utama dalam pendidikan yaitu : Sistem dwibahasa di semua sekolah, Konsep melayu Beraja (MIB) dalam kurikulum sekolah dan Peningkatan serta perkembangan sumber daya manusia termasuk pendidikan vokasional (kejuruan).
Corak Kurikulum Pendidikan Islam di Brunei Darusalam:
Sistem Kurikulum pendidikan di Brunei memasukkan mata pelajaran Agama dalam kurikulum. Materi agama harus ada di setiap jenjang pendidikan. Di sinilah letak bedanya negara Islam dan non Islam, pelajaran agama di negara Islam lebih ditekankan agar pendidikan itu membentuk manusia yang berahlak, bermoral dan berkepribadin luhurmemiliki banyak kesamaaan sengan negara lainnya seperti Inggris, Malaysia, Singapura sebagai sesama negara persemakmuran dan lain-lain. Sistem ini dikenal dengan pola A7-3-2-2 yang melambangkan lamanya masa studi untuk masing-masing tingkatan seperti : 7 tahun tingkat dasar, 3 tahun tingkat menengah pertama, 2 tahun tingkat atas dan 2 tahun pra-universitas. Pemerintah mengutamakan penciptaan sumber daya manusia yang berakhlak, beragama, dan menguasai teknologi. 4. Pesantren merupakan lembaga tertua di Indonesia. Jelaskan pertumbuhan pesantren dan madrasah di Indonesia, serta perbedaan dan persamaanya dengan lembaga sejenis dinegara-negara Islam lainnya terutama di Timur Tengah? Jawab: a. Pertumbuhan Dan Perkembangan Pesantren Pertumbuhan Dan Perkembangan Pesantren di Indonesia tumbuh berkembang sangat pesat Berdasarkan laporan pemerintah kolonial belanda, pada abad ke 19 untuk di jawa saja terdapat tidak kurang dari 1.853 buah, dengan jumlah santri tidak kurang 16.500 orang. Dari jumlah tersebut belum masuk pesantren-pesantren yang berkembang diluar jawa terutama Sumatra dan Kalimantan yang suasana kegiatan keagamaanya terkenal sangat kuat. Dalam mekanisme kerjanya, sistem yang ditampilkan pondok pesantren mempunyai keunikan dibandingkan dengan system yang diterapkan dalam pendidikan pada umumnya. Keadaan pondok pada masa kolonial sangat berbeda dengan keberadaan pondok sekarang. Hurgronje menggambarkan keadaan pondok pada masa kolonial (dalam bukunya Imron Arifin, Kepemimpinan Kiai) yaitu: “Pondok terdiri dari sebuah gedung berbentuk persegi, biasanya dibangun dari bambu, tetapi di desa-desa yang agak makmur tiangnya terdiri dari kayu dan batangnya juga terbuat dari kayu. Tangga pondok dihubungkan ke sumur oleh sederet batu-batu titian, sehingga santri yang kebanyakan tidak bersepatu itu dapat mencuci kakinya sebelum naik ke pondoknya. Pondok yang sederhana hanya terdiri dari ruangan yang besar yang didiami bersama. Terdapat juga pondok yang agaknya sempurna di mana didapati sebuah gang (lorong) yang dihubungkan oleh pintu-pintu. Dewasa ini keberadaan pondok pesantren sudah mengalami perkembangan sedemikian rupa sehingga komponen-komponen yang dimaksudkan makin lama makin bertambah dan dilengkapi sarana dan prasarananya. Dalam sejarah pertumbuhannya, pondok pesantren telah mengalami beberapa fase perkembangan, termasuk dibukanya pondok khusus perempuan. Dengan perkembangan tersebut, terdapat pondok perempuan dan pondok lakilaki. Sehingga pesantren yang tergolong besar dapat menerima santri laki-laki dan santri perempuan, dengan memilahkan pondok-pondok berdasarkan jenis kelamin dengan peraturan yang ketat.
b. Pertumbuhan dan perkembangan Madrasah
Kendati fenomena madrasah di dunia Islam telah muncul sekitar abad ke-4/5 H (10/11 M), seperti munculnya madrasah-madrasah di Naisaphur Iran (± 400 H) dan Madrasah Nidzamiyah di Baghdad (457 H), keberadaan madrasah di Indonesia baru dijumpai pada awal abad 20. Dengan demikian, kemunculan madrasah di tanah air tidak memiliki hubungan langsung dengan keberadaan madrasah di era klasik. Beberapa penulis sejarah pendidikan Islam di Indonesia menyebut dua peristiwa penting yang melatarbelakangi munculnya madrasah di Indonesia, yaitu kolonialisme Belanda dan gerakan pembaharuan Islam. Selama menjajah Indonesia, pemerintah Hindia Belanda menunjukkan sikap diskriminatif terhadap umat Islam. Misalnya, pemerintah membuat aturan sebagaimana tertuang dalam pasal 179. Konstitusi Hindia Belanda yang melarang pendidikan agama diajarkan di sekolah umum milik pemerintah dengan alasan pemerintah bersikap netral. Dalam praktik, aturan tersebut tidak pernah benar-benar dilaksanakan. Pemerintah Belanda lebih berpihak pada agama Kristen. Sekolah- sekolah Kristen didirikan di setiap karesidenan dan dianggap sebagai sekolah pemerintah serta mendapat subsidi rutin. Dakwah Islam di daerah animisme dilarang sedangkan misi Kristen dibiarkan. Pemerintah Belanda juga membiarkan upaya penghinaan terhadap Islam, dan melarang hal yang sama terhadap Kristen. Kebijakan diskriminatif pemerintah Hindia Belanda memunculkan reaksi umat Islam, baik secara defensif maupun progresif. Reaksi defensif ditunjukkan, terutama oleh ulama tradisional, dengan cara menghindari sejauh mungkin pengaruh politik Belanda terhadap sistem pendidikan Islam. Sikap ini terlihat pada sistem pendidikan tradisional pesantren yang mengambil tempat di daerah-daerah pedalaman untuk menjauh/menghindar dari pengaruh dan pantauan Belanda. Di tempat ini para kyai lebih leluasa mendidik para santrinya untuk mendalami agama sekaligus mendidik mereka sebagai kader yang siap berjihad melawan penjajah. Dengan demikian, cara progresif ini dilakukan umat islam dengan cara “menolak sambil meniru”. Reaksi progresif ini terutama dipelopori sejumlah ulama pembaharu, yaitu mereka yang mulai bersentuhan dengan gerakan pembaharuan yang telah menggema di Timur Tengah sejak awal abad ke 19. Maka, melalui pola moderat ini, berdirilah sejumlah madrasah dan sekolah umum berciri khas Islam dengan beberapa corak. Pertama, pendirian madrasah dengan dominasi mata pelajaran agama ditambah mata pelajaran umum (madrasah plus), sebagaimana dilakukan Madrasah Adabiyah Padang Panjang (1909). Kedua, pendirian sekolah umum model Belanda ditambah mata pelajaran agama (sekolah plus), seperti yang ditawarkan Sekolah Adabiyah Padang (1915). Ketiga, pendirian madrasah dengan bidang kajian sepenuhnya agama (madrasah diniyah) yang dikelola secara modern, sebagaimana ditawarkan Madrasah Sumatera Thawalib (1919). Dalam perkembangan berikutnya, pendirian lembaga-lembaga pendidikan Islam modern dilakukan secara massif oleh umat Islam di berbagai penjuru tanah air.
c. Perbedaan Lembaga di Indonesia dengan Timur Tengah
Sejarah madrasah di Indonesia juga mencatat bahwa perkembangan awal hingga saat ini berbeda dengan orientasi sekolah yang ada di Timur Tengah. Di Indonesia madrasah sebagai lembaga studi lanjutan dari konsep surau dan pesantren. Akan tetapi, banyak mengalami modifikasi nilai-nilai modernitas di dalamnya. Sementara George Makdisi mengungkapkan mengapa madrasah menjadi lembaga lanjutan surau, karena memiliki tata letak dan arsitektur yang tidak sama jauhnya. Bahkan tidak hanya letak arsitektur saja, kebiasaan para pemuka agama (pengajar madrasah) juga masih sama khas dengan sistem pesantren atau surau, yaitu berpegang pada satu Guru yaitu Kiai. Otoritas mutlak dari madrasah ini oleh kiai langsung secara turun temurun. Fenomena itu bahkan bisa kita lihat sampai saat ini. Maka dari itu, sistem madrasah yang ada di Indonesia cenderung moderat.
d. Persamaan Lembaga di Indonesia dengan Timur Tengah
Di Baghdad sudah berdiri Madrasah di Naisapur sebanyak 39 Madrasah dengan Madrasah tertua Miyan Dahiya yang mengkhususkan pada pengajaran Fiqih Maliki. Naji Ma'ruf (1966:9) mengatakan bahwa 165 tahun sebelum madrasah Nizhamiyah, sudah ada Madrasah di Transoksania dan Khurasan. Sebagai bukti, ia mengemukakan data dari Tarikh al-Bukhari yang menjelaskan bahwa Ismail Ibn Ahmad Ibn Asad yang wafat pada tahun 295 H mempunyai Madrasah yang dikunjungi oleh para pelajar untuk melanjutkan pelajaran mereka. Madrasah Naisapur pada masa awalnya didirikan oleh ulama fiqih dengan tujuan utama mengembangkan ajaran mazhabnya. Interaksi guru dan murid di Timur Tengah pada awal Islam dilakukan dengan sangat sederhana yaitu menyebarkan agama, kemudian berkembang menjadi upaya sadar untuk memenuhi kebutuhan akan keahlian dalam bidang tertentu.
5. Pada masa kontemporer, pendidikan Islam menghadapi berbagai
persoalan dan tantangan. Jelaskan Isu-isu kontemporer yang muncul pada era kontemporer, dan bagaimana strategi untuk menghadapinya? Jawab: Isu-isu kontemporer: a. Penerapan Student Centered Approach dalam Pendidikan Islam. b. Kurikulum Pendidikan Islam c. Peningkatan Kualitas Pendidik. d. Pengelolaan Peserta Didik (Pembinaan Kesiswaan) e. Penganggaran Pembiayaan pendidikan Islam f. Peningkatan Mutu Pembelajaran g. Kompetensi Lulusan h. Pengelolaan Sarana dan Prasarana Pendidikan Islam i. Peningkatan Hubungan Sekolah Islam dengan Umat dan Masyarakat Umum.
Strategi untuk menghadapi isu-isu kontemporer:
Strategi untuk menghadapi isu-isu kontemporer, diantaranya adalah: (1) perbaikan manajemen kurikulum; (2) manajemen pembelajaran; (3) Penyusunan rencana kerja madrasah yang lebih baik; (4) perumusan visi misi yang lebih berorientasi pada kesejahteraan lulusan, dan lain sebagainya. Urgensi Madrasah di era kontemporer oleh H. Anwar Rasyid, mengungkapkan bahwa sebagai lembaga pendidikan yang sudah lama berkembang di Indonesia, Madrasah selain telah berhasil membina dan mengembangkan kehidupan beragama di Indonesia, juga ikut serta berperan dalam menanamkan rasa kebangsaan ke dalam jiwa rakyat Indonesia. Madrasah juga berperan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Meski demikian performa madrasah saat ini masih dirasakan kurang berkualitas dan sangat perlu untuk ditumbuhkembangkan pada masa yang akan datang karena keberadaan madrasah tampak makin dibutuhkan orang.