Anda di halaman 1dari 20

Nama : Lia Martha Ayunira

Npm : 2171010067
Kelas : B (PAI)
Mata Kuliah : Sejarah Pendidkan dan Kelembagaan Pendidikan Islam

SOAL UAS

1. Jelasakan sejarah pertumbuhan dan perkembangan Perguruan Tinggi


Islam di Indonesia serta faktor-faktor sosial, ekonomi, politik dan
budaya yang mempengaruhinya?
Jawab:
Sejarah pertumbuhan dan perkembangan Perguruan Tinggi di
Indonesia
Sejarah mencatat bahwa Islam telah suskes besar dalam melakukan
misi dakwahnya di Nusantara dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama.
Kesuksesan ini lebih diakui lagi lantaran masuknya Islam ke wilayah
kepulauan nusantara ini tanpa paksaan politik penguasa maupun peperangan,
melainkan dengan cara damai melalui pendekatan kultural. Masyarakat
Indonesia sebelum Indonesia merdeka sudah beragama Islam. Kehidupan
umat Islam di Indonesia (Nusantara) hidup dalam suasana ajaran Islam, baik
budaya maupun dalam tradisi. Pola hidup yang diwujudkan dalam pemikiran,
sikap dan perilakunya keseharian didasari pada ajaran Islam. Islam sebagai
sebuah ajaran menjelma menjadi tatanan kehidupan yang mengatur semua
perilaku masyarakat Indonesia. Indonesia sebelum kemerdekaan berada
dalam situasi sulit, dimana Indonesia di bawah pengaruh kolonial, baik
Belanda maupun Jepang.
Pada sisi lain, bentuk ketidaksenangan Belanda terhadap umat Islam
mencapai kemajuan. Belanda membuat peraturan-peraturan yang membuat
gerakan umat Islam terkarantina. Pertama, pada tahun 1882, Pemerintah
membentuk suatu badan khusus yang bertugas untuk mengawasi kehidupan
beragama dan umat Islam yang mereka sebut dengan Priesterrden. Dari
nasihat badan inilah pada tahun 1905 pemerintah Belanda mengeluarkan
peraturan baru yang dikenal dengan nama Ordonansi Guru. Kedua, tahun
1925 pemerintah Belanda mengeluarkan Ordonansi Guru yang kedua, yang
isinya mewajibkan bagi setiap guru agama untuk melaporkan diri pada
pemerintah secara berkala. Kedua ordonansi ini dimaksudkan sebagai media
pengontrol bagi pemerintah kolonial untuk mengawasi sepak terjang pada
pengajar dan penganjur agama Islam di negara ini. Ketiga, pada tahun 1932,
pemerintah Belanda mengeluarkan ordonansi Sekolah Liar (Wilde School
Ordonansi). Ordonansi ini berisi kewenangan untuk memberantas dan
menutup madrasah dan sekolah yang tidak ada izinnya atau sekolah yang
memberikan pelajaran yang tidak disukai Belanda. Hasrat umat Islam untuk
mendirikan pendidikan tinggi sudah dirintis sejak zaman kolonial Belanda.
M. Natsir menulis dalam Capita Selekta, bahwa keinginan untuk mendirikan
pendidikan tinggi Islam itu telah muncul di hati umat Islam. M. Natsir
menyebutkan, bahwa Dr. Satiman telah menulis artikel dalam Pedoman
Masyarakat nomor 15 membentangkan cita-cita beliau yang mulia akan
mendirikan satu sekolah tinggi Islam itu akan berpusat di tiga tempat, yakni
Jakarta, Solo dan Surabaya.
Di Jakarta akan diadakan sekolah tinggi sebagai bagian atas Sekolah
Menengah Muhammadiyah (AMS) yang bersifat Westerch (kebaratan). Di
Solo akan diadakan sekolah tinggi untuk mendidik mubalighin. Di Surabaya
akan diadakan sekolah tinggi yang akan menerima orang-orang pesantren.
Kendatipun yang diungkapkan ini masih dalam bentuk ide, akan tetapi
semangat untuk mendirikan perguruan tinggi Islam itu telah muncul pada
tahun 1930-an. Umat Islam sejak zaman kolonial Belanda telah memiliki cita-
cita untuk mendirikan perguruan tinggi. Apalagi di kalangan pemerintah
kolonial Belanda sudah lama berdirinya lembaga pendidikan tinggi, misalnya
Sekolah Tinggi Tekhnik (Technische Hogesshool) didirikan tahun 1920 di
Bandung, dan Sekolah Tinggi Hukum (Rechtskundige Hogeschool) didirikan
tahun 1920 di Jakarta, dan Sekolah Tinggi Kedokteran (Geneeskundige
Hogeschool) berdiri tahun 1927 di Jakarta.
Mahmud Yunus menyampaikan bahwa Perguruan Tinggi yang pertama
di Minangkabau, bahkan di seluruh Indonesia, ialah Sekolah Islam Tinggi,
didirikan oleh persatuan Guru-Guru Agama Islam (PGAI) di Padang yang
dipimpin oleh Mahmud Yunus. Sekolah Tinggi itu dibuka secara resmi pada
tanggal 9 Desember tahun 1940, terdiri dari dua Fakultas yakni Fakultas
Syariat (Agama) dan Fakultas Pendidikan dan Bahasa Arab. Sekolah Tinggi
itu berjalan dengan lancar sampai tahun 1942. Tetapi sayang ketika Jepang
masuk kota Padang (Maret 1942) dan memerintah Indonesia, maka Sekolah
Islam Tinggi itu terpaksa ditutup, karena pemerintah Jepang hanya
mengizinkan membuka sekolah/madrasah dari tingkat yang rendah saja.
Dengan demikian berakhirlah riwayat Sekolah Islam Tinggi PGAI di Padang.
Pada masa-masa awal kemerdekaan dimensi perjuangan melawan
kolonialisme Belanda begitu mewarnai PTAI.
PTAI adalah jelas dipersepsi sebagai upaya memperkuat basis religio-
intelektual generasi muda Muslim dalam menentang penjajahan. Pemerintah
kolonial Belanda memang mendirikan beberapa perguruan tinggi di
Indonesia, namun dengan daya tampung dan akses yang sangat terbatas serta
dengan keberpihakan yang tak adil kepada kelompok elite. Akan tetapi perlu
ditegaskan bahwa bagi sebagian besar masyarakat Muslim pada masa pra-
kemerdekaan, memiliki PTAI bukanlah sebagai solusi alternatif terhadap
kebutuhan tersebut. PTAI adalah sebuah prinsip yang mengakomodasi
sentimen keagamaan sekaligus semangat anti-kolonialisme mereka. Dari
perspektif lain, tentu saja PTAI merupakan jawaban terhadap kebutuhan
objektif generasi muda Muslim yang telah menyelesaikan pendidikan
menengah, yang jumlahnya terus berkembang.
Muhaimin mengatakan, bahwa aspirasi umat Islam pada umumnya
dalam pengembangan pendidikan tinggi Islam pada mulanya didorong oleh
beberapa tujuan. Pertama, untuk melaksanakan pengkajian dan
pengembangan ilmu-ilmu agama Islam pada tingkat yang lebih tinggi secara
lebih sistematis dan terarah. Kedua, untuk melaksanakan pengembangan dan
peningkatan dakwah Islam. Ketiga, untuk mereproduksi dan kaderisasi ulama
dan fungsionaris keagamaan, baik pada kalangan birokrasi negara maupun
sektor swasta, serta lembaga-lembaga sosial, dakwah, pendidikan dan
sebagainya. Berikut akan dipaparkan lembaga pendidikan tinggi Islam di
Indonesia yang dimulai dari STI, UII, PTAIN, ADIA, IAIN, STAIN dan
UIN.

2. Bagaimana perkembangan historis Universitas Al-Azhar sebagai salah


satu perguruan tinggi kebanggaan umat Islam, mengapa lembaga
tersebut dapat bertahan dalam persaingan global pendidikan pada era
modern?
Jawab:
Pada tahun 998 M, al-Azhar melangkah ke depan untuk menjadi
universitas Islam.Khalifah Fatimiyah, al-Aziz Billah menyetujui sebuah
proposal yang diajukan oleh menteri kepercayaannya, Yaqub ibn Killis untuk
membangun sebuah sistem pendidikan. Ibnu Killis kemudian menugaskan
sejumlah guru tetap untuk melaksanakan misi edukasi. Para guru dilatih oleh
Ibnu Killis dan kurikulumnya menjadi inti pendidikan di al-Azhar.
Selanjutnya, para guru ini mengikuti kurikulum yang terorganisir dan mereka
menerima pembayaran rutin dari pemerintah Fatimiyah. Pada
perkembangannya, pembelajaran di Universitas al-Azhar tidak sebatas pada
ilmu agama, tetapi juga merambah ke dalam diskusi dan debat bebas antara
ilmuwan. Dengan demikian al-Azhar memperoleh karakteristik universitas
akademik.
Pembelajaran yang beragam menjadi bagian dari karakteristik
kurikulum pembelajaran al-Azhar. Ketika Dinasti Ayyubiyah (1169-1252)
mengambil alih kekuasaan Kairo, mereka ingin menghapus setiap jejak
Fatimiyah. Namun, reputasi al-Azhar tidak berhenti berkembang, hanya saja
pandangan Syiah tergantikan oleh interpretasi Sunni. Sejak saat itu, al-Azhar
menjadi pusat pengetahuan Sunni yang paling penting. Di bawah
pemerintahan Mamluk, antara tahun 1250-1517 M, banyak ilmuwan mencari
perlindungan di al-Azhar dan diterima dengan tangan terbuka. Kedatangan
ilmuwan-ilmuwan ini tidak diragukan lagi berkontribusi pada kemuajuan
pengajaran di universitas. Al-Azhar memasuki masa keemasannya pada abad
ke-14 dan ke-15. Ilmu seperti kedokteran, matematika, astronomi, geografi,
dan sejarah dipelajari di tempat itu. Selama periode Utsmani (1517-1805), al-
Azhar terus menjadi pusat pendidikan, menarik ulama dan siswa Sunni dari
seluruh dunia Islam. Teologi dan hukum tetap menjadi fokus studi dan
penelitian utama.
Bangkitnya kekuasaan Muhammad Ali pada tahun 1811 dan kebijakan
kontrol negara yang terpusat, menyebabkan al-Azhar terpaksa menerima
perubahan pada otonomi tradisionalnya. Perubahan itu turut membawa
perubahan internal dalam organisasi dan peraturannya. Pada awal abad ke-19
ini, al-Azhar dan ulama secara politis terpinggirkan oleh kemunculan rezim
kuat Muhammad Ali Pasha yang bertujuan mereformasi struktur
administrasinya sendiri, serta mengubah ranah hukum dan pendidikan.
Melalui reformasi itu, Islam kehilangan dua ranah yang di mana ulama
sebelumnya menjadi aktor utama. Saluran baru untuk mendidik para elit
diciptakan. Akibatnya, para cendikiawan dan mahasiswa al-Azhar harus
menjalani persaingan dengan sekolah baru (seperti Dar al-Ulum, didirikan
pada tahun 1872 M).
Pada awal abad ke-20, al-Azhar menjadi tempat berkembangnya para
reformis Islam. Salah satu tokoh pembaruan Islam yang paling terkenal dan
mengajar di sana adalah Muhammad Abduh (1849-1905). Meskipun
beberapa pandangannya tidak diterima dengan baik, perubahan iklim
intelektual mulai terasa di al-Azhar. Memasuki tahun 1930-an, al-Azhar
mendapat status sebagai universtias dan direorganisasi menjadi unit akademik
modern. Universitas mulai menerbitkan jurnal-jurnal, menambahkan disiplin
baru ke kurikulumnya dan mendirikan perguruan tinggi wanita. Pada tahun
1950, sistem pendidikan al-Azhar dibagi menjadi tiga fakultas: Hukum Islam,
Ushuluddin, dan bahasa Arab. Kemudian pada 1961, disamping studi Islam,
al-Azhar membuka fakultas umum seperti kedokteran, teknik mesin,
pertanian dll.
Mengapa Universitas Al-azhar dapat bertahan dalam persaingan global
pendidikan pada era modern?
Karena, modernisasi di Al-Azhar juga turut memperluas Pengaruh al-
Azhar terhadap di dunia Islam, banyak tokoh-tokoh yang nantinya menjadi
orang penting belajar di tempat tersebut. Selama tahun 1990-an setidaknya
ada terdapat enam ribu siswa internasional yang terdaftar di al-Azhar dan
mereka mewakili 74 negara. Kurikulum di Universitas Al-Azhar mencakup
ilmu pengetahuan modern untuk membantu para sarjana memahami budaya
modern dan menemukan solusi atas tantangan yang berkembang di zaman
modern. Mengenai isi kurikulum, Thaha husein mengusulkan agar empat
bahasa diajarkan di sekolah-sekolah mesir: Inggris, Prancis, dan Italia,
dengan penekanan pada bahasa asing (Barat). Alasannya: (1) kemampuan
seseorang menguasai beberapa bahasa asing diperlukan untuk mendukung
perkembangan ilmu pengetahuan. (2) ilmu pengetahuan dan keunggulan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni bukan untuk individual bangsa tertentu,
tetapi untuk segala bangsa. (3) duta sains harus dikirim ke negara-negara
Barat dalam jumlah yang lebih besar.

3. Jelaskan secara historis Perkembangan pendidikan Islam di Asia


Tenggara (Malaysia, Singapura, Pattani, dan Brunei Darussalam), dan
bagaimana corak kurikulumnya?
Jawab:
Perkembangan Pendidikan Islam di Malaysia
Perkembangan Islam di Malaysia telah membawa peradaban-
peradaban baru yang diakui Dunia Islam. Sampai saat ini Muslim Malaysia
dikenal sebagai Muslim yang taat beribadahnya, kuat memegang hukum
Islam dan juga kehidupan beragamannya yang damai serta mencerminkan
keIslaman agamanya baik di perkampungan maupun dalam pemerintahan.
Peranan seorang ulama di sana sangat penting baik dalam segi dakwah dan
dalam pengelolaan sekolah-sekolah. Mengenai hasil peradaban Islam di
Malaysia ini juga tidak kalah dengan Negara-negara Islam yang lain, seperti :
(1) Adanya bangunan-bangunan masjid yang megah seperti Masjid Ubaidiyah
di Kuala Kancong (2) Banyaknya bangunan bangunan sekolah Islam (3)
Berlakunya hukum Islam pada pemerintahan Malaysia (hukum islam di sana
mendapat kedudukan khusus karena dijadikan hukum Negara).
Malaysia telah diwujudkan secara nyata dalam bentuk naiknya
pengeluaran anggaran dan dukungan moral pemerintah dalam bidang
pengajaran Islam di sekolah sekolah serta pembangunan mesjid-mesjid dan
berbagai institusi Islam. Kebijakan penting lainnya terkait dengan upaya
menghasilkan sumber daya manusia dan professional Muslim yang
berkualitas dalam berbagai bidang kehidupan adalah kesponsoran pemerintah
dalam mendirikan universitas Islam berskala Internasional (IIUM) yang
dibiayai pemerintah dengan bantuan Arab Saudi. Sebagai upaya untuk
menunjukkan keseriusannya dalam merespons penegasan kembali Islam,
pemerintah menyediakan sejumlah infrastruktur yang diperlukan guna
membantu umat Islam dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban agama
mereka. Realisasi paling umum dari keseriusan ini adalah pembangunan
sejumlah mesjid untuk memenuhi kebutuhan komunitas Muslim akan tempat
ibadah. Selain itu manifestasi penting lainnya dari kesungguhan pemerintah
terlihat dari penyediaan infrastruktur bagi kebijakan pro-Islamnya di berbagai
bidang kehidupan seperti ekonomi, dakwah dan syiar Islam, pendidikan dan
aspek-aspek lainnya dalam meningkatkan keberagamaan masyarakat Muslim.

Corak Kurikulum Pendidikan Islam di Malaysia:


Dalam penerapan kurikulum pendidikan islam di Malaysia tidak
berbeda jauh dengan pendidikan Islam di Indonesia, yaitu kurikulum
pendidikan islam yang mengandung dua kurikulum inti sebagai kerangka
dasar operasional pengembangan kurikulum. Pertama, tauhid sebagai unsure
pokok yang tidak dapat dirubah. Kedua, perintah membaca ayat-ayat Allah
yang meliputi tiga macam ayat, yaitu : (1) ayat Allah yang berdasarkan
wahyu, (2) ayat Allah yang ada pada diri manusia, (3) ayat Allah yang
terdapat di alam semesta atau di luar dari manusia. Para ahli pendidikan Islam
dalam hal ini memberikan interpretasi-interpretasi tersendiri. Prinsip umum
yang menjadi dasar kurikulum pendidikan Islam adalah: (1). Adanya
pertautan yang sempurna dengan agama, termasuk ajaran-ajaran dan nilai-
nilainya (2). Prinsip menyeluruh (universal) pada tujuan-tujuan dan
kandungan-kandungan kurikulum (3). Keseimbangan yang relative antara
tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum (4). Perkaitan dengan bakat,
minat, kemampuan-kemampuan dan kebutuhan pelajar dan juga dengan alam
sekitar, fisik dan sosial tempat pelajar itu hidup berinteraksi (5). Pemeliharaan
atas perbedaan-perbedaan individu diantara pelajar dalam bakatbakat, minat,
kemampuan, kebutuhan dan perbedaan lingkungan masyarakat. (6).
penyesuaian dengan perkembangan dan perubahan yang berlaku dalam
kehidupan (7). Pertautan antara mata pelajaran, pengalaman dan aktifitas
yang terkandung dalam kurikulum, dan pertautan antara kandungan
kurikulum dengan kebutuhan murid dan kebutuhan masyarakat tempat murid
itu tinggal.

Perkembangan Pendidikan Islam di Singapura


Wajah Islam di Singapura tak jauh beda dengan wajah di Malaysia.
Banyak kesamaan, baik dalam praktik ibadah maupun dalam kultur
kehidupan sehari-hari. Sedikit banyak, hal ini mungkin dipengaruhi oleh sisa
warisan Islam Malaysia, ketika negeri kecil itu resmi pisah dari induknya,
Malaysia, pada 1965. Tetapi, sebenarnya Islam telah lama ada dan
berkembang di Singapura, jauh sebelum negeri itu sendiri berdiri. Singapura,
termasuk negeri yang kaya dan tertib di kawasan Asia Tenggara. Namun
siapa sangka tenyata terdapat 70 mesjid yang tersebar merata. Jumlah yang
lumayan banyak untuk negara sekecil Singapura. Tidak seperti di Indonesia
yang begitu banyak masjid dan mushala sehingga memudahkan kita untuk
sholat berjamaah di mushala terdekat.
Lembaga pendidikan Islam di Singapura hanya terbatas pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah dengan jenis dan jumlah yang terbatas.
Terdapat dua jenis lembaga pendidikan Islam, yaitu madrasah sepenuh masa
(full time) dan madrasah separuh masa (part time). Madrasah sepenuh masa
merupakan lembaga pendidikan Islam yang proses pembelajarannya
berlangsung tiap hari sebagaimana yang terjadi pada madrasah di Indonesia,
dan kurikulumnya menggabungkan mata pelajaran agama dan umum.
Sedangkan madrasah separuh masa merupakan lembaga pendidikan yang
proses pembelajarannya tidak berlangsung tiap hari, mungkin dua-tiga kali
seminggu, dilaksanakan pada sore dan malam hari; materinya murni
keagamaan; dan umumnya berlangsung di masjid-masjid. Dengan karakter
demikian, madrasah separuh masa lebih tepat disebut pendidikan non-formal.
Kedua jenis madrasah tersebut memiliki bidang garapan berbeda.
Sasaran madrasah penuh waktu adalah para pelajar muslim yang sejak awal
memilih lembaga ini sebagai tempat mengembangkan potensinya. Sedangkan
madrasah paruh waktu memiliki sasaran para pelajar muslim yang menuntut
ilmu di sekolah umum, agar mereka mengenal ajaran dasar Islam mengingat
sekolah-sekolah umum di Singapura tidak mengajarkan mata pelajaran
agama. Dengan demikian, kedua jenis madrasah tersebut sama-sama memiliki
peran signifikan dalam menumbuh kembangkan semangat islami sejak dini
bagi para generasi muslim. Lembaga pendidikan Islam (madrasah) dikelola
secara modern dan profesional, dengan kelengkapan perangkat keras dan
lunak.
Dari seluruh madrasah Islam sebanyak enam buah, seluruhnya di
bawah naungan Majelis Ugama Islam Singapura (MUIS), sistem pendidikan
diterapkan dengan memadukan ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum.
Keenam madrasah itu adalah madrasah Al-Irsyad Al-Islamiah, madrasah Al-
Maarif Al-Islamiah, madrasah Alsagoff Al-Islamiah, madrasah Aljunied Al-
Islamiah, madrasah Al-Arabiah Al-Islamiah, dan madrasah Wak Tanjong Al-
Islamiah.18 Waktu penyelenggaraan belajar mengajar dimulai dari pukul
08.00 hingga 14.00. Lama waktu ini juga berlaku di sekolah-sekolah umum
dan non-madrasah. Agar tidak ketinggalan dengan kemajuan teknologi, maka
di setiap madrasah dibangun laboratorium komputer dan internet, serta sistem
pendukung pendidikan audio converence. Selain dilengkapi fasilitas internet,
setiap madrasah juga mempunyai server tersendiri bagi pengembangan
pendidikan modern. “Murid dibiasakan dengan teknologi, terutama teknologi
internet. Setiap hari, mereka diberi waktu dua jam untuk aplikasi dan
pemberdayaan internet,” jelas Mokson Mahori, Lc, guru di madrasah Al
Junied Al Islamiyah. Sayangnya, pendidikan Islam baru ada dalam institusi
TK hingga madrasah Aliyah (SMU).
Untuk perguruan tingginya hingga kini belum ada Manajemen yang
sama juga diterapkan dalam pengelolaan masjid. Tidak seperti yang dipahami
selama ini, bahwa masjid hanya sebatas tempat ibadah mahdhoh an sich
(shalat lima waktu dan shalat Jumat). Tetapi, masid di negeri sekuler ini,
benar-benar berfungsi sebagaimana zaman Rasulullah, sebagai pusat kegiatan
Islam. Saat ini di Singapura terdapat 70 masjid.

Corak kurikulum Pendidikan Islam di Singapura:


Demi mengakomodasi kurikulum ganda, Islam dan nasional, sekolah
memiliki waktu sekolah tiga jam lebih panjang dari pada sekolah umumnya.
Madrasah Al Irsyad menempati urutan pertama dari enam madrasah yang ada
di Negeri Singa tersebut. Selain menganut kurikulum modern, institusi
pendidikan Islam tersebut juga memiliki titik utama sebagai Islamic Center
dari Dewan Agama Islam Singapura, dewan penasihat yang memberi
masukan kepada pemerintah perihal urusan menyangkut Muslim. Kurikulum
yang dipakai di Madrasah Al Irsyad Al Islamiah memadukan materi
pendidikan lokal dan internasional bernapas Islam dalam kegiatan belajar
mengajar. Bahasa Inggris menjadi bahasa pengantar yang dominan, baik di
dalam kelas maupun di laboratorium komputer, laboratorium ilmu
pengetahuan, maupun perpustakaan.

Perkembangan Pendidikan Islam di Thailand (Pattani)


Masuknya agama Islam ke Selatan Thailand (Pattani) tidak bisa
dilepaskan dengan masuknya Islam ke Asia tenggara. Rentetan penyiaran
Islam di Nusantara ini merupakan satu kesatuan dari mata rantai peroses
Islamisasi di Nusantara. Islamisasi di Pattani, banyak dikaitkan dengan usaha
kerajaan Islam Samudra Pasai pada abad ke-12 dan 13 M yang telah begitu
aktif melaksanakan dakwah Islam di kawasan ini. Raja Pattani yang pertama
masuk Islam menggati namanya dengan Sultan Ismail Zilullah Fil Alam atau
lebih dikenal dengan Sultan Isma’il Syah. Proses Islamisasi di Pattani tidak
bisa dilepaskan dari peranan pendidikan. Pada tahap awal pendidikan
informal sangat berperan, yaitu kontak informal antara mubaligh dengan
rakyat setempat selanjutnya ditindak lanjuti dengan munculnya pendidikan
non formal dan terakhir pendidikan formal. Pada tahap awal pendidikan Islam
di kawasan Thailand Selatan dilaksanakan pendidikan al-Qur’an.
Sistem pendidikan yang tidak tersetruktural tersebut berubah kepada
sistem pengajaran yang tersetruktur. Dengan beberapa kebijaksanaan dan
tekanan imperialis Thai terhadap masyarakat melayu Pattani mengakibatkan
para cendikiawan dan beberapa ahli, berfikir keras untuk mempertahankan
dan meningkatkan tarap kehidupan beragama di kalangan masyarakat Islam
di Pattani. Pada tahun 1933 Haji Sulong mendirikan sekolah modren pertama
di Pattani. Projek pembangunan sekolah Agama pertama di Pattani mulai
dibangun pada penghujung tahun 1933 dengan jumlah dana 7200 Bath.yang
disumbangkan oleh umat Muslim yang berada dikampung anak –Ru dan
sekitarnya dengan diberi nama sekolahnya Madrasah Al- Ma’arif Al –
Wathaniyah Fathani. Oleh karena itu maka lembaga pendidikan Pondok
secara bertahap berubah menjadi sekolah swasta Islam (madrasah).
Materi pelajaran yang diutamakan di pondok adalah berdasarkan pada
pembacaan dan pemahaman kitab-kitab klasik, baik dalam bahasa Arab
maupun dalam bahasa Melayu tulisan Jawi. Perubahan Pondok ke sistem
pendidikan sekolah Islam swasta (madrasah) dengan menganut sistem
persekolahan (Madrasah) di Thailand ini, membawa perubahan yang luar
biasa bagi masyarakat Islam. Para lulusan sekolah Islam swasta (madrasah)
itu dapat memilih kemana mereka ingin melanjutkan pelajarannya sesuai
dengan minat dan perhatiannya. Apabila dia berminat dalam bidang Sains,
maka dia dapat melanjutkan studi dalam bidang tersebut, begitu juga apabila
dia lebih terkonsentrasi dalam bidang agama dan bahasa Arab, juga dapat
direalisasikannya untuk melanjutkan studi kebidang tersebut.
Keadaan Islam di Thailand mengenai pendidikan formal tidak tampak
menggembirakan. Seperti muslim yang tinggal di propinsi selatan, Pattani,
Setul, Yala, dan Narathiwat. Telah memperjuangkan kebebasan diri meraka
dari kekuasaan pemerintah Thai. Dalam perjuangan untuk memperoleh
kemerdekaan Pattani, Pendidikan Islam tradisional yang berupa pondok telah
menjadi tulang punggung identitas islam dan perlawanan islam terhadap
pemerintah pusat. Namun pondok telah bertransformasi menjadi sekolah
agama modern (madrasah).
Perkembangan madrasah sangat pesat hingga pada tahun enam
puluhan keatas harus memasukan dalam kurikulumnya mata pelajaran umum
yang diwajibkan oleh penguasa, seperti bahasa Thai, matematika, sains,
sejarah ilmu bumi, bahasa ingris, dll. Di sekolah-sekolah pemerintah di
thailand setiap siswa, termasuk yang muslim harus belajar agama Budha
sebagai pelajaran wajib. Sementara itu sekolah-sekolah islam tidak dapat
bersaing dengan sekolah pemerintah dalam hal prospek pekerjaan di
kemudian hari. Kualifikasi mereka tidak memungkinkan mereka untuk
mendapat pekerjaan yang lebih baik di kantor-kantor pemerintah.

Corak Kurikulum Pendidikan Islam di Thailand (Pattani):


Realitas sosial ekonomi Singapura sekarang telah memaksa penduduk
muslim untuk lebih mementingkan pendidikan umum, sehingga
menyingkirkan pendidikan agama kebelakang. Kurangnya kurikulum yang
sesuai standar dan tidak ada satu badan tunggal yang mempunyai wewenang
untuk merencanakan silabus dan kurikulum serta membiayai madrasah
menyebabkan madrasah tersebut tidak dapat memberikan pendidikan yang
baik. Masalah pedidikan Islam di Singapura yang dirasakan oleh para
pemimpim muslim baragam diantaranya: tujuan pendidikan Islam dengan
sistem pendidikan nasional belum tegas, tidak ada perguruan tinggi Islam,
tidak ada kurikulum yang standar, tidak ada administrasi pendidikan Islam
sentral, kurangnya dana dan status ekonomi guru agama, dll

Perkembangan Pendidikan Islam di Brunei Darussalam


Brunei Darussalam sebagai sebuah negara sudah barang tentu akan
memperhatikan sumber daya manusianya hal ini selalu ditekankan oleh para
menteri kabinet dalam setiap pidatonya tentang tantangan mengelola
perubahan dalam konteks pembangunan nasional. Oleh karena itu pemerintah
Brunei meningkatkan pengelolaan sumber daya manusia yang menurutnya
terletak pada pelatihan generasi muda. Bahasa Melayu dan Inggris memiliki
penekanan yang sama pada pendidikan dasar dan pelajaran diajarkan dalam
bahasa Inggris. Penekanan pada bahasa Inggris ini diimbangi dengan
pengajaran MIB (Melayu Islam Beraja atau Kerajaan Islam Melayu), seperti
ajaran agama Islam, yang merupakan program pengajaran moral inti di
sekolah. Pelajaran satu tahun dalam bidang MIB terutama diwajibkan untuk
mahasiswa . Sekolah-sekolah sekunder bahasa Arab juga diajarkan sejak pada
tahun 1970, dan bagi siswa yang memenuhi syarat kemudian dikirim ke Al-
Azhar University di Kairo. Bruneib Religious Teachers College (sekolah
Guru Agama Brunei) yang didirikan pada tahun 1972, melatih dan
mempersiapkan guru-guru agama yang terampil.
Pendidikan formal di Brunei dimulai tahun 1912 dengan mulai
dibukanya Sekolah Melayu di Bandar Brunei (Bandar Sri Begawan
sekarang). Kemudian dikuti dengan pembukaan sekolah lain tahun 1918 di
wilayah Brunei-Muara, Kuala Belait dan Tutong khusus untuk murid laki-laki
berusia 7-14 tahun dengan kurikulum pelajaran mencakup membaca dan
menulis dalam bahasa Arab dan Latin. Sebelumnya tahun 1916, masyarakat
Tionghoa telah mendirikan sekolah sendiri di Bandar Sri Begawan . Baru
pada tahunn 1913 Sekolah Dasar Swasta pertama berbahasa Inggris berdiri di
Seria. Sampai dengan tahun 1941, jumlah sekolah di Brunei mencapai 32
buah yang terdiri dari 24 sekolah Melayu, 3 sekolah swasta Inggris, 5 sekolah
Cina dengan jumlah murid 1.714 orang dan 312 orang murid wanita.
Pada tahun 1966 sekolah Melayu pada tingkat pendidikan menengah
dibuka di Belait, Tahun 1984 kurikulum pendidikan nasional mewajibkan
para siswa untuk menguasai dwibahasa yaitu bahasa Melayu dan bahasa
Inggris, Puncaknya berupa berdirinya Universiti Brunei Darussalam tahun
1985 sebagai lembaga tertinggi di bidang pendidikan.
Prioritas utama pemerintah kerajaan Brunei dalam pendidikan adalah
menuju arah kemajuan dan pembangunan dan pengembangan sumber daya
manusia di era globalisasi, peningktan sektor pendidikan termasuk pendidikan
teknik dan kejuruan di mana kurikulumnya selalu ditinjau ulang. Program
pendidikan diarahkan untuk menciptakan manusia yang berakhlak dan
beragama dan menguasai teknologi. Pemerintah telah menetapkan tiga bidang
utama dalam pendidikan yaitu : Sistem dwibahasa di semua sekolah, Konsep
melayu Beraja (MIB) dalam kurikulum sekolah dan Peningkatan serta
perkembangan sumber daya manusia termasuk pendidikan vokasional
(kejuruan).

Corak Kurikulum Pendidikan Islam di Brunei Darusalam:


Sistem Kurikulum pendidikan di Brunei memasukkan mata pelajaran
Agama dalam kurikulum. Materi agama harus ada di setiap jenjang
pendidikan. Di sinilah letak bedanya negara Islam dan non Islam, pelajaran
agama di negara Islam lebih ditekankan agar pendidikan itu membentuk
manusia yang berahlak, bermoral dan berkepribadin luhurmemiliki banyak
kesamaaan sengan negara lainnya seperti Inggris, Malaysia, Singapura
sebagai sesama negara persemakmuran dan lain-lain. Sistem ini dikenal
dengan pola A7-3-2-2 yang melambangkan lamanya masa studi untuk
masing-masing tingkatan seperti : 7 tahun tingkat dasar, 3 tahun tingkat
menengah pertama, 2 tahun tingkat atas dan 2 tahun pra-universitas.
Pemerintah mengutamakan penciptaan sumber daya manusia yang berakhlak,
beragama, dan menguasai teknologi.
4. Pesantren merupakan lembaga tertua di Indonesia. Jelaskan
pertumbuhan pesantren dan madrasah di Indonesia, serta perbedaan
dan persamaanya dengan lembaga sejenis dinegara-negara Islam lainnya
terutama di Timur Tengah?
Jawab:
a. Pertumbuhan Dan Perkembangan Pesantren
Pertumbuhan Dan Perkembangan Pesantren di Indonesia tumbuh
berkembang sangat pesat Berdasarkan laporan pemerintah kolonial
belanda, pada abad ke 19 untuk di jawa saja terdapat tidak kurang dari
1.853 buah, dengan jumlah santri tidak kurang 16.500 orang. Dari jumlah
tersebut belum masuk pesantren-pesantren yang berkembang diluar jawa
terutama Sumatra dan Kalimantan yang suasana kegiatan keagamaanya
terkenal sangat kuat. Dalam mekanisme kerjanya, sistem yang ditampilkan
pondok pesantren mempunyai keunikan dibandingkan dengan system yang
diterapkan dalam pendidikan pada umumnya.
Keadaan pondok pada masa kolonial sangat berbeda dengan
keberadaan pondok sekarang. Hurgronje menggambarkan keadaan pondok
pada masa kolonial (dalam bukunya Imron Arifin, Kepemimpinan Kiai)
yaitu: “Pondok terdiri dari sebuah gedung berbentuk persegi, biasanya
dibangun dari bambu, tetapi di desa-desa yang agak makmur tiangnya
terdiri dari kayu dan batangnya juga terbuat dari kayu. Tangga pondok
dihubungkan ke sumur oleh sederet batu-batu titian, sehingga santri yang
kebanyakan tidak bersepatu itu dapat mencuci kakinya sebelum naik ke
pondoknya. Pondok yang sederhana hanya terdiri dari ruangan yang besar
yang didiami bersama. Terdapat juga pondok yang agaknya sempurna di
mana didapati sebuah gang (lorong) yang dihubungkan oleh pintu-pintu.
Dewasa ini keberadaan pondok pesantren sudah mengalami perkembangan
sedemikian rupa sehingga komponen-komponen yang dimaksudkan makin
lama makin bertambah dan dilengkapi sarana dan prasarananya. Dalam
sejarah pertumbuhannya, pondok pesantren telah mengalami beberapa fase
perkembangan, termasuk dibukanya pondok khusus perempuan. Dengan
perkembangan tersebut, terdapat pondok perempuan dan pondok lakilaki.
Sehingga pesantren yang tergolong besar dapat menerima santri laki-laki
dan santri perempuan, dengan memilahkan pondok-pondok berdasarkan
jenis kelamin dengan peraturan yang ketat.

b. Pertumbuhan dan perkembangan Madrasah


Kendati fenomena madrasah di dunia Islam telah muncul sekitar
abad ke-4/5 H (10/11 M), seperti munculnya madrasah-madrasah di
Naisaphur Iran (± 400 H) dan Madrasah Nidzamiyah di Baghdad (457 H),
keberadaan madrasah di Indonesia baru dijumpai pada awal abad 20.
Dengan demikian, kemunculan madrasah di tanah air tidak memiliki
hubungan langsung dengan keberadaan madrasah di era klasik. Beberapa
penulis sejarah pendidikan Islam di Indonesia menyebut dua peristiwa
penting yang melatarbelakangi munculnya madrasah di Indonesia, yaitu
kolonialisme Belanda dan gerakan pembaharuan Islam. Selama menjajah
Indonesia, pemerintah Hindia Belanda menunjukkan sikap diskriminatif
terhadap umat Islam. Misalnya, pemerintah membuat aturan sebagaimana
tertuang dalam pasal 179. Konstitusi Hindia Belanda yang melarang
pendidikan agama diajarkan di sekolah umum milik pemerintah dengan
alasan pemerintah bersikap netral. Dalam praktik, aturan tersebut tidak
pernah benar-benar dilaksanakan.
Pemerintah Belanda lebih berpihak pada agama Kristen. Sekolah-
sekolah Kristen didirikan di setiap karesidenan dan dianggap sebagai
sekolah pemerintah serta mendapat subsidi rutin. Dakwah Islam di daerah
animisme dilarang sedangkan misi Kristen dibiarkan. Pemerintah Belanda
juga membiarkan upaya penghinaan terhadap Islam, dan melarang hal
yang sama terhadap Kristen. Kebijakan diskriminatif pemerintah Hindia
Belanda memunculkan reaksi umat Islam, baik secara defensif maupun
progresif. Reaksi defensif ditunjukkan, terutama oleh ulama tradisional,
dengan cara menghindari sejauh mungkin pengaruh politik Belanda
terhadap sistem pendidikan Islam. Sikap ini terlihat pada sistem
pendidikan tradisional pesantren yang mengambil tempat di daerah-daerah
pedalaman untuk menjauh/menghindar dari pengaruh dan pantauan
Belanda.
Di tempat ini para kyai lebih leluasa mendidik para santrinya untuk
mendalami agama sekaligus mendidik mereka sebagai kader yang siap
berjihad melawan penjajah. Dengan demikian, cara progresif ini dilakukan
umat islam dengan cara “menolak sambil meniru”. Reaksi progresif ini
terutama dipelopori sejumlah ulama pembaharu, yaitu mereka yang mulai
bersentuhan dengan gerakan pembaharuan yang telah menggema di Timur
Tengah sejak awal abad ke 19. Maka, melalui pola moderat ini, berdirilah
sejumlah madrasah dan sekolah umum berciri khas Islam dengan beberapa
corak. Pertama, pendirian madrasah dengan dominasi mata pelajaran
agama ditambah mata pelajaran umum (madrasah plus), sebagaimana
dilakukan Madrasah Adabiyah Padang Panjang (1909). Kedua, pendirian
sekolah umum model Belanda ditambah mata pelajaran agama (sekolah
plus), seperti yang ditawarkan Sekolah Adabiyah Padang (1915). Ketiga,
pendirian madrasah dengan bidang kajian sepenuhnya agama (madrasah
diniyah) yang dikelola secara modern, sebagaimana ditawarkan Madrasah
Sumatera Thawalib (1919). Dalam perkembangan berikutnya, pendirian
lembaga-lembaga pendidikan Islam modern dilakukan secara massif oleh
umat Islam di berbagai penjuru tanah air.

c. Perbedaan Lembaga di Indonesia dengan Timur Tengah


Sejarah madrasah di Indonesia juga mencatat bahwa
perkembangan awal hingga saat ini berbeda dengan orientasi sekolah yang
ada di Timur Tengah. Di Indonesia madrasah sebagai lembaga studi
lanjutan dari konsep surau dan pesantren. Akan tetapi, banyak mengalami
modifikasi nilai-nilai modernitas di dalamnya. Sementara George Makdisi
mengungkapkan mengapa madrasah menjadi lembaga lanjutan surau,
karena memiliki tata letak dan arsitektur yang tidak sama jauhnya. Bahkan
tidak hanya letak arsitektur saja, kebiasaan para pemuka agama (pengajar
madrasah) juga masih sama khas dengan sistem pesantren atau surau, yaitu
berpegang pada satu Guru yaitu Kiai. Otoritas mutlak dari madrasah ini
oleh kiai langsung secara turun temurun. Fenomena itu bahkan bisa kita
lihat sampai saat ini. Maka dari itu, sistem madrasah yang ada di Indonesia
cenderung moderat.

d. Persamaan Lembaga di Indonesia dengan Timur Tengah


Di Baghdad sudah berdiri Madrasah di Naisapur sebanyak 39
Madrasah dengan Madrasah tertua Miyan Dahiya yang mengkhususkan
pada pengajaran Fiqih Maliki. Naji Ma'ruf (1966:9) mengatakan bahwa
165 tahun sebelum madrasah Nizhamiyah, sudah ada Madrasah di
Transoksania dan Khurasan. Sebagai bukti, ia mengemukakan data dari
Tarikh al-Bukhari yang menjelaskan bahwa Ismail Ibn Ahmad Ibn Asad
yang wafat pada tahun 295 H mempunyai Madrasah yang dikunjungi oleh
para pelajar untuk melanjutkan pelajaran mereka. Madrasah Naisapur pada
masa awalnya didirikan oleh ulama fiqih dengan tujuan utama
mengembangkan ajaran mazhabnya. Interaksi guru dan murid di Timur
Tengah pada awal Islam dilakukan dengan sangat sederhana yaitu
menyebarkan agama, kemudian berkembang menjadi upaya sadar untuk
memenuhi kebutuhan akan keahlian dalam bidang tertentu.

5. Pada masa kontemporer, pendidikan Islam menghadapi berbagai


persoalan dan tantangan. Jelaskan Isu-isu kontemporer yang muncul
pada era kontemporer, dan bagaimana strategi untuk menghadapinya?
Jawab:
Isu-isu kontemporer:
a. Penerapan Student Centered Approach dalam Pendidikan Islam.
b. Kurikulum Pendidikan Islam
c. Peningkatan Kualitas Pendidik.
d. Pengelolaan Peserta Didik (Pembinaan Kesiswaan)
e. Penganggaran Pembiayaan pendidikan Islam
f. Peningkatan Mutu Pembelajaran
g. Kompetensi Lulusan
h. Pengelolaan Sarana dan Prasarana Pendidikan Islam
i. Peningkatan Hubungan Sekolah Islam dengan Umat dan Masyarakat
Umum.

Strategi untuk menghadapi isu-isu kontemporer:


Strategi untuk menghadapi isu-isu kontemporer, diantaranya adalah: (1)
perbaikan manajemen kurikulum; (2) manajemen pembelajaran; (3)
Penyusunan rencana kerja madrasah yang lebih baik; (4) perumusan visi misi
yang lebih berorientasi pada kesejahteraan lulusan, dan lain sebagainya.
Urgensi Madrasah di era kontemporer oleh H. Anwar Rasyid,
mengungkapkan bahwa sebagai lembaga pendidikan yang sudah lama
berkembang di Indonesia, Madrasah selain telah berhasil membina dan
mengembangkan kehidupan beragama di Indonesia, juga ikut serta berperan
dalam menanamkan rasa kebangsaan ke dalam jiwa rakyat Indonesia.
Madrasah juga berperan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Meski
demikian performa madrasah saat ini masih dirasakan kurang berkualitas dan
sangat perlu untuk ditumbuhkembangkan pada masa yang akan datang karena
keberadaan madrasah tampak makin dibutuhkan orang.

Anda mungkin juga menyukai