Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH

ORGANISASI ATAU DESAIN KURIKULUM


DAN
MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum

Dosen Pembimbing :
Dr. Zuhairi, M.Pd

Disusun oleh:

1. Annisa Wulandari (2171010048)


2. Lia Martha Ayunira (2171010067)

Kelas B

PROGRAM PASCASARJANA
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
1443 H/2021 M

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas rahmat dan


kemudahan yang telah diberikan kepada kami, Alhamdulillah akhirnya saya telah
menyelesaikan tugas mandiri mata kuliah Pengembangan Kurikulum berupa
makalah yang berkaitan dengan organisasi atau desain kurikulum dan model
pengembangan kurikulum.
Dalam penyusunan makalah ini, saya tidak lupa mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Dr. Zuhairi, M.Pd. selaku dosen pembimbing mata kuliah
Pengembangan Kurikulum yang telah memberikan materi dan pengarahan kepada
kami, serta teman-teman dan kakak tingkat yang telah membantu kami dalam
bentuk informasi.
Kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan,
untuk itu kritik dan saran dari para pembaca akan membantu kami untuk
memperbaiki makalah ini. Kami berharap semoga para pembaca mendapatkan
manfaat setelah membaca makalah ini. aamiin yarabbal ‘alamiin.

Metro, 06 Maret 2022


Penulis 2 Penulis 1

Lia Martha Ayunira Annisa Wulandari


NPM. 2171010067 NPM. 2171010048

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Organisasi atau Desain kurikulum 4
1. Pengertian Organisasi Kurikulum 4
2. Dimensi Organisasi Kurikulum 6
3. Jenis-jenis Organisasi Kurikulum 9
a. Separated-subject Curriculum 9
b. Correlated Curriculum 12
c. Broad-Field Curriculum 14
d. Integrated Curriculum 15
e. Core Curriculum 18
B. Model Pengembangan Kurikulum 19
1. Pengertian Model Pengembangan Kurikulum 19
2. Model Pengembangan Kurikulum: 20
a. Model Tyler 20
b. Model Hilda Taba 22
c. Model Harold B. Alberty 26
d. Model David Warwick 28
e. Model Beauchamp 29
f. Model Roger 31

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan 35
B. Saran 36
DAFTAR PUSTAKA 37

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan kurikulum sebagai suatu disiplin ilmu pada masa modern ini
yang berkembang sangat pesat. Dahulu, kurikulum tradisional lebih terfokus pada
mata pelajaran dengan sistem penyampaian penuangan. Maka, kurikulum modern ini
lebihberorentasi pada dimensi-dimensi baru, seperti kecakapan hidup, pengembangan
diri, pembangunan ekonomi dan industri, era globalisasi dengan segala
problematikanya, politk, bahkan dalam praktiknya telah menyentuk dimensi
teknologi informasi dan komunikasi.
Pengembangan kurikulum tidak lepas dari berbagai aspek yang
mempengaruhinya, seperti cara berfikir, sistem nilai (nilai moral, keagamaan, politik,
budaya dan sosial), proses pengembangan, kebutuhan peserta didik, kebutuhan
masyarakat maupun arah program pendidikan. Model pengembangan kurikulum yaitu
langkah sitematis dalam penyusunan kurikulum.Alternatif prosedur dalam rangka
mendesain (desaigning), menerapkan (Implementation), dan mengevaluasi
(evaluation) suatu kurikulum.
Organisasi kurikulum adalah pengetahuan baku dan susunan pengalaman yang
harus disampaikan dan dilakukan oleh peserta didik untuk menguasai kompetensi
yang telah ditetapkan.1 Pengalaman yang dimaksud terbagi menjadi pengalaman
langsung dan pengalaman tidak langsung yang didapat atau diterima oleh peserta
didik dalam proses pembelajaran.2 Jenis-jenis organisasi kurikulum antara lain:
separated-subject curriculum, correlated curriculum, broad-field curriculum,
integrated curriculum, dan core curriculum.

1
Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, 3 ed. (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2013), 94.
2
Bradley Setiyadi, Nurul Faizah, dan Dinda Florentina Rania Br. Tarigan, “Model
Pengembangan dan Organisasi Kurikulum,” Riau Education Journal (REJ) 1, no. 2 (Agustus 2021):
43.

4
Model pengembangan kurikulum harus dapat menggambarkan suatu proses
sistem perencanaan program pembelajaran yang dapat memenuhi kebutuhan dan
standar keberhasilan dalam pendidikan, berdasarkan pada perkembangan teori dan
praktik kurikulum. Agar dalam pengimplementasian kurikulum tepat sasaran maka
dalam mengembangkan model kurikulum harus memehami berbagai jenis
pengembangan kurikulum.3 Model pengembangan kurikulum, antara lain: model
Tyler, model Hilda Taba, model Harold B. Alberty, model David Warwick, model
Beauchamp, dan model Roger.
Oleh karena itu, penulis berasumsi bahwa makalah ini sangat penting untuk
dibahas dan didiskusikan karena dengan mengetahui tentang organisasi atau desain
pendidikan dan model pengembangan kurikulum. Dengan mempelajari mengenai
organisasi kurikulum dapat mengetahui jenis-jenis dari organisasi kurikulum dan
model-model pengembangan kurikulum.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain:
1. Bagaimanakah pengertian organisasi kurikulum?
2. Bagaimana dimensi organisasi kurikulum?
3. Bagaimana jenis-jenis organisasi kurikulum?
4. Bagaimana pengertian model pengembanga kurikulum?
5. Bagaimana model pengembangan kurikulum?

C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan memahami secara mendalam mengenai organisasi
atau desain kurikulum.
2. Untuk mengetahui dimensi organisasi kurikulum.
3. Untuk mengetahui dan memahami jenis-jenis organisasi kurikulum.

3
Dianis Izzatul, "Model Pengembangan Kurikulum Tematik Integratif Pendidikan Dasar",
Vol.27, No.1/Januari 2016, 189.

5
4. Agar mengetahui dan memahami model pengembanga kurikulum.
5. Untuk mengetahui dan memahami yang termasuk dalam model
pengembanga kurikulum.

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Organisasi atau Desain Kurikulum


1. Pengertian Organisasi Kurikulum
Organisasi adalah suatu kelompok sosial yang bersifat tertutup atau terbuka dari
pihak dalam atau luar, yang diatur berdasarkan aturan tertentu, yaitu dipimpin oleh
seorang pemimpin atau seorang staf administratif yang dapat melaksanakan
bimbingan secara teratur dan bertujuan.4 Kurikulum adalah segala poses pembelajaran
atau pengalaman peserta didik yang telah direncanakan dan dilaksanakan dalam
bimbingan lembaga pendidikan. Dalam kurikulum tidak hanya berupa dokumen cetak
atau tertulis saja, namun berisi tentang rangkaian kegiatan atau akivitas peserta didik
yang dilakukan di dalam kelas, di luar kelas, di lapangan, dan maupun di lingkungan
masyarakat yang telah direncanakan serta dibimbing oleh lembaga pendidikan.
Menurut Hilda Taba menjelaskan tentang suatu kurikulum harus memuat pernyataan
tujuan, menunjukkan pemilihan dan pengorganisasian bahan pelajaran serta
rancangan penilaian hasil belajar peserta didik.5
Organisasi kurikulum adalah pengetahuan baku dan susunan pengalaman yang
harus disampaikan dan dilakukan oleh peserta didik untuk menguasai kompetensi
yang telah ditetapkan.6 Pengalaman yang dimaksud terbagi menjadi pengalaman
langsung dan pengalaman tidak langsung yang didapat atau diterima oleh peserta
didik dalam proses pembelajaran.7 Pengalaman langsung adalah pengalaman yang
diperoleh peserta didik sebagai hasil interaksi secara langsung dengan lingkungan
sekitarnya. Sedangkan, pengalaman tidak langsung adalah pengalaman yang

4
Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, 5 ed. (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2012), 136.
5
Rusman, Manajemen Kurikulum (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), 59.
6
Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, 94.
7
Setiyadi, Faizah, dan Florentina Rania Br. Tarigan, “Model Pengembangan dan Organisasi
Kurikulum,” 43.

7
diperoleh peserta didik melalui perantara, seperti pengalaman yang diperoleh dari
buku sumber dan menonton televisi.8
Organisasi kurikulum merupakan pola atau desain bahan kurikulum yang
bertujuan untuk mempermudah peserta didik dalam mempelajari bahan pelajaran
serta mempermudah peserta didik dalam melaksanakan kegiatan belajar, sehingga
tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif.9 Dalam pengertian lain, organisasi
kurikulum merupakan bentuk program kurikulum yang berbentuk kerangka umum
program pengajaran yang disampaikan kepada peserta didik dan berguna untuk
mencapai tujuan dari pembelajaran yang telah ditetapkan.10
Organisasi kurikulum memiliki hubungan yang erat dengan pengelolaan bahan
pelajaran dalam kurikulum. Sedangkan, sumber bahan pelajaran adalah nilai budaya,
nilai sosial, aspek peserta didik dan masyarakat, serta ilmu pengetahuan dan
teknologi. Sejumlah faktor-fakor yang harus dipertimbangkan dalam organisasi
kurikulum, yaitu antara lain:
a. Ruang lingkup dan urutan bahan pelajaran, ruang lingkup dan sistematika
bahan pelajaran merupakan salah satu faktor yang harus dipertimbangankan
dalam suatu kurikulum. Setiap pola kurikulum memiliki ruang lingkip materi
pelajaran yang tidak sama. Selain itu, urutan bahan pelajaran juga harus
disajikan dalam organisasi kurikulum.
b. Dalam organisasi kurikulum harus memperhatikan hal-hal yang berkaitan
dengan substansi bahan yang dipelajari oleh peserta didik. Materi yang diterima
oleh peserta didik semakin lama akan semakin mendalam yang dikembangkan
berdasarkan keluasan kajian.11

8
Aset Sugiana, “Proses Pengembangan Organisasi Kurikulum di Indonesia,” Jurnal Kajian dan
Penelitian Pendidikan islam 12, no. 1 (Juni 2018): 93.
9
Rusman, Manajemen Kurikulum, 60.
10
Ghamal Sholeh Hutomo dan Tasman Hamami, “Organisasi dan Desain Pengembangan
Kurikulum PAI,” At-Tafkir 13, no. 2 (2020): 145.
11
Wahyu Aprilia, “Organisasi dan Desain Pengembangan Kurikulum,” Jurnal Keislaman dan
Ilmu Pendidikan 2, no. 2 (Juli 2020): 212.

8
c. Dalam organisai kurikulum perlu dipertimbangkan dinamis perubahan dan
perkembangan dalam ilmu pengetahuan, sosial budaya, maupun ekonomi
mempengaruhi dimensi kurkulum.
d. Alokasi waktu yang dibutuhkan dalam kurikulum harus menjadi bahan
pertimbangan dalam proses pengorganisasian kurikulum.12
Dalam hal ini para pengembang kurikulum dapat pengembangan kurikulum
dengan berbagai program pendidikan yang bersifat konsisten, komprhensif, dan
efektif. Dalam proses pembelajaran di sekolah dan di luar sekolah tentu terdapat
perbedaan. Jika di sekolah, semua kegiatan serta pengalaman peserta didik diatur dan
diorganisasikan secara formal dan sesuai dengan kebutuhan, minar serta bakat peserta
didik. Sedangkan proses pembelajaran di luar sekolah, kegiatan dan pengalama
belajar peserta didik tidak diatur dan diorganisasikan secara formal, terutama yang
berkaitan dengan kapan dan dimana kegiatan pembeajaran itu dilaksanakan.13
Berdasarkan literatur di atas, dapat diasumsikan bahwa organisasi kurikulum
adalah suatu pola atau desain bahan kurikulum yang bertujuan untuk mempermudah
peserta didik dalam mempelajari bahan pelajaran serta mempermudah peserta didik
dalam melaksanakan kegiatan belajar dan pengalaman yang didapatkan oleh peserta
didik, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif. Hal-hal yang perlu
diperhatikan antara lain ruang lingkup dan urutan bahan pelajaran, substansi bahan
yang dipelajari oleh peserta didik, dinamis perubahan dan perkembangan dalam ilmu
pengetahuan, sosial budaya, maupun ekonomi mempengaruhi dimensi kurkulum.

2. Dimensi Organisasi Kurikulum


Organisasi mempunyai dua dimensi pokok, yaitu dimensi isi dan dimensi
pengalaman belajar. Dalam pengembangan kurikulum, kedua dimensi ini masih
membingungkan karena tidak adanya batasan-batasan yang tegas. Validasi beberapa
kriteria sering dipersoalkan karena kenyataannya hanya digunakan untuk salah satu
dimensi saja. Padahal, sifat dari setiap mata pelajaran memang berbeda. Dalam

12
Aprilia, 213.
13
Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, 95.

9
organisasi kurikulum yang bersifat logis akan berbeda dengan organisasi kurkulum
yang bersifat psikologis. Pada umumnya dalam organisasi kurikulum yang bersifat
logis mengutamakan dimensi isi dan melihat fakta apa adanya. Sedangkan, dalam
organisasi kurikulum yang bersifat psikologis lebih mengutamakan dimensi
pengalaman belajar dan cenderung kurang mempehatikan fakta da nisi setiap jenis
struktur tertentu atau yang bersifat logis.14
Desain kurikulum merupakan kerangka dalam menyusun organisasi kurikulum
dan merupakan dalam rangka mempersiapkan salah satu komponen kurikulum yaitu
isi materi kurikulum. Dalam penyusunan isi materi kurikulum dapat ditinjau dari dua
segi, yaitu segi horizontal yang dikenal dengan ruang lingkup isi kurikulum, dan segi
vertical yang membahas mengenai urutan dalam penyajian bahan yang dimulai dari
hierarki belajar.15
Dalam dimensi kurikulum, Ralph Tyler melihat dimensi kurikulum dari dua
bentuk hubungan kesempatan belajar, yaitu hubungan organisai vertikal dan
hubungan organisasi horizontal. Dalam hubungan organisasi vertikal adalah
hubungan kesempatan belajar untuk minggu pertama dan minggu kedua. Sedangkan,
hubungan organisasi horizontal adalah hubungan kesempatan belajar yang terdapat di
dalam kelas yang setingkat, mata pelajaran, dan situasinya, baik yang ada doi
lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Dengan adanya kedua dimensi ini akan
didapatkan pengaruh kurikulum yang sangat kuat secara kumulatif. Kedua hubungan
ini saling berhungan satu dengan yang lain dan saling berkesinambungan, maka
dalam hal ini kesempatan belajar diperluas dan ditingkatkan karena kedua dimensi ini
akan saling mengisi satu sama lain. Oleh karena itu, peserta didik akan memperoleh
pengalaman belajar yang lebih luas dan mendalami berbagai unsur dalam organisasi
kurikulum.16
Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam organisasi kurikulum, adalah antara
lain:

14
Arifin, 95.
15
Sholeh Hutomo dan Hamami, “Organisasi dan Desain Pengembangan Kurikulum PAI,” 150.
16
Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, 96.

10
a. Konsep, merupakan definisi sempit dari beberapa fakta atau gejala.17 Konsep
merupakan definisi dari hal apa yang perlu diamati, konsep dalam menentukn
antara variabel-variabel mana yang kita ingin menentukan adanya hubungan
empiris. Organisasi kurikulum dibangun dengana danya konsep, seperti peserta
didik, kebudayaan, masyarakat, kuantitas dan kualitas, evolusi, dan ruangan.
b. Generalisasi, yaitu kesimpulan-kesimpulan yang merupakan kristalisasi dari
suatu analisis. Terdapat perbedaan dalam menentukan atau membuat
kesimpulan dengan rangkuman.
c. Keterampilan, yaitu kemampuan dalam merencanakan organisasi kurikulum
dan digunakan sebagai dasar untuk menyusun program yang
berkesinambungan. Misalnya dalam organisasi pengalaman belajar yang
berhubungan dengan keterampilan komprehensif, kerampilan dasar untuk
mengerjakan matematika, dan keterampilan menginterpretasikan data.
d. Nilai-nilai, yaitu norma atau kepercayaan yang diangungkan,untuk
mengendalikan perilaku. Misalnya dalam menghargai diri sendiri, menghargai
kemuliaan dan kedudukan seseorang tanpa memperharikan suku, ras, agama,
kebangsaan, dan status sosial-ekonomi.18
Dalam mengorganisasikan unsur-unsur berarti memilih tujuan-tujuan yang jelas
dan objektif serta disesuaikan dengan kebutuhan dan minat peserta didik. Jika tujuan
kurikulum yang akan dicapai berkaitan dengan masalah teknis dan kejuruan, maka
keterampilan adalah unsur yang penting dan tepat untuk dipergunakan. Sedangkan,
jika tujuan kurikulum yang akan dicapai berkaitan dengan domain moral dan etika
sebagai fungsi yang integrative, maka nilai-nilai merupakan unsur organisasi yang
tepat.

Setiyadi, Faizah, dan Florentina Rania Br. Tarigan, “Model Pengembangan dan Organisasi
17

Kurikulum,” 44.
18
Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, 97.

11
3. Jenis-jenis Organisasi Kurikulum
Secara umum, terdapat banyak organisasi kurikulum, dari organisasi kurikulum
yang paling sederhana sampai organisasi kurikulum yang kompleks. Adapun jenis-
jenis organisasi kurikulum, antara lain sebagai beriku:
a. Separated-Subject Curriculum
Organisasi ini merupakan organisasi kurikulum tertua dan paling banyak
digunakan dalam lembaga pendidikan hingga saat ini.19 Organisasi kuikulum ini
sudah sering digunakan dalam dunia pendidikan karena dalam kurikulum ini
memiliki kareakteristik yang sangat sederhana dan mudah diterapkan.20
Organisasi kurikulum ini terdiri atas berbagai mata pelajaran yang terpisah-
pisah. Karena itu sering disebut isolated-subject curriculum atau subject-matter
curriculum. Misalanya, mata pelajaran rkonomi, geografi, ilmu ukur, berhitung,
dan lain sebagainya. Mata pelajaran tersebut terpisah-pisah (isolated) satu sama
lain, sehingga mudah mengatur pelaksanaannya.21
Mata pelajaran ini disampaikan sendiri-sendiri tanpa ada hubungan antara
mata pelajaran satu dengan mata pelajaran yang lain. Masing-masing mata
pelajaran diberikan waktu tertentu dan tidak mempertimbangkan minat
kebutuhan, dan kemampuan siswa, semua materi diberikan sama.22 Dengan sifat
terpisah-pisah tersebut memudahkan guru dalam menyampaikan pembeajaran
kepada peserta didik dan termasuk penilaian proses dan hasil belajar peserta
didik. Menurut S. Nasution, Subject separated curriculum bertujuan agar
generasi muda mengenal hasil-hasil pengetahuan dan kebudayaan untuk umat
manusia yang telah dikumpulkan selama berabad-abad, agar mereka tidak perlu
mencari dan menemukan kembali apa yang telah dicari dan ditemukan pada
gederasi terdahulu.
Organisasi kurikulum ini memiliki karakteristik atau ciri-ciri, aantara lain
sebagai berikut:

19
Sholeh Hutomo dan Hamami, “Organisasi dan Desain Pengembangan Kurikulum PAI,” 146.
20
Rusman, Manajemen Kurikulum, 62.
21
Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, 97.
22
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, 11 ed. (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), 28.

12
1) Kurikulum ini terdiri dari sejumlah mata pelajaran yang terpisah dan tidak
ada hubungan serta kaitan antara mata pelajaran satu dengan mata
pelajaran lainnya.
2) Mata pelajaran tersebut terdiri sebagai suatu disiplin ilmu sendiri.
3) Tujuan kurikulum ini adalah untuk menguasai pengetahuan tanpa
memperhatikan aspek tingkah laku lainnya.
4) Mata pelajaran tidak disusun sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan
masyarakat.
5) Dalam sistem pembelajarannya lebih banyak menggunakan teknik
penuangan.23
6) Setiap pelajaran seakan memiliki ruang dan waktu tertentu
7) Metodologi atau pendekatan yang digunakan adalah imposisi dan
menciptakan perbedaan diantara kalangan peserta didik.
8) Dalam proses pembelajaran peran pendidik sangat aktif, sementara
peserta didik bersifat pasif.
9) Peserta didik tidak dilibatkan dalam perencanaan kurikulum secara
kooperatif.24
10) Guru berperan dan bertanggung jawab sebagai guru mata pelajaran.
11) Teknik penilaian lebih banyak menggunakan tes dengan fokus domain
kognitif.25
Di Indonesia, organisasi kurikulum ini pernah digunakan dalam
kurikulum 1968. Secara fungsional dalam organisasi kurikulum ini memiliki
kelebihan dan kekurangan atau kelemahan. Kekurangan pola mata pelajaran
yang terpisah-pisah (subject separated curriculum), adalah sebagai berikut:
1) Tidak adanya hubungan dan keterkaitan antara mata pelajaran satu
dengan mata pelajaran lainnya.
2) Bahan pelajaran yang dipelajari oleh peserta didik tidak bersifat aktual.

23
Setiyadi, Faizah, dan Florentina Rania Br. Tarigan, “Model Pengembangan dan Organisasi
Kurikulum,” 44.
24
Aprilia, “Organisasi dan Desain Pengembangan Kurikulum,” 214.
25
Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, 98.

13
3) Proses pembelajarn lebih mengutamakan aktivitas guru, sedangkan
peserta didik cenderung pasif.
4) Bahan pelajaran tidak berdasarkan pada aspek permasalahan sosial yang
dihadapi peserta didik atau kebutuhan masyarakat.
5) Bahan pelajaran yang dipelajari merupakan informasi maupun
pengetahuan dari masa lalu dan terlepas dengan kejadian masa sekarang
dan masa yang akan datang.
6) Proses dan bahan pembelajaran sangat kurang memperhtikan bakat,
minat, dan kebutuhan peserta didik.26
7) Terdapat kesenjangan antara pengalaman anak dan pengalaman umat
manusia yang tersusun logis-sistematis sehingga timbul bahaya
verbalisme.
8) Dalam kurikulum ini memberikan pengetahuan lepas-lepas, dangkal,
sering berupa fakta dan informasi yang perlu dihafal.27
Adapun kelebihan dari pola mata pelajaran yang terpisah-pisah (subject
separated curriculum), adalah sebagai berikut:
1) Bahan pelajaran disusun secara sistematis, logis, sederhana, dan mudah
dipelajari.
2) Kurikulum dapat dilaksanakan untuk mewariskan nilai-nilai dan budaya
terdahulu.
3) Kurikulum ini mudah dikembangkan dan diubah.
4) Bentuk kurikulum ini mudah dipola, dibentuk, didesain, bahka mudah
untuk diperluas dan dipersempit, sehingga mudah disesuaikan dengan
waktu yang ada.28
5) Guru cukup menguasai satu mata pelajaran dan tidak perlu dipersiapkan
secara khusus.29

26
Rusman, Manajemen Kurikulum, 63.
27
Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, 99.
28
Rusman, Manajemen Kurikulum, 63.
29
Sholeh Hutomo dan Hamami, “Organisasi dan Desain Pengembangan Kurikulum PAI,” 146.

14
Bahan pembelajaran yang sifatnya informasi sebagian bedar akan
diperoleh ari buku pelajaran. Peserta didik akan lebih banyak menghafal dalam
mempelajari pengetahuan yang sifatnya terlepas-lepas, sehingga akan
berdampak kepada kemampuan peserta didik yang kurang berkembang dan
cenderung kurang mengoptimalkan potensi siswa sebagai individu.

b. Corelated Curriculum
Mata pelajaran gabungan atau corelated curriculum sering disebut dengan
korelasi kurikulum (broad field) pada hakikatnya adalah penyatuan beberapa
mata pelajaran yang sejenis, seperti IPA yang didalamnya tergabung biologi,
fisika, kimia.30 Organisasi kurikulum ini berupaya menghubungkan antara satu
mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lain dan yang memiliki hubungan
erat. Kurikulum berkorelasi merupakan penyederhanaan dari kurikulum
terpisah atau sebelumnya.
Kurikulum korelasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu korelasi
formal dan korelasi informal. Dalam korelasi formal, guru mata pelajaran
dengan sengaja mengadakan pertemuan secara formal untuk merencanakan
tentang apa dan bagaimana mengorelasikan materi pelajaran secara bersama-
sama. Sedangkan dalam korelasi informal, misalnya seorang guru mata
pelajaran A meminta secara informal kepada guru mata pelajaran B untuk
mengorelasikan materi pelajarannya dengan pelajaran yang akan disampaikan
oleh guru mata pelajaran A.
Ciri-ciri atau karakteristik korelasi kurikulum (corelated curriculum),
adalah sebagai berikut:
1) Adanya korelasi dalam mata pelajaran
2) Adanya upaya menyesuaikan mata pelajaran dengan masalah kehidupan
sehari-hari
3) Tujuannya untuk menguasai pengetahuan
4) Peran peserta didik mulai diaktifkan

30
Rusman, Manajemen Kurikulum, 63.

15
5) Penilaian difokuskan pada domain kognitif31
6) Pelayanan perbedaan individual masih sangat terbatas
Melalui kurikulum korelasi, tempak ada penggabungan ke arah kesatuan
bahan pembelajaran, sekalipun antara mata pelajaran yang satu dengan lainnya
masih terpisah.32
Ada beberapa kelebihan dan kekurangan dalam pola kurikulum.
Kekurangan pola mata pelajaran gabungan (corelated curriculum) adalah
sebagai berikut:
1) Bahan pembelajaran yang diberikang kurang sistematis dan kurang
mendalam.
2) Dalam kurikulum ini terdapat kekurangan dalam menggunakan bahan
pembelajaran yang aktual atau langsung berhubungan dengan kehidupan
nyata peserta didik.
3) Dalam kurikulum ini kurang memperharikan bakat, minat, dan kebutuhan
peserta didik.
4) Jika prinsip penggabungan belum dipahami, kemungkinan bahan
pembelajaran yang disampaikan masih terlampau abstrak.
Adapun kelebihan pola mata pelajaran gabungan (corelated curriculum)
adalah sebagai berikut:
1) Bahan bersifat korelasi, namun hanya beberapa pelajaran yang telah
dikorelasi.
2) Memberikan wawasan yang lebih luas dalam lingkup satu bidang studi.
3) Menambah minat peserta didik berdasarkan korelasi mata pelajaran yang
sejenis.33
4) Pelaksanaannya lebih efesien dari segi waktu dan tenaga
5) Akan menambah minat dan kebutuhan peserta didik.34

31
Setiyadi, Faizah, dan Florentina Rania Br. Tarigan, “Model Pengembangan dan Organisasi
Kurikulum,” 44.
32
Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, 99.
33
Rusman, Manajemen Kurikulum, 64.
34
Sholeh Hutomo dan Hamami, “Organisasi dan Desain Pengembangan Kurikulum PAI,” 147.

16
Dalam bahan pembelajaran dalam kurikulum ini memungkinkan adanya
substansi pelajarannya memiliki kedalaman kajian dibandingkan dengan mata
pelajaran yang terpisah-pisah. Dalam korelasi kurikulum guru juga akan
memberikan substansi prinsip-prinsip dan generalisasi sehingga guru dapat
menyampaikan materi atau memberi bimbingan kepada peserta didik untuk
mempelajari bahan pelajaran secara utuh dan dapat meningkatkan daya tarik
peserta didik peserta didik terhadap pelajaran tersebut.

c. Broad-Field Curriculum
Kurikulum broad-field curriculum merupakan bentuk korelasi antar mata
pelajaran yang lebih luas.35 Dalam kurikulum yang menghilangkan batas-batas
yang terdapat pada masing-masing mata pelajaran yang ada dalam satu rumpun
mata pelajaran. Korelasi antara beberapa mata pelajaran (interdisipliner) yang
serumpun dan memiliki ciri-ciri yang sama. Organisasi kurikulum ini disebut
dengan bidang studi (broad field). Misalnya, antara mata pelajaran geografi,
sejarah, ekonomi difusikan menjadi bidang studi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
dan mata pelajaran lainnya.36
Ciri-ciri kurikulum bidang studi (broad-field curriculum), adalah sebagai
berikut:
1) Kurikulum terdiri atas bidang studi yang merupakan perpaduan beberapa
mata pelajaran yang serumpun dan memiliki ciri-ciri yang sama.
2) Bahan pelajaran bertitik tolak pada suatu titik permasalahan (core
subject) tertentu.
3) Bahan pelajaran disusun berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi
dasar yang telah ditetapkan.
4) Strategi pembelajaran bersifat terpadu
5) Guru berperan sebagai guru bidang studi.

35
Setiyadi, Faizah, dan Florentina Rania Br. Tarigan, “Model Pengembangan dan Organisasi
Kurikulum,” 44.
36
Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, 99.

17
6) Penyusunan kurikulum ini mempertimbangkan minat, kebutuhan,
masalah peserta didik dan masyarakat.37
Ada beberapa kelebihan dan kekurangan dalam pola kurikulum.
Kekurangan kurikulum bidang studi (broad-field curriculum), adalah sebagai
berikut:
1) Memerlukan guru yang professional dalam bidangnya
2) Kebanyakan diantara guru kurang menguasai berbagai disiplin ilmu
(interdisipliner), sehingga peserta didik akan mengalami kesulitan dalam
memahami materi pelajaran.
3) Kurikulum ini sudah efesien tetapi belum tentu efektif dalam
pembelajaran.
4) Organisasi kurikulum Nampak komples sulot dalam perencanaan dan
evaluasi.
Adapun kelebihan kurikulum bidang studi (broad-field curriculum),
adalah sebagai berikut:
1) Pembelajaran jauh lebih efesien karena berbagai cabang menjadi satu
pelajaran.
2) Menunjukkan adanya integrasu pengetahuan kepada peserta didik.
3) Pengetahuan anak akan lebih utuh.
4) Pembelajaran lebih menarik karena dapat disesuaikan dengan minat dan
kebutuhan peserta didik.
5) Lebih mengutamakan pola pemahaman atau pengertian dan prinsip-
prinsip daripada pengetahian dan penguasaan fakta-fakta.38

d. Integrated Curriculum
Jenis organisasi ini disusun berdasarkan analisis bidang kehidupan atau
kegiatan utama manusia dalam masyarakat dalam masyarakat yang disebut
social functions atau major areas of living, yang meliputi perlindungan dan

37
Arifin, 100.
38
Sholeh Hutomo dan Hamami, “Organisasi dan Desain Pengembangan Kurikulum PAI,” 148.

18
pelestarian hidup, kekayaan dan sumber alam, produksi barang dan jasa serta
distribusinya, konsumsi benda dan jasa, komunikasi dan transportasi benda dan
manusia, rekreasi, ekspresi rasa keindahan, ekspreasi rasa keagamaan,
pendidikan, perluasan kebebasan, integrasi kepribadian, dan peneltian.39
Kurikulum ini mempunyai tujuan yang mengandung makna bagi siswa dan
dituangkan dalam bentuk masalah. Untuk pemecahan masalah, anak atau siswa
diarahkan untuk melakukan kegiatan yang saling berkaitan antara satu dengan
yang lainnya.40 Integrasi ini dapat tercapai dengan memusatkan pelajaran pada
permasalahan tertentu yang pemecahannya memerlukan berbagai disiplin ilmu
atau mata pelajaran.41
Ciri-ciri kurikulum terpadu (integrated curriculum), adalah sebagai
berikut:
1) Berdasarkan filsafat pendidikan demokrasi.
2) Berdasarkan psikologi belajar Gestalt atau organismik.
3) Berlandaskan sosiologis dan sosial budaya
4) Berdasarkan kebutuhan, minat, dan tingkat perkembangan atau
pertumbuhan peserta didik.
5) Kurikulum ini lebih luas, tidak hanya ditunjang oleh mata pelajaran yang
ada, bahkan bisa saja mata pelajaran baru muncul dan digunakan sebagai
pemecah masalah.
6) Sistem penyampaian yang digunakan adalah sistem pengajaran unit, baik
experience unit atau subject matter unit.
7) Peran pendidik dan peserta didik sama-sama aktif, dan peserta didik lebih
dominan dalam kegiatan pembelajaran dan pendidik hanya berperan
sebagai pembimbing.42

39
Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, 100.
40
Sholeh Hutomo dan Hamami, “Organisasi dan Desain Pengembangan Kurikulum PAI,” 149.
41
Setiyadi, Faizah, dan Florentina Rania Br. Tarigan, “Model Pengembangan dan Organisasi
Kurikulum,” 44.
42
Aprilia, “Organisasi dan Desain Pengembangan Kurikulum,” 126.

19
Ada beberapa kelebihan Ada beberapa kelebihan dan kekurangan dalam
kurikulum ini. Kelemahan kurikulum terpadu (integrated curriculum), adalah
sebagai berikut:
1) Bahan yang disajikan tidak berhubungan secara langsung dengan
kebutuhan, minat dan masalah aktual yang dihadapi oleh peserta didik.
2) Pengetahuan yang diberikan dangkal dan tidak mendalam serta kurang
sistematis pada berbagai mata pelajaran. Pengetahuan yang diperoleh
hanya sebatas pengantar dalam berbagai keilmuan, tetapi tentunya tidak
mencukupi untuk memasuki perguruan tinggi.
3) Urutan penyusunan dan penyajian bahan tidak secara logis dan sistematis.
4) Kurang memungkinkan untuk dilaksanakan ujian umum.
5) Peserta didik dianggap tidak ikut serta dalam menentukan kurikulum
Adapun kelebihan kurikulum terpadu (integrated curriculum), adalah
sebagai berikut:
1) Segala permasalahan yang dibicarakan dalam unit sangat bertalian erat
dengan masalah sosial sekitar peserta didik.
2) Sangat sesuai dengan perkembangan modern tentantang teori dan proses
belajar mengajar.
3) Memungkinkan adanya hubungan antara sekolah dan masyarakat.
4) Sesuai dengan ide demokrasi, karena siswa belajar untuk berfikir sendiri,
belajar bertanggung dan bekerjasama dalam sebuah kelompok.
5) Penyajian bahan disesuaikan dengan kesanggupan atau kemampuan
individu, minat dan kematangan peserta didik baik secara individu
maupun kelompok.
Kurikulum terpadu bersifat fleksibel dan tidak mengharapakan hasil
belajar yang sama dari semua peserta didik. tanggung jawab mengembangkan
kurikulum bnyak dipertanyakan kepada guru-guru, orang tua dan peserta didik.

20
e. Core Curriculum
Kurikulum ini merupakan bagian dari kurikulum terpadu karena
menggunakan bahan dari segala disiplin ilmu atau mata pelajaran yang
diperlukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi peserta didik. Tujuan
kurikulum ini adalah untuk membentuk pribadi yang terintegrasi baik secara
fisik, mental maupun intelektual.43 Core curriculum merujuk pada suatu rencana
yang mengorganisasikan dan mengatur (scheduling) bagian terpenting dari
program pendidikan umum di sekolah.44
Ciri-ciri atau karakterisik kurikulum inti (core curriculum), adalah
sebagai berikut:
1) Kurikulum direncanakan secara berkelanjutan (continue) selalu berkaitan
dan direncanakan secara terus-menerus.
2) Isi kurikulum yang dikembangkan merupakan rangkaian dari pengalaman
yang saling berkaitan.
3) Isi kurikulum selalu mengambil atas dasar masalah maupun problem yang
dihadapi secara aktual.
4) Isi kurikulum cenderung mengambil atau mengangkat substansi yang
bersifat pribadi maupun sosial.
5) Isi kurikulum ini lebih difokuskan berlaku untuk semua siswa sehingga
kurikulum ini sebagai kurikulum umum, tetapi substansinya bersifat
problem, sosial, pribadi, dan pengalaman yang terpadu.45
Core curriculum adalah bagian dari kurikulum integritas atau kurikulum
terpadu, sehingga program pembelajaran untuk kurikulum ini harus
dikembangkan secara bersama-sama antara guru dengan peserta didik. dalam
prosesnya kurikulum terpadu perlu didukung oleh kemampuan guru dalam
mengelola waktu dan kegiatan sehingga aktivitas dan substansi materi yang
dipelajari peserta didik menjadi lebih efektif, efisien, dan bermakna.

43
Setiyadi, Faizah, dan Florentina Rania Br. Tarigan, “Model Pengembangan dan Organisasi
Kurikulum,” 45.
44
Sugiana, “Proses Pengembangan Organisasi Kurikulum di Indonesia,” 97.
45
Rusman, Manajemen Kurikulum, 67.

21
B. Model Pengembangan Kurikulum
1. Pengertian Model Pengembangan Kurikulum
Menurut Good (1972) dan Travers (1973), model adalah abstraksi dunia nyata
atau representasi peristiwa kompleks atau sistem, dalam bentuk naratif, matematis,
grafis, serta lambang-lambang lainnya. Model bukanlah realitas, akan tetapi
merupakan representasi realitas yang dikembangkan dari keadaan. Dengan demikian,
model pada dasarnya berkaitan dengan rancangan yang dapat digunakan untuk
menerjemahkan sesuatu sarana untuk mempermudah berkomunikasi, atau sebagai
petunjuk yang bersifat perspektif untuk mengambil keputusan, atau sebagai petunjuk
perencanaan untuk kegiatan pengelolaan.46
Model merupakan ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar. Dalam
pengembangan kurikulum, model dapat merupakan ulasan teoritis tentang suatu
proses kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula merupakan ulasan tentang salah
satu bagian kurikulum. Sedangkan menurut KBBI model adalah pola, contoh, acuan,
ragam dari sesuatu yang akan dihasilkan. Dikaitkan dengan model pengembangan
kurikulum berarti merupakan suatu pola, contoh dari suatu bentuk kurikulum yang
akan menjadi acuan pelaksanaan pendidikan atau pembelajaran.
Model pengembangan kurikulum adalah model yang digunakan untuk
mengembangkan suatu kurikulum, dimana pengembangan kurikulum dibutuhkan
untuk memperbaiki atau menyempurnakan kurikulum yang dibuat untuk
dikembangkan sendiri baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah atau sekolah.
Nadler (1988) menjelaskan bahwa model yang baik adalah model yang dapat
menolong si pengguna untuk mengerti dan memahami suatu proses secara mendasar
dan menyeluruh. Selanjutnya ia menjelaskan manfaat model adalah model dapat
menjelaskan beberapa aspek perilaku dan interaksi manusia, model dapat
mengintegrasikan seluruh pengetahuan hasil observasi dan penelitian, model dapat
menyederhanakan suatu proses yang bersifat kompleks, dan model dapat digunakan
sebagai pedoman untuk melakukan kegiatan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
Pengembangan Model Kurikulum adalah suatu sistem dalam bentuk naratif,

46
Ibid., 191

22
matematis, grafis, serta lambang-lambang dalam penyusunan kurikulum yang baru
ataupun penyempurnaan kurikulum yang telah ada yang memberikan relevansi pada
masa mendatang.47
Untuk melakukan pengembangan kurikulum ada berbagai model
pengembangan kurikulum yang dapat dijadikan acuan atau diterapkan sepenuhnya.
Secara umum, pemilihan model pengembangan kurikulum dilakukan dengan cara
menyesuaikan sistem pendidikan yang dianut dan model konsep yang digunakan.
Terdapat banyak model pengembangan kurikulum yang dikembangkan oleh para ahli,
yaitu: Model Tyler, Model Hilda Taba, Model Harold B.Alberty, Model David
Warwick, Model Beauchamp, Model Roger.

2. Model-model Pengembangan Kurikulum


a. Model Tyler
Dalam bukunya yang berjudul Basic Principles Curriculum and
Instruction (1949), Tyler mengatakan bahwa curriculum development needed to
be treted logically and systematically. Ia berupaya menjelasskan tentang
pentingnya pendapat secara rasional, menganalisis, menginterpretasi kurikulum,
dan program pengajarannya dari suatu pengajaran ke suatu lembaga pendidikan.
Pengembangan kurikulum model Tyler ini mungkin yang terbaik, dengan
penekanan khusus pada fase perencanaan. Walaupun Tyler mengajukan model
pengembangan kurikulum secara komprehensif tetapi bagian pertama dari
modelnya (seleksi tujuan) menerima sambutan yang hangat dari para
educator.48
Langkah-langkah pengembangan kurikulum:
1) Langkah l: Menentukan tujuan umum. Tyler merekomendasikan, bahwa
perencana kurikulum agar mengidentifikasikan tujuan umum (tentative
general objectives) dengan mengumpulkan data dari tiga sumber, yaitu :

47
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2002), 155.
48
Ruhban Masykur, Teori Dan Telaah Pengembangan Kurikulum, (Bandar Lampung: CV.
Anugrah Utama Raharja, 2019), 71.

23
kebutuhan peserta didik, masyarakat (fimgsi yang diperlukan) dan subject
matter.
2) Langkah 2: Merumuskan tujuan pembelajaran. Setelah mengidentifikasi
beberapa buah tujuan umum, perencana merifinenya dengan cara
menyaring melalui dua saringan, yaitu filosofi pendidikan dan psikologi
belajar. Hasilnya akan menjadi Tujuan pembelajaran khusus dan
meyebutkannya juga pendidikan sekolah dan filosofi masyarakat sebagai
saringan pertama untuk tujuan ini. Selanjutnya perlu disusun garis-garis
besar nilai-nilai yang didapat dan mengilustrasikannya dengan memberi
tekanan pada empat tujuan demokratis. Untuk melaksanakan
penyaringan, para pendidik harus menjelaskan prinsip-prinsip belajar
yang baik, dan psikologi belajar memberikan ide mengenai jangka waktu
yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan waktu untuk melaksanakan
kegiatan secara efesien. Tyler pula menyarankan agar pendidik memberi
perhatian kepada cara belajar yang dapat :
a) Mengembangkan kemampuan berpikir
b) Menolong dalam memperoleh informasi
c) Mengembangkan sikap masyarakat
d) Mengembangkan minat
e) Mengembangkan sikap kemasyarakatan
3) Langkah 3: Seleksi pengalaman belajar. Menyeleksi pengalaman belajar
yang menunjang pencapaian tujuan. Penentuan pengalaman belajar harus
mempertimbangkan persepsi dan pengalaman yang telah dimililiki oleh
peserta didik.
4) Langkah 4: Mengorganisasi pengalaman belajar. Mengorganisasikan
pengalaman kedalam unit-unit dan menggambarkan berbagai prosedur
evaluasi
5) Langkah 5: Menata pengalaman belajar. Mengarahkan dan mengurutkan
pengalaman-pengalaman belajar dan mengkaitkannya dengan evaluasi
terhadap keefektifan perencanaan dan pelaksanaan.

24
6) Langkah 6: Evaluasi pengalaman belajar. Evaluasi merupakan
komponen penting dalam pengembangan kurikulum.49

b. Model Hilda Taba


Pada beberapa buku karya Hilda Taba yang paling terkenal dan besar
pengaruhnya adalah Curriculum Development: Theory and Practice (1962).
Dalam buku ini, Hilda Taba mengungkapkan pendekatanya untuk proses
pengembangan kurikulum. Dalam pekerjaanya itu, Taba mengindetifasikan
model dasar Tayler agar lebih representatif terhadap pengembangan kurikulum
di berbagai sekolah. Model pengembangan kurikulum ini oleh Hilda Tiba ini
berbeda dengan lazimnya yang banyak diitempuh secara yang bersifat
dekduktif karena caranya induktif. Oleh karena itu sering disebut “Model
Terbalik” atau “Inverted Model”.50
Pengembangan kurikulum model ini diawali dengan melakukan
percobaan, penyusunan teori, dan kemudian baru ditetapkan. Hal itu diharapkan
dimaksudkan untuk lebih mempertemukan antara teori dan pratik, serta
menghilangkan sifat keumuman dan keabstrakan yang terjadi dalam kurikulum
yang dilakukan tanpa kegiatan percobaan.
Langkah-langkah pengembangan kurikulum Hilda Taba (1962)
mengemukakan perekayasaan kurikulum terdiri atas 5 langkah berurutan, ialah:
1) Langkah Pertama: Experimental Production Of Pilot Units (Membuat
unit-unit eksperimen)
Dalam kegiatan ini perlu mempersiapkan: Perencanaan berdasarkan
pada teori-teori yang kuat, dan eksperimen harus dilakukan di dalam
kelas dengan menghasilkan data yang teruji. Unit–unit eksperimen ini
harus dirancang melaui tahapan-tahapan sebagai berikut:

49
Ibid.,73
50
Siti Anisatun, “Model Pengembangan Kurikulum Hilda Taba Pada K-13 di SD/MI”, Jurnal
As-Sabyan, e-ISSN: 2599-2732, Vol.2, No.1/ Januari-Juni 2019, 22.

25
a) Mendiagnosis kebutuhan
Pada langkah ini, pengembangan kurikulum dimulai dengan
menentukan kebuttuhan-kebutuhan siswa melalui diagnosis tentang
berbagai kekurangan (deficiencies), dan perbedaan latar belakang
siswa. Tenaga pengajar mengidentifikasi masalah-masalah, kondisi,
kesulitan serta kebutuhan-kebutuhan siswa dalam suatu proses
pengajaran. Lingkup diagnosis tergantung pada latar belakang
program yang akan direvisi, termasuk didalamnya tujuan konteks
dimana program tersebut difungsikan.
b) Merumuskan tujuan khusus.
Setelah kebutuhan-kebutuhan siswa didiagnosis, selanjutnya para
pengembang kurikulum merumuskan tujuan. Rumusan tujuan akan
meliputi:
 Konsep atau gagasan yang akan dipelajari
 Sikap, kepekaan dan perasaan yang akan dikembangkan
 Cara befikir untuk memperkuat,
 Kebiasaan dan keterampilan yang akan dikuasai
c) Memilih isi
Pemilihan isi kurikulum sesuai dengan tujuan meerupakan langkah
berikutnya. Pemilihan isi bukan saja didasarkan pada tujuan yang
harus dicapai sesuai dengan langkah kedua, akan tetapi juga harus
mempertimbangkan segi validitas dan kebermaknaannya untuk
siswa.
d) Mengorganisasi isi
Melalui penyeleksian, selanjutnya isi kurikulum yang telah
ditentukan itu disusun urutannya, sehingga tampak pada tingkat
atau kelas berapa sebaiknya kurikulum itu diberikan.
e) Memilih pengalaman belajar
Pada tahap ini ditentukan pengalaman-pengalaman belajar yag
harus dimiliki siswa untuk mencapai tujuan kurikulum.

26
f) Mengorganisasi pengalaman belajar
Guru selanjutnya menentukan bagaimana mengemas pengalaman-
pengalaman belajar yang telah ditentukan itu kedalam paket-paket
kegiatan itu, siswa diajak serta, agar mereka memiliki tanggung
jawab dalam melaksanakan kegiatan belajar.
g) Menentukan alat evaluasi dan prosedur yang harus dilakukan siswa.
Peda penentuan alat evaluasi guru dapat menyeleksi berbagai teknik
yang dapat dilakukan untuk menilai prestasi siswa, apakah siswa
sudah mencapai tujuan atau belum.
h) Menguji keseimbangan isi kurikulum
Pengujian ini perlu dilakukan untuk melihat kesesuaian antara isi,
pengalaman belajar, dan tipe-tipe belajar siswa

2) Langkah Kedua: Testing Of Experimental Units (Menguji unit


eksperimen)
Unit yang sudah sudah dihasilkan pada langkah yang pertama harus
diujicobakan pada berbagai situasi dan kondisi belajar. Pengujian
dilakukan untuk mengetahui tigkat validitas dan kepraktisan sehingga
dapat menghimpun data sebagai penyempurnaan.

3) Langkah Ketiga: Revising and Consolidating (Mengadakan revisi dan


konsolidasi)
Setelah langkah pengujian, maka langkah selanjutnya melakukan
revisi dan konsolidasi. Perbaikan dan penyempurnaan dilakukan pada
data yang dihimpun sebelumnya. Selain dilakukan perbaikan dan
penyempurnaan dilakukan juga konsolidasi yaitu penarikan kesimpulan
hal-hal yang umum dan tentang konsistensi teori-teori yang digunakan.
Langkah ini dilakukan secara bersana-sama dengan coordinator
kurikulum maupun ahli kurikulum. produk dari langkah ini adalah berupa
teaching learning unit yang telah diuji dilapangan. Pada langkah ini

27
dilakukan pula penarikan kesimpulan (konsolidasi) tentang konsistensi
teori yang digunakan. Langkah ini dilakukan bersama oleh koordinator
kurikulum dan ahli kurikulum. Bila hasilnya sudah memadai, maka unit-
unit tersebut dapat disebarkan dalam lingkup yang lebih luas.

4) Langkah Keempat: Developing and Framework (Pengembangan


keseluruhan kerangka kurikulum)
Apabila dalam kegiatan penyempurnaan dan konsolidasi telah
diperoleh sifatnya yang lebih menyeluruh atau berlaku lebih luas, hal itu
harus dikaji oleh para ahli kurikulum.

5) Langkah Kelima: Implementation and Desimination Of The New Unit


(Implementasi dan Desiminasi)
Dalam langkah ini dilakukan penerapan dan penyebarluasan
program ke daerah dan sekolah-sekolah dan dilakukan pendataan tentang
kesulitan serta permasalahan yang dihadapi guru-guru di lapangan. Oleh
karena itu perlu diperhatikan tentang persiapan dilapangan yang berkaitan
dengan aspek-aspek penerapan kurikulum. Pengembangan kurikulum
realitas dengan pelaksanaannya, yaitu melalui pengujian terlebih dahulu
oleh staf pengajar yang profesional. Dengan demikian, model ini benar-
benar memadukan teori dan praktek. Tanggung jawab tahap ini
dibebankan pada administrator sekolah.
Penerapan kurikulum merupakan tahap yang ditempuh dalam
kegiatan pengembangan kurikulum. Pada tahap ini harus diperhatikan
berbagai masalah: seperti kesiapan tenaga pengajar untuk melaksanakan
kurikulum di kelasnya, penyediaan fasilitas pendukung yang memadai,
alat atau bahan yang diperlukan dan biaya yang tersedia, semuanya perlu
mendapat perhatian dalam penerapan kurikulum agar tercapai hasil
optimal.51

28
c. Model Harold B. Alberty
Berbeda dengan Tyler dan Hilda Taba yang mengemukakan teori
pengembangan kurikulum dalam bentuk langkah-langkah pengembangan saja,
Alberty menambahkan dengan beberapa unsur penunjangnya. Yang ditekankan
oleh Alberty sebagai unsurpenting dalam pengembangan kurikulum adalah unit
sumber belajar, yang disebutnya dengan istilah resource-unit.
Langkah-langkah pengembangan kurikulum dalam model Alberty adalah
sebagai berikut :
1) Menentukan Falsafah dan Tujuan
Falsafah dan tujuan resource unit harus dirumuskan dengan jelas.
Tujuan ini perlu diberikan secara terinci dan harus berkaitan dengan nilai-
nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat dan negara yang perlu
diwujudkan peserta didik untuk membentuk kepribadiannya sebagai
warga negara dan manusia yang baik.
2) Menentukan ruang lingkup (scope) materi pembelajaran
Unit sumber hraus berisi rumusan tentang pokok-pokok isi unit
berupa konsep, prinsip atau masalah sertabatas-batas unit. Bagiann ini
harus cukup luas dan meliputi semua aspek masalah sebagai hasil analisis
pokok atau judul unit-sumber itu.
3) Menentukan kegiatan pembelajaran
Pada langkah ini ditentukan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan
oleh para peserta didik, secara individual maupun dalam kelompok.
Langkah ini, yakni memikirkan, mencari dan merumuskan macam-
macam kegiatan belajar yang sesuai dengan topik, menurut Alberty
merupakan salah satu tugas yang paling yang paling berat dan sulit yang
dihadapi oleh pengembang unit sumber. Namun inilah jalan utama untuk
mencapai tujuan-tujuan yang telah dirumuskan.

51
Tarida Alvina, “Model Pengembangan Kurikulum”, Jurnal STINDO PROFESIONAL,
Vol.IV, No.3/ Mei 2018, 65.

29
4) Menentukan sumber belajar (bibliografi) dan alat belajar
Tiap unit sumber harus berisi bahan referensi serta alat-alat belajar
yang luas serta beraneka ragam, dengan catatan agar sumber dan alat itu
dapat digunakan secara efektif.
5) Menentukan evaluasi
Prosedur dan alat evluasi dipilih berkenaan dengan tujuan yang
dirumuskan dan menjadi bagian yang integral dari unit sumber. Menurut
Alberty, evaluasi tidak boleh ahnya mengutamakan hasil akhir.
Hendaknya evaluasi dipandang sebagai proses yang kontinue yang
dijalankan sejak awal sampai akhir untuk mengetahui perubahan perilaku
peserta didik sesuai dengan tujuan. Alat evaluasi yang dapat digunanakan
antara lain:
a) Test
b) Catatan tentang observasi siswa
c) Catatan, buku harian, hasil penilaian diri oleh siswa
d) Analisis pekerjaan dan proyek yang dilakukan siswa
e) Catatan oleh guru dan staf administrasi sekolah
f) Analisis pekerjaan tertulisdan lisan
g) Laporan tentang observasi oleh orang tua.
6) Menyusun panduan atau petunjuk tentang cara menggunakan cara
unit sumber
Unit sumber harus memuat panduan atau petunjuk-petunjuk tentang
cara penggunaan unit itu. Namun panduan atau petunjuk itu tidak boleh
mengikat berupa patokan-patokan yang harus diikuti. Guru harus
senantiasa diberi kesempatan sepenuhnya untuk mengembangkan inisiatif
dan kreatifitasnya. Panduan itu antara lain mengenai cara-cara memuli
suatu unit, bagaimana menegmbangkannya serta mengenai kegiatan-
kulminasi.52

52
Sudarman, “Pengembangan Kurikulum”, (Samarinda: Mulawarman University PRESS,
2019), 29.

30
d. Model David Warwick
Berbeda dengan model perkembangan kurikulum yang dikemukakan oleh
Hilda Taba yang bersifat induktif, David Warwick mengemukakan model
pengembangan kurikulum yang bersifat deduktif. Langkah-langkah
pengembangan kurikulum menurut model David Warwick adalah sebagai
berikut:
1) Menyusun suatu kurikulum ideal secara umum tentang apa yang ingin
dicapai oleh lembaga pendidikan/sekolah.
2) Mempertimbangkan segala sumber yang tersedia yang dapat mendukung
berhasilnya program itu pada tingkat nasional, lokal, maupun lembaga
pendidikan/sekolah seperti fasilitas sekolah, staf pengajar, kemampuan
dan latar belakang peserta didik, alat-alat pengajaran, dan sumber belajar
yang tersedia.
3) Dengan segala keterbatasan yang ada, lembaga pendidikan/ sekolah
melaksanakan kegiatan pembelajaran, dengan memeperhatikan adanya
macam-macam hambatan atau kendala seperti sistem ujian, keterbatasan
biaya dan fasilitas, kemampuam guru, dan sebagainya agara dapat
menghindari dan mengatasinya.
4) Dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mendukung, serta
membatasi terlaksananya kurikulum yang ideal maka dapat disusun garis2
umum kurikulum yang lebih riil, dengan mengadakan modifikasi
kurikulum yang ideal tadi.
5) Membuat desain kurikulum sambil memperhatikan berbagai aspeknya
seperti struktur kurikulum , ruang lingkup (scope), urutan (sequence)
serta keseimbangan (balance) bahan pelajaran.
6) Mengadakan rincian yang lebih lanjut tenang bahan pelajaran yang sudah
dipilih dalam berbagai bidang pengetahuan dalam forum pleno sehingga
dapat diketahui adanya overlap (tumpang tindih) dan kekosongan
diantaranya.

31
7) Menentukan strategi proses pembelajaran yang efektif untuk mencapai
tujuan pengajaran.
8) Menentukan alokasi waktu bagi masing-masing pokok bahasn atau sub
pokok bahasan yang terdapat dalam kurikulum.53
Langkah-langkah pengembangan kurikulum dalam model David
Warwick diatas, prosesnya relatif singkat dibandingkan dengan langkah-
langkah dalam model Hilda Taba. Akan tetepi upaya untuk mendapat kan
rancangan kurikulum yang betul-betul sesuai dengan kondisi setiap lembaga
pendidikan di setiap wilayah untuk yang setingkat dan sejenispun tidak mudah.

e. Model Beauchamp
Sesuai dengan namanya, model ini diformulasikan oleh G.A. Beauchamp
(1964), yaitu mengemukan ada lima langkah penting dalam pengembilan
keputusan pengembangan kurikulum. Menurut Beauchamp untuk merancang
sebuah kurikulum harus ditempuh lima langkah, yaitu:
1) Langkah Pertama, Menetapkan area atau lingkup wilayah yang dicakup
oleh kurikulum. Pejabat pemerintah yang berwenang dalam
pengembangan kurikulum harus menentukan lebih dahulu lokasi atau
wilayah yang akan dijadikan pilot proyek untuk pengembangan
kurikulum. Pemilahan lokasi atau wilayah yang ditentukan sesuai dengan
skala pengembangan kurikulum yang telah direncanakan.
2) Langkah Kedua, Menetapkan personalia. Setelah wilayah atau lokasi
yang akan menjadi pilot proyek sudah ditetapkan, maka langkah
berikutnya adalah menentukan personalia yang akan ikut terlibat di dalam
pengembangan kurikulum. Beauchamp melibatkan orang-orang dari staf
ahli kurikulum, pakar kurikulum dari perguruan tinggi dan guru-guru
sekolah yang telah dipilih, pakar pendidikan, masyarakat yang dihimpun
dari berbagai kalangan yaitu dari pengarang atau penulis, penerbit,
politikus, pejabat pemerintah, pengusaha dan industriawan.

53
Syaifuddin Sabda, “Pengembangan Kurikulum”, (Yogyakarta: Aswaja Presssindo, 2016), 69.

32
3) Langkah Ketiga, Organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum.
Bila personalia sudah disusun dengan baik maka langkah berikutnya
adalah pengorganisasian person-person tersebut dalam lima tim yang
terdiri dari:
a) Tim pengembang kurikulum
b) Tim peneliti kurikulum yang sedang dipakai atau sedang
dipergunakan
c) Tim untuk mempelajari kemungkinan penyusunan kurikulum
d) Tim perumus untuk kriteria-kriteria kurikulum yang akan disusun
e) Tim penyusun dan penulis kurikulum baru
Sedangkan prosedur kerja yang akan dilalui adalah sebagai berikut :
a) Merumuskan tujuan baik tujuan umum maupun tujuan khusus
b) Memilih atau menseleksi materi
c) Menentukan pengalaman belajar
d) Menentukan kegiatan dan evaluasi
e) Menentukan desain
4) Langkah Keempat, Implementasi kurikulum. Pada langkah ini
ditentukan implementasi kurikulum. Pelaksanaan kurikulum mempakan
pekerjaan yng cukup rumit karena membutuhkan kesiapan dalam banyak
hal, seperti guru sebagai pelaksana kurikulum dikelas, fasilitas, siswa,
dana, manajerial pimpinan sekolah atau administrator sekolah.
5) Langkah Kelima, Evaluasi Kurikulum. Setelah semua kebutuhan untuk
kepentingan pelaksanaan atau implementasi terpenuhi dan sudah dapat
dilaksanakan, maka langkah berikutnya yang merupakan langkah terakhir
dari pengembangan kurikulum model beauchamp adalah mengevaluasi
kurikulum.
Beauchamp mengemukakan hal-hal yang harus dievaluasi, yaitu :
a) Evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum oleh guru
b) Evaluasi terhadap desain kurikulum
c) Evaluasi terhadap hasil belajar siswa

33
d) Evaluasi terhadap sistem dalam kurikulum54

f. Model Roger
Menurut Rogers manusia berada dalam proses perubahan (becoming,
developing, charging), sesungguhnya ia mempunyai kekuatan dan potensi
untuk berkembang sendiri, tetapi karena ada hambatan-hambatan tertentu ia
membutuhkan orang untuk membantu mempelanacar atau memepercepat
perubahan tersebut. Pendidikan juga tidak lain merupakan upaya untuk
membantu mempelancar atau mempercepat perubahan tersebut. Guru serta
pendidik lainya bukan memberikan informassi apalagi penentu perkembangan
anaknya, mereka hanyalah pendorong dan pemenlancar perkembangan anak.
Ada empat tahap atau langkah dalam pengembangan kurikulum model "Rogers
Interpersonal Relation", yaitu:
1) Pemilihan suatu target sistem pendidikan
Penentuan target ini berdasarkan kriteria yang menjadi pegangan
yakni adanya kesediaan dari administrator / pejabat pendidikan untuk
turut serta dalam kegiatan kelompok intensif. Selama satu minggu para
administrator / pejabat pendidikan melakukan kegiatan kelompok dalam
suasana yang rileks / tidak formal, untuk itu diperlukan suatu tempat
khusus yang agak terpisah jauh dari kehidupan kerja. Melalui kegiatan
kelompok itu, mereka akan mengalami perubahan-perubahan sebagai
berikut:
a) Tidak terlalu mempertahankan pendiriannya, sehingga dapat
menerima saran orang lain.
b) Lebih mudah untuk menerima ide-ide pembaharuan.
c) Mampu mengurangi kekuasaan birokratis.
d) Komunikasinya lebih jelas serta realistis terhadap atasan, teman
sebaya dan bawahan

54
Muhammad Rouf, “Pengembangan Kurikulum Sekolah: Konsep, Model, & Implementasi”,
Jurnal AI-Ibrah, Vol.5, No.2/Desember 2020, 30.

34
e) Lebih berorientasi pada sifat kemanusiaan dan demokratis
f) Lebih terbuka untuk menyelesaikan perselisihan antar sesama
anggota kelompok.
g) Lebih mampu untuk menerima saran dan kritik demi perbaikan.

2) Pengalaman kelompok yang intensif bagi guru


Pertemuan selama seminggu atau pertemuan yang diadakan dalam
minggu akhir yang panjang perlu diadakan untuk saling mengenal antar
sesama peserta. Dalam pertemuan tersebut diharapkan terjadi pertukaran
informasi. Demikian pula guru yang skeptis dan menentang mungkin
akan melihat pembaharuan dari sisi lain, sehingga kemungkinan besar
terjadi perubahan sikap menerima. Efek yang akan diterima guru-guru
sama dengan para administrator pendidikan, dengan beberapa tambahan
sebagai berikut:
a) Lebih mampu untuk mendengarkan keluhan siswa.
b) Mau menerima pembaharuan melalu peritiwa "siswa menggangu"
kelas oleh siswa tertentu dari pada siswa yang pendiam.
c) Sangat perhatian terhadap hubungannya dengan para siswa, begitu
juga yang dilakukannya terhadap isi mata pelajaran.
d) Masalah yang timbul dipecahkan bersama dengan para siswa dan
tidak melalui tindakan hukuman.
e) Mampu mengembangkan suasana kesamaan hak dan kewajiban
sehingga timbul suasana demokratis di dalam kelas.

3) Pengembangan pengalaman kelompok intensif bagi kelas


Caranya mengikutsertakan satu unit kelas dalam pertemuan lima
hari. Selama lima hari penuh siswa ikut serta dalam kelompok secara
aktif, dengan fasilitator para guru, administrator pendidikan, dan

35
administrator dari luar. Dengan kegiatan itu diharapkan menumbuhkan
suasana hubungan yang baik antara siswa yang satu dengan yang lain.
Perubahan yang terjadi pada diri siswa:
a) Merasa bebas mengemukakan pendapatnya didalam kelas
b) Semangat untuk belajar bertambah, karenanya timbul persaingan
yang sehat untuk pandai.
c) Memiliki tenggang rasa dalam hubungan antar siswa di dalam
pergaulan sehari- hari.
d) Tidak mempunyai rasa tertekan karena tidak mengenal istilah
hukuman yang bersifat fisik.
e) Dia hormat dan patuh pada guru maupun admistrator karena adanya
wibawa.
f) Mempunyai anggapan bahwa dengan belajar akan mampu
menghadapi kehidupan masa depan.

4) Keterlibatan orang tua dalam pengalaman kelompok yang intensif


Kegiatan ini dapat dikordinasi oleh persatuan orang tua pada
masing-masing sekolah. Kegiatan kelompok berlangsung selama tiga jam
tiap sore selama satu minggu atau dua puluh satu jam selama tiga hari
terus menerus. Jika kemungkinan, pertemuan demikian agar berbarengan
dengan pertemuan unit kelas. Tujuan utama kegiatan ini adalah supaya
orangtua, staf pengajar dan pimpinan sekolah atau administrator
pendidikan lainnya dapat saling mengenal secara pribadi sehingga
memudahkan pemecahan-pemecahan persoalan-persoalan yang dihadapi
dunia pendidikan, khususnya persekolahan. Carl Rogers juga
menyarankan, kalau mungkin ada pengalaman kegiatan kelompok yang
bersifat campuran kulminasi dari model interpersonal adalah
diselenggarakannya kelompok-kelompok vertical ("vertical groups")
yang diikuti oleh partisipan. Perubahan kurikulum yang berhasil dapat

36
dicapai bila ada hubungan efektifsecara horizontal dan across status-role
lines.55
Model pengembangan kurikulum ini mengutamakan hubungan antar
pribadi yaitu penciptaan suasana akrab antar unsur-unsur pendidikan yang
terlibat didalam pengembangan kurikulum, yaitu: administrator, pimpinan
sekolah, guru-guru, serta para siswa.

55
Masrifa Hidayani, “Model Pengembangan Kurikulum”, At-Ta’lim, Vol.16, No.2/ Juli 2017,
387.

37
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Organisasi kurikulum adalah suatu pola atau desain bahan kurikulum yang
bertujuan untuk mempermudah peserta didik dalam mempelajari bahan pelajaran
serta mempermudah peserta didik dalam melaksanakan kegiatan belajar dan
pengalaman yang didapatkan oleh peserta didik, sehingga tujuan pembelajaran dapat
tercapai secara efektif. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain ruang lingkup dan
urutan bahan pelajaran, substansi bahan yang dipelajari oleh peserta didik, dinamis
perubahan dan perkembangan dalam ilmu pengetahuan, sosial budaya, maupun
ekonomi mempengaruhi dimensi kurkulum.
Dimensi kurikulum dari dua bentuk hubungan kesempatan belajar, yaitu
hubungan organisai vertikal dan hubungan organisasi horizontal. Adapun, unsur-
unsurnya antara lain konsep, generalisasi, keterampilan, dan nilai-nilai. Jenis-jenis
organisasi kurikulum antara lain: separated-subject curriculum, correlated
curriculum, broad-field curriculum, integrated curriculum, dan core curriculum.
Model pengembangan kurikulum adalah suatu sistem dalam bentuk naratif,
matematis, grafis, serta lambang-lambang dalam penyusunan kurikulum yang baru
ataupun penyempurnaan kurikulum yang telah ada yang memberikan relevansi pada
masa mendatang. Untuk melakukan pengembangan kurikulum ada berbagai model
pengembangan kurikulum yang dapat dijadikan acuan atau diterapkan sepenuhnya.
Secara umum, pemilihan model pengembangan kurikulum dilakukan dengan cara
menyesuaikan sistem pendidikan yang dianut dan model konsep yang digunakan.
Terdapat banyak model pengembangan kurikulum yang dikembangkan oleh para ahli,
yaitu: Model Tyler, Model Hilda Taba, Model Harold B.Alberty, Model David
Warwick, Model Beauchamp, Model Roger.

38
B. Saran
Penulis berharap dengan membaca dan memahami makalah ini dapat
menambah pengetahuan penulis dan pembaca. Dalam hal ini yang kami bahas yaitu
tentang organisasi atau desain kurikulum dan model pengembangan kurikulum. Kami
menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini kami
harap adanya kritik dan saran dari pembaca dan dosen pengampu kami dalam mata
kuliah Pengembangan Kurikulum untuk menambah wawasan kami dan dapat kami
jadikan bahan untuk evaluasi agar lebih baik ke depannya.

39
DAFTAR PUSTAKA

Aprilia, Wahyu. “Organisasi dan Desain Pengembangan Kurikulum.” Jurnal


Keislaman dan Ilmu Pendidikan 2, no. 2 (Juli 2020).

Arifin, Zainal. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. 3 ed. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya, 2013.

Hamalik, Oemar. Kurikulum dan Pembelajaran. 11 ed. Jakarta: PT Bumi Aksara,


2011.

———. Manajemen Pengembangan Kurikulum. 5 ed. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya, 2012.

Rusman. Manajemen Kurikulum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009.

Setiyadi, Bradley, Nurul Faizah, dan Dinda Florentina Rania Br. Tarigan. “Model
Pengembangan dan Organisasi Kurikulum.” Riau Education Journal (REJ) 1,
no. 2 (Agustus 2021).

Sholeh Hutomo, Ghamal, dan Tasman Hamami. “Organisasi dan Desain


Pengembangan Kurikulum PAI.” At-Tafkir 13, no. 2 (2020).

Sugiana, Aset. “Proses Pengembangan Organisasi Kurikulum di Indonesia.” Jurnal


Kajian dan Penelitian Pendidikan islam 12, no. 1 (Juni 2018).

Izzatul, Dianis, "Model Pengembangan Kurikulum Tematik Integratif Pendidikan


Dasar", Vol.27, No.1/Januari 2016.

Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek,


Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002.

Masykur, Ruhban, Teori Dan Telaah Pengembangan Kurikulum, Bandar Lampung:


CV. Anugrah Utama Raharja, 2019.

40
Anisatun, Siti, “Model Pengembangan Kurikulum Hilda Taba Pada K-13 di SD/MI”,
Jurnal As-Sabyan, e-ISSN: 2599-2732, Vol.2, No.1/ Januari-Juni 2019.

Rouf, Muhammad, “Pengembangan Kurikulum Sekolah: Konsep, Model, &


Implementasi”, Jurnal AI-Ibrah, Vol.5, No.2/Desember 2020.

Alvina, Tarida, “Model Pengembangan Kurikulum”, Jurnal STINDO


PROFESIONAL, Vol.IV, No.3/ Mei 2018.

Syaifuddin Sabda, “Pengembangan Kurikulum”, Yogyakarta: Aswaja Presssindo,


2016.

Masrifa Hidayani, “Model Pengembangan Kurikulum”, At-Ta’lim, Vol.16, No.2/ Juli


2017.

Sudarman, “Pengembangan Kurikulum”, Samarinda: Mulawarman University


PRESS, 2019.

41

Anda mungkin juga menyukai