Dalam evaluasi mutu hasil belajar tidak akan bisa terlepas dari teknik
pemeriksaan, pemberian skor dan pengolahan hasil tes hasil belajar siswa.
Sebelum mempelajarinya lebih lanjut, ada baiknya kita sedikit mereview
pembahasan tentang definisi tes dan macam-macamnya. Tes ialah alat atau
prosedur yang digunakan dalam rangka pengukuran dan penilaian terhadap
keadaan psikis,hasil belajar dan ingkah laku individu. Adapun menurut Lee
J.Cronbach dalam bukunya berjudul Essential of psychological testin, tes
merupakan suatu prosedur yang sistematis untuk membandingkan tingkah laku
dua orang atau lebih.
Adapun dari segi fungsi, secara umum tes dapat dibagi menjadi dua macam
fungsi yaitu:
Kemudian dari segi penyelenggaraan tes dapat dilakukan secara tertulis (tes
tulis), secara lisan (tes lisan), dan tes perbuatan. Adanya perbedaan pelaksanaan
tes hasil belajar tersebut tentu menuntut adanya perbedaan pula dalam
pemeriksaan hasil-hasilnya. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan atau koreksi
dalam rangka penilaian hasil-hasil yang diperoleh dari ketiga jenis tes tersebut,
akan dijelaskan pada awal bab ini.
1
PEMBAHASAN
Dalam pelaksanaan pemeriksaan hasil-hasil tes uraian ini ada dua hal
yang perlu dipertimbangkan, yaitu, (1) apakah nantinya pengolahan dan
penentuan nilai hasil tes uraian itu akan didasarkan pada standar mutlak,
atau (2) apakah nantinya pengolahan dan penentuan nilai hasil tes uraian
akan didasarkan pada standar relatif.
Apabila nantinya pengolahan dan penentuan nilai hasil tes uraian itu
akan didasarkan pada standar mutlak (dimana penentuan nilai secara
mutlak akan didasarkan pada prestasi individual), maka prosedur
pemeriksaannya adalah sebagai berikut:
1) Membaca setiap jawaban yang diberikan oleh testee untuk setiap butir
soal tes uraian dan membandingkannya dengan pedoman jawaban betul
yang sudah disiapkan.
2
2) Atas dasar pembandingan antara jawaban testee dengan pedoman
jawaban tidak betul yang telah disiapkan itu,tester lalu memberikan
skor untuk setiap butir soal dan menuliskannya dibagian kiri dari
jawaban testee tersebut.
1) Memeriksa jawaban atas butir soal nomor 1 yang diberikan oleh seluruh
testee, sehingga diperoleh gambaran secara umum mengenai
keseluruhan jawaban yang ada. Setelah pemeriksaan terhadap seluruh
jawaban item nomor 1 dapat diselesaikan, maka tester akan menjadi
tahu, testee manakah yang jawabannya termasuk lengkap, kurang
lengkap, menyimpang dan tidak memberikan jawaban sama sekali.
5) Setelah jawaban atas seluruh butir soal yang diberikan oleh seluruh
testee dapat diselesaikan, akhirnya dilakukanlah penjumlahan skor yang
nantinya akan dijadikan bahan dalam pengolahan dan penentuan nilai.
3
b. Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Hasil Belajar Bentuk Objektif
4
LEMBAR JAWABAN
Kunci Jawaban
NO. B S
NO. B S
1. X
1.
2. X X
2. x
3. X
3.
4. X X
4.
5. X X
5. X
5
Kunci Jawaban
LEMBAR JAWABAN
NO. B S
NO. B S
1.
1. X
2.
2. X
3.
3. X
4.
4. X
5.
5. X
6
c. Kebenaran jawaban yang dikemukakan
Tester harus benar-benar memperhatikan jawaban-jawaban testee,
apakah jawaban mereka mengandung kadar kebenaran yang tinggi
atau sebaliknya.
d. Kemampuan testee dalam mempertahankan pendapatnya.
Jawaban lisan yang disampaikan dengan nada ragu-ragu merupakan
salah satu indikator bahwa testee kurang menguasai materi yang
ditanyakan dalam tes tersebut.
e. Berapa persen (%) kira-kira pertanyaan-pertanyaan lisan yang
termasuk kategori sukar, sedang, dan mudah dapat dijawab dengan
betul oleh testee.
1 2 3 4 5
7
5 Kejujuran dalam menjalankan
tugas
8
R−w
S=
O−1
Contoh :
R = 15, W = 5, O =2
R−W 15−5
S= = =10
O−I 2−1
Artinya skor yang diberikan kepada testee adalah sama dengan jumlah
jawaban betulnya.
W
S=R−
O−I
Dan rumus tanpa denda yaitu S = R, dimana
S : Skor yang dicari (hasil)
R : Jawaban betul (right)
W : Jawaban salah (wrong)
O : Alternatif jawaban
1 : Bilangan konstan
Contoh :
R = 32, W = 8, O = 5
Maka hasilnya adalah :
9
8
S=32−
5−I
8
¿ 32−
4
¿ 32−2=30
Jika tidak memperhitungkan denda maka S = R sehingga S = 32
Tes bentuk multiple choice terdiri dari berbagai model yang masing-
masing memiliki derajat kesukaran yang berbeda. Sehubungan dengan
itu maka kedua rumus di atas perlu di modifikasi menjadi sebagai
berikut :
Rumus dengan denda :
S¿ R (
W
O−1
wt )
Rumus tanpa denda :
S = R x Wt
Wt = bobot yang diberikan tester pada setiap soal.
Contoh :
No Model MCI Jumlah bobot Jwban betul
urut item testee
1-10 Mlengkpi 5 pil 10 1 8
11-20 Asosiasi dg 5pil 10 1.5 6
21-30 Mlengkpi bgnda 10 1.5 4
31-40 Anlisis hub ant 10 2 7
hal
41-50 Analisis kasus 10 4 3
Total 50 -
S¿ 8 (
5−1 )
1-10 5 8 2 1 2 7.50
1
10
11-20 5 6 4 1.5
S¿ 6 ( 5−1
4
) 1.5 4.50
S¿ 4 (
5−1 )
21-30 5 4 6 1.5 6 1.75
1.5
S¿ 7 (
5−1 )
31-40 5 7 3 2 3 5.50
2
S¿ 3 (
5−1 )
41-50 5 3 7 4 7 -4.00
4
Total 15.25
31-40 5 7 3 2 7x2 14
41-50 5 3 7 4 3x4 12
Total 49
11
melambangkan kemampuan yang telah ditunjukan testee terhadap materi atau
bahan yang diujikan.
2. Pengolahan dan pengubahan skor mentah hasil tes hasil belajar menjadi nilai
standar.
Ada dua hal penting yang harus dipahami terlebih dahulu mengenai
pengolahan dan pengubahan skor hasil tes hasil belajar menjadi nilai, yaitu :
a. Dalam pengolahan dan pengubahan skor hasil tes hasil belajar ada dua
cara yang dapat ditempuh, yaitu :
1) Pengolahan dan pengubahan skor mentah hasil tes hasil belajar menjadi
nilai standar dilakukan dengan mengacu atau mendasarkan pada kriterium
atau patokan.
Cara ini sering dikenal dengan istilah criterion referenced evaluation
(penilaian ber-Acuan patokan). Penilaian ini juga sering disebut dengan
penentuan nilai secara mutlak (absolut) , karena pemberian nilai kepada
testee itu dilaksanakan dengan jalan membandingkan antara skor mentah
hasil tes yang dimiliki oleh masing-masing individu testee, dengan skor
maksimum ideal yang mungkin dapat diperoleh testee apabila dapat
menjawab semua soal tes dengan betul. Dengan demikian tinggi atau
rendahnya nilai yang diberikan kepada testee mutlak ditentukan oleh skor
yang dapat dicapai oleh setiap testee. Dalam penentuan nilai yang
mengacu pada kriterium ini sebelum tes hasil belajar dilaksanakan, penguji
harus sudah mempunyai patokan (tanpa menunggu pelaksanaan tes
selesai). Rumus yang digunakan dalam penentuan nilai yang mengacu
pada kriterium adalah sebagai berikut :
Skor Mentah
Nilai= × 100
Skor maksimum ideal
Contoh :
12
21-30 Mlengkpi bgnda 10 2 20
31-40 Anlisis hub ant 10 2 20
hal
41-50 Analisis kasus 10 4 40
Skor maksimal ideal 100
Dari tabel di atas tampak sekali bahwa nilai seorang siswa mutlak
ditentukan oleh dirinya sendiri secara individual tanpa mempertimbangkan
skor-skor yang dicapai oleh siswa lainnya. Jelas sekali bahwa siswa yang
mendapatkan nilai bagus hanya beberapa orang. Jika nilai tersebut
diterapkan dalam ujian nasional maka akan banyak siswa yang tidak lulus.
Penentuan hasil tes seperti ini sangat cocok untuk digunakan atau
diterapkan pada tes-tes formatif, di mana tester ingin mengetahui sampai
sejauh mana peserta didik “telah terbentuk” setelah mengikuti progam
pengajaran dalam jangka waktu tertentu. Maka guru atau dosen dapat
melakukan upaya-upaya yang dipandang perlu agar tujuan pengjaran dapat
berjalan lebih optimal.
Namun penilaian yang berdasarkan acuan kriterium ini sekiranya
kurang cocok untuk digunakan dalam penentuan nilai hasil tes sumatif
seperti ulangan umum dalam rangka mengisi rapot, atau ujian akhir. Sebab
criterion referenced evaluasion ini dalam penerapanya tidak
mempertimbangkan kemampuan kelompok (rata-rata kelas). Sehingga
dikatakan “tidak manusiawi”. Apabila soal-soal yang diberikan kepada
13
testee terlalu sukar maka sepintar-pintarnya testee nilai yang didapatkanya
pasti rendah. Dan sebaliknya apabila soal-soal yang diberikan terlalu
mudah. Karena ini gambaran tentang tingkat kemampuan testee terhadap
materi tidak dapat diperoleh sesuai dengan kenyataan. Oleh karena ini bila
ingin menggunakan penilaian beracuan kriterium, hendaknya tes hasil
belajar tersebut sudah bersifat standar, dalam arti sudah tes hasil belajar
tersebut sudah mengalami uji coba berulang kali.
2) Pengolahan dan pengubahan skor mentah hasil tes hasil belajar menjadi
nilai standar dengan mengacu pada norma atau kelompok.
14
M x=
∑X : atau
N
M x=
∑ fX : atau
N
M x =M ' +i {∑ }
N
fx '
SD x =
√ ∑ x2
N
atau SD x =
√ ∑ fx 2
N
atau
√ {
∑ fx 2 − ∑ fx❑
} √ { }
∑ fx '2 − ∑ fx'
2 2
SD x = atau
N N N N
15
>D
Mean−1,5 SD
>¿ E
D B
E A
M-1,55D M-0,55D M M+0,55D M+1,55D
16
45-49 15 47 +1 15 15
40-44 18 42(M’) 0 0 0
35-39 13 37 -1 -13 13
30-34 8 32 -2 -16 32
25-29 4 27 -3 -12 36
20-24 2 22 -4 -8 32
15-19 1 17 -5 -5 25
Total 80=N 17 ( 343(
∑ fx' ¿ ∑ f x '2 ¿
= 5 √ 4.2875−0.21252
= 5 √ 4.2875−4.24234375
>A
M +1,5 SD=43.0625+ ( 1.5 )( 10.298 )=58.51
>B
M + 0,5 SD=43.0625+ ( 0.5 ) ( 10.298 )=48.21
>C
M −0,5 SD=43.0625−( 0.5 ) ( 10.298 )=37.91
>D
M −1,5 SD =43.0625−( 1.5 )( 10.298 ) =27.61
>E
17
38 - 48 C
28 - 37 D
27 ke bawah E
18
3) Skala Sebelas (standard eleven / stanel/ eleven points standard)
Nilai standar berskala sebelas adalah rentangan nilai standar mulai dari 0
sampai 10. Jadi akan ada 11 butir nilai standar, yaitu nilai
0,1,2,3,4,5,6,7,8,9,dan 10. Nilai standar berskala 11 ini biasanya
digunakan pada lembaga pendidikan tingkat dasar dan menengah.
Patokan yang dipakai pada pengubahan skor menjadi stanel adalah
>10
Mean+2,25 SD
>9
Mean+1,75 SD
>8
Mean+1,25 SD
>7
Mean+0,75 SD
>6
Mean+0,25 SD
>5
Mean−0,25 SD
>4
Mean−0,75 SD
>3
Mean−1,25 SD
>2
Mean−1,75 SD
>1
Mean−2,25 SD
19
d. Melakukan konversi skor mentah menjadi nilai standar berskala
sebelas.
Contoh praktisnya sama dengan pengkonversian dengan skala lima.
Perbedaannya hanya terletak pada saat mengkonversi skor mentah
patokannya menggunakan patokan di atas sehingga nilai akhir yang di
dapatkan berupa angka.
Mx
√
2
rumus: SDx= ∑ x 1 dst.
N
f. Mencari z score, dengan rumus
20
x1
z 1= dst.
SDx 1
Selanjutnya
21
4
H 4 4 1 9 1 - - - - 0.11 -
0.51 0.28 0.21 0.35 1.24
I 0 64 1 16 81 0 - 0.21 - 1.02 -
1.11 0.46 0.34
J 16 0 9 32 36 - 0 - - 0.67 -
4 1.01 0.63 2.09 3.06
∑ 156 522 22 74 784 0 0 0 0 0 0
6 2
SD 3.95 7.2 4.7 8.6 8.85
2 5 1
Dari tabel di atas yang urutan nilainya dimulai dari yang bernilai positif
tertinggi kemudian dibawahnya dst. Jika dalam tes tersebut hanya ingin
meluluskan satu orang saja maka yang di ambil adalah yang memiliki nilai
positif tertinggi.
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa untuk memberikan nilai
atas hasil belajar siswa (testee) membutuhkan proses yang panjang. Dimulai
dengan memeriksa jawaban hasil tes testee, memberi skor, barulah mengolah skor
menjadi nilai. Proses pemeriksaan hasil tes siswa dilakukan dengan
membandingkan hasil jawaban testee dengan kunci jawaban yang di buat tester.
Selanjutnya dalam proses pemberian skor pada tes uraian dilakukan dengan
mendasarkan pada bobot setiap butir soal. Untuk tes obyektif teknik yang
22
digunakan bisa dengan rumus yang memperhitungkan denda atau yang
mengabaikan denda.
Pengolahan skor menjadi nilai dapat dilakukan dengan mengacu pada
kriterium (patokan mutlak) dan menggunakan skala. Untuk teknik yang mengacu
pada kriterium dirasa kurang manusiawi karena nilai siswa bergantung pada diri
siswa itu sendiri. Sedangkan dengan skala nilai siswa menjadi relatif tergantung
pada rata-rata kelas. Teknik pengolahan skor mentah menjadi nilai dengan
menggunakan skala ada beberapa macam yaitu :skala lima, skala sembilan, skala
sebelas, z score, dan T score.
23