Anda di halaman 1dari 23

PENDAHULUAN

Dalam evaluasi mutu hasil belajar tidak akan bisa terlepas dari teknik
pemeriksaan, pemberian skor dan pengolahan hasil tes hasil belajar siswa.
Sebelum mempelajarinya lebih lanjut, ada baiknya kita sedikit mereview
pembahasan tentang definisi tes dan macam-macamnya. Tes ialah alat atau
prosedur yang digunakan dalam rangka pengukuran dan penilaian terhadap
keadaan psikis,hasil belajar dan ingkah laku individu. Adapun menurut Lee
J.Cronbach dalam bukunya berjudul Essential of psychological testin, tes
merupakan suatu prosedur yang sistematis untuk membandingkan tingkah laku
dua orang atau lebih.

Adapun dari segi fungsi, secara umum tes dapat dibagi menjadi dua macam
fungsi yaitu:

1. Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik.dalam hubungan ini tes


berfungsi mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah
dicapai oleh peserta didik setelah mereka menempuh proses belajar.
2. Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, sebab melalui tes
tersebut akan dapat diketahui sudah seberapa jauh program pengajaran
yang telah ditentukan, telah dapat dicapai.

Kemudian dari segi penyelenggaraan tes dapat dilakukan secara tertulis (tes
tulis), secara lisan (tes lisan), dan tes perbuatan. Adanya perbedaan pelaksanaan
tes hasil belajar tersebut tentu menuntut adanya perbedaan pula dalam
pemeriksaan hasil-hasilnya. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan atau koreksi
dalam rangka penilaian hasil-hasil yang diperoleh dari ketiga jenis tes tersebut,
akan dijelaskan pada awal bab ini.

1
PEMBAHASAN

A. TEKNIK PEMERIKSAAN HASIL TES HASIL BELAJAR

1. Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Tertulis


Tes hasil belajar yang diselenggarakan secara tertulis dapat dibedakan
menjadi dua golongan, yaitu: tes hasil belajar (tertulis) bentuk uraian
(subjective/essay test) dan tes hasil belajar bentuk objektif (objektive test).
Karena kedua bentuk tes hasil belajar itu memiliki karakteristik yang bereda,
tentu teknik pemeriksaan hasil-hasilnya berbeda pula.

a. Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Hasil Belajar Bentuk Uraian

Langkah yang seharusnya ditempuh oleh evaluator dalam rangka


melakukan evaluasi hasil belajar dengan menggunakan alat berupa tes
hasil belajar bentuk uraian adalah bahwa begitu soal tes uraian selesai
disusun hendaknya tester segera membuat kunci jawaban/ pedoman
jawaban. Kunci jawaban betul atas soal yang telah disusun itulah yang
selanjutnya akan digunakan sebagai pegangan, tolak ukur atau patokan
dalam pemeriksaan atau pengoreksian terhadap hasil-hasil tes uraian.
Sudah tentu pemeriksaannya dengan cara membandingkan antara jawaban
yang diberikan oleh testee dengan pedoman jawaban betul yang
sebelumnya telah disusun oleh tester.

Dalam pelaksanaan pemeriksaan hasil-hasil tes uraian ini ada dua hal
yang perlu dipertimbangkan, yaitu, (1) apakah nantinya pengolahan dan
penentuan nilai hasil tes uraian itu akan didasarkan pada standar mutlak,
atau (2) apakah nantinya pengolahan dan penentuan nilai hasil tes uraian
akan didasarkan pada standar relatif.

Apabila nantinya pengolahan dan penentuan nilai hasil tes uraian itu
akan didasarkan pada standar mutlak (dimana penentuan nilai secara
mutlak akan didasarkan pada prestasi individual), maka prosedur
pemeriksaannya adalah sebagai berikut:

1) Membaca setiap jawaban yang diberikan oleh testee untuk setiap butir
soal tes uraian dan membandingkannya dengan pedoman jawaban betul
yang sudah disiapkan.

2
2) Atas dasar pembandingan antara jawaban testee dengan pedoman
jawaban tidak betul yang telah disiapkan itu,tester lalu memberikan
skor untuk setiap butir soal dan menuliskannya dibagian kiri dari
jawaban testee tersebut.

3) Menjumlahkan skor-skor yang telah diberikan kepada testee( yang


nantinya akan dijadikan bahan dalam pengolahan dan penentuan nilai
lebih lanjut).

Adapun apabila nantinya pengolahan dan penentuan nilai akan


didasarkan pada standar relatif ( dimana penentuan nilai akan didasarkan
pada prestasi kelompok), maka prosedur pemeriksaannya adalah sebagai
berikut:

1) Memeriksa jawaban atas butir soal nomor 1 yang diberikan oleh seluruh
testee, sehingga diperoleh gambaran secara umum mengenai
keseluruhan jawaban yang ada. Setelah pemeriksaan terhadap seluruh
jawaban item nomor 1 dapat diselesaikan, maka tester akan menjadi
tahu, testee manakah yang jawabannya termasuk lengkap, kurang
lengkap, menyimpang dan tidak memberikan jawaban sama sekali.

2) Memberikan skor terhadap jawaban soal nomor 1 untuk seluruh testee,


misalnya, untuk jawaban lengkap diberi skor 2, kurang lengkap diberi
skor 1, dan yang menyimpang atau tidak memberikan jawaban sama
sekali diberikan skor 0.

3) Setelah pemeriksaan atas jawaban soal nomor 1 dari seluruh testee


dapat diselesaikan, lalu dilanjutkan dengan pemeriksaan terhadap
jawaban soal nomor 2 dengan cara yang sama.

4) Memberikan skor terhadap jawaban butir soal nomor 2 dari seluruh


testee, dengan cara yang sama.

5) Setelah jawaban atas seluruh butir soal yang diberikan oleh seluruh
testee dapat diselesaikan, akhirnya dilakukanlah penjumlahan skor yang
nantinya akan dijadikan bahan dalam pengolahan dan penentuan nilai.

3
b. Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Hasil Belajar Bentuk Objektif

Ada beberapa kunci jawaban yang dapat dipergunakan untuk mengoreksi


jawaban soal tes objektif, yaitu:

1) kunci berdamping( strip keys)


Kunci jawaban berdamping ini terdiri atas jawaban-jawaban betul
yang ditulis dalam satu kolom yang lurus dari atas kebawah. Kunci
jawaban jenis pertama ini digunakan untuk memeriksa jawaban-
jawaban yang ditulis pada kolom 1 yang disusun lurus dari atas
kebawah.
Adapun cara menggunakannya ialah dengan meletakan kunci
jawaban tersebut berjajar dengan lembar jawaban yang akan diperiksa.
Cocokanlah jawaban-jawaban yang diberikan oleh testee dengan
jawaban-jawaban yang tercantum pada kunci jawaban. Jawaban yang
cocok dengan kunci jawaban dapat diisi atau ditulis dengan tanda plus
(+) sedangkan jawaban-jawaban yang tidak cocok dengan kunci
jawaban diisi dengan tanda minus (-).
Perhatikan contoh berikut:

2) Lembar jawaban Kunci jawaban


3)
No: 4) No:
5)
1.B (-) 1.S
6)
2.B 7) (+) 2.B
8)
3.S 9) (-) 3.B
10)
4.S (+) 4.S
11)
5.S (-) 5.B

Dan seterusnya ….. Dan seterusnya …..

2) Kunci Sistem Karbon


Kunci jawaban ini diletakkan di atas lembaran jawaban yang sudah
ditumpangi karbon. Pada lunci jawaban telah dibubuhi tanda berupa
lingkaran untuk setiap jawaban betul. Jawaban testee yang berada di
luar lingkaran adalah salah. Wujud fisik dari kunci jawaban sitem
karbon adalah sebagai berikut:

4
LEMBAR JAWABAN
Kunci Jawaban
NO. B S
NO. B S
1. X
1.
2. X X
2. x
3. X
3.
4. X X
4.
5. X X
5. X

3) Kunci Sistem Tusukan (Pinprick System Keys)


Pada kunci jawaban sistem tusukan ini kunci jawaban diberi tusukan
dengan jarum besar atau paku sementara lembar jawaban testee berada
di bawahnya. Tusukan tadi akan menembus lembar jawaban yang
beradadi bawahnya. Pilihan jawaban yang betul adalah pilihan
jawaban yang berlubang sedangkan pilihan yang tidak berlubang
adalah salah.

4) Kunci Berjendela (Window Keys)


Prosedur yang harus ditempuh dalam menggunakan teknik ini adalah :
a. Ambil blanko lembar jawabanyang masih kosong.
b. Pilihan jawaban yang betul diberi lubang.
c. Lembar jawaban diletakkan di bawah kunci berjendela.
d. Melalui lubang-lubang tadi kita buat garis vertikal dengan pensil
warna. Jika garis-garis vertikal tadi mengenai tanda silang yang
dibuat oleh testee artinya jawaban mereka betul. Begitu pula
sebaliknya.

Wujud fisik kunci berjendela adalah :

5
Kunci Jawaban
LEMBAR JAWABAN
NO. B S
NO. B S
1.
1. X
2.
2. X
3.
3. X
4.
4. X
5.
5. X

2. Teknik Pemeriksaan dalam Rangka Menilai hasil Tes Lisan

Pemeriksaan atau koreksi yang dilaksanakan dalam rangka menilai


jawaban-jawaban testee pada hasil tes belajar secara lisan pada umumnya
cenderung bersifat subjektif. Hal ini kiranya mudah difahami, sebab dalam
tes lisan itu tester tidak berhadapan dengan lembar-lembar jawaban soal
yang wujudnya adalah benda mati, melainkan berhadapan dengan
individu-individu atau makhluk hidup yang masing-masing mempunyai
ciri atau karakteristik yang berbeda, sehingga terbuka peluang-peluang
bagi testeer untuk bertindak kurang atau bahkan tidak obyektif.

Dalam hubungan ini,pemeriksaan terhadap jawaban-jawaban testee


hendaknya dikendalikan oleh pedoman yang pasti, misalnya:

a. Kelengkapan yang diberikan oleh testee.

Kelengkapan jawaban tersebut mngendung makna apakah jaaban-


jawaban tersebut sudah mencakup semua unsure yang seharusnya ada,
sesuai dengan pedoman jawaban betul yang telah disusun oleh tester.

b. Kelancaran testee dalam mengemukakan jawaban-jawaban.

Maksudnya apakah dalam memberikan jawaban-jawaban lisan atas


pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada testeeitu cukup lancar
sehingga mencerminkan tingkat kedalaman atau tingkat pemahaman
testee terhadap materi pertanyaan yang diajukan kepadanya.

6
c. Kebenaran jawaban yang dikemukakan
Tester harus benar-benar memperhatikan jawaban-jawaban testee,
apakah jawaban mereka mengandung kadar kebenaran yang tinggi
atau sebaliknya.
d. Kemampuan testee dalam mempertahankan pendapatnya.
Jawaban lisan yang disampaikan dengan nada ragu-ragu merupakan
salah satu indikator bahwa testee kurang menguasai materi yang
ditanyakan dalam tes tersebut.
e. Berapa persen (%) kira-kira pertanyaan-pertanyaan lisan yang
termasuk kategori sukar, sedang, dan mudah dapat dijawab dengan
betul oleh testee.

Selain unsur-unsur di atas, penguji dapat menambahkan unsur-unsur


lain yang dirasa perlu untuk dijadikan bahan penilaian.

3. Teknik Pemeriksaan dalam Rangka Menilai hasil Tes Perbuatan

Pemeriksaan pada tes perbuatan dilakukan dengan menggunakan observasi


(pengamatan). Sasaran yang diamati adalah tingkah laku, perbuatan, sikap,
dan sebagainya. Untuk dapat menilai hasil tes perbuatan diperlukan
instrumen tertentu dan setiap gejala yang muncul diberi skor tertentu pula.

Contoh instrumennya adalah sebagai berikut :

No Unsur yang di periksa Skor

1 2 3 4 5

1 Disiplin dalam menjalankan tugas


yang diberikan oleh kepala sekolah

2 Disiplin dalam menjalankan tugas


yang diberikan oleh guru
pembimbing

3 Disiplin dalam menjalankan tugas


yang diberikanoleh dosen
pembimbing

4 Kepemimpinan dalam menangani


tugas dan masalah yang dihadapi
didalam kelas

7
5 Kejujuran dalam menjalankan
tugas

6 Tanggungjawab dalam tugas

B. TEKNIK PEMBERIAN SKOR HASIL TES HASIL BELAJAR


Pemberian Skor (Skoring) adalah proses pengubahan atau jawaban –
jawaban soal tes menjadi angka-angka yang pasti atau dengan kata lain
pemberian skor merupakan tindakan kuantifikasi terhadap jawaban-jawaban
yang diberikan tester ke dalam suatu tes. Angka-angka hasil penilaian
selanjutnya diubah menjadi nilai-nilai melalui proses-proses tertentu. Cara
pemberian skor pada hasil tes hasil belajar pada umumnya disesuaikan
dengan bentuk soal-soal yang dikeluarkan tester. Macam-macamnya adalah
sebagai berikut :
1. Pemberian skor pada tes uraian
Pemberian skor pada tes uraian mendasarkan diri kepada bobot (weight)
yang diberikan pada setiap soal, atas dasar tingkat kesukarannya, atau atas
dasar banyak sedikitnya unsur yang harus terdapat dalam jawaban.
Misalnya pada sejumlah soal yang tingkat kesukarannya dibuat sama dan
unsur-unsur yang terdapat dalam soal jugadi buat sama maka jawaban
paling sempurna diberi skor 10, hampir sempurna 9, dan seterusnya.
2. Pemberian skor pada tes Obyektif
Pemberian skor pada tes obyektif ada yang memakai rumus correction
for guessing/ sistem denda namun ada juga yang tidak menetapkan denda.
Tes obyektif terdiri dari beberapa jenis. Pemberian skor pada setiap jenis
tes obyektif berbeda-beda. Berikut penjelasan lebih rincinya.
a. Tes obyektif bentuk true-false.
Pemberian skor pada tes bentuk ini dapat menggunakan rumus yang
memperhitungkan denda dan rumus yang mengabaikan denda.
Rumus yang memperhitungkan denda adalah :

8
R−w
S=
O−1

S : Skor yang dicari (hasil)


R : Jawaban betul (right)
W : Jawaban salah (wrong)
O : Alternatif jawaban
1 : Bilangan konstan

Contoh :
R = 15, W = 5, O =2
R−W 15−5
S= = =10
O−I 2−1

Sedangkan rumus yang mengabaikan denda adalah

S = R, dengan data di atas maka hasilnya adalah S = 15

Artinya skor yang diberikan kepada testee adalah sama dengan jumlah
jawaban betulnya.

b. Tes obyektif bentuk matching, fill in, dan completion


Pada bentuk soal-soal di atas biasanya menggunakan rumus yang tidak
memperhitungkan denda. Sehingga rumusnya
S=R
c. Tes obyektif bentuk multiple choice
Pada tes bentuk ini bisa menggunakan rumus yang memperhitungkan
denda yaitu

W
S=R−
O−I
Dan rumus tanpa denda yaitu S = R, dimana
S : Skor yang dicari (hasil)
R : Jawaban betul (right)
W : Jawaban salah (wrong)
O : Alternatif jawaban
1 : Bilangan konstan

Contoh :
R = 32, W = 8, O = 5
Maka hasilnya adalah :

9
8
S=32−
5−I
8
¿ 32−
4
¿ 32−2=30
Jika tidak memperhitungkan denda maka S = R sehingga S = 32

Tes bentuk multiple choice terdiri dari berbagai model yang masing-
masing memiliki derajat kesukaran yang berbeda. Sehubungan dengan
itu maka kedua rumus di atas perlu di modifikasi menjadi sebagai
berikut :
Rumus dengan denda :

S¿ R (
W
O−1
wt )
Rumus tanpa denda :
S = R x Wt
Wt = bobot yang diberikan tester pada setiap soal.
Contoh :
No Model MCI Jumlah bobot Jwban betul
urut item testee
1-10 Mlengkpi 5 pil 10 1 8
11-20 Asosiasi dg 5pil 10 1.5 6
21-30 Mlengkpi bgnda 10 1.5 4
31-40 Anlisis hub ant 10 2 7
hal
41-50 Analisis kasus 10 4 3
Total 50 -

Jika dihitung dengan sistem denda maka skornya adalah


No Option(O) R W Wt
S=R ( O−1
W
) wt ) hasil

S¿ 8 (
5−1 )
1-10 5 8 2 1 2 7.50
1

10
11-20 5 6 4 1.5
S¿ 6 ( 5−1
4
) 1.5 4.50

S¿ 4 (
5−1 )
21-30 5 4 6 1.5 6 1.75
1.5

S¿ 7 (
5−1 )
31-40 5 7 3 2 3 5.50
2

S¿ 3 (
5−1 )
41-50 5 3 7 4 7 -4.00
4

Total 15.25

Jika tanpa denda maka hasilnya akan menjadi


No Option(O) R W Wt Rumus(S=RxWt) hasil
1-10 5 8 2 1 8x1 8

11-20 5 6 4 1.5 6x1.5 9

21-30 5 4 6 1.5 4x1.5 6

31-40 5 7 3 2 7x2 14

41-50 5 3 7 4 3x4 12
Total 49

C. TEKNIK PENGOLAHAN DAN PENGUBAHAN SKOR HASIL TES


HASIL BELAJAR MENJADI NILAI.
1. Perbedaan antara Skor dan Nilai
Skor adalah hasil pekerjaan menyekor (memberikan angka) yang diperoleh
dengan jalan menjumlahkan angka-angka bagi setiap butir item yang oleh
testee telah dijaawab betul dengan memperhatikan bobot jawaban betulnya.
Sedangkan nilai adalah angka (bisa juga huruf ) yang merupakan hasil
ubahan skor yang sudah dijadikan satu dengan skor-skor lainya, serta
disesuaikan pengaturannya dengan standar tertentu. Pada dasarnya nilai

11
melambangkan kemampuan yang telah ditunjukan testee terhadap materi atau
bahan yang diujikan.

2. Pengolahan dan pengubahan skor mentah hasil tes hasil belajar menjadi nilai
standar.

Ada dua hal penting yang harus dipahami terlebih dahulu mengenai
pengolahan dan pengubahan skor hasil tes hasil belajar menjadi nilai, yaitu :

a. Dalam pengolahan dan pengubahan skor hasil tes hasil belajar ada dua
cara yang dapat ditempuh, yaitu :

1) Pengolahan dan pengubahan skor mentah hasil tes hasil belajar menjadi
nilai standar dilakukan dengan mengacu atau mendasarkan pada kriterium
atau patokan.
Cara ini sering dikenal dengan istilah criterion referenced evaluation
(penilaian ber-Acuan patokan). Penilaian ini juga sering disebut dengan
penentuan nilai secara mutlak (absolut) , karena pemberian nilai kepada
testee itu dilaksanakan dengan jalan membandingkan antara skor mentah
hasil tes yang dimiliki oleh masing-masing individu testee, dengan skor
maksimum ideal yang mungkin dapat diperoleh testee apabila dapat
menjawab semua soal tes dengan betul. Dengan demikian tinggi atau
rendahnya nilai yang diberikan kepada testee mutlak ditentukan oleh skor
yang dapat dicapai oleh setiap testee. Dalam penentuan nilai yang
mengacu pada kriterium ini sebelum tes hasil belajar dilaksanakan, penguji
harus sudah mempunyai patokan (tanpa menunggu pelaksanaan tes
selesai). Rumus yang digunakan dalam penentuan nilai yang mengacu
pada kriterium adalah sebagai berikut :

Skor Mentah
Nilai= × 100
Skor maksimum ideal

Contoh :

No Model MCI Jumlah bobot skor


urut item
1-10 Mlengkpi 5 pil 10 1 10
11-20 Asosiasi dg 5pil 10 1 10

12
21-30 Mlengkpi bgnda 10 2 20
31-40 Anlisis hub ant 10 2 20
hal
41-50 Analisis kasus 10 4 40
Skor maksimal ideal 100

Setelah di konversi hasilnya adalah :

siswa Skor Nilai


mentah
1 60 60/100X100= 60
2 40 40/100X100= 40
3 80 80/100X100= 80
4 30 30/100X100= 30
5 75 75/100X100= 75
6 52 52/100X100= 52
7 59 59/100X100= 59
8 71 71/100X100= 71
9 41 41/100X100= 41
10 58 58/100X100= 58

Dari tabel di atas tampak sekali bahwa nilai seorang siswa mutlak
ditentukan oleh dirinya sendiri secara individual tanpa mempertimbangkan
skor-skor yang dicapai oleh siswa lainnya. Jelas sekali bahwa siswa yang
mendapatkan nilai bagus hanya beberapa orang. Jika nilai tersebut
diterapkan dalam ujian nasional maka akan banyak siswa yang tidak lulus.

Penentuan hasil tes seperti ini sangat cocok untuk digunakan atau
diterapkan pada tes-tes formatif, di mana tester ingin mengetahui sampai
sejauh mana peserta didik “telah terbentuk” setelah mengikuti progam
pengajaran dalam jangka waktu tertentu. Maka guru atau dosen dapat
melakukan upaya-upaya yang dipandang perlu agar tujuan pengjaran dapat
berjalan lebih optimal.
Namun penilaian yang berdasarkan acuan kriterium ini sekiranya
kurang cocok untuk digunakan dalam penentuan nilai hasil tes sumatif
seperti ulangan umum dalam rangka mengisi rapot, atau ujian akhir. Sebab
criterion referenced evaluasion ini dalam penerapanya tidak
mempertimbangkan kemampuan kelompok (rata-rata kelas). Sehingga
dikatakan “tidak manusiawi”. Apabila soal-soal yang diberikan kepada

13
testee terlalu sukar maka sepintar-pintarnya testee nilai yang didapatkanya
pasti rendah. Dan sebaliknya apabila soal-soal yang diberikan terlalu
mudah. Karena ini gambaran tentang tingkat kemampuan testee terhadap
materi tidak dapat diperoleh sesuai dengan kenyataan. Oleh karena ini bila
ingin menggunakan penilaian beracuan kriterium, hendaknya tes hasil
belajar tersebut sudah bersifat standar, dalam arti sudah tes hasil belajar
tersebut sudah mengalami uji coba berulang kali.

2) Pengolahan dan pengubahan skor mentah hasil tes hasil belajar menjadi
nilai standar dengan mengacu pada norma atau kelompok.

Penilaian beracuan pada kelompok ini mendasarkan pada asumsi


berikut :

a) Bahwa pada setiap populasi peserta didik yang sifatnya heterogen


(berbeda jenis kelamin, berbeda latarbelakang, berbeda I.Q, berbeda
lingkungannya,dsb.) akan selalu didapati kelompok “baik” ,
kelompok “sedang”, dan kelompok “kurang”.
b) Bahwa tujuan evaluasi hasil belajar adalah untuk menentukan posisi
relatif dari para peserta tes dalam hal yang sedang dievaluisi itu,
yaitu apakah seorang peserta tes posisi relatifnya berada di “atas”, di
“tengah” ataukah di ”bawah”.

Dalam penentuan hasil tes, skor mentah yang diperoleh testee


dibandingkan dengan skor mentah yang dicapai oleh peserta tes yang lain,
atau skor siswa dibandingkan dengan rata-rata kelas. Sehingga kualitas
yang dimiliki oleh seorang peserta akan sangat tergantung pada kualitas
kelompoknya. Dengan ini akan dapat terjadi testee yang pada kelompok 1
tergolong “hebat” kualitasnya, jika dimasukan ke kelompok 2 ternyata
kualitasnya hanya termasuk dalam kelompok “sedang”. Jadi kedudukan
testee dimaksud di atas adalah bersifat relatif.

Penentuan nilai dengan menggunakan standar relatif ini cocok untuk


diterapkan pada tes-tes sumatif seperti ulangan harian, ujian akhir
semester, EBTANAS atau yang sederajat dengan itu. Karena dipandang
lebih adil, wajar dan manusiawi.

Bila menggunakan penentuan nilai dengan menggunakan standar


relatif maka prestasi kelompok itu di hitung dengan menggunakan metode
statistik, dimana prestasi kelompok identik dengan rata-rata hitung,
rumusnya adalah :

14
M x=
∑X : atau
N

M x=
∑ fX : atau
N

M x =M ' +i {∑ }
N
fx '

Dalam penilaian beracuan kolompok ini juga dipertimbangkan variasi


atau variabilitas dari nilai-nilai hasil tes yang dicapai oleh testee secara
keseluruhan. Variasi itu perlu diperhitungkan dengan tujuan untuk
mengetahui tingkan homogenitas dan tingkat heterogenitas dari nilai-nilai
hasil tes tersebut. Untuk mengetahui tingkat homogenitas dan tingkat
heterogenitas data itu dapat ditunjukan oleh salah satu ukuran varibilitas
data yang dipandang memiliki kadar ketelitian yang tinggi, yaitu deviasi
standar. Yang dapat diperoleh dengan rumus ;

SD x =
√ ∑ x2
N
atau SD x =
√ ∑ fx 2
N
atau

√ {
∑ fx 2 − ∑ fx❑
} √ { }
∑ fx '2 − ∑ fx'
2 2

SD x = atau
N N N N

Setelah diperoleh besarnya rata-rata hitung dan besarnya deviasi


standar, dari skor-skor hasil tes bersangkutan, selanjutnya skor-skor
mentah hasil tes tersebut dikonversi atau diubah menjadi nilai standar.

b. Pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai itu dapat


menggunakan berbagai macam skala,diantaranya :
1) Skala lima (stanfive)
Nilai standar berslaka lima atau yang sering dikenal dengan istilah huruf
A, B, C, D dan E. Pengubahan skor mentah menjadi nilai berskala 5 atau
huruf, menggunakan patokan sebagai berikut :
>A
Mean+1,5 SD
>B
Mean+0,5 SD
>C
Mean−0,5 SD

15
>D
Mean−1,5 SD
>¿ E

Jika dilukiskan dalam bentuk kurva simetrik adalah sebagai berikut :

D B
E  A
M-1,55D M-0,55D M M+0,55D M+1,55D

Langkah-langkah yang ditempuh untuk mengubah skor mentah menjadi


nilai berskala lima.
a) menyajikan skor-skor mentah hasil ujian kedalam bentuk tabel
distribusi frekuensi.
b) mencari nilai rata-rata hitung yang melambangkan prestasi
kelompok, dan mencari deviasi standar yang menyajikan variasi
dari skor-skor mentah hasil ujian.
c) mengubah skor mentah menjadi nilai berskala lima, dengan
menggaunakan patokan diatas.
d) mengkonversi skor-skor mentah yang dimiliki masing-masing
individu testee menjadi nilai berstandar lima.

Contoh : hasil tes ujian tengah semester 80 siswa.

skor f X x’ fx’ fx’2


70-74 1 72 +6 6 36
65-69 1 67 +5 5 25
60-64 3 62 +4 12 48
55-59 5 57 +3 15 45
50-54 9 52 +2 18 36

16
45-49 15 47 +1 15 15
40-44 18 42(M’) 0 0 0
35-39 13 37 -1 -13 13
30-34 8 32 -2 -16 32
25-29 4 27 -3 -12 36
20-24 2 22 -4 -8 32
15-19 1 17 -5 -5 25
Total 80=N 17 ( 343(
∑ fx' ¿ ∑ f x '2 ¿

Dari data di atas selanjutnya di hitung dengan langkah-langkah yang


telah disebutkan sebelumnya :

Mx= M’ + i {∑Nfx ' } = 42 + 5 {1780 }= 42 + 1.0625 = 43. 0625


√ { } √ { }
2 2 2
SDx= i ∑ fx ' − ∑ fx ' = 5 343 − 17
N N 80 80

= 5 √ 4.2875−0.21252

= 5 √ 4.2875−4.24234375

= 5 X 2. 0596950625 = 10. 29847531= 10.298

Selanjutnya mengubah skor mentah menjadi standar skala lima

>A
M +1,5 SD=43.0625+ ( 1.5 )( 10.298 )=58.51
>B
M + 0,5 SD=43.0625+ ( 0.5 ) ( 10.298 )=48.21
>C
M −0,5 SD=43.0625−( 0.5 ) ( 10.298 )=37.91
>D
M −1,5 SD =43.0625−( 1.5 )( 10.298 ) =27.61
>E

Selanjutnya adalah membuat tabel konversi.

Skor Mentah Nilai Huruf


59 ke atas A
49 - 58 B

17
38 - 48 C
28 - 37 D
27 ke bawah E

Dari tabel di atas diketahui bahwa siswa yang mendapatkan nilai 59 ke


atas berhak mendapatkan nilai A, jadi dengan cara seperti itu siswa yang
mendapat nilai jelek sekalipun nilainya bisa terangkat jika rata-rata
kelasnya memang tergolong rendah.

2) Skala sembilan (stannine)


Nilai standar berskala sembilan dimana rentang nilainya mulai dari
1 sampai dengan 9 (tidak ada nilai 0 dan nilai 10). Pengubahan skor
mentah menjadi nilai berstandar sembilan menggunakan patokan sebagai
berikut :
>9
Mean+1,75 SD
>8
Mean+1,25 SD
>7
Mean+0,75 SD
>6
Mean+0,25 SD
>5
Mean−0,25 SD
>4
Mean−0,75 SD
>3
Mean−1,25 SD
>2
Mean−1,75 SD
>1

Dalam bentuk kurva simetrik adalah :

18
3) Skala Sebelas (standard eleven / stanel/ eleven points standard)
Nilai standar berskala sebelas adalah rentangan nilai standar mulai dari 0
sampai 10. Jadi akan ada 11 butir nilai standar, yaitu nilai
0,1,2,3,4,5,6,7,8,9,dan 10. Nilai standar berskala 11 ini biasanya
digunakan pada lembaga pendidikan tingkat dasar dan menengah.
Patokan yang dipakai pada pengubahan skor menjadi stanel adalah

>10
Mean+2,25 SD
>9
Mean+1,75 SD
>8
Mean+1,25 SD
>7
Mean+0,75 SD
>6
Mean+0,25 SD
>5
Mean−0,25 SD
>4
Mean−0,75 SD
>3
Mean−1,25 SD
>2
Mean−1,75 SD
>1
Mean−2,25 SD

Langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam pengubahan skor menjadi


stanel adalah sebagai berikut :

a. Mencari (menghitung) nilai rata-rata hitung yang mencerminkan


prestasi kelompok dan mencari deviasi standar yang mencerminkan
variasi dari skor-skor mentah yang dicapai siswa.
b. Mengkonversi skor mentah menjadi nilai standar berskala sebelas.
c. Membuat tabel konversi

19
d. Melakukan konversi skor mentah menjadi nilai standar berskala
sebelas.
Contoh praktisnya sama dengan pengkonversian dengan skala lima.
Perbedaannya hanya terletak pada saat mengkonversi skor mentah
patokannya menggunakan patokan di atas sehingga nilai akhir yang di
dapatkan berupa angka.

4) Nilai standar z (z score)


Nilai standar z umumnya dipergunakan untuk mengubah skor-skor
mentah yang diperoleh dari berbagai jenis pengukuran yang berbeda-
beda. Misalkan pada tes penerimaan mahasiswa baru testee dihadapkan
pada lima jenis tes, yaitu tes bahasa Inggris (X1), tes IQ (X2), tes
kepribadian (X3), tes sikap (X4),dan tes kesehatan jasmani (X5).
Skor mentah yang diperoleh dari 5 jenis tes cara pengukuran dan
penilaian yang berbeda itu adalah sangat bervariasi.untuk menentukan 10
orang testee yang dipandang lebih unggul diperlukan adanya skor atau
nilai yang bersifat baku di mana dengan nilai standar itu dapat
mengetahui kedudukan relatif dari 10 orang testee. Rumusnya adalah
x
z= dimana z = z score
SDx
x = deviasi skor x yaitu selisih antara skor X dengan

Mx

SDx = deviasi standar dariskor-skor X

Langkah-langkah yang harus ditempuh untuk mengkonversi skor mentah


menjadi nilai standar z diantaranya :

a. Menjumlahkan skor-skor variabel X1,X2,X3,X4, dan X5


b. Mencari skor rata-rata hitung (mean) dari variabel X1 sampai X5
dengan rumus :
∑X1 ∑X2
M= ; M= ; dst.
N N
c. Mencari deviasi X1, X2, X3, X4, X5 dengan rumus :
x1 = X1 – Mx1 ; dst.
d. Mengudratkan deviasi x1, x2, x3, x4, x5 kemudian dijumlahkan.
e. Mencari deviasi standar untuk kelima variabel tersebut dengan


2
rumus: SDx= ∑ x 1 dst.
N
f. Mencari z score, dengan rumus

20
x1
z 1= dst.
SDx 1

kemudian dijumlahkan dari atas ke bawah sehingga diperoleh


∑ z 1 ; ∑ z 2, ∑ z 3 , ∑ z 4 , dan ∑ z 5

g. Z score yang dimiliki oleh masing-masing testee dijumlahkan dari


kiri ke kanan, dan dari sini akan terlihat testee yang mendapatkan
total z score positif dan z score negatif.
Contoh :

teste Skor Mentah (X) Deviasi (x)


e
X1 X2 X3 X4 X5 x1 x2 x3 x4 x5
A 72 114 48 172 221 2 3 -2 1 -4
B 65 105 51 163 205 -5 -6 1 -8 -10
C 75 115 44 169 224 6 4 -6 -2 9
D 64 107 42 179 198 -6 4 -8 8 -17
E 71 101 55 181 207 1 -10 5 10 -8
F 73 120 56 175 219 3 9 6 4 4
G 75 125 57 183 225 5 14 7 12 10
H 68 109 49 168 216 -2 -2 -1 -3 1
I 70 103 51 167 224 0 -8 1 -4 9
J 66 111 47 153 211 -4 0 -3 -18 6
N=10 700 1110 500 1710 2150 0 0 0 0 0
Mx 70 111 50 171 215

Selanjutnya

teste Kuadrat deviasi (x2) Z score


e x12 x12 x12 x12 x12 Z1 Z1 Z1 Z1 Z1
A 4 9 4 1 16 0.51 0.41 - 0.12 - 0.17
0.42 0.45
B 25 36 1 64 100 - - 0.21 - - -
1.27 0.83 0.93 1.13 3.95
C 36 16 36 4 81 - - - 0.23 1.02 1.60
1.52 0.55 1.68
D 36 16 64 64 289 - - - 0.93 - -
1.52 0.55 1.68 1.92 4.74
E 1 100 25 10 64 0.25 - 1.05 1.16 - 0.18
0 1.38 0.90
F 9 81 36 16 16 0.76 1.25 1.26 0.46 0.45 4.18
G 25 196 49 14 100 1.27 1.94 1.47 1.39 1.13 7.20

21
4
H 4 4 1 9 1 - - - - 0.11 -
0.51 0.28 0.21 0.35 1.24
I 0 64 1 16 81 0 - 0.21 - 1.02 -
1.11 0.46 0.34
J 16 0 9 32 36 - 0 - - 0.67 -
4 1.01 0.63 2.09 3.06
∑ 156 522 22 74 784 0 0 0 0 0 0
6 2
SD 3.95 7.2 4.7 8.6 8.85
2 5 1

Dari tabel di atas yang urutan nilainya dimulai dari yang bernilai positif
tertinggi kemudian dibawahnya dst. Jika dalam tes tersebut hanya ingin
meluluskan satu orang saja maka yang di ambil adalah yang memiliki nilai
positif tertinggi.

5) Nilai standar T (T score)


T score adalah angka skala yang menggunakan mean sebesar 50 dan
deviasi standar sebesar 10. T score diperoleh dengan rumus :
Tscore=10 z +50
T score dicari dengan maksud untuk meniadakan tanda minus yang
terdapat di depan nilai standar z, sehingga akan lebih mudah dipahami.

PENUTUP

KESIMPULAN

Dari penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa untuk memberikan nilai
atas hasil belajar siswa (testee) membutuhkan proses yang panjang. Dimulai
dengan memeriksa jawaban hasil tes testee, memberi skor, barulah mengolah skor
menjadi nilai. Proses pemeriksaan hasil tes siswa dilakukan dengan
membandingkan hasil jawaban testee dengan kunci jawaban yang di buat tester.
Selanjutnya dalam proses pemberian skor pada tes uraian dilakukan dengan
mendasarkan pada bobot setiap butir soal. Untuk tes obyektif teknik yang

22
digunakan bisa dengan rumus yang memperhitungkan denda atau yang
mengabaikan denda.
Pengolahan skor menjadi nilai dapat dilakukan dengan mengacu pada
kriterium (patokan mutlak) dan menggunakan skala. Untuk teknik yang mengacu
pada kriterium dirasa kurang manusiawi karena nilai siswa bergantung pada diri
siswa itu sendiri. Sedangkan dengan skala nilai siswa menjadi relatif tergantung
pada rata-rata kelas. Teknik pengolahan skor mentah menjadi nilai dengan
menggunakan skala ada beberapa macam yaitu :skala lima, skala sembilan, skala
sebelas, z score, dan T score.

23

Anda mungkin juga menyukai