Anda di halaman 1dari 24

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LANSIA

2.1.1 Pengertian

Lansia adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia

merupakan kelompok umur pada manusia yabg telah memasuki tahapan akhir

dari fase kehidupannya. Kelompok yang di kategorikan lansia ini akan terjadi

suatu proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan (World Health

Organizaton dalam Padila, 2013).

Lanjut usia adalah fenomena biologis yang tidak dapat dihindari oleh setiap

individu. UU No. IV. Tahun 1965 pasal 1, menyatakan bahwa seseorang dapat

dikatakan lanjut usia setelah mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau

tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari, dan

menerima nafkah dari orang lain (Ratnawati,2017).

Menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahateraan lanjut usia, lansia adalah

seseorang yang telah mencapai usia di atas 60 tahun (Ratnawati, 2017), Lansia

menurut BKKBN (1995) adalah individu yang berusia diatas 60 tahun yang pada
umumnya memiliki tanda-tanda terjadinya penurunan fungsi fungsi biologis,

psikologis, sosial, dan ekonomi (Muhith, 2016).

Lansia merupakan proses alami yang berarti seseorang telah melalui tahap-tahap

kehidupannya, yaitu neonatus, toodler, pra sekolah, sekolah, remaja, dewasa,

dan menjadi lansia Tahap berbeda ini dimulai baik secara biologis maupun

psikologis (Padila, 2013).

Lansia atau menua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan

manusia. Menua meruapakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari

suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan (Aspiani, 2014)

2.1.2 Proses dan Teori Menua

Menua didefinisikan sebagai penurunan, kelemahan, meningkatnya kerentanan

terhadap berbagai penyakit dan perubahan lingkungan, hilangnya mobilitas dan

ketangkasan, serta perubahan fisiologis yang terkait dengan usia. Penuaan adalah

suatu proses normal yang ditandai dengan perubahan fisik, sosial, dan psikologis

yang dapat terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap

perkembangan kronologis tertentu. Hal ini merupakan suatu fenomena yang

kompleks dan multidimensional yang dapat diobservasi dan berkembang sampai

pada keseluruhan sistem (Stanley, 2010 dalam Padila, 2013),


Ada dua jenis teori penuaan yaitu, teori biologi, teori psikososial. Teori biologis

meliputi teon genetik dan mutasi. teori imunologis, teori stress, teori radikal

bebas, teori rantai silang, teori menua akibat metabolisme. Teori psikososial

meliputi pelepasan, teori aktivitas, teori interaksi sosial, teon kepribadian

berlanjut, teori perkembangan (Stanley, 2010 dalam Padila, 2013).

1. Teori Biologis

a. Teori Genetik dan Mutasi

Teori genetik menyatakan bahwa menua itu telah terprogram secara

genetik untuk spesies tertentu.Teori ini menunjukkan bahwa menua

terjadi karena perubahan molekul dalam sel tubuh sebagai hasil dari

mutasi spontan yang tidak dapat dan yang terakumulasi seiring dengan

usia. Sebagai contoh mutasi sel kelamin sehingga terjadi penurunan

kemampuan fungsional sel (Darmojo, 2009 dalam padila.2013).

b. Tenri Imunologis

Menua merupakan suatu alternatif yang diajukan aleh Walford (1965).

Teori ini menyatakan bahwa respon imun yang tidak terdiferensiasi

meningkat seiring dengan usia. Mutasi yang berulang dapat

menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali

dirinya sendiri. Jika mutasi merusak membran sel akan menyebabkan

sistem imun tidak mengenal dirinya sendiri sehingga merusaknya. Hal


inilah yang mendasari peningkatan penyakit auto-imun pada lanjut usia

(Darmajo, 2009 dalam Padila, 2013).

c. Teori Stress

Teori stress menyatakan bahwa menua terjadi akibat hilangnya sel-sel

yang biasanya digunakan oleh tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat

mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha, dan

stress yang menyebabkan sel-sel tubuh lemah (Darmajo, 2009 da am

Padila, 2013).

d. Teori Radikal Bebas

Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas dan di dalam tubuh karena

adanya proses metabolisme. Radikal bebas merupakan suatu atom atau

molekul yang tidak stabil karena mempunyai elektron yang tidak

berpasangan sehingga sangat reaktif mengikat atom atau molekul

lainyang menimbulkan berbagai kerusakan atau perubahan dalam

oksidasi bahan organik, misalnya karbohidrat dan protein. Radikal

bebas menyebabkan sel tidak dapat beregenerasi. Radikal bebas

dianggap sebagai penyebab penting terjadinya kerusakan fungsi sel,

Teori ini menyatakan bahwa penuaan disebabkan oleh akumulasi

kerusakan ireversibel (Darmajo, 2009 dalam Padila, 2013).

e. Teori Rantai Silang


Teori ini menjelaskan bahwa menua disebabkan oleh lemak protein,

kerbohidrat, dan asam nukleat atau molekul kolagen bereaksi dengan

zat kimia dan radiasi, yang mengubah fungsi jaringan yang akan

menyebabkan perubahan pada membran plasma, yang mengakibatkan

terjadinya jaringan yang kaku, kurang elastis, dan hilangnya fungsi

pada proses menua (Darmojo, 2009 dalam Padila, 2013).

f. Teori Menua Akibat Metabolisme

Telah dibuktikan dalam percobaan hewan, bahwa pengurangan asupan

kalori ternyata bisa menghambat pertumbuhan dan memperpanjang

Rumur, sedangkan perubahan asupan kalori yang menyebabkan

kegemukan dapat memperpendek umur (Darmajo, 2009 dalam Padila,

2013).

2. Teori Psikososial

a. Teori Penarikan Diri / Pelepasan

Teori ini merupakan teori sosial tentang penuaan yang paling awal dan

pertama kali diperkenalkan oleh Gummingdan Henry (1961). Teori ini

menyatakan bahwa mayarakat dan individu selalu berusaha untuk

mempertahankan diri mereka dalam keseimbangan dan berusaha untuk

menghindari gangguan. Oleh karena itu, lansia mempersiapkan

pelepasan terakhir yaitu kematian dengan pelepasan mutual dar

pelepasan yang dapat diterima masyarakat.


Pelepasan ini meliputi pelepasan peran sosial dan aktivitas sosial. Menurut

teori ini seorang lansia akan dinyatakan mengalami proses penuaan yang

berhasil apabila ia menarik diri dari kegiatan terdahulu dan dapat

memusatkan diri pada persoalan pribadi serta mempersiapkan diri dalam

menghadapi kematian (Stanley 2010 dalam padila, 2013).

b. Teori Aktivitas

Penuaan yang sukses bergantung dari bagaimana seseorang lansia

merasakan kepuasan dalam melakukan aktivitas dan memepertahankan

aktivitas tersebut. Teori ini menyatakan bahwa lanjut usia yang sukses

adalah mereka yang aktif dan banyak ikut serta dalam kegiatan sosial

(Stanley, 2010 dalam Padila, 2013)

c. Teori Interaksi Sosial

Teori ini menjelaskan mengapa lansia bertindak pada suatu situasi

tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. Kemampuan

lansia untuk terus menjalin interaksi sosial merupakan kunci untuk

mempertahankan status sosialnya atas dasar kemampuannya

bersosialisasi (Stanley, 2010 dalam Padila, 2013).

d. Teori Kepribadian Berlanjut

Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seorang lanjut

usia sangat dipengaruhi oleh tipe personalitas yang dimilikinya. Teori


ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan

lanjut usia. Pengalaman seseorang pada suatu saat merupakan

gambarannya kelak pada saat ia menjadi lansia. Hal ini dapat dilihat

dari gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang ternyata tidak berubah

walaupun ia telah lanjut usia (Stanley, 2010 dalam padila, 2013)

e. Teari Perkembangan

Teori perkembangan menjelaskan bagaimana proses menjadi tua

merupakan suatu tantangan dan bagaimana jawaban lansia terhadap

berbagai tantangan tersebut yang dapat bernilai positif. maupun negatif

(Stanley, 2010 dalam Padila 2013).

2.1.4 Batasan Lanjut Usia

Ratnawati (2017) lanjut usia dibagi dalam berbagai klasifikasi dan Batasan.

Beberapa pendapat tentang batasan usia adalah sebagai berikut:

1. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), ada empat tahapan yaitu:

a. Usia Pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun

b. Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun

c. Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun

d. Usia sangat tua (very old) usia diatas 90 tahun

2. Menurut Kementrian Kesehatan RI (2015) lanjut usia dikelompokkan

menjadi usia lanjut (60-69 tahun) dan usia lanjut dengan risiko tinggi.

(lebih dari 70 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan).


3. Menurut Kementrian Kesehatan RI (2015) lanjut usia dikelompokkan

menjadi usia lanjut (60-69 tahun) dan usia lanjut dengan risiko tinggi,

(lebih dari 70 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan).

4. Menurut UU No.13 tahun 1998 (dalam Muhith, 2016) tentang

kesejahteraan lanjut usia, yang dimaksud dengan lanjut usia adalah

penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun keatas.

5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2004, lanjut

usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke

atas (Analisis Lansia, Kemenkes Ri, 2017)

2.1.5 Klasifikasi Lanjut Usia

Lansia dapat diklasifikasikan kedalam beberapa golongan. Berdasarkan Depkes

RI dalam Padila (2013), ada lima klasifikas pada lansia terdiri dari:

1. Pralansia (prasenelis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.

2. Lansia ialah seorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

3. Lansia resiko tinggi ialah seseorang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang

yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.

4. Lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan

dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa.

5. Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,

sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

2.1.6 Tipe-Tipe Lanjut Usia


Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakteristik, pengalaman hidup,

lingkungan, kondisi fisik, mental social, dan ekonominya (Nugroho,2010 dalam

padila 2013). Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Tipe arif bijaksana

Karya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan

zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,

dermawan, memenuhi undangan dan menjadi panutan.

2. Tipe mandiri Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif

dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.

3. Tipe tidak puas

Konflik lahir batin menantang proses penuaan sehingga menjadi pemarah,

tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak

menuntut.

4. Tipe pasrah

Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama dan

melakukan pekerjaan apa saja.

5. Tipe bingung

Kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan

acuh tak acuh. Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis tipe konstruktif, tipe
dependen (kebergantungan). Tipe defensif (bertahan), tipe militan dan serius,

tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu),

serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri).

Sedangkan bila dilihat dari tingkat kemandiriannya yang dinilai berdasarkan

kemampuan untuk melakukan aktifitas sehari-hari (indeks kemandirian katz),

para lansia dapat digolongkan menjadi beberapa tipe, yaitu lansia mandiri

sepenuhnya, lansia mandiri dengan bantuan langsung, lansia dengan bantuan

badan sosial, lansia di panti wreda, lansia yang dirawat di rumah sakit, dan

lansia dengan gangguan mental.

2.1.7 Karakteristik Lanjut Usia

Keliat (2010) dalam (Padila, 2014), menyatakan lansia

memiliki karakteristik sebagai berikut

1. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No.13

tentang kesehatan).

2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit,

dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptasi

hingga kondisi maladaptive

3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

2.2 Gangguan Pola Tidur


2.2.1 Pengertian

Gangguan pola tidur adalah kondisi yang jika tidak terobati secara umum akan

menyebabkan gangguan tidur malam yang mengakibatkan munculnya salah satu

dari 3 masalah berikut : Insomnia adalah gerakan atau sensasi abnormal dikala

tidur malam atau ketika terjaga ditengah malam atau rasa mengantuk berlebih

disiang hari(Emilia, 2008 dalam Widodo 2015).

2.2.2 Etiologi

Adapun penyebab seseorang yang bisa mengalami gangguan pola tidur : (SDKI,

DPP, PPNI, 2016)

a. Hambatan lingkungan yang terdiri dari :

1) Kelembaban lingkungan sekitar

2) Suhu lingkungan

3) Pencayahaan

4) Kebisingan

5) Bau tidak sedap

6) Jadwal pemantauan atau pemeriksaan Tindakan

b. Kurang kontrol tidur

1) Kurang privasi

2) Restrain fisik

3) Ketidakadaan teman tidur


4) Tidak familiar dengan peralatan tidur

2.2.3 Tanda dan gejala

Biasanya seseorang yang terganggu proses tidurnya akan mengalami gejala

mayor dan minur sebagai berikut: (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).

a. Gejala dan Tanda Mayor

1) Secara subjektif pasien akan mengalami keluhan sulit tidur, mengeluh

sering terjaga, mengeluh tidak puas tidur, mengeluh pola tidur berubah,

dan mengeluh istirahat tidak cukup.

2) Tidak tersedia

b. Gejala dan Tanda Minor

1) Secara Subjektif pasien akan mengeluh kemampuan beraktivitas

menurun

2) Secara objektif yaitu adanya kehitaman di daerah sekitar mata,

konjungtiva pasien tampak merah, wajah pasien tampak mengantuk

(Wahit Iqbal Mubarak et al, 2015).

2.2.4 Fisiologi tidur

Pengaturan tidur oleh adanya hubungan mekanisme serebral yang secara

bergantian untuk mengaktifkan dan menekan pusat otak untuk capar tidur dan
bangun, salah satu aktifitas tidur ini clatur oleh sistem pengaktivas retikularis.

Pusat pengaturan aktifitas tidur terletak dalam mesensefalon dan bagian atas

pans Selain itu RAS (reticular activating system) dapat memberikan rangsangan

visual, pendengaran, nyeri dan perabaan juga dapat menerima stimulasi dari

korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir. Pada saat tidur

kemungkinan disebabkan adanya pelepasan serum serotinin dan sel-sel khusus

yang berada or pons dan batang otak tengah yaitu (buibor synchronizing

regional), ketika bangun tergantung dari keseimbangan Impuls yang diterima

dipusat otak dan sistem lymbik. Dengan demikian sistem pada batang otak yang

mengatur siklus atau perubahan dalam tidur adalah RAS (reticular activating

system) dan BSR (bulbar synchronizing region) (Hidayat dan Uliyah 2015).

2.2.5 Jenis-Jenis Tidur

Dalam proses tidur terdapat dua jenis tidur, pertamo jenis tidur yang disebabkan

mentaranya kegiatan di dalam sistem pengaktifasi reticularis atau disebut dengan

tidur gelombang lambat karena gelombang otaknya sangat lambat atau disebut

tidur NREM (non repid eye movement) dan yang keda jens tidur yang

disebabkan olen penyaluran abnormal dari isyarat-syarat dalam otak meskloun

kegiatan otak mungkin tidak tertekan secara berarti atau disebut dengan jenis

tidur paradoks atau tidur REM (rapid eye movement)


Tidur paradoks/tidur REM (Rapid eye movement), jenis ini dapat berlangsung

pada tidur malam yang terjadi selama 5-20 menit, rata-rata timbul 90 menit,

dimana periode pertama terjadi 80-100 menit, akan tetapi apabila kondisi orang

sangat lelah maka awal tidur sangat cepat bahkan jenis tidur ini tidak ada. Ciri

tidur REM adalah sebagai berikut biasanya disertai dengan mimpi aktif, lebih

sulit dibangunkan dari paca selama tidur nyenyak NREM, tonus otot selama

tidur nyenyak sangat tertekan yang menunjukican innibisi kuat proyeksi spinal

atas sistem pengaktivasi retikularis, frekuensi jantung dan pernafasan menjadi

tida teratur, pada otot perife terjadi beberapa gerakan otot yang tidak teratur,

mata cepat tertutup dan terbuka, nadi cepat dan irregular tekanan darah

meningkat atau berfluktuasi sekresi kaster meningkat dan metabolisme

meningkat, pada tidur ini penting untuk keseimbangan mental emosi juga

berperan dam belajar, memtiori dan adaptasi.

2.2.6 Tahapan tidur jenis NREM

1. Tahap I adalah tahap transisi antara bangun dan tidur dengan ciri sebagai

berikut: reiks, masih sadar dengan lingkungan, merasa mengatuk, bola

mata bergerak dari samping ke samping, frekuensi nadi dan napas sedikit

menurun, dapat bangun segera selama tahap ini berlangsung selama 5

menit.
2. Tahap II merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menuruni

dengan ciri sebagai berikut. mata cada umunya menetap, deriyut jantung

dan trekuensi napas menunun, temperatur tubuh menurun, metabolisme

menurun berlangsung pendek dan berakhir 10-15 menit.

3. Tahap III merupakan tahap tidur dengan ciri denyut nadi dan frekwensi

napas dan proses tubuh lainnya lambat, disebabkan adanya dominas sistem

syaraf parasimpatis, sulit untuk bangun.

4. Tahap IV merupakan tahap tidur dalam dengan ciri kecepatan jantung dan

pernafasan turun, jarang bergerak dan sulit dibangunkan, gerak bola mata

cepat, sekres lambung menurun, dan tonus otot menurun (Hidayat dan

Uliyah 2015).

2.2.7 Fungsi Dan Tujuan Tidur

Fungsi dan tujuan dari tidur secara jelas tidak diketahui akan tetapi diyakini

bahwa tidur dapat digunakan untuk menjaga keseimbangan mental, emosional

dan kesehatan, mengurangi stress pada oulmonary, kardiovascular, endokrin dan

lain lain. Energi disimpan selama tidur, sehingga energi diarahkan kembali pada

fungsi celluler yang penting (Hidayat dan Uliyah 2015).

2.2.8 Kebutuhan tidur


Tabel Kebutuhan tidur manusia (Hidayat dan Ulaiyah 2015).

Umur Tingkat perkembangan Jumlah kebutuhan tidur

0-1 bulan Bayi baru lahir 14-18 jam/hari

1 bulan–18 bulan Infant 12-14 jam/hari

18 bulan-3 tahun Toddler 11-12 jam/hari

3 tahun-6 tahun Preschool 11 jam/hari

6 tahun–12 tahun School age 10 jam/hari

12 tahun–18 tahun Adolescent 8,5 jam/hari

18-40 tahun Young adult 7-8 jam/hari

40 tahun–60 tahun Minddle age adult 7 jam/hari

60 tahun keatas Early adult 6 jam/hari

2.2.9 Gangguan/masalah kebutuhan tidur

1. Insomnia merupakan suatu keadaan ketidakmampuan mendapatkan tidur

yang adekuat, baik kualitas maupun kuantitas, dengan keadaan tidur yang

henya sebentar atau susah tidur. Insomnio ini terbagi merged tiga jenis

yaitu: pertama initial Insomnia yang merupakan ketidakmampuan untuk

jatuh tidur atau mengawall tidur, kedua intermitten Insomnia merupakan

ketidakmampuan tetap tidur, karena selalu terbangun pada malam hari dan

ketiga terminal insomnia merupakan ketidakmampuan untuk tidur kembali

setelah bangun tidur pada malam hari.


2. Hipersomnia merupakan gangguan tidur dengan kriteria tidur berlebihan,

pada umumnya lebih dan sembilan jam pada malam han

3. Parasomnia merupakan kumpulan dari penyakit yang dapat mengganggu

pola tidur, seperti somnambulisme (berjalan-jalan dalam tidur yang

banyak terjadi pada anak-anak dalam tahap ili don IV dan tidur NREM

4. Enurasa merupakan buang air kecil yang tidak disegaja pada waktu tidur

atau istilah lain dikenal dengan nama mengompol, enuresa ini ada dua

yaitu enuresa nokturnal, mengompol diwaktu tidur dan enuresa diurnal

mengompol diwaktu keadaan bangun tidur.

5. Apnea fidur

6. Narcolepsi merupakan keadaan yang tidak dapat dikendalikan untuk tidur

seperti seseorang dapat tidur dalam keadaan berdir, mengemutikan

kendaraan, dan lain lain (Hidayat dan Uliyah 2015).

2.2.10 Pemeriksaan Penunjang

Menentukan secara pasti gangguan tidur yaitu dengan pemeriksaan

polisonografi. Polisonografi adalah alat untuk merekam elektroensefalogram,


elektromiogram, dan elektrookulogram. Alat ini untuk mengetahui aktivitas

klien selama tidur dan memberikan informasi yang objektif untuk mengukur

gerakan mata menggunakan EOG (elektrookulogram), perubahan tonus otot

menggunakan EMG (elektromiogram), dan aktivitas listrik otak menggunakan

EEG (elektroensefalogram).

2.3 Terapi Musik Instumental

2.3.1 Definisi

Terapi musik instrumental merupakan musik yang melantun tanpa vokal, hanya

instrumen atau alat musik dan baking vokal yang melantun (Susilaningsih,

2020). Musik Instrumental adalah seni penataan bunyi secara cermat yang

membentuk pola teratur dan merdu yang tercipta dari alat musik dan

mengandung unsur ritme, melodi, harmoni dan warna bunyi (Puspitasari, 2017).

Ketika musik diaplikasikan menjadi sebuah terapi, musik instrumental dapat

meningkatkan, memulihkan, dan memelihara kesehatan fisik, mental, emosioal,

sosial dan spiritual individu karena musik instrumental memiliki beberapa

kelebihan seperti bersifat universal, nyaman, dan menyenangkan dan terstruktur

(Setyoadi and Kushariyadi, 2011).

Musik adalah getaran udara harmonis yang diterima oleh organ pendengaran

melalui syaraf didalam tubuh dan disampaikan oleh susunan syaraf pusat
sehingga menimbulkan efek didalam diri seseorang yangmendengarkannya

sehingga berperan dalam pengaturan emosi individual. Terapi musik ini

menggunakan media musik dimana tujuannya untuk memperbaiki /

meningkatkan kondisifisik, kognitif dan sosial bagi individu (Liu,Gao, & Hou,

2019; Prabasari, 2016).

Terapi musik instumental mampu memberikan rangsangan, yang akan

memberikan efek mental dan fisik, diantaranya mampu menghilangkan perasaan

yang tidak menyenangkan, musik mampu menyeimbangkan dan memperlambat

gelombang otak, mempengaruhi denyut jantung, nadi, mempenggaruhi

ketegangan otot, mampu mengontrol hormon yang menyebabkan stres dan

menurunkan tekanan darah (Susilaningsih, 2020). Semua jenis musik sebenarnya

bisa digunakan sebagai terapi musik seperti lagu-lagu relaksasi, lagu popular,

klasik dan musik yang bersifat menenangkan (Setyoadi and Kushariyadi, 2011).

Dalam pemilihan musik instrumental dianjurkan dengan tempo 60

ketukan/menit dan musik diputar selama 15-30 menit yang bersifat rileks dan

tenang (Susilaningsih, 2020). Musik diterima oleh saraf pendengaran kemudian

diterima oleh otak atau sistem limbik yang membuat tubuh menjadi rileks

(Setyoadi and Kushariyadi, 2011). Selain itu lantunan musik dapat menstimulasi

tubuh untuk memproduksi molekul yang disebut nitric oxide (NO)(Mega, Ririn

and Rika, 2019). Molekul NO bekerja pada tonus otot pembuluh darah yang

dapat mengurangi tekanan darah (Mega, Ririn and Rika, 2019).


2.3.2 Manfaat Terapi Musik Instrumental

Manfaat terapi musik instrumental menurut (Tuti Meihartati, 2018) antara lain :

a. Mampu mengubah perasaan yang tidak menyenangkan

b. Mampu memperlambat dannmenyeimbangkan gelombang otak

c. Mempengaruhi pernapasan

d. Mempengaruhi denyutrjantung, nadi, danrtekanan darah

e. Menstabilkan suhu tubuh

f. Meningkatkan endorphin

g. Bisa mengatur hormon berhubungan dengan stress

h. Merangsang pencernaan

i. Meningkatkan daya tahan tubuh

j. Menimbulkan rasamaman dan sejahtera

k. Mengurangi rasaa sakit

2.3.3 Prosedur Terapi Musik

Prosedur Beberapa dasar terapi musik yang bisa dilakukan (Dayat, 2012)

a. Untuk melakukan terapi musik dalam relaksasi, dilakukan dalam tempat

yang tenang, terbebas dari gangguan. Juga bisa disempurnakan dengan

aromanlilin wangi aromaterapieagar bisa menenangkanmtubuh.


b. Untuk dipermudah pada awalnya bisa mendengarkan berbagai jenis

musik,wini berguna dalam responmterhadap tubuh responden dan

dilanjutkan sesuai prosedur.

c. Saat musik dimainkan, dengarkan secara bersamaan seolah pemain sedang

berada diruangan memainkan musik. Dan bisa memilih tempat yang

sesuai, biarkan suara musik mengalir keseluruh tubuh responden, bukan

sekedar bergaung dikepala.

d. Peneliti melakukanvterapi musik kurang lebihg30 menit sampai satuhjam

setiap hari, jikastidak memiliki waktuxcukup dalam waktu 10dmenit,

karena selama waktuw10 menit bisa membantuspikiran untuk istirahat.

e. Saat pikiran sudah tenang sehingga tubuh mengalami relaksasi. Hal ini

mengakibatkan penurunan tekanan darah dan denyut jantung.

2.3.4 Jenis-jenis Musik Terapi

a. Menurut Mucci (2004 dalam Saraswati, 2016), pemilihan jenis musik

sangat penting untuk memberikan efek terapi. Musik yang dipilih

hendaknya yang sederhana, menenangkan dan mempunyai tempo yang

teratur. Jenis musik yang tidak disarankan untuk terapi adalah musik pop,

disko, rock and roll dan musik yang berirama keras. Adapun jenis musik

yang sering digunakan sebagai terapi antara lain: Musik Klasik

Merupakan perpaduan instrumen yang menggunakan violin, biola, piano

dan cello sebagai musiknya. Musik klasik memiliki dampak psikofisik


yang menimbulkan kesan rileks, santai, cenderung membuat detak jantung

bersifat konstan, memberi dampak menenangkan dan menurunkan stres.

Namun, pemakaian jenis musik ini perlu mempertimbangkan tentang

waktu tampilan musik, taraf usia perkembangan dan latar belakang budaya

(Fausi, 2006 dalam Saraswati, 2016). 18

b. Musik Relaksasi Merupakan musik bernuansa lembut, monoton dan datar.

Kelembutan musiknya bisa menenangkan seseorang. Musik ini digunakan

sebagai salah satu cara untuk mengatasi stres, cemas dan menimbulkan

kondisi rileks pada seseorang. Wigram et. al (2001, dalam Saraswati,

2016) menyebutkan elemen-elemen musik yang dapat memengaruhi

relaksasi diantaranya tempo yang stabil, perubahan secara bertahap pada

volume, irama, timbre, pitch dan harmoni, garis melodi yang terprediksi,

pengulangan materi, struktur dan bentuk yang tetap. Mucci (2004, dalam

Saraswati, 2016) mengatakan, musik relaksasi yang terbaik adalah musik

instrumental, musik alam sekitar dan musik mediatif

2.4 Evidance Based

Wijayanti,A (2019) penelitian tentang terapi musik tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan pola tidur lansia.

Desain penelitian ini adalah observasional crossectional. Populasi dalam

penelitian ini adalah semua lansia yang ada di Dusun Mojosongo Desa
Balungbesuk Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang sebanyak 105 orang

dengan jumlah sampel sebanyak 32 responden dengan menggunakan teknik

pengambilan sampel simple random sampling. Variabel independen dukungan

keluarga dan variabel dependen pola tidur. Pengumpulan data untuk dukungan

keluarga dan pola tidur menggunakan kuesioner. Pengolahan data dengan

editing, koding, skoring, tabulating dan analisis menggunakan uji statistik

Korelasi Spearman’s rho dengan alpha 0,05. Hasil penelitian menunjukkan

sebagian besar dukungan keluarga kategori baik sebanyak 19 responden (59%)

dan pola tidur lansia sebagian besar baik sebanyak 19 responden (59%). Hasil uji

statistik Korelasi Spearman’s rho didapatkan nilai p = 0,001 lebih kecil dari

alpha 0,05 sehingga H1 diterima. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah ada

hubungan dukungan keluarga dengan pola tidur lansia di Dusun Mojosongo

Desa Balungbesuk Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang.

Buana, dan Burhanto (2021) penelitian tentang terapi musik tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi musik terhadap kualitas

tidur pada lansia. penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan

metode tinjauan pustaka atau literatur review dimana artikel yang didapat dalam

penelitian ini berasal dari hasil kajian yang telah dilakukan dan diterbitkan

kedalam jurnal online dalam negeri serta luar negeri. Pada pengkajian ini

peneliti melakukan pencarian jurnal yang telah dipublish pada internet

menggunkan search engine, Pubmed, Google scholar, Directory of open science

articles. Dengan kata kunci: music therapy, elderly adults, sleep quality, terapi
musik, kualitas tidur, lansia. terapi musik dapat memperbaiki kualitas tidur

menjadi lebih baik, pengaruh terapi musik terhadap lansia yang didapat mampu

memberikan efek positif serta dapat meningkatkan kualitas tidur. penelitian ini

diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh terapi musik

terhadap kualitas tidur pada lansia sehingga mampu menjadi referensi dan

bacaan bagi peneliti selanjutnya maupun mahasiswa yang sedang mempelajari

mengenai terapi musik.

Elliya, dan Pratiwi (2020) penelitian tentang terapi musik tujuan penelitian ini

mengetahui hubungan stress dengan kejadian insomnia pada lansia di UPTD

PSLU Tresna Werda Natar Lampung Selatan Tahun 2019. jenis penelitian ini

adalah Kuantitatif. Desain penelitian metode desainSurvei Analitik dengan

pendekatan cross sectional Populasi sebanyak 80 responden, dengan sampel

sejumlah 54 responden, pengambilan sampel pada penelitian purposive sampling

Uji statistik menggunakan uji chi square. ada hubungan stress dengan kejadian

insomnia pada lansia di UPTD PSLU Tresna Werda Natar Lampung Selatan

Tahun 2019 (p value 0,010. OR 5,6). ada hubungan stress dengan kejadian

insomnia pada lansia di UPTD PSLU Tresna Werda Natar Lampung Selatan

Tahun 2019. Lansia mengalami stres dikarenakan tidak adanya dukungan

keluarga dan kurangnya aktivitas fisik.

Anda mungkin juga menyukai