Motif Tokoh Loki Sebagain Byronic Hero Dalam Roman "Loki" Karya Ludwig Jacobowski
Motif Tokoh Loki Sebagain Byronic Hero Dalam Roman "Loki" Karya Ludwig Jacobowski
1
DAFTAR ISI
ABSTRAK.............................................................................................................. 1
DAFTAR ISI........................................................................................................... 2
GLIEDERUNG....................................................................................................... 4
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................6
2.1 Motivanalyse................................................................................................ 10
2.2 Antihero........................................................................................................14
3.1 Sinopsis........................................................................................................ 19
BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................32
2
4.1.2 Motif Rambut Hitam.............................................................................39
5.1 Kesimpulan...................................................................................................78
5.2 Penutup........................................................................................................ 80
BAB VI ZUSAMMENFASSUNG....................................................................... 83
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 89
3
GLIEDERUNG
ABSTRAKT............................................................................................................1
DAFTAR ISI........................................................................................................... 2
GLIEDERUNG...................................................................................................... 4
KAPITEL I: HINTERGRUND.............................................................................6
1.1 Hintergrund....................................................................................................6
1.2 Fragestellung................................................................................................. 7
1.3 Forschungsziel............................................................................................... 8
1.4 Forschungsmethoden..................................................................................... 8
2.1 Motivanalyse................................................................................................ 10
2.2 Antihero........................................................................................................14
3.1 Zusammenfassung........................................................................................ 19
4.1.1 Nachtaugen............................................................................................33
4
4.1.2 Schwarze Haare.....................................................................................39
4.3.1 Kindesmishandlung...............................................................................65
KAPITEL V: ABSHLUSS................................................................................... 78
5.1 Ergebnis....................................................................................................... 78
5.2 Schluss..........................................................................................................80
BAB VI ZUSAMMENFASSUNG....................................................................... 83
LITERATURVERZEICHNIS............................................................................ 89
5
BAB I
PENDAHULUAN
menjadi suatu hal yang buruk dalam suatu karya. Dengan memberikan
“pahlawan” cerita tersebut suatu kekurangan, hal ini justru menjadi alasan
pada nilai-nilai tradisional lama—sampai pada masa sekarang, banyak orang yang
lebih menikmati cerita mengenai tokoh anti-heroik yang dirasa lebih dekat dengan
antaranya ada satu jenis yang disebut dengan Byronic Hero (Jerman, “Byron'scher
Held”). Diambil dari nama penulis Inggris ternama pada era Romantik, Lord
Byron, jenis tokoh anti-hero ini sering ditemukan muncul dalam berbagai karya
sastra dan budaya populer sampai pada masa kini. Pada umumnya mereka
Definisi dan deskripsi lebih jauh mengenai anti-hero dan Byronic Hero akan
Loki, dalam mitologi Nordik, juga dapat dikategorikan sebagai tokoh anti-
hero. Seperti yang ditulis oleh Neil Gaiman (2017: 4) dalam bukunya di mana ia
menceritakan ulang mitologi Nordik: “Loki membuat dunia jadi lebih menarik
6
namun lebih berbahaya.” Disebut-sebut sebagai “Trickster God” atau “dewa
penipu”, Loki sering kali dianggap oleh dewa-dewa lain sebagai pembawa
masalah. Ia digambarkan memiliki paras yang tampan dan juga pintar, namun
kecerdasannya ini seringkali bermanfaat untuk membantu para dewa Aesir untuk
mengeluarkan mereka dari masalah yang Loki timbulkan sendiri. Beberapa orang
bahkan akan menyebut Loki sebagai pengecut jika dibandingkan dengan dewa-
pada usia muda di tahun 1900, berumur 32 tahun. Pada sebagian besar masa
hidupnya ia tinggal di Berlin. Selain bekerja sebagai editor untuk koran die
sendiri seorang Yahudi. Beberapa karyanya yang paling dikenal, selain Loki,
Roman eines Gottes (1899), di antaranya adalah novel Werther, der Jude (1892),
dan koleksi puisi Aus bewegten Stunde (1899) dan Leuctende Tage (1901).
tokoh antagonis, Loki sering kali digambarkan sebagai tokoh yang memiliki moral
“abu-abu”. Yang lebih jarang lagi, adalah karya adaptasi mitologi Nordik yang
7
Skripsi ini akan membahas bagaimana Ludwig Jacobowski mengadaptasi
tokoh Loki, menempatkannya sebagai tokoh utama dalam Roman hasil karyanya,
ini akan menganalisis tokoh Loki dengan cara memilah dan menelaah
motif yang berkaitan dengan penampilan fisik (contoh: motif warna mata dan
„verlorenes Lachen“); terakhir, adalah motif yang berkenaan dengan plot dan
peran yang ia mainkan dalam plot tersebut (seperti bagaimana ia tampak berperan
sebagai yang „jahat“ dalam motif „baik dan jahat“ di dalam Roman).
motif-motif ini membangun karakter Loki sebagai tokoh Byronic Hero dan, bila
ada, hubungan yang mungkin tersirat antara penokohan tersebut dengan latar
Seperti yang telah tersirat dalam Tujuan Penilitan, skripsi ini akan
8
menggunakan pendekatan Motivanalyse, analisis dan interpretasi yang lebih
mendalam dan luas dapat dilakukan. Bukan hanya melalui meneliti tokoh dan
penokohan Loki serta konstelasi tokohnya dalam novel, namun analisis dapat juga
juga metode-metode penelitian lain yang tampak dalam pembahasan Bab IV.
9
BAB II
LANDASAN TEORI
melatarbelakangi analisis pada bab IV: teori mengenai studi motif dan latar
belakang mengenai jenis karakter anti-hero serta uraian yang lebih spesifik
2.1 Motivanalyse
Kata “Motiv” berasal dari bahasa Latin “motivum” yang berarti “pikiran,
pemikiran,” atau “gagasan, ide, inspirasi” (Budorf, 2007: 514) atau dari “movere”
568). Menurut Metzler Literatur Lexikon (2007: 514), motif merupakan unit
terkecil dalam suatu karya literatur yang memiliki arti, atau sebuah elemen
Element”). Berbeda dengan Stoff, motif biasanya tidak terkait dengan nama,
tempat, atau masa tertentu. Berbeda dengan tema yang memiliki cakupan lebih
dalam Sastra” menulis bahwa motif merupakan elemen jelas yang berulang,
seperti sejenis kejadian, sarana estetika, rujukan atau formulasi verbal, yang sering
kali muncul dalam karya-karya literatur. Ia juga menyebutkan bahwa para kritik
sastra acap kali menggunakan kata “tema” dan “leitmotif” sebagai pengganti
“motif”.
10
Dengan mengulas studi-studi yang telah dilakukan sebelumnya, Frenzel
suatu Stoff. Oleh karenanya, saat seseorang melakukan adaptasi atas Stoff
tersebut, motif-motif ini akan dan harus menjadi hal yang konstan.
utama. Saat motif-motif ini berubah pada adaptasi suatu Stoff, hasilnya
fungsi yang nyata. Blindmotiv sering kali muncul dalam genre cerita
Motif ini dalam seni puisi dianggap sebagai hal yang tabu.
efek liris.
11
1. Typus-Motive, motif yang menggambarkan tipe tokoh tertentu, seperti
3. Raum- und Zeit-Motive, motif yang merujuk pada tempat (gua, reruntuhan,
pulau, taman) atau waktu tertentu pada suatu hari atau tahun (siang dan
motif-motif tertentu muncul lebih sering dalam satu jenis literatur dibandingkan
dengan jenis literatur yang lainnya. Klasifikasi tersebut dibagi menjadi lyrische
Motive (contoh: perpisahan, cinta yang tidak berakhir bahagia, bulan), Märchen-
prinsip berkenaan dengan motif yang lantas disebut sebagai fungsi motif. Berikut
sistem semiologis yang bekerja sebagai wadah kosong untuk diisi dengan
12
sistem semiologis tingkat dua.)
literatur dan, melalui hubungannya dengan tokoh, situasi, dan tema lain
lebih jauh.
4. Spannung; runtutan atau rangkaian motif tertentu, dengan pola yang mirip
berikutnya.
yang berujung pada skematisasi. Skematisasi ini berupa pola yang lantas
sebuah pola yang dapat dikenali oleh pembaca dan memberi mereka rasa
suatu teks. Hal ini terjadi melalui jaringan atau konstelasi motif yang
7. Gliederung des Textes; merujuk pada bagaimana motif, sebagai unit yang
13
situasi eksistensial yang mendasar, seperti kondisi sosial dan ekonomi,
2.2 Antihero
heroik, atau merupakan anti-tesis dari tipe hero tradisional. Tipe hero traditional
sering kali digambarkan sebagai tokoh yang gagah, kuat, berani, cerdas,
beruntung atau tampan. Sementara itu, antihero dapat digambarkan sebagai tokoh
yang inkompeten, bernasib sial, ceroboh, bodoh, berparas jelek, atau udik.
(Wheeler, 2020)
sebagai protagonis yang berlawanan dengan tipe hero disebabkan ketiadaan suatu
terbentuk sejak zaman antik, namun kemunculannya dalam sastra barat paling
jelas terlihat dalam Don Quijote (1605-1615) dari karya Miguel de Cervantes dan
dapat digambarkan sebagai (1.) bermoral buruk atau menyimpang, (2.) pasif atau
kurang ambisius, (3.) cacat secara fisik1, (4.) dikucilkan secara sosial, (5.)
Dalam masyarakat modern, semakin banyak diadakan kampanye dan sosialisasi untuk
1
menyetarakan dan menerima orang-orang berkebutuhan khusus sebagai bagian dari masyarakat,
namun norma dalam suatu masyarakat selalu berubah dari masa ke masa. Pada zaman
sebelumnya, orang-orang dengan kelainan fisik atau “cacat” dianggap sebagai orang yang
harus “dibenahi” atau disembuhkan, dan hal tersebut tercermin dalam karya-karya literatur
pada masa tersebut. Seperti yang tertulis dalam artikel Physical Disabilities dari situs Oxford
Reserach Encyclopedia, ada dua cara (atau disebut juga model) dalam memandang kelainan
fisik, yang satu adalah model medis, dan yang lainnya model sosial. Model sosial ini, alih-alih
berfokus pada kelainan fisik seseorang, lebih berfokus pada respon sosial yang melabeli
14
bertingkah aneh atau lucu.
masyarakat, dapat menjadi tokoh panutan yang afirmatif. Sementara itu, tokoh
pandangan mengenai masalah dan konflik nilai yang ada dalam masyarakat
(Budorf, 2007: 30). Hal ini dapat terlihat, salah satu contohnya, pada sejumlah
karya sastra modern pada masa pascaperang seperti halnya yang telah diteliti oleh
Neimneh (2013: 75). Dia menulis, “Ketiadaaan sifat heroik tradisional ini … tidak
dari modernisme.”
Beberapa contoh tokoh antihero yang diambil dan dianalisis oleh Neimneh
dalam studinya adalah Leopold Bloom dari Ulysses karya Joyce, Jake Barnes dari
The Sun Also Rises karya Hemingway, dan Murphy dari karya Samuel Beckett.
Namun masih banyak lagi contoh-contoh antihero lainnya dalam karya literatur,
dan begitu pula sub-tipe mereka—yang salah satunya adalah Byronic Hero atau
Byron'scher Held.
pada mempelajari riwayat hidup penulis yang namanya sendiri dipakai sebagai
15
nama tipe karakter spesifik ini—Lord Byron (1788-1824). Pada masanya, Byron
puisinya. Banyak kritik sastra, baik yang berasal dari masa hidup Byron maupun
Hero lebih merupakan produk dari era Romantik yang muncul di Eropa menuju
akhir abad ke-18, ketimbang produk dari kepribadian Byron belaka. Sebagai
dengan rasionalisasi ilmiah terhadap alam dan revolusi industri, pergerakan era
pengagungan terhadap masa lalu dan alam, dan terutama, individualisme; dan
elemen-elemen ini terepresentasi dengan baik dalam Byronic Hero era Romantik.
Beberapa ciri-ciri karakter Byronic Hero, yang pertama dan utama, adalah
kepribadian pemurung yang sering kali dimiliki oleh seorang pria tampan.2 Kedua,
penyendiri. Hal ini biasanya disebabkan oleh intelektualitas dan kualitas diri
mungkin diceritakan memiliki masa lalu yang tragis, yang bisa jadi merupakan
Meskipun tampaknya jarang, namun tokoh “Byronic Heroine” bukannya tidak pernah ada sama
2
sekali. Satu contohnya adalah Aurora Raby dari “Don Juan” yang digambarkan memiliki
karakteristik “yang dari banyak sisi serupa dengan Byronic Hero tipikal dirubah ke dalam
wujud feminim.” (Clancy, 1979: 28)
16
penyebab mereka dikucilkan atau menghasilkan kepribadian mereka yang suram.
Sering disebutkan juga, bahwa Byronic Hero sering kali memiliki rasa harga diri
yang tinggi dan juga rasa semangat yang kuat—ini lantas mendorong mereka
cerita cinta tak berbalas atau tragis juga sering menjadi bagian dari kisah sorang
Hal lain yang patut diperhatikan berkenaan dengan tokoh Byronic Hero
adalah, meskipun mereka tampak sebagai pribadi yang suram dan tidak
menyenangkan, mereka masih dapat menarik simpati dari para pembaca. Hal
Noble Outlaw, bahwa mereka “selalu pertama-tama korban dari, dan hanya
kemudian pemberontak melawan, masyarakat” (1965: 22). Bukan hanya masa lalu
tragis yang dapat menarik simpati pembaca untuk mereka, namun juga kualitas
baiknya—yang bisa berupa sisi tak terduga dari kepribadian mereka yang lemah
lembut, atau semangat kuat dan tulus mereka untuk mencapai sesuatu. Satu contoh
yang dapat menggambarkan hal ini dengan baik adalah tokoh Satan dari Paradise
Lost (1667) karya John Milton. Paolucci (1964: 114) menulis tentangnya: “Kisah
Satan karya Milton memiliki sebuah keagungan tragis layaknya kisah pahlawan
Pendapat ini disimpulkan dari banyak sumber yang setuju akan sifat berapi-api tokoh Byronic
3
Hero. Untuk menyebut salah satunya, Thorslev (1965: 15-16) menulis: “... mengingat bahwa
zaman tersebut (Romantik) adalah zaman pemberontakan … ia juga merupakan zamannya para
pahlawan. Maka dari itu puisi dan novel-novel tersebut memuaskan selera pada masanya;
mereka memberikan pahlawan-pahwalan, dengan semangat yang berapi-api, dan semangat
pemberontakan baik secara moral, intelektual dan politik.”
17
tersebut, membangunkan rasa kekaguman kita. Dan rasa kagum tersebut memberi
jalan pada rasa belas kasihan saat kita menyaksikan bagaimana jiwanya
menderita.”
Tipe tokoh Byronic Hero bisa jadi pertama kali bermula dari tokoh Satan
milik Milton4 (dan karena itu dikenal juga istilah “Miltonic Hero”) dan/atau dari
drama Klopstock dan Schiller yang lebih dekat masanya dengan masa
(Thorslev, 1965: 5)
Childe, Giaour, Manfred dan Lara, beberapa contoh lain tokoh Byronic Hero
adalah Heathcliff dari Wuthering Heights karya Emily Bronte, Faust karya Ghoete,
dan Eugene Onegin dari penulis Rusia Alexander Pushkin. Tokoh-tokoh Byronic
Hero juga masih terus bermunculan dalam literatur dan budaya populer modern
masa kini; contohnya seperti Christian Grey dari Fifty Shades of Grey, Batman,
Pemikiran bahwa asal muasal karakteristik Byronic Hero sudah mulai ada sejak dari tokoh Satan
4
dari “Paradise Lost” karya Milton digagas oleh Heinrich Kraeger dalam disertasinya “Der
Byronsche Heldentypus” (1898).
18
BAB III
3.1 Sinopsis
dengan besar halaman sekitar ukuran kertas A5, lebih kecil sedikit. Latar cerita
terjadi pada masa era viking, secara historis sekitar 793-1066 sesudah Masehi di
Skandinavia.
Loki terlahir sebagai seorang dewa, di suatu malam ganjil yang dipenuhi
dengan pertanda buruk. Saat Urd, dewi yang berkuasa atas nasib, mengumumkan
tentang kelahiran Loki kepada kaum dewa-dewi Aesir, diketahui bahwa ibunya
adalah salah satu dari para dewi, sementara ayahnya bisa jadi seorang raksasa,
kurcaci, atau bahkan manusia biasa. Misteri yang melingkupi kelahiran Loki
membawa keresahan dan rasa benci di kalangan Aesir. Atas perintah Urd, para
dewi diharuskan untuk merawat Loki secara bergantian, namun meskipun begitu,
para dewa menempatkannya di suatu gubuk terpencil jauh dari Valhalla dan para
dewi yang datang untuk merawat Loki memperlakukan bayi tersebut dengan
sendiri, hingga seorang wanita elf tua mendatangi gubuk tempat Loki tinggal dan
menyalakan perapian untuknya. Wanita tua tersebut bernama Sigyn. Pada malam
mereka bertemu, Loki meramalkan bahwa suatu hari, Sigyn akan berubah muda
kembali. Sejak saat itu, Sigyn adalah orang yang merawat Loki hingga ia tumbuh
kuat dan dengan kekuatan tersebut ia menopang kehidupan mereka berdua juga.
Loki harus bekerja keras hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Suatu hari,
19
ia melukai dirinya sendiri saat bekerja di ladang dengan tanah yang keras dan
Sigyn dan wanita tua tersebut menceritakan padanya tentang kehidupan sejahtera
dan penuh kemewahan yang dimiliki oleh mereka yang tinggal di Valhalla. Loki
mana para dewa-dewi muda bermain. Loki pada awalnya menyembunyikan diri
tentang Loki sebagaimana para orang dewasa telah bercerita tentangnya seperti
menampakkan diri di depan para dewa-dewi muda, dan untuk pertama kalinya
siapa yang akan jadi pemenang, dan memberitahu mereka. Para dewa melanjutkan
Dewa-dewa lain, termasuk di antaranya Bragi, juga hadir. Odin mengakui bahwa
Loki memiliki darah keturunan Aesir, dan melalui satu ujian yang diberikan oleh
Bragi, mereka menemukan bahwa kemampuan Loki untuk meramal masa depan
bukanlah tipuan. Ia dapat mengetahui nasib seperti halnya Urd. Oleh karena hal
20
tersebut, para tetua menyarankan orang-orang lain di Valhalla untuk
memperlakukan Loki dengan baik agar ia berkenan untuk membantu mereka, dan
juga untuk tidak menanyakan perihal masa depan pada Loki—karena bagi mereka,
yang mengitari tempat tersebut dan sampai pada suatu tempat di mana para dewi
berkumpul dan mengobrol. Pada pertemuan ini, Loki teringat dan mengenali para
dewi yang dulu telah memperlakukannya dengan kejam dan hal tersebut
depan Frigg dan dalam ketakutannya, Frigg mendorong Nanna dan Freya ke arah
Loki. Pada akhirnya, Nanna, dalam tangisan, mengatai Loki sebagai orang yang
jahat. Terguncang, Loki meninggalkan Valhalla dan tidak pernah kembali lagi
selama bertahun-tahun.
membujuk Loki, yang pada akhirnya datang dengan enggan. Pada pernikahan
tersebut, kebencian Loki atas Balder dan rasa kecewa terhadap kenyataan bahwa
Sejak saat itu, Loki mulai menyebabkan masalah untuk para dewa-dewi
21
susunan masyarakat yang telah ditentukan oleh para dewa.
bercerita bahwa Loki memandu para kurcaci untuk membelot dan memberontak
yang kehilangan kepercayaan terhadap para dewa Aesir karena provokasi dari
Loki. Gangguan-gangguan dan trik-trik yang Loki lancarkan terhadap mereka kini
nasihatnya dan menemui Loki yang juga sedang berada di sana. Loki lantas
memberitahu Bragi bahwa ia tidak akan menyakiti kaum Aesir jika kerabat Balder
menemuinya. Bragi menyampaikan pesan tersebut pada yang lain. Setelah diskusi
panjang dan bujukan dari Balder, Freya sebagai saudari Balder akhirnya setuju
Mereka bertemu di gubuk tempat Loki tinggal, dan saat itulah Loki
memberitahukan pada Freya tentang nasib yang telah Urd tentukan, bahwa
mereka telah ditakdirkan sebagai kekasih. Freya, menyadari cintanya pada Loki,
merasa senang, namun Loki menolak takdir tersebut—dan juga Freya. Hal ini
perihal cinta Freya yang tak berbalas, mencoba menghiburnya tanpa hasil.
untuk merebut hati Loki. Sigyn menolak sampai Freya menjanjikan ramuan yang
dapat membuatnya muda lagi, lalu Sigyn memberitahukan Freya tentang kalung
22
Brisingamen yang ditempa oleh empat kurcaci bersaudara yang tinggal di
dengan “bibir yang murni”. Maka Freya pun berangkat menuju pegunungan
tersebut.
Tanpa ia ketahui, Loki telah terlebih dahulu menemui para kurcaci untuk
mengantisipasi kedatangan Freya. Saat Freya tiba di tempat para kurcaci tinggal,
mereka menyambutnya dengan ramah dan hangat, dan Freya mulai tawar
menghabiskan empat malam dengan para kurcaci, “karena mereka ada berempat”.
Freya, kelelahan dan putus asa, akhirnya menyepakati kondisi tersebut. Setelah
menemukan Freya tepat saat ia meninggalkan tempat tinggal para kurcaci dan
pada saat tersebut Loki muncul dan membeberkan apa yang Freya lakukan untuk
keduanya.
Satu hari, setelah kejadian tersebut, Loki menerobos masuk ke dalam pesta
ramah, namun Loki akhirnya diizinkan bergabung setelah ia secara halus memeras
pesta tersebut; Frigg, Freya dan pelayannya, dan Heimdal. Bahkan, ancaman Thor
tidak membuat Loki gentar; dan hanya setelah Balder berdiri dan secara halus
23
Insiden tersebut membuat Loki merasa terhina dan meneguhkan tekadnya
membawa duka bagi kaum Aesir, namun Balder masih menyemangati mereka. Ia
berkata bahwa mereka memang ditakdirkan untuk berujung di dunia kematian Hel,
maka mereka akan pergi dengan tawa, dan itulah satu-satunya cara untuk menang
melawan Loki. Pidato Balder menggerakkan hati para dewa, kecuali Frigg dan
Freya.
dengan mengambil sumpah dari setiap makhluk dan benda di sembilan dunia
untuk tidak menyakiti Balder. Frigg, Freya dan para pelayan mereka bekerja keras
mereka berpesta ria. Untuk menunjukkan hasil kerja keras mereka tersebut,
dan senjata tersebut berhenti di udara sebelum ia sempat menyentuhnya. Yang lain,
terpana, mengikuti perbuatan tersebut, dan tidak satu pun senjata menyentuh
Balder. Namun dalam hujan senjata tersebut, terbang satu anak panah yang
akhirnya mengenai Balder dan menghunjam hatinya. Anak panah tersebut terbuat
dari dahan mistletoe, yang tidak disumpah karena Loki menakut-takuti Freya
pemakamannya, para dewa-dewi dan semua pelayan mereka ikut menaiki kapal
yang membawa jasad Balder dan membakar kapal jasad tersebut bersama diri
24
mereka sendiri. Para Valkyrie tinggal di Valhalla untuk melakukan hal yang sama;
mereka membakar aula emas tersebut, berikut dengan diri mereka sendiri. Mereka
menyuarakan tawa menuju kematiannya, dan tinggal Loki berdiri sendiri dari
masih belum puas dan lantas pergi menuju desa di mana kaum bangsawan
keturunan Balder tinggal. Para bangsawan di desa tersebut hidup dengan sejahtera,
diberkati dengan kekayaan alam yang berlimpah. Loki membuat rencana untuk
membawa penderitaan pada penduduk desa tersebut; ia mendatangi desa lain yang
sejahtera dengan mengambil sinar matahari dari mereka. Ia pun memandu mereka
Para petani miskin yang kelaparan tersebut pun mengikuti panduannya dan
mengumumkan kematian raja para bangsawan tersebut, Balder. Pada para kaum
bangsawan yang masih selamat dan mencari perlindungan di aula utama, Loki dan
para petani merendahkan mereka dengan memaksa para kaum bangsawan untuk
memuja anjing kotor yang mereka letakkan di singgasana dan menyuruh mereka
untuk memotong rambut pirang mereka. Hanya satu orang yang tetap berdiri
tegak untuk melawan penghinaan tersebut; dengan martabat dan karisma yang
kuat, ia menggertak semua orang dan membimbing kaum bangsawan yang tersisa
untuk meninggalkan tempat tersebut. Bangsawan tersebut tidak lain adalah putra
25
Balder.
Cerita dalam Roman berakhir dengan Loki melarikan diri dipenuhi rasa
putus asa dan penderitaan setelah mengetahui bahwa semangat hidup Balder
masih terus ada dalam putranya, dan bahwa “Balder” sama kekalnya dengan Loki.
Ia terjatuh saat melewati satu padang, dan kepalanya tertusuk batu tajam, namun
rasa benci dan penderitaan yang ia rasakan lebih kuat daripada rasa sakit tersebut.
mungkin tidak begitu banyak diingat. Namun, karya dan kepribadiannya telah
memengaruhi ranah sastra Jerman pada akhir abad ke-sembilan belas dan awal
dan Freiburg, dan tinggal pada sebagian besar masa hidupnya yang singkat di
Berlin sebagai penyair, penulis, editor untuk koran bulanan die Gesellschaft dan
beberapa koran lain, dan juga sebagai aktivis melawan antisemitisme dalam
dengan Heinrich Hart, komunitas pecinta sastra bernama die Kommenden, yang
terdiri dari sejumlah penulis, seniman, dan ilmuwan. Di antara para anggotanya,
Henry Mackay, Else Lasker Schüler, Hans Pfitzner, dan masih banyak lagi.
26
minggu untuk membaca dan berdiskusi. Jacobowski meninggal pada 2 Desember
Kini salah satu karyanya yang masih sering beredar adalah puisinya yang
berjudul Leuchtende Tage (1901), dengan kutipannya: „Nicht weinen, weil sie
vorüber! Lächeln, weil sie gewesen!“ Selain Leuchtende Tage, beberapa puisi lain
hasil karyanya berupa kumpulan berjudul Aus bewegten Stunde (1888), Funken
(1891), Ausklang (1901), antologi Satan lachte (1897) dan Roman Werther der
Jude (1892). Ia juga menulis satu drama komedi berjudul Diyab der Narr (1895)
dan beberapa puisinya digunakan sebagai libretto dalam karya musikal oleh di
antaranya Hans Pfitzner, Hans Hermann dan Heinrich Schenker. Novel Loki,
(Steiner, 1901).
akademik, dalam bidang studi sastra (Die Anfänge der Poesie. Grundlegung zu
(Aus Deutscher SeeleÖ ein Buch Volkslieder, 1899) dan juga politik (Der
schristlische Staat und Seine Zukunft. Eine politische Studie., 1894). Dalam kurun
waktu satu dekade, ia telah menghasilkan 21 karya sastra, menyunting 6 buku, dan
27
mewariskan tulisan dan kepemimpinannya atas die Kommenden. Setelah ia
satu suratnya pada Jacobowski: “Für mich ist und bleibt Loki in erster Linie ein
Außerdem bezweifle ich—und das soll kein Vorwurf gegen Sie sein—die reine
Objektivität Ihrer Dichtung, vielmehr habe ich den Eindruck, daß auch hier, wir in
allen Ihren Werken, ein stark subjektiver Untergrund vorhanden ist.“ (Stern, 1974:
353)
puisi dari sejumlah penulis Jerman dan menerbitkannya dalam buklet (Heftchen)
dengan judul “Neuen Liedern für's Volk” yang dihargai 10 Pfennig setiap
“sastra literatur tinggi” bagi masyarakat dari kelas ekonomi rendah. Usaha
tersebut disambut dengan banyak pujian dan antusiasme dari banyak kalangan
Dalam satu sisi, usaha tersebut berhasil dan sukses dengan ide yang orisinal dan
disambut baik oleh kalangan penulis, namun ia juga gagal untuk menarik
perhatian atau memenuhi selera kalangan publik tertentu. (Stern, 1974: 363-380)
28
autobiografinya menggambarkan kepribadian Jacobowski: “Er war eine
schwer an dem Schicksal, daß er Jude war.“ Sebagai seorang Yahudi Jerman pada
tersebut dan ikut berbicara dalam majelis umum serta menulis sejumlah artikel
untuk koran organisasi. (Hess, 2005: 204) Ia dikenal telah melawan antisemitisme
baik di ruang lingkup kehidupan pribadinya maupun di publik, dengan kasus yang
Stöcker.5
sebagai salah satu tokoh besar dalam dunia sastra Jerman, dan mayoritas
Yahudi. Selain novel pertamanya Werther der Jude dan beberapa puisinya, hanya
sedikit dari karya-karyanya yang membahas tentang Yahudi dan yudaisme. (Hess,
2005: 219-221)
Yahudi dan berdampak besar bagi publik Jerman-Yahudi pada pergantian abad,
terutama novelnya Werther der Jude. Novel tersebut memiliki tokoh utama
Hermann Ahlwardt dan Adolf Stöcker adalah dua tokoh antisemitis. Kasus yang disebutkan di
5
atas merupakan kasus yang paling dikenal berkenaan dengan aksi Jacobowski dalam
perlawanannya terhadap antisemitisme di publik, di mana sebagai balasan terhadap tulisan
Ahlwardt dengan nuansa rasisme yang berjudul “Verzweiflungskampf des arischen Völker mit
dem Judentum” Jacobowski menulis artikel berjudul „Offene Antwort eines Juden“ (1891).
29
bernama Leo Wolff, seorang pemuda Yahudi dan mahasiswa filosofi yang
berusaha mewujudkan “regenerasi etis”. Pada akhir cerita, Leo bunuh diri setelah
Novel tersebut pertama diterbitkan pada tahun 1892 dan telah diterbitkan
sejumlah bahasa seperti Perancis dan Ibrani (Anderson, 1996: 195). Pada kata
Judenfrage, “... in meinem Anschauungen über die Judenfrage bin und bleibe ich
teks yang “mendukung pandangan era Wilhelminian di Jerman yang melihat kaum
Yahudi sebagai ras asing yang harus dibenahi secara moral” namun secara
bersamaan teks tersebut juga merupakan karya di mana Jacobowski yang saat itu
berumur dua puluh dua tahun “meneriakkan perasaan hatinya kepada kita, dengan
menyalurkan pengalaman hidupnya melalui novel dalam bentuk yang relatif tanpa
perantara.”
menarik perhatian yang besar dari publik Jerman-Yahudi karena, seperti yang
telah J. Hess tulis dalam studinya (2005: 217), “Werther der Jude memiliki
Jacobowski tampaknya sering menggunakan warna rambut sebagai motif atau simbol dalam
6
karyanya. Dalam novel Werther der Jude motif rambut pirang digunakan untuk menegaskan
kontras antara karakter Leo sebagai seorang Yahudi dengan Helene yang merupakan keturunan
Jerman asli. Dalam novel Loki, penggunaan motif yang serupa juga muncul, dan motif warna
rambut ini akan dibahas secara lebih mendalam dalam bab IV.
30
perananan yang penting bagi kita untuk pemahaman kita terhadap publik Yahudi
usaha tersebut.”7
Hess juga menulis dalam artikelnya berkenaan dengan resepsi pembaca terhadap novel Werther
7
der Jude, bahwa teks tersebut tidak hanya menarik perhatian kaum Jerman-Yahudi namun juga
para Zionis. Hal tersebut disebabkan oleh kurangnya kejelasan seputar isu-isu fundamental
tentang Yudaisme dan identitas Yahudi, yang memungkinkan begitu banyak pembaca—mulai
dari pendukung asimilasi seperti Lubinski hingga tokoh Zionis seperti Berdyczewski—untuk
“mengadopsi” teks novel tersebut berdasarkan interpretasi mereka masing-masing dan
menemukan, dalam penderitaan Leo Wolff, sumber inspirasi. (2005: 218)
31
BAB IV
PEMBAHASAN
Seperti yang telah disebutkan dalam bab pengantar, bab ini akan
yang ada dalam novel Loki sebagai motif. Sering kali motif-motif ini akan
beririsan dan terhubung dengan satu sama lain: beberapa motif yang berkenaan
dengan ciri-ciri fisik Loki akan merujuk pada jenis kepribadiannya dan motif-
motif yang membentuk kepribadiannya akan terhubung dengan peran macam apa
memiliki kemiripan dengan tokoh Gothic Villain; salah satu jenis tokoh yang
muncul sebelum tokoh Byronic Hero di era Romantik, dan berkontribusi dalam
Thorslev menulis dalam bukunya tentang bagaimana dan kenapa Gothic Villain dapat dikatakan
8
sebagai “pendahulu” yang penting untuk tipe Byronic Hero. Ia mengambil contoh dari
beberapa novel karya Ann Radcliffe, di mana tokoh antagonisnya justru lebih menarik dan
mengesankan dibandingkan dengan tokoh protagonisnya. Dibandingkan dengan tokoh utama
yang (disebut sebagai “Man of Feeling”) peka namun cenderung lemah dan pasif, tokoh
antagonis dalam novel Radcliffe, Ghotic Villain, memiliki “pembawaan yang misterius,
pemikiran yang cerdik, dan kejahatan yang tak tanggung-tanggung.” (1965: 52). Thorslev juga
menegaskan bahwa apa yang membedakan Ghotic Villain dari tokoh pahwalan Romantik,
adalah karakteristik Ghotic Villain yang mengakui norma dan kode etik masyarakat, dan
mengakui juga kebejatannya dengan melanggar norma dan kode etik tersebut; dengan begitu
pembaca tidak merasa simpatik terhadap mereka. (1965: 53).
32
Loki, dalam novel, digambarkan memiliki warna mata, rambut, dan alis
yang gelap, kontras dengan warna kulit yang pucat, berbadan kurus (“hagere”),
dan memiliki suara yang berat dan kasar. Pada satu kesempatan, disebutkan juga
mengesankan rasa duka dan keagungan dalam cara tertentu. Mata Loki juga
penokohannya. Motif mata tersebut muncul berulang kali sepanjang teks cerita,
sehingga ia menjadi salah satu Leitmotiv khas Loki. Dimulai dari narasi mengenai
masa kecilnya, pada bagian yang menceritakan kelahirannya, salah satu hal yang
Niemand als die graue Urd wußte, was in dem fremdartigen kleinen Wesen
vorging, das auf dem Felle lag, nur wenige Stunden schlief, meist mit
glänzendem, schwarzem Auge9 in die rußigen Balken über sich starrte...
(Loki 9, emphasis from me, N.S.)10
menuju Valhalla dan dibawa ke hadapan Odin, narator menguraikan isi pikiran
Odin saat melihat Loki untuk pertama kalinya (berdiri bersisian dengan Balder)
sebagai berikut:
9
Setiap cetak miring dalam kutipan novel Loki sepanjang bab pembahasan ini merupakan
penegasan dari saya, N.S.
10
Penulisan “Loki”, diiringi dengan angka dalam tanda kurung merupakan singkatan dari rujukan
pada pustaka primer yaitu novel Loki, Roman eines Gottes karya Ludwig Jacobowski dengan
angka yang tertera merujuk pada nomor halaman dalam novel.
33
Wie ähnlich sie einander waren! Schlank und hoch wie starker Speerschaft,
aber wie anders die Gesichters, wie anders die Brauen! Aus nächtigen
Höhlen schossen die Augen Lokis ihre Blitze, indes Balder mit seinem
lichtvollen Blicke geradeaussah. (Loki 28)
kedua mata tokoh tersebut serta cara mereka memandang. Penekanan mengenai
mata Loki juga muncul tidak lama setelah adegan dengan ini, dalam babak
berikutnya saat para dewa-dewi muda diceritakan telah tumbuh dewasa. Thor
yang sekarat dan memandangi mata mereka dalam diam. Odin lantas berujar:
„Ja, er hat bohrende Augen. Hungrige Augen! […] Freyja nur spottet über
den schwarzhaarigen, todesäugigen Asen, aber Nanna fährt nächtens auf,
denn sein Bild schleicht durch ihre Träume und ängstet sie durch schwere
Ahnungen.“ (Loki 38)
menyamarkan dirinya sebagai pandai besi—mata Loki merupakan salah satu ciri-
cirinya yang paling meninggalkan kesan pada para petani yang ia datangi. Kutipan
dialog di bawah ini diucapkan oleh tokoh yang berperan sebagai pemimpin para
petani, Widolf:
„Ja, der Schmied! Gegen den schmeißt ihr scheele und schiefe Blicke, weil
er ein Fremder ist und düstere Augen hat und nicht lachen kann.“ (Loki
107, with emphasis from me, N.S.)
Dalam adegan yang muncul tak lama setelahnya pun, sebelum pertarungan antara
34
Ihre Augen hingen an einer hageren Gestalt, die hoch zu Roß neben Widolf
hielt. In dunkelen Augen glomm es auf, und die düsteren Brauen hoben
sich scharf von der bleichen Stirn ab. Das war der Schmied,... (Loki 115)
Sepanjang cerita, ada suatu kesan yang kuat berkenaan dengan mata Loki,
dari cara sepasang mata tersebut digambarkan dan diasosiasikan dengan motif
seperti „nacht-“ (seperti malam), „düster“ (kelam), dan „tod“ (mati). Kesan ini
diperkuat lagi dengan reaksi, perasaan, dan pikiran tokoh-tokoh lain mengenai
mata Loki. Contohnya, seperti yang telah ditunjukkan dalam salah satu kutipan di
atas, Nanna yang digambarkan sebagai seorang dewi dengan perangai dan paras
lemah lembut menyimpan rasa takut terhadap Loki sehingga sosoknya acapkali
muncul dalam mimpi buruknya. Sementara kaum petani yang mengamati Loki di
kehadirannya.
dengan deskripsi Thorslev berkenaan dengan aspek mata pada karakter Ghotic
Villain yang lantas memengaruhi karakter Byronic Hero: “... tatapan mata yang
menakjubkan di bawah alis tebal yang berat, kesan melankolia yang mendalam
merupakan] ciri khas Ghotic Villain yang menjadi sangat penting bagi Byronic
cocok dengan cara Loki sering diceritakan sering memandang dengan tetap
sedemikian rupa tersebut mirip dengan contoh salah satu tokoh Ghotic Villain,
35
Schedoni11; ia digambarkan memiliki “sepasang mata besar dan melankolis, yang
dalam hati para pria, dan membaca rahasia mereka yang terdalam; hanya sedikit
Hal lain yang membuat karakteristik mata Loki lebih menonjol, adalah
dibandingkan dengan Balder, seperti yang telah ditunjukkan dalam satu kutipan di
atas (Loki, 28). Mata Loki sering kali diasosiasikan dengan sifat-sifat gelap,
kelam dan misterius, sementara mata Balder sering diasosiasikan dengan hal-hal
seperti cahaya dan kebahagiaan. Dalam satu kutipan seperti yang ditunjukkan
berikut ini, digambarkan bahwa mata Balder tampak lebih berseri-seri saat ia
Und er würde nicht müde, die Hand auszutrecken, und vor den hellen
Augen der beglückten Asen glänzten seine frohen Augen doppelt hell.
(Loki, 127)
Namun bagi Loki, sifat terang benderang dan pancaran kebaikan dalam mata
Balder merupakan salah satu alasan Loki amat benci dan takut terhadapnya.
Nichts ließ das Grauen in ihm stärker anschwellen, als die Erinnerungen an
Balders Gestalt. Vor dessen reinem Blicke bebte er: … Und bettete er sein
Haupt selbst in der finsteren Hel dunkelem Nachtschoße, er fände seine
Stille in sich vor der Gewalt der siegreichen Sonnenaugen Balders. (Loki,
40)
berkontribusi untuk membangun motif yang lebih besar, berkenaan dengan motif
Schedoni adalah tokoh antagonis dalam novel The Italian (1797) karya Ann Redcliffe, dan
11
dianggap sebagai satu tokoh pra-Byronic, Ghotic Villain yang lantas memengaruhi
pembentukan tokoh Byronic Hero.
36
“baik dan jahat” yang akan dibahas lebih lanjut dalam subbab 4.3.3.
in Folklore and Literature, bahwa mata (dan terutama kontak mata) dianggap
sebagai suatu hal yang penting dalam interaksi sesama manusia, meskipun tanda
petanda tepatnya berbeda-beda dalam satu budaya dengan budaya yang lain. Mata
juga digunakan dalam banyak idiom dan peribahasa yang bersangkutan dengan
ekspresi afeksi dan cinta. Tentu saja dalam novel Jacobowski, motif berkenaan
dengan mata juga merefleksikan interaksi yang terjadi antar tokoh-tokoh dalam
ceritanya. Salah satu contohnya adalah adegan di mana para dewi yang ditugasi
untuk merawat Loki berkumpul dan mengobrol dengan satu sama lain mengenai
… Und dabei sahen sie sich an, stumm und forschend, als suche jede im
Auge der anderen eine tiefe Schuld. Da lachte Frigg höhnisch auf: „Wie
Urd geboten habe ich ihm Nahrung gegeben. Aber Eiswasser aus dem
Thundstrome und heiße Ebermilch!“ „Ich brachte ihm Gletschermilch und
Wolfschaum!“ verriet Widars Weib und suchte in Friggs Augen eine
dankbares Grüßen. (Loki, 9-10)
Dalam kutipan di atas terlihat, bagaimana melalui pergerakan mata dan tatapan,
para dewi.
interaksinya dengan tokoh lain dan berkaitan dengan motif matanya ada dalam
babak yang bercerita tentang cinta tak berbalas Freya. Freya, yang diceritakan
sebagai saudari Balder, merupakan satu tokoh (selain Balder) yang digambarkan
tanpa rasa takut terhadap tatapan mata Loki. Dalam pikirannya, saat ia akan
menemui Loki untuk pertama kali setelah mereka beranjak dewasa, narator
37
Wahrlich, kühn mußte er sein und furchtlos das düstere Auge. (Loki 129)
Meskipun kata sifat seperti “kelam” muncul bersamaan dengan pemikiran tentang
mata Loki, namun hal yang Freya simpulkan mengenai Loki (setelah mendengar
keberanian.
Saat Freya diceritakan menjadi putus asa dan nekat setelah ditolak
diketahui dipercayai oleh Loki. Ujaran Freya saat meminta pertolongan pada
“Ich war blind und sah ihn nicht. Sah nie sein Auge unter schwarzer
Eberbraue! Bis damals, als er mir Urds Willen kündete!“ (Loki 139)
ia, dan kemungkinan besar kaum Aesir lainnya, tidak pernah sebelumnya berusaha
untuk berkomunikasi dengan tulus dengan Loki untuk membangun pengertian dan
Selain poin-poin yang telah disebutkan di atas, mata juga merupakan salah
satu motif yang lazim ditemukan dalam popular media, dan sering kali
dihubungkan dengan tema atau aspek seperti halnya persepsi, kewaspadaan, dan
terkadang juga kekuatan psikis atau supranatural (tvtropes, 2021). Hal tersebut
tampak juga dengan kasus karakterisasi Loki, dengan tokohnya yang memiliki
kekuatan untuk meramal masa depan, “seherische Auge”, hingga motif tersebut
juga dapat menjadi salah satu Leitmotiv Loki. Lebih banyak mengenai
kemampuan supranatural Loki untuk meramal masa depan akan dibahas dalam
38
subbab 4.2.2.
berpenampilan tampan.12 Pada jamannya, standar pria yang tampan bagi para
viking adalah rambut pirang yang terawat. Hal ini memberikan gagasan bahwa
mungkin Loki, dalam mitologi Nordik, juga memiliki rambut yang mungkin dicat
pirang (Answer Lady Webpage, 2020). Salah satu opini populer yang beredar
gagasan bahwa ada keterkaitan antara “Loki” dan “Logi”, siluman api yang
muncul dalam cerita tentang Utgarda-Loki. Pada satu waktu, Loki bahkan
dianggap sebagai dewa api (Eason, 1997: 376). Pertunjukan musikal Wagner, Der
Ring des Nibelung (atau dikenal juga dengan nama The Ring atau Wagner's Ring)
masyarakat umum. Pertunjukan tersebut berupa drama epik musikal empat seri,
tayang perdana pada 1876, dan menampilkan adaptasi mitologi Nordik yang juga
menjadi salah satu acuan dan inspirasi bagi Jacobowski dalam menulis novelnya
hitam. Meskipun hanya ada beberapa contoh dalam teks yang menyebutkan
Deskripsi tersebut merujuk pada Edda yang ditulis oleh Snorri Sturluson, dalam “Gylfaginning”.
12
Batu Snaptun merupakan batu soapstone berusia sekitar 1000 tahun dengan ukiran dari jaman
13
viking. Batu berukir menggambarkan seorang pria dengan mulut yang dijahit dan dipercaya
menggambarkan Loki. (Merujuk pada mitos, bahwa Loki, setelah memanipulasi dan kalah
bertaruh dengan kurcaci pandai besi, dihukum dengan menerima jahitan di mulutnya.) Pria
dalam ukiran tersebut digambarkan memiliki rambut dan kumis ikal.
39
tentang rambut Loki tanpa menyebutkan matanya juga, motif rambut hitam
tersebut ikut membentuk penokohan Loki dengan aspek yang sedikit berbeda di
samping motif matanya. Seperti dalam satu kutipan di bawah ini, dalam adegan di
mana Bragi bertemu Loki saat ia mendatangi tempat kediaman Urd. Dalam
„Wahrlich, Loki, nachtfinsterer als dein Haar is dein Wille und deine
Listigkeit.“ (Loki 125)
mengganggu pesta yang selalu diadakan oleh para dewa dan Odin hanya
bumi.14 Setelah itu, Loki pun mengambil tempat di bangku dalam aula, namun
tidak ada yang mau atau berani duduk dan minum dekat Loki. Narator
Langsam füllten sich die Reihen der Bänke. Nur die Plätze um den
dunkellockigen Gott blieben unberührt. (Loki 157)
secara teknis Loki juga merupakan salah satu dewa Aesir. Sifatnya yang
cenderung membawa masalah juga berujung pada keadaan di mana tak seorang
Adegan ini mengikuti rujukan dalam cerita mitos Nordik aslinya, dalam puisi Edda berjudul
14
“Lokasenna” (“Hinaan Loki”). Puisi tersebut bercerita bahwa Loki, setelah diusir keluar ke
dalam hutan karena membantai salah satu pelayan Aegir, masuk kembali ke dalam aula pesta
dan menyebabkan kerusuhan dan pertikaian dalam suasana riang para Aesir. Dalam puisi
tersebut, untuk bisa dibiarkan di dalam aula, Loki mengingatkan Odin bahwa Odin telah
menyumpah Loki sebagai saudara sedarah dan Odin tidak akan minum alkohol kecuali Loki
juga disuguhi yang sama.
40
pun percaya bahwa ia merupakan bagian dari para dewa Aesir yang diagungkan.
Warna rambutnya yang hitam gelap, jauh berbeda dengan dewa-dewa lain,
keturunan seseorang. Ada banyak contoh, dalam banyak budaya, di mana rambut
seseorang dapat menandakan hal lain selain kecantikan fisik dan status kalangan
2019: 96). Simbolisme tersebut juga tampak dalam penggunaan motif rambur
Babak sembilan dalam novel Loki berjudul Golden Haar. Babak tersebut
bercerita tentang Thor yang menikahi seorang pelayan wanita bernama Sif yang
Sif secara teknis terangkat derajatnya dan seharusnya berstatus setingkat dengan
para dewi Aesir, namun karena latar belakangnya, dewi Aesir yang lain tidak mau
mengakui status baru Sif. Dalam percakapan antara para dewi, Freya berujar:
“Einmal ließ sie die Haare offen wehen; die waren lang wie die unseren,
aber braun und rot gemischt, fast schmutzig, wie nie auf einer Asin Haupt
gewachsen. Und dieses schmutzige Haar soll neben dem unseren ruhen?
Niemals!” (Loki 92)
penanda penting dari status para dewi sebagai kelompok sosial yang ditinggikan.
Maka, meskipun sebagai istri Thor, Sif yang berambut merah tembaga menerima
diskriminasi dari para dewi lainnya. Sif diceritakan telah berusaha untuk tidak
menghiraukan ejekan-ejekan para dewi dan Valkyrie, namun ucapan Freya pada
suatu hari akhirnya membuat Sif khawatir bahwa suatu saat Thor akan
41
saat itulah Loki ikut campur tangan. Dengan bantuan Sigyn, ia menipu Sif dan
kepala Sif, seperti yang dilakukan pada budak, dan secara tidak langsung
mempermalukan Thor.15
Dalam mitologi Nordik asalnya, sejak awal Sif telah diceritakan sebagai
seorang dewi yang terkenal dengan rambut pirang emasnya. Rambut pirang
dan maka dari itu pernikahan antara Thor dan Sif dipandang sebagai simbol atas
persatuan antara dewa langit dan dewi bumi. Simbolisme tersebut merupakan pola
yang sering muncul dalam legenda tradisi Nordik dan Indo-Eropa lainnya.
rambut seseorang ada dalam babak sepuluh Auf der Erde. Babak tersebut bercerita
oleh Odin untuk turun ke bumi dan menginvestigasi perihal tersebut, dan Heimdal
rumah seorang petani pada satu malam. Petani yang ia datangi bernama Widolf
keluar saat melihat rambut pirang Heimdal di bawah tudungnya. Saat Heimdal
“Langhaar ist Jarle-Hochmut. Wo ich es seh', geht mir die Galle auf, und
Cerita mengenai Sif dalam mitologi aslinya sedikit berbeda. Dalam Edda yang ditulis Snorri,
15
“Skáldskaparmál”, diceritakan bahwa Loki menggunduli rambut Sif dalam tidurnya sebagai
kelakar, namun Thor mengancam Loki untuk mengembalikan rambut Sif. Maka Loki
memanipulasi para kurcaci pandai besi untuk membuat sejumlah hadiah bagi para dewa Aesir,
dan salah satu di antara hadiah-hadiah tersebut adalah rambut pirang emas untuk Sif.
42
ich schneid' es ab und das Haupt dazu! Hinaus!” (Loki 109)
“Jarl” yang disebutkan dalam kutipan di atas merujuk pada pria pirang Jarl
yang, berdasarkan puisi Edda Rígsmál, merupakan leluhur dari kelas pejuang
bangsawan. Dalam puisi tersebut, Heimdal, yang berkelana dengan nama samaran
“Rig”, adalah ayah dari tiga orang leluhur yang merepresentasikan tiga kelompok
atau kelas sosial yang ada dalam masyarakat Nordik Lama. Kelas masyarakat
tersebut tidak lain adalah para budak, petani, dan bangsawan atau pejuang.
rambut pirang sebagai simbol status kebangsawanan, ada dalam babak terakhir di
mana Loki diceritakan memancing amarah petani-petani dari satu desa miskin
agar mereka melakukan penyerangan terhadap desa atau kerajaan di mana kaum
bangsawan keturunan Balder tinggal. Saat para petani berhasil memojokkan para
bangsawan yang tersisa ke dalam aula besar tempat singgasana Balder berdiri,
Loki menyuruh mereka untuk menempatkan seekor anjing di atas singgasana dan
memaksa para bangsawan untuk memuja “raja baru” tersebut sebagai bentuk
„Laßt jeden Edelen dem neuen Könige huldigen! Die Männer mit
gebeugtem Kopfe; den Frauen schneidet das Haar als Geschenk für den
König ab; die Kinder küssen den Staub! – Wenn sie nicht wollen,
schneidet das lichte Haar ab.” (Loki 194)
43
Nordik Lama. Tradisi Abad Pertengahan juga sering tampak mengagungkan
kebaikan, kecantikan, dan sebagainya. Dalam mitologi dan tradisi Nordik, Sif dan
Helga Sang Rupawan merupakan dua sosok yang terkenal dengan rambut
Pirang Iseult yang kecantikannya berkaitan erat dengan rambut pirang. Selain
Iseult, yang berasal dari legenda Arthurian, banyak tokoh dari legenda tersebut—
Jika ditilik lebih jauh dalam sejarah, simbolisme yang mengagungkan rambut
pirang juga muncul dalam mitologi Yunani dengan sosok Apollo dan Aphrodite-
nya.
Sementara itu, rambut hitam dan merah sering kali digunakan dalam
dengan para kesatria dan ratu berambut pirang.16 Premis cerita dalam novel Loki
juga tampak mengikuti pola tersebut—dengan Loki yang berambut hitam gelap
melawan kaum Aesir yang berambut pirang—dan menjadi salah satu motif yang
yang baik dan yang jahat, meskipun Jacobowski menulis cerita tersebut dengan
Interpretasi atau relasi lain yang dapat disimpulkan dari motif perselisihan
antara tokoh berambut pirang dan tokoh berambut gelap yang muncul dalam novel
Ada juga pengecualian, dengan contoh yang paling terkenal adalah tokoh Snow White dari
16
dongeng yang dipopulerkan oleh Grimm bersaudara. Snow White digambarkan memiliki kulit
seputih salju, bibir yang merah merona, dan rambut berwarna hitam. Teks dongeng yang
beredar jelas menggambarkan Snow White sebagai wanita dengan kecantikan yang tak
tertandingi dan juga berperangai baik.
44
karya Jacobowski, bisa jadi berkenaan dengan pandangan rasis dari supremasi
yang berkembang sekitar akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 di Jerman; bahwa
rambut pirang dan juga mata biru merupakan ciri-ciri ras manusia unggulan.
salah satu aktivis melawan antisemitisme semasa hidupnya, hal ini merupakan
sebuah kemungkinan. Namun, penggunaan motif warna rambut dalam novel Loki
jaman saat politik negara Jerman semakin mendiskriminasikan Yahudi dari hari ke
hari.
Dalam babak sepuluh tentang perselisihan antar kelas sosial, pada malam
malam. Salah satu dari budak tersebut berdiri dan mulai berpidato, berargumen
„Wißt ihr noch, was der Schmied euch gesagt und geraten? Fremd und
finster ist sein Wesen, aber tief und tönend seine Stimme und seine
Weisheit würdig und gewichtig.“ (Loki 111)
Pada adegan lain, sang narator menguraikan bahwa hal yang paling
45
berkesan dari Loki bagi para petani adalah sepasang matanya yang memberikan
aura misterius. Namun bagi para budak, hal yang menonjol dari sosok Loki adalah
suaranya, senada dengan ungkapan bahwa Loki merupakan suara akal bagi
mereka (seperti istilah yang dikenal dalam bahasa Inggris dan Jerman, “voice of
disebutkan dalam novel, bukan yang pertama dan bukan yang terakhir. Seperti
halnya motif mata dan rambutnya, suara juga merupakan salah satu karakteristik
Dalam adegan di mana Loki pertama kali bertemu dewa-dewi lain yang
Und Thor rief: “'Pah, mag er kommen! Ich schlag meinen Hammer auf
seinen Schädel!“ “So schlag zu, Thor!“ schrie eine fremde, tiefe Stimme.
Eine Gestalt sprang mit einem Satze zwischen sie, daß die Mädchen
aufkreischten und alle fünf emporfuhren. (Loki 21)
Dalam kutipan di atas, ada hubungan yang terjalin antara motif suara Loki dengan
motif seorang yang asing, dilihat dari cara kedua kata sifat “fremde” dan “tiefe”
disebutkan secara beriringan. (Motif berkenaan dengan orang luar atau asing juga
akan didiskusikan dalam subbab 4.2.4.) Sementara itu, dalam kutipan di bawah ini,
suara Loki tidak hanya dideskripsikan terdengar dalam, namun juga kasar.
“Du lachst nicht?” fragte Balder zärtlich. “Lachen? Was ist das?” klang
Lokis Stimme tief und rauh. (Loki 22-23)
Dengan cara narator menyebutkan motif suaranya yang “dalam dan kasar” dalam
ujaran Loki yang menanyakan apa itu tawa, terjalin relasi lain, kali ini antara
motif suaranya yang kasar dan ketiadaan tawanya. Perihal ini akan dibahas lebih
46
Contoh lain yang menyebutkan suara Loki ada dalam adegan di mana Loki
Da unterbrach sie Lokis tiefe Stimme: „Lauft allein! Das freut nur, wer
nicht weiß, wer Sieger wird...“ (Loki 24)
Hal lain yang menarik tentang motif suara Loki muncul dalam adegan lain,
setelah tokoh para dewa-dewi muda tersebut beranjak dewasa. Dalam pertemuan
Loki dengan Freya, sang narator menguraikan reaksi Freya setelah mendengar
suara Loki.
Ihr zitternder Klang tat ihr weh. Sie wußte nicht warum. War es das
Rauschen des Asenblutes, das ihr jetzt in den Kopf shoß, oder Mitleid mit
dem Unrastvollen und Abgehetzten? (Loki 130)
Sementara dalam contoh kutipan lain, suara dalam dan kasar Loki mengesankan
suatu perasaan asing dan mengintimidasi, dalam kutipan di atas, ada pula kesan
bahwa bagi Freya suara tersebut menimbulkan perasaan lain—yaitu suatu kesan
agung yang mungkin berasal dari garis darah keturunan Loki, dan juga kesan
“keresahan dan keletihan” dalam suara tersebut yang memancing rasa belas
kasihan Freya.
Ciri-ciri suara Loki yang tergambar dalam novel, dipasangkan dengan ciri-
ciri matanya, memiliki kemiripan dengan tipe tokoh pra-Byronic lain yang disebut
kelompok kecil yang bersifat organik seperti sekelompok bandit, perampok, atau
memesona atau berhati lembut” dan mereka adalah individu berjiwa pemimpin
pribadinya, seperti halnya suaranya yang tegas (commanding voice), atau matanya
47
yang selalu awas, gelap, dan mengintimidasi.”
Meskipun begitu, tokoh Loki dalam ceritanya tidak memiliki pengikut atau
pengabdi yang setia. Ia sering kali bertindak sendiri dan hanya untuk kepuasannya
sendiri pula. Hal ini merupakan karakteristik khas Byronic Hero—sifatnya yang
mimpi Thor dan Odin, bahwa Loki memandu sepasukan raksasa dan kurcaci
(Loki 119-120); dan dekat pada akhir cerita, saat Loki memancing serangan kaum
Karakter Loki aslinya merupakan satu dari sedikit tokoh trickster yang ada
untuk menelaah motif dan arketipe trickster, namun pandangan yang disetujui
secara luas di antara para ilmuwan, adalah bahwa hal yang mendefinisikan tokoh
trickster bukanlah hanya sifatnya yang suka menipu (Clinton, 2005: 472), tapi
yang terutama aspek dualitas dalam penokohannya dan aspek yang merefleksikan
rasa bersalah, takut, dan cemas suatu kebudayaan—suatu hal yang psikologis Carl
(Clinton, 2005: 475). Dalam mitologis Nordik, dualitas dalam tokoh Loki dapat
48
dilihat dari ayah dan ibunya adalah raksasa dan dewi (para dewa dan raksasa
dalam mitologi Nordik secara umumnya dipandang sebagai dua kekuatan yang
bertentangan antara baik dan jahat), dari kemampuannya untuk berubah wujud
manusia namun juga dalam menyebabkan kematian Balder dan memandu para
tipuan dan akal bulus, namun dalam aspek “baik dan jahat” Loki jelas-jelas hanya
merepresentasikan satu sisi yaitu “jahat”. (Penjelasan lebih lanjut dalam subbab
4.3.3.)
dibahas bagaimana motif mata dan rambut Loki sering muncul secara
Contohnya pada adegan di mana Loki pertama kali muncul di hadapan dewa-dewi
Kata sifat yang melekat pada kedua motif tersebut adalah “hitam” dan “malam”,
49
dan keduanya mengesankan suasana kelam.
Aber nicht das weiße Gewand der Freude rann um seine ragenden Glieder;
schwarz schloß sich ein düsteres Kleid am Hals zu, schwarz wie seine
Augen und Locken. (Loki 47)
berujar:
„Komm her, düsterer Gesell. Trink mir allein Bescheid, wie ich dir!“ (Loki
49)
Dari dua kutipan ini, dapat dilihat bahwa penampilan Loki berhubungan
motif-motif lain yang serupa dengannya menjadi salah satu motif yang paling
“düster”, “finster”, “dunkel“, dan lain sebagainya yang sering muncul sebagai kata
sifat untuk Loki. Motif-motif tersebut lantas menjadi motif yang memberi detil
pada Loki (detailbildende Motiv), dan juga Leitmotiv yang paling khas tentangnya.
Dalam babak-babak tersebut, sering kali sang narator akan menceritakan kisahnya
dari sudut pandang tokoh lain, umumnya orang-orang yang menjadi korban
perbuatan Loki. Maka, alih-alih menyebutkan nama Loki dalam teks babak
kejadian-kejadian di dalamnya adalah ulah Loki. Petunjuk ini sering kali (meski
bukan hanya) berupa motif-motif seperti mata dan rambut gelapnya atau motif
50
gelap lainnya, diikuti dengan petunjuk-petunjuk lain seperti tindakannya atau
interaksinya dengan tokoh lain (terutama dengan tokoh Sigyn). Nama Loki lantas
baru akan disebutkan di akhir babak, saat rencana Loki telah terlaksana dan
sebelumnya, bahwa sosok pelaku misterius yang diceritakan dalam babak tersebut
Sebagai contoh dari poin di atas, berikut ini satu kutipan diambil dari
babak tujuh:
Sie wandte sich um, und vor ihr stand ein Fremdling mit schwarzem Haare
und dunklen Augen. … Der Dunkle fing ihre Blick auf. Und jedes Wort
betonend, begann er: „Eben auf jenem Wege fand ich diesen Ring und
diese Kette . . .“ (Loki 66-67)
Dalam kutipan di atas, Loki diceritakan mendatangi tokoh bernama Berchta, putri
ditunjukkan dalam kutipan tersebut, hal pertama yang Berchta perhatikan untuk
mengidentifikasi Loki, adalah mata dan rambutnya yang berwarna gelap dan
Odin untuk mengambil nyawa seorang putra raja Norwegia yang bernama Harald
terhadap satu sama lain saat berhadapan dalam medan perang. Meskipun dengan
berat hati, Kara tetap melaksanakan tugas Odin dan menusuk jantung Harald
51
melarikan diri setelah kematian pemimpinnya.
In der Donnerlärme der Flüchtigen sah niemand den schwarzen Reiter, der
hinter Haralds Roß herjagte... (Loki 77)
Penunggang kuda misterius tersebut lantas membawa jasad Harald ke dalam hutan
mempertemukannya kembali dengan Kara. Sampai pada titik cerita ini, tidak
disebutkan nama Loki, namun pembaca sudah bisa menebak bahwa “penunggang
hitam misterius” tersebut adalah dia. Baru pada akhir babak, saat Odin diceritakan
Odin mengkonfirmasi tebakan pembaca bahwa hal tersebut adalah perbuatan Loki.
kegelapan yang menempel pada tokohnya juga menyiratkan pertanda buruk yang
Mit schlaftrunkene Augen sah er zur Seite, wo sein Weib Frigg ruhte. Aber
nur schwarzer Nebel stieg aus ihrer Lagerstatt auf. (Loki 4)
„Die Asengötter werden schwere Träume haben. Urd dräut aus dunkelem
Himmel...“ (Loki 5)
Malam saat Loki lahir berkaitan erat dengan tiga hal: langit malam yang
52
amat kelam, kabut hitam yang muncul dari setiap tempat tidur para dewi, dan
bulan merah yang “terbelah dua” menjadi bulan sabit pucat. Seperti yang terlihat
dalam kutipan tersebut, banyak motif bernuansa gelap yang dimasukkan ke dalam
narasinya dan sementara itu, motif bulan yang terbelah dua dapat diartikan
sebagai pertanda bahwa Loki dilahirkan ke dunia sebagai sebuah faktor yang
terwujud seiring Loki beranjak dewasa dan mulai menentang para dewa-dewi
yang lain. Babak kesebelas dalam novel dibuka dengan adegan di mana Odin
mengumpulkan para dewa dan dewi untuk menceritakan mimpi buruk yang baru
saja ia alami. Di dalamnya, Loki memimpin satu pasukan raksasa menuju Valhalla.
Lalu Thor pun menceritakan mimpinya juga, yang di dalamnya Loki memimpin
para kurcaci. Dalam mimpi kedua tokoh tersebut, mata dan rambut Loki menjadi
„Den hatte ich gesehen! Hier in Walhall und unten auf der Erde! Der hatte
düstere Augen und finsteres Haar. Nur lachen konnte er jetzt...“ (Loki 119)
„Und näher schreitet der Fremde mit langsamen Schritte, und noch ist er
weit von meinem Sitze, da erkenn' ich die düsteren Augen under dem
nachtfinsteren Haare.“ (Loki 120)
Salah satu teori mengenai nama “Loki” adalah bahwa nama tersebut berasal dari kata yang
17
berarti “simpul”. Hal ini bisa jadi merujuk pada ibu Loki, seorang dewi yang bernama Laufey
atau juga Nal. Nama “Nal” berarti “kurus seperti jarum”. Kemungkinan lain adalah bahwa
nama Loki berkaitan dengan ceritanya dalam mitologi sebagai penemu jaring ikan yang dibuat
dengan tali yang diikat menjadi simpul berulang-ulang. Secara figuratif, Loki dapat dikatakan
sering “menjerat dan menjaring” para dewa lain ke dalam masalah. Ada satu interpretasi lain
yang mungkin ditarik dari nama Loki: yaitu bahwa Loki dapat dikatakan berperan sebagai
“simpul” yang mengacaukan kehidupan para dewa Aesir yang pada awalnya seperti satu
“garis/tali lurus”. (McCoy, 2016)
53
Loki dan bagaimana ia menghasut manusia di bumi untuk berhenti patuh pada
para dewa-dewi Aesir, seperti dalam cerita babak sebelumnya. Setelah itu
Heimdal menyimpulkan:
“Unheil schwebt über uns und unserer Herrschaft. Riesen, Zwerge und
Menschen, . . . alle Welten stehen wider uns auf!” (Loki 124)
Maka, pertanda buruk yang muncul pada malam kelahiran Loki kini dapat
dimaknai jelas sebagai keberadaan Loki yang mengancam kekuasaan para dewa-
Poin ini mendukung apa yang Rudolf Steiner (1900: 99) tulis mengenai
So wahr es ist, dass innerhalb des Friedens und der Ordnung die guten
menschlichen Eigenschaften gedeihen, so wahr ist auch, dass das alte Gute
von Zeit zu Zeit zerstört werden muss. Diese zerstörende Kraft des
Daseins setzt Jacobowski in der Gestalt Lokis der erhaltenden Göttern, den
Asen, entgegen.
pesta pernikahan Balder, ia pergi ke tempat kediaman Urd. Di sana, Urd membaca
“... ich bin nicht stärker als der geringste der Asen. Nur eins macht ihre
Brust beben und ihre Kniee wanken: Aus Dämmern hebt sich ihr
schreckliches Geschick klar meinen bohrenden Augen.” (Loki 54)
Seperti yang telah dibahas dalam bab II, salah satu karakteristik Byronic
Hero adalah kelebihan individual yang membedakan tokoh tersebut dari orang
54
pada dewa-dewa lain. Loki bahkan diceritakan memiliki kepintaran yang lebih
daripada siapa pun di antara dewa-dewi Aesir. Hal ini disebutkan melalui ujaran
Heimdal:
“Ich fühle die Pfosten Walhalls beben. Und der Erde ragende Pfeiler. Wenn
Balder nicht hilft, schützt uns Thors Hammer nicht mehr. Loki ist listiger
als alle Asen Walhalls!” (Loki 117)
Namun, yang membuat Loki bahkan lebih cerdik lagi adalah kemampuan
Dalam adegan di mana ia pertama kali dibawa ke hadapan Odin dan Bragi
Und Bragi ging. – Ihm folgten die Götter schweigsam. – Und den
schweigsamen Göttern folgte Lokis leuchtender Blick. (Loki, 30)
Seperti yang telah dibahas dalam subbab 4.1.1 dan 4.2.1, mata Loki sering
kali digambarkan dengan kata sifat seperti muram dan gelap, dengan tatapan yang
(“leuchtend”), sementara kata sifat tersebut biasanya lebih sering digunakan untuk
mendeskripsikan Balder atau Nanna—dua tokoh yang disebut sebagai “Lichte der
55
kaum Aesir untuk memperlakukan Loki dengan baik. Bukan hanya Bragi, Odin
wantikan hal yang sama kepada seluruh penduduk Valhalla. Kaum Aesir berharap
dan membantu mereka dalam perselisihan melawan kaum raksasa. Selain itu,
mereka juga berharap untuk menghindari pengetahuan akan masa depan mereka—
sesuatu yang tidak seharusnya mereka ketahui dan jika mereka tahu, hanya akan
lain, terutama dalam konfrontasi langsung. Seperti dalam adegan di mana Loki
kembali bertemu dengan para dewi yang dulu menyakitinya sebagai bayi: dalam
ketakutan dan mendorong Nanna dan Freya ke arah Loki (Loki, 34).
menolak untuk menunjukkan rasa takut pada Loki—tampak ketakutan saat Loki
Thor ließ ensetzt die Faust fallen. Mit bleichen Wangen starrte er ihn an.
Wenn Loki weitersprach, dann schlich die Waissagung über Thors
Geschick in jedem Augenblicke durch sein Gehirn und tropfte Gift in den
Jubel jedes erlebten Tages, in das Glück jeder genossenen Freude. (Loki,
160)
takdir mereka. Bragi, seperti yang ditunjukkan dalam kutipan di awal, telah
menyebutkan bahwa takdir yang kelam menanti kaum Aesir. Hamilton (2017),
dalam ensiklopedinya menulis bahwa hal yang sama juga tercermin dalam
56
mitologi Nordik. Ia menjelaskan bahwa para pahlawan dan dewa Nordik
keputusasaan, dan bahkan telah diramalkan untuk menemui akhir yang suram.
Namun, semangat juang dan tabah inilah yang memberi kisah mereka nuansa
Semangat juang ini juga muncul dalam novel, dalam karakteristik Balder.
Ia merupakan satu-satunya tokoh yang diceritakan tetap berdiri tegak bahkan saat
“Die weise Urd ist gütig und gerecht. Soll ich jung sterben und auf
flammenden Scheiten liegen, ihr Wille ist gütig und gerecht. Aber meine
Tage in Walhall löscht du nicht aus, Loki!” (Loki, 50)
dapat dimengerti kenapa dalam kutipan di awal subbab ini, Heimdal menyebutkan
bahwa hanya Balder yang dapat menolong kaum Aesir melawan kecerdikan dan
bersama dengan kematian Balder. Hal ini berkaitan dengan bagaimana motif
kemampuan meramal Loki ikut membangun motif plot yang lebih besar, yaitu
motif perselisihan antara yang “baik dan jahat”, yang akan dibahas lebih jauh
Nama “Balder” berarti “gagah” dan/atau “berani”. McCoy menulis dalam bukunya The Viking
18
Spirit, bahwa nama tersebut mengesankan keinginan yang kuat untuk pergi bertarung. Namun
Snorri dalam versi Edda-nya justru menggambarkan sosok Balder lebih sebagai “penderita
pasif yang lugu dan tak berdosa.” Sementara itu, Jacobowski mungkin menggambarkan Balder
dengan sama lugu dan tak berdosanya, namun Balder dalam novel Jacobowski tidaklah begitu
pasif, seperti yang terlihat dalam sikapnya saat berhadapan dan bertentangan dengan Loki.
(Lebih lanjut mengenai penokohan Balder akan dibahas juga dalam subbab 4.3.3.)
57
dalam subbab 4.3.3.
anggota suatu kelompok sosial, satu bentuk cemoohan dan penghinaan, dan juga
penggunaan motif tawa dan ketiadaan tawa. Pada awal cerita, setelah kelahirannya,
Loki berhenti tertawa saat ia sebagai bayi merentangkan tangannya untuk meraih
Frigg dan Frigg menampar tangan tersebut dan sejak saat itu Loki tidak pernah
terlihat tertawa.
… mit der flachen Hand schlug sie hart die Kinderfinger nieder, die sich
nach ihr ausgestreckt hatten. Da erschrak der kleine Gott und zitterte. Das
Lachen verschwand. … Von diesem Tage an hatte Loki das Lachen
verlernt. (Loki 9)
Loki menghadapi penolakan dari orang di sekitarnya. Jika dilihat dari perspektif
seorang anak, setiap pengalaman pertamanya akan dirasa sebagai suatu hal yang
baru dan karena itu akan meninggalkan kesan yang lebih dalam. Begitu pula aksi
dan ekspresi penolakan dan kebencian yang Loki terima sebagai bayi dari orang
dewasa di sekitarnya, menjadi hal yang berdampak besar pada karakternya. Maka,
motif tawa Loki yang hilang dapat dilihat sebagai suatu simbol atas luka batin
yang Loki terima sebagai anak-anak, disebabkan oleh penolakan dan pengasingan
Contoh penggunaan motif tawa sesuai uraian tersebut dapat dilihat dalam artikel yang
19
menganalisis motif tawa dalam dua cerita pendek karya Nathaniel Hawthorne.
(literatureessaysamples.com, 2020)
58
yang dilakukan oleh orang-orang yang ia kira akan menerima dan merawatnya
Ironisnya, dengan tidak tertawa, hal tersebut justru menambah faktor yang
secara sosial menjauhkan Loki dari orang lain. Dalam adegan di mana para dewi
berkumpul dan membicarakan tentang bayi Loki, tokoh istri Widar dan Wali
„Er lacht nicht,“ … „Fremd ist seine Art, wie ich Kinder nie gesehen. Er
lacht nie!“ (Loki, 9)
Para dewi yang merawat Loki berpikiran bahwa sebagai anak kecil, Loki
seharusnya tertawa. Dengan tidak tertawa, Loki lantas tampak ganjil di mata para
orang dewasa.
remaja pertama kali bertemu dewa-dewi lain—Thor, Balder, Heimdal, Nanna dan
akhirnya membalas sapaan mereka, mereka tampak lega. Namun lantas mereka
melihat bahwa Loki tidak tersenyum bersama mereka, dan Balder pun bertanya:
“Du lachst nicht?” fragte Balder zärtlich. „Lachen? Was ist das?“ klang
Lokis Stimme tief und rauh. Und die jungen Götter schauten erst den
Frager und dann einander groß an. (Loki, 22-23)
terbawa hingga masa dewasanya. Dalam satu adegan di mana Widolf si petani
membicarakan tentang Loki yang menyamar sebagai pandai besi, Widolf berujar
„Ja, der Schmied! Gegen den schmeißt ihr scheele und schife Blicke, weil
er ein Fremder ist und düstere Augen hat und nicht lachen kann.“ (Loki,
107)
Dalam kutipan di atas, motif Fremder muncul bersamaan dengan motif matanya
59
yang gelap dan ketidakmampuan Loki untuk tersenyum atau tertawa.
Mit der Kraft eines Gottes preßte er seine Empfindung nieder und
lächelnden Mundes schritt er auf sie zu. (Loki 43)
Mereka pun bertukar sapa dengan ramah, namun lantas perbincangan mereka
Loki terima semasa kecilnya dan bahkan menanyakan tentang takdir Balder dan
kaum Aesir. Saat Nanna meminta Loki untuk menolong Balder menghindari takdir
tersebut, Loki pun merasa marah, menolak, dan Nanna sekali lagi memanggilnya
sebagai orang yang berasal dari kaum orang jahat (“Du bist von gemeinem Volke,
und gemein sind Sinn und Sinnen bei dir.” (Loki, 45)). Adegan tersebut diikuti
dengan pernyataan perang Loki dalam acara pernikahan Balder, dan juga
Salah satu isi hati Loki tersebut berupa ratapan, mengenai kesempatan yang tidak
bisa ia dapatkan untuk berbahagia, karena Nanna tidak dapat menerima Loki
sebagaimana dirinya:
Sanft wäre ich geworden wie ein gezähmtes Hirschlein, wenn ihre Augen
die meinen gegrüßt! … Sanft wäre ich geworden und hätte lachen gelernt!
(Loki 53-54)
Pengandaian tersebut, tentang apa yang mungkin terjadi seandainya Loki sekali
lagi bisa tertawa dengan tulus, muncul juga di babak lain, pada titik cerita di mana
60
Freya akhirnya menyadari cintanya untuk Loki dan ia berputus asa karena Loki
Und wenn Loki gekommen wäre und hätte nur einmal gelächelt, gelächelt
ohne böse Falten über den starken, schwarzen Brauen, lachend und jubelnd
wäre sie ihm an den Hals geflogen, gleichgültig, ob Walhall und die ganze
Welt als Verderber und Heimtückischen ihn haßte und mied! (Loki 135)
relasi dengan orang lain, dan bagaimana ia nantinya justru jadi pihak yang tidak
Maka, motif tawa Loki yang baru juga menunjukkan satu bentuk
“korban” yang diasingkan oleh kaum Aesir, dan berubah menjadi “pemberontak”
yang menentang kaum Aesir. Dalam babak tujuh, satu adegan menceritakan
bagaimana tawa Loki bergema, sementara Odin mendekap tubuh kekasihnya yang
Tawa Loki, yang digambarkan terdengar sinis, lantas menjadi semacam pertanda
buruk bagi kaum Aesir, seperti saat Odin mendengar tawa tersebut sekali lagi
„Der hatte düstere Augen und finsteres Haar. Nur lachen konnte er jetzt,
daß mir das Blut im heißen Herzen fror.“ (Loki 119)
Tawa tersebut menjadi salah satu bentuk balas dendam Loki. Loki akan tertawa
setiap kali ia berhasil membawa derita dan menghina orang lain. Seperti pada satu
61
waktu ia menghina Freya yang berusaha mendekatinya:
“Es ist Zeit, daß du den Brautschleier bindest, Freyja! Fahr' zu den Riesen,
oder den Zwergen. Dort schlüpft dir gerne einer unter die Schürze.” Da
hatte sie aufgeschrieen. Aber Loki war schon weit fort, und nur sein
Hohnlachen wehte noch zurück. (Loki, 135)
Dengan demikian, motif tawa Loki menjadi salah satu motif yang paling
Kindesmishandlung dan motif suaranya yang kasar (lebih jauh dibahas dalam
subbab 4.3.1) serta dengan motif kisah cinta tragisnya (lebih jauh dibahas dalam
Hero, sementara motif tawa Loki yang baru, yang digambarkan sebagai tawa sinis
dan sering digunakan untuk menghina dan mencemooh, dapat dikatakan memiliki
Motif orang asing (“Fremder”) juga melekat pada tokoh Loki seperti yang
ditunjukkan dalam beberapa kutipan novel di bawah ini. Dalam kutipan berikut,
narasi mengambil sudut pandang Berchta, kekasih rahasia Odin yang juga seorang
Sie wandte sich um, und vor ihr stand ein Fremdling mit schwarzem Haare
und dunklen Augen. (Loki, 66)
Motif tersebut juga muncul dalam babak yang menceritakan revolusi para petani
„Ja, der Schmied! Gegen den schmeißt ihr scheele und schiefe Blicke, weil
er ein Fremder ist und düstere Augen hat und nicht lachen kann.“ (Loki,
107)
62
Masih dalam babak yang sama, dalam ujaran salah seorang budak:
„Wißt ihr noch, was der Schmied euch gesagt und geraten? Fremd und
finster ist sein Wesen, aber tief und tönen seine Stimme und seine Weisheit
würdig und gewichtig.“ (Loki, 111)
Ein Fremder stand vor ihm, plötzlich, wie aus der Erde gestiegen. Schwer
hing ihm der Hut ins Gesicht, aber unter den schwarzen, dichten Brauen
zuckten die Augen heiße Blitze. (Loki, 186)
narasi yang mengambil perspektif dari seorang manusia bumi. Kata tersebut
diikuti dengan motif-motif lain seperti halnya motifnya yang gelap dan muram,
ketiadaan tawa atau senyumnya, dan suaranya. Dengan begitu muncul keterkaitan
Motif yang sama namun sedikit berbeda dari motif tersebut adalah motif
“orang luar” (“Außenseiter”). Motif “orang asing” lebih sering muncul saat narasi
cenderung lebih kentara dalam konteks posisi Loki dalam kalangan dewa-dewi—
atau lebih tepatnya, di luar kalangan dewa-dewi. Sejak dari masa kecil hingga
dewasa, Loki telah diperlakukan sebagai orang luar oleh para dewa-dewi Aesir
meskipun ia memiliki darah keturunan orang Aesir yang ia dapatkan dari ibunya
berikut:
63
sein über die ganze hochmütigen Asensippe! (Loki, 44)
untuk melakukan skandal dengan para kurcaci, Loki pikir ia telah berhasil
berjudul “Streit in Walhall”, motif “orang luar” ini muncul kembali. Dalam
Am Ufer steht Loki und horcht. Von Walhall herüber klingt das Getose
rasselnder Schwerter und jubelnder Becher. … Wieder jauchzt es durch die
Halle, und brausendes Gelächter tönt aus den klirrenden Türen. … Und
nur er war ausgeschlossen! Er allein stand jenseits der Höhen des Himmels
und hatte nichts als die schwarzen, eintönigen Wellen des Thund und das
lockende Gold des stillen Hains drüben, der die Walhallburg verdeckte.
(Loki, 151-152)
melintasi padang rumput dan memasuki Valhalla. Loki, merasa iri, mengikuti
Balder dan menerobos masuk ke dalam aula emas di mana para dewa tengah
berpesta. Kemunculan Loki jelas-jelas tidak disambut dengan ramah oleh para
dewa-dewi dan perkataan mereka kepada Loki jelas menunjukkan betapa mereka
“Wen suchst du hier?” … „Was willst du von uns?“ … „Keiner der Asen
verlangt nach dir,“ … „Geh' heim zu Hel! Hier in Walhall spricht keiner
als Lokis Freund!“ (Loki, 156)
tempat duduk dalam aula tersebut dan minum bersama mereka. Ia pun dengan
halus memeras Odin, mengambil tempat duduk untuknya sendiri, dan lantas
mencela dan mencemooh beberapa orang yang hadir di pesta. Ia tidak mengalah
saat Thor menyuruhnya keluar, dan baru pergi meninggalkan Valhalla saat Balder
yang dengan halus namun tegas menyuruhkan pergi. Pengusiran ini membuat
64
Loki merasa terhina juga.
Jika dilihat dari awal cerita, Loki telah diperlakukan sedemikian rupa
bahkan sedari waktu kelahirannya. Rasa benci dan tidak suka kaum Aesir terhadap
Loki pada awalnya berasal dari kondisi kelahirannya yang misterius, bahwa tidak
seorang pun mengetahui siapa ayah dan ibu yang melahirkannya. Namun,
kenyataan bahwa ibunya adalah salah seorang dari dewi Aesir menyiratkan bahwa
suaminya.
Wohl dachte jeder der Asen an sein Weib, aber die Lippen jedes schlossen
jeden finsteren Gedanken zu. Dafür sprachen sie immer wieder den
fremdlichen namen „Loki“. Und sie sprachen ihn mit heimlichen Grolle.
(Loki, 7)
tokoh Loki dalam novel Jacobowski dengan tokoh Loki dari mitologi asalnya.
Dalam mitologi Nordik asalnya, Loki tinggal bersama dengan dewa-dewi Aesir
dikenal sebagai satu tokoh trickster atau dewa penipu. Sementara dalam novel
Jacobowski, dengan mengubah Loki menjadi seorang yang asing dan orang luar,
Byronic Hero.
65
tokoh Byronic Hero dari tokoh antagonis tipikal adalah karakternya yang dapat
menarik rasa simpati (lihat subbab 2.2.1). Alur cerita atau motif seperti sifat
karakter tertentu atau kisah tragis karakter dapat digunakan untuk membangun
rasa simpati pembaca. Dalam cerita Loki, motif pertama yang menarik simpati
Kelahiran Loki yang tiba-tiba, tanpa ada yang mengetahui ibu dan ayahnya,
Eine Asin ist seine Mutter. Wer, weiß Urd nicht, auch nicht seinen Vater,
[…] Wohl dachte jeder der Asen an sein Weib, aber die Lippen jedes
schlossen jeden finsteren Gedanken zu. Dafür sprachen sie immer wieder
den fremdlichen Namen „Loki“. Und sie sprachen ihn mit heimlichen
Grolle. (Loki, 7)
Maka, berita kelahirannya pun tidak diterima dengan begitu baik oleh
kaum Aesir. Para dewa curiga dan berburuk sangka terhadap istrinya masing-
masing, bahwa salah satu di antara mereka mungkin telah berselingkuh dengan
seorang raksasa, kurcaci atau manusia bumi. Sementara itu, para dewi merasa
resah dengan perasaan curiga yang mereka terima dari para dewi. Dengan
demikian, kelahiran Loki membawa suatu rasa perselisihan di antara sesama Aesir.
perintah Urd untuk merawat Loki dengan enggan. Seperti yang telah disebutkan
dalam subbab 4.2.3, saat Frigg sebagai dewi yang mendapat giliran pertama dalam
tugas itu pergi untuk merawat bayi Loki, ia bersikap dingin dan bahkan kejam,
yang menyebabkan Loki kehilangan senyum dan tawanya. Setelah itu, Loki
bahkan tidak menangis saat para dewi menampar, memukul, menjatuhkannya atau
memberinya makan dengan cara yang kasar. Saat para dewi berbicara satu sama
lain, dan mengakui perlakuan mereka terhadap Loki, mereka justru merasakan
66
suatu rasa kebersamaan. Mereka lantas tidak memandang perlakuan mereka
terhadap Loki sebagai suatu penganiayaan, namun sebagai suatu hal yang
kejam mereka lantas dirasa lebih sebagai suatu bentuk keadilan sosial yang juga
membangun rasa keanggotaan dalam kelompok sosial para dewi. Hal ini pun
Pada satu waktu, Loki pun sadar akan hal ini. Saat ia bertemu kembali
dengan para dewi dan mengingat perlakuan kejam mereka, ia dilanda rasa amarah.
Namun para dewi justru mencela sikapnya dan Loki membantah perkataan
“Eis hat er im Herzen, dieser Ase!” … „Ja, Eis, denn aus Eisbechern hast
du mir Schneewasser durch Zähne gejagt. Wie soll ich in der Brust warm
sein!“ „Ein Eber kreischt so auf, wie du gegen Frauen!“ … „Ja, heißes
Eberblut hast du mir zwischen die Lippen gezwängt. Wie soll ich scheu
sein gleich Lerche und Lamm!“ „Wölfisch ist deine Herkunft, nicht von
Asenstamm!“ … „Ja, denn Wolfschaum stricht du mir über die Zunge!
Wie soll ich sanft sein gleich Ammer und Schaf!“ (Loki 34)
Percakapan di atas menunjukkan dua sudut pandang: yang satu merupakan sudut
pandang para dewi yang menganggap dan menuduh Loki sebagai pihak yang
bersifat kasar dan tidak pantas, sementara Loki membalas tuduhan mereka dengan
berkata bahwa sikapnya tersebut tidak lain merupakan hasil perlakuan kejam
pada beberapa hal, seperti ketiadaan tawa dan senyuman (“verlorenes Lachen”)
dan hatinya yang keras (“hartes Eisherz”). Terutama dalam hubungannya dengan
motif ketiadaan tawa—yang juga terhubung dengan motif suaranya yang kasar
67
(seperti yang sempat disebutkan dalam subbab 4.1.3)—deskripsi suara Loki yang
terdengar kasar dapat menyiratkan suatu cacat fisik yang disebabkan oleh
penganiayaan yang ia terima. Bisa jadi, akibat apa-apa saja yang para dewi telah
beda. Banyak adegan dalam cerita tidak mengambil sudut pandang tokoh Loki;
kenyataannya setengah dari mereka justru mengambil sudut pandang dari tokoh-
tokoh yang menjadi korban Loki. Adegan kekejaman yang Loki alami sebagai
bayi pun mengambil sudut pandang dari tokoh para dewi. Namun, motif
Kindesmishandlung ini masih dapat menarik simpati pembaca untuk Loki. Pada
satu sisi, motif tersebut yang muncul sebelum motif kekejaman Loki
menunjukkan bahwa Loki sendiri pada awalnya tidaklah jahat. Motif ini juga
menunjukkan bagaimana orang-orang yang Loki lawan tidak pula semuanya tak
berdosa, karena mereka merupakan sebagian besar dari alasan kelakuan jahat Loki.
tersebut juga menjadi alasan di balik kepribadian pemurung Loki. Ini juga
Akibat dari diskriminasi yang ia hadapi dari kaum Aesir, Loki memiliki
pengalaman betapa sulitnya hidup sebagai rakyat miskin. Setelah diasingkan dan
dibiarkan hidup sendiri oleh para dewa-dewi lain, ia harus belajar menghidupi diri
sendiri dari alam di sekitarnya. Seperti yang ditunjukkan dalam adegan di mana ia
68
berusaha untuk bercocok tanam, Loki digambarkan mengalami kesulitan karena
iklim tempat ia tinggal begitu dingin hingga tanahnya pun keras dan beku. Saat
Loki bertanya mengenai kerasnya hidup kepada Sigyn, Sigyn menceritakan betapa
berbeda hidup sebagian orang lain, terutama kaum Aesir yang tinggal di Valhalla:
Da lachte Sigyn höhnisch: „O weise Welt der Asen! Über Luft und Sonne
gehen die einen, greifen rechts und links in die lieblichen Lüfte und fassen
feste Früchte und segenschwere Halme. Und die anderen kriechen mühsam
über Kluft und Klippe; und zerren die Hände an der rauben Erde, leer sind
sie und feucht nur von eigenem Schweiße.“ (Loki 14)
berkaitan dengan kesenjangan antara kelas-kelas sosial. Hal ini juga yang nantinya
mereka di bumi; terutama pada babak terakhir dalam novel, ia membujuk para
petani miskin untuk menyerang desa atau kerajaan Balder. Dalam persuasinya, ia
“Wer bist du, daß du deine Bauernhand gegen Edelinge erhebst? – Eine
Wesen, halb Menchs und Halb Tier, barbeinig und wolfsgrau, das nie
Sonne getrunken, weil andere sie dir gestohlen.” (Loki 189)
Deskripsi dalam ujaran tersebut memiliki kemiripan dengan kondisi hidup Loki
bahwa Loki mengerti perasaan para petani yang harus hidup dengan bersusah
payah dengan keadaan alam yang menyulitkan, terutama karena ia sendiri telah
mengalami hal yang serupa. Maka, ia pun meyakinkan para petani untuk
melakukan hal serupa dengan apa yang telah ia lakukan: yaitu untuk menentang
69
memedulikan keadaan sulit mereka. Pilihan Loki tersebut juga mencerminkan
namun dengan keinginan untuk membawa penderitaan dan kekacauan pada orang-
Kisah cinta yang tak berakhir bahagia juga sering menyertai kisah
sebagai lyrische Motiv yang lebih sering muncul dalam puisi, namun dalam novel
Loki, motif ini digunakan dengan efek yang lebih dramatis. Ada dua sisi atau
bagian dalam cerita yang berkisar pada motif unglückliche Liebe dan keduanya
Bagian pertama berkenaan dengan Loki yang telah jatuh cinta pada Nanna
yang tampak lugu dan lemah lembut—pada masa remajanya merasa takut pada
Loki dan berakhir menikahi Balder. Pada hari pernikahannya, ia bertemu Loki
bersikap ramah dan terbuka kepada Loki, kebencian Loki terhadap Balder serta
rasa pahit yang ia rasakan saat mengetahui bahwa Nanna tidak akan pernah
70
mendeklarasikan perang terhadap kaum Aesir.
Dalam adegan berikutnya, di mana Urd melihat ke dalam isi hati dan
pikiran Loki, pembaca pun mendapatkan gambaran atas perasaan Loki, yang
setengahnya berkenaan dengan rasa sakit hati dari cintanya pada Nanna yang tak
berbalas.
Sanft wäre ich geworden wie ein gezähmtes Hirschlein, wenn ihre Augen
die meinen gegrüßt! Und aller Jammer der jungen Jahre wäre einem jähen
Jauchzen gewichen. Und wäre gehorsam gewesen dem greisen Odin,
Widar, Bragi und Wali, und Freund dem donnernden Thor, dem tölpischen
Heimdal und jedem zechenden Einherjer. Freund sogar dem lichtgelockten
Balder! Und hätte die grausame Frigg ehrfürchtig gegrüßt und die anderen
Frauen. „Sanft wäre ich geworden und hätte lachen gelernt!“ (Loki 53-54)
memiliki perasaan dan mampu belajar tentang cinta dan kasih sayang dan dapat
belajar kembali caranya tersenyum dan tertawa dengan tulus. Ia percaya bahwa
menjadi lebih baik. Namun kesempatan tersebut tidak diberikan untuknya dan hal
sebelumnya menjadi alasan dan dasar pemberontakan Loki, motif cintanya yang
tak berbalas untuk Nanna menjadi titik mula aksi pemberontakan tersebut.
Bagian kedua yang berkaitan dengan kisah cinta tak berbalas muncul saat
Freya akhirnya menyadari cintanya untuk Loki. Namun, pada titik tersebut, Loki
telah begitu jauh dalam rencananya melawan kaum Aesir, ia bahkan tidak bisa
menerima kenyataan bahwa Freya—seorang dewi Aesir dan juga saudari Balder—
“Urds Geschick ist schlimm. In Flammen sollst du für mich brennen, und
ich soll kalt und stumm sein. Deine Hand sucht mich, und ich sehe sie
nicht. Vor mir liegst du, und ich achte deiner nicht und schreite über dich
hinweg. Loki hassen ist schlimm, schlimmer ist, ihn lieben!” (Loki, 133)
71
Dari pembahasan di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa motif
untuk memberinya kemiripan dengan tokoh Byronic Hero lain—ia juga memiliki
fungsi lain. Ia memberikan suatu dinamik dan kontras dalam perkembangan alur
dan tokoh dalam novel. Loki merupakan tokoh yang cintanya ditolak pada awal
cerita dan setelah perkembangan tokohnya, ia menjadi tokoh yang menolak cinta
orang lain. Dinamik ini memberi motif unglückliche Liebe fungsi Spannung.
Sementara itu, jika dilihat dari prinsip fungsi Polarstruktur, penggunaan motif
tersebut dalam alur cerita Loki dapat diinterpretasikan sebagai berikut: jika cinta
tak berbalas Loki terhadap Nanna diartikan sebagai ketiadaan kesempatan untuk
Loki memperbaiki dirinya di mata orang Aesir, maka cinta tak berbalas Freya
untuk Loki dapat diartikan sebagai ketiadaan kesempatan bagi kaum Aesir untuk
Jacobowski bisa jadi hal yang menarik. Hal ini mengingat masa abad ke-19 pada
tentang definisi dan patokan moral, tentang nilai baik-buruk dan baik-jahat yang
dibagi dalam tiga risalah. Risalah pertama membahas tentang nilai baik-buruk.
72
Nietasche meyakini bahwa nilai-nilai yang dipandang baik dalam suatu
tersebutlah yang dipandang sebagai orang-orang yang “baik”. Lambat laun sifat-
“kebaikan” diasosiasikan dengan sifat-sifat yang tipikal dimiliki oleh kasta yang
bagaimana penilaian atas apa yang baik dan jahat diukur dari apakah seseorang
memiliki rasa kepedulian atas kesejahteraan orang lain, serta mendukung dan
pada nilai baik dan buruk yang eksklusif lalu menjadi nilai baik dan jahat yang
budak.” Dalam pemberontakan tersebut, mereka yang berasal dari kasta bawah
nilai-nilai eksklusif yang dipaksakan oleh para kalangan kelas atas. ("Friedrich
bawah yaitu para petani dan budak merasa jemu atas kesewenang-wenangan kelas
atas yaitu para bangsawan. Mereka—juga atas sugesti dari Loki—percaya bahwa
73
dengan kaum bangsawan Jarl sebagai kelas yang berkuasa—adalah tatanan yang
“Wie die Götter im Himmel, so die Menschen auf Erden!” hatte Odin
befohlen. Und so hatten die Götter es eingerichtet. (Loki 103)
terhadap kaum Aesir, Loki juga menentang tatanan yang telah mereka tetapkan
dan membawa reformasi pada tatanan nilai tersebut, baik ia bermaksud untuk
tersebar dalam novel tidak hanya dalam satu babak tersebut saja. Dalam babak
sepuluh, motif tersebut menyentuh dan merefleksikan tema baik dan jahat dalam
lapisan permasalahan sosial; namun, keseluruhan alur dalam novel Loki juga
mencerminkan motif pertarungan antara baik dan jahat dalam tingkat mitologis.
Motif mengenai pertentangan antara yang baik dan jahat merupakan motif
yang sering muncul dalam cerita rakyat di seluruh dunia. Terutama dalam mitologi,
perselisihan ini dipandang sebagai perselisihan antara dua arketipe dan juga
merupakan salah satu contoh dari persatuan antara dua sisi yang berlawanan (Gary,
2005: 458). Dalam novel Loki karya Jacobowski, pertarungan antara baik dan
jahat tersebut dapat dilihat dalam perang Loki melawan kaum Aesir, namun lebih
Jika dilihat dari perspektif Loki, sebagian konflik dalam cerita berkisar
terdapat dalam babak 12, berkaitan dengan rencana Loki untuk menjerat Freya ke
74
dalam skandal:
Eine böse Falte zog sich jetzt über die bleiche Stirn. Jetzt hatte er nur noch
zu den Eiszwergen zu jagen, und seine Rache an Balder war vollendet.
(Loki 141)
berkenaan dengan cinta tak berbalas Loki untuk Nanna. Namun, ada juga
Dalam subbab 4.1.1 yang membahas tentang motif mata dalam novel Loki,
telah dijelaskan bagaimana Loki membenci mata Balder yang “bersinar seperti
kegelapan dan diri Loki (Loki 40). Hal ini mendukung interpretasi bahwa Loki
terepresentasikan dalam diri Balder. Loki pun membenci Balder, bukan hanya
karena rasa penolakan yang tersirat, namun juga karena ia merasa tak berdaya saat
berhadapan dengan Balder. Hal inilah yang menjadi alasan hanya Balder yang
tengah pesta.
Und Balder hob die Rechte Hand und wies ihn hinaus. Kein Schwert
bewehrte die Rechte, und keine Brünne bepanzerte die furchtlose Brust.
Und wieder fühlte Loki, wie eine Ohnmacht langsam durch seine Glieder
kroch, wie seine Stimme stockte und in ein sinnlose Stammeln endigte; er
fühlte sich zurückgetrieben von dieser weißen, sanfter Stirn, von diesem
Blicke der Güte und des Friedens. (Loki 160)
Loki dan Balder, seperti yang telah disebutkan beberapa kali dalam subbab
cerah dan rambut pirang terang, sementara Loki memiliki mata dan rambut
75
keramahtamahan dan kemurahan hati, sementara Loki tatapan tajam Loki sering
Ada kemiripan dalam tokoh Balder dengan sosok Yesus, dari cara sosok
bagi seluruh makhluk. Hal ini terkesan dari pengaruh yang Balder miliki terhadap
orang lain. Reputasi dan citra tersebut bahkan melampaui batas spesies, seperti
yang ditunjukkan dalam satu adegan, mengenai pujian yang para kurcaci ukir
untuk Balder:
Jetzt schritt der Lichtgott über die mächtigen Fluten des Thundstromes.
Und mit einem Schlage verstummte ihr seltsames Murmeln, und trockenen
Fußes schritt Balder hinüber. Rot und golden glühte die Fußspur von dem
Wasserspiegel bis nieder zur Tiefe, und als er hinübergeschritten, schwatze
eine Welle zur anderen: „Balders Fuß wiegte mein Rücken und seine Ferse
umfloß mein Murmeln.“ (Loki, 154)
Maka, jika tokoh Balder dapat disandingkan dengan sosok Yesus, Loki
sebagai tokoh yang berlawanan dengan Balder dapat disandingkan dengan sosok
anti-Kristus.
Berdasarkan indeks Stoff yang disusun oleh Frenzel (1970: 47-49), Stoff
Antikristus berasal dari tradisi Yahudi lama, mengenai pertempuran Tuhan dengan
Setan atau suatu fenomena yang dikendalikan oleh Setan. Dalam ajaran Kristiani,
sosok Antikristus akan menduduki kuil (Bait Allah) di Yerusalem, membuat orang
76
percaya padanya melalui mukjizat, membunuh nabi Enoch dan Elias, dan hanya
terakhir dalam novel. Dengan kecerdikannya, Loki membuat para petani miskin
Antikristus mengambil alih kuil di Yerusalem. Lebih spesifiknya lagi, salah satu
adegan terakhir dalam cerita mengambil latar aula utama di mana singgasana
Balder berada, yang dapat disamakan dengan sebuah kuil. Akhir cerita tersebut,
dengan putra Balder yang mengakhiri penyerangan para petani dan menimbulkan
rasa derita Loki, dapat disandingkan dengan kekalahan sosok Antikristus dan
dikatakan sebagai salah satu motif utama atau Hauptmotiv dalam novel Loki, yang
itu, jika dilihat dari prinsip fungsi Stellenwert, suatu interpretasi yang mungkin
dihasilkan adalah bahwa cerita dalam novel tersebut berkisar seputar perselisihan
suatu hal yang bersifat kekal. Seperti halnya yang Rudolf Steiner (1901: 418) tulis
berkenaan dengan novel tersebut dan dengan kedua tokoh Loki dan Balder:
Balder, die alles umschlingende Liebe, die Sonne des Daseins, kann nicht
sein, ohne Loki, die Selbstsucht, die Finsternis. Das Leben muss in
Gegensätzen verlaufen.
77
BAB V
5.1 Kesimpulan
karya Ludwig Jacobowski dan membentuk tokoh Loki. Telah dibahas bagaimana
motif-motif tersebut saling berkaitan dan terhubung dengan yang lain dan
membangun suatu jejaring atau konstelasi motif dengan sejumlah fungsi. Seperti
ceritanya.
deskripsi karakteristik fisik Loki yang sangat menyerupai tokoh Gothic Villain,
dengan matanya yang menatap tajam, alis yang tebal, posturnya, dan rambut
kepribadian dan alur ceritanya dan dari pembahasan tersebut terlihat hal-hal yang
membedakan Loki dari tokoh Gothic Villain. Menurut Thorslev (1965: 53) hal
78
lain untuk memberontak dengan menunjukkan cacat yang ada dalam sistem
hierarki sosial yang telah ditetapkan oleh dewa-dewi lain. Banyak dari
pada orang lain dan bagian-bagian tersebut sering kali mengambil sudut pandang
tokoh yang menjadi korban Loki. Hal ini memberikan jarak antara pembaca dan
dengan Loki pada titik-titik cerita tertentu. Apakah Loki sendiri menganggap
diungkapkan dalam teks secara eksplisit, namun satu kutipan memberi petunjuk
bahwa setidaknya Loki percaya bahwa pandangan hidup para kaum Aesir
tokoh yang “jahat” dalam perkelahian antara yang baik dan jahat, Jacobowski
berhasil menuliskan cerita Loki sebagai sebuah tragedi yang dapat menarik
simpati: baik melalui cerita diskriminasi dan pengasingan yang Loki alami,
79
bagaimana saat Loki menyaksikan dewa-dewi lain mengikuti Balder dalam
kematian, ia tidak merasakan perasaan puas namun justru rasa pahit yang
menyakitkan. Ia pun lantas mencari hal lain yang mungkin akan memuaskannya
dan mengerahkan para petani miskin untuk menyerang keturunan Balder. Sekali
lagi dalam ujarannya kepada si petani miskin, pembaca dapat mendeteksi kesan
penderitaan Loki. Akhir kisah Loki setelah ia mengetahui perihal putra Balder
Loki dari mitologi Nordik menjadi tokoh Byronic Hero; tokoh seorang pria yang
kesepian, dengan emosi dan pemberontakan yang membara, juga awal dan
5.2 Penutup
Meskipun skripsi ini telah membahas sejumlah motif, masih ada motif-
motif lain yang muncul dalam novel Loki yang bisa dianalisis lebih jauh
prosa yang membuktikan bahwa suatu puisi epik dapat dihasilkan dari sebuah
Roman (“Prosadichtung, die Moeglichkeit ist darin bewiesen, aus dem Roman ein
episches Gedicht zu machen” (Stern, 1974: 333)) dan sungguh, novel Loki
menunjukkan penggunaan motif dan simbolisme yang kaya dan beragam, lebih
Contohnya ada sepasang motif yang belum sempat dibahas dalam skripsi
ini. Sepasang motif tersebut berupa motif bulan merah atau bulan sabit yang
80
muncul pada awal cerita (seperti yang sempat disebutkan dalam subbab 4.2.1) dan
motif salib atau palang berwarna merah yang muncul pada akhir cerita. Meskipun
kedua motif tersebut muncul pada momen sebelum kelahiran dan kekalahan Loki.
Motif lain yaitu motif mimpi, atau lebih tepatnya mimpi buruk yang telah
mimpi dalam novel Loki umumnya merupakan mimpi tentang Loki yang tampak
mereka. Kemunculan motif ini pertama kali ada dalam mimpi Nanna dalam
hari”, dan selanjutnya dalam mimpi Odin, Thor dan Heimdal yang di dalamnya
Loki menggerakkan para raksasa, kurcaci dan manusia bumi untuk menentang dan
melawan kaum Aesir. Meskipun Loki dalam novel Jacobowski tidak bisa
Selain itu, motif dendam juga dapat menjadi motif yang menarik untuk
ditilik lebih jauh. Dalam kisahnya, hasrat untuk membalas dendam yang amat kuat
merupakan hal yang mendorong perbuatan Loki. Hasrat balas dendam ini
81
untuk meneliti seberapa sering atau umum motif dendam atau kekejaman muncul
dan digambarkan baik dalam novel Loki maupun karya-karya lain yang
Yang terakhir, tentunya studi lain selain studi motif juga patut
untuk meneliti perkembangan dan popularitas jenis tokoh Byronic Hero dalam
dunia sastra Jerman atau mungkin skripsi ini juga dapat menambahkan catatan
kecil berkenaan dengan evolusi pergerakan era Romantik yang tercermin dalam
karya sastra Jerman. Ia juga dapat menambahkan contoh dan gagasan berkenaan
dengan penulis-penulis Yahudi Jerman pada akhir abad ke-19. Mungkin skripsi ini
pemikiran Nietzsche terhadap karya sastra pada masanya. Dalam lingkup yang
lebih luas dan umum di luar bidang studi sastra, skripsi ini juga mungkin dapat
82
BAB 6
ZUSAMMENFASSUNG
Dieser Bachelorarbeit mit dem Titel „Die Motive der Figur Loki als
identifizieren, die sich um den Figur von Loki und seine Charakterisierung drehen.
Die Motive werden in drei Hauptkategorien eingeteilt, nämlich Motive, die mit
Lokis körperlichen Merkmalen verbunden sind, die, die mit seiner Persönlichkeit
verbunden sind, und schließlich Motive, die mit seiner Rolle in der Handlung der
obwohl auch andere Methoden wie die Figuranalyse in der Diskussion im vierten
Kapitel zu finden sind. Unterstützt wird die Methode durch die Motivtheorie von
Motivfunktion.
Abgesehen davon würde das Studium des Charakters von Byronic Hero
Byron'scher Held, ist eine Art Antiheld, der in der Romantik an Popularität
zugeschrieben wird. Viele Kritiker sagen, dass die meisten von Byrons poetischen
basieren, aber die Popularität von byron'scher Helden selbst ist auch auf die Natur
der Romantik zurückzuführen (Thorslev, 1965). Byron'scher Held wird oft als
83
düsterer und einsamer, grübelnder Mann mit tragischer Vergangenheit dargestellt,
der über eine charakteristische Eigenschaft wie Charisma, Intelligenz und / oder
Reichtum verfügt, die ihn von den durchschnittlichen Männern unterscheidet. Sie
werden auch oft als Rebell mit fehlgeleiteter Leidenschaft dargestellt, doch ihre
Sympathien beim Leser zu wecken. Der Byronic Hero könnte seinen direkten
obwohl eine ältere Spur auch in der Figur des Satans aus Miltons „Lost
Inzwischen ist „Loki, Roman eines Gottes“ ein Roman von Ludwig
Gott Loki geht. Es stammt aus der nordischen Mythologie und präsentiert andere
Figuren wie Odin, Balder, Thor, Freyja, Heimdal und viele mehr sowie die
anderen Kreaturen oder Völker, die häufig in der Mythologie zu finden sind, wie
die Zwerge, Wikinger, Valkyrie und die Erwähnung der Riesen. Die Schauplätze
nördlichen Bergketten, Ebenen und Täler sowie um die Erde, auf der die
Loki wurde in einer unheilvollen Nacht geboren und niemand weiß, wer
sein Vater ist, nur dass seine Mutter eine der Asinnen ist. Seit seiner Kindheit wird
Aufgewachsen hat ihn gelehrt, dass er unter den Göttern der Asen, die seine
wieder mit Ablehnung konfrontiert wurde, macht er sich auf, Krieg gegen die
84
Asen zu führen und sich an seinem größten Feind zu rächen, der ist verkörpert im
Sonnengott Balder.
Ludwig Jacobowski ist ein deutscher Autor aus dem späten 19.
Jahrhundert, dessen Name heute eher in Vergessenheit geraten ist. Obwohl er als
jüdischer Deutscher geboren wurde, erinnerten sich diejenigen, die ihn kennen
lernten, an ihn als jungen Mann mit Intellekt und Brillanz. Seine anderen
bemerkenswerten Werke sind das Gedicht „Leuchtende Tage“ (1901) und sein
Roman, der Ghoetes Werther parodiert, „Werther der Jude“ (1892). Der Roman
„Loki, Roman eines Gottes“ erschien 1898. Er starb im relativ jungen Alter von
In Jacobowskis Roman wird Loki als ein Mann mit dunklen Haaren und
Augen, bleichen Stirn und einer tiefen Stimme beschrieben. Das Aussehen ähnelt
beeinflusste. Das Motiv seiner dunklen Augen und sein oft starrer Blick werden in
gepaart mit seinem lockigen dunklen Haar, malte Loki als schurkischen Charakter,
der sich von den anderen abhebt – vor allem durch die Art und Weise, wie andere
Charaktere mit blonden Haaren oft als diejenigen mit höherem Status und als
schöner bezeichnet wurden. Seine tiefe Stimme impliziert Loki mittlerweile als
„Stimme der Vernunft“, aber die raue Qualität seiner Stimme verstärkt auch die
85
unter anderem sein Motiv der „Dunkelheit“, seine seherische Augen, sein
verlorenes Lachen sowie das Motiv des Fremden und/oder Außenseiters diskutiert.
Das Motiv der „Dunkelheit“ taucht seit der Szene von Lokis Geburt auf –
mit Erwähnung der besonders dunklen Nacht, in der er geboren wird – und wird
im Laufe des Romans zu einer Art Letimotif für Loki. Es spiegelt sich in seinen
dunklen Augen, dunklen Haaren, dunkler Kleidung. Auch die Wörter, mit denen
Dunkelheit auch die Rolle, die Loki im größeren Handlung spielt – in der er als
schlechtes Omen und als Gegenkraft gegen das „Licht“ angesehen wird.
Sein Motiv der seherische Augen trägt inzwischen zu Lokis Charakter als
Byron'scher Held in besonderer Weise bei. Lokis prophetische Fähigkeit ist es, die
die Asen dazu bringt, ihn zu überdenken, nachdem sie ihn ausgestoßen und als
Kind vernachlässigt haben. Indem sie Lokis Herz gewinnen, hoffen die Asen, dass
seine prophetischen Fähigkeiten ein großer Vorteil in ihrem Kampf gegen den
Riesen sein würden. Sie hoffen auch, Loki davon abzuhalten, ihnen ihr eigenes
vergeblich, da Loki herausfand, dass die Asen ihn seit dem ersten Platz vertrieben
hatten, und später nutzte er diese Fähigkeit, um seinen Krieg gegen die anderen
Asen zu unterstützen – bis zum Tod von Balder führt dazu, dass er diese Fähigkeit
verliert.
Lokis verlorenes Lachen ist ein Motiv, das auch an das Motiv seines
ist auch in gewissem Maße mit dem Motiv seiner tragischen Liebesgeschichte
86
verwoben – und repräsentiert seine beschnittene Chance, eine Beziehung und
entdecktes Lachen dann zu einem Symbol seiner Rebellion, wie es oft in den
Szenen erscheint, in denen Loki es schafft, anderen Schmerz und Leid zuzufügen
Das Motiv des Fremden oder Außenseiters ist inzwischen der Kernpunkt,
ein rahmendes Motiv, das Loki von einer Tricksterfigur im nordischen Mythos in
einen byron'schen Helden verwandelte. Es ist ein tragendes Motiv, dessen Präsenz
in der gesamten Geschichte spürbar war, da Loki von seiner Kindheit bis ins
Der letzte Teil des vierten Kapitels analysiert die Motive, die mit der
Handlung verbunden sind und die Rolle, die Loki in der Geschichte spielt. Als
erstes wurde das Motiv des Kindesmissbrauchs diskutiert, dem Loki als Baby
verlorenes Lachen) und Rebellion gebunden ist. Das zweite ist das Motiv der
tragischen Liebe, das auch die Entwicklung seines Charakters ist und auch das
Motiv und die Dynamik der Zurückweisung umspielt - zuerst von ihm abgelehnt,
später von ihm, der den anderen ablehnt. Diese beiden Motive tragen auch dazu
Das zuletzt diskutierte Motiv, das an Lokis Rolle anknüpft, ist eines von
„Gut und Böse“. Es ist ein großes Hauptmotiv, das aus den vielen anderen
Motiven in den Figuren von Loki und Balder, wobei Balders Motive mit Licht und
allen guten Dingen verbunden sind, während Lokis Motive mit Dunkelheit und
87
Chaos. Das Motiv von „Gut und Böse“ wird zum Hauptmotiv der Geschichte, die
ihr Thema bildet; dass manchmal etwas „Böses“ aus dem „Guten“ selbst geboren
wird und dass das eine immer mit dem anderen existieren würde. Rudolf Steiner,
der mit Ludwig Jacobowski eng befreundet ist, wies in seinem Schreiben darauf
hin, dass die Geschichte durch die Figuren von Loki und Balder den ewigen
88
DAFTAR PUSTAKA
Pustaka primer:
Jacobowski, Ludwig (1903): “Loki, der Roman eines Gottes”. J.C.C. Bruns'
Verlag.
Pustaka Sekunder:
from https://www.jewishvirtuallibrary.org/jacobowski-ludwig
https://doi.org/10.1111/j.1468-0483.1996.tb01675.x
Beyond Good and Evil Symbols | Course Hero. Retrieved 19 May 2021, from
https://www.coursehero.com/lit/Beyond-Good-and-Evil/symbols/
Stuttgart
Clancy, C.J. (1979): Aurora Raby in “Don Juan”; A Byronic Heroine. Keats-
https://oxfordre.com/socialwork/view/10.1093/acrefore/9780199975839.
001.0001/acrefore-9780199975839-e-543
89
Cohen, M. (2011). Nietzsche and the Jews, Judaism, and Anti-Semitism, The Atlas
from https://www.atlassociety.org/post/nietzsche-and-the-jews-judaism-
and-anti-semitism
Eason, C. (1997): Ancient Wisdom: Magic From Around The World. London
Fifty Shades of Grey and the Byronic Hero. (2015). Retrieved 19 September 2020,
from
https://web.archive.org/web/20160407165717/https://legendarylibrarian.w
ordpress.com/2015/02/21/fifty-shades-of-grey-and-the-byronic-hero/
Garry, J., El-Shamy, H., Al-Aswad, A., & Clinton, E. (2005). Archetypes and
Edith-Hamilton/9780316438520
"Werther the Jew" and Its Readers. Jewish Social Studies, 11(2), new
90
http://www.jstor.org/stable/4467708
biographie.de/pnd118711148.html#ndbcontent
Hiltebeitel, A., & Miller, B. (1998): Hair: Its Power and Meaning in Asian
https://www.literaturlexikon.de/sachbegriffe/motiv.html; Stand:
26.05.2012.
Kruger, D.J., Fisher, M., & Jobling, I. (2003): Proper and dark heroes as dads and
Long, W.J. (1909): English Literature, Its History and Its Significance for the Life
Paolucci, A. (1964): Dante's Satan and Milton's “Byronic Hero”. New York.
Pastoureau, M., & Gladding, J. (2019): Yellow. The History of a Color (pp. 96-
91
Mein Lebensgang XXIX. Kapitel. Retrieved 19 September 2020, from
http://www.anthroposophie.net/steiner/Lebensgang/bib_steiner_lebensgan
g29.htm
http://anthroposophie.byu.edu/aufsaetze/l188.pdf
from http://anthroposophie.byu.edu/aufsaetze/l195.pdf
Stern, F. B. (1974): Auftakt zur Literature des 20. Jahrhunderts, Briefe aus dem
https://literatureessaysamples.com/the-presence-of-laughter-in-
hawthornes-works/
Wheeler, L. Kip.: Literary Terms and Definitions, Dr. Wheeler's Website. Carson
June 2020
Viking Answer Lady Webpage - Viking Age Hairstyles, Haircare, and Personal
http://www.vikinganswerlady.com/hairstyl.shtml#MensHairstyles
What are the physical descriptions of Loki? - Quora. (2020). Retrieved 29 May
Loki
92