Novel
Panduan Singkat untuk belajar menulis novelet dan novel
Kata Pengantar
Penulis
i
Identitas Buku
Penerbit
ii
Daftar Isi
iii
Bab VI Menulis Novel ..................................................................... 56
1. Teknik Menulis Novel .............................................................. 56
2. Menentukan Akhir Cerita ......................................................... 69
3. Latihan .................................................................................... 72
Bab VII Pendekatan dan Kritik Sastra ........................................... 74
1. Mimesis ................................................................................. 74
2. Pragmatik .............................................................................. 76
3. Objektif .................................................................................. 77
4. Ekspresif ................................................................................ 78
5. Latihan ................................................................................... 79
Daftar Pustaka ................................................................................. 80
Penulis ............................................................................................. 82
iv
Daftar Bagan
v
Daftar Gambar
vi
Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK)
Apresiasi dan Kajian Prosa Fiksi
vii
e. Menginternalisasi nilai, norma, dan etika akademik yang menjadi
landasan dan muatan isi teks yang dihasilkan melalui
pembelajaran Aprsiasi dan Kajian Prosa Fiksi.
2. Keterampilan Umum:
a. Menerapkan pemikiran logis, kritis, sitematis, dan inovatif
dalam berbagai genre teks sebagai wujud kegiatan
pembelajaran Aprsiasi dan Kajian Prosa Fiksi.
b. Mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu, dan terukur
yang diwujudkan dalam berbagai analisis teks prosa fiksi.
c. Mampu mendokumentasikan, menyimpan, mengamankan,
dan menemukan kembali data untuk menjamin kesahihan
dan mencegah plagiasi dalam berbagai genre teks sebagai
produk kegiatan pembelajaran Aprsiasi dan Kajian Prosa
Fiksi.
3. Pengetahuan:
Menguasai konsep dasar langkah-langkah mengapresiasi
karya sastra, mengetahui perbedaan cerpen dan novel, dapat
membedakan fiksi sastra dan fiksi popular, memahami dan dapat
menjelaskan unsur-unsur prosa fiksi, mengetahui langkah-
langkah menulis cerpen, dan dapat mengkaji karya prosa dengan
berbagai pendekatan kritik sastra.
4. Keterampilan Khusus:
Mampu membuat cerpen atau novel dan mampu mengkaji
karya prosa dengan berbagai pendekatan.
viii
Peta Konsep
Capaian Pembelajaran
Mengidentifikasi
Memahami Novel Struktur Novel Merancang Novel
Mengidentifikasi
Mengkatagorikan Unsur Pembangun Menciptakan Akhir
Jenis-Jenis Novel Novel Cerita Novel
Mengidentifikasi Menganalisis
Aspek Kebahasaan Pendekatan Kritik
Novel Sastra
Mengidentifikasi
Nilai Karakter dalam
Novel
ix
Bab I Mengenal Novel
1. Pengertian Novel
1
Novel juga dapat diartikan karangan prosa yang mengandung
berbagai rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan sekelompok
masyarakat yang menggambarkan karakter atau sifat pelaku. Akan
tetapi, panjang atau pendeknya sebuah naskah prosa tidak ada aturan
yang pasti mengenai perihal naskah tersebut dapat disebut novel atau
cerpen.
2
Novel memiliki karakteristik yang berbeda dengan jenis buku
lainnya. Pada umumnya novel terdiri dari minimal 100 halaman atau
jumlah kata lebih dari 35.000 kata. Novel ditulis dengan narasi dan
deskripsi untuk menggambarkan suasana peristiwa di dalamnya. Novel
ini juga memiliki jalan cerita yang cukup kompleks dan terdapat lebih
dari satu kesan, efek dan emosi. Cerita dalam sebuah novel bisa sangat
panjang dengan banyak kalimat yang diulang-ulang.
3
Namun, pada dasarnya setiap penulis menyajikan karakter tulisan
yang berbeda, mereka berangkat dari permasalahan-permasalahan
yang telah atau mereka alami sebelumnya. Karena jika seorang penulis
hanya mengandalkan tulisannya dari imajinasinya, hal tersebut dapat
dikatakan suatu kebohongan.
2. Jenis-Jenis Novel
a. Novel Populer
Novel populer atau yang lebih sering disebut novel “pop”. Novel ini
secara tidak langsung akan mengikuti selera pembaca pada zamannya.
Menurut Nurgiyantoro (2015: 21), novel populer adalah novel yang
populer pada masanya dan banyak penggemarnya, khususnya
pembaca di kalangan remaja. Biasanya, novel ini akan menggambarkan
masalah yang aktual dan selalu mengikuti perkembangan zaman.
Namun, permasalahan yang diangkat hanya menampilkan sebatas
tingkat permukaan.
4
Stanton dalam Nurgiyantoro (2015: 22), novel populer lebih
mudah dibaca dan lebih mudah dinikmati karena ia memang semata-
mata menyampaikan cerita. Novel popoler tidak menekankan efek
estetis, melainkan memberikan hiburan langsung dari cerita yang
disajikan. Masalah yang diungkapkan pun masih bersifat ringan, tetapi
aktual dan menarik.
Contoh:
Gambar 1.2
Novel Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor, dan Maryamah Karvpov Karya Andrea Hirata
https://id.pinterest.com/pin/396035360954436432/
b. Novel Serius
5
biasanya berusaha mengungkapkan sesuatu yang baru dengan cara
pengucapan yang baru pula. Pada dasarnya, novel serius mengutakan
unsur kebaruan.
Contoh:
Gambar 1.3
Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari
https://warungarsip.co/produk/buku/ahmad-tohari-ronggeng-dukuh-paruk-2003/
6
c. Novel Teenlit
Novel teenlit bemula dari istilah “teenlit” yang terbentuk dari kata
“teenager” dan “literature”. Kata “teenager” terbentuk dari kata “teens”,
“age”, dan “-er”, yang secara istilah berarti ‘menunjuk pada usia belasan
tahun’. Menurut Nurgiyantoro (2015: 25), sesuai dengan namanya,
pembaca utama novel teenlit adalah para remaja perempuan
perkotaan. Biasanya, novel teenlit banyak diminati oleh remaja putri
yang senang akan bacaan yang sesuai dengan kondisi psikisnya.
7
Contoh:
Gambar 1.4
Novel Dealova Karya Dyan Nuranidya
https://www.goodreads.com/book/show/1329570.Dealova
Saat ini, kepenulisan jenis novel telah berkembang dengan pesat
selain tiga jenis novel yang dijelaskan di atas. Banyak jenis novel baru
yang beredar di pasaran. Penulis-penulis baru, ingin lebih
menspesifikan jenis novelnya ke dalam satu genre, yang di mana hal ini
membuat semakin kayanya penulis-penulis baru dalam menulis naskah
novel. Di antaranya, dapat dikatakan sebagai berikut;
a. Novel Romantis
8
dengan kehidupan daripada membaca bacaan yang berat dan memiliki
masalah yang lebih kompleks daripada cerita roman.
Akhir cerita novel dapat juga berakhiran sad ending atau akhir
yang menyedihkan. Banyak jenis novel roman yang memiliki akhir yang
tidak terduga dan menambah rasa penasaran pembaca tentang
bagaimana akhir cerita dalam novel roman tersebut.
b. Novel Misteri
9
Seperti judulnya, novel jenis ini identik dengan kisah misteri yang
memecahkan sebuah kejahatan. Novel misteri biasanya menceritakan
tentang kejahatan, seperti pembunuhan. Dalam genre ini, konflik sentral
yang sering terjadi adalah seseorang yang mencoba untuk
menyelesaikan kejahatan atau upaya seorang penjahat yang mencoba
untuk menutupi jejaknya. Jenis genre novel misteri adalah jenis teka-
teki yang membuat pembaca mencoba menganalisis dan memecahkan
misteri dalam novel. Contoh novel misteri adalah karya Stephen King
dan Agatha Cristie.
c. Novel Dewasa
10
berada di editor penerbitan mengatakan hal yang sama. Tidak masalah
jika Anda memahami setiap makna di dalamnya.
d. Novel Chicklit
Chicklit jauh berbeda dari teenlit dalam banyak aspek. Mulai dari
gaya bahasa, tema, dan target audience. Teenlit menghadirkan gaya
slang yang lebih muda, sedangkan chicklit lebih dewasa. Novel chicklit
cenderung merasakan reaksi pribadi ketika karakter berdialog dengan
diri mereka sendiri yang mengkhawatirkan bentuk tubuh mereka,
11
dibandingkan jika penulis menggambarkan tubuh karakter mereka dari
awal. Biasanya, pembaca lebih sulit membayangkan bobot karakter
yang mereka baca. Sedangkan tulisan yang menggambarkan
perempuan yang menghargai diri sendiri lebih besar pengaruhnya,
karena dapat memasuki pikiran tokoh dan merasakan serta memahami
apa yang sedang dirasakannya. Semakin banyak mereka membaca
tentang kecemasan karakter utama yang memiliki masalah berat badan,
pembaca juga akan merasakan kekhawatiran yang sama tentang berat
badan mereka sendiri dan pada akhirnya membuat mereka merasa
tidak aman. Contoh: Testpack, Miss Jutek, Secret Dinner Club.
e. Novel Inspiratif
12
f. Novel Teenlit
Gambar 1.10
Kover Novel Dealova
https://www.goodreads.com/book/
show/1329570.Dealova
g. Novel Horror
13
h. Novel Komedi
i. Songlit Novel
14
j. Novel Fiktif
k. Novel Non-Fiksi
15
akurat dan kebenaran atau fakta dari suatu peristiwa atau masalah
mengenai materi yang akan ditulis.
3. Latihan
16
Bab II Struktur Novel
Sebagaimana pemahaman tentang novel sebelumnya. Novel
berisikan tentang masalah-masalah kehidupan salah satu atau
beberapa tokoh yang dicirikan dengan tokoh utama sebagai tombak
utama perjalanan ceritanya. Secara umum, novel memiliki struktur yang
sama dengan teks prosa lainnya, yakni orientasi, komplikasi, evaluasi,
resolusi, dan koda. Struktur tersebut menerangkan dari awal mula
pengenalan masalah sampai penyelesaiannya melalui alur cerita.
koda
resolusi
evaluasi
komplikasi
orientasi
1. Orientasi
17
Oleh karena itu, orientasi merupakan bagian awal cerita yang
berupa pengenalan tokoh, latar, dan awal mula permasalahan.
Biasanya, bagian ini merupakan bagian yang terpenting guna
mendapatkan kesan baik terhadap pembaca, di mana tokoh (utama)
akan diterangkan lebih detail daripada tokoh lainnya, kejadian, dan alur
konflik yang akan terjadi selanjutnya.
Contoh:
Ikal dan Arai yang berasal dari Belitong mendapat beasiswa S2 ke
Eropa. Setelah berhasil memperoleh beasiswa ke Eropa, mereka
berkuliah di Universite de Paris Sorbonne. Dan di musim panas mereka
berpetualang dari Eropa hingga ke Afrika menjadi bacpaker untuk
menggapai mimpi-mimpi lamanya. Arai dan Ikal mengikuti tes beasiswa
untuk sekolah strata dua ke Eropa. Riset mereka berdua berpotensi
melahirkan teori baru dan merekapun lulus tes beasiswa ke Universitas
Sorbonne, Prancis.
(Novel Edensor, Andrea Hirata)
2. Komplikasi
18
Dapat dikatakan, bahwa komplikasi adalah rangkaian masalah
yang akan dialami oleh tokoh utama. Permasalahan yang diangkat
tentunya harus perlahan sampai klimaks dan menimbulkan rasa
penasaran oleh pembaca.
Contoh:
Suatu malam, Ikal dan kawan-kawannya berkumpul di teras kos
mereka. Di depan kos mereka terdapat sebuah bioskop yang sudah tua.
Namun, mereka belum pernah sama sekali masuk ke bioskop tersebut.
Mereka juga takut untuk masuk ke dalam bioskop karena masuk ke
bioskop merupakan larangan dari sekolah. Apabila pihak sekolah
mendapati salah satu siswa masuk kesana, mereka pasti dihukum. Dan
orang yang menghukum itu tidak lain adalah Pak Mustar, pendiri
sekolah tersebut yang terkenal kejam. Ciri khas beliau menghukum,
yaitu dengan mempermalukan seorang yang melanggar aturannya di
depan umum. Suatu hari, petugas bioskop memasang sebuah poster
yang menggambarkan tentang film yang akan diputar. Di poster itu
tergambar seorang wanita dengan memakai busana yang minim
bersama anjing pudelnya.
(Novel Edensor, Andrea Hirata)
3. Evaluasi
19
membuat rasa penasaran pembaca untuk mengetahui kelanjutan
ceritanya sampai selesai.
Contoh:
Melihat gambar itu, mereka langsung menutup wajah mereka dan
masuk ke dalam kos. Meraka takut, dengan melihat gambar itu bisa
menghancurkan akhlak meraka. Tetapi dalam hati mereka, tetap timbul
keinginan untuk masuk ke dalam bioskop tersebut. Namun untuk masuk
ke dalam sana diperlukan sebuah cara agar pihak sekolah tidak
mengetahuinya, karena mereka tahu bahwa aturan bioskop tersebut
yakni anak sekolah dilarang masuk. Saat melakukan cara yang pertama
mereka mengalami kegagalan. Setelah itu, mereka kembali ke kos.
Mereka berpikir keras agar bisa masuk kesana. Saat itu, Jimbron
berada di luar. Ia melihat sekelompok perempuan berkerudung masuk
kesana. Dari penglihatanya itu, ia memiliki sebuah ide, yakni masuk
kedalam bioskop menggunakan kerudung. Ia pun langsung
mengatakan kepada Ikal dan Arai dan usulannya pun diterima. Mereka
memakai cara tersebut, lalu mereka masuk kesana dan upaya mereka
berhasil. Akhirnya, mereka masuk di dalam bioskop untuk pertama
kalinya.
Tiba-tiba lampu bioskop dimatikan. Tak lama kemudian film pun
diputar. Suasana riuh menyelimuti bioskop tersebut. Namun saat
adegan puncak, tiba-tiba film dihentikan dan lampu dinyalakan. Mereka
bertiga pun kagat dan ternyata disana sudah ada ada Pak Mustar yang
sedang berpatroli. Meraka akhirnya tertangkap basah dan seperti biasa,
beliau menghukum mereka dengan ciri khasnya. Setelah dihukum,
mereka langsung disuruh pulang. Tidak hanya sampai disitu hukuman
bagi meraka. Masih ada hukuman lain dari Pak Mustar, tetapi
diberikannya saat masuk sekolah nanti. Perasaan tidak nyaman
menyelimuti mereka. Ternnyata benar apa yang meraka duga, mereka
dihukum di sekolah. Atas perbuatannya itu, Pak Mustar mengumpulkan
seluruh murid dan menghukum meraka bertiga. Meraka disuruh
mempraktikkan ulang adegan yang ada di film tersebut. Suasana riuh
20
menyelimuti hukuman mereka. Banyak siswa yang terpingkal-pingkal
melihat adegan mereka.
(Novel Edensor, Andrea Hirata)
4. Resolusi
Contoh.
Saat penerimaan rapor, hati Ikal dan Arai gelisah tidak karuan.
Meraka takut membuat kecewa sang ayah, karena peringkat mereka
merosot. Tidak lama, Ayah Ikal pun datang dengan baju safarinya.
Seperti biasa, beliau mengucapkan salam kepada mereka. Lalu,
langsung masuk ke dalam aula. Setelah selesai acara, beliau langsung
menepuk punggung mereka berdua dengan halus dan setelah itu
pulang.
Ayah Ikal memang terkenal pendiam. Ikal pun sadar atas
kesalahannya dan langsung mengejar ayahnya. Ikal pun akhirnya
21
berhasil menyusul ayahnya di atas Jembatan Lenggang. Saat dia
berlari di samping sepeda ayahnya. Sang ayah pun terkejut dan
tersenyum. Sebuah senyum lembut yang menyatakan sebuah
kebanggan.
Tak terasa tiga tahun terlewat, mereka bertiga pergi merantau ke
Pulau Jawa. Berbekal ijazah SMA mereka mencoba mencari pekerjaan.
Setelah sekian lama mecari, akhirnya Ikal mendapat pekerjaan di
sebuah Kantor Pos yang ada di Jakarta dan Arai di Kalimantan. Setelah
sekian lama tak bertemu, akhirnya mereka bertemu juga. Setelah itu,
Ikal mengundurkan diri dari Kantor Pos. Lalu, mereka pulang kampung
untuk pertama kalinya. Mereka disambut hangat oleh keluarga di sana.
(Novel Edensor, Andrea Hirata)
5. Koda
Bagian ini pun berisikan tentang pesan atau amanat yang ingin
disampaikan pengarang oleh pembaca. Amanat biasanya digambarkan
secara tidak langsung di dalam cerita. Pembaca harus cermat dalam
menentukan amanat yang ingin disampaikan oleh penulis cerita.
Dalam bagian ini menentukan nasib tokoh utama akan mengalami
peristiwa seperti apa terhadap permasalahan yang telah dialaminya.
Bagian ini akan disajikan sebagaimana permasalahan yang telah
terjadi. Permasalahan tersebut dapat diambil hikmahnya.
Bagian ini merupakan bagian yang di dalamnya akan menjelaskan
keadaan tokoh utama. Keadaan tersebut tentu harus berisi tentang
pesan yang ingin disampaikan kepada pembaca. Oleh karena itu, koda
merupakan bagian akhir cerita yang menggambar keadaan tokoh utama
terhadap permsalahan yang telah dialami. Namun, bagian akhir ini
biasanya berisi tentang kelanjutan dari tindakan akhir tokoh utama
dalam menyelesaikan permasalannya. Bagian ini sifatnya manasuka,
artinya boleh ada atau pun tidak ada dalam cerita. Khususnya pada
22
novel-novel modern yang bergenre pop sering kali tidak ditemukan
bagian koda.
Contoh:
Berbulan-bulan Ikal dan Arai menanti kepastian penguji beasiswa.
Saat-saat yang di tunggu datang. Meraka bersama-sama membuka
surat itu. Dan, mereka pun terbelalak melihat tulisan Universitas yang
menerima mereka. Berulang-ulang, orag tua Ikal mengucapkan
"Alhamdulillah". Arai pun demikian, ia sangat bangga atas hasil yang
diraihnya. Namun, hal ini kurang lengkap baginya, karena tidak ada
orang tua. Ia telah sebatang kara, Namun demikian indahnya, Tuhan
bertahun-tahun telah memeluk mimpi-mimpi mereka dan telah
menyimak harapan-harapan sepi dalam hati mereka karena di kertas itu
tertulis Universitas yang menerima mereka, disana tertulis: Universite
de Paris, Sorbonne, Prancis.
(Novel Edensor, Andrea Hirata)
6. Latihan
23
Bab III Unsur Pembangun Karya Sastra
Sebuah karya sastra tentunya memiliki unsur pembangun cerita
untuk mendukung karya tersebut secara maksimal dan menyeluruh.
Khususnya dalam novel, dalam karya sastra novel pun memiliki unsur
pembangun yaitu unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik. Di antara kedua
unsur ini, unsur instrinsik merupakan unsur pembangun yang
merupakan unsur yang membangun karya itu senditri, sedangkan unsur
ekstrinsik merupakan unsur yang terdapat pada bagian luar karya
tersebut.
Bagan 3.1. Unsur Pembangun Karya Sastra
Unsur Tema
Pembangun
Karya Unsur Tokoh
Penokohan
Sastra Alur
Nilai Religius
Nilai Sosial
Nilai Edukasi
1. Unsur Instrinsik
24
ciri-ciri tersebut meliputi jenis sastra (genre), pikiran, perasaan, gaya
bahasa, gaya penceritaan, dan strukutur karya sastra. Unsur intrinsik
tidak akan lepas saat terbangunnya sebuah karya sastra novel. Unsur
ini merupakan hal-hal yang harus ada.
Unsur intrinsik atau yang biasa disebut oleh para ahli sebagai
pendekatan struktural atau strukturalisme. Karya sastra novel terbangun
atas beberapa unsur instrinsik yang saling berkaitan satu dengan yang
lainnya. Hal ini dikarenakan unsur instrik sangat lekat pada lahirnya
sebuah cerita. Kepadu-padanan dari unsur ini akan berperan penting
sebagai wujud asli suatu karya. Unsur yang dimaksud adalah tema,
tokoh, penokohan, alur atau plot, dan lainnya.
a. Tema
25
b. Tokoh
26
singkat dan hanya berperan sebagai tokoh pendukung cerita saja.
Padahal dengan adanya tokoh tambahan tentunya jalan cerita lebih
menarik dan padu.
c. Penokohan
d. Alur
27
45) mengartikan alur sebagai jalinan peristiwa di dalam karya sastra
untuk mencapai efek-efek tertentu. Setiap alur yang ada akan saling
berkaitan satu dengan yang lainnya melalui hubungan kausalitas cerita.
Sehingga alur bukanlah hal yang biasa, karena alur merupakan tombak
utama sebuah cerita tersebut menjadi karangan yang utuh.
e. Sudut Pandang
28
yang diamati dan dikisahkan. Namun, hal itu akan disampaikan melalui
kacamata sudut pandang tokoh utama yang berperan.
Contoh.
Sering kali aku bercerita tentang kuliah kepada kedua orangtua,
terutama kepada Ibuku. Namun, kadang kala Ibu selalu cemas ketika
aku pergi untuk mendaki gunung, apalagi sering kali kedua orangtuaku
melihat berita tentang banyaknya pendaki yang meninggal dunia atau
terserat. Aku selalu meyakinkan mereka tentang pengetahuan ilmu
pendakian yang telah aku pelajari, karena bagiku keamanan dalam
mendaki mesti diprioritaskan.
29
penjelasan tentang cerita kepada pembaca. Semntara tokoh utama,
dibiarkan untuk menceritakan dirinya sendiri lengkap dengan peristiwa
yang terjadi. Dalam hal ini, tokoh utama hanya sebagai saksi atau
pengantar rangkaian peristiwa yang tengah dialami dan/atau dilakukan
dalam cerita.
Contoh.
Brak!!! Sekali lagi aku dibuat kaget dengan suara pintu dari
samping kamarku. Erika pergi terburu-buru sambil lari tunggang
langgang. Sepertinya ia terlambat kuliah lagi. Erika adalah gadis yang
manis, ia ramah dengan semua orang. Tidak heran jika banyak orang
menyukainya.
Contoh.
Mulut Beni terkunci rapat. Ia ingin meminta tolong, namun
mulutnya beku seperti patung. Ketika ia ingin menggerakkan kakinya.
Kakinya pun tidak bisa ia gerakkan, seperti ada rantai bola besi yang
mengikatnya. Napasnya menjadi sesak, entah napas dari hidung atau
mulutnya.
30
2) Sudut pandang orang ketiga pengamat
Sudut pandang ini penggunaannya hampir sama dengan sudut
pandang orang ketiga serbatahu. Hal yang membedakan antara sudut
pandang orang ketiga sebagai serbatahu dengan sudut pandang orang
ketiga pengamat adalah sudut pandang orang ketiga pengamat hanya
menceritakan sebatas pengetahuan saja. Artinya, pengetahuan yang
dimaksud adalah hasil dari penangkapan pancaindra yang digunakan,
baik dengan mcara mengamati, mendengar, mengalami, atau
merasakan suatu kejadian dalam cerita.
Contoh.
Entah apa yang terjadi dengannya seminggu belakangan ini.
Pulang dari kantor langsung menunjukkan muka masam. Belum lagi
puasa bicara yang sudah ia lakukan seminggu belakangan ini. Apa
mungkin karena hubungan dia dan sang kekasih yang tidak direstui
oleh keluarga?
31
lingkupnya adalah tempat-tempat peristiwa, dan keadaan yang telah
terjadi di dalam masyarakat secara nyata.
g. Amanat
Contoh:
Daun yang jatuh tak pernah membenci angin. Dia membiarkan
dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan, mengikhlaskan semuanya.
Bahwa hidup harus menerima, penerimaan yang indah. Bahwa hidup
32
harus mengerti, pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami,
pemahaman yang tulus. Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian,
pemahaman itu datang. Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih
dan menyakitkan. Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan
angin merengkuhnya, membawa pergi entah ke mana.
(Novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, Tere Liye)
2. Unsur Ekstrinsik
a) Nilai Religius
33
penghayatan atas agama yang telah dianutnya. Selain itu, nilai religius
sangat berhubungan erat dengan seberapa jauh keimanan seseorang
(tokoh) dalam menjalani kehidupannya terhadap peristiwa yang terjadi.
Contoh.
“Maafkan aku Maria. Maksudku aku tidak mungkin bisa
melakukannya. Ajaran Al-Quran dan sunnah melarang aku bersentuhan
dengan perempuan kecuali dia istri atau mahramku.”
(Kutipan "Ayat-Ayat Cinta" karya Habiburrahman)
b) Nilai Moral
Dalam nilai moral secara umum akan membahas nilai yang baik
atau buruknya tokoh. Tindakan yang dilakukan oleh tokoh pada cerita
akan melakukan hal-hal yang menyangkut keagamaan atau bersifat
religi. Hal ini sangat penting bagi cerita, karena pada sekelompok
masyarakat akan menggambarkan masyarakat yang bernuansa agama.
Perilaku atau perbuatan setiap tokoh akan menggambarkan seperti apa
nilai moral mereka di kehidupan yang nyata. Oleh karena itu, nilai moral
merupakan suatu gambaran sikap atau perilaku dalam sebuah cerita
yang bertujuan untuk menyampaikan amanat atau pesan setiap tokoh.
Contoh.
"Awalnya, aku mau berteman dengan siapa saja, namun setelah
mengetahui kelebihanku, aku mulai memilih teman yang bisa dekat
denganku. Apalagi dengan otakku yang pandai, semakin banyak teman
yang menyukaiku. Maka, aku pun mulai memilih teman dari golongan
34
menengah ke atas. Aku tidak lagi mau berteman dengan anak yang
setara padaku"
(Kutipan "Penyesalanku" karya Dian Indria A)
c) Nilai Sosial
Contoh.
"Dua penumpang laki-laki, saat melihat Lail dan ibunya masuk,
berdiri memberikan tempat duduk, "Terimakasih". Lail dan ibunya
segera duduk"
(Kutipan Novel "Hujan" karya Tere Liye)
d) Nilai Budaya
35
abstrak yang diakui atau diwariskan secara turun-temurun dalam
masyarakat dan hanya berkalu dalam sekelompok masyarakat saja.
Contoh.
"Iyaa, kita mau. Asalkan kamu mau janji akan nerusin tari jaipong
ini. Kan asik kalo kita bisa ngewakilin Indonesia ke berbagai negara."
(Kutipan "Jaipong" karya Aldizza Aurelia)
e) Nilai Edukatif
36
dkk, 2007: 123) menyebutkan bahwa nilai adalah kepercayaan yang
digeneralisir dan berfungsi sebagai garis pembimbing untuk menyeleksi
tujuan serta perilaku yang akan dipilih untuk dicapai. Dalam hal ini akan
menggabarkan suatu pelajaran yang didapat oleh perlakuan tertentu
yang bersifar perilaku. Artinya, pembaca dibimbing agar dapat
memperbaiki kehidupannya. Hal semacam ini bukanlah sesuatu yang
mudah, karena kadang kala nilai edutif dalam novel tidak dijelaskan
secara langsung oleh penulis.
Contoh.
"Agaknya selama turun menurun keluarga laki-laki cemara angin
itu tak mampu terangkat dari endemik kemiskinan komunitas Melayu
yang menjadi nelayan. Tahun ini beliau menginginkan perubahan dan ia
memutuskan anak lelaki tertuanya Lintang, tak akan menjadi seperti
dirinya"
(Kutipan Novel "Laskar Pelangi" karya Andrea Hirata)
37
f) Nilai Ekonomi
3. Latihan
38
Bab IV Aspek Kebahasaan Novel
Novel merupakan teks yang termasuk ke dalam teks yang
menggunakan kalimat narasi. Oleh karena itu, novel disajikan dalam
bentuk kronologis, sebagaimana mendeskripsikan peristiwa-peristiwa
sosial yang terjadi. Hal yang paling sering muncul adalah menggunakan
kata keterangan waktu. Contohnya: saat ini, kemudian, sekarang, hari
ini, dan lainnya.
Selain itu, novel banyak menggunakan kata kerja: baik kata kerja
aktif atau pasif. Kata kerja digunakan untuk menerangkan rangkaian
peristiwa yang sedang terjadi. Novel juga sering kali menggunakan
kalimat-kalimat dialog. Hal tersebut dinyatakan dalam menggunakan
kalimat langsung dan kadang pula berselingan dengan kalimat tidak
langsung.
1. Diksi
39
melalui perubahan kategori gramatikal verba berdasarkan waktu. Hal ini
dapat dinyatakan, maksud dari kategori temporal ialah nomina
temporal, seperti: hari ini, saat ini, kemarin, lampau, dan lainnya.
b. Gaya kepenulisan
40
gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan
harmonis serta mampu menuangkan makna dan suasana yang dapat
menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca. Dalam hal ini, seorang
pengarang yang telah menulis dan berlatih menulis akan memiliki gaya
kepenulisan sendiri yang menjadikannya beda dengan penulis lainnya.
1) Asal Ceplos
Gaya penulisan asal ceplos merupakan karangan yang biasanya
cenderung menggunakan bahasa slang. Biasanya cerita yang diangkat
mengisahkan kekonyolan dan ditulis dalam bahasa apa adanya asal
ceplos. Gaya penulis yang asal ceplos ini biasanya mengungkapkan
kehidupan sehari-hari. Hal ini, contohnya pada novel-novel yang
dipopulerkan oleh Raditya Dika, yang setelahnya cukup banyak penulis
yang menggunakan gaya kepenulisan asal ceplos seperti Raditya Dika.
2) Hiperbolik Parodi
Gaya penulis hiperbolik parody biasanya menyuguhkan rangkaian
peristiwa demi peristiwa dalam runtutan masalah tertentu. Gaya
kepenulisan ini menyuguhkan kalimat-kalimat deskriptif yang
mengumbar kalimat dan pencitraaan yang hiperbolis. Cukup banyak
penulis Indonesia yang menggunakan gaya penulis hiperbolik parody,
contohnya Andrea Hirata.
3) Religi
Gaya kepenulisan religi telah banyak digunakan oleh penulis-
penulis Indonesia. Hal ini biasanya menyuguhkan alur cerita yang
bernuansa religi. Contohnya penulis Asma Nadia, Habiburrahman El-
Shirazy, dan Salim A Fillah. Namun, tidak dapat memungkiri, saat ini
banyak penulis-penulis yang menggabungkan beberapa gaya
kepenulisan yang di dalamnya mengungkapkan sisi religi.
41
4) Ringan
Gaya kepenulisan ringan sangat banyak digunakan dalam novel-
novel yang beredar. Gaya kepenulisan ringan dalam arti bahasanya
mengalir namun tak asal jadi dan tidak terlalu berat juga untuk pembaca
pemula. Hal ini menjadi keuntungan tersendiri karena bahasan di
dalamnya sederhana dan ringan untuk dibaca berbagai kalangan.
2. Kalimat
a. Kalimat langsung
Kalimat langsung biasanya digunakan dalam penggunakan dialog
dalam novel. Kalimat langsung biasanya digunakan untuk penegasan
suatu konteks dalam peristiwa tertentu. Menurut Yohanes (1991: 14)
jenis-jenis kalimat untuk kepentingan penulisan karangan dapat ditinjau
42
dari beberapa sudut. Artinya, kalimat langsung dalam novel merupakan
penggambaran makna guna mengungkapkan sesuatu.
43
peristiwa. Kalimat tidak langsung biasanya digunakan dalam bentuk
narasi dan mengandung suatu kesan tertentu.
3. Paragraf
a. Koherensi
Koherensi merupakan salah satu hal penting dalam suatu wacana
dalam novel secara utuh. Alade dalam Utami, dkk (2019: 158),
koherensi ialah unsur isi dalam wacana, sebagai organisasi semantik,
wadah gagasan-gagasan disusun dalam urutan yang logis untuk
mencapai maksud dan tuturan dengan tepat. Artinya, koherensi dalam
sebuah novel merupakan keutuhan makna yang mengandung suatu
gagasan tertentu yang ditulis secara sistematis.
44
Adapun Enkvist dalam Hasnah, dkk (2018: 222) mengatakan
bahwa koherensi adalah kualitas tekstual yang membuat teks dapat
ditafsirkan untuk pembaca dengan membangun dan menyesuaikan diri
dengan gambaran dunia yang mungkin dan konsisten. Dalam hal ini,
penulis harus dapat menulis karyanya secara utuh dan dapat dipahami
oleh pembaca secara utuh. Selain itu, koherensi yang dimaksud
merupakan suatu kekonsistenan dalam merangkai sebuah cerita.
b. Kohesivitas
Kohesivitas merupakan keterpaduan bentuk yang merujuk pada
pertautan makna tertentu. Pada umumnya, karangan novel keterikatan
antar unsur dalam sebuah karya. Kalimat yang digunakan dalam novel
harus memiliki perpaduan antara satu dengan yang lainnya.
45
Bab V Nilai Karakter dalam Novel
Nilai merupakan sifat yang berguna, mampu, berdaya, valid, dan
kuat dalam dalam menggambarkan karakter tokoh dalam cerita. Nilai
menjadi dasar sebagai acuan dan pendorong motivasi dalam
berperilaku kehidupan sehari-hari di kehidupan bermasyarakat. Guna
menggambarkan karakter seorang tokoh, cerita novel merupakan
gambaran kecil yang mencerminkan kehidupan bermasyarakat.
Kemendiknas (2010: 3) menjelaskan karakter adalah watak, tabiat,
akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil
internalisasi berbagai kebijakan yang diyakini dan digunakan sebagai
landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak.
46
Bagan 5.1 Deskripsi 18 Nilai Karakter
1. Religius
•Sikap dan perilaku taat dalam menjalankan ajaran agamanya,
toleran dalam menjalankan agama lain, dan hidup rukun
dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur
•Perilaku yang dilakukan dalam upaya menjadikan dirinya
pribadi yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,
tindakan, dan pekerjaan.
3. Toleranasi
•Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama,
suku, suku, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang
berbeda dengan dirinya.
4. Disiplin
•Tindakan yang menunjukan perilaku tertib dan patuh pada
berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras
•Perilaku yang menunjukkan usaha yang sungguh-sungguh
dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta
menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6. Kreatif
•Pikirkan dan hasilkan sesuatu untuk menghasilkan cara atau
hasil baru dari sesuatu yang sudah Anda miliki.
7. Mandiri
•Sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang
lain dalam menyelesaikan tugas.
8. Demokratis
•Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai hak dan
kewajiban dirinya dan orang lain secara setara.
47
9. Rasa Ingin Tahu
•Sikap dan tindakan yang selalu berusaha untuk mengetahui
lebih dalam dan luas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan
didengar.
48
17. Peduli Sosial
•Sikap dan tindakan yang selalu ingin membantu orang lain
dan masyarakat yang membutuhkan.
1. Religius
49
memiliki nuansa religius pun akan menyajikan lingkungan agama.
Cukup banyak novel-novel yang mengambil tema agama sebagai
permasalahan dalam cerita. Nilai-nilai agama dapat dikatakan
sebagai nilai yang didasari pada rasa percaya kepada Tuhan.
Penulis mendasari segala sesuatu yang dilakukan oleh tokoh atas
kepercayaan kepada Tuhan dan mencerminkan iman kepada
Tuhan.
Contoh:
“Karena shalat adalah tiang agama.” Itu yang Senja tahu dari dulu
dan diingatkan kembali oleh Mang Didin.
2. Nasionalis
50
Tokoh pada novel yang memiliki jiwa nasionalis pun memiliki
karakter yang tegas, berjiwa sosial yang tinggi, dan menjunjung tinggi
rasa persatuan. Sikap nasionalisme dapat diwujudkan dalam berbagai
bentuk. Nasionalisme di masa lalu tentu berbeda dengan saat ini.
Dahulu, ketika negara belum berdiri, sikap nasionalisme ditunjukkan
dengan perang melawan penjajah hingga kemerdekaan dan berhasil
mendirikan negara Indonesia. Namun saat ini, nasionalisme dapat
diwujudkan dengan mengisi dan memelihara persatuan bangsa.
Perbedaan suku, agama, ras merupakan sarana yang mewajibkan
setiap warga negara Indonesia untuk menjunjung tinggi nilai
nasionalisme guna menjaga persatuan dan kesatuan. Sikap nasionalis
ditunjukkan melalui sikap penghargaan terhadap budaya bangsa
sendiri, menjaga kekayaan budaya bangsa, rela berkorban, berprestasi
dan berprestasi, cinta tanah air, menjaga lingkungan, mentaati hukum,
disiplin, menghargai budaya, suku dan agama. keragaman agama.
Contonya tokoh-tokoh dalam novel Sebelas Patriot karya Andrea Hirata.
Novel tersebut memiliki rasa persatuan yang tinggi. Prinsip Persatuan
yang berisi pada novel Sebelas Patriot adalah bentuk yang dilakukan
oleh masyarakat Melayu untuk memperjuangkan nasib dan merebut
kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Hal ini
disajikan dalam kutipan berikut.
Contoh:
Waktu demi waktu berlalu. Tertindas di bawah penjajahan, rakyat
menemukan caranya sendiri untuk melawan. Para penyelam tradisional
melawan dengan membocorkan kapal-kapal dagang Belanda yang
mendekati perairan Belitong. Para pemburu melawan dengan meracuni
sumur-sumur yang akan dilalui tentara Belanda. Para imam
membangun pasukan rahasia di langgarlanggar. Para kuli parit
tambang melawan dengan sepak bola
Sebelas Patriot Karya Andrea Hirata
51
3. Mandiri
Contoh:
4. Gotong Royong
52
atau bantuan kepada orang lain yang membutuhkan. Dalam
sebuah novel, nilai gotong royong dapat tercermin dari tindakan
para tokohnya dalam menghadapi masalah. Nilai gotong royong
diharapkan dapat diterapkan kepada pembaca dengan
menunjukkan sikap menghargai orang lain, mampu bekerja sama,
bersikap inklusif, mampu berkomitmen pada keputusan bersama,
musyawarah untuk mufakat, tolong-menolong, memiliki empati
dan rasa solidaritas, anti diskriminasi, anti kekerasan, dan
kesukarelaan. Nilai gotong royong cukup untuk mendasari
hubungan berbagai elemen manusia.
Contoh.
53
dengan berbagai motif. Dalam konsep gotong royong kebersamaan
harus dilandasi aksi sosial dan solidaritas sosial. Jika ada motif moneter
atau materi, maka tidak lagi gotong royong. Dengan kebersamaan
dalam gotong royong, semua orang akan bahu membahu untuk
mencapai misi yang telah disepakati.
5. Integritas
Contoh.
54
Menurut Kemendikbud, salah satu sikap yang dapat
mencerminkan integritas yang tinggi konsistensi tindakan dan perkataan
berdasarkan kebenaran. Ketika Laksamana Andalas mengatakan dia
akan datang tepat waktu, jadi dia melakukan hal itu. Kata-katanya dapat
dipertanggungjawabkan. Manusia berintegritas tinggi akan terus
berhati-hati dalam berkata dan bertindak karena dia akan berusaha
simpan saja.
6. Latihan
Bacalah satu novel yang Anda sukai. Identifikasi novel tersebut
berdasarkan nilai karakter. Berikan contohnya dalam setiap bagian!
55
Bab VI Menulis Novel
1. Teknik Manulis Novel
Ide cerita tidak harus mengenai hal yang baru. Saat menulis
novel, dapat pula menggunakan ide cerita yang sudah ada, seperti
cerita tentang percintaan, persahabatan, atau mungkin pembunuhan.
Jika dalam menentukan ide masih bingung, ide dapat pula diambil dari
inspirasi novel-novel yang sudah diterbitkan atau membaca buku-buku
yang berhubungan dengan hal yang disukai.
Needs dalam arti tujuan atau benang merah cerita dari awal
sampai akhir. Needs sangat berpengaruh dalam menentukan jalan
cerita, mulai dari pengenalan, masalah yang terjadi, hingga bagaimana
penyelesaian itu dibuat. Sedangkan watns, dalam arti tujuan lainnya.
Hal ini merupakan pendukung dari isi cerita. Penulis biasanya ingin
56
mengungkapkan hal lain, atau maksud lain dalam isi cerita secara
eksplisit.
Mata digunakan untuk melihat apa pun yang telah dilihat, bahkan
sampai ke gerak semua yang terkecil pun harus dapat kita lihat dengan
jelas. Telinga digunakan untuk mendengarkan apa pun sampai kepada
daun yang jatuh harus dapat kita dengar. Peraba digunakan untuk
merasakan hal yang mengenai anggota tubuh kita, bahkan sampai
merasakan hembusan angin yang menerpa tubuh kita.
57
mendapatkan rangsangan dari luar penalaran. Ide dibutuhkan untuk
memacu motivasi manusia agar dapat mencapai tujuan (terciptanya
karya).
Ada beberapa hal atau kondisi yang dapat menjadi acuan untuk
mencari ide, seperti:
1) Ketika membaca buku, baik fiksi atau non-fiksi;
2) Mengunjungi tempat, seperti suasana alam, pasar, atau lainnya;
3) Menonton film;
4) Melakukan kegiatan secara fisik;
5) Aktivitas sehari-hari, dan lain sebagainya.
b. Membuat Outline
Dalam hal ini memang terlihat rumit dan tidak sedikit penulis yang
memulai penulisan novel tidak menyiapkan plotting outline, entah
karena malas atau rumit. Namun, penulis yang baik harus menyiapkan
dan siap dengan segala sesuatunya. Sebenarnya, pembuatan outline
tidak terlalu sulit. Saat memulai penulisan, kadang sering terjadi juga
pengembangan-pengembangan dari outline dan yang akhirnya akan
ada tambahan bab atau cerita tambahan untuk membumbui semuanya.
58
Dalam hal ini, outline berperan penting dan sangat membantu untuk
memberikan tanda-tanda pada plot cerita agar tidak keluar jalur atau
“off topic”.
1) Awal
Outline awal berisikan tentang pengenalan tokoh utama, latar,
kehidupan, dan mula cerita. Karakter tokoh dan setting yang kompleks
akan menambah kekuatan outline dan menarik perhatian pembaca.
Pastikan juga ketika menulis memperhatikan detail cerita dan tetap
fokus pada garis besarnya.
59
2) Tengah
Outline tengah berisikan tentang mulainya permasalahan-
permasalahan yang terjadi pada tokoh utama. Masalah-masalah yang
digambarkan harus sesuai dengan kehidupan nyata. Kecuali saat
menulis novel dengan jenis novel fantasi, yang pastinya permasalahan
yang ddisuguhkan menembus batas-batas kenyataan. Hal yang harus
diingat, ketika menyusun permasalahan, setidaknya harus membuat
suasana hati pembaca seolah-olah ikut berperan langsung dalam alur
cerita.
3) Akhir
Outline akhir berisikan tentang bagaimana tokoh utama tersebut
menyelesaikan masalah. Akhir cerita novel sangat menentukan
suasana pembaca. Dalam mengakhiri cerita, akan menimbulkan kesan
dan penilaian terhadap novel yang ditulis. Oleh karena itu, saat
membuat outline pada bagian akhir, penulis harus memperhatikan dan
mengemas sedemikian rupa agar sulusi dari pokok permasalahan
benar-benar dapat diselesaikan dengan baik.
Riset merupakan bagian yang paling penting. Dalam hal ini riset
harus sesuai dengan kebutuhan outline yang telah dibuat. Riset yang
dimaksud mencakup seluruh pokok-pokok isi cerita, mulai dari tokoh,
latar dan setting, permasalahan yang diungkap, dan penggambaran
cerita.
Cerita dalam novel akan terasa kurang menarik dan berkesan jika
penelitian tidak dilakukan dengan baik dan mendalam. Meskipun,
sumber ide tulisan berasal dari pengalaman sendiri, riset pun diperlukan
untuk memberikan informasi tambahan yang dapat memperkaya
tulisan. Mungkin kata “riset” terdengar berat, namun sebenarnya dapat
dilakukan dengan cara yang sederhana.
1) Pengalaman pribadi
60
Arti dari pengalaman pribadi adalah segala hal yang
besinggungan langsung dengan pribadi (penulis). Dalam hal ini,
lingkungan sekitar merupakan ruang riset utama dan yang paling
mudah dilakukan. Selain mudah, penulis pun dapat melihat secara
langsung gerak, emosi, dan respon makhluk hidup saat menghadapi
suatu peristiwa. Penulis dapat pula mengamati reaksi dan emosi teman-
teman saat sedang jatuh cinta, reaksi dengan keluarga dengan
berbagai karakter, hingga reaksi tubuh sendiri saat sedang sakit atau
lainnya. Informasi-informasi tersebut dapat dijadikan narasi dengan
kesan yang personal dan mendalam.
2) Wawancara
Guna memantapkan tulisan, dengan zaman yang telah
berkembang, sesungguhnya mengumpulkan informasi merupakan
bukan perkara sulit. Adanya internet sudah cukup terbantu untuk
mencari hal-hal yang diinginkan. Namun, penulis hendaknya tidak
langsung percaya begitu saja. Perlu diingat, tidak semua data dan
informasi yang didapatkan dari internet dapat dipercaya, valid, dan
lengkap.
Dalam hal ini, penulis lebih baik melakukan penelitian secara
langsung yang mendalam, seperti wawancara dan observasi langsung.
Contohnya, ketika penulis ingin menulis tentang Kabah di Mekah, yang
padahal penulis belum pernah pergi ke Kabah di Mekah. Oleh karena
itu, penulis perlu mewawancarai orang-orang yang pernah yang pernah
pergi ke Mekah agar tulisan menjadi nyata.
3) Melalui Media
Penelitian pun dapat dilakukan melalui berbagai media. Penulis
dapat melakukan riset melalui media audiovisual seperti film dan video
youtube. Selain itu, dapat juga melalui media audio seperti podcast.
Saat ini, banyak pembuat konten yang juga ahli atau profesional
sehingga penulis dapat mendapatkan wawasan dari konten yang
mereka buat. Penulis dapat melakukan riset melalui film-film kuno jika
ingin membuat cerita sejarah atau melalui film asing jika ingin membuat
cerita dengan latar belakang asing.
4) Membaca buku
Penulis dapat pula melakukan riset dari memperkaya sumber
bacaan. Sumber ide dan informasi untuk menulis novel tidak selalu
61
berasal dari fiksi, tetapi juga nonfiksi, berita, bahkan komik. Penulis
dapat pula mempelajari berbagai gaya penulisan, topik, dan perspektif.
Hasil dari memperkaya bacaan, penulis dapat mengeksplorasi cerita
sederhana dengan karakter yang kuat. Bahkan, penulis pun dapat pula
melakukan riset bukan hanya dari bacaan narasi. Penulis dapat pula
mendapatkan infromasi dari bacaan seperti membaca berita. Hasil dari
membaca berita, penulis dapat mengetahui sebab dan akibat dari suatu
peristiwa besar. Informasi seperti itu dapat membuat tulisan lebih kaya.
d. Pengolahan
Penulis mulai menulis novel sesuai dengan outline dan hasil dari
riset yang dipadukan dengan imajinasi. Imajinasi sangat berpengaruh
dalam menghasilkan tulisan yang baik. Sebagaimana pun hasil riset itu
berdasarkan kisah nyata, namun ketika imajinasi berperan dalam
pengembangan suatu karya, maka tulisan itu merupakan karangan fiktif.
Dalam hal ini, pengolahan riset dan imajanasi harus sesuai dengan
kehidupan nyata dan logis, sehingga dapat diterima oleh pembaca.
62
mengambil inspirasi dari diri sendiri atau orang-orang yang
bersinggungan langsung dengan penulis.
63
intinya, dialog bersifat menegaskan sesuatu. Tulis dialog yang terarah,
langsung ke intinya, dan lugas. Jangan membuat dialog yang berputar-
putar, apalagi bertele-tele, nanti hasilnya hambar. Sedangkan narasi,
bersifat untuk menggambarkan atau mendeskripsikan cerita dalam
novel. Penulis hendaknya membuat narasi yang bagus dan tidak
membuat pembaca enggan untuk membaca lagi. Narasi harus benar-
benar dapat dipahami pembaca. Karena, narasi yang baik dapat pula
dirasakan oleh pembaca.
e. Revisi
64
Selain itu, revisi dalam teknik menulis pada dasarnya perlu
dilakukan dari dua sisi, yaitu isi (isi buku) dan bahasa. Dalam merevisi
isi (isi buku) hal-hal yang perlu diperhatikan adalah: (1) Penulisan nama
dan judul. Jika mengutip nama seseorang, pastikan untuk
menuliskannya dengan benar. Begitu pula saat menulis gelar
seseorang, perlu dipastikan bahwa judul tersebut benar adanya. (2)
Menulis referensi. Saat mengutip kalimat, pastikan sumber kutipannya
benar. Jangan sampai sumber referensi meragukan. Terutama saat
mengutip ayat-ayat Al-Qur'an atau Hadits, pastikan ayat atau
pengucapan dan artinya sudah benar agar tidak ada kesalahan. (3)
Tanggal dan waktu. Saat menuliskan tanggal dan waktu, pastikan
sudah benar. Tanggal lahir, meninggal, dan berbagai peristiwa penting
tidak boleh salah dalam penulisan. (5) Hubungan satu paragraf dengan
paragraf lainnya. Buku yang bagus untuk dibaca adalah buku di mana
satu paragraf ke paragraf lainnya mengalir dengan lancar. Jika ada
hubungan yang tidak nyaman antar paragraf, segera revisi. (6) Judul-
judul dalam buku. Buat lah judul buku yang sederhana dan menarik.
Apalagi untuk buku yang “populer” juga harus membuat judul yang
populer dan tidak kaku.
65
lain kita menggunakan kata “Ridla”. Sebaiknya mengacu pada referensi
transliterasi yang telah diakui oleh Pemerintah.
f. Endapkan
66
dipungkiri, sebagai penulis atau yang baru saja menulis, tentunya tanpa
dipungkiri aka nada rasa bahwa tulisan yang telah dibuat merupakan
tulisan yang sudah terbaik.
Dalam hal ini, penulis sering kali lupa, kalau manusia diberikan
akal dan ilmu yang artinya, semakin lama, manusia yang berproses
akan mengalami perubahan. Arti dari sudah terbaik yang dimaksud,
merupakan terbaik saat ini, saat tulisan tersebut sudah jadi. Hal ini
karena penulis akan membaca tulisannya berada di posisi penulis,
bukan sebagai pembaca (orang lain). Apa yang dirasakan penulis, tentu
akan berbeda dengan yang dirasakan pembaca.
67
perubahan dari orang lain, atau mungkin penulis tersebut malas untuk
menulis dan membaca.
g. Finishing
68
2. Menentukan Akhir Cerita
Akhir dengan pola melingkar adalah akhir cerita kembali lagi pada
bagian yang pertama. Teknik ini merupakan teknik yang mengakhiri
cerita dengan mengembalikannya seperti di awal ccerita. Pembaca
akan mulai melihat tentang awal mulai tokoh utama mengalawi
permasalahan, puncak permasalahan-permasalahan yang terjadi pada
setiap tokoh, kemudian pada tahap kesimpulan akan berkaitan kembali
pada awal cerita.
69
menceritakan perjalanan panjang cerita tidak dilengkapi dengan
rangkaian percakapan atau peristiwa yang mungkin lebih sederhana
untuk dipahami oleh pemebaca. Inti dari pola ini adalah akhir cerita
yang diakhiri dengan sebuah adegan peristiwa. Pola ini pun sering
digunakan untuk komik-komik atau cerita-cerita bergambar.
70
membuat pembaca merasa puas dan setuju, dengan harapan awal
yang telah dipikirkan oleh pembaca saat pertama kali munculnya
rangkaian masalah. Akhir cerita ini, selain membuat pembaca seolah-
olah tenggelam dalam emosi cerita. Pola ini adalah penyelesaian cerita
yang mungkin terkesan menggantung, namun di sisi lain, jenis akhiran
ini cukup efektif untuk membuat pembacanya ketagihan. Akhir cerita ini
pun sering kali dijumpai pada novel-novel saat ini. Hal ini karena
pembaca dapat menikmati cerita dan menanamkan akhir yang tajam
dalam pikiran mereka.
Akhir dengan pola kejutan adalah akhir cerita novel yang tidak
menduga-duga. Pada penggunaannya, tentu akan banyak pembaca
yang tidak mengira-ngira kalau ceritanya akan berakhir seperti itu. Tidak
mudah membuat sebuah akhir cerita yang bisa digolongkan sebagai
akhir yang mengejutkan. Dua kategori dasar untuk menyebut akhir
cerita sebagai akhir kejutan adalah plot yang kuat dan efek kejutan
alami bagi pembaca. Biasanya, pembaca akan sesegera mungkin ingin
mengetahui bagaimana akhir cerita pada novel yang dibacanya. Ada
beberapa penulis yang mengkonsep akhir ceritanya dengan
menggunakan pola ini. namun, hal tersebut tentu bukan hal yang
mudah. Alur cerita natural dan mengejutkan merupakan pokok utama
dari pola ini. Pola dengan akhir ini memang bukan hal yang mudah,
karena pembaca kadang kala akan muncul beberapa pernyataan,
misalnya ‘Kenapa akhir ceritanya seperti ini?, kenapa tidak seperti ini
saja? Atau yang lainnya’.
71
9) Akhir dengan pola menggambarkan moral
3. Latihan
1. Buatlah satu gagasan/ide pokok untuk merancang novel!
2. Buatlah premis dari gagasan/ide pokok tersebut!
3. Rancanglah outline dari gagasan yang Anda buat!
4. Lanjutkan potongan di bawah ini!
a. Bena duduk sendiri menatap riuh lampu kota Kuningan.
Kobaran api unggun menandakan cahaya yang tak kalah
cerah dari sinarnya. Sementara ………………………….
b. “Ben, tumben dari tadi diam mulu!” tegur Ojan yang tidak
sedang memainkan ponselnya.
“Lebih baik diam daripada hp mulu,” ketus Bena melirik
teman-temannya yang sedang asik mencekek batang
ponsel.
………………………………………………………………….
72
c. Di luar gedung, sekerumunan orang memadati area.
Mereka melihat sorotan mata para calon yang akan
diwisuda penuh keharuan di layar yang terpampang.
Semakin siang, para tamu yang tak diundang semakin
memadati area.
………………………………………………………………….
5. Bacalah satu novel. Tentukan pola pada akhir cerita novel
tersebut!
73
Bab VII Pendekatan dan Kritik Sastra
Sastra dapat didekati dari berbagai sudut pandang. Cara
memandang dan mendekati suatu objek disebut pendekatan. Artinya,
dapat dikatakan bahwa pendekatan adalah asumsi-asumsi dasar yang
digunakan sebagai pedoman dalam memandang suatu objek. Adanya
pilihan pendekatan dalam suatu penelitian, kritik, atau penelitian dapat
membantu mengarahkan penelitian menjadi lebih tajam dan mendalam.
Jika suatu penelitian sastra tidak dikhususkan pada suatu pendekatan
maka penelitian tersebut dapat bersifat sangat umum dan tentu saja
akan menghasilkan analisis yang dangkal.
1. Mimesis
Dalam menganalisis novel, ada pula dengan menggunakan
pendekatan mimesis. Pendekatan ini akan lebih mudah memahami
suatu novel karena dapat mengungkapkan kemiripan atau tiruan antara
unsur-unsur yang ada pada novel tersebut dengan kenyataan yang
sebenarnya terjadi pada eranya.
Menurut Teeuw (1984:220), mengungkapkan seni dapat meniru
dan membayangkan hal-hal yang ada dalam kenyataan yang tampak,
memiliki jati diri yang berdiri di bawah kenyataan itu sendiri dalam
hirarki. Karya seni (sastra), tidak dapat menjelma langsung dalam wujud
yang sebenarnya sehingga terbentuklah tiruan atau khayalan dalam
menangkap kenyataan dalam bentuk karya.
Menurut Luxemburg, (1986:16). Adapun bagan tentang teori Plato
digambarkan sebagai berikut.
Bagan 7.1 Hubungan Timbal Balik Teori Mimesis
Karya
Sastra
74
Dunia nyata yang dimaksud menurut teori mimetik merupakan inspirasi
bagi pengarang dalam berproses kreatif menciptakan tiruan.
Menurut Aristoteles (dalam Semi, 2008:43) mimesis lebih tinggi
dari kenyataan ia memberi kebenaran yang lebih umum, kebenaran
yang universal. Hal ini menyatakan bahwa pendekatan mimesis
memfokuskan hubungan karya sastra dengan kenyataan di luar karya
sastra sebagai tiruan dan kenyataan.
Abrams (Dalam Siswanto, 2008:188), menambahkan pendekatan
mimetik adalah pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan
kajiannya terhadap hubungan karya sastra dengan kenyataan di luar
karya sastra sebagai imitasi dan realitas. Dalam kehidupan nyata,
terdapat berbagai kejadian keadaan sosial, agama, budaya, edukasi,
dan moral. Keadaan yang seperti ini menjadi hal yang akan
tergambarkan dalam karya sastra, karena sejatinya karya sastra
merupakaan jelmaan dari kehidupan.
Pendekatan mimesis menempatkan karya sastra sebagai:
a. Produk peniruan kenyataan yang diwujudkan secara dinamis;
b. Representasi kenyataan semesta secara fiksional;
c. Produk dinamis yang kenyataan di dalamnya tidak dapat
dihadirkan dalam cakupan yang ideal;
d. Produk imajinasi yang utama dengan kesadaran tertinggi atas
kenyataan.
Langkah kerja analisis melalui pendekatan ini dapat disusun ke
dalam langkah pokok, yaitu:
a. Mengungkap dan mendeskripsikan data yang mengarah pada
kenyataan yang ditemukan secara tekstual;
b. Menghimpun data pokok atau spesifik sebagai variabel untuk
dirujukkan ke dalam pembahasan berdasarkan kategori tertentu,
sesuai tujuan, misalnya menelusuri unsur fiksionalitas sebagai
refleksi kenyataan secara dinamis;
c. Membicarakan hubungan spesifikasi kenyataan dalam teks karya
sastra dengan kenyataan fakta realita;
d. Menelusuri kesadaran tertinggi yang terkandung dalam teks karya
sastra yang berhubungan dengan kenyataan yang
direpresentasikan dalam karya sastra.
75
antara realitas faktual (kehidupan nyata) sehingga hakikat karya sastra
yang bersifat fiktif imajiner sering kita kesampingkan.
Contoh.
“Setan selalu hidup. Dia menari mengikuti irama hati manusia. Dia
menari-nari di atas tiang-tiang kayu rumah-rumah masa lalu, tiang-tiang
penyangga beban atap. Dia berdendang di atas tumbuhan dan
pepohonan kesedihan, di gua-gua, pegunungan, atau danau-danau.”
(Tarian Setan, 2006: 1)
Dari kutipan di atas, mengibaratkan bahwa setan akan selalu
akan dan berdampingan di sekeliling manusia. Manusia yang tidak
memiliki iman akan mudah dihasut oleh setan untuk berbuat jahat.
Semua pernyataan ini tercemin terhadap kehidupan di dalam dunia
nyata.
2. Pragmatik
Pendekatan ini bermula dari Charles Morris (Levinson, 1983: 1)
mengungkapkan, pragmatik merupakan ilmu yang berkaitan dengan
ilmu bahasa, semiotika (semiotics) memiliki tiga cabang, yakni sintaktika
(studi relasi formal tanda- tanda), semantika (studi relasi tanda dengan
penafsirnya). Namun, pendekatan ini telah berkembang pesat, di mana
pendekatan ini memandang karya yang bergelut daam bidang bahasa,
di mana bahasa merupakan bunyi-bunyi atau ujaran yang dihasilkan
oleh alat ucap manusia secara simbolis.
Pendekatan pragmatik mengkaji bagaimana keberadaan suatu
bahasa disusun atas adanya peristiwa. Pragmatik menelaah dalam hal
ujaran langsung maupun tidak langsung, konvensional, atau implikasi,
sehingga hal yang mendasarinya adalah terdapat pada bahasa novel itu
sendiri. Dalam hal ini, aspek yang akan ditelaah adalah keberadaan
makna-kondisi dalam konteks-kondisi sebenarnya.
Menurut Levinson (1983: 27), menyatakan bahwa pragmatik
adalah telaah mengenai relasi antara bahasa dan konteks yang
merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa
dengan kata lain telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa
menghubungkan serta penyerasian kalimat-kalimat dan konteks-
konteks secara tepat. Artinya, pragmatik mengacu pada penggunaan
bahasa terhadap konteks peristiwa yang terjadi. dapat dinyatakan,
pendekatan pragmatik adalah ilmu yang menafsirkan kalimat terhadap
konteks yang terjadi.
76
Contoh.
Dalam novel Trah, terdapat salah satu ujaran sebagai berikut.
“Pancen repot,kandhane Sarbini marang Pak Manri”Bocah saiki nek ora
sekolah, ora duwe kesempatan nyambut gawe becik. Nek wis sekolah
lan wis tamat kangelan golek pegawean.
(Trah: 9)
Dalam tuturan tersebeut adanya penekanan gaya bicara yang
memberikan keterangan. Artinya maksud dari tuturan tersebut adalah
Sarbini menyatakan kepada Pak Manri, kalau anak zaman sekarang
tidak bersekolah akan susah mendapatkan pekerjaan yang baik, atau
bahkan setelah lulus sekolah pun akan susah mendapatkan pekerjaan.
Kalimat tersebut merupakan suatu idiom dan tafsiran dari betapa
peliknya kehidupan saat ini.
3. Objektif
Pendekatan ojektif merupakan pendekatan yang menitikberatkan
terhadap karya itu sendiri. Karya sastra terdapat unsur pembangun
seperti unsur instrinsik dan ekstrinsik. Kedua unsur tersebut tentunya
tidak akan pernah lepas dari suatu karya. Pendekatan ini memandang
karya sebagai suatu hal yang otonom, terlepas dari keadaan sekitar,
pembaca, atau pengarang itu sendiri. Menurut Teeuw (1984:61) analisis
objektif merupakan prioritas pertama sebelum yang lainnya. Tanpa
adanya unsur instrinsik dalam sebuah karya sastra secara otomatis
tidak akan dapat diungkap maknanya. Makna tersebut dapat dipahami
dan dinilai atas dasar analisis unsur pembangun karya sastra secara
kompleks.
Garis besar pendekatan ini adalah memusatkan pada unsur instrik
karya sastra. Unsur intrinsik dalam karya fiksi yang dianalisis seperti
unsur tema, plot, watak, tokoh, latar, kejadian, sudut pandang, dan
amanat. Oleh karena itu, pendekatan ini dapat dianalisi menggunakan
unsur instrinsik karya sastra yang dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Tema, merupakan gagasan dasar umum yang menopang karya
sastra, terkandung di dalam teks sebagai struktur semantik dan
menyangkut persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan;
b. Tokoh dan Penokohan, pelaku yang mengemban peristiwa dalam
cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita
disebut dengan tokoh. Sedangkan cara pengarang menampilkan
tokoh atau pelaku itu disebut dengan penokohan;
77
c. Alur, adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan
peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh
para pelaku dalam cerita;
d. Latar/Setting, adalah latar peristiwa dalam karya fiksi, baik berupa
tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan
fungsi psikologis;
e. Gaya Bahasa, dalam karya sastra istilah gaya mengandung
pengertian cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya
dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis
serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat
menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca;
f. Sudut Pandang, adalah cara pengarang menampilkan para
pelaku dalam cerita yang dipaparkannya;
g. Amanat, adalah gagasan yang mendasari karya sastra, yakni
pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca.
4. Ekspresif
Menurut Teeuw (2003: 128), teori ekspresi bermula dari pendapat
Longinus dalam bukunya yang berjudul Peri Hypsous, yang artinya
adalah Tentang Keluhuran. Menurutnya, karya sastra merupakan
sesuatu yang sublime, luhur, yaitu kualitas yang memberikan
keagungan atau keunggulan kepada penyair; curahan pikiran dan
perasaan dari penceritanya. Artinya, keluruhan yang dimaksud adalah
ciri khas atau hal utama terbangunnya karya sastra. Keluhuran dapat
dibentuk dari emosi, perasaan, budaya, peristiwa, dan lainnya yang
dialami oleh dirinya sendiri.
Pendekatan secara ekspresif merupakan pendekatan kritik sastra
yang mengangggap karya sastra merupakan bentuk dari ekspresi dari
penulis itu sendiri. Pendekatan ini sangat menarik, karena dapat
menyesuaikan tokoh dengan penulisnya langsung, di mana kedua hal
tersebut saling berkaitan. Menurut Abrams (1976), pendekatan
ekspresif sesungguhnya adalah sesuatu yang sebenarnya internal
namun dibuat menjadi eksternal, dihasilkan dari proses kreatif yang
memadukan pikiran, perasaan, dan persepsi. Dalam hal ini, masalah
atau sumber utama terbangunnya karya sastra karena adanya
pemikiran dari seorang penulis itu sendiri. Penulis seolah-olah
merepresentasikan suatu kehidupan yang telah dialaminya ke dlam
bentuk karya.
78
Pada pendekatan ekspresif, pembaca akan mengetahui secara
keseluruhan tentang pandangan hidup dari penulis, baik itu pesan atau
amanat, pengalaman hidup, perjalanan dalam menyelesaikan
permasalahan, sampai kondisi penulis itu sendiri. Pendekatan ini sering
juga disebut sebagai curahan hati atau emosi, proyeksi atau ekspresi
dan perasaan penulis terhadap peristiwa yang terjadi. titik berat dalam
pendekatan ini berporos pada latar belakang kehidupan pengarang.
Contoh.
Dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata tersimpan rasa
kemanusiaan, yakni pada tokoh Ikal yang diceritakan sangat peduli
terhadap Jimbron yang memiliki kelainan pada kakinya. Berdasarkan
hal tersebut, terdapat kesamaan antara tokoh Ikal dan Andrea Hirata,
yaitu mereka sama-sama memiliki rasa kemanusian yang tinggi. Berikut
contoh kutipannya.
Jimbron yang tambun dan invalid – kakinya panjang sebelah –
terengah-engah di belakangku....
(Hirata, 2008: 2)
5. Latihan
79
Daftar Pustaka
Abrams, M. (1981). A Glossary of Liberary Terms. New York: Holt. Rinehart and Wiston.
Alwi, H. d. (2007). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Aminuddin. (2013). Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Algensindu.
Arifin, Zaenal dkk. (2015). Wacana: Transsaksional dan Internasiaonal dalam Bahasa
Indonesia. Tangerang: Pustaka Mandiri.
Atmosuwito, S. (1989). Perihal Sastra dan Religiusitas dalam Sastra. Bandung: Sinar
Baru.
Edward Djamaris, d. (1996). Nilai Budaya dalam Beberapa Karya Sastra Nusantara.
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Elly M. Setiadi, K. B. (2013). Ilmu Sosial & Budaya Dasar. Jakarta: Kencana.
Endraswara, S. (2006). Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Halliday, M.A.K. dan R. Hassan. 1976. Cohesion in English. London: Longman.
Kementerian Pendidikan Nasional. (2010b). Pengembangan Pendidikan Budaya dan
Karakter Bangsa, Pedoman Sekolah. Jakarta: Kementerian Pendidikan
Nasional.
Koentjaraningrat. (1975). Budaya Mentalitet dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.
Mustari, M. (2011). Nilai Karakter Refleksi untuk Pendidikan. Yogyakarta: LaksBang
PRESSindo.
Nurgiyantoro. (2015). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Pradopo, R.D. (2003). BeberapaTeori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya.
Yogyakarta: PustakaPelajar.
Qomar, M. (2005). Epistemologi Pendidikan Islam: dari Metode Rasional Hingga
Metode Kritik. Jakarta: Erlangga.
Robert, E. V. (1987). An Instroduction to Reading and Writing. Englewood Cliffs:
Prentice-Hall.
Rubiyanto, R. d. (2004). Landasan Pendidikan. Surakarta: UMS.
Sayuti, S. A. (2000). Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama Media.
Siswanto, W. (2013). Pengantar Apresiasi Sastra. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Sudjiman, P. (1988). Pengertian Amanat. Bandung: Angkasa.
Suparni. 1997. Bahasa dan Kesusastraan Indonesia. Bandung : Geneca Exact.
80
Suparyono, Yohanes (1991). Konstruksi Perspektif. Cetakan ke-7. Penerbit Kanisius,
Jakarta
Stanton, R. (2012). Teori Fiksi (Terjemah: Sugihastuti dan Rossi Abi Al Irsyad).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tarigan, H. (2011). Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa Thahar.
Hasnah, dkk. (2018). Pewujudan Kohesi Dan Koherensi Pada Jurnal Refleksi Guru
Bahasa.
Indri Anatya Permatasari (2020). Modul Pembelajaran SMA Bahasa dan Sastra
Indonesia. Kementrerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal
Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan dasar, dan Pendidikan Menengah
Direktorat Sekolah Menengah Atas.
Lindawati. (2015). Kalimat Imperatif Bahasa Kepulauan Tukang Besi.
file:///C:/Users/ffffffffffffff/Downloads/Documents/jurnal%20novel/kalimat/593-
1566-1-PB.pdf. Diakses tanggal 2 Februari 2020.
Miftahur Rohim. (2013). Analisis Kontrastif Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab
Berdasarkan Kala, Jumlah, dan Persona. http://journal.unnes.ac.id/sju/
index.php/jsi. Diakses tanggal 15 Febuari 2020.
Suryaman, dkk (2012). Pengembangan Model Panduan Pendidik Pengajaran Sastra
Berbasis Pendidikan Karakter. Jurnal Kependidikan, Volume 42, Nomor 1, Mei
2012, Halaman 18 – 28. https://media.neliti.com/media/ publications/179372-
ID-pengembangan-model-panduan-pendidik-peng.pdf. Diakses tanggal 13
Januari 2020.
Soleh Ibrahim (2015). Analisis Gaya Bahasa dalam Kumpulan Novel Mimpi Bayang
Jingga Karya Sanie B. Kuncoro. Jurnal Sasindo Unpam, Volume 3, Nomor 3.
Dalam laman http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/Sasindo/article/view/
388. Diakses tanngal 5 November 2021.
Utami, dkk. (2019). Analisis Kohesi Dan Koherensi Pada Koran Solopos Dalam Artikel
Mbok Mase Era Industri. Article University Research Colloqium.
Widiatmoko, Wisnu. (2015). Analisis kohesi Dan Koherensi Wacana Berita Rubrik
Nasional Di Majalah Online Detik. Universitas Negeri Semarang.
81
Penulis
82