Anda di halaman 1dari 63

MAKALAH KUALITATIF

“Nilai Moral dalam Novel Sayap-sayap Patah Karya Khalil Gibran”

Makalah Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah

“Metode Penelitian Sastra”

Oleh:

Siti Asiyah (A91215136)

Dosen Pengampu:

Dr. Asep Abbas Abdullah, M.Pd.

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA ARAB

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2018

i
ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya sampaikan kehadirat Allah yang Maha


Pemurah lagi Maha Penyayang. Berkat Rahmat, Taufiq, serta Inayah-Nya
saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Nilai Moral dalam
Novel Sayap-sayap Patah Karya Khalil Gibran” dalam rangka untuk
memenuhi tugas akhir mata kuliah Metode Penelitian Sastra. Tidak lupa
pula, ucapan terima kasih untuk bapak Dr. Asep Abbas Abdullah, M.Pd.
selaku dosen pengampu mata kuliah sosiologi sastra yang selalu
membimbing tanpa lelah. Serta pihak-pihak yang telah membantu baik
berupa materi maupun pikirannya dalam menyelesaikan makalah ini.

Dengan disusunnya makalah ini, semoga dapat memberikan dan


menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman bagi pembaca.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari bahwa dalam makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu, saya menerima semua saran dan kritik dari
pembaca agar dapat memperbaiki makalah ini.

Surabaya, 13 Juni 2018

Peneliti

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii


DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii
BAB I ....................................................................................................................................
PENDAHULUAN ...............................................................................................................
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 3
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 4
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 4
1.5 Sistematika Penulisan ....................................................................................... 4
BAB II ..................................................................................................................................
LANDASAN TEORI ..........................................................................................................
2.1 Biografi Pengarang ........................................................................................... 6
2.2 Penelitian Terdahulu ........................................................................................ 8
2.3 Konsep-konsep ................................................................................................ 11
2.3.1 Nilai Moral ............................................................................................... 11
2.3.2 Novel Sebagai Jenis Kesusasteraan ....................................................... 13
2.3.3 Unsur-unsur Pembangun Fiksi .............................................................. 15
2.3.4 Nilai Moral dalam Karya Sastra ........................................................... 22
2.3.5 Teknik Penyampaian Nilai Moral ......................................................... 24
2.3.6 Jenis dan Wujud Nilai Moral ................................................................. 26
BAB III.................................................................................................................................
METODE PENELITIAN ...................................................................................................
3.1 Jenis Penelitian ................................................................................................ 28
3.2 Data dan Sumber Data ................................................................................... 28
3.3 Langkah-langkah Penelitian .......................................................................... 28
BAB IV .................................................................................................................................
ANALISIS............................................................................................................................
4.1 Wujud dan Makna Nilai Moral dalam Novel Sayap-sayap Patah Karya
Khalil Gibran .............................................................................................................. 31
4.1.1 Hubungan Manusia dengan Tuhan ....................................................... 31
4.1.2 Hubungan Manusia dengan Diri Sendiri .............................................. 36
4.1.3 Hubungan Manusia dengan Sesama Manusia dan Lingkungan ........ 38

iii
4.2 Teknik Penyampaian Nilai Moral dalam Novel Sayap-sayap Patah Karya
Khalil Gibran .............................................................................................................. 43
4.2.1 Teknik Penyampaian Langsung ............................................................ 43
4.2.2 Teknik Penyampaian Tidak Langsung ................................................. 47
BAB V ..................................................................................................................................
KESIMPULAN ............................................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 52
LAMPIRAN..................................................................................................................... 53

iv
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karya sastra merupakan media untuk mnegungkapkan pikiran-
pikiran pengarang, karya sastra bersifat imajinatif, estetik dan
menyenangkan pembaca. Karya sastra memiliki manfaat bagi pembacanya.
Menurut Horace fungsi karya sastra adalah dulce dan utile, yang berarti
indah dan berguna. Keindahan dalam karya sastrra dapat menyenangkan
pembaca, maksudnya yakni mampu memberikan hiburan bagi penikmatnya,
baik dari segi bahasanya, cara penyajiannya, jalan ceritanya, persoalannya
atau sebagainya. Berguna dalam arti karya sastra dapat diambil manfaat,
baik sebagai sebuah pengetahuan, ataupun nilai-nilai yang diajarkan di
dalamnya, baik nilai sosial ataupun nilai moral.1
Melalui karya sastra seringkali diketahui keadaan, cuplikan-
cuplikan kehidupan masyarakat, seperti dialami, dicermati, ditangkap,
direkam, dan direka oleh pengarang. Sastra dan masyarakat memiliki
hubungan yang erat kaitannya karena pada dasarnya keberadaan satra sering
bermula dari persoalan dan permasalahan pada manusia serta
lingkungannya. Karena, memang pada dasarnya sastra adalah institusi sosial
yang memakai medium bahasa, yang ‘menyajikan kehidupan’, dan
‘kehidupan’ juga ‘meniru’ alam dan dunia subjektif manusia. Sastra
mempunyai fungsi sosial atau manfaat yang tidak sepenuhnya bersifat
pribadi.2
Karya sastra tidak hanya berupa puisi, melainkan juga bisa berupa
dongeng, fable, cerpen, bahkan juga novel. Novel (Inggris: novel)
merupakan bentuk karya sastra yang sekaligus disebut fiksi. Bahkan, dalam
pekembangannya yang kemudian novel dianggap bersinonim dengan fiksi.
Dengan demikian, pengertian fiksi seperti dikemukakan di atas, yakni

1
Renne Wellek dan Austin Werren, Teori Kesusasteraan, Terj. Melani Budianta, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2016), hlm. 23.
2
Ibid, hlm. 98.

1
merupakan karya yang berbentuk naratif atau lebih disebut dengan teks
naratif, juga berlaku untuk novel. 3
Setiap karya sastra, khususnya novel, pasti memiliki unsur-unsur di
dalamnya, baik itu unsur intrisik juga unsur ekstrinsik. Dalam unsur
instrinsik biasanya memuat tema, tokoh dan penokohan, watak, latar, serta
konflik. Sedang dalam unsur ekstrinsik biasanya memuat nilai-nilai social,
budaya, agama, dan moral. Nilai moral dalam karya sastra biasanya
mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan,
pandangannya tentang nilai-nilai pengarang yang bersangkutan,
pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah yang ingin
disampaikannya kepada pembaca. Jdi, pada intinya moral merupakan
representasi ideology pengarang.4 Pesan moral dalam sebuah karya sastra
biasanya ditampilkan secara implisit sehngga pembaca dapat
menyimpulkan sendiri baik buruk cerita dan dampaknya di kemudian hari.
Ajaran moral dalam karya sastra seringkali tidak terjadi secara langsung,
namun melalui hal-hal yang seringkali bersifat amoral.
Gibran Khalil Gibran, nama yag sungguh tidak asing lagi di telinga
kita. Seorang filsuf, seniman handal, juga sastrawan terkenal yang berasal
dari Lebanon. Gibran merupakan sastrawan yang lahir dari keluarga miskin,
ayahnya hanyalah seorang petani yang sama sekali tidak memberikan
pengaruh psikologis apapun kepada Gibran. Namun, untungnya ibunya
ialah seorang wanita terpelajar dan penuh bakat. Dari ibunya lah jiwa seni
itu menurun kepadanya. Dari situlah nantinya Gibran akan memunculkan
banyak karya sastra yang beraneka ragam, mulai dari buku tentang music,
politik, novel otobiografis, dan lain sebagainya.
Salah satu dari sekian banyak karya Gibran yang dipilih peniliti ialah
al-Ajnihah al-Mutakassirah (Sayap-sayap Patah) yang merupakan karya
best seller setelah ‘The Prophet’. Karya tersebut diterbitkan pada tahun 1912
di New York dengan menggunakan bahas Arab, yang merupakan novel
otobiografis. Novel ini menceritakan tentang tokoh utama Selma Karamy

3
Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2013), hlm.
11.
4
Ibid, hlm. 430.

2
yang ditakdirkan menjadi cinta pertama Gibran. Namun, gadis itu tidak
berhasil disunting olehnya, bukan karena ia tidak mengantongi restu dari
ayahnya, melainkan karena seorang pendeta kota, dengan senjata wibawa
keagamaanya, merampas keinginan gadis dan ayahnya itu, ia memaksakan
untuk menikahkannya dengan keponakannya, yang tak lain adalah seorang
lelaki tidak bertanggung jawab yang suka berpesta pora. Lebih-lebih motif
tersebut bukan karena keponakannya itu mencintai anak gadis tersebut,
melainkan hanya ingin merampas dan menguasai harta kekayaan keluarga
Daher.
Fenomena moral dalam novel tersebut berkaitan erat dengan
masalah hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan manusia
dengan diri sendiri, dan hubungan manusia dengan manusia lain dalam
lingkup social. Jenis dan wujud pesan moral yang terdpaat dalam karya
sastra akan bergantung pada keyakinan, keinginan, dan ketertarikan
pengarang yang bersangkutan. Jenis dan ajaran moral itu sendiri dapat
mencakup masalah yang bisa dikatakan bersifat tidak terbatas. Cakupannya
meliputi seuruh persoalan hidup dan kehidupan, seluruh persoalan yang
mneyangkut harkat dan martabat manusia.
Berdasarkan hal tersebutlah peneliti melakukan penelitian ini,
khususnya berkenaan dengan nilai-nilai moral yang terkandung di dalam
novel Sayap-sayap Patah karya Khalil Gibran. Di dalam novel ini, Gibran
mneyajikan cerita yang penuh dengan nilai-nilai moral, social, religious, dan
cinta. Sehingga peneliti tertarik untuk mengulas novel ini lebih lanjut
berdasarkan uraian-uraian di atas, yakni peneliti akan mengulas nilai moral
dalam novel Sayap-sayap Patah. Nilai moral dalam novel ini menyangkut
penilaian terhadap sikap batin dan peilaku tokoh-tokoh menurut ukuran
moral.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti mendapatkan
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Wujud dan Makna Nilai Moral dalam Novel Sayap-sayap
Patah Karya Khalil Gibran?

3
2. Bagaimana Teknik Penyampaian Nilai Moral dalam Novel Sayap-sayap
Patah Karya Khalil Gibran?

1.3 Tujuan Penelitian


Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk Mengetahui Wujud dan Makna Nilai Moral dalam Novel Sayap-
sayap Patah Karya Khalil Gibran.
2. Untuk Mengetahui Teknik Penyampaian Nilai Moral dalam Novel
Sayap-sayap Patah Karya Khalil Gibran.

1.4 Manfaat Penelitian


Dari tujuan penelitian di atas, didapatkan dua manfaat penelitian,
yaitu:
1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi


referensi atau masukan bagi perkembangan ilmu sastra dan khususnya
dalam lingkup kajian sosiologi sastra. Sehingga pembaca mampu
memahami wujud dari nilai-nilai moral dalam karya sastra.

2. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
sumbang asih bagi akademisi, mahasiswa bahasa dan sastra, terlebih untuk
fakultas Adab dan Humaniora, khususnya mahasiswa Bahasa dan Sastra
Arab, UIN Sunan Ampel Surabaya.

1.5 Sistematika Penulisan


Untuk mempermudah dan memperlancar, maka peneliti akan
menguraikan sistematika penulisan, sebagai berikut:
BAB I – Pendahuluan, dalam bab satu memuat tentang latar
belakang, yang kemudian terdapat rumusan masalah, serta tujuan penelitian,
setelah tujuan terdapat manfaat penelitian, dan yang terakhir sistematika
penulisan.

4
BAB II – Tinjauan Pustaka, pada bab ini akan dijelaskan tentang
penelitian-penelitian terdahulu, yang kemudian dilanjutkan dengan uraian
tentang konsep-konsep atau teori-teori yang berhubungan dengan penelitan.
BAB III – Metode Penelitian, dalam bab ini berisi tentang
metodepenelitian yang digunakan oleh peneliti, juga berisi tentang jenis
penelitian yang dipilih oleh peneliti , serta terdapat data-data dan sumber
data, serta langkah-langkah yang diambil dalam proses penelitian.
BAB IV – Analisis, yaitu berisi tentang jawaban atau penjabaran
data yang sesuai dengan rumusan masalah yang ada pada bab pertama.
BAB V – Simpulan, yaitu berisi tentang kesimpulan secara
keseluruhan dari analisis yang terdapat pada bab sebelumnya.
Pada halaman selanjutnya terdapat daftar pustaka serta lampiran.

5
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Biografi Pengarang


Khalil Gibran lahir pada 6 Januari 1883 di kota Basyari yang
dibanggakan sebagai kota pengawal hutan Cedar Suci Lebanon, tempat raja
Sulaiman mengambil kayu-kayu untuk membangun kuilnya di Yerusalem
yang terkenal dengan kuil Sulaiman. Ia meninggal di New York pada
tanggal 10 April 1931 pada umur 48 tahun. Ketika ia lahir, orang tuanya
memberi ia nama Gibran, persis seperti nama kakeknya sebagaimana adat
kebiasaan orang-orang Lebanon waktu itu; ayahnya sendiri bernama Khalil
Gibran. Maka, lengkaplah namanya menjadi (Gibran Khalil Gibran atau
Jibran Khalil Jibran. Itulah nama yang dipakainya untuk kalangan dunia
Arab, dipakainya nama Kahlil Gibran dengan mengubah letak huruf ‘h’, atas
anjuran para gurunya di Amerika yang mengagumi kejeniusannya.
Keluarga Gibran hidup dalam kemiskinan di tengah-tengah depresi
ekonomi yang melanda Lebanon. Khalil bin Gibran, sang ayah, seorang
petani yang tak punya ambisi untuk mengubah nasibnya: menjadi
pengembala. Ia sudah cukup puas dengan menjelajahi padang luas bukit
Lebanon sambil seseklai mengisap rokok, minum arak, atau bermain taola.
Gibran hamper tidak memperoleh pemgaruh psikologis apapun dari sang
ayah. Untungnya Gibran puya Kamila, sang ibu. Kamila, putri Estephan
Rahe, seorang pemuka agama, ialah seorang wanita terpelajar, penuh bakat,
lagi cantik jelita.
Guru Gibran yang pertama adalah ibunya sendiri, Kamila. Polyglot
yang menguasai bahasa-bahasa Arab, Prancis, dan Inggris ini juga berbakat
music. Maka tidak mengherankan jika karya Gubran yang mula-mulapun
berupa sejilid buku tentang teori music: Nubdzab fi Fann al-Musiqa (sekilas
tentang seni musik), terbit di New York tahun 1905 oleh penerbit al-
Mohajer. Ibunyalah yang memperkenalkan padanya kisah-kisah terkenal
Arabia dari zaman khalifah Harun al-Rasyid, Seribu Satu Malam, dan
nyanyian-nyanyian perburuan Abu Nawas. Ibunya juga menanamkan andil

6
besar dalam membentuk Gibran sebagai penulis dan pelukis tingkat dunia,
ketika ia, sejak masa kanak-kanak, Gibran berusaha menciptakan
lingkungan yang membangkitkan perhatian Gibran kecil pada menulis dan
melukis.
Gibran belajar bahasa Arab dan bahasa Suryani di kota
kelahirannya, kemudian melanjutkan studinya di Boston, Amerika Serikat,
ketika keluarganya oindah kesana pada tahun 1895, untuk menghindari
himpitan ekonomi yang tak tertahankan. Peter, saudara tirinya, dan ibunya
berjuang membiayai pendidikannya. Selama dua tahun setengah Gibran
memasuki sekolah negeri untuk anak laki-laki, selanjutnya berpindah ke
sekolah malam untuk memperdalam ilmu pengetahuan umum selama satu
tahun. Setelah itu, ia mendesak ibunya untuk mengirimnya kembali ke
Lebanon guna mengembangkan bahasa ibunya dan mempelajari khazanah
kesusasteraan Arab. harapannya dikabulkan, dan ia pun emasuki Madrasah
al-Hikmat (Sekolah Kebijaksanaan) daritahun 1896 hingga 1901, tempat ia
mengikuti berbagai kuliah.
Pada tahun 1900, ia terdorong oleh kekagumannya terhadap para
pemikir besar Arab yang dikajinya di bangku kuliah, ia membuat gambar-
gambar tokoh walaupu potret mereka tak pernah ada. Ia membuat sketsa
para penyair Islam dari generasi permulaan seperti al-Farid, Abu Nawas,
dan al-Mutanabbi, juga para filsuf seperti Ibnu Sina dan Ibnu Khaldun serta
Khansa, wanita penyair Arab yang terkenal.
Pada usia delapan belas tahun, Gibran lulus dar al-Hikmat dengan
bagus. Karena bakat seninya serta kecintaannya terhadap alam dan tanah
airnya, ia pun terdorong untuk mengelilingi seluruh pelosok negeri Suriah
dan Lebanon untuk menziarahi tempat-tempat bersejarah. Namun, ia tak
kembali ke Boston, melainkan malah pergi ke Paris guna mempelajari seni
lukis. Selama dua tahun tinggal di Paris, ia menulis karnyanya yang berjudul
al-Arwahah al-Mutamarridah (Jiwa-jiwa yang memberontak).5
Selain karyanya yang berjudul ‘jiwa-jiwa yang memberontak’,
Khalil Gibran juga memiliki banyak karya lainnya, yaitu The Prophet yang

5
Sayap-sayap Patah, 2016.

7
merupakan karya best seller, Dam’iah wa Ibtisamah (Senyum dan Air
Mata), The Madman (Si Gila), Jesus the Son of Man (Yesus, Anak
Manusia), al-Ajnihah al-Mutakassirah (Sayap-sayap Patah) yang
merupakan karya best seller yang lebih lama daripada The Prophet, dan
masih banyak lagi karyanya yang lain.
Karya-karya Khalil Gibran diakui karena keindahan dan kedalaman
maknanya, dengan bahasa alegoris, esoteric, dan mistis yang khas dunia
Timur. Banyak yang menganggap bahwa novel karya Khalil Gibran ini
layak disandingkan dengan karya pujangga besar lainnya, seperti William
Shakespeare. Kalimat-kalimat yang terangkai dalam novel tersebut pun
banyak menjadi insprirasi terciptanya karya seni lainnya, baik seni tulis,
music, dan lainnya.
Membaca novel Khalil Gibran seperti menemukan oase baru dalam
khazanah pernovelan. Pilihan kata yang digunakan sangat puitis dan lembut,
bahasa yang digunakan sangat indah namun sederhana, alur cerita yang
disampaikan dengan konsep yang segar namun penuh makna dan bukan
sekedar menjadi roman picisan, nilai kehidupan dan filsafat menjadi
kekuatan novel karya Khalil Gibran. Tak heran, jika rangkaian kisahnya
mampu memawa inspirasi baru dalam kehidupan seseorang.6

2.2 Penelitian Terdahulu


Penelitian dan penulisan tentang nilai moral dalam novel sudah
banyak dilakukan penenlitian sebelumnya. Berikut beberapa penelitian
terdahulu yang membahas nilai moral dalam novel.
Pertama, skripsi milik Fajar Briyanta Hari Nugraha (2014),
mahasiswa fakultas bahasa dan seni progam studi bahasa dan sastra
Indonesia Universitas Negeri Yogyakarta yang berjudul Nilai Moral dalam
Novel Pulang Karya Laela S Chudori. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui wujud nilai moral, unsur cerita yang digunakan untuk
menyampaikan nilai moral, dan teknik penyampaian nilai moral dalam
novel Pulang karya Laela S Chudori. Proses pengumpulan data yang

6
http://www.anneahira.com/novel-karya-kahlil-gibran.htm. Diakses pada hari Sabtu 26 Mei 2018,
pukul 23:38 WIB.

8
digunakan ialah dengan teknik baca-catat, sedangkan untuk analisis data
menggunakan teknik deskriptif kualitatif dengan langkah-langkah berupa
kategorisasi, tabulasi, dan interpretasi naskah. Hasil dari penelitian ini dapat
disimpulkan bahwasany, a) wujud nilai moral dalam novel tersebut yaitu
hubungan manusia dengan Tuhan, yang paling mendominasi adalah
bersyukur kepada Tuhan. Hubungan manusia dengan diri sendiri, yang
paling mendominasi adalah penyesalan. Hubungan manusia dengan
manusia lain dalam lingkup lingkungan social, yang paling mendominasi
adalah peduli sesama. b) unsur cerita yang digunakan sebagai sarana untuk
menyampaikan nilai moral dalam novel tersebut adalah penokohan. Unsur
tokoh tersebut terdiri atas ajaran tokoh, yang paling mendominasi adlah
kejujuran, sedang perilaku tokoh dalam menghadapi masalah, yang paling
mendominasi adalah berpikir jernih dan bersyukur. c) teknik penyampaian
nilai moral berupa teknik penyampaian secara langsung, yang paling
mendominasi adalah melalui tokoh. Sedangkan teknik penyampaian tidak
langsung, yang paling mendominasi adalah peristiwa pesan moral dalam
novel tersebut adalah mengenai kebebasan dan arti menjadi Indonesia.
Kedua, skripsi milik Elyana Setyawati (2013), mahasiswi fakultas
bahasa dan seni progam studi bahasa dan sastra Indonesia Universitas
Negeri Ygyakarta yang berjudul Analisis Nilai Moral dalam Novel Surat
Kecil Untuk Tuhan Karya Agnes Davonar (pendekatan pragamtik).
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan a) wujud nilai moral, b)
moral tokoh utama dalam menghadapi persoalan hidup, c) bentuk
penyampaian nilai moral dalam novel Surat kecil untuk Tuhan karya Agnes
Davonar. Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Dari
penelitian tersebut mendapatkan hasil sebagai berikut: a) wujud nilai moral
memiliki tiga jenis, yakni hubungan manusia dengan Tuhannya yang berupa
beriman dan berdoa kepada Tuhan. Hubungan manusia dengan diri sendiri
yang berupa kesabaran, keikhlasan, tanggung jawab. Hubungan manusian
dengan manusia lain yang berupa nasihat, kasih saying dan tanggung jawab.
b) moral tokoh utama dalam menghadapi persoalan hidup yang berupa
menerima takdir Tuhan, teguh pendirian, pasrah, suka bekerja keras, berdoa

9
kepada Tuhan, tidak putus asa, dan tidak tabah meghadapi cobaan. c) bentuk
penyampaian nilai moral memiliki dua spesifikasi yaitu penyampaian secara
langsung, yang lansung disampaikan pengarang dan melalui tokoh. Sedang
penyampaian tidak langsung berupa peristiwa dan konflik.
Ketiga, skripsi milik Siti Nurfajriah (2014), mahasiswi fakultas ilmu
tarbiyah dan keguruan progam studi pendidikan bahasa dan sastra
Indonesia, UIN Syarif Hidayatullah yang berjudul Nilai Moral dalam Novel
Orang Miskin Dilarang Sekolah Karya Wiwid Prasetyo dan Implikasinya
Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode strukturalisme sastra
dengan jenis deskriptif kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
struktur yang membangun novel, nilai pendidikan moral para tokoh, dan
implikasi pembahasan novel terhadap pembelajaran di sekolah. Dari
penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa: struktur cerita tersusun
secara padu dan logis karena setiap unsurnya saling berkaitan. Perjuangan
tokoh utama dalam membantu teman-temannya untuk sekolah merupakan
tema utama dalam cerita. Penokohan menurut fungsinya sebagai protagonist
dan antagonis semakin memperjelas dan menghidupkan cerita. Latar
belakang masyarakat Jawa dalam cerita berkaitan erat dengan nilai moral,
yaitu nilai moral terhadap diri sendiri, terhadap orang lain, dan terhadap
Tuhan. Nilai moral tersebut tercermin melalui para tokoh sehingga terlihat
bahwa pengarang ingin menunjukkan prinsip Jawa dalam karyanya.
Analisis novel Orang Miskin Dilarang Sekolah dapat memenuhi
kompetensi inti dalam kurikulum. Kegiatan menganalisis struktur novel
dapat menambah pemahaman siswa terhadap cara menganalisis struktur
novel serta meningkatkan keterampilan berbahasa.
Dari ketiga penelitian di atas, keseluruhannya memiliki kesamaan
dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, yakni sama-sama
menganalisis tentang nilai moral dalam novel. Begitu pula dengan metode
yang digunakan, kesemuanya menggunakan metode deskriptif kualitatif.
Namun, dari keseluruhan tersebut, juga terdapat ketidaksamaan dengan
penelitian yang dilakukan oleh peneliti, yaitu salah satu dari penelitian

10
terdahulu menggunakan pendekatan pragmatik, sedangkan peneliti memilih
pendekatan sosiologi sastra.

2.3 Konsep-konsep
2.3.1 Nilai Moral
Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan
kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai, berarti
sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia
(Wiyatmi, 2006: 112).
Menurut Bertens (2007: 139-141), nilai merupakan sesuatu
yang menarik bagi kita, sesuatu yang kita cari, sesuatu yang
menyenangkan, dan sesuatu yang disukai dan diinginkan, secara
singkatnya nilai merupakan sesuatu yang baik. Jika kita berbicara
tentang nilai, kita maksudkan sesuatu yang berlaku, sesuatu yang
memikat atau mengimbau kita. Nilai berperan dalam suasana
apresiasi atau penilaian dan akibatnya sering akan dinilai secara
berbeda oleh berbagai orang.
Nilai sekurang-kurangnya memiliki tiga ciri, yaitu (1) nilai
berkaitan dengan subjek. Kalau tidak ada subjek yang menilai, maka
tidak ada nilai juga. Entah manusia hadir atau tidak, gunung tetap
meletus. Tapi untuk dapat nilai sebagai indah atau merugikan,
letusan gunung itu memerlukan subjek yang menilai. (2) nilai tampil
dalam suatu konteks praktis, dimana subjek ingin membuat sesuatu.
Dalam pendekatan yang semata-mata teoretis, tidak akan ada nilai
(hanya menjadi pertanyaan apakah suatu pendekatan yang secara
murni teoretis bisa diwujudkan). (3) nilai-nilai menyangkut sifat-
sifat yang ‘ditambah’ oleh subjek pada sifat-sifat yang dimiliki oleh
objek. Nilai tidak dimiliki oleh objek pada dirinya. Rupanya hal itu
harus dikatakan karena objek yang sama bagi berbagai subjek dapat
menimbulkan nilai yang berbeda-beda (Bertens, 2007:142).7

7
Fajar Briyanta, Skripsi: Nilai Moral dalam Novel Pulang Karya Laela S Chudori, (Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta, 2014), hlm. 18-19.

11
Dalam kamus umum bahasa Indonesia, moral berarti ajaran
tentang baik dan buruk dan kelakuan (akhlak, kewajiban dan
sebagainya). Moral atau moralitas yaitu tata tertib tingkah laku yang
dianggap baik dan luhur dalam suatu lingkungan atau masyarakat.
Moral juga disebut kesusilaan yang merupakan keseluruhan dari
berbagai kaidah dan pengertian yang menentukan mana yang
dianggap baik dan mana yang dianggap durhaka dalam suatu
golongan (masyarakat).
Istilah moral atau etik mempunyai hubungan erat dengan arti
asalnya. Istilah moral berasal dari kata Latin: mos (sing) mores,
moralis, yang berarti adat istiadat, tata cara, kebiasaan atau tingkah
laku; dan istilah ethics berasal dari bahasa Yunani: ethos. Keduanya
berarti ‘kebiasaan atau cara hidup’. Istilah-istilah tersebut kadang-
kadang dipakai sebagai sinonim. Sekarang, biasanya orang condong
untuk memakai ‘morality’ untuk menunjukkan tingkah laku itu
sendiri, sedang ethics menunjuk kepada penyelidikan tentang
tingkah laku.
Moral merupakan suatu peraturan yang sangat penting
ditegakkan pada suatu masyarakat karena dapat menjadi suatu
rambu-rambu dalam kehidupan serta pelindung bagi masyarakat itu
sendiri. moral itu dihasilkan dari prilaku intelektual emosi, atau hasil
berpikir intuitif setiap individu yang pada akhirnya merupakan
aturan dalam kehidupan untuk menghargai dan dapat membedakan
yang benar dan salah yang berlaku dalam suatu masyarkat.8
Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai
moral adalah sesuatu yang berharga, menunjukkan kualitas yang
berhubungan dengan kebiasaan atau tingkah laku baik mapun buruk
seseorang dalam kehidupan masyarakat.

8
Dingding Haerudin, “Mengkaji Nilai-nilai Moral Melalui Karya Sastra”, Jurnal pendidikan
bahasa dan Seni FPBS, hlm. 2-3.

12
2.3.2 Novel Sebagai Jenis Kesusasteraan
Sastra tidaklah ditulis dari sebuah situasi kekosongan
budaya, tetapi diilhami oleh realitas kehidupan yang kompleks yang
ada disekitarnya (Teeuw, 1983: 11). Demikian pula mengenai objek
yang diolah dan dieksplorasi karya sastra. Apapun dan
bagaimanapun yang dimaksud oleh pengarangnya, objek karya
sastra tetaplah realitas kehidupan (Kuntowijoyo, 1999: 127). Sastra
menghibur dengan cara menyajikan keindahan, memberikan makna
terhadap kehidupan, atau memberikan pelepasan pikiran pembaca ke
dunia imajinasi (Budianta, 2002: 19).
Wiyatmi (2006: 20), menyatakan jenis sastra (dalam buku-
buku teori sastra sering disebut dengan genre sastra) adalah suatu
hasil klasifikasi terhadap bentuk dan isi karya sastra yang terdapat
dalam realitas. Pengklasifikasian yang
dilakukan terhadap karya sastra dengan menjadikannya ke dalam
beberapa jenis biasanya didasarkan pada kriteria tertentu, sesuai
dengan perspektif yang dipergunakan oleh pihak yang melakukan
klasifikasi tersebut.
Menurut Wiyatmi (2006: 29) teks naratif dalam bentuknya
sebagai novel (roman) dan cerita pendek sebagai jenis sastra
mengalami perkembangan yang cukup pesat. Sejarah sastra
Indonesia bahkan diawali dengan jenis sastra ini, seperti tampak
pada novel-novel terbitan Balai Pustaka maupun sebelumnya.
Dalam studi sastra pun minat terhadap jenis naratif cukup besar,
terbukti dengan lahirnya cabang teori sastra yang khusus membahas
teks naratif yang disebut dengan naratologi atau seringkali juga
disebut teori fiksi.9
Novel (Inggris: novel) dan cerita pendek (disingkat: cerpen;
Inggris: short story) merupakan dua bentuk karya sastra yang
sekaligus disebut fiksi. Bahkan dalam perkembangannya yang
kemudian, novel dianggap bersinonim dengan fiksi. Dengan

9
Fajar Briyanta, op. cit. hlm 25-26.

13
demikian, pengertian fiksi seperti dikemukakan di atas, juga berlaku
untuk novel. Sebutan novel dalam bahasa Inggris – dan inilah yang
masuk ke Indonesia – berasal dari bahasa Italia novella (yang dalam
bahasa Jerman: novelle). Secara harfiah novella berarti ‘sebuah
barang baru yang kecil’, dan kemudian diartikan sebagai ‘cerita
pendek dalam bentuk prosa’ (Abrams, 1999:190).
Panjang cerita, perbedaan novel dan cerpen yang pertama
dapat dilihat dari segi formalitas bentuk: panjang cerita. Dari segi
panjang cerita, novel (jauh) lebih panjang daripada cerpen. Oleh
karena itu, novel dapat mengemukakan sesuatu secara bebas,
menyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detil, dan
lebihb banyak melibatkan permasalahan yang kompleks secara
penuh, mengreasikan sebuah dunia yang ‘jadi’. Hal itu berarti
membaca sebuah novel menjadi lebih mudah sekaligus lebih sulit
daripada membaca cerpen. Ia lebih mudah karena tidak menuntut
kita untuk memahami masalah yang kompleks dalam bentuk (dan
waktu) yang sedikit. Sebaliknya, ia lebih sulit karena berupa
penulisan dalam skala yang besar yang berisi unit organisasi atau
bangun yang lebih besar daripada cerpen. Hal inilah, yang menurut
stantin, merupakan perbedaan terpenting antara novel dan cerpen.
Sebagian besar orang membaca sebuah novel hanya ingin
menikmati cerita yang disajikan oleh pengarang. Pembaca hanya
akan mendapatkan kesan secara umum dan bagian cerita tertentu
yang menarik. Membaca sebuah novel yang terlalu panjang yang
dapat diselesaikan setelah berulang kali membaca dan setiap kali
membaca hanya dapat menyelesaikan beberapa episode akan
memaksa pembaca untuk mengingat kembali cerita yang telah
dibaca sebelumnya. Hal ini menyebabkan pemahaman keseluruhan
cerita dari episode ke episode berikutnya akan terputus. 10
Dalam bahsa Inggris dua ragam fiksi naratif yang utama
disebut romance (romansa) dan novel. Novel bersifat realistis,

10
Nurgiyantoro, op. cit. hlm. 11-14.

14
sedangkan romansa puitis dan epic. Hal itu menunjukkan bahwa
keduanya berasal dari sumber yang berbeda. Novel berkembang dari
bentuk-bentuk naratif nonfiksi, misalnya surat, biografi, kronik, atau
sejarah. Jadi, novel berkembang dari dokumen-dokumen, dan secara
stilistik menekankan pentingnya detil dan bersifat mimesis. Novel
lebih mengacu pada realitas yang lebih tinggi dan psikologi yang
lebih mendalam.11
2.3.3 Unsur-unsur Pembangun Fiksi
Sebuah novel merupakan sebuah totalitas, suatu
kemenyeluruhan yang bersifat artistic. Sebagai sebuah totalitas,
novel mempunyai bagian-bagian, unsur-unsur, yang saling berkaitan
satu dengan yang lain secara erat dan saling menggantungkan. Jika
novel dikatakan sebagai sebuah totalitas itu, salah satu unsur
pembangun cerita itu, salah satu sub system organisme itu, menjadi
terwujud. Pembicaraan unsur fiksi berikut dilakukan menurut
pandangan tradisional dan diikuti pandangan mneurut Stanton
(1965) dan Chatman (1980).
1. Unsur Intrinsik
Unsur intrinsic adalah unsur-unsur yang membangun karya
sastra itu sendiri. unsur-unsur inilah yang menyebabkan suatu teks
hadir sebagai teks sastra, unsur-unsur yang secara factual akan
dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsic sebuah
novel adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta
mambangun cerita. Kepaduan antar unsur intrinsic inilah yang
membuat sebuah novel terwujud. Atau sebaliknya, jika dilihat dari
sudut kita pembaca, unsur-unsur (cerita)inilah yang akan dijumpai
jika kita membaca suatu novel. Unsur yang dimaksud, untuk
menyebut sebagian saja, misalnya tema, latar, peristiwa, penokohan,
plot, dan lain-lain.

11
Ibid, hlm. 18.

15
a. Tema
Stanton dan Kenny (via Nurgiyantoro, 2013: 114)
menjelaskan bahwa tema adalah makna yang dikandung oleh sebuah
cerita. Namun, ada banyak makna yang dikandung oleh sebuah
cerita. Hartoko dan Rahmanto (via Nurgiyantoro, 2013:115)
mengemukakan bahwa tema merupakan gagasan dasar umum yang
menopan sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks
sebagai struktur semantic dan yang menyangkut persamaan-
persamaan atau perbedaan-perbedaan. Sedangkan menurut Baldic
(via Nurgiayntoro, 2013:115) tema adalah gagasan abstrak utama
yang terdapat dalam sebuah karya sastra atau yang secara berulang-
ulang dimunculkan baik secara eksplisit maupun (yang banyak
ditemukan) implisist lewat pengulangan motif. Walau berbeda
rumusan, kedua definisi tersebut secara makna tidak berbeda dan
bahkan dapat saling melengkapi.
Jadi, tema adalah gagasan (makna) dasar umum yang
menopang sebuah karya sastra sebagai struktur semantic dan bersifat
abstrak yang secara berulang-ulang dimunculkan lewat motif-motif
dan biasanya dilakukan secara implisit.
b. Alur (plot)
Kenny (via Nurgiyantoro, 2013: 167) menjelaskan bahwa
plot merupakan peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita
yang tidak bersifat sederhana karena pengarang mneyususn
peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab akibat. Sedangkan
menurut Stanton (via Nurgiyantoro, 2013: 167) mengemukakan
bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap
kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa
yang satu disebabkan atau menyebabkan peristiwa lain.
Penampilan peristiwa demi peristiwa yang hanya
mendasarkan diri pada urutan waktu saja belum merupakan plot.
Agar menjadi sebuah plot, peristiwa-peristiwa itu haruslah diolah
dan disiasati secara kreatif sehingga hasil pengolahan dan

16
penyiasatannya itu sendiri merupakan sesuatu yang indah dan
menarik.12
Pengembangan plot dalam cerita didasarkan pada peristiwa,
konflik, dan klimaks. Tiga unsur penentu plot ini memiliki
keterkaitan yang rapat. Kemenarikan cerita tergantung dari ketiga
unsur ini. Luxemburg dkk (via Nurgiyantoro, 2013: 174)
menjelaskan bahwa peristiwa adalah peralihan dari satu keadaan ke
keadaan yang lain. Peristiwa juga dapat dibagi menjadi tiga, yaitu
peristiwa fungsional, kaitan, dan acuan. Peristiwa fungsional
adalah peristiwa yang menentukan atau mempengaruhi
perkembangan plot. Keterjalinan peristiwa fungsional adalah inti
cerita dari sebuah novel atau karya fiksi. Peristiwa kaitan adalah
peristiwa yang berfungsi sebagai pengait peristiwa-peristiwa
penting. Seperti perpindahan dari lingkungan satu ke lingkungan
yang lain. Peristiwa yang terakhir adalah peristiwa acuan. Peristiwa
acuan merupakan peristiwa yang berhubungan dengan kejelasan
perwatakan atau suasana yang terjadi di batin seorang tokoh dalam
cerita.13
Unsur penentu plot berikutnya adalah konflik. Konflik
menurut Wellek dan Warren (via Nurgiyantoro, 2013: 179) adalah
sesuatu yang dramatik dan mengarah pada pertarungan antara dua
kekuatan serta menyiratkan aksi-aksi balasan. Konflik merupakan
peristiwa, peristiwa-peristiwa dapat dikategorikan menjadi konflik
eksternal dan konflik internal. Konflik eksternal adalah konflik
yang terjadi pada seorang tokoh dengan sesuatu yang berada di luar
dirinya. Konflik eksternal dapat dibagi menjadi dua, yaitu konflik
fisik dan konflik sosial. Konflik fisik adalah konflik yang ditandai
dengan adanya permasalahan seorang tokoh dengan lingkungan
alam. Sedangkan konflik sosial adalah konflik yang muncul karena

12
Ibid, hlm. 167-168.
13
Ibid, hlm. 174-175.

17
adanya permasalahan dengan tokoh lain atau permasalahan yang
berkenaan dengan hubungan antarmanusia.
Unsur penentu plot yang terakhir adalah klimaks. Konflik
dan klimaks merupakan hal yang amat penting dalam struktur plot.
Keduanya merupakan unsur utama plot pada teks fiksi. Konflik
demi konflik, baik internal maupun eksternal, inilah jika telah
mencapai puncak titik puncak menyebabkan terjadinya klimaks.
(Nurgiyantoro, 2013: 184).14
c. Penokohan
Dalam pembicaraan sebuah cerita fiksi, sering dipergunakan
istilah-istilah seperti tokoh dan penokohan, watak dan
perwatakanatau kaakter dan karakterisasi secara bergantian dengan
menunjukkan pengrtian yang hamper sama. Ada istilah yang
menunjukkan pada ‘tokoh cerita’ dan pada ‘teknik’
pengembangannya dalam sebuah cerita.
Istilah tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita. Watak,
perwatakan, dan karakter menunjuk pada sikap dan sifat para tokoh
seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada
kualitas pribadi seorang tokoh. Penokohan dan karakterisasi sering
juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan menunjuk
pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak tertentu
dalam sebuah cerita. Atau seperti yang dikatakan oleh Jones
(1968:33) penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas
tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebah cerita.
Menurut Baldic (2001:37) menjelaskan bahwa tokoh adalah
orang yang menjadi pelaku dalam cerita fiksi atau drama. Sedang
penokohan adalah penghadiran tokoh dalam cerita fiksi atau drama
denga cara langsung atau tidak langsung dan mengundang
pembaca untuk menafsirkan kualitas dirinya lewat kata atau
tindakannya.

14
Ibid, hlm. 184.

18
Dengan demikian, istilah penokohan lebih luas
pengertiannya daripada tokoh dan perwatakan, sebab ia sekaligus
mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan dan
bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita
sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada
pembaca. Penokohan sekaligus menunjuk pada teknik perwujudan
dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita.15
Lubis (1981: 18) menjelaskan beberapa cara yang dapat
dipergunakan oleh pengarang dalam menggambarkan rupa, watak
atau pribadi para tokoh (character delineation) tersebut, antara lain
sebagai berikut:
1. Physical description (melukiskan bentuk lahir dari pelakon).
2. Portrayal of thought stream or conscious thought (melukiskan
jalan pikiran pelakon itu terhadap kejadian-kejadian).
3. Reaction to events (melukiskan bagaimana reaksi pelakon itu
terhadap kejadian-kejadian).
4. Direct author analysis (pengarang dengan langsung
menganalisis watak pelakon).
5. Discussion of environment (pelukisan melalui keadaan sekitar
pelakon atau tokoh).
6. Reaction of others about to character (pengarang melukiskan
bagaimana pandangan tokoh-tokoh lain dalam suatu cerita
terhadap tokoh utamanya).
7. Conversation of other character (pelakon-pelakon lainnya
dalam suatu memperbincangan keadaan pelakon utama. Jadi,
dengan tidak langsung pembaca dapat kesan tentang segala
sesuatu yang mengenai pelakon utamanya).
Dengan demikian, penokohan merupakan gambaran tokoh
cerita yang dilukiskan melalui bentuk lahir dan bentuk yang tidak

15
Ibid, hlm. 246-248.

19
terlihat. Dapat diamati melalui dioalog antar tokoh, tanggapan
tokoh lain terhadap tokoh utama, atau pikiran-pikiran tokoh.16
d. Latar
Latar atau setting yang disebut juga landas tumpu, menunjuk
pada pengertian tempat, hubungan waktu sejarah, dan lingkungan
social tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan
(Abram, 1999:284). Latar memberikan pijakan cerita secara
konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis
kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah
sungguh ada dan terjadi. Dengan demikian, pembaca merasa
difasilitasi dan dipermudah untuk mengoperasikan daya
imajinasinya, di samping dimungkinkan untuk berperan secara
kritis sehubungan dengan pengetahuannya tentang latar. Pembaca
dapat merasakan dan menilai kebenaran, ketepatan, dan aktualisasi
latar yang diceritakan sehingga merasa lebih akrab. Pembaca
seolah-olah merasa menenmukan sesuatu dalam cerita itu yang
sebenarnya menjadi bagian dirinya. Hal ini akan terjadi jika latar
mampu mengangkat suasana setempat, warna local, lengkap
dengan karakteristiknya yang khas ke dalam cerita.17
Unsur latar dapat dibedakan menjadi tiga unsur pokok, yaitu:
a) latar tempat yang mneunjukan lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi. b) latar waktu yang
berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa
yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. c) latar sosiol-budaya
yang mneunjukkan pada hal-hal yang berhubungan dengan
perilaku kehidupan social masyarakat di suatu tempat yang
diceriatakan dalam suatu karya fiksi.18
e. Sudut Pandang (point of view)
Sudut pandang, point of view, view point, merupakan salah
satu unsur fiksi yang digolongkan sebagai sarana cerita, literary

16
Fajar Briyanta, op. cit. hlm. 37.
17
Nurgiyantoro, op. cit. hlm 302-303.
18
Ibid, hlm. 314-322.

20
device. Walau demikian, hal itu tidak berarti bahwa perannya
dalam fiksi tidak penting. Sudut pandang haruslah diperhitungkan
kehadirannya, bentuknya, sebab pemilihan sudut pandang akan
berpengaruh terhadap penyajian cerita. Reaksi efektif pembaca
terhadap sebuah cerita fiksi pun dalam banyak hal akan
dipengaruhi oleh bentuk sudut pandang.19
Sudut pandang cerita itu sendiri secara garis besar dapat
dibedakan ke dalam dua macam: persona pertama, first-person,
gaya ‘aku’, dan persona ketiga, third person, gaya ‘dia’. Jadi, dari
sudut pandang ‘aku’ atau ‘dia’, dengan berbagai variasinya, sebuah
cerita dikisahkan. Kedua sudut pandang tersebut masing-masing
menunju dan menuntut konsekuensinya sendiri. oleh karena itu,
wilayah kebebasan dan keterbatasan perlu diperhatikan secara
objektif sesuai dengan kemungkinan yang dapat dijangkau sudut
pandang yang dipergunakan.20
2. Unsur Ekstrinsik
Unsur Ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar teks
sastra itu, tetapi secara tidak langsung memengaruhi bangun atau
sistem organisme teks sastra. Atau, secara lebih khusus ia dapat
dikatakan sebagai unsur-unsur yang memengaruhi bangun cerita
sebuah karya sastra, namun sendiri tidak ikut menjadi bagian di
dalamnya.
Wellek dan Warren juga berpendapat bahwa unsur ektrinsik
terdiri atas sejumlah unsur. Unsur-unsur yang dimaksud antara lain
adalah keadaan subjektivitas individu pengarang yang meniliki
sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang kesemuanya itu akan
memengaruhi karya yang ditulisnya. Pendek kata, unsur biografi
pengarang akan turut menentukan corak karya yang dihasilkan.
Unsur ekstrinsik beikutnya adalah psikologi pengarang (yang
mencakup proses kreatifnya), psikologi pembaca, maupun

19
Ibid, hlm. 336.
20
Ibid, hlm. 339.

21
penerapan prinsip psikologi dalam karya. Keadaan di lingkungan
pengarang seperti ekonomi, politik, dan sosial juga akan
berpengaruh terhadap karya sastra, dan hal itu merupakan unsur
ekstrinsik pula. Unsur ekstrinsik yang lain misalnya pandangan
hidup suatu bangsa, berbagai karya seni yang lain, dan
sebagainya.21
2.3.4 Nilai Moral dalam Karya Sastra
Seperti halnya tema, dilihat dari segi dikotomi aspek isi karya
sastra, moral merupakan sesuatu yang ingin disampaikan oleh
pengarang kepada pembaca, merupakan makna yang terkandung
dalam sebuah karya, makna yang disarankan lewat cerita.
Adakalanya, moral diidentikkan pengertiannya dengan tema walau
sebenarnya tidak selalu menyaran pada maksud yang sama. Karena
keduanya merupakan sesuatu yang terkandung, dapat ditafsirkan,
dan diambil dari cerita, moral dan tema dapat dipandang sebagai
memiliki kemiripan. Namun, tema bersifat lebih kompleks
daripada moral di samping tidak memiliki nilai langsung sebagai
saran yang ditujukan kepada pembaca. Dengan demikian, moral
dapat dipandang sebagai salah satu wujud tema dalam bentuk yang
sederhana, namun tidak semua tema merupakan moral (Kenny,
1966: 89 via Nurgiyantoro, 2013: 429).
Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan
pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangan
tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah yang ingin
disampaikan kepada pembaca. Jadi, pada intinya moral merupakan
representasi ideologi pengarang. Karya sastra yang berwujud
berbagai genre yang notabene adalah “anak kandung” pengarang
pada umumnya terkandung ideologi tertentu yang diyakini
kebenarannya oleh pengarang terhadap berbagai masalah
kehidupan dan sosial, baik terlihat eksplisit maupun implisit.22

21
Ibid, hlm. 30-31.
22
Ibid, hlm. 430.

22
Kenny (via Nurgiyantoro, 2013: 430) mengemukakan bahwa
moral dalam karya sastra biasanya dimaksudkan sebagai suatu
saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat
praktis, yang dapat diambil (dan ditafsirkan), lewat cerita yang
bersangkutan oleh pembaca. Ia merupakan “petunjuk” yang
sengaja diberikan oleh pengarang tentang berbagai hal yang
berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah
laku, dan sopan santun pergaulan. Ia bersifat praktis sebab
“petunjuk” nyata, sebagaimana model yang ditampilkan dalam
cerita itu lewat sikap dan tingkah laku tokoh-tokohnya.
Pengertian moral menurut KBBI (2007: 775), secara umum
moral menyaran pada pengertian ajaran tentang baik buruk yang
diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan
sebagainya; akhlak, budi pekerti, susila. Hal ini serupa dengan
pendapat Poespoprodjo (1999: 118) yang menyatakan moralitas
adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang menunjukkan
bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk. Moralitas
mencakup pengertian tentang baik-buruknya perbuatan manusia.
Poespoprodjo (1999: 13) menyatakan bahwa dengan moral
berarti hidup kita mempunyai arah tertentu meskipun arah tersebut
sekarang belum dapat kita tunjuk sepenuhnya. Seseorang menangis
atau menyesal dalam hatinya karena melihat bahwa perbuatan
melanggar, menyeleweng, menghianati arah ini. Jika
mendiskusikan nilai moral dalam karya sastra, maka harus mencari
unsur-unsur yang dapat menjadi sumber-sumber harmoni atau
konflik antara perbuatan dan norma. Dalam bertindak, dua orang
bisa melakukan tindakan yang sama tetapi dengan motif yang
berbeda, atau melakukan tindakan yang berbeda tetapi dengan
motif yang sama. Selain itu bisa juga bertindak dengan motif yang
sama, tetapi dengan keadaan yang berbeda.
Mangunwijaya menyatakan kehadiran unsur religius dan
keagamaan dalam sastra adalah setua keberadaan sastra itu sendiri.

23
Bahkan, sastra tumbuh dari sesuatu yang bersifat religious. Pada
awal mula segala sastra adalah religius. Istilah “religius” membawa
konotasi pada makna agama. Religius dan agama memang erat
berkaitan, berdampingan, bahkan dapat melebur dalam kesatuan,
namun sebenarnya keduanya menunjuk pada makna yang
berbeda.23
Menurut Poespoprodjo (1999: 154), faktor-faktor penentu
moralitas dapat dilihat melalui jalan sebagai berikut.
1. Perbuatan sendiri atau apa yang dikerjakan seseorang.
2. Motif atau mengapa ia mengerjakan hal itu.
3. Keadaan atau bagaimana, di mana, kapan, dan lain-lain, ia
mengerjakan hal ini.
Menurutnya pula, perbuatan yang baik menurut hakikatnya,
menjadi lebih baik bila disertai dengan motif baik dan keadaan
baik. Akan tetapi, sembarang motif atau keadaan yang sungguh
buruk adalah cukup untuk perbuatan tersebut mutlak.24
2.3.5 Teknik Penyampaian Nilai Moral
Secara umum dapat dikatakan bahwa bentuk penyampaian
moral dalam cerita fiksi dapat dibedakan ke dalam cara. Pertama,
penyampaian pesan moral secara langsung, sedang kedua
penyampaian secara tidak langsung. Namun, sebenarnya, pemilahan
itu hanya demi praktisnya saja sebab mungkin saja pesan yang agak
langsung. Dalam sebuah novel sendiri mungkin sekali ditemukan
adanya pesan yang benar-benar tersembunyi sehingga tidak banyak
orang yang dapat merasakannya, namun mungkin pula ada yang
agak langsung atau seperti ditonjolkan. Keadaan ini sebenarnya
mirip dengan teknik penyampaian karakter tokoh yang dapat
dilakukan secara langsung, telling, dan tidak langsung, showing, atau
keduanya sekaligus.

23
Ibid, hlm. 446.
24
Fajar Briyantara, hlm. 44-45.

24
1. Bentuk Penyampaian Langsung
Bentuk penyampaian pesan moral yang bersifat langsung,
boleh dikatakan, identik dengan cara pelukisan watak tokoh yang
bersifat uraian, telling, atau penjelasan, expository. Dilihat dari segi
kebutuhan pengarang yang ingin menyampaikan sesuatu kepada
pembaca, teknik penyampaian langsung tersebut komunikatif
artinya, pembaca memang secara mudah dapat memahami apa yang
dimaksudkan.25 (Nurgiyantoro, 2013: 461).
2. Bentuk Penyampaian Tidak Langsung
Jika dibandingkan dengan bentuk sebelumnya, bentuk
penyampaian pesan moral di sini bersifat tidak langsung. Pesan itu
hanya tersirat dalam cerita, berpadu secara koherensif dengan unsur-
unsur cerita yang lain. Walau betul pengarang ingin menawarkan
dan menyampaikan sesuatu, ia tidak melakukannya secara serta-
merta dan vulgar karena ia sadar telah memilih jalur cerita. Dilihat
dari kebutuhan pengarang yang ingin menyampaikan pesan dan
pandangannya itu, cara ini mungkin kurang komunikatif. Artinya
pembaca belum tentu dapat menangkap apa sesungguhnya yang
dimaksudkan pengarang, paling tidak kemungkinan terjadinya
kesalahan tafsiran berpeluang besar.26
Kajian aspek moral dalam sastra, fiksi pada khususnya,
banyak dilakukan untuk keperluan pembelajaran sastra disekolah,
yaitu dalam rangka pemilihan bahan ajar yang sesuai. Secara faktual
jumlah karya sastra dalam berbagai genre amat banyak, namun
belum tentu semuanya sesuai dengan kebutuhan peserta didik,
khususnya yang terkait dengan muatan makna. Muatan makna yang
baik untuk diajarkan adalah yang mengandung unsur moral yang
sesuai dengan perkembangan kognitif peserta didik atau yang
menjadi fokus pembelajaran. Hal itu juga terkait dengan tuntutan
pendidikan karakter yang kini menjadi perhatian penuh berbagai

25
Nurgiyantoro, hlm. 460-461.
26
Ibid, hlm. 467.

25
pihak, tidak sekadar lagi sebagai wacana, untuk dilaksanakan di
sekolah lewat berbagai mata pelajaran. Karya sastra dipandang
sebagai salah satu sarana yang strategis untuk mencapai tujuan
tersebut karena sastra mengandung dan menawarkan model-model
kehidupan yang diidealkan serta sekaligus merupakan budaya dalam
tidak yang semuanya disampaikan dengan cara-cara yang
menyenangkan.27
2.3.6 Jenis dan Wujud Nilai Moral
Secara umum, moral menyaran pada pengertian ajaran
tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap,
kewajiban, dan sebagainya. Moral pun berhubungan dengan akhlak,
budi pekerti, ataupun susila. Sebuah karya fiksi ditulis pengarang
untuk menawarkan model kehidupan yang diidealkannya. Fiksi
mengandung penerapan moral dalam sikap dan tingkah laku para
tokoh sesuai dengan pandangannya tentang moral. Melalui cerita,
sikap, dan tingkah laku tokoh, pembaca dapat memetik pelajaran
berharga. Dalam hal ini, pesan moral pada cerita fiksi berhubungan
dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan. Sifat-sifat luhur ini hakikatnya
bersifat universal. Artinya, sikap ini diakui oleh dunia. Jadi, tidak
lagi bersifat kebangsaan, apalagi perseorangan.
Nurgiyantoro (2013: 441-442) menyatakan bahwa jenis ajaran
moral itu sendiri dapat mencakup masalah, yang boleh dikatakan,
bersifat tak terbatas. Ia dapat mencakup seluruh persoalan hidup dan
kehidupannya itu dapat dibedakan ke dalam persoalan hubungan
manusia dengan diri sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain
dalam lingkup sosial termasuk hubungannya dengan lingkungan
alam, dan hubungan manusia dengan Tuhan. Jenis hubungan-
hubungan tersebut masing-masing dapat dirinci ke dalam detail-
detail wujud yang lebih kasus.

27
Ibid, hlm. 472.

26
Nurgiyantoro (2013: 441-442) menjelaskan secara garis
besar persoalan hidup dan kehidupan manusia itu dapat dibedakan
ke dalam persoalan sebagai berikut:
1. Hubungan manusia dengan Tuhannya.
2. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri.
3. Hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial.
Pesan moral yang sampai kepada pembaca dapat ditafsirkan
berbedabeda oleh pembaca. Hal ini berhubungan dengan cara
pembaca mengapresiasi isi cerita. Pesan moral tersebut dapat berupa
cinta kasih, persahabatan, kesetiakawanan sosial, sampai rasa takjub
kepada Tuhan.
Persoalan manusia dengan diri sendiri dapat bermacam-
macam jenis dan tingkat intensitasnya. Hal itu tentu saja tidak lepas
dari hubungan antar sesame manusia dan manusia dengan Tuhan.
Pemisahan itu hanya untuk memudahkan pembicaraan saja.
Persoalan manusia dapat berhubungan dengan masalah-masalah
seperti eksistensi diri, harga diri, rasa percaya diri, takut, maut,
rindu, dendam, kesepian, kebimbangan antara beberapa pilihan, dan
lain-lain yang lebih bersifat melibatkan ke dalam diri dan kejiwaan
seorang individu. Pesan moral yang berkaitan dengan hubungan
antar sesama dan hubungan sosial meliputi masalah-masalah yang
berwujud seperti dalam persahabatan yang kokoh ataupun yang
rapuh, kesetiaan, penghianatan, dan kekeluargaan.

27
BAB III

METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif
kualitatif. Metode penelitian kulaitatif dapat diartikan sebagai metode
penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpotivisme, digunakan untuk
meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai
instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi
(gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian
kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.28

Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, dimana


peneliti memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejernih
mungkin tanpa ada perlakuan khusus terhadap objek yang diteliti. Penelitian
deskriptif kualitatif adalah penelitian yang menggunakan observasi,
wawancara, dan angket mengenai keadaan sekarang ini, mengenai subjek
yang sedang kita teliti (Ruseffendi, 1998:30).

3.2 Data dan Sumber Data


Sumber data penelitian ini berupa dokumen tertulis hasil
kesusasteraan berupa novel berbahasa Arab yang berjudul al-Ajnihah al-
Mutakassirah karya Khalil Gibran, yang diterjemah oleh M. Ruslan
Shiddieq dengan judul novel Sayap-sayap Patah yang diterbitkan oleh PT.
Gramedia di Jakarta. Cetakan pertama terbit pada bulan Juni tahun 2016,
dan cetakan kedua diterbitkan pada bulan Juli tahun 2017. Objek penelitian
ini adalah wujud nilai moral, makna nilai moral, dan teknik penyampaian
nilai moral dalam novel Sayap-sayap Patah karya Khalil Gibran.
3.3 Langkah-langkah Penelitian
Adapun langkah-langkah penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
a. Tahap Pemerolehan Data

28
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2016), hlm.
9.

28
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik baca dan catat.
Teknik baca dan catat adalah teknik yang digunakan untuk
mengungkap suatu masalah yang terdapat di dalam suatu bacaan
atau wacana. Melalui teknik ini, semua bentuk bahasa yang
digunakan dalam novel Sayap-sayap Patah karya Khalil Gibran
dibaca dengan teliti untuk menentukan wujud nilai moral, makna
nilai moral, dan teknik penyampaian nilai moral. Kegiatan
pembacaan dilakukan juga kegiatan pencatatan untuk
mendokumentasikan data yang diperoleh. Data yang dperoleh
tersebut kemudian dicatat.
Semua fenomena yang diperoleh atas unit-unit yang
menunjukkan kerelevasiannya dengan tujuan yang dicapai secara
otomatis dicatat sebagai data penelitian. Tahap pengumpulan dan
pencatatan data ini mempermudah dilaksanakannya usaha
penyeleksian data.
Adapun yang dimaksud dengan teknik catat adalah kegiatan
pencatatan semua data yang diperoleh dari pembacaan novel Sayap-
sayap Patah karya Khalil Gibran dengan menggunakan catatan.
Teknik catat ini dilakukan dengan mencatat wujud nilai moral,
makna nilai moral, dan teknik penyampaian nilai moral dalam novel
ini. Pada tahap ini data-data yang ditemukan selama pengamatan
secara cermat dan teliti dalam membaca dicatat dalam catatan yang
telah dipersiapkan, kemudian dimasukkan ke dalam lembar analisis
data untuk dianalisis.
Teknik catat ini dilakukan dengan pertimbangan
mengantisipasi terjadinya kehilangan data penelitian yang telah
tersimpan di dalam hardisk, sehingga perlu dilakukan pencatatan
langsung ke dalam catatan yang berupa kertas HVS.
Adapun langkah-langkah teknik kegiatan tersebut adalah
sebagai berikut.
1. Pembacaan secara teliti, cermat, dan berulang-ulang keseluruhan
isi novel yang dipilih sebagai fokus penelitian.

29
2. Penandaan pada bagian-bagian tertentu pada novel Sayap-sayap
Patah karya Khalil Gibran yang mengandung wujud nilai moral,
makna nilai moral, dan teknik penyampaian nilai moral dalam
novel ini.
3. Menginterpretasikan wujud nilai moral, sarana cerita yang
digunakan untuk menyampaikan nilai moral, dan teknik
penyampaian nilai moral dalam novel tersebut.
4. Mendeskripsikan semua data-data yang telah diperoleh dari
langkah-langkah tersebut.
5. Mencatat data-data deskripsi dari hasil membaca secara teliti dan
cermat ke dalam catatan.
6. Mencatat nukilan novel yang memuat data-data permasalahan
wujud nilai moral, makna nilai moral, dan teknik penyampaian
nilai moral.
b. Tahap Pengelompokan Data
Dalam tahap ini yaitu proses pengelompokan data.
Pengelompokan data dalam tahap ini yakni mengelompokkan data yang
telah didapatkan dari tahap sebelumnya. Dari data-data yang diperoleh,
nantinya akan dikelompokkan sesuai dengan wujud nilai moral dan
teknik penyampaian nilai moral dalam novel tersebut. Dari sini nnati
akan memudahkan peneliti dalam menganalisis data.
c. Tahap Analisis Data
Setelah tahap pengelompokan data selesai, maka langkah
selanjutnya yakni analisis data. Dimana data yang sudah
dikelompokkan di analisis sesuai dengan rumusan masalah, yakni
menganalisis wujud nilai moral, makna nilai moral, serta teknik
penyampaian nilai moral dalam novel tersebut.
d. Kesimpulan
Setelah keseluruhan langkah penelitian dilakukan, maka tahap
terakhir adalah menyimpulkan. Kesimpulan berasal dari analisis data
yang sesuai dengan rumusan masalah.

30
BAB IV

ANALISIS
4.1 Wujud dan Makna Nilai Moral dalam Novel Sayap-sayap Patah
Karya Khalil Gibran
4.1.1 Hubungan Manusia dengan Tuhan
1. Mempercayai Adanya Malaikat dan iblis sebagai makhluk
Tuhan.
‫ ومن ال يشاهد المالئكة والشياطين فى محاسن الحياة ومكروهتها يظل قلبه بعيدا عن‬-
)41( .‫المعرفة ونفسه فارغة من العواطف‬
“Barangsiapa tidak melihat malaikat dan iblis dalam keindahan dan
keculasan hidup, akan tercampak jauh dari ilmu pengetahuan dan
jiwanya pun akan hampa dari rasa cinta kasih.”
Data di atas merupakan wujud nilai moral yang berupa
hubungan manusia dengan Tuhan yaitu mempercayai adanya
malaikat dan iblis sebagai makhluk-Nya. Dari penggalan kalimat
‘Barangsiapa tidak melihat malaikat dan iblis dalam keindahan dan
keculasan hidup’ ini membuktikan bahwa kita harus mempercayai
bahwa Tuhan telah menciptakan makhluk-Nya dalam bentuk
malaikat dan iblis. Mempercayai adanya malaikat berarti kita kita
mengamalkan rukun iman yang kedua yaitu iman kepada malaikat-
Nya.
Makna kutipan di atas adalah menceritakan tentang
kehidupan tokoh aku (Gibran) saat usianya belum mencapai delapan
belas tahun. Pada saat itu ia merasa bahwa dirinya telah terlahir
kembali, dan dapat merasakan tatapan seorang malaikat lewat
sepasang mata wanita cantik, ia juga mampu melihat para iblis dari
neraka memberontak dari hati seorang laki-laki durjana. Oleh karena
itulah, timbul keyakinan di hati Gibran bahwasanya kita sebagai
manusia hendaklah mempercayai adanya malaikat dan iblis sebagai
makhluk Allah yang lainnya. Karena jika kita mempercayainya
maka kita akan menjadi orang yang terbelakang dalam pengetahuan
dan jiwa kita pun akan hampa dari rasa cinta kasih.

31
2. Mengadu kepada Tuhan.
‫ ماذا فعلت المرأة يا رب فاستحقت غضبك؟ ماذا أتت من الذنوب ليتبعها سخطك إلى‬-
‫أخر الدهور؟ هل اقترفت جرما ال نهاية لفظاعته ليكون عقابك لها بغير نهاية؟ أنت قوي يا‬
‫رب وهي ضعيفة فلماذا تبيدها باألوجاع؟ فى حنجرتها تبث نغمة الفرح ثم تغلق شفتيها‬
‫بالحزن وتربط لسانها بالكآبة بأصابعك الخفية تمنطق باللذة أوجاعها وبأصابعك الظاهرة‬
‫ أنت أنت يا رب قد فتحت عيني بالمحبة وبالمحبة‬.‫ترسم هاالن األوجاع حول ملذاتها‬
)65-65( .‫أعميتني‬
“Oh tuhan, apa yang telah diperbuat oleh seorang wanita yang telah
membangkitkan murkaMu? Dosa apakah yang telah diperbuatnya,
yang setimpal dengan hukuman itu? Oh Tuhan, Engkau Maha
Perkasa, dan aku lemah tak berdaya. Mengapa Engkau buat aku
merintih kepedihan? Dengan kehendakMu Engkau tunjukkan
padanya keindahan ciptaan, tetapi cintanya pada keindahan itu
menjadi bencana kelaparan yang mengerikan. Oh Tuhan, Engkau
telah membuka mataku dengan cinta, dan dengan cinta Engkau
membutakan aku.”
Data di atas merupakan wujud nilai moral yang berupa
hubungan manusia dengan Tuhan yaitu aduan seorang hamba atas
segala keresahan dan kesedihan yang dirasakannya. Data tersebut
merupakan beberapa penggalan kalimat yang disatukan oleh
peneliti. Sehingga dari data itu menunjukkan bahwa setiap ada
masalah, seorang hamba itu akan mengadukan segalanya kepada
Tuhan-Nya.
Makna kutipan di atas ialah seorang hamba yang sedang
mengadu kepada Tuhannya, karena memang sejatinya adalah saat
kita memiliki masalah, maka kepada Tuhanlah kita hendaknya
mencurahkan semuanya. Hamba itu ialah Selma putri dari Faris
Effandi yang sedang mengadukan kesedihan, keputus asaannya
kepada Tuhan karena perjodohan yang sebenarnya tidak ia inginkan.
Ia dijodohkan dengan keponakan pendeta yang bernama Mansour
Bey, lelaki yang sama sekali tak bertanggung jawab dan hanya
menginginkan harta kekayaan ayah Selma. Itulah mengapa Selma
merasa sedih dan putus asa. Ia merasa bahwa dirinya memiliki

32
banyak dosa sehingga Tuhan menghukumnya dengan cara seperti
itu.
3. Memohon Pertolongan.
)65( .‫ اشفق يا رب وشدد جميع األجنحة المتكسرة‬-
“Oh, Tuhan, berikanlah rahmatMu kepadaku, dan sembuhkanlah
sayap-sayapku yang patah.”
Data di atas merupakan wujud nilai moral yang berupa
hubungan manusia dengan Tuhan yaitu memohon pertolongan
kepada Tuhan atas segala kesulitan dan keadaan yang
melemahkannya. Dalam kata ‘berikanlah’ yang merupakan sebuah
kata perintah yang menganduk makna memohon, maka sudah sangat
jelas jika itu merupakan sebuah permohonan tolong seorang hamba
kepada TuhanNya.
Makna kutipan di atas ialah tentang seorang hamba yang
meminta tolong kepada Tuhannya. Ia memohon agar Tuhan
memberikan Rahmat dan menyembuhkan sayap-sayapnya yang
patah. Maksudnya ialah saat Selma terpaksa harus menerima
pernikahan tersebut, maka saat itulah perasaannya terhadap Gibran
patah. Tepat saat malam sebelum pernikahannya Selma dan Gibran
bertemu di Taman rumah Selma, keduanya saling berbicara perasaan
mereka satu sama lain, hingga akhirnya Gibran pamit untuk pulang,
saat itulah Selma memohon kepada Tuhan agar memberikan mereka
Rahmat serta menyembuhkan sayap-sayap (hatinya) yang patah.
4. Kepercayaan Kepada Tuhan.
)59( .‫ ها قد احترت صليبك يا يسوع الناصرى وتركت مسرات عشاروت وأفراحها‬-
“Oh Kristus, aku telah memilih salibMu dan meninggalkan dunia
isytar yang penuh kesenangan dan kebahagiaan.”
Data di atas merupakan wujud nilai moral yang berupa
hubungan manusia kepada Tuhan yaitu rasa percaya kepada Tuhan.
Hal ini dapat dilihat dari penggalan kalimat di atas ‘Oh Kristus, aku
telah memilih salibMu dan meninggalkan dunia isytar’ yang
mneunjukkan bahwa itu merupakan bentuk kepercayaan seorang
hamba terhadap Tuhannya.

33
Makna kutipan di atas ialah tentang kepercayaan seorang
hamba kepada Tuhannya. Hal tersebut terjadi saat dimana Selma
memutuskan untuk mengakhiri hubungan gelapnya dengan Gibran
pasca pernikahannya. Ia bertemu dengan Gibran di sebuah kuil
setiap satu bulan sekali. Namun, pada hari itu ia memutuskan untuk
mengakhirinya. Setelah perdebatan panjang dengan Gibran, sebelum
ia pergi meninggalkan kuil, ia berlutut dan mencium kaki pada
gambar Kristus. Di situ ia berkata bahwa sekarang dirinya telah
memilih salib Kristus dan meninggalkan dunia isytar yang penuh
dengan kesenangan dan kebahagiaan, yaitu ia memilih untuk
berhenti berhubungan dengan Gibran dan melanjutkan hidupnya
dalam penjara kesengsaraan. Ia percaya bahwa Kristus akan
membimbingnya menuju Surga.
5. Memanjatkan Do’a.
‫ ولكنها كانت تصلي في سكينة الليالي ضارعة أمام السماء لتيعث عليها بطفل يحفف‬-
)55( .‫بأصابعه الوردية دموعها ويزيل بنور عينيه خيال الموت عن قلبها‬
“Namun demikian, ia berlutut setiap malam di depan hadirat Tuhan
dan memohon kepadaNya seorang anak yang akan memberinya
kesenangan dan hiburan.”
Data di atas merupakan wujud nilai moral yang berupa
hubungan manusia dengan Tuhan yaitu memohon pertolongan
kepada Tuhan atas segala kesulitan dan keadaan yang
melemahkannya. Dalam data tersebut sudah terlihat dengan jelas
bahwa di sana hamba memohon pertolongan agar ia diberikan
seorang momongan. Hal itu menunjukkan bahwa data tersebut
memang benar merupakan wujud dari nilai moral.
Makna kutipan di atas ialah tentang seorang hamba yang
selalu memanjatkan do’a setiap malam kepada Tuhannya. Hal ini
terbukti saat Selma memanjatkan do’a kepada Tuhannya disetiap
malamnya. Karena setelah lima tahun menikah dengan Mansour
Bey, Selma belum juga dikaruniai seorang anak. Hal itulah yang
membuat suaminya semakin berbuat semena-mena kepadanya dan
terus menanyakan kapan ia akan mendapatkan anak. Maka dengan

34
segala kerendahan hatinya, ia selalu berdo’a di setiap malam kepada
Tuhan agar segera dikaruniai seorang anak yang memberikannya
kesenangan dan hiburan. Di sinilah kita dapat mengambil nilai
moral, bahwasanya jika kita menginginkan sesusatu hendaklah
meminta kepada Tuhan, dan jangan pernah putus asa untuk berdo’a.
6. Bersyukur.
‫ ها أنذا يا‬.‫ جئت لتدلني على الطريق المؤيدة الى الساحل‬،‫ قد جئت لتأخذني يا ولدي‬-
)411( .‫ولدي فسر أمامي لنذهب من هذا الكهف المظلم‬

‘Engkau telah datang untuk membawaku pergi, anakku, engkau


telah datang buat menunjukkan padaku jalan yang menuju pantai.
Inilah aku anakku, bimbinglah aku dan marilah kita tinggalkan gua
yang gelap gulita ini.”
Data di atas merupakan wujud dari nirai moral yaitu
hubungan manusia kepada Tuhan yang berupa rasa syukur. Hal
tersebut dapat terlihat dari penggalan kalimat ‘Engkau telah datang
untuk membawaku pergi, anakku, engkau telah datang’ yang
merupakan bentuk ungkapan syukur kepada Tuhan.
Makna kutipan di atas ialah tentang rasa syukur seorang
hamba kepada Tuhannya, yakni setelah sekian lama Selma
memanjatkan do’a kepada Tuhannya agar segera dikaruniai anak,
maka Tuhan dengan segala kebesaran-Nya mengabulkan do’a
Selma. Ia dikaruniai anak, hingga pada akhirnya tibalah saat ia
melahirkan putranya. Saat itu, saat fajar suara tangis bayi
meramaikan rumah itu, para tetangga berbondong-bondong
mengunjungi rumah itu, bukan untuk melihat kondisi Selma dan
bayinya, tapi mereka menuju ruang tengah untuk merayakan
kelahiran putra Selma dengan berpesta minuman keras bersama
Mansour Bey, suami Selma. Namun, takdir berkata lain, Tuhan
mengambil kembali bayi mungil yang baru saja melihat dunia.
Awalnya hal ini membuat hati Selma begitu terpukul, tetapi ia sadar
bahwa Tuhan mengirim anaknya untuk membawanya pergi
meninggalkan gua yang gelap gulita, yakni kehidupannya dengan
suaminya Mansour Bey.

35
4.1.2 Hubungan Manusia dengan Diri Sendiri
7. Tegar.
‫ فبقيت أنا واقفا بين األشجار والحيرة تتالعي بعواطفي مثلما تتالعب العواصف بأوراق‬-
)11(‫الخريف‬
“Sementara aku tetap berdiri di taman, dengan badai kebingungan
memukul-mukul diriku seperti prahara menyergap daun-daun
musim gugur.”
Data di atas merupakan wujud nilai moral terhadap diri
sendiri yang berupa tegar, hal tersebut dapat dilihat dari penggalan
kalimat ‫ فبقيت أنا واقفا بين األشجار والحيرة‬yang berarti ‘Sementara aku

tetap berdiri di taman’ yang menunjukkan sikap tegar dalam


menghadapi situasi yang terjadi.
Makna kutipan di atas ialah tentang sikap ketegaran tokoh
aku (Gibran) dalam menghadapi kebimbangan hatinya. Saat itu, saat
ia berkunjung ke rumah Selma dan mengetahui bahwa Selma akan
segera dinikahkan dengan keponakan pendeta. Suasana saat itu
benar-benar mencekam. Namun, dengan sigap Gibran tetap
mengendalikan suasana hatinya agar keadaan saat itu tidak semakin
mencekam. Hingga kahirnya ia memutuskan untuk tetap berada di
taman tanpa mengikuti Selma dan ayahnya masuk ke dalam rumah
karena ia ingin menenangkan dan mengontrol hatinya. Maka, di sini
kita harus meniru sikap Gibran yang tetap tegar dalam mengahadapi
suasana yang sulit bagi kita.

)65( .‫ولما حاولت تعزيتها بالكالم وجدتني أحرى منها بالتعزية والشفقة‬-
“Ketika aku mencoba untuk menghiburnya, akulah justru yang lebih
memerlukan hiburan daripada dia.”
Data di atas merupakan wujud nilai moral terhadap diri
sendiri yang berupa ketegaran. Dari penggalan kata ‫وجدتني أحرى منها‬

‫ بالتعزية والشفقة‬yang berarti ‘akulah justru yang lebih memerlukan

hiburan daripada dia’ berarti sebuah sikap ketegaran sang tokoh.


Makna kutipan di atas ialah tentang sikap tegar tokoh aku
(Gibran). Di mana saat malam itu Selma mengadukan seluruh

36
kesedihan hatinya kepada Tuhan perihal pernikahannya dengan
Mansour Bey, Gibran dengan perasaan hancurnya, dengan segala
kekacauan suasana hatinya tetap berusaha untuk tegar di depan
Selma. Ia tak ingin membuat Selma semakin sedih dengan
menunjukkan perasaannya, dikuasailah dirinya sehingga ia mampu
menghibur Selma, memegang tangannya yang dingin dan
menciumnya, memberikan ketenangan kepada Selma walaupun
sebenarnya ia juga membutuhkannya saat itu. Dari sini kita dapat
meniru sikap Gibran, kita tak perlu menampakkan kesedihan hati
kita di depan orang yang kita sayangi, agar ia tak ikut merasakannya.
8. Bijaksana

،‫ مصفيا ألنسة قلبي فى داخلي‬،‫فبقيت صامتا حائرا متأمال شاعرا بتالعب الدقائق بعواطفي‬-

)65( .‫خائفا من نفسي على نفسي‬


“Aku tetap diam, merenungkan nasib kami dan mendengarkan detak
jantungku, dan kami tidak berbicara lagi.”
Data di atas merupakan wujud nilai moral terhadap diri
sendiri yang berupa sikap bijaksana. Hal tersebut dapat dilihat dari
penggalan kalimat ‫ فبقيت صامتا حائرا متأمال شاعرا بتالعب الدقائق بعواطفي‬yang

berarti ‘Aku tetap diam, merenungkan nasib kami’ yang merupakan


tindakan bijaksana sang tokoh.
Makna kutipan di atas ialah tentang sikap bijaksana tokoh
aku (Gibran). Meski banyak masalah yang menyerbu ketenangan
hatinya, juga prahara hubungannya dengan Selma, yang mana saat
itu Selma akan segera menikah dengan keponakan pendeta. Ia tetap
menenangkan dirinya, mencoba untuk menghibur Selma dengan
menggenggam tangannya. Gibran hanya bersikap diam memikirkan
bagaimana nasib hubungannya kedepannya, namun ia tak
mengatakan kepada Selma. Sikap diamnya itulah yang terlihat
bijaksana dalam menyikapi suatu keadaan.

37
9. Penyesalan
‫ أجاب الشيخ طلب المطران مضطرا وانحنى أمام مشيئته قهرا عما فى داخل نفسه من‬-
)11( . ‫ وكان قد اجتمع بابن أخيه منصور بك‬،‫الممانعة‬
“Farris Effandi terpaksa merestui permintaan sang pendeta,
memenuhi kehendaknya dengan hati yang tidak rela, lantaran ia
mengenal betul keponakan pendeta itu.”
Data di atas merupakan wujud nilai moral terhadap diri
sendiri yang berupa penyesalan. Penyesalan tersebut terlihat dari
penggalan kalimat ‫أجاب الشيخ طلب المطران مضطرا وانحنى أمام مشيئته قهرا عما‬

‫ فى داخل نفسه من الممانعة‬yang berarti ‘Farris Effandi terpaksa merestui

permintaan sang pendeta, memenuhi kehendaknya dengan hati yang


tidak rela’. Itulah kenapa data di atas merupakan penyesalan.
Makna kutipan di atas tentang sikap penyesalan ayah Selma,
Faris Effandi. Ia menyesal telah menyetujui pernikahan putrinya
dengan keponakan pendeta. Meskipun ia telah memutuskan semua
itu dengan sangat bijaksana, namun tetap ada rasa penyesalan dalam
hatinya, karena memang sebenarnya hatinya pun tidak rela jika
putrinya menikah dengan Mansour Bey.

4.1.3 Hubungan Manusia dengan Sesama Manusia dan Lingkungan


10. Bijaksana.

‫وهب أن ذلك الشيخ كان قادرا على مخالفة المطران بولس والوقوف أمام مطامعه فهل تكون‬-

)16(‫ وهل يظل اسمها نقيا من أوساخ الشفاه واأللسنة؟‬، ‫سمعة ابنته في مأمن من الظنون والتآويل‬
“Taruhlah Faris Effandi bertahan melawan pendeta dan menolak
keinginannya, maka kehormatan Selma pun pasti akan dicemarkan
dan namanya akan dicerca oleh mulut-mulut nyinyir dan lidah-lidah
busuk.”
Data di atas merupakan wujud nilai moral terhadap sesama
manusia dan lingkungan yang berupa sikap bijaksana. Sikap
bijaksana tersebut dapat dilihat dari penggalan kalimat ‫وهب أن ذلك‬

‫ الشيخ كان قادرا على مخالفة المطران بولس والوقوف أمام مطامعه‬yang berarti

‘Taruhlah Faris Effandi bertahan melawan pendeta dan menolak

38
keinginannya’. Dari situlah dapat dipastikan bahwa data di atas
merupakan wujud sikap bijaksana.
Makna kutipan di atas ialah tentang sikap bijaksana Faris
Effandi, ayah Selma. Permintaan pendeta untuk menikahkan
keponakannya dengan putrinya terpaksa ia setujui. Meski
sebenarnya hatinya memberontak namun ia tak kuasa untuk
menolaknya, karena jika ia menolak maka martabat dan harga diri
Selma yang akan dipertaruhkan, karena Selma akan dicaci dan
dihina oleh seluruh orang di Negeri itu. Maka, dengan bijaksana ia
memutuskan untuk menerima pinangan pendeta tersebut.

‫ اذهب يا ابني الى تلك الغرفة وامسح دموع سلمى وسكن روعها ثم عد بها إلي‬،‫اذهب‬-

)55( .‫لتجلس بجانبي فراشي‬


“Pergi, pergilah ke kamar lain anakku, dan hiburlah Selma, bawalah
dia duduk di samping ranjangku.”
Data di atas merupakan wujud nilai moral terhadap sesama
manusia dan lingkungan yang berupa sikap bijaksana. Sikap
bijaksana tersebut dapat dilihat dari penggalan kalimat ‫ اذهب يا‬،‫اذهب‬

‫ ابني الى تلك الغرفة وامسح دموع سلمى‬yang berarti ‘Pergi, pergilah ke kamar

lain anakku, dan hiburlah Selma’. Dari penggalan kalimat tersebut


dapat dipastikan bahwa itu merupakan wujud sikap bijaksana.
Makna kutipan di atas ialah tentang sikap bijaksana Faris
Effandi. Suatu hari saat Faris Effandi sakit, Gibran datang
menjenguknya dan menanyakan keadaannya. Namun, ia malah
memalingkan muka dan meminta Gibran untuk pergi ke kamar
Selma dan membawanya untuk berada di sampingnya. Ia tahu bahwa
Selma saat ini lebih membtuhkan Gibran ketimbang dirinya. Sikap
bijaksana inilah yang ditunjukkan oleh Faris kepada putrinya, ia tak
menghawatirkan dirinya, melainkan lebih menghawatirkan keadaan
putrinya.

39
11. Peduli Sesama.

‫ ذهبت لزيارو صديق‬،‫ ففي يوم من تلك األيام المفعمة بأنفاس نيسان المكسرة وابتسامته المحيية‬-

)45( .‫يسكن بيتا بعيدا عن ضجة اإلجتماع‬


“Suatu hari di bulan Nisan, aku mengunjungi seorang sahabat yang
rumahnya tidak begitu jauh dari kota yang gemerlapan itu.”
Data di atas merupakan wujud nilai moral terhadap sesama
manusia dan lingkungan yang berupa sikap peduli kepada sesama.
Sikap tersebut dapat terlihat dari penggalan kalimat ‫ذهبت لزيارو صديق‬

yang berarti ‘aku mengunjungi seorang sahabat’. Hal tersebut


membuktikan jika terdapat sikap kepedulian yang ditunjukkan oleh
tokoh.
Makna kutipan di atas ialah sikap kepedulian terhadap
sesama. Hal tersebut terlihat saat Gibran mengunjungi sahabatnya.
Selain untuk bertemu dengan sahabatnya juga untuk menyambung
tali silaturrahim antara dirinya dengan sahabatnya. Nilai moral yang
dapat kita ambil ialah bahwa kita kepada sesama haruslah tetap
berhubungan baik dan menjaga tali persaudaraan dengan tetap
mengunjungi saudara atau sahabat kita.

)56( .‫ فتركت وحدتي وذهبت لمياته ماشيا على ممر منفرد‬،‫فذات يوم سمعت باعتالل فارس كرامه‬-
“Suatu hari aku mendengar Farris Effandi sakit, aku meninggalkan
tempatku menyendiri dan berjalan ke rumahnya.”
Data di atas merupakan wujud nilai moral terhadap sesama
manusia dan lingkungan yang berupa sikap peduli kepada sesama.
Sikap tersebut dapat terlihat dari penggalan kalimat ‫فتركت وحدتي وذهبت‬

‫ لمياته‬yang berarti ‘aku meninggalkan tempatku menyendiri’. Dalam

kalimat tersebut jelas menunjukkan sikap peduli kepada sesama.


Makna kutipan di atas ialah tentang sikap kepedulian Gibran
terhadapa ayah Selma. Hal itu terbukti saat ia mendengar bahwa
Faris Effandi sakit, seketika itu ia bergegas pergi meninggalkan
rumahnya untuk menjenguk Faris. Tidak peduli seberapa jauh jarak

40
yang harus ia tempuh, tetap dilaluinya. Dari sini kita dapat
mengambil nilai moral yaitu bahwa kita harus memunculkan sikap
pedul terhadap sesama, baik dalam keadaan bahagia maupun tidak.
12. Penuh Kasih Sayang.

)65( .‫فأخذت يدها المثلجة بيدي الملتهبة وقبلت أصابعها بأجفاني وشفتي‬-
“Aku memegang tangannya yang dingin dan menciumnya.”
Data di atas merupakan wujud nilai moral terhadap sesama
manusia dan lingkungan yang berupa sikap kasih sayang. Sikap
tersebut dapat terlihat dari keseluruhan kalimat di atas, yang berarti
di dalamnya terdapat sikap penuh kasih sayang.
Makna kutipan di atas ialah merupakan sikap kasih sayang
Gibran kepada Selma. Di saat Selma sedih dan putus asa Gibran
selalu ada untuk menghiburnya. Hingga pada saat Selma benar-
benar rapuh, Gibran berada di sampingnya, menggenggam
tangannya yang dingin dan menciumnya, berharap dengan begitu
Selma akan merasa sedikit lebih tenang dan lebih nyaman. Sikap
tersebutlah yang menunjukkan bahwa Gibran sangat menyayangi
Selma, sampai-sampai ia tak membiarkan Selma untuk bersedih.

،‫وبصوت أودعه كل ما فى قلب األب من الرقة والرأفة وكل ما فى الصدر العليل من السقم واأللم‬-

)55( .‫ ضعي يدك في يدي يا سلمى‬: ‫وقال‬


“Dengan suara lembut dan penuh kasih ia berkata: “peganglah
tanganku nak.”
Data di atas merupakan wujud nilai moral terhadap sesama
manusia dan lingkungan yang berupa sikap kasih sayang. Sikap
tersebut dapat terlihat dari penggalan kalimat ‫وبصوت أودعه كل ما فى قلب‬

‫ األب من الرقة والرأفة وكل ما فى الصدر العليل من السقم واأللم‬yang berarti ‘Dengan

suara lembut dan penuh kasih’. Dari kalimat tersebut jelas terdapat
sikap penuh kasih sayang.
Makna kutipan di atas ialah tentang kasih sayang ayah
kepada anaknya. Saat itu, ketika Faris sakit Gibran menjenguknya,
dan ia menyuruh untuk membawa Selma duduk di sampingnya. Pada
saat itulah kasih sayang seorang ayah kepada anaknya terlihat,
dengan lembut Faris memanggil Selma dan memintanya agar duduk
di sampingnya, agar ia mampu memegang tangan ayahnya. Hal ini

41
menunjukkan bahwa seorang ayah tidak pernah meminta balasan
yang besar kepada anaknya, cukup dengan ia mau menemaninya itu
saja sudah cukup baginya.
13. Menghormati Orang Lain.

)11( .‫وكيال أظهر بمظهر طفيلي يميل الى استطالع الخصوصيات أخذت يد الشبخ مودعا‬-
“Dan untuk menghindari perasaan deritanya aku menyalami tangan
orang tua itu.”
Data di atas merupakan wujud nilai moral terhadap sesama
manusia dan lingkungan yang berupa sikap menghormati orang lain.
Sikap tersebut dapat terlihat dari penggalan kalimat ‫أخذت يد الشبخ‬
‫ مودعا‬yang berarti ‘aku menyalami tangan orang tua itu’. Dari kalimat
tersebutlah yang menunjukkan sikap menghormati orang lain.
Makna kutipan di atas ialah merupakan sikap mneghormati
orang lain. Pada malam itu, saat Faris kembali dari rumah pendeta,
suasana di rumahnya seketika berubah menjadi sedikit mencekam,
perdebatan antara ayah dan anak itu membuat Gibran tak dapat
melakukan apa-apa. Hingga akhirnya ia menghormati Faris dan
Selma jika keduanya butuh waktu untuk menenangkan keadaan
tersebut, maka Gibran memutuskan untuk pamit meninggalkan
mereka berdua.
14. Kesetiaan.

)56( .‫وذهب الربيع وتاله الصيف وجاء الخريف ومحبتي لسلمى تتدرج‬-
“Musim semi pergi, musim panaspu berlalu, demikian pula musim
gugur, namun, cintaku untuk Selma makin hari makin bersemi.”
Data di atas merupakan wujud nilai moral terhadap sesama
manusia dan lingkungan yang berupa sikap kesetiaan. Sikap tersebut
dapat terlihat dari penggalan kalimat ‫ ومحبتي لسلمى تتدرج‬yang berarti

‘cintaku untuk Selma makin hari makin bersemi’. Kalimat tersebut


menjelaskan bahwa ada sikap kesetiaan.
Makna kutipan di atas ialah tentang kesetiaan Gibran dan
Selma. Meskipun Gibran tahu bahwa Selma telah dijodohkan
dengan keponakan pendeta, namun cintanya kepada Selma tetap
terjaga meski musim telah berganti dari musim satu ke musim
lainnya. Sikap Gibran mengajarkan kepada kita bagaimanakah
kesetiaan terhadap pasangan itu.

42
4.2 Teknik Penyampaian Nilai Moral dalam Novel Sayap-sayap Patah
Karya Khalil Gibran
Bentuk penyampaian nilai moral dalam karya fiksi mungkin bersifat
langsung atau tidak langsung. Bentuk penyampaian nilai moral dalam novel
ini dapat diuraikan sebagai berikut.
4.2.1 Teknik Penyampaian Langsung
Bentuk penyampaian pesan moral yang bersifat langsung
boleh dikatakan, identik dengan cara pelukisan watak tokoh yang
bersifat uraian, telling, atau penjelasan. Pesan moral yang bersifat
langsung biasanya terasa dipaksakan dan bersifat koherensif dengan
unsur-unsur lain. Hal ini tentu akan merendahkan hubungan literer
karya yang bersangkutan. Hubungan komunikasi yang terjadi antara
pengarang dengan pembaca pada penyampaian pesan dengan cara
ini adalah hubungan langsung. Dalam novel ini teknik penyampaian
nilai moral secara langsung berupa uraian pengarang dan melalui
tokoh. Hal ini dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Uraian Pengarang
Dalam menyampaikan pesan moral, pengarang melalui
uraiannya menyampaikan pesan yang ditujukannya kepada pembaca
melalui perilaku tokoh dalam menghadapi masalah. Sesuai dengan
beberapa kutipan sebagai berikut.
‫ ومن ال يشاهد المالئكة والشياطين فى محاسن الحياة ومكروهتها يظل قلبه بعيدا عن‬-
)41( .‫المعرفة ونفسه فارغة من العواطف‬
“Barangsiapa tidak melihat malaikat dan iblis dalam keindahan dan
keculasan hidup, akan tercampak jauh dari ilmu pengetahuan dan
jiwanya pun akan hampa dari rasa cinta kasih.”
Kutipan di atas menunjukkan bagaimana pengarang
menyampaikan pesan moral secara langsung melalui uraiannya.
Pesan moral yang ingin disampaikan adalah sikap percaya kita
terhadap adanya makhluk Tuhan yaitu malaikat dan iblis. Percaya
terhadap adanya malaikat dan iblis merupakan bnetuk iman kita
kepada Tuhan, dan meyakini bahwa semua itu kuasa Tuhan.

)56( .‫وذهب الربيع وتاله الصيف وجاء الخريف ومحبتي لسلمى تتدرج‬-

43
“Musim semi pergi, musim panaspun berlalu, demikian pula musim
gugur, namun, cintaku untuk Selma makin hari makin bersemi.”
Kutipan di atas menunjukkan bagaimana pengarang
menyampaikan pesan moral yang langsung melalui uraian
pengarang. pesan moral yan ingin disampaikan pengarang adalah
kesetiaan seseorang terhadap seseorang yag dicintainya. Meskipun
sebenarnya Gibran tahu bahwa Selma sudah menjadi milik orang
lain, namun perasaan cintanya tetap setia. Maka, jika mencintai
seseorang hendaknya kita jaga perasaan itu dengan baik-baik.

2. Melalui Tokoh
‫ ذهبت‬،‫ففي يوم من تلك األيام المفعمة بأنفاس نيسان المكسرة وابتسامته المحيية‬
)45( .‫لزيارو صديق يسكن بيتا بعيدا عن ضجة اإلجتماع‬
“Suatu hari di bulan Nisan, aku mengunjungi seorang sahabat yang
rumahnya tidak begitu jauh dari kota yang gemerlapan itu.”
Dari tindakan tokoh, pengarang ingin menyampaikan
pesan moralnya yaitu peduli terhadap sesama dengan terus
menyamubung silaturrahim. Hal tersebut terlihat saat tokoh aku
(Gibran) mengunjungi seorang sahabatnya di kota yang jauh dari
tempat tinggalnya, entah untuk hanya sebatas bertemu ataupun
melepas rindu.

‫ ماذا فعلت المرأة يا رب فاستحقت غضبك؟ ماذا أتت من الذنوب ليتبعها سخطك‬-
‫إلى أخر الدهور؟ هل اقترفت جرما ال نهاية لفظاعته ليكون عقابك لها بغير نهاية؟ أنت‬
‫قوي يا رب وهي ضعيفة فلماذا تبيدها باألوجاع؟ فى حنجرتها تبث نغمة الفرح ثم تغلق‬
‫شفتيها بالحزن وتربط لسانها بالكآبة بأصابعك الخفية تمنطق باللذة أوجاعها وبأصابعك‬
‫ أنت أنت يا رب قد فتحت عيني بالمحبة‬.‫الظاهرة ترسم هاالن األوجاع حول ملذاتها‬
)65-65( .‫وبالمحبة أعميتني‬
“Oh tuhan, apa yang telah diperbuat oleh seorang wanita yang telah
membangkitkan murkaMu? Dosa apakah yang telah diperbuatnya,
yang setimpal dengan hukuman itu? Oh Tuhan, Engkau Maha
Perkasa, dan aku lemah tak berdaya. Mengapa Engkau buat aku
merintih kepedihan? Dengan kehendakMu Engkau tunjukkan
padanya keindahan ciptaan, tetapi cintanya pada keindahan itu
menjadi bencana kelaparan yang mengerikan. Oh Tuhan, Engkau
telah membuka mataku dengan cinta, dan dengan cinta Engkau
membutakan aku.”
Kutipan di atas menunjukkan cara pengarang dalam
menyampaikan nilai moral secara tidak langsung, melalui tindakan

44
tokoh. Pengarang ingin menyampaikan pesan moral bahwa jika kita
ingin mengadukan keluh kesah kita, maka tempat terbaik adalah
mengadu kepada Tuhan. Karena seorang hamba hanya bisa meminta
dan mengadu kepada Tuhan, selain Tuhan semuanya sersifat semu.
)65( .‫ولما حاولت تعزيتها بالكالم وجدتني أحرى منها بالتعزية والشفقة‬
“Ketika aku mencoba untuk menghiburnya, akulah justru yang lebih
memerlukan hiburan daripada dia.”
Kutipan di atas menunjukkan cara pengarang
menyampaikan pesan moral, yakni melalui tindakan yang dilakukan
tokoh. Pengarang ingin menyampaikan bahwa kita tidak perlu
menampakkan kesedihan kita di depan orang lain yang sedang
bersedih juga, karena justru hal itu akan menjadikan seseorang itu
bertambah sedih. Maka, cukup kita simpan sejenak kesedihan itu,
tanpa perlu diperlihatkan kepada orang lain.

)65( .‫فأخذت يدها المثلجة بيدي الملتهبة وقبلت أصابعها بأجفاني وشفتي‬
“Aku memegang tangannya yang dingin dan menciumnya.”
Kutipan di atas menunjukkan bagaimana pengarang
menyampaikan pesan moral, yakni melalui tindakan tokoh terhadap
tokoh lain. Pengarang ingin menyampaikan pesan bahwa saat Selma
mengalami kesedihan yang teramat, maka Gibran datang
menghiburnya, ia genggam tangan Selma yang dingin lalu
menciumnya dengan penuh kasih sayang. Dari tindakan Gibran
tersebut terlihat jelas bahwa ia sangat menyayangi Selma.

،‫ مصفيا ألنسة قلبي فى داخلي‬،‫فبقيت صامتا حائرا متأمال شاعرا بتالعب الدقائق بعواطفي‬

)65( .‫خائفا من نفسي على نفسي‬


“Aku tetap diam, merenungkan nasib kami dan mendengarkan detak
jantungku, dan kami tidak berbicara lagi.”
Kutipan di atas adalah cara pengarang menyampaikan
pesan moralnya, yait melalui tindakan tokoh. Pesan moral yang ingin
ditunjukkan ialah sikap bijaksana tokoh aku (Gibran) dalam
menghadapi situasi yang tegang. Sikap diam yang ditunjukkannya
itu lebih baik daripada ia harus banyak berbicara dan malah
menyakiti Selma.

)56( .‫ فتركت وحدتي وذهبت لمياته ماشيا على ممر منفرد‬،‫فذات يوم سمعت باعتالل فارس كرامه‬
“Suatu hari aku mendengar Farris Effandi sakit, aku meninggalkan
tempatku menyendiri dan berjalan ke rumahnya.”

45
Kutipan di atas adalah cara pengarang dalam
menyampaikan pesan moralnya secara langsung, yaitu melalui
tindakan tokoh kepada tokoh lain. Pesan yang ingin disampaikan
pengarang adalah kepedulian terhadap sesama yang ditunjukkan dari
tindakan tokoh aku (Gibran) yang mengunjungi ayah Selma saat
sakit.

. ‫وبصوت أودعه كل ما فى قلب األب من الرقة والرأفة وكل ما فى الصدر العليل‬


)55( .‫ ضعي يدك في يدي يا سلمى‬: ‫ وقال‬،‫من السقم واأللم‬
“Dengan suara lembut dan penuh kasih ia berkata: “peganglah
tanganku nak”.”
Kutipan di atas menunjukkan cara pengarang dalam
menyampaikan nilai moral, yakni melalui tindakan tokoh. Pesan
yang ingin disampaikan pengarang ialah bahwa hubungan antara
ayah dan anak adalah sangat dekat. Sehingga baik ayah maupun anak
akan memberikan kasih sayang satu sama lain. Karena kasih sayang
antara ayah dan anak adalah hal yang sangat penting.
)59( .‫ها قد احترت صليبك يا يسوع الناصرى وتركت مسرات عشاروت وأفراحها‬
“Oh Kristus, aku telah memilih salibMu dan meninggalkan dunia
isytar yang penuh kesenangan dan kebahagiaan.”
Kutipan di atas ialah cara pengarang mmenyapaikan pesan
moralnya, yaitu secara langsung melalui tindakan tokoh. Pesan yang
ingin disampaikan pengarang adalah bahwa sebagai seorang hamba
hendaknya percaya dan yakin kepada Tuhan, seperti halnya Selma
yang patuh terhadap kristus dan patuh kepada-Nya.
‫ ولكنها كانت تصلي في سكينة الليالي ضارعة أمام السماء لتيعث عليها بطفل‬-
)55( .‫يحفف بأصابعه الوردية دموعها ويزيل بنور عينيه خيال الموت عن قلبها‬
“Namun demikian, ia berlutut setiap malam di depan hadirat Tuhan
dan memohon kepadaNya seorang anak yang akan memberinya
kesenangan dan hiburan.”
Kutipan di atas menenujukkan cara pengarang dalam
menyampaikan pesan moral, yakni melalui tindakan tokoh dalam
menghadapi sebuah masalah. Terlihat bahwa Selma tak pernah
berhenti meminta dan memohon kepada Tuhan agar cepat diberikan
momongan. Pesan moral yang ingin disampaikan pengarang terlihat
dari tindakan Selma yang secara terus-menerus berdo’a kepada

46
Tuhan. Kegigihannya itulah yang nanti akan memberikannya hasil
yang memuaskan.
4.2.2 Teknik Penyampaian Tidak Langsung
Pesan hanya tersira dalam cerita, berpadu secara
koherensif dengan unsur-unsur cerita yang lain. Hubungan yang
terjadi antara pengarang dan pembaca adalah hubungan yang tidak
langsung dan tersirat. Salah satu sifat khas karya sastra adalah
berusaha mengungkapkan sesuatu secara tidak langsung. Berangkat
dari sifat esensi inilah sastra tampil dengan komplesitas makna yang
dikandungnya. Hal ini justru dapat dipandang sebagai kelebihan
karya sastra, kelebihan dengan banyaknya kemungkinan penafsiran
dari seseorang dari waktu ke waktu. Dalam novel ini, teknik
penyampaian nilai moral tidak langsung berupa peristiwa dan
konflik.
1. Peristiwa
Melalui peristiwa, pengarang menyampaikan pesan
moralnya secara tidak langsung. Salah satu sifat khas karya sastra
adalah berusaha mengungkapkan sesuatu tidak secara langsung. Hal
ini sesuai dengan beberapa kutipan berikut.
‫فبقيت أنا واقفا بين األشجار والحيرة تتالعي بعواطفي مثلما تتالعب العواصف بأوراق‬
)11(‫الخريف‬
“Sementara aku tetap berdiri di taman, dengan badai kebingungan
memukul-mukul diriku seperti prahara menyergap daun-daun
musim gugur.”
Kutipan di atas menunjukkan cara pengarang
menyampaikan pesan yakni melalui peristiwa yang dialami oleh
tokoh. Peristiwa yang terjadi ialah rencana perjodohan Selma yang
mengakibatkan Gibran kecewa. Namun, Gibran justru menunjukkan
sikap tegar. Dari peristiwa tersebut, pengarang ingin menyampaikan
bahwa dalam situasi seburuk apapun kita harus bersikap tegar.

)11( .‫وكيال أظهر بمظهر طفيلي يميل الى استطالع الخصوصيات أخذت يد الشبخ مودعا‬
“Dan untuk menghindari perasaan deritanya aku menyalami tangan
orang tua itu.”

47
Kutipan di atas menunjukkan cara pengarang
menyampaikan pesan moral, yakni melalui peristiwa yang dialami
tokoh. Peristiwa kabar perjodohan Selma dengan keponakan pendeta
membuat suasana tiba-tiba hening, sehingga Gibran memilih untuk
pamit pulang dan ‘menyalami tangan’ orang tua itu. Maka,
pengarang ingin menunjukkan bahwa sebagai orang yang lebih
muda kita harus menghormati yang tua, yakni bisa dengan
menyalami tangannya saat ingin pergi.

‫وهب أن ذلك الشيخ كان قادرا على مخالفة المطران بولس والوقوف أمام مطامعه فهل تكون‬

)16(‫ وهل يظل اسمها نقيا من أوساخ الشفاه واأللسنة؟‬، ‫سمعة ابنته في مأمن من الظنون والتآويل‬
“Taruhlah Faris Effandi bertahan melawan pendeta dan menolak
keinginannya, maka kehormatan Selma pun pasti akan dicemarkan
dan namanya akan dicerca oleh mulut-mulut nyinyir dan lidah-lidah
busuk.”
Kutipan di atas menunjukkan cara pengarang dalam
menyampaikan pesan moral, yakni disampaikan secara tidak
langsung melalui sebuah peristiwa, yaitu keputusan Faris atas Selma.
Dari sinilah, pengarang ingin menyampaikan bahwa sebelum
mengambil sebuah keputusan hendaknya dipikir dengan baik dan
matang.
)65( .‫اشفق يا رب وشدد جميع األجنحة المتكسرة‬
“Oh, Tuhan, berikanlah rahmatMu kepadaku, dan sembuhkanlah
sayap-sayapku yang patah.”
Kutipan di atas adalah bagaimana pengarang
menyampaikan pesan moralnya secara tidak langsung, yakni melalui
peristiwa yang terjadi dalam ceita tersebut. Pesan moral tersebut
terlihat dari kata ‘berikanlah Rahmat-Mu’ yang berarti bahwa saat
Selma dalam kesedihan yang teramat dalam, ia hanya akan
mengadukan permasalahannya kepada Tuhan, meminta tolong
kepada Tuhan.
‫ اذهب يا ابني الى تلك الغرفة وامسح دموع سلمى وسكن روعها ثم عد بها إلي‬،‫اذهب‬

48
)55( .‫لتجلس بجانبي فراشي‬
“Pergi, pergilah ke kamar lain anakku, dan hiburlah Selma, bawalah
dia duduk di samping ranjangku.”
Dari peristiwa yang terjadi, maka pengarang ingin
menyampaikan pesan moralnya, yakni kasih sayang seorang ayah
terhadap putri semata wayangnya (Selma). Hal tersebut terlihat saat
tokoh aku (Gibran) menjenguknya dan menanyakan keadaannya, ia
malah meminta Gibran untuk menemui Selma dan menghiburnya
dan membawa Selma kepadanya.
‫ ها أنذا يا‬.‫ جئت لتدلني على الطريق المؤيدة الى الساحل‬،‫قد جئت لتأخذني يا ولدي‬
)411( .‫ولدي فسر أمامي لنذهب من هذا الكهف المظلم‬

‘Engkau telah datang untuk membawaku pergi, anakku, engkau


telah datang buat menunjukkan padaku jalan yang menuju pantai.
Inilah aku anakku, bimbinglah aku dan marilah kita tinggalkan gua
yang gelap gulita ini.”
Melalui sebuah peristiwa pengarang ingin menyampaikan
pesan moralnya, yaitu bahwa Tuhan tidak akan membiarkan hamba-
Nya terus menerus dalam kesedihan, Ia akan memberikan jalan
terbaik untuk hamba-Nya. Seperti halnya saat Tuhan menghadirkan
bayi mungil untuk Selma, perasaan bahagia jelas terpancar darinya,
namun tidak lama berselang bayi itu meninggal, dan Selma yakin
bahwa ini adalah cara Tuhan membebaskannya dari kesedihan.
2. Konflik

‫أجاب الشيخ طلب المطران مضطرا وانحنى أمام مشيئته قهرا عما فى داخل نفسه من‬
)11( . ‫ وكان قد اجتمع بابن أخيه منصور بك‬،‫الممانعة‬
“Farris Effandi terpaksa merestui permintaan sang pendeta,
memenuhi kehendaknya dengan hati yang tidak rela, lantaran ia
mengenal betul keponakan pendeta itu.”
Kutipan di atas adalah cara pengarang dalam
menyampaikan pesan moral melalui konflik yang terjadi antar tokoh.
Pesan moral yang ingin disampaikan adalah bahwa sebijaksana
apapun kita dalam mengambil sebuah keputusan, jika itu berat maka

49
tetap akan ada penyesalan. Sebagaimana Faris Effandi dalam
mengambil keputusan atas perjodohan putrinya dengan keponakan
pendeta. Ia sudah sangat bijak dalam mengambil keputusan ini,
namun dalam hatinya tetap ada rasa menyesal.

50
BAB V

KESIMPULAN

Dari hasil analisis di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa:

Wujud nilai moral dalam novel sayap-sayap patah karya Khalil


Gibran terbagi menjadi tiga bagian, yakni: a. Hubungan manusia dengan
Tuhan sebanyak 6, b. Hubungan manusia dengan diri sendiri sebanyak 4, c.
Hubungan manusia dengan sesama manusia dan lingkungannya sebanyak 8.
Sedangkan untuk makna yang terdapat dalam nilai moral tersebut bisa
berupa makna eksplisit dan implisit.

Sedangkan untuk teknik penyampaian nilai moral dalam novel


sayap-sayap patah karya Khalil Gibran, terbagi menjadi dua, yaitu: a.
Teknik penyampaian secara langsung yang terdiri dari uraian pengarang
sebanyak 2 dan tindakan tokoh sebanyak 9, b. Teknik penyampaian tidak
langsung yang dilihat dari peristiwa dalam novel sebanyak 6, serta konflik
dalam novel sebanyak 1.

51
DAFTAR PUSTAKA

Briyanta, Fajar. 2014. Skripsi: Nilai Moral dalam Novel Pulang Karya
Laela S Chudori. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Gibran, Khalil Gibran. al-Ajnihah al-Mutakassirah. Beirut: Makatabh al-
Qafiyah.
Haerudin, Dingding. “Mengkaji Nilai-nilai Moral Melalui Karya Sastra”.
Jurnal pendidikan bahasa dan Seni FPBS. TT.
http://www.anneahira.com/novel-karya-kahlil-gibran.htm. Diakses pada
hari Sabtu 26 Mei 2018, pukul 23:38 WIB.
Ruslan, M Shiddieq. 2016. Novel Sayap-sayap Patah. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Nurgiyantoro. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung:
Alfabeta, 2016), hlm. 9.
Wellek, Renne dan Austin Werren. 2016. Teori Kesusasteraan, Terj.
Melani Budianta. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

52
LAMPIRAN

53
No. Data Bentuk
Bahasa Indonesia Bahasa Arab Hubungan Hubungan Hubungan dengan
kepada Allah kepada diri sesame manusia
sendiri dan lingkungan
1. Barangsiapa tidak ‫ومن ال يشاهد‬ √
melihat malaikat
dan iblis dalam ‫المالئكة والشياطين‬
keindahan dan ‫فى محاسن الحياة‬
keculasan hidup,
akan tercampak ‫ومكروهتها يظل قلبه‬
jauh dari ilmu ‫بعيدا عن المعرفة‬
pengetahuan dan
jiwanya pun akan ‫ونفسه فارغة من‬
hampa dari rasa )41( .‫العواطف‬
cinta kasih.
2. Suatu hari di bulan ‫ففي يوم من تلك‬ √
Nisan, aku
mengunjungi ‫األيام المفعمة بأنفاس‬
seorang sahabat ‫نيسان المكسرة‬
yang rumahnya
tidak begitu jauh ،‫وابتسامته المحيية‬
dari kota yang ‫ذهبت لزيارو صديق‬
gemerlapan itu.
‫يسكن بيتا بعيدا عن‬
.‫ضجة اإلجتماع‬
)45(
3. Farris Effandi ‫أجاب الشيخ طلب‬ √
terpaksa merestui
permintaan sang ‫المطران مضطرا‬
pendeta, ‫وانحنى أمام مشيئته‬
memenuhi
kehendaknya ‫قهرا عما فى داخل‬
dengan hati yang ،‫نفسه من الممانعة‬
tidak rela, lantaran
ia mengenal betul ‫وكان قد اجتمع بابن‬
keponakan . ‫أخيه منصور بك‬
pendeta itu.
)11(
4. Sementara aku ‫فبقيت أنا واقفا بين‬ √
tetap berdiri di
taman, dengan ‫األشجار والحيرة‬
badai kebingungan ‫تتالعي بعواطفي مثلما‬
memukul-mukul
diriku seperti ‫تتالعب العواصف‬
prahara ‫) بأوراق الخريف‬11(
menyergap daun-
daun musim
gugur.

54
5. Taruhlah Faris ‫زهب أن ذلك الشيخ‬ √
Effandi bertahan
melawan pendeta ‫كان قادرا على‬
dan menolak ‫مخالفة المطران بولس‬
keinginannya,
maka kehormatan ‫والوقوف أمام مطامعه‬
Selma pun pasti ‫فهل تكون سمعة ابنته‬
akan dicemarkan
dan namanya akan ‫في مأمن من الظنون‬
dicerca oleh ‫ وهل يظل‬، ‫والتآويل‬
mulut-mulut
nyinyir dan lidah- ‫اسمها نقيا من أوساخ‬
lidah busuk. (hal )16(‫الشفاه واأللسنة؟‬
52)
6. dan untuk ‫وكيال أظهر بمظهر‬ √
menghindari
perasaan deritanya ‫طفيلي يميل الى‬
aku menyalami ‫استطالع‬
tangan orang tua
itu, memandang ‫الخصوصيات أخذت‬
Selma, bintangku ‫يد الشبخ مودعا‬
yang jelita, dan
meninggalkan ‫ونظرت الى سلمى‬
rumah itu. ‫نظرة غريق تلف نحو‬
‫نجم المع في قبة‬
‫ ثم خرجت‬،‫الفلك‬
‫دون ان يشعر‬
)11( .‫بخروجي‬
7. Oh tuhan, apa ynag ‫مذا فعلت المرأة يا‬ √
telah diperbuat
oleh seorang ‫رب فاستحقت‬
wanita yang telah ‫غضبك؟ ماذا أتت من‬
membangkitkan
murkaMu…. ‫الذنوب ليتبعها‬
kehendakMu jua ‫سخطك إلى أخر‬
yang akan terjadi
oh Tuhan. ‫ ليكن‬.... ‫الدهور؟‬
‫اسمك مباركا إلى‬
)65-65( .‫النهاية‬

55
8. Aku memegang ‫فأخذت يدها المثلجة‬ √
tangannya yang
dingin dan ‫بيدي الملتهبة وقبلت‬
menciumnya. ‫أصابعها بأجفاني‬
)65( .‫وشفتي‬
9. Ketika aku ‫ولما حاولت تعزيتها‬ √
mencoba untuk
menghiburnya, ‫بالكالم وجدتني أحرى‬
akulah justru yang .‫منها بالتعزية والشفقة‬
lebih memerlukan
hiburan daripada )65(
dia.
10. Aku tetap diam, ‫فبقيت صامتا حائرا‬ √
merenungkan
nasib kami dan ‫متأمال شاعرا بتالعب‬
mendengarkan ،‫الدقائق بعواطفي‬
detak jantungku,
dan kami tidak ‫مصفيا ألنسة قلبي فى‬
berbicara lagi. ‫ خائفا من‬،‫داخلي‬
.‫نفسي على نفسي‬
)65(
11. Oh, Tuhan, ‫اشفق يا رب وشدد‬ √
berikanlah
rahmatMu ‫جميع األجنحة‬
kepadaku, dan )65( .‫المتكسرة‬
sembuhkanlah
sayap-sayapku
yang patah.
12. Musim semi pergi, ‫وذهب الربيع وتاله‬ √
musim panaspun
berlalu, demikian ‫الصيف وجاء الخريف‬
pula musim gugur, ‫ومحبتي لسلمى‬
namun, cintaku
untuk Selma )56( .‫تتدرج‬
makin hari makin
bersemi.
13. Suatu hari aku ‫فذات يوم سمعت‬ √
mendengar Farris
Effandi sakit, aku ،‫باعتالل فارس كرامه‬
meninggalkan ‫فتركت وحدتي وذهبت‬
tempatku
menyendiri dan ‫لمياته ماشيا على ممر‬
berjalan ke )56( .‫منفرد‬
rumahnya. (hal.
83)

56
14. Pergi, pergilah ke ‫ اذهب يا ابني‬،‫اذهب‬ √
kamar lain anakku,
dan hiburlah ‫الى تلك الغرفة وامسح‬
Selma, bawalah ‫دموع سلمى وسكن‬
dia duduk di
samping ‫روعها ثم عد بها إلي‬
ranjangku. (hal. ‫لتجلس بجانبي‬
83)
)55( .‫فراشي‬
15. Dengan suara ‫وبصوت أودعه كل ما‬ √
lembut dan penuh
kasih ia berkata: ‫فى قلب األب من‬
“peganglah ‫الرقة والرأفة وكل ما فى‬
tanganku nak”
(hal. 87) ‫الصدر العليل من‬
: ‫ وقال‬،‫السقم واأللم‬
‫ضعي يدك في يدي يا‬
)55( .‫سلمى‬
16. Oh Kristus, aku ‫ها قد احترت صليبك‬ √
telah memilih
salibMu dan ‫يا يسوع الناصرى‬
meninggalkan ‫وتركت مسرات‬
dunia isytar yang
penuh kesenangan .‫عشاروت وأفراحها‬
dan kebahagiaan.. )59(
(hal. 118-119)
17. Namun demikian, ‫ولكنها كانت تصلي‬ √
ia berlutut setiap
malam di depan ‫في سكينة الليالي‬
hadirat Tuhan dan ‫ضارعة أمام السماء‬
memohon
kepadaNya ‫لتيعث عليها بطفل‬
seorang anak yang ‫يحفف بأصابعه الوردية‬
akan memberinya
kesenangan dan ‫دموعها ويزيل بنور‬
hiburan. (hal. 124) ‫عينيه خيال الموت عن‬

)55( .‫قلبها‬

57
18. Engkau telah ‫قد جئت لتأخذني يا‬ √
datang untuk
membawaku pergi, ‫ جئت لتدلني‬،‫ولدي‬
anakku, engkau ‫على الطريق المؤيدة‬
telah datang buat
menunjukkan ‫ ها أنذا‬.‫الى الساحل‬
padaku jalan yang ‫يا ولدي فسر أمامي‬
menuju pantai.
Inilah aku anakku, ‫لنذهب من هذا‬
bimbinglah aku .‫الكهف المظلم‬
dan marilah kita
tinggalkan gua )411(
yang gelap gulita
ini. (hal. 128)

58

Anda mungkin juga menyukai