Anda di halaman 1dari 5

2.

7 Penatalaksanaan Manajemen Terapi CA Paru-Paru

Penatalaksanaan kanker paru disesuaikan dengan jenisnya dan terdiri dari pembedahan,
kemoterapi, radioterapi dan terapi target. Penentuan terapi saat ini lebih difokuskan
pada gambaran molekular dari masing-masing kanker.

A. Kanker Paru bukan Sel Kecil

Pilihan pengobatan sangat tergantung pada stadium penyakit, tampilan umum penderita,
komorbiditas, tujuan pengobatan dan cost-effectiveness. Modalitas penanganan yang
tersedia adalah bedah, radiasi, kemoterapi, dan terapi target.

1. Bedah

Modalitas ini adalah terapi utama untuk sebagian besar kanker paru bukan sel kecil,
terutama stadium I-II dan stadium IIIA yang masih dapat direseksi setelah kemoterapi
neoajuvan. Jenis pembedahan yang dapat dilakukan adalah lobektomi, segmentektomi
dan reseksi sublobaris. Pilihan utama adalah lobektomi yang menghasilkan angka
kehidupan yang paling tinggi. Namun, pada pasien dengan komorbiditas kardiovaskular
atau kapasitas paru yang lebih rendah, pembedahan segmentektomi dan reseksi
sublobaris paru dilakukan. Kini, reseksi sublobaris sering dilakukan bersamaan dengan
Video Assisted Thoracoscopy.

2. Radioterapi

Radioterapi dalam tata laksana kanker paru bukan sel kecil dapat berperan di seluruh
stadium sebagai terapi kuratif definitif, kuratif neoajuvan, kuratif ajuvan maupun
paliatif.

Radioterapi kuratif definitif sebagai modalitas terapi dapat diberikan pada kanker paru
bukan sel kecil stadium awal (Stadium I) yang secara medis tidak dapat dioperasi atau
yang menolak dilakukan operasi setelah evaluasi bedah thoraks.

Pada stadium lokal lanjut (Stadium II dan III), radioterapi diberikan konkuren dengan
kemoterapi. Pada pasien yang tidak bisa mentoleransi kemoradiasi konkuren, dapat juga
diberikan kemoterapi sekuensial disertai radiasi atau radiasi saja.

Pada pasien Stadium IIIA resektabel, kemoterapi preoperasi dan radiasi pasca operasi
merupakan pilihan terapi. Pada pasien Stadium IV, radioterapi diberikan secara paliatif
untuk mengurangi gejala seperti nyeri, perdarahan, obstruksi.

pg. 1
3. Kemoterapi

Kemoterapi dapat diberikan sebagai modalitas neoajuvant pada stadium dini, atau
sebagai ajuvan pasca pembedahan. Terapi ajuvan dapat diberikan pada kanker paru
bukan sel kecil stadium IIA, IIB dan IIIA. Pada kanker paru bukan sel kecil stadium
lanjut, kemoterapi dapat diberikan dengan tujuan pengobatan jika status performa
pasien baik (Karnofsky >60; WHO 0-2). Namun, fungsi kemoterapi terbesar adalah
sebagai terapi paliatif pada pasien dengan stadium lanjut. Perlu diperhatikan efek
samping yang ditimbulkan dari masing-masing obat kemoterapi.

4. Terapi Target dan Imunoterapi

Studi terbaru pada tata laksana kanker paru sekarang difokuskan untuk terapi target
untuk kanker paru bukan sel kecil. Pemeriksaan molekuler diperlukan untuk
menentukan sensitivitas dari terapi yang digunakan.

Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR) merupakan reseptor tirosin kinase yang
sering mengalami gangguan pada tumor epitelial. Peningkatan aktivitas dari EGFR
meningkatkan proliferasi sel dan pertumbuhan tumor. Mutasi EGFR lebih banyak
ditemukan pada adenokarsinoma (30% dibandingkan dengan jenis kanker paru lainnya
2%) dan lebih banyak ditemukan pada pasien yang tidak pernah merokok
(45%).dibandingkan dengan yang merokok (7%). Mutasi somatik pada gen ini
memberikan respon klinis terhadap pengobatan dengan inhibitor EGFR (erlotinib,
afatinib, gefitinib dan osimertinib) dalam peningkatan kesintasan dibandingkan dengan
kemoterapi.

Kirsten Rat Sarcoma (KRAS) merupakan downstream GTPase dari EGFR, Mutasi
KRAS banyak ditemukan pada jenis tumor yang wild type terhadap EGFR dan
Anaplastic Lymphoma Kinase (ALK). Mutasi pada gen ini menyebabkan aktivasi
pensinyalan Ras secara terus menerus. Mutasi ini juga lebih banyak ditemukan pada
adenokarsinoma dibandingkan kanker paru bukan sel kecil yang lain tetapi lebih banyak
ditemukan pada perokok. Oleh karena merupakan downstream dari EGFR, inhibitor
EGFR tidak efektif pada tumor yang mengekspresikan KRAS sehingga merupakan
prediktor negatif untuk efektivitas terapi dengan inhibitor EGFR maupun kemoterapi
ajuvan.

Gen anaplastic lymphoma kinase (ALK) mengkode reseptor tirosin kinase. Mutasi pada
gen ini juga banyak ditemukan pada adenokarsinoma dengan gambaran histologi acinar

pg. 2
atau signet ring cell.Pasien kanker paru yang mengekspresikan ALK umumnya berusia
lebih muda dan memiliki paparan minimal terhadap asap rokok. Alectinib, crizotinib
dan ceritinib merupakan inhibitor selektif dari ALK dan met-tirosin kinase yang terbukti
dapat mengecilkan dan menstabilkan ukuran tumor pada pasien yang mengekspresikan
gen ini.

Gen BRAF merupakan protoonkogen yang meregulasi transduksi sinyal serine/threonine


protein kinase yang berpengaruh pada proliferasi sel dan survival. Mutasi BRAF
ditemukan pada 1-4% kanker paru bukan sel kecil terutama adenokarsinoma. Mutasi ini
berkaitan dengan riwayat paparan asap rokok. Mutasi BRAF V600E banyak ditemukan
pada wanita yang tidak merokok, sedangkan mutasi BRAF non V600E lebih banyak
ditemukan pada perokok. Mutasi BRAF V600E dapat digunakan sebagai target untuk
dabrafenib dan trametinib.

ROS-1 merupakan protoonkogen pada kromosom 6q22 yang mengkode reseptor tirosin
kinase dimana memiliki homologi yang tinggi dengan ALK pada domainnya. Ekspresi
ROS-1 banyak ditemukan pada pasien yang lebih muda, tidak pernah merokok dan
orang Asia. Ditemukan pula pasien dengan ekspresi ROS-1 sensitif pada inhibitor
kinase termasuk di dalamnya crizotinib.

Imunoterapi merupakan terapi baru di bidang onkologi yang menggunakan sistem imun
untuk melawan kanker. Imunoterapi bekerja dengan memodulasi sistem imun agar
dapat menyerang sel kanker, menghambat pertumbuhan sel kanker, mencegah
metastasis atau membantu meningkatkan efektivitas sistem imun. Salah satu strategi
imunoterapi adalah menarget mekanisme perlindungan kanker untuk melawan sistem
imun. Pendekatan ini menarget jalur immune checkpoint yang berfungsi untuk
mengatur respon imun terhadap patogen, dimana dilakukan inhibisi pada CTLA4 dan
PD-L1. CTLA4 memiliki peran penting dalam menurunkan aktivasi, proliferasi dan
efektor dari sel T.

B. Kanker Paru Sel Kecil

Berbeda dengan kanker paru bukan sel kecil, pasien dengan kanker paru sel kecil tidak
memberikan respon yang baik terhadap terapi target. Pilihan terapi pada kanker paru sel
kecil ditentukan berdasarkan stadium penyakit.

1. Stadium Terbatas

pg. 3
Pilihan modalitas terapi pada stadium ini adalah kombinasi dari kemoterapi berbasis-
platinum dan terapi radiasi toraks. Kemoterapi dilakukan paling banyak 4-6 siklus,
dengan peningkatan toksisitas yang signifikan jika diberikan lebih dari 6 siklus.
Regimen terapi kombinasi yang memberikan hasil paling baik adalah kemoradiasi
konkuren, dengan terapi radiasi dimulai dalam 30 hari setelah awal kemoterapi. Pada
pasien usia lanjut dengan status performa WHO>2, dapat diberikan kemoterapi
sisplatin, sedangkan pasien dengan status performa WHO0-1 dapat diberikan
kemoterapi dengan karboplatin. Setelah kemoterapi, pasien dapat menjalani radiasi
kranial profilaksis. Reseksi bedah dapat dilakukan dengan kemoterapi ajuvan atau
kombinasi kemoterapi dan radiasi terapi ajuvan pada TNM stadium dini, dengan/tanpa
pembesaran kelenjar getah bening.

2. Stadium Lanjut

Pilihan utama modalitas terapi stadium ini adalah kemoterapi kombinasi. Pilihan lain
adalah radiasi paliatif pada lesi primer dan lesi metastasis.

 Sindrom Vena Kava Superior

Sindrom vena kava superior merupakan komplikasi yang sering terjadi pada kanker
paru dengan angka kejadian 60-80%. Pada pasien ini perlu dilakukan elevasi kepala,
pemberian oksigen dan pemantauan asupan cairan. Pemberian diuretik dan
kortikosteroid dapat membantu mengurangi gejala. Terapi definitif dari keadaan ini
adalah radioterapi, kemoterapi atau pemasangan stent pada vena kava.

 Dukungan Nutrisi

Malnutrisi pada pasien kanker paru terjadi sebesar 46%. Penyebab malnutrisi karena
gangguan metabolisme terkait dengan adanya sel tumor, dengan gejala penurunan berat
badan (BB), kesulitan makan atau minum akibat efek terapi antikanker.

Skrining gizi dilakukan untuk mendeteksi gangguan nutrisi, gangguan asupan nutrisi,
serta penurunan berat badan dan indeks massa tubuh sedini mungkin. Skrining gizi
dimulai sejak pasien didiagnosis kanker dan diulang sesuai dengan kondisi klinis pasien.
Pada pasien dengan hasil skrining abnormal, perlu dilakukan penilaian objektif dan
kuantitatif asupan nutrisi, kapasitas fungsional, dan derajat inflamasi sistemik.
Disarankan untuk melakukan skrining rutin pada semua pasien kanker lanjut, baik yang
menerima maupun tidak menerima terapi antikanker, untuk menilai asupan nutrisi yang

pg. 4
tidak adekuat, penurunan berat badan dan IMT yang rendah, dan apabila berisiko, maka
dilanjutkan dengan penilaian status gizi disertai tata laksananya.

 Disabilitas pada Pasien Kanker Paru

Pada kanker paru, penyakit dan penanganannya dapat menimbulkan gangguan fungsi
pada manusia sebagai makhluk hidup seperti gangguan fisiologis, psikologis ataupun
perilaku yang berpotensi mengakibatkan terjadinya keterbatasan dalam melakukan
aktivitas (disabilitas) dan partisipasi sosial dalam kehidupan sehari-hari. Perlunya
konsultasi kepada dokter spesialis rehabilitasi medik untuk mengatasi beberapa
keterbatasan aktivitas dan hambatan partisipasi.

 Follow-Up

Setelah terapi awal menunjukkan penilaian respon komplit atau respon parsial, pasien
menjalani pemeriksaan setiap 3-4 bulan selama 2 tahun pertama. Kemudian, pasien
dapat menjalani pemeriksaan setiap 6 bulan selama 3 tahun berikutnya. Pemeriksaan
yang dilakukan termasuk anamnesis, pemeriksaan fisik, CT Scan dan pemeriksaan
laboratorium. Jika ditemukan lesi baru, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Pada pasien
yang mengalami rekurensi, dapat dilakukan radioterapi atau kemoterapi lini kedua.

pg. 5

Anda mungkin juga menyukai