Anda di halaman 1dari 43

REVIEW ARTICLE KHUSUS

KOMPENDIUM DIAGNOSTIK DAN PENGOBATAN COVID-19 (INTERIM)


PERHIMPUNAN RESPIROLOGI INDONESIA (PERPARI)

Arto Y. Soeroto1, Prayudi Santoso1, Emmy H Pranggono1, Iceu D Kulsum1,


Hendarsyah Suryadinata1, Ferdy Ferdian1, Ade Yudisman1, Martina2,Rechta Antartika2, Zulkifli Amin3, Martin C.
Rumende3, Ceva W. Pitoyo3, Eric D. Tenda3, Zen Akhmad4, Thomas Handoyo5, M. Ilyas6, Fauzar7, Bambang S. Riyanto8,
Samsirun Halim9, Efata B. I. Polii10, Ananda W. Ginting11, Putu Andrika12, Price Maya13, Fajar Raditya14
1
Divisi Respirologi dan Penyakit Kritis Respirasi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK Unpad/RS Dr. Hasan Sadikin
Perhimpunan Respirologi Indonesia (PERPARI) cabang Bandung
2
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK Unpad/RS Dr. Hasan Sadikin
3
Divisi Pulmonologi dan Penyakit Kritis, Departemen Penyakit Dalam FKUI/RSCM
Perhimpunan Respirologi Indonesia (PERPARI) Cabang Jakarta
4
Divisi Pulmonologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UNSRI/RS Moh. Husein
Perhimpunan Respirologi Indonesia (PERPARI) Cabang Palembang
5
Divisi Pulmonologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UNDIP/RS Kariadi
Perhimpunan Respirologi Indonesia (PERPARI) Cabang Semarang
6
Divisi Pulmonologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UNHAS/RS Wahidin Sudirohusodo
Perhimpunan Respirologi Indonesia (PERPARI) Cabang Makassar
7
Divisi Pulmonologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UNAND/RSUP Dr. Moh. Djamil
Perhimpunan Respirologi Indonesia (PERPARI) Cabang Padang
8
Divisi Pulmonologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UGM/RSUP Dr. Sardjito
Perhimpunan Respirologi Indonesia (PERPARI) Cabang Yogyakarta
9
FKIK Univ Jambi /RSUD Raden Mattaher
Perhimpunan Respirologi Indonesia (PERPARI) Cabang Jambi
10
Divisi Pulmonologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UNSRAT/RSU Prof Dr Kandou
Perhimpunan Respirologi Indonesia (PERPARI) Cabang Manado
11
Divisi Pulmonologi dan Alergi Imunologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU/RS H. Adam Malik/Pirngadi
Perhimpunan Respirologi Indonesia (PERPARI) Cabang Medan
12
Divisi Pulmonologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD/RS Sanglah
Perhimpunan Respirologi Indonesia (PERPARI) Cabang Denpasar
13
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UNSYIAH/RSUD Dr. Zainoel Abidin
Perhimpunan Respirologi Indonesia (PERPARI) Cabang Aceh
14
Departemen Penyakit Dalam RS Imanuel Way Halim Bandar Lampung
Perhimpunan Respirologi Indonesia (PERPARI) Cabang Lampung

PENDAHULUAN

Virus corona adalah keluarga besar virus yang 19 dinamakan Severe Acute Respiratory Syndrome
umum pada manusia dan hewan seperti unta, sapi, Coronavirus 2 (SARS-CoV-2).2
kucing, dan kelelawar. Terdapat 7 strain dari virus Kasus pneumonia yang tidak diketahui
corona, yaitu 229E (alpha coronavirus), NL63 (alpha penyebabnya teridentifikasi pertama kali di Wuhan
coronavirus), OC43 (beta coronavirus), HKU1 (beta ibukota provinsi Hubei pada awal bulan Desember
coronavirus), MERS-CoV (beta coronavirus yang tahun 2019.3 Pada tanggal 7 Januari 2020, Chinese
menyebabkan Middle East Respiratory Syndrome, Center for Disease Control and Prevention (CDC)
atau MERS), SARS-CoV (beta coronavirus yang mengidentifikasi suatu coronavirus baru yang diambil
menyebabkan Severe Acute Respiratory Syndrome dari swab tenggorokan dari pasien dan kemudian
atau SARS) dan SARS-CoV-2 (COVID-19).1,2 dinamai 2019-nCov atau severe acute respiratory
Virus corona dari binatang dapat menginfeksi syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) oleh World
manusia dan menyebar diantara manusia melalui Health Organization (WHO).3-5
transmisi manusia ke manusia seperti MERS-CoV, Berdasarkan data dari WHO sampai tanggal 25
SARS-CoV, dan terkini adalah COVID-19 Mei 2020, kasus Covid-19 yang positif ada 5.304.772
(Coronavirus disease 2019). Virus penyebab COVID- kasus, dengan total kematian 342.029 pasien. Di

Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020 17


Indonesia terdapat 22.271 kasus positif, dengan jumlah 1) Anamnesis:
kematian 1.372 orang.6 • Pneumonia merupakan manifestasi paling
Sebagian besar pasien dengan COVID-19 serius dari infeksi, ditandai terutama oleh
menunjukkan gejala ringan sampai sedang, namun demam, batuk, sesak napas, dan infiltrat
sekitar 15% berkembang menjadi pneumonia berat dan bilateral pada pencitraan toraks.3,4,10,16
sekitar 5% akhirnya mengalami ARDS, syok septik • Gejala lain seperti mialgia, diare, dan
dan/atau gagal organ multipel.7 Kasus ringan seperti gangguan indra penciuman atau perasa juga
demam, gejala gangguan pernapasan atas, sesak napas umum terjadi, keluhan defisit neurologi,
dan diare bahkan tanpa gejala. Kasus berat meliputi kelainan kulit, bahkan ada yang tanpa
pneumonia, gagal organ multipel dan kematian. 8 keluhan.
Gambaran klinis khas SARS-CoV-2 atau COVID- • Tidak ada gambaran klinis spesifik yang
19, mirip dengan SARS seperti demam, mialgia, batuk dapat membedakan COVID-19 dari infeksi
kering, sesak napas, kelelahan, dan bukti radiologis pernapasan virus lainnya, meskipun
pada foto toraks/CT Scan toraks tanpa kontras berupa terjadinya sesak napas beberapa hari setelah
ground glass oppacity (GGO) disertai konsolidasi timbulnya gejala awal adalah sugestif untuk
bilateral yang kompatibel dengan pneumonia COVID-19.
atipikal.9-11 Perbedaan klinis yang penting antara • Sebagian besar penelitian yang
COVID-19 dan SARS telah diketahui. Manifestasi menggambarkan gejala klinis COVID-19
COVID-19 lebih bersifat sistemik dibandingkan SARS telah dilakukan pada pasien yang dirawat di
yang dominan paru. Manifestasi klinis seperti diare rumah sakit. Sebuah penelitian yang
terlihat lebih jarang pada pasien COVID-19 (2,0– menggambarkan 138 pasien yang dirawat di
10,1%) dibandingkan dengan SARS (20,1%).4,9-12 rumah sakit dengan pneumonia COVID-19 di
Manifestasi neurologis seperti confusion jarang Wuhan, gejala klinis yang paling umum pada
dilaporkan pada pasien dengan COVID-19 (9,1%) awal penyakit adalah:10
tetapi hampir tidak ada pada pasien dengan SARS. 4 - Demam 99 persen
Kompendium ini disusun berdasar hasil penelitian - Kelelahan 70 persen
terhadap COVID-19 yang relatif masih baru dan - Batuk kering 59 persen
sangat dinamis berkembang, sehingga apa yang - Anoreksia 40 persen
mutakhir saat ini mungkin dengan segera menjadi out - Mialgia 35 persen
of date dalam waktu singkat. Meskipun demikian - Sesak napas 31 persen
kompendium ini diharapkan dapat menjadi rujukan - Produksi dahak 27 persen
praktis atau setidaknya menambah wawasan dalam • Meskipun tidak secara spesifik dikemukakan
mendiagnosis dan tatalaksana penyakit COVID-19. dalam studi kohort awal dari Cina, gangguan
indra penciuman dan perasa seperti anosmia
II. DIAGNOSIS KASUS dan dysgeusia, juga telah dilaporkan sebagai
Masa inkubasi COVID-19 diperkirakan dalam 14 gejala umum pada pasien dengan COVID-
hari setelah paparan, dengan sebagian besar kasus 19.17,18 Dalam sebuah survei terhadap 59
terjadi sekitar empat hingga lima hari setelah pasien dengan COVID-19 di Italia, 34 persen
paparan.3,13-15 melaporkan gangguan indra penciuman atau
Sebuah penelitian terhadap 1099 pasien dengan perasa dan 19 persen melaporkan keduanya.17
COVID-19 simptomatik yang terkonfirmasi, periode • Selain gejala pernapasan, gejala
inkubasi rata-rata adalah empat hari (rentang gastrointestinal (mual dan diare) juga telah
interkuartil dua hingga tujuh hari).3 dilaporkan dan pada beberapa pasien
Kecurigaan tinggi kemungkinan terinfeksi mungkin menjadi keluhan utama.10,16,19,20
COVID-19 perlu dipikirkan pada semua pasien yang Dalam tinjauan sistematis studi yang
datang dengan keluhan utama demam dan atau dengan melaporkan gejala gastrointestinal pada
gangguan akut pernapasan dan yang tinggal atau pasien dengan COVID-19 yang
riwayat melakukan perjalanan pada daerah dengan terkonfirmasi, prevalensi gejala COVID-19
transmisi lokal atau kontak erat dengan penderita dengan diare, mual/muntah, atau nyeri perut
suspek atau konfirmasi kasus dalam waktu 14 hari dilaporkan masing-masing sebesar 13, 10,
sebelum gejala muncul.

Suplemen Ina Chest and Critical Care 2


18 Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020
dan 9 persen.18 Hemoptisis dapat ditemukan berguna untuk menunjukkan risiko
1–5% kasus.3,16 penyakit parah dan prognosis buruk.30,31
• Temuan dermatologis pada pasien dengan • Pada awal infeksi leukosit dan limfosit
COVID-19 sudah diklasifikasikan dan dimuat normal.
di British Journal of Dermatolgy 2020.21 • Pada puncak penyakit:
• Infeksi asimptomatik telah didokumentasikan - leukosit menurun (< 4000/uL)
pada beberapa studi.22-26 Frekuensi tepatnya - Netrofil (> 2500/uL)
tidak diketahui, tetapi beberapa penelitian - Limfosit absolut dan persentase
menunjukkan bahwa ini sering terjadi. menurun dengan nilai limfosit absolut
< 1500/uL.
2) Pemeriksaan Fisik - Trombosit menurun (pada kasus berat)
Kelainan fisik yang dapat ditemukan - Eosinofil menurun (pada kasus berat)
bervariasi tergantung berat ringannya penyakit. - Batas nilai rasio neutrophil-limfosit
• Hindari pemakaian stetoskop sebisa mungkin (NLR) 3,13
untuk menghindari kontaminasi virus. - NLR ≥ 3,13 dan usia ≥ 50 tahun
• Tingkat kesadaran: kompos mentis atau memberikan petunjuk penyakit akan
penurunan kesadaran. berisiko menjadi lebih berat.32
• Tanda vital: takikardia, takipnea, tekanan • Setelah pengobatan nilai limfosit absolut
darah normal atau menurun, suhu tubuh akan meningkat yang merupakan petunjuk
meningkat. Saturasi oksigen dapat normal perbaikan kondisi.
atau turun.
• Pada pasien dengan distres pernapasan dapat b. Real-time Reverse Transcription
ditemui sianosis disertai retraksi otot Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)
pernapasan. • Tes molekuler diperlukan untuk
• Auskultasi pada dada mungkin mendapatkan mengkonfirmasi diagnosis.
adanya crackles/rales, dan/atau suara napas • Metode yang disarankan untuk identifikasi
bronkial pada pasien pneumonia dengan dan konfirmasi laboratorium COVID-19:33
distress pernapasan. - Kumpulkan spesimen pernapasan atas
• Manifestasi sistemik infeksi COVID-19 (swab nasofaring dan orofaring) pada
seperti kelainan kulit dan neurologis. pasien rawat jalan dan/atau spesimen
pernapasan bawah (dahak dan/atau
3) Pemeriksaan Penunjang aspirasi endotrakeal atau bilasan
Beberapa pemeriksaan penunjang yang bronkoalveolar) pada pasien dengan
dilakukan di antaranya: penyakit pernapasan yang lebih parah.
- Pertimbangkan juga untuk
a. Darah Lengkap mengumpulkan spesimen klinis
• Kelainan laboratorium yang paling umum tambahan seperti darah, tinja, dan urin
pada pasien yang dirawat di rumah sakit untuk dilakukan konfirmasi.
dengan pneumonia adalah leukopenia, - Spesimen harus dikumpulkan di
limfopenia, dan leukositosis. Kelainan lain bawah prosedur pencegahan dan
termasuk neutrofilia, trombositopenia, dan pengendalian infeksi yang tepat.
penurunan hemoglobin.4,10,16,27 Pertimbangkan risiko tinggi aerosol
• Limfopenia dan trombositopenia telah ketika mengumpulkan spesimen dari
dikaitkan dengan peningkatan risiko saluran pernapasan bawah.33
penyakit parah dan berguna sebagai - Sensitivitas dan spesifitas dari
indikator klinis untuk memantau masing-masing tempat pengambilan
perkembangan penyakit.28,29 spesimen (tabel 1).
• Nilai rasio neutrofil-terhadap-limfosit
(NLR) yang tinggi adalah penanda yang

Suplemen Ina Chest and Critical Care 3


Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020 19
Tabel 1. Tingkat Positivitas Sensitivitas dan Spesifitas Berdasarkan Tempat Pengambilan Spesimen
Swab.34
No. Jenis Spesimen Positivitas (%)
1 Cairan bilasan Bronkoalveolar 93
2 Sikatan dengan Fiberoptik Bronkoskopi 46
3 Sputum 72
4 Swab hidung 63
5 Swab Faring 32
6 Feces 29
7 Darah 1
8 Urine 0
Catatan: Swab hidung hanya akan mendeteksi 2/3 dari seluruh kasus dan swab faring hanya akan mendeteksi 1/3 dari seluruh
kasus.

• Jika hasil negatif diperoleh dari pasien dibandingkan dengan RT-PCR awal dari
dengan indeks kecurigaan tinggi terhadap sampel swab (88% berbanding 59%).
COVID-19, spesimen tambahan harus Sensitivitas CT toraks adalah 97% pada
dikumpulkan dan diuji, terutama jika pasien yang akhirnya memiliki hasil RT-
hanya spesimen saluran pernapasan bagian PCR positif. Namun pada studi ini, 75%
atas yang dikumpulkan pada awalnya.33 pasien dengan hasil RT-PCR negatif juga
• Ada bukti yang muncul bahwa air liur memiliki temuan CT toraks positif. Di
dapat menjadi spesimen yang dapat antara pasien-pasien ini, 48% dianggap
diandalkan untuk mendeteksi SARS-CoV- sebagai kasus kemungkinan besar
2 oleh RT-PCR.35 COVID-19, sementara 33% dianggap
sebagai kasus mungkin COVID-19.42
c. Foto toraks • Sebuah studi menggambarkan perubahan
• Dilakukan pada semua pasien dengan tomografi dari 21 pasien dengan penyakit
dugaan pneumonia. ringan sampai tahap pemulihan dari
• Infiltrat paru unilateral ditemukan pada penyakit ke dalam 4 tahap:43
25% pasien, dan infiltrat paru bilateral - Tahap awal (0–4 hari setelah
ditemukan pada 75% pasien.16,36,37 timbulnya gejala), ground-glass
opacity (GGO) sering terjadi, dengan
d. Computed Tomography (CT Toraks) distribusi sub-pleura dan melibatkan
• Jika memungkinkan lakukan CT toraks sebagian besar lobus bawah. Beberapa
karena dapat sangat membantu penegakan pasien dalam tahap ini dapat memiliki
diagnostik. CT normal.
• Sensitivitas dan spesifisitas dari CT toraks - Tahap progresif (5–8 hari setelah
adalah 94% dan 37%.38 timbulnya gejala), temuan biasanya
• Temuan CT toraks abnormal telah berkembang dengan cepat melibatkan
dilaporkan pada 97% pasien rawat inap.39 dua paru-paru atau distribusi multi-
Bukti pneumonia pada CT dapat lobus dengan GGO, pola crazy paving
mendahului hasil RT-PCR positif untuk dan konsolidasi air bronchogram.
SARS-CoV-2 pada beberapa pasien.3 - Tahap puncak (9–13 hari setelah
• Abnormalitas pencitraan CT dapat terjadi timbulnya gejala), konsolidasi
pada pasien dengan gejala minimal atau menjadi lebih padat dan tampak di
tanpa gejala.40,41, hampir semua kasus. Temuan lainnya
• Dalam penelitian kohort lebih dari 1000 adalah kumpulan parenkim residual.
pasien di daerah hiperendemik di Cina, CT - Tahap absorbsi (> 14 hari setelah
toraks memiliki sensitivitas yang lebih timbulnya gejala), tidak ada pola
tinggi untuk diagnosis COVID-19

Suplemen Ina Chest and Critical Care 4


20 Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020
crazy paving yang diamati, GGO bisa • Alur pemeriksaan tes cepat di Indonesia
tetap ada. (gambar 2).48
• Dapat ditemukan gambaran atipikal:
penebalan septum atau interlobar (regular f. Kultur Darah dan Dahak
atau tidak regular), penebalan pada pleura • Pemeriksaan kultur darah dan sputum
setempat, keterlibatan subpleural, efusi dilakukan untuk menyingkirkan penyebab
pleura, efusi perikardial, bronkiektasis, lain infeksi saluran pernapasan dan
kavitasi, pneumotoraks, limfadenopati.11,44 sepsis.49
• Pengambilan kultur darah dan sputum
e. Serologi (rapid test) idealnya dilakukan sebelum terapi
• Pengujian serologis untuk deteksi antibiotik diberikan. Namun bila tidak
kualitatif antibodi IgG/IgM SARS-CoV-2 dapat dilakukan, jangan menunda
dalam serum, plasma, atau seluruh darah, pemberian antibiotik hanya untuk
tidak direkomendasikan oleh WHO untuk mengambil kultur darah dan sputum.49
digunakan di luar penelitian karena belum • Pemeriksaan sputum gram, kultur dan
tervalidasi.45 resistensi untuk mendeteksi ko-infeksi
• Biasanya diperlukan 1 hingga 2 minggu bakteri dan pola resistensi.
setelah timbulnya gejala untuk antibodi • Ditemukan kuman bakteri pada kultur
terbentuk setelah terinfeksi SARS-CoV-2 darah mendukung sepsis.
(gambar 1).3 • Hati-hati saat pengambilan sputum karena
• Interpretasi hasil serologi rapid test dan prosedur tersebut merupakan tindakan
PCR berdasarkan berbagai studi dapat yang dapat memproduksi aerosol.
dilihat pada tabel 2.15,46,47

Gambar 1. Variasi level antigen, IgM dan Ig G antibodi setelah terinfeksi kuman COVID-19. 15,46,47
IgM dapat mulai terdeteksi 7 hari setelah terinfeksi SARS-CoV-2 dan terus bertahan sampai 28 hari. IgG mulai terdeteksi pada
hari ke-14 dan terus bertahan dalam jangka waktu lama. PCR bila dipadukan dengan pemeriksaan antibodi maka antibodi
maksimal dapat terdeteksi pada hari ke-10. Tes serologi direkomendasikan digunakan pada pasien minimal 3 hari setelah timbul
gejala atau 7–10 hari setelah terinfeksi virus.

Suplemen Ina Chest and Critical Care 5


Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020 21
Berdasarkan beberapa studi, hasil antara tes serologi IgM, IgG, dan PCR swab dapat diinterperetasikan sebagai
berikut:

Tabel 2. Interpretasi hasil PCR dan Serologi Rapid Test15,46,47


Hasil Tes
Interpretasi Klinis
PCR IgM IgG
+ - - Pasien mungkin pada periode jendela infeksi
+ + - Pasien mungkin berada pada fase awal infeksi
+ + + Pasien pada fase aktif infeksi
Pasien mungkin berada pada fase akhir infeksi atau fase re-
+ - +
infeksi
Pasien mungkin pada infeksi awal infeksi. Hasil PCR
- + -
mungkin negatif palsu
Pasien mungkin memiliki infeksi dulu dan sekarang sudah
- - +
sembuh
Pasien mungkin pada fase penyembuhan infeksi atau hasil
- + +
PCR mungkin negatif palsu

Gejala Berat
OTG / ODP / PDP (Butuh Perawatan RS)

Rapid Tes (-) Rapid Tes (+)

Isolasi Diri Real time PCR/TCM SARS-


Jika selama isolasi diri gejala memberat Cov-2 swab/sputum 2x
segera ke Fasyankes (2 hari berturut-turut)

Positif Negatif

Tidak muncul gejala Gejala ISPA muncul Terkonfirmasi Sakit bukan


ISPA dalam 10 hari dalam <10 hari COVID-19 COVID-19

Negatif
Rapid test Antibodi Rapid test Antigen
(10 hari kemudian) Ulang

Negatif Positif Rujuk ke RS


Positif Rujukan
mengikuti
Sakit bukan Real time PCR/TCM SARS- pedoman
COVID-19 Cov-2 swab/sputum 2x
(2 hari berturut-turut)

Negatif Positif

Sakit bukan Terkonfirmasi


COVID-19 COVID-19

Tanpa Gejala Ringan Sedang Berat

Isolasi Diri di Isolasi Diri di Rujuk ke RS Rujuk ke RS


Rumah Rumah Darurat Rujukan

Gambar 2. Alur Pemeriksaan Menggunakan Rapid Test Antibodi


Sumber: Kemenkes RI 48

Suplemen Ina Chest and Critical Care 6


22 Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020
4) Pemantauan dan Pemeriksaan Lanjutan lama dan waktu tromboplastin parsial
Pada saat perawatan dan pemantauan teraktivasi dibandingkan dengan pasien yang
kondisi pasien ada beberapa pemeriksaan selamat.51
penunjang yang harus dilakukan. Pemeriksaan
tersebut dapat diulang setiap 1–3 hari tergantung Kimia Darah
kondisi klinis pasien. Beberapa pemeriksaan • Kelainan laboratorium yang paling umum
tersebut antara lain: pada pasien yang dirawat di rumah sakit
dengan pneumonia termasuk peningkatan
Analisis Gas Darah/Oksimetri transaminase hati. Kelainan lain termasuk
• Pemeriksaan Analisis Gas Darah (AGD) penurunan albumin dan gangguan ginjal.4,16
direkomendasikan pada pasien dengan • Kelainan fungsi hati mungkin lebih umum
penyakit berat untuk mendeteksi hiperkarbia pada pasien dengan COVID-19 dibandingkan
atau asidosis seperti pada sesak napas dengan dengan jenis pneumonia lainnya.52
laju pernapasan > 30 x/menit dan SpO2 < 92%
dengan/atau tanpa kesadaran menurun untuk Serum Prokalsitonin
mengetahui gangguan ventilasi • Dapat terjadi peningkatan pada pasien dengan
(hipo/hiperkarbia, gangguan metabolik infeksi bakteri sekunder.
(asidosis/alkalosis respiratorik/metabolik dan • Pada umumnya normal saat awal namun
gangguan oksigenasi (PaO2, SaO2) maupun meningkat terutama pada pasien yang dirawat
gangguan difusi oksigen (PaO2/FiO2). di ICU.16,53
• Pemeriksaan AGD direkomendasikan pada • Panduan penggunaan dan manfaaat
pasien dengan gangguan pernapasan (laju prokalsitonin pada pasien COVID-19 dapat
pernapasan >30 kali/menit) dan sianosis yang dilihat pada gambar 3.
memiliki saturasi oksigen rendah (SpO2
<90%) seperti pada pneumonia berat dengan Serum C-reactive Protein
ARDS. • Dapat meningkat pada pasien dengan infeksi
• Untuk pemantauan terapi oksigen dapat bakteri sekunder, atau dapat mengindikasikan
dilakukan dengan pulse oksimetri (saturasi hiperinflamasi.4,16
O2). • Meningkat pada tahap awal penyakit pada
• Hati-hati pada pasien COVID-19 dapat terjadi pasien dengan penyakit parah. Oleh karena itu
“silent hypoxia”, saturasi oksigen sudah bermanfaat dalam mengidentifikasi pasien
rendah atau gagal napas tanpa gejala distress yang mungkin menjadi sakit parah.54
pernapasan, karena itu penting pemeriksaan
serial dengan oksimetri.50 Serum Feritin
• Gambaran utama adalah alkalosis respiratorik • Peningkatan kadarnya mengindikasikan
dengan penurunan PaO2/FiO2. Hiperventilasi terjadinya pelepasan sitokin pro-inflamasi ke
(hipokarbia) ini merupakan kompensasi dari dalam sirkulasi.55
hipoksemia akibat dari diffuse alveolar
damage (DAD) dengan penebalan interstitial Laktat Dehidrogenase (LDH)
yang menyebabkan gangguan transfer • Peningkatan laktat dehidrogenase dilaporkan
pertukaran gas di alveoli dengan kapiler. terjadi pada 73–76% pasien.16
• Dapat dipakai sebagai penanda terjadinya
Faal koagulasi hiperinflamasi.
• Kelainan yang paling umum adalah • Mungkin lebih seringditemukan pada pasien
peningkatan D-dimer dan waktu protrombin dengan COVID-19 dibandingkan dengan
yang memanjang.4,10,16 jenis pneumonia lainnya.4
• Penelitian memperlihatkan pasien yang
meninggal memiliki kadar D-dimer yang jauh
lebih tinggi dan waktu protrombin yang lebih

Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020 23


Periksa Procalcitonin (PCT)
Mulai antibiotik (AB) empiris sesuai panduan
setempat

Ulang pemeriksaan PCT dalam 48 jam

PCT awal > 0,25 μg/L


PCT awal < 0,25 μg/L
PCT dalam 48 jam < 0,25 μg/L DAN
PCT dalam 48 jam > 0,25 μg/L
PCT dalam 48 jam > PCT awal

Stabil Memburuk Stabil Memburuk

Kemungkinan Kultur ulang


Pertimbangkan penyebab infeksi Lanjutkan antibiotik Pencitraan ulang
Stop AB patogen lain, faktor empiris sampai 5 hari Eskalasi AB
risiko imunosupresi Cari Sumber Infeksi lain

Gambar 3. Panduan pemeriksaan procalcitonin pada COVID-19


Diadaptasi dari Standar Operasional Prosedur Brighton and Sussex University Hospital

Lung Ultrasound (LUS) / Ultrasonografi seringkali bermasalah. Mengingat


(USG) toraks kekurangan dari alat deteksi SARS-CoV-2
• Studi menunjukkan bahwa USG toraks dapat dan hasil negatif palsu yang disebabkan oleh
merupakan alat diagnostik yang berguna berbagai alasan seperti kualitas sampel yang
dalam diagnosis COVID-19 karena memiliki diambil, jumlah virus dan tahap penyakit,
sensitivitas tinggi untuk mendeteksi maka beberapa peneliti mengusulkan skrining
penebalan pleura, konsolidasi subpleural, dan pada pasien yang diduga dengan CT toraks.
ground-glass opacity. • Namun, karena pasien COVID-19 yang
• Ultrasonografi memiliki keunggulan dapat ringan seringkali tidak disertai pneumonia
dilakukan di samping tempat tidur dan dapat pada pencitraan, dan temuan pencitraan yang
diulang selama proses pemantauan penyakit. atipikal pada beberapa pasien, skrining
Namun USG juga memiliki keterbatasan berdasarkan temuan CT toraks sangat
(misalnya tidak dapat membedakan lesi yang tergantung pada pengalaman dokter dan
akut atau kronis) sehingga modalitas efektivitasnya terbatas.
pencitraan lainnya mungkin diperlukan.56-58 • Sistem skoring yang dapat membantu
• Pada pemeriksaan USG toraks dapat diagnosis awal COVID-19 sebagai berikut:59
ditemukan B-lines, paru-paru putih, (tabel 3). Kesulitan menggunakan sistem
penebalan garis pleural, atau konsolidasi skoring ini adalah kelangkaan alat CT toraks
dengan air bronchogram. di banyak fasilitas kesehatan.

Serum Troponin III. DIFERENSIAL DIAGNOSIS COVID-19


• Meningkat pada pasien dengan cedera Tanda dan gejala klinis pada COVID-19
jantung.16 banyak menyerupai penyakit lain yang juga
melibatkan sistem respirasi. Beberapa diferensial
5) Sistem Skoring diagnosis yang harus dipikirkan pada pasien
• Praktik di lapangan menunjukkan bahwa dengan gejala COVID-19 antara lain:
deteksi pasien yang sangat dicurigai

Suplemen Ina Chest and Critical Care 8


24 Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020
Tabel 3. Skor Peringatan Dini COVID-19.59
Parameter Asesmen Skor
Tanda pneumonia pada CT Scan Ya 5
Riwayat kontak erat dengan pasien terkonfirmasi Ya 5
COVID-19
Demam Ya 3
Umur ≥ 44 tahun 1
Jenis kelamin Laki-laki 1
Suhu maksimal ≥ 37,8 0C 1
Gejala respirasi ≥ 1 gejala 1
(batuk, berdahak, dan sesak napas)
NLR (neutrophil lymphocyte ratio) ≥ 5.8 1
Kecurigaan tinggi COVID-19 ≥ 10

1) Pneumonia bakterial 3) Pneumocystis jirovecii pneumonia (PCP)


 Tidak ada riwayat bepergian ke daerah  Tidak ada riwayat bepergian ke daerah
dengan transmisi lokal atau kontak dengan dengan transmisi lokal atau kontak dengan
kasus suspek atau konfirmasi COVID-19 kasus suspek atau konfirmasi COVID-19
dalam 14 hari sebelum onset pertama. dalam 14 hari sebelum onset pertama.
 Biasanya memiliki gejala yang lebih berat  Gejala klinis sulit dibedakan dengan COVID-
dengan sputum purulen, namun tidak disertai 19.
adanya keluhan mialgia atau anosmia.  Pertimbangkan PCP pada pasien
 Dapat dibedakan dari hasil kultur sputum atau imunokompromais seperti HIV dan biasanya
darah positif patogen penyebab pneumonia, durasi gejala klinis lebih lama.
hasil RT-PCR untuk SARS-CoV-2 negatif.  Dapat dibedakan dengan kultur sputum
Gambaran CT toraks biasanya nodul positif Pneumocystis, hasil RT-PCR untuk
centrilobular dengan impaksi mukoid. SARS-CoV-2 negatif. Gambaran CT toraks
menunjukkan ground-glass opacity yang
2) Tuberkulosis paru lebih terdistribusi merata dengan
 Pertimbangkan pada daerah endemis seperti kecenderungan tidak melibatkan area
Indonesia terutama pada pasien dengan status subpleura.
imunokompromais.
 Riwayat gejala biasanya sudah berlangsung 4) Common Cold
lebih lama.  Tidak ada riwayat bepergian ke daerah
 Gejala keringat malam dan penurunan berat dengan transmisi lokal atau kontak dengan
badan bisa membantu dalam membedakan kasus suspek atau konfirmasi COVID-19
dengan COVID-19. dalam 14 hari sebelum onset pertama.
 Hasil gambaran rontgen toraks biasanya  Gejala klinis sulit dibedakan dengan COVID-
fibronodular opak pada lobus atas paru 19.
dengan atau tanpa kavitas. Dapat juga berupa  Hasil RT-PCR positif untuk patogen lain
gambaran atipikal berupa bayangan opak namun negatif untuk SARS-CoV-2.
pada lobus tengah atau bawah paru,
limfadenopati hilar atau paratrakeal dan efusi 5) MERS-CoV
pleura.  Riwayat perjalanan ke Timur Tengah atau
 Hasil pemeriksaan sputum BTA positif. kontak dengan kasus terkonfirmasi MERS.
 Hasil tes molekular positif untuk M.  Gejala klinis sulit dibedakan dengan COVID-
tuberculosis. 19.
 Data awal menunjukkan gejala pada COVID-
19 lebih ringan dengan case fatality rate yang
lebih rendah dibandingkan MERS.

Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020 25


 Dapat dibedakan dari hasil RT-PCR positif pasien datang dengan keluhan demam
untuk MERS-CoV. (dengan atau tanpa gejala respirasi).
 Gejala klinis sulit dibedakan pada awal
6) Infeksi virus atau bakteri lain kejadian.
 Tidak ada riwayat bepergian ke daerah  Dapat dibedakan dari pemeriksaan darah
dengan transmisi lokal atau kontak dengan lengkap dengan hasil neutropenia dan hasil
kasus suspek atau konfirmasi COVID-19 RT-PCR yang negatif untuk SARS-CoV-2.
dalam 14 hari sebelum onset pertama.
 Gejala klinis sulit dibedakan dengan COVID- IV. KLASIFIKASI PENYAKIT
19. Pasien kasus COVID-19 di Indonesia dibagi
 Hasil RT-PCR positif untuk patogen lain menjadi 4, yaitu:48,60
namun negatif untuk SARS-CoV-2. Hasil 1. Orang Tanpa Gejala (OTG)
kultur sputum menunjukkan patogen lain. 2. Orang Dalam Pemantauan (ODP)
3. Pasien Dalam Pengawasan (PDP)
7) Febrile neutropenia 4. Konfirmasi
 Pikirkan kemungkinan sepsis neutropenia
pada pasien dengan riwayat kemoterapi bila

Tabel 4. Klasifikasi Kasus Covid-19 Untuk Petugas Medis


Orang Tanpa Orang Dalam Pemantauan
Pasien Dalam Pengawasan (PDP) Konfirmasi
Gejala (OTG) (ODP)
Orang yang 1. Orang yang mengalami 1. Orang dengan Infeksi Saluran Pasien yang terinfeksi
tidak bergejala dan demam (≥38oC) atau Pernapasan Akut (ISPA) yaitu COVID-19 dengan hasil
memiliki risiko riwayat demam; atau demam (≥38oC) atau riwayat positif melalui
tertular dari orang gejala gangguan sistem demam; disertai salah satu pemeriksaan PCR
positif COVID-19. pernapasan seperti gejala/tanda penyakit pernapasan
pilek/sakit seperti: batuk/sesak napas/sakit
tenggorokan/batuk DAN tenggorokan/pilek/pneumonia
pada 14 hari terakhir ringan hingga berat DAN pada 14
sebelum timbul gejala hari terakhir sebelum timbul gejala
memiliki riwayat memiliki riwayat perjalanan atau
perjalanan atau tinggal di tinggal di negara/wilayah yang
negara/wilayah yang melaporkan transmisi lokal
melaporkan transmisi 2. Orang dengan demam (≥38oC)
lokal. atau riwayat demam atau ISPA
2. Orang yang mengalami DAN pada 14 hari terakhir
gejala gangguan sistem sebelum timbul gejala memiliki
pernapasan seperti riwayat kontak dengan kasus
pilek/sakit konfirmasi atau probabel COVID-
tenggorokan/batuk DAN 19
pada 14 hari terakhir 3. Orang dengan ISPA
sebelum timbul gejala berat/pneumonia berat yang
memiliki riwayat kontak membutuhkan perawatan di rumah
dengan kasus konfirmasi sakit DAN tidak ada penyebab lain
atau probabel COVID-19 berdasarkan gambaran klinis yang
meyakinkan.
Isolasi diri di Isolasi diri di rumah Ringan: Isolasi diri di rumah Ringan: Isolasi diri di
rumah Sedang: Rawat di RS Darurat Rumah
Berat: Rawat di RS Rujukan Sedang: Rawat di RS
Darurat
Berat: Rawat di RS
Rujukan
Sumber: Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, 2020.48,60

Suplemen Ina Chest and Critical Care 10


26 Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020
Kontak erat adalah seseorang yang sebelum kasus timbul gejala dan hingga 14 hari
melakukan kontak fisik atau berada dalam setelah kasus timbul gejala.
ruangan atau berkunjung (dalam radius 1 meter 3. Orang yang bepergian bersama (radius 1 meter)
dengan kasus pasien dalam pengawasan atau dengan segala jenis alat angkut/kendaraan
konfirmasi) dalam 2 hari sebelum kasus timbul dalam 2 hari sebelum kasus timbul gejala dan
gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala.
gejala.48
Termasuk kontak erat adalah 48 Terhadap pasien kasus COVID-19 yang telah
1. Petugas kesehatan yang memeriksa, merawat, dilakukan klasifikasi maka perlu dilakukan
mengantar dan membersihkan ruangan di kegiatan surveilans dan karantina. Kegiatan
tempat perawatan kasus tanpa menggunakan surveilans merupakan bagian tidak terpisahkan
alat pelindung diri (APD) sesuai standar. dari karantina, selama masa karantina, surveilans
2. Orang yang berada dalam suatu ruangan yang dilakukan untuk memantau perubahan kondisi
sama dengan kasus (termasuk tempat kerja, seseorang atau sekelompok orang. Ringkasan
kelas, rumah, acara besar) dalam 2 hari upaya karantina dijelaskan pada tabel berikut:48,60

Tabel 5. Tata Kelola Karantina


Karantina Fasilitas
Bentuk Karantina
Karantina Rumah Khusus/ RS Darurat
Karantina Rumah Sakit
COVID-19
Status OTG, ODP, PDP • ODP usia di atas 60 tahun PDP Gejala Berat
Gejala Ringan dengan penyakit penyerta
yang terkontrol,
• PDP Gejala Sedang,
mandiri, tanpa sesak
napas/tanpa pneumonia
• Pasien COVID-19 positif,
tanpa penyakit lain dan
tanpa sesak napas/tanpa
pneumonia
Tempat Rumah sendiri/fasilitas Tempat yang disediakan Rumah Sakit
sendiri Pemerintah (Rumah sakit
darurat COVID-19)
Pengawasan • Dokter,perawat dan Dokter,perawat dan atau Dokter, perawat
atau tenaga tenaga kesehatan lain dan atau tenaga
kesehatan lain kesehatan lain
• Dapat dibantu oleh
Bhabinkamtibmas,
Babinsa dan atau
Relawan
Pembiayaan • Mandiri • Pemerintah: Badan • Pemerintah:
• Pihak lain yang bisa Nasional Penanggulangan BNPB,
membantu Bencana (BNPB), Gubernur,
(filantropi) Gubernur, Bupati, Bupati,
Walikota, Camat dan Walikota,
Kades Camat dan
• Sumber lain Kades
• Sumber lain
Monitoring dan Dilakukan oleh Dinas Dilakukan oleh Dinas Dilakukan oleh
Evaluasi Kesehatan setempat Kesehatan setempat Dinas Kesehatan
setempat
Sumber: Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, 2020. 48,60

Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020 27


Prediktor pasien COVID-19 dengan risiko rendah dan tinggi terjadinya progresi penyakit sebagai berikut:61,62
Risiko Rendah Progresi Risiko Tinggi Progresi
 Usia < 30 tahun  Usia > 30, khususnya > 50
 Tidak ada penyakit komorbiditas  Terdapat penyakit komorbiditas (penyakit paru
 Manifestasi klinis : kronis, penyakit jantung dan ginjal, A1c > 7,2%,
- Tidak ada sesak napas imunosupresi)
- Laju pernapasan ≤ 20 x/menit  Manifestasi klinis :
- SpO2 % normal - Sesak napas
- Tidak memerlukan terapi oksigen - Laju pernapasan > 20 x/menit
tambahan - SpO2 % abnormal (<95%)
 Foto toraks normal - Membutuhkan terapi oksigen tambahan
 Hasil laboratorium:*  Foto toraks dengan pneumonia
- CRP ≤ 60 mg/L  Hasil laboratorium*
- LDH ≤ 550 U/L - CRP ≥ 60 mg/L
- Limfosit ≥ 1x109/L - LDH > 550 U/L
- Neutrofil ≤ 3x10 /L 9
- Limfosit < 1x109/L
- Neutrofil > 3x109/L
- Lain-lain: meningkatnya nilai feritin, D-Dimer
> 1 µg/mL, dan/atau nilai troponin
* Faktor-faktor stratifikasi risiko tertentu tidak dapat dimodifikasi (misalnya usia), sedangkan yang lain bersifat dinamis
(misalnya manifestasi klinis yang berkembang, radiologi, atau hasil laboratorium). Hasil laboratorium direkomendasikan untuk
diulang pada interval waktu tertentu (misalnya 2-3 hari) bagi pasien yang diduga terjadi perburukan klinis atau ketika penyakit
memburuk. Harap dicatat bahwa batas nilai ini didasarkan pada data agregat dari kasus COVID-19 di Singapura dan mungkin
ada beberapa variabilitas dalam rentang referensi normal antara laboratorium.

Klasifikasi klinis COVID-19 berdasarkan


WHO, sebagai berikut:49
1. Ringan 3. Pneumonia Berat
• Pasien dengan infeksi virus saluran Demam atau infeksi pernapasan ditambah 1
pernapasan atas tanpa komplikasi memiliki dari gejala berikut ini:49
gejala tidak spesifik seperti demam, • Laju pernapasan >30 x/menit
kelelahan, batuk (dengan atau tanpa • Distres pernapasan berat
produksi dahak), anoreksia, malaise, nyeri • SpO2 ≤ 93% udara ruang
otot, sakit tenggorokan, sesak napas, hidung
tersumbat, atau sakit kepala. Jarang, pasien WHO-China Joint Mission COVID-19 juga
mungkin juga mengalami diare, mual, dan mendefinisikan pneumonia berat COVID-19
muntah.49 memiliki kriteria sebagai berikut:63
• Lansia dan pasien imunosupressan dapat • Sesak napas, laju pernapasan > 30 x /
mengalami gejala atipikal. Gejala yang menit, P/F ratio < 300, Infiltrat pada
terjadi akibat fisiologis kehamilan atau paru-paru> 50% dari luas lapang paru-
kejadian kehamilan yang patologis, paru dalam 24–48 jam
misalnya sesak napas, demam, gejala • Rawat ICU
gastrointestinal atau kelelahan, dapat • Menggunakan ventilasi mekanis invasif
tumpang tindih dengan gejala COVID-19.49 atau non-invasif
• Menggunakan obat vasoaktif intra vena
2. Pneumonia untuk mempertahankan MAP > 65
• Orang dewasa dengan pneumonia tanpa mmHg
adanya kondisi pneumonia berat dan tidak • Miokarditis / disfungsi miokard sekunder
membutuhkan terapi oksigen.49 akibat SARS-CoV-2

Suplemen Ina Chest and Critical Care 12


28 Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020
V. TINGKATAN PERJALANAN PENYAKIT Sebuah literatur mengusulkan suatu sistem
Saat ini terdapat banyak kerancuan dalam pemetaan klinis untuk menunjukkan tingkat
memberikan terapi yang digunakan dalam peningkatan keparahan yang sesuai dengan
COVID-19.Pemahaman perjalanan penyakit pada temuan klinis yang berbeda, respons terhadap
COVID-19 sangat penting karena dapat terapi dan hasil klinis (gambar 4).64
membantu membedakan apakah fase penyakit Siddiqi dkk menunjukkan kerangka kerja yang
masih merupakan akibat dari patogen virus atau konseptual dengan menampilkan tahapan perjalanan
fase dimana sistem inflamasi yang tidak terkontrol penyakit dikaitkan dengan pemerikaan penunjang dan
yang menjadi penyebab utama dari kondisi yang pengobatan.
buruk.

Gambar 4 Klasifikasi Tahapan Penyakit COVID-19 dan Target Terapi Potensial


Sumber: Siddiqi dkk.64

Stadium I (Ringan) - Infeksi awal ACE2, infeksi biasanya muncul dengan gejala
• Tahap awal terjadi pada saat terjadi inokulasi pernapasan ringan dan sistemik.64
dan awal perkembangan penyakit. Pada tahap • Pada periode ini alat diagnostik yang dapat
ini terjadi periode inkubasi dengan manifestasi digunakan adalah sampel dari swab saluran
klinis ringan dan sering kali tidak spesifik napas untuk PCR, uji serum untuk IgG dan IgM
seperti lemah badan, demam dan batuk kering. SARS-CoV-2, pencitraan toraks, darah rutin
Selama periode ini, SARS-CoV-2 bereplikasi dan hitung lengkap, serta tes fungsi hati. Darah
pada pejamu dengan fokus pada sistem rutin dapat menunjukan limfopenia dan
pernapasan. Mirip dengan SARS-CoV (wabah neutrofilia tanpa kelainan signifikan lainnya.64
SARS 2002-2003), SARS-CoV-2 berikatan • Pengobatan pada tahap ini adalah untuk
dengan targetnya menggunakan reseptor menghilangkan gejala. Terapi anti-virus yang
angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2) pada dapat digunakan (seperti remdesivir) mungkin
sel manusia. Reseptor ini banyak terdapat di bermanfaat, dengan pemberian kepada pasien
paru manusia dan epitel usus halus, serta pada tahap ini dapat mengurangi durasi gejala,
endotelium pembuluh darah. SARS-CoV2 mencegah penularan dan perkembangan
merupakan penyakit yang menular melalui keparahan penyakit. Pada pasien yang dapat
udara dan memiliki afinitas paru untuk reseptor mempertahankan replikasi virus tetap terbatas

Suplemen Ina Chest and Critical Care 13


Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020 29
pada tahap COVID-19 ini, memiliki prognosis • Pada tahap ini syok, vasoplegia, gagal napas,
dan pemulihan sangat baik.64 dan bahkan kolaps kardiopulmoner dapat
terjadi. Sebuah kondisi yang menyerupai
Stadium II (Sedang) - Keterlibatan paru hemophagocytic lymphohistiocytosis (HLH)
dengan (IIa) tanpa atau (IIb) dengan hipoksia dapat terjadi pada tahap ini. Keterlibatan multi
• Pada tahap kedua ini sudah terjadi multiplikasi organ seperti miokarditis dapat pula terjadi.
virus dan peradangan terlokalisasi di dalam Terapi yang diberikan pada tahap ini
paru-paru. Selama tahap ini pasien mengalami disesuaikan dengan kondisi setiap pasien.
pneumonia dengan manifestasi klinis batuk, Fokus terapi adalah pemberian obat
demam, dan kemungkinan hipoksia (PaO2/FiO2 imunomodulator untuk mengurangi inflamasi
ratio < 300 mmHg). Pencitraan dengan foto sistemik sebelum terjadinya kegagalan multi
toraks atau CT toraks mengungkapkan adanya organ. Pada tahapan ini, penggunaan
infiltrat bilateral atau ground glass appearence. kortikosteroid dapat dibenarkan disertai
Tes darah menunjukkan limfopenia yang dengan pemberian inhibitor sitokin seperti
memberat dan transaminitis. Penanda tocilizumab (IL-6 inhibitor) atau anakinra (IL-
peradangan sistemik mungkin meningkat, 1 receptor antagonist). Imunoglobulin
tetapi tidak terlalu hebat. Procalcitonin rendah intravena (IVIG) juga memiliki peranan dalam
sampai normal. Pada tahap ini sebagian besar memodulasi sistem imun saat terjadinya
pasien COVID-19 perlu dirawat di rumah sakit hiperinflamasi. Secara umum, prognosis dan
untuk observasi dan manajemen yang tepat.64 kesembuhan pada tahap kritis ini sangat
• Tatalaksana terutama terdiri dari terapi suportif buruk.64
dan terapi anti-virus seperti remdesivir. Pada • Perjalanan penyakit pada pasien COVID-19
tahap awal II (tanpa hipoksia yang signifikan), dengan segala manifestasi klinisnya telah
penggunaan kortikosteroid pada pasien dengan dipelajari pada berbagai studi. Gambar 5
COVID-19 belum terlalu dibutuhkan. Namun, menunjukkan perjalanan penyakit pada pasien
jika terjadi hipoksia dan apabila terdapat COVID-19 yang berat dan onset terjadinya
kemungkinan pasien akan membutuhkan gejala dari beberapa laporan.65
ventilasi mekanis, maka penggunaan terapi
anti-inflamasi seperti kortikosteroid mungkin VI. TERAPI DAN PENATALAKSANAAN
akan berguna dan dapat digunakan dengan hati- Isolasi dan prosedural pencegahan infeksi dan
hati. Pada tahap II ini penyakit dibagi lagi kontrol pasien suspek maupun konfirmasi
menjadi stage IIa (tanpa hipoksia) dan Tahap pasien COVID-19
IIb (dengan hipoksia).64 Isolasi secepatnya pasien konfirmasi COVID-
19 dari pasien-pasien lainnya, dan
Stadium III (Berat) - Hiperinflamasi Sistemik implementasikan prosedural pencegahan dan
• Sebagian kecil pasien COVID-19 akan penularan penyakit. Semua pasien yang pulang ke
berlanjut ke tahap ini, yang bermanifestasi rumah harus memeriksakan diri ke rumah sakit
sebagai sindrom hiperinflamasi sistemik jika mengalami perburukan.48 Berdasarkan bukti
ekstra-paru. Pada tahap ini penanda yang tersedia, COVID-19 ditularkan melalui
peradangan sistemik akan meningkat dengan kontak dekat dan droplet. Orang-orang yang
cepat. Infeksi COVID-19 menghasilkan paling berisiko terinfeksi adalah mereka yang
penurunan jumlah sel T-helper, sel T- berhubungan dekat dengan pasien COVID-19 atau
supressor, dan sel T-regulator. Penelitian telah yang merawat pasien COVID-19.48,60
menunjukkan bahwa sitokin dan biomarker Tindakan pencegahan dan mitigasi
inflamasi seperti interleukin IL-2, IL-6, IL-7, merupakan kunci penerapan di pelayanan
granulocyte-colony stimulating factor, kesehatan dan masyarakat. Langkah-langkah
macrophage inflammatory protein 1-α, tumor pencegahan yang paling efektif di masyarakat
necrosis factor-α, C-reactive protein, feritin, meliputi:48,60
dan D-dimer secara signifikan meningkat. - Melakukan kebersihan tangan menggunakan
Troponin dan N-terminal pro B-type natriuretic hand sanitizer jika tangan tidak terlihat kotor
peptide (NT-proBNP) juga meningkat.64

Suplemen Ina Chest and Critical Care 14


30 Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020
atau cuci tangan dengan sabun jika tangan - Pakailah masker medis jika memiliki gejala
terlihat kotor; pernapasan dan melakukan kebersihan tangan
- Menghindari menyentuh mata, hidung dan setelah membuang masker;
mulut; - Menjaga jarak (minimal 2 meter) dari orang
- Terapkan etika batuk atau bersin dengan yang mengalami gejala gangguan pernapasan.
menutup hidung dan mulut dengan lengan atas
bagian dalam atau tisu, lalu buanglah tisu ke
tempat sampah;

Gambar 5 Perjalanan penyakit pada COVID-19 dan onset gejala.


Sumber: Adityo S dkk.65

Obat-obatan saat ini obat dalam siklus hidup virus ini ditunjukkan
• Belum ada bukti dari uji acak klinis terhadap pada gambar 6.66
terapi potensial yang dapat meningkatkan hasil
pengobatan baik pada pasien suspek maupun  Remdesivir (Level IV, Grade D, Weak)1
kasus konfirmasi COVID-19. Lebih dari 300 • Remdesivir menunjukkan efek aktivitas
penelitian aktif pengobatan saat ini sedang antivirus yang poten terhadap SARS-Cov-2
dikerjakan.66 secara in vitro. Satu laporan kasus yang
• SARS-CoV-2 merupakan virus single- menggunakan remdesivir menunjukan
stranded RNA yang berkapsul, memiliki target perbaikan klinis.67 Penelitian randomized
sel melalui protein viral structural spike (S) controlled trial (RCT) dari Y.Wang dkk
yang mengikat reseptor angiotensin-converting tidak menunjukan perbaikan klinis pasien
enzyme 2 (ACE2) receptor. Setelah terjadinya dari segi waktu yang bermakna, namun
pengikatan reseptor, partikel virus secara numerikal memberikan efek
menggunakan reseptor sel inang dan endosom perbaikan klinis lebih cepat dibandingkan
untuk masuk ke dalam sel type 2 dengan yang diberikan plasebo pada pasien
transmembrane serine protease, TMPRSS2, dengan durasi gejala 10 hari atau kurang.68
memfasilitasi virus masuk ke dalam sel melalui • Food and Drug Administration (FDA) telah
protein S. Setelah berada di dalam sel, menyetujui penggunaan remdesivir untuk
poliprotein dari virus dibuat untuk encode pengobatan keadaan darurat COVID-19
replicase-transcriptase complex. Kemudian pada tanggal 1 Mei 2020.69
virus mensintesis RNA melalui RNA- • Mekanisme kerja yaitu replikasi virus
dependent RNA polymerase. Struktur protein SARS-CoV-2 tergantung pada viral RNA-
ini disintesis dengan hasil akhir pelepasan dependent RNA polymerase (RdRp), yang
partikel virus. Lokasi dan mekanisme kerja merupakan target dari nucleotide analogue

1
Tingkatan rekomendasi menurut Oxford Centre for
Evidence-Based Medicine

Suplemen Ina Chest and Critical Care 15


Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020 31
remdesivir yang masih diteliti. Remdesivir • Remdesivir dosis 200 mg IV loading, 100
menunjukkan aktivitas antivirus spektrum mg IV sehari sekali diberikan 5–10 hari.
luas terhadap virus RNA, dan penelitian Dapat menyebabkan gangguan tes faal hati
sebelumnya dengan RdRps dari virus Ebola atau hepatitis.66
(EBOV) dan Middle East Respiratory
Syndrome Coronavirus (MERS-CoV) telah
menunjukan terjadinya pemutusan rantai
yang tertunda.70

Gambar 6 Skematik yang menampilkan sistem respon imun sel inang terhadap
virus dan proses virus dengan target sel.66

 Lopinavir/ritonavir (Level I, Grade B, dibandingkan ribavirin dan kortikosteroid


Moderate) saja secara bermakna.72 Namun, penelilitian
• Lopinavir merupakan antiretroviral Randomized Controlled Trial yang
protease inhibitor yang digunakan secara dilakukan terhadap 199 pasien dengan
kombinasi dengan ritonavir untuk COVID-19 yang lebih berat (mortalitas
menguatkan paparan lopinavir pada 22%) tidak menunjukan perbaikan klinis
pengobatan human immunodeficiency virus hasil yang bermakna dibandingkan dengan
(HIV).71 Lopinavir dan ritonavir perawatan standar.73
menunjukan aktivitas antivirus pada SARS- • Lopinavir/ritonavir merupakan obat anti
CoV, obat ini dikombinasikan dengan virus formulasi dari 2 struktur protease
ribavirin dosis tinggi dan kortikosteroid inhibitor (PI). Lopinavir sangat poten dan
pada 41 pasien dengan SARS dan menginhibisi selektif terhadap protease
menunjukan hasil klinis terjadinya ARDS HIV-1 yang merupakan enzim untuk
atau kematian yang lebih sedikit memproduksi virus dewasa yang infektif.74

Suplemen Ina Chest and Critical Care 16


32 Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020
• Lopinavir/ritonavir diberikan dengan dosis seluler, yang dapat mengganggu pengikatan
400/100 mg 2 kali per hari selama 14 hari.66 SARS-CoV ke reseptor sel.80
• Efek samping utama adalah intoleransi • Dosis klorokuin 2 x 500 mg per oral 5–10
gastrointestinal dan hepatitis. Perlu hari.66
dilakukan monitor tes fungsi hepar. Durasi • Dosis hidroksiklorokuin 400 mg 2x/hari
pemberian dapat lebih singkat jika terjadi diikuti 200 mg 2x/hari selama 4 hari.66
perbaikan klinis, pasien dapat rawat jalan, • Klorokuin dan hidroksiklorokuin memiliki
atau jika terjadi efek samping. efek samping kardiak, seperti pemanjangan
QTc, Torsade de pointes, ventrikuler aritmia
 Oseltamivir atau Tamiflu dan kematian akibat kardiak. Pemanjangan
• Oseltamivir adalah obat yang disetujui QTc lebih banyak pada klorokuin
untuk pengobatan influenza A dan B. dibandingkan hidroksiklorokuin, sehingga
Oseltamivir menghambat enzim elektrokardiogram (EKG)
neuraminidase virus sehingga memblokir direkomendasikan diperiksa sebelum dan
pelepasan partikel virus dari sel inang, dan selama pemberian obat khususnya jika
mengurangi penyebaran di saluran diberikan dengan obat yang dapat
berinteraksi (misalnya makrolid
pernapasan.75
(azitromisin), antipsikotik, fluorokuinolon)
• Guan dkk meneliti 1099 pasien, 393 di atau pada orang yang memiliki
antaranya diobati dengan oseltamivir dan
komorbiditas penyakit jantung.81
menunjukkan bahwa keadaan masuk ICU,
kebutuhan untuk ventilasi mekanik, atau
 Umifenovir atau Arbidol™
tingkat kematian adalah 9,2% di antara
• Arbidol merupakan obat antivirus lainnya
kelompok yang diobati oseltamivir,
yang desetujui oleh Tiongkok dan Rusia
sedangkan pada kelompok yang tidak
untuk mengobati influenza, dan SARS. 82
diberikan oseltamivir adalah 4,4%.
Penelitian menunjukkan bahwa viral load
Pemberian oseltamivir tidak efektif dalam
menjadi tidak terdeteksi pada kelompok
menurunkan jumlah masuk ICU, kebutuhan
arbidol pada hari ke-14 setelah masuk rawat
akan ventilator dan kematian pasien.76
inap, tetapi viral load ditemukan pada 44,1%
• Oseltamivir hanya diberikan pada pasien yang diobati dengan
kecurigaan adanya infeksi influenza virus.
lopinavir/ritonavir. Penelitian kasus serial
Pemberiannya harus segera dihentikan jika
ini dilakukan terhadap 50 pasien, dengan
terdapat bukti tidak ada influenza.66
hasil penggunaan arbidol sebagai
monoterapi lebih superior dibandingkan
 Klorokuin dan Hidroksiklorokuin (Level kombinasi lopinavir/ritonavir.83
IV, Grade D, Weak)
• Mekanisme anti virus Arbidol terhadap
• Klorokuin dan metabolitnya, virus influenza A dan B ialah dengan
hidroksiklorokuin, adalah obat antimalaria menginhibisi ikatan virus dengan membran
yang telah menunjukkan efek antivirus pada target, sehingga menghambat masuknya
SARS-CoV dan SARS-CoV-2 secara in virus ke dalam sel.79
vitro.77 Klorokuin tidak tersedia di beberapa
• Dosis Arbidol 3 x 200 mg per oral selama 14
negara, sehingga hidroksiklorokuin
hari.66
digunakan sebagai alternatif. Penelitian ini
• Efek samping dapat menyebabkan
menemukan bahwa hidroksiklorokuin lebih
gangguan gastrointestinal dan pengingkatan
kuat daripada klorokuin dalam menghambat
enzim transaminase.66
SARS-CoV-2 secara in vitro.78
• Klorokuin dan hidroksiklorokuin
 Tocilizumab (Level IV, Grade D, Weak)
meningkatkan pH endosom, menghambat
• Tocilizumab adalah immunoglobulin yang
fusi SARS-CoV-2 dan membran sel inang.79
berfungsi pada respons imun dan
Klorokuin menghambat glikosilasi reseptor
menghambat ikatan reseptor IL-6 dengan
angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2)
IL-6. Pasien COVID-19 yang sakit berat

Suplemen Ina Chest and Critical Care 17


Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020 33
memiliki respons imun yang ekstrem yang  Terapi Convalescent Plasma
menyebabkan gagal napas berat. Dalam • Convalescent plasma yang diperoleh dari
kasus seperti itu, penghambatan IL-6 dapat pasien yang telah sembuh dari COVID-19
membantu melemahkan sindrom pelepasan telah disarankan sebagai terapi potensial
sitokin dengan mengurangi konsentrasi yang dapat memberikan kekebalan pasif
sitokin dan produksi reaktan fase akut.84 dari antibodi spesifik SARS-CoV2.86
• Penelitian awal pada tocilizumab dilaporkan Penggunaan convalescent plasma
dari sebuah penelitian kecil di Cina yang direkomendasikan sebagai terapi empiris
menunjukkan bahwa 15 dari 20 pasien saat terjadi wabah virus ebola tahun 2014
terjadi penurunan penggunaan terapi protokol MERS CoV tahun 2015, SARS-
oksigen dan satu pasien tidak memerlukan CoV, H5N1 avian influenza, dan H1N1
terapi oksigen setelah perawatan dengan influenza.87,88
tocilizumab. Suhu tubuh semua pasien • Shen dkk melakukan penelitian tidak
kembali normal pada hari pertama setelah terkontrol dan serial kasus yang kecil
menerima tocilizumab dan tetap stabil dengan memberikan convalescent plasma
setelahnya, dengan perbaikan hasil dari kepada 5 pasien kritis, dan donor
penanda inflamasi misalnya CRP dan convalescent plasma diambil dari pendonor
limfosit. Namun penelitian tersebut yang telah sembuh dari infeksi SARSCoV-
memiliki jumlah sampel yang sedikit dan 2. Hasil penelitian tersebut menunjukan
pasien menerima terapi bersamaan dengan bahwa pemberian convalescent plasma yang
lopinavir/ritonavir.85 mengandung antibodi penawar diikuti oleh
• Dosis tocilizumab 8mg/kg atau 400 mg IV peningkatan status klinis pasien.88
1–2x per hari. Dosis kedua diberikan jika • Penelitian RCT yang sudah ada memiliki
dosis pertama tidak memberikan respon kekurangan dalam persiapan yang optimal
yang baik.66 dan keamanan dari convalescent plasma,
• Penggunaan obat ini perlu pertimbangan sebaiknya convalescent plasma tidak
multidisiplin. digunakan secara rutin pada pasien COVID-
19 sampai lebih banyak bukti penelitian
 Kortikosteroid tersedia.77
• Penggunaan kortikosteroid menurunkan • Antibodi yang terdapat dalam convalescent
respon inflamasi sel inang di paru-paru, plasma dapat memediasi efek terapeutik
yang dapat menyebabkan Acute Lung Injury melalui berbagai mekanisme. Antibodi
(ALI) dan ARDS. Namun, penggunaan dapat berikatan dengan patogen tertentu
kortikosteroid memiliki efek samping (misalnya virus), sehingga dapat
penundaan viral clearence dan peningkatan menetralkan infektivitasnya secara
risiko infeksi sekunder. langsung. Mekanisme yang lain melalui
• Penelitian retrospektif pada 201 pasien jalur aktivasi komplemen, sitotoksisitas
COVID-19 di Cina, pada pasien ARDS, seluler, maupun fagositosis. Pemberian
menunjukan bahwa metilprednisolon antibodi pasif menjadi salah satu strategi
berhubungan dengan penurunan risiko jangka pendek untuk memberikan
kematian dengan steroid 23/50 (46%) kekebalan langsung kepada pasien yang
dengan non steroid 21/34 (62%). Akan rentan. Salah satunya pada penyakit
tetapi, peneliti mencatat bahwa ada bias dan COVID-19. Produk plasma anti-SARS-
confounding baik pada kelompok yang CoV-2 merupakan salah satu strategi yang
mendapatkan steroid maupun yang tidak. dapat digunakan saat ini secara cepat untuk
Oleh karena itu, penggunaan kortikosteroid mencegah dan mengobati COVID-19.88
pada pasien COVID-19 belum dapat
digunakan dengan rutin kecuali ada indikasi  Ivermectin
seperti pasien dengan penyakit komorbiditas • Ivermectin sudah disetujui oleh FDA
PPOK eksaserbasi akut.66 sebagai obat anti parasit dalam beberapa
tahun terakhir. Ivermectin juga telah

Suplemen Ina Chest and Critical Care 18


34 Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020
menunjukan efek antivirus yang luas secara  Perawatan suportif
in vitro. Penelitian Caly dkk menunjukan Oksigen dapat diberikan mulai 5 liter per
ivermectin dapat mempengaruhi replikasi menit (LPM) dititrasi naik (pasien kritis
SARS-Cov-2 dalam 24–48 jam. Namun diberikan oksigen 10–15 LPM) pada pasien
penelitian belum diujikan kepada manusia dengan ARDS, hipoksemia, syok atau SPO2 <
sampai saat ini.89 90%. Orang dewasa dengan tanda gawat
darurat pernapasan (tidak ada atau obstruksi
 Interferon beta-1B kombinasi dengan napas, ARDS, sianosis sentral, syok, koma atau
lopinavir/ritonavir kejang) perlu diberikan managemen airway
• Belum ada penelitian RCT yang diterbitkan dan terapi oksigen selama resusitasi dengan
tentang penggunaan Interferon beta-1B target > 94%.49 Beberapa pedoman memiliki
pada COVID-19. Interferon beta-1B target SpO2 tidak lebih dari 96%.77 NHS
kombinasi dengan lopinavir/ritonavir telah England mentargetkan SPO2 92–95% pada
menunjukkan hasil yang baik pada infeksi orang dewasa.93
MERS-CoV pada model primata.90
• Dua belas studi in vitro efek antivirus dari  Pemberian cairan
IFN tipe I telah dilaporkan, dan semua Cairan intravena diberikan sesuai dengan
menunjukkan efek antivirus terhadap monitoring harian kondisi pasien secara
SARS-CoV (enam untuk IFN-alpha dan konservatif. Jangan diberikan secara agresif
sepuluh untuk IFN-beta).91 jika pasien tidak syok karena akan
memperburuk oksigenasi, terutama pada
 Terapi Anti koagulan kondisi keterbatasan ketersediaan ventilasi
 Tang dkk melakukan penelitian analisis mekanik.48,94
retrospektif pada 449 pasien severe COVID-
19 mendapatkan bahwa mortalitas 28 hari Ventilasi Mekanik
pasien yang mendapatkan heparin selama ≥ • Patogenesis kerusakan paru pada COVID-
7 hari lebih rendah dibandingkan pasien 19
tanpa heparin pada kelompok pasien dengan Patogenesis yang mendasari manifestasi
skor Sepsis Induced Coagulopathy/SIC COVID-19 saat ini sangat penting dalam
(berdasarkan ISTH) ≥ 4 atau D dimer > 3,0 manajemen pasien, khususnya kelainan di
µg/mL.92 paru.95
 Disfungsi endotelial pada infeksi Receptor-binding domain pada protein S
menyebabkan pembentukan thrombin yang dari COVID-19 mengenali reseptor dari
berlebihan tanpa fibrinolisis, hospes yaitu reseptor angiotensin-converting
mengindikasikan suatu status enzyme 2 (ACE2) sehingga dapat masuk ke
hiperkoagulasi pada pasien yang terinfeksi, dalam sel tubuh manusia. Seperti telah
misal pada COVID-19. Hipoksia yang dijelaskan sebelumnya protease serin dari
didapatkan pada kondisi COVID-19 yang hospes yaitu TMPRSS2 akan memecah
berat menstimulasi trombosis dengan cara protein S virus sehingga terjadi fusi antara
tidak hanya meningkatkan viskositas darah. virus dan membran hospes. Ekspresi reseptor
Terdapat laporan yang menunjukkan hasil ACE2 dapat terlihat pada sel epitel alveolar
pembedahan paru-paru dijumpai adanya tipe 2. Walaupun terdapat juga pada sel epitel
oklusi dan mikrotrombosis di pembuluh jantung, ginjal, dan traktus gastrointenstinal,
darah kecil pada pasien COVID-19 berat.92 akan tetapi organ paru lah yang paling rentan
 Pada penelitan serial kasus di Cina, karena epitel alveolus paru merupakan area
menunjukkan terjadi peningkatan permukaan yang paling luas, sehingga sel
konsentrasi D dimer pada saat rawat inap di epitel alveolus tipe 2 ini merupakan reservoir
rumah sakit (> 1 µg/ml) berhubungan replikasi virus. Kerusakan pada jaringan paru
dengan peningkatan mortalitas 18 kali lebih yang menyebabkan respons inflamasi adalah
tinggi dibandingkan dengan kadar D dimer salah satu mekanisme yang dapat
normal.92 menjelaskan manifestasi paru COVID-19.

Suplemen Ina Chest and Critical Care 19


Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020 35
Respons inflamasi sistemik yang ini adalah adanya infiltrat pada foto toraks
berlebihan terhadap inflamasi lokal ini akan atau ground-glass opacity. Jika proses
menyebabkan sindroma badai sitokin atau inflamasi ini terus terjadi, dapat berakhir pada
Cytokine Storm Syndrome (CSS) dan the nekrosis dan fibrosis.13
systemic inflammatory response (SIRS). Jika proses inflamasi ini terus terjadi,
Aktivasi makrofag atau yang disebut sebagair dapat berakhir pada nekrosis, fibrosis dan
Macrophage activation syndrome (MAS) dan penebalan membrana hialin serta
secondary hemophagocytic menyebabkan pasien menjadi sangat sesak
lymphohistiocytosis (sHLH) adalah 2 keadaan serta memerlukan bantuan ventilasi mekanik
yang mirip dengan CSS dan biasanya terjadi baik yang non invasif atau yang non invasif.
pada penyakit rematologi. Hemophagocytic Selain itu beberapa terapi yang dapat
lymphohistiocytosis (HLH) dapat juga terlihat diberikan pada kondisi berat/lanjut adalah
pada pasien infeksi berat, sebagai akibat hialuronidase, HAS2 inhibitor dan activated
adanya proinflamasi yang berlebihan dan MSCs (stem sel) seperti terlihat pada gambar
stimulus produksi anti inflamasi yang di atas.13
inadekuat. Seperti diketahui proinflamasi
adalah interleukin IL-1β, IL-2, IL-6, IL-7, IL- • Komplikasi
12, IL-18, tumor necrosis factor (TNF)–α, Acute respiratory distress syndrome
interferon (IFN)-γ, dan granulocyte colony- merupakan komplikasi COVID-19 yang
stimulating factor (GCSF), serta anti ditakuti yang didefinisikan sebagai adanya
proinflamasi adalah sel T regulator, sitokin gagal napas akut tipe hipoksia dengan infiltrat
seperti IL-10, transforming growth factor bilateral tanpa adanya etiologi terdahulu
(TGF)–β, dan IL-1RA.13 dalam 7 hari terakhir. Hipoksia di tetapkan
Peningkatan produksi IFNγ oleh berdasarkan tingkatan nilai rasio PaO2/FiO2.
hematopoietic stem cells sehubungan respons Walaupun tidak dimasukkan dalam kriteria di
infeksi virus akan merangsang CSS dengan atas akan tetapi hal penting diperhatikan
gejala karekteristik demam yang tidak turun- adalah penurunan komplains paru dengan
turun, keterlibatan muti organ termasuk acute menghitung volume tidal dibagi plateau
respiratory distress syndrome (ARDS), gagal pressure dikurangi positive end-expiratory
jantung dan ginjal. Hasil laboratorium pressure (PEEP).
menunujukkan abnormalitas yaitu sitopenias, Luciano Gattinoni dkk mensinyalir
peningkatan ferritin (>1200 ng/mL), D-dimer adanya bentuk ARDS yang atipik pada pasien
dan serum sitokin proinflamasi lainnya. ICU di Italia Utara; yaitu terdapat
Tampaknya CSS berkorelasi dengan tingkat disosiasi/ketidak sesuaian antara komplains
keparahan penyakit. Hal ini terjadi pada paru yang masih baik/tinggi dengan derajat
pasien COVID-19 di Wuhan, China. Ada hipoksia. Hal ini terlihat dari hasil ke 16
20% pasien berat dan membutuhkan pasien yang diobaservasi yaitu respiratory
perawatan ICU. Predeleksi bahwa pasien lung compliance adalah 50 ± 14.3 mL/H2Ot,
mengalami CSS/HLH belum jelas benar, akan akan tetapi pasien hipoksia secara signifikan
tetapi mungkin berkaitan dengan penyakit yang ditandai dengan adanya shunt fraction
dasar imunodefisiensi atau genetik. sebesar 0.50 ± 0.11 sehingga terjadi
Kerusakan yang terjadi pada paru-paru diskrepansi yang besar dari 2 parameter
yang mengakibatkan terjadinya ARDS adalah penting di atas. Pasien yang mengalami
kondisi hiperinflamasi. Kondisi ini akan hipoksia berat mungkin disebabkan oleh
menstimulus infiltrasi makrofag, monosit, karena hilangnya pengaturan perfusi paru dan
fibroblast ke sel-sel bronkiolus dan respon vasokonstriksi. Padahal pasien pasien
interstitium paru serta pembentukan tersebut sedang mendapat standar pelayanan
hialuronan yang akan menyebabkan paru- ARDS seperti yang direkomendasikan yaitu
paru seperti terendam. Secara klinis pasien posisi pronasi ventilasi dan PEEP yang tinggi.
merasa sesak napas, sedangkan pada Biasanya pada ARDS antara shunt ratio dan
gambaran radiologis yang nampak pada fase fraksi jaringan yang tidak terdapat pertukaran

Suplemen Ina Chest and Critical Care 20


36 Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020
gas sangat bervariasi, (mean 1.25 ± 0.80). recruitment seperti biasanya dilakukan pada
Pada 8 pasien tersebut ternyata rasionya ARDS, akan tetapi pada pasien COVID-19
adalah 3.0 ± 2.1, menunjukkan adanya lebih ditujukan untuk mengambil manfaat
hiperperfusi yang jelas pada area tersebut. respon redistribusi perfusi terhadap tekanan
Kombinasi keduanya hampir tidak pernah (PEEP) dan atau gravitasi (posisi pronasi).96
terjadi pada ARDS yang berat. Bila demikian Selain itu kita harus mempertimbangkan
upaya meningkatkan oksigenasi dengan beberapa hal:96
PEEP yang tinggi dan/atau posisi ventilasi
pronasi tidak semata-mata untuk lung

Gambar 8. Skema representasi progresifitas infeksi COVID-19 dan terapi ajuvan yang
potensial.13

1. Pasien yang menggunakan Continuous posisi pronasi sebagai salah satu alternatif
Positive Airway Pressure (CPAP) atau terapi awal seperti tertera pada bagan di
Non Invasive Ventilation (NIV), bawah ini yang ternyata lebih baik dengan
memperlihatkan upaya bernapas yang prosedur "awake prone position" pada
berlebihan, maka harus segera di intubasi pasien COVID-19, dan menunjukkan
untuk menghindarkan tekanan intratorakal dalam perbaikan oksigenasi serta
yang semakin negatif dan munculnya self- heterogenitas paru yang signifikan.
inflicted lung injury (SILI) Dengan prosedur ini walaupun jumlah
2. PEEP yang tinggi pada paru-paru yang pasien kritis di Jiangsu mencapai 10%,
daya rekrutmennya parah akan tetapi penggunaan ventilasi mekanik
menyebabkan kegagalan hemodinamik invasif tetap rendah yaitu dibawah 1%,
yang berat dan terjadinya retensi cairan. suatu angka yang lebih rendah
3. Posisi pronasi ventilasi pada penderita dibandingkan survei pasien ARDS pada
yang komplains parunya baik tampaknya umumnya. Laporan lain juga
bermanfaat. Beberapa senter menawarkan menyampaikan bahwa sebagian besar

Suplemen Ina Chest and Critical Care 21


Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020 37
pasien COVID-19 sakit kritis mempunyai Interaksi faktor-faktor ini mengakibatkan
respons yang baik terhadap posisi pronasi. timbulnya pemikiran bahwa terdapat 2 model
Oleh karena itu beberapa senter spektrum fenotipe pasien pneumonia
merekomendasikan sebagai strategi rutin COVID-19 yaitu tipe L dengan karakteristik
untuk pasien dengan PaO2/FiO2 < 150 Low elastance (contohnya high compliance),
mmHg atau bila tidak ada kontraindikasi. Rasio ventilation-to-per-fusion yang rendah
Lama prosedur ini disarankan lebih dari 16 (Low ventilation-to-per-fusion ratio), berat
jam setiap kali dan dapat dihentikan bila jaringan paru yang rendah (Low lung weight)
PaO2/FiO2 > 150 mmHg dan menetap serta daya rekruitabilitas yang rendah (Low
selama lebih dari 4 jam dalam posisi recruitability). Sedangkan tipe H mempunyai
terlentang. karakteristik High elastance, Shunt right-to-
4. Selain itu digunakan juga terapi oksigen left yang besar (High right-to-left shunt),
high flow nasal canule (HFNC) atau NIV berat paru yang besar (High lung weight) dan
pada awal prosedur Restriksi cairan juga daya rekruitabilitas yang tinggi.96
diberikan untuk mengurangi edema paru. Dengan demikian penatalaksanaan
pneumonia pada COVID-19 tergantung dari
Setelah mempertimbangkan hal-hal kedua fenotipe tersebut.
diatas yang kita perbuat untuk membantu
ventilasi pasien adalah ber sabar menunggu • Pneumonia COVID-19 Tipe L
waktu pemulihan tanpa menambahan Pada awalnya pneumonia COVID-19
kerusakan lebih banyak lagi dengan mempunyai ciri-ciri yaitu:97
memberikan PEEP serendah mungkin. - Low elastance yaitu komplians yang
hampir normal dengan asumsi jumlah gas
• Fenotipe pasien dengan pneumonia yang berada dialveolus hampir normal.
COVID-19 - Low ventilation-to-perfusion (VA/Q) ratio:
Pada laporan lainnya Luciano, Davise Karena volume gas masih normal maka
dan kawan-kawan mengatakan bahwa yang dapat menjelaskan rendahnya VA/Q
penatalaksanaan pneumonia pada pasien ratio adalah hilangnya regulasi perfusi dan
COVID-19 di ICU tampaknya tergantung dari respon vasokontriksi pada keadaan
fenotipe pasien tersebut. Walaupun hipoksia. Pada keadaan ini tekanan di A.
rekomendasi dari surviving sepsis campage pulmonalis mendekati normal.
(SSC) tentang perawatan ventilasi mekanik - Low lung weight: Hanya tampak ground-
pasien COVID-19 mirip dengan penanganan glass densitas pada CT toraks terutama
dengan pasien gagal napas lainnya, akan terletak di subpleural dan sepanjang fisura
tetapi saat ini ternyata pneumonia pada pulmonim. Konsekuensinya berat /volume
COVID-19 merupakan penyakit yang paru hanya bertambah sedikit.
spesifik, ditandai dengan adanya hipoksemia - Low lung recruitability: Jumlah area yang
berat akan tetapi komplains parunya hampir non aerasi hanya sedikit sehingga
normal, yang mana kombinasi seperti ini rekruitabilitasnya rendah.
hampir tidak mungkin terjadi pada ARDS. 96
Seringkali terjadi perbedaan respons Secara konseptual fenomena ini
terhadap protokol penanganan ventilasi melahirkan hipotesis mengenai urutan
mekanik pada pasien tersebut, oleh karena itu kejadian yaitu diawali dengan infeksi virus
melalui diskusi perihal laporan dan analisis yang akan menyebabkan edem intersisial
maka untuk sementara waktu dibuat hipotesis subpleural moderat sehingga tampak sebagai
bahwa terdapat interaksi dari 3 faktor yaitu: 1) ground-glass lesions terutama terletak
beratnya infeksi, respons hospes, fisiologi dan diantara struktur paru yang mengalami
komorbiditas, 2) respon pasien terhadap injury.97
ventilasi mekanik, 3) waktu yang diperlukan
antara onset penyakit dan observasi di rumah
sakit.96

Suplemen Ina Chest and Critical Care 22


38 Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020
Gambar 9. Intervensi dini pada kondisi pasien sakit kritis.98

• Tatalaksana Respirasi pada fenotipe L disamping karena perburukan infeksinya.


Bila hiperkapnik maka ventilasi semenit Peningkatan tekananan inspirasi intra torakal
diperlukan lebih besar dari 6 ml/kgBB yaitu dan peningkatan permiabilitas akibat proses
bisa sampai 8–9 ml/kgBB. Karena komplains inflamasi akan menyebabkan edema
parunya masih relatif baik, maka tidak ada intersisiel.97
risiko Ventilatory Induced Lung Injury Fenomena ini disebut sebagai patient
(VILI). Posisi pronasi hanya dipergunakan self-inflicted lung injury (P-SILI). Dengan
sebagai pertolongan pertama karena pada saat berjalannya waktu peningkatan edem akan
ini kondisi parunya masih “terlalu baik” untuk meningkatkan berat/volume paru, yang akan
menilai efektifitas posisi pronasi ini; malahan menyebabkan atelektasis. Bila edem paru
mungkin akan membuat pasien merasa semakin berat, maka volume pertukaran gas
cemas. Sebagai respons yang normal maka akan menurun disertai dengan penurunan
pasien memerlukan volume tidal yang lebih volume tidal. Pasien akan tampak sesak dan
tinggi yaitu di atas 15–20 ml/kg akan terjdi perburukan P-SILI. Transisi dari tipe L
menambah tekanan intratrokal, akan tetapi ke tipe H bisa akibat pneumonia nya disatu
keuntungannya adalah pCO2 akan turun. Pada sisi, atau injury saat pemberian terapi
beberapa pasien masih ada yang tidak tampak ventilasi.97
sesak karena komplains paru yang masih
baik.97 • Pneumonia COVID-19 Tipe H
Faktor lain yang belum dapat ditentukan Ciri-ciri pasien ini adalah:97
adalah peran pusat pernapasan yang sangat - High elastance: Penurunan volume
sulit cara pembuktiannya.97 pertukaran gas berkaitan dengan
peningkatan jumlah edema alveoli.
• Evolusi penyakit - High right-to-left shunt: Hal ini berkaitan
Transisi antar fenotip dapat terjadi dengan adanya fraksi COP yang harus
selama perjalanan penyakit. Pasien tipe L mengkompensasi adanya area yang tidak
dapat menetap, perbaikan atau perburukan. ada pertukaran gas dan akibat peningkatan
Kemungkinan besar yang menjadi biang edema dan tekanan dalam intra pulmonal.
keladi adalah peningkatan tekanan - High lung weight. Analisis secara
intratorakal akibat peningkatan volume tidal, kuantitatif dengan CT toraks

Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020 39


memperlihatkan peningkatan yang nyata lebih dalam 2 jam pertama berhubungan
dari berat paru (> 1.5 kg), yang erat dengan penundaan intubasi pada 24
menunjukkan derajat beratnya ARDS. jam pertama; sehingga dapat dipakai
- High lung recruitability. Peningkatan sebagai petanda suksesnya penggunaan
jumlah area yang tidak ada pertukaran NIV pada kelompok pasien ini (OR=15,
gasnya dan yang berkaitan dengan derajat 95%CI 2.8–110, p=0.001, AUC=0.97,
keparahan ARDS yang akan 95%CI 0.91–1, p < 0.0001).
meningkatkan rekruitabilitas. 4. Pada tingkatan ini maka pengukuran atau
perkiraan tekanan intra osefagus perlu
Terdapat 20–30% pola tipe H ini yang diperhatikan walupun pengukuran tekanan
memenuhi kriteria ARDS berat yaitu esofogus dengan manometer esofagus
hipoksemia, infiltrat bilateral, penurunan bukan prosedur rutin. Dalam praktek
komplians paru, peningkatan berat paru (CT sehari-hari kita dapat memonitor work of
toraks) dan potensial untuk prosedur breathing (WOB) yang meningkat seperti
recruitment. Terdapat transmisi pada pasien misalnya atau otot napas tambahannya
yang awalnya Tipe L dengan napas spontan yang bekerja ekstra.
dan transisi ke tipe H setelah 7 hari tanpa alat 5. Bila pasien diintubasi perhatikan tekanan
bantu ventilasi mekanik invasif.97 pada saat oklusi (Pocclucions) dan P0.1 yang
menunjukkan keberhasilan atau kegagalan
• Penanganan Respirasi setting ventilator.
Dengan konsep diatas maka pemberian 6. Pemantauan tekanan darah sangat penting
terapi respirasi yang diberikan kepada pada pasien yang menggunakan PEEP
kelompok tipe H dan L tentunya harus tinggi, selain itu akan menyebabkan
berbeda. Langkah-langkah yang diusulkan peningkatan tekanan intra torakal dan
adalah untuk:97 sehingga menyebabkan kerusakan paru
1. Naikkan FiO2 yang pada pasien tipe L lebih lanjut. Pada keadaan ini PEEP harus
yang mungkin akan berespon baik. diturunkan bertahap.
2. Bila pasien tipe L sesak maka oksigenasi 7. Pada beberapa kasus penggunaan NIV
dapat diberikan melalui perangkat non masih dipertanyakan sehubungan dengan
invasif seperti high-flow nasal cannula tingginya kegagalan dan terlambatnya
(HFNC), continuous positive airway intubasi terutama untuk pasien yang
pressure (CPAP) atau noninvasive dirawat beberapa minggu.
ventilation (NIV). 8. Besarnya perubahan tekanan pleural saat
3. Peran upaya bernapas yang dicerminkan inspirasi menentukan transisi dari fenotipe
dari perubahan tekanan napas di osefagus L ke H. Seperti juga perubahan tekanan
(ΔPes) merupakan prediktor penting dalam esofagus dari 5 ke 10 cmH2O (biasanya
menentukan apakah non-invasive dapat ditoleransi bila tekanannya dibawah
mechanical ventilation (NIV) berhasil atau 15 cmH2O) akan mengakibatkan
gagal dalam mengatasi hipoksia akut. Pada bertambahnya risiko injuri paru sehingga
suatu penelitian mereka menilai gejala pasien perlu sesegera mungkin di intubasi.
klinis, perubahan tekanan/tidal di esofagus PEEP harus diturunkan sampai 8–10
(ΔPes) dan dynamic transpulmonary cmH2O, karena PEEP yang tinggi akan
pressure (ΔPL) yang dapat mengukur menyebabkan rekruitabilitas menjadi
expiratory tidal volume, laju napas yang rendah dan gangguan hemodinamik.
direkam sejak masuk dan 2–4–12–24 jam Intubasi dini akan mencegah transisi dari
setelah NIV mulai dipasang. Bila ΔPes dan fenotipe L ke tipe H.
ΔPes/ΔPL nilainya rendah dalam 2 jam 9. Pasien dengan fenotipe H harus dikelola
pertama secara bermakna ternyata mereka sebagai pasien ARDS berat, termasuk
sukses dengan NIV, dibandingkan mereka menggunakan PEEP yang lebih tinggi (bila
yang perlu intubasi (p<0.0001). Selain itu hemodinamik memungkinkan), posisi
penurunan ΔPes sebanyak 10 cmH2O atau pronasi dan bantuan extracorporeal

Suplemen Ina Chest and Critical Care 24


40 Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020
(Catatan: Fenotipe L dan H pada pasien Sampai saat ini belum ada panduan yang
COVID-19 paling baik dinilai dengan CT pasti, akan tetapi ada laporan dari Hongkong
toraks, tetapi bila pemeriksaan tidak bisa yang merekomendasikan penggunaan HFNC
dilaksanakan maka beberapa gejala dapat dan NIPPV pada pasien COVID-19. Suatu
dipergunakan untuk menetapkan tipe penelitian kohort retrospektif dari Cina
tersebut, seperti elastisitas sistim respirasi mengatakan bahwa 63% dari 27 pasien yang
dan rekruitabilitasnya). mengalami gagal napas akut pada awalnya
10. Bila ditemukan kadar D-dimer yang tinggi mendapat oksigenasi dengan HFNC dan 41%
pada pasien yang berat perlu nya mengalami perburukan sehingga
dipertimbangkan adanya fenomena membutuhkan NIPPV bahkan intubasi.
tromboemboli dan Emboli Paru Akut, Berapa indikasi penggunaan HFNC adalah
maka perlu pemeriksaan computed rasio PaO2/FiO2 kurang dari 200 mmHg dan
tomography pulmonary angiography takikardi yang memburuk. The Society of
(CTPA). Bila terbukti terdapat emboli paru Critical Care Medicine (SCCM)
maka perlu dipertimbangkan pemberian menyarankan penggunaan HFNC lebih baik
terapi antikoagulan.99 dari NIPPV (weak strength). Begitu juga
monitoring ketat pemakaian NIPPV bila
• Oksigenasi pasien COVID-19 HFNC tidak tersedia dan pasien tidak
Dengan perangkat oksigen yang ada memerlukan intubasi segera.97
diharapkan oksigenasi dapat mencapi 92–
96%, mulai dari nasal kanul (kira-kira 44%) • Ventilasi mekanik invasif
sampai masker nonrebreather yang dapat Intubasi endotrakeal pada pasien
mencapai 100% FiO2. COVID-19 adalah suatu prosedur yang penuh
risiko sehingga harus dilaksanakan dengan
• Ventilasi non Invasif (NIV) hati-hati untuk meminimalkan aerosolisasi
Sampai saat ini penggunaan noninvasive virus terhadap petugas kesehatan.77
ventilation (NIV) pada pasien COVID-19 Operator wajib mengenakan APD
menjadi perdebatan yang seru. Selama ini lengkap, dan memakai masker N95. Pertama
High-flow nasal cannula (HFNC) dan tindakan ini harus dikerjakan pada ruangan
noninvasive positive-pressure ventilation bertekanan negatif. Usahakan sedikit
(NIPPV) menjadi standar pelayanan di ICU mungkin melakukan ventilasi dengan bag-
untuk pasien gagal napas tipe hipoksia demi mask, dan intubasi sebaiknya dilakukan oleh
mencegah intubasi. Perlu dipertimbangkan mereka yang berpengalaman sehingga dapat
risiko dispersi dari aerosol virus akan menjadi terlaksana dengan cepat dan tepat atau disebut
lebih tinggi dengan metode ini sehinggga sebagai rapid sequence intubation (RSI).
meningkatkan paparan virus pada petugas Balon harus di inflasi segera mungkin setelah
kesehatan. Akan tetapi NIV tidak intubasi untuk selanjutnya dapat mencegah
direkomendasikan pada COVID-19 yang kebocoran dari virus.77
gagal dengan pemberian terapi HFNC karena Walaupun ARDS yang terjadi pada
laporan yang ada menunjukkan beberapa pasien dengan pneumonia akibat COVID-19
pasien jatuh ke dalam ARDS secara tidak sama dengan ARDS pada umumnya
mendadak. Tekanan inflasi yang hebat dapat seperti yang telah dijelaskan di atas, tetapi
menyebabkan distensi gaster dan intoleransi mengingat tujuan ventilasi mekanik invasif
yang menyebabkan aspirasi dan perburukan adalah memproteksi paru (lung-protective
kerusakan paru-paru. Pemberian NIV jangka ventilation), maka SCCM pada Surviving
pendek (kurang dari 2 jam) mungkin dapat Sepsis Campaign merekomendasikan:2,77,100
diberikan pada pasien dengan gagal jantung  Volume tidal 4–6 atau 8 mL/kg berat
kiri dan PPOK, dengan persiapan intubasi badan ideal.
secepatnya jika respiratory distress tidak  Pertahankan plateau pressure di bawah 30
perbaikan.100 cmH20.

Suplemen Ina Chest and Critical Care 25


Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020 41
 Laju napas disesuaikan dengan kebutuhan • Strategi dalam mencegah Ventilator-
untuk mempertahankan ventilasi semenit Associated Pneumonia (VAP)
(minute ventilation). Strategi VAP harus diterapkan dengan ketat:2
 Pada awal setting mungkin mode pressure - Memilih endotracheal tube (ETT) yang
dapat dipergunakan, walaupun belum ada sesuai.
bukti yang signifikan. - Gunakan ETT yang memiliki subglotic
 Bila diperlukan PEEP yang lebih tinggi suction (suction setiap 2 jam, diaspirasi
maka naikkan secara bertahap dengan dengan spuit kosong 20 ml).
memperhatikan efek samping yaitu - Tempatkan tabung endotrakeal pada posisi
barotruma dan hemodinamik. yang tepat dan kedalaman yang benar, dan
 Ventilasi posisi pronasi selama 12–16 jam hindari tindakan menarik-narik.
(dikerjakan tenaga ahli). - Pertahankan tekanan airbag pada 30–35
 Blokade neuromuskuler. cmH2O dan monitor setiap 4 jam.
 Berikan sedasi, analgesia, atau pelemas - Pantau tekanan airbag dan tangani
otot napas jika volume tidal, dan tekanan kondensat air saat perubahan posisi (dua
platform terlalu tinggi. orang bekerja sama dalam hal membuang
 Inhalasi vasodilators (NO) mungkin dapat dan menuangkan kondensat air ke dalam
dilaksanakan pada RS pendidikan dengan wadah tertutup berisi larutan klorin
dengan pengawasan ketat. desinfektan).
 Pertahankan balans negatif cairan 500– - Bersihkan sekresi dari mulut dan hidung
1000ml per hari. secara tepat waktu.

• Penggunaan Extracorporeal Membrane • Penyapihan Ventilasi Mekanik Invasif


Oxygenation (ECMO) Obat sedasi dikurangi dan dihentikan
Arahan penggunaan ECMO pada pasien sebelum bangun ketika PaO2/FiO2 pasien >
ARDS masih kontroversial, akan tetapi 150 mmHg. Penarikan intubasi harus
tampaknya bermanfaat bagi pasien hipoksia dilakukan sedini mungkin. HFNC atau NIV
yang refrakter. dapat digunakan untuk mendukung
Walaupun demikian sampai saat ini pernapasan setelah dilakukan penyapihan.2
belum ada panduan untuk pasien COVID-19,
sehingga WHO menyarankan penggunaan • Hal Lain yang Penting Diperhatikan
ECMO hanya dilaksanakan di senter yang Berkaitan dengan Kegagalan Oksigenasi
sudah sering/ahli menggunakannya, dan pada Pasien COVID-19
hanya diberikan pada pasien yang Endolitis secara masif ditemukan pada
mengalamai hipoksia refrakter, karena pada pasien COVID-19 sehubungan adanya
penggunaan perangkat ECMO berpotensi reseptor pada endotel pembuluh darah.
menambah paparan virus kepada banyak Keadaan ini yang mungkin menjadi salah satu
anggota tim pelayanan COVID-19. penyebabnya ditemukannya kenaikan D-
dimer akibat trombosis pada hampir semua
• Pencegahan Regurgitasi dan Aspirasi pasien yang berat.99
Volume residu lambung dan fungsi Gejala klinis pasien COVID-19
gastrointestinal harus dievaluasi secara rutin. biasanya batuk, demam dan sesak nafas, akan
Nutrisi enteral yang tepat direkomendasikan tetapi beberapa kasus mempunyai gejala
untuk diberikan sedini mungkin. Dianjurkan menonjol seperti tekanan darah tinggi,
untuk memberi makan nasointestinal dan trombosis dan emboli paru. Tampaknya hal
dekompresi nasogastrik. Nutrisi enteral harus ini disebabkan karena sel endotelium adalah
ditunda dan aspirasi dengan jarum suntik 50 salah satu target virus dan organ ini
cc harus dilakukan sebelum dilakukan merupakan bagain yang paling luas dalam
transfer. Jika tidak ada kontraindikasi, dapat tubuh manusia. Dengan demikian reseptor
dilakukan posisi semi-duduk 30°.2 ACE 2 selain pneumosit 2 sel paru juga di
seluruh sistem sel endotel baik di paru

Suplemen Ina Chest and Critical Care 26


42 Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020
maupun organ lain. Pada stadium lanjut agregasi sehingga akan berdampak secara
disregulasi sistem imun akan menyebabkan sistemik.99
sel endotel kehilangan fungsinya sebagai
promotor vasodilasi, fibrinolisis, dan anti

Gambar 10 Patogenesis COVID-19.


Virus corona SARS-CoV-2 masuk kedalam sel hospes melalui ikatannya dengan reseptor angiotensin-converting
enzyme 2 (ACE2), asam sialat, transmembrane serine protease 2 (TMPRSS2), dan extracellular matrix
metalloproteinase inducer (CD147)
Dikutip dari Celestino Sardu dkk. 99

Disfungsi endotel ini akan meninggal mempunyai kadar D‐dimer dan


mengakibatkan trombosis dan gangguan FDP yang lebih tinggi serta PT yang
permeabilitas endotel pulmonum. Sel endotel memanjang, kadar fibrinogen dan AT yang
ini merupakan 1/3 populasi sel di paru dan rendah, sehingga secara klinis masuk dalam
merupakan barier yang sangat penting antara kriteria diagnosa disseminated intravascular
darah dan interstisium dengan fungsi coagulation (DIC). Bahkan pada 191 pasien
pengaturan gas dan cairan yang sangat di Wuhan yang mempunyai kadar D-dimer
penting. Kerusakan di area ini merupakan ciri yang tinggi saat masuk yaitu lebih dari 1 μg/L
ARDS. Pada percobaan binatang dapat akan meningkatkan mortalitasnya 18 kali (OR
dibuktikan bahwa penurunan reseptor ACE2 18).
akan meningkatkan permeabilitas vaskuler Suatu penelitian restropektif pada 125
dan mengeksaserbasi edema paru.99 pasien COVID-19 dengan pneumonia
ternyata mempunyai kadar D-dimer 6.06 g/ml
• Trombosis dan COVID-19 (median). Setelah dilakukan computed
Berdasarkan uraian sebelumnya maka tomography pulmonary angiography (CTPA)
tidak heran bila pasien COVID-19 sering ternyata 10 orang mengalami emboli paru
mengalami koagulopati dan akibatnya pada akut. Sebagian besar emboli terdapat di
organ lain sehingga meningkatkan mortalitas. cabang kecil A. pulmonalis. Tiga orang pasien
Pada pemeriksaan laboratorium ditemui mengalami absorpsi trombus sebagian dan
abnormalitas dari prothrombin time (PT), komplit setelah diberikan terapi anti
activated partial thromboplastin time koagulan. Dengan demikian pencitraan
(APTT), antithrombin activity (AT), CTPA menjadi suatu indikasi terutama pada
fibrinogen, fibrin degradation product (FDP), pasien dengan D-dimer tinggi sehingga
dan D‐dimer. Ternyata pasien yang pasien dapat dipertimbangkan diberikan

Suplemen Ina Chest and Critical Care 27


Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020 43
terapi anti koagulan. Trombosis yang terjadi  American Heart Association (AHA),
akan mengakibatkan emboli paru akut yang American College of Cardiology (ACC), dan
sering mengacaukan diagnosa pneumonia The Heart Rhythm Society (HRS) telah
pada pasien COVID-19.99 membuat panduan untuk mengurangi risiko
aritmia berkaitan dengan pemberian obat
• Antikoagulan sebagai terapi pada pasien tersebut di atas. Langkah-langkah yang harus
COVID-19. dilakukan meliputi:102
Seperti telah disebutkan diatas bahwa  Awal sebelum memulai terapi
pasien COVID-19 mengalami disfungsi - Hentikan dan hindari semua obat yang
endotel sehingga timbul DIC dan dapat menyebabkan pemanjangan QT.
menyebabkan hipoksia dan thrombosis serta - Kaji EKG awal dan menghitung QTc,
memicu emboli paru akut akibat oklusi dan fungsi ginjal, fungsi hati, kalium serum,
mikrotrombosis di cabang-cabang kecil A. dan magnesium serum.
pulmonalis. Oleh karena itu baru-baru ini  Kontraindikasi relatif (dapat dimodifikasi
timbul pemikiran perlunya terapi antigulan berdasarkan potensi manfaat terapi)
pada suatu penelitian di Rumah Sakit Tongji - Riwayat pemanjangan interval QT.
dari Huazhong University of Science and - Baseline QTc > 500 msec (atau > 530–
Technology di Wuhan melaporkan bahwa 550 msec pada pasien dengan QRS
angka kematian menurun secara bermakna lebih besar dari > 120 msec)
pada pasien dengan skor SIC = 4 (40.0% vs  Monitoring pemantauan yang sedang
64.2%, p < 0.05), tapi tidak pada pasien berlangsung, penyesuaian dosis dan
dengan skor SIC < 4 (29.0% vs 22.6%, p > penghentian obat
0.05). 99 - Pantau dan optimalkan kadar kalium
serum setiap hari.
VII. KOMPLIKASI - Periksa EKG 2–3 jam setelah dosis
 Miokarditis kedua hidroksiklorokuin, dan setiap
Kerusakan miokard pada COVID-19 hari sesudahnya.
mungkin terkait dengan badai sitokin - Jika QTc meningkat > 60 msec atau
sebagaimana terlihat dari peningkatan kadar QTc absolut > 500 msec (atau > 530–
IL-6, feritin, LDH, dan D-dimer. Sebanyak 550 msec jika QRS > 120 msec),
7,2% kasus pada studi Wuhan mengalami hentikan azitromisin (jika digunakan)
peningkatan biomarker troponin, perubahan dan/atau kurangi takaran hidroksi
EKG baru atau kelainan ekokardiografi.10 kloroquin dan ulangi EKG setiap hari.
Penyebab kematian adalah syok pada 40% - Jika QTc tetap meningkat > 60 msec
kasus yang diduga terkait dengan miokarditis dan/atau QTc absolut > 500 msec (atau
fulminan.101 > 530–550 msec jika QRS > 120 msec),
evaluasi ulang risiko/manfaat terapi
 Obat-obatan antimalaria seperti hidroksi yang sedang berlangsung,
klorokuin dan antibiotik seperti azitromisin pertimbangkan berkonsultasi dengan
saat ini mendapatkan perhatian sebagai terapi ahli elektrofisiologi, dan
potensial untuk COVID-19, dan masing- pertimbangkan penghentian
masing memiliki potensi implikasi serius bagi hidroksiklorokuin.
pasien yang sebelumnya sudah ada penyakit  Pada pasien sakit kritis dengan infeksi
kardiovaskular. Komplikasi seperti aritmia COVID-19, pemantauan irama dan
yang meliputi ventrikel takikardia polimorfik elektrokardiografi yang optimal mungkin
(termasuk Torsade de Pointes) pemanjangan tidak dapat dilakukan.
interval QT, dan peningkatan risiko kematian  Koreksi hipokalemia > 4 mEq/L dan
mendadak. Efek pada pemanjangan QT atau hipomagnesemia > 2 mg/dL.
aritmia dari kombinasi kedua obat ini belum  Hindari obat pemanjangan QTc lainnya
diteliti.102 jika memungkinkan.

Suplemen Ina Chest and Critical Care 28


44 Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020
 Ko-infeksi membutuhkan evaluasi dan perawatan yang
Pada situasi epidemi merupakan suatu tepat.53
kejadian umum untuk melupakan patologi
lainnya. Penting untuk mengingat infeksi  Gangguan ginjal
komunitas dan patologi yang biasa di samping Gagal ginjal akut terjadi sebagai bagian
infeksi yang didapat di rumah sakit dalam dari kegagalan multi organ atau merupakan
infeksi COVID-19. Jika ada kecurigaan bagian dari syok septik pada kasus COVID-
etiologi lain, tatalaksana biasa seperti 19. Penatalaksanaannya serupa dengan sepsis
antibiotik dan perawatan lainnya disarankan. atau syok septik lainnya. Masalah
Antimikroba empiris harus diberikan dalam pengendalian infeksi selama hemodialisis
waktu satu jam berdasarkan diagnosis klinis, pada pasien COVID 19 menimbulkan risiko
epidemiologi lokal, dan data resistensi bagi pasien lain jika prosedur dilakukan
antibiotik untuk mencakup semua dalam jarak dekat dengan kasus non COVID-
kemungkinan patogen yang menyebabkan 19 lainnya.53
pneumonia meskipun dicurigai menderita
COVID-19.49  Pada pasien yang dirawat di ICU, persentase
beberapa komplikasi yang sering terjadi
 Kerusakah hati sebagai berikut: (tabel 6)
Keterlibatan hati biasanya merupakan
bagian dari kegagalan multi organ dan

EKG awal sebelum terapi


1. Koreksi bila terdapat gangguan
elektrolit
2. Pertimbangkan penghentian obat
yang memperpanjang QTc

QTc < 500 mdet (QRS sempit) QTc > 500 mdet (QRS sempit)
QTc < 550 mdet (QRS lebar) QTc > 550 mdet (QRS lebar)

Pertimbangkan manfaat
Berikan hidroksiklorokuin
Vs
atau azitromisin
Risiko TdP*/SCD**

Ya

EKG ulang setelah 4 jam,


Evaluasi EKG tiap hari,jika:
jika terdapat:
1. QTc > 500 mdet (QRS sempit)
1. QTc > 500 mdet (QRS sempit) 2. QTc > 550 mdet (QRS lebar)
2. QTc > 550 mdet (QRS lebar) Tidak 3. Peningkatan QTc > 60 mdet
3. Peningkatan QTc > 60 mdet 4. Ventricular Ectopy
4. Ventricular Ectopy

*TdP: torsade de pointes


**SCD: sudden cardiac death

Gambar 10. Alur pemberian terapi pada pasien dengan kelainan kardiovaskular.102

Suplemen Ina Chest and Critical Care 29


Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020 45
Tabel 6. Komplikasi perawatan di ICU.53
Komplikasi Persentase
Aritmia 44%
Miokarditis 22-31%
Syok 23-20%
Gangguan ginjal akut 8-23%
Ko-infeksi 31%
Kardiomiopati 33%

VIII. PROGNOSIS  Usia dan jenis kelamin:


Case fatality rate (CFR), jumlah total kasus o Laki-laki
kematian dibagi jumlah seluruh kasus total o Usia ≥ 65 tahun
COVID-19 secara global ialah 7% berdasarkan  Salah satu dari penyakit komorbid berikut
data dari WHO per tanggal 23 April 2020. o Hipertensi (6%)
Sedangkan di masing masing negara memiliki o Penyakit kardiovaskular (10,5%) atau
nilai yang tidak sama, di Indonesia memiliki nilai
serebrovaskular/stroke (4%)
CFR ialah 8,32% per 24 April 2020.6 Pada masa
o Diabetes mellitus (7,3%)
pandemi, nilai CFR cenderung tinggi pada
awalnya dan akan menurun seiring dengan data o Kanker (6%)
yang semakin banyak. Sebagai contoh pandemi o Gagal ginjal kronis (6%)
influenza H1N1 tahun 2009 yang nilai CFR  Kondisi medis lain dengan risiko tinggi
bervariasi dari 0,1–5,1% (berdasarkan negara), o Penyakit gagal hati lanjut
namun angka kematian akhir ialah 0,02%.103 o Post transplantasi organ pada pasien terapi
CFR meningkat berhubungan dengan usia. imunosupresif
CFR sangat rendah pada usia < 20 tahun, o HIV dengan nilai CD4 yang rendah
meskipun risiko terjadi infeksi COVID-19 tidak o Transplantasi bone marrow
rendah dibandingangkan usia lebih tua.104 Pasien  Parameter klinis
COVID-19 yang memiliki penyakit komorbiditas o Sesak napas atau laju pernapasan > 24/menit
memiliki hasil klinis yang lebih buruk o Terdapat demam
dibandingkan dengan pasien tanpa penyakit
o Heart rate > 125/menit
komorbiditas. Penelitian Guan dkk menunjukan
bahwa penyakit komorbiditas hipertensi, penyakit o SpO2 < 92% dalam udaran ruang
kardiovaskular, penyakit serebrovaskular,  Parameter Lab
diabetes, PPOK, penyakit ginjal kronis dan o D-dimer > 1000 ng/ml
keganasan memiliki hasil klinis yang buruk o CPK > 2x batas atas nilai normal
(meninggal, masuk ICU, dan penggunaan o CRP >100
ventilasi mekanis) dibandingkan pasien COVID- o LDH > 245 U/L
19 tanpa penyakit komorbiditas.46 o Peningkatan nilai troponin
Mayoritas pasien COVID-19 > 80% kasus o Nilai absolut limfosit < 0,8
tidak tampak sakit dan tidak membutuhkan o Feritin > 300 ug/L
perawatan. Namun pada pasien yang dirawat inap o Trombositopenia
di rumah sakit sebanyak 10–20% masuk ke ICU, o Penurunan sel T CD3 + CD8 +
3–10% membutuhkan intubasi dan 2–5%
 Kondisi lain yang meningkatkan risiko
meninggal.3
kematian
Komplikasi akibat COVID-19 ialah ARDS,
kerusakan sel miokard, hepar dan ginjal, dan gagal o Pasien dengan ARDS
organ multipel.105 Faktor prognostik yang o Penggunaan ventilasi mekanis
mempengaruhi peningkatan risiko kematian atau o Penggunaan kortikosteroid dosis tinggi
kematian di rumah sakit meliputi:2,3,28,30,31,106-117 o Disfungsi multiorgan.

Suplemen Ina Chest and Critical Care 30


46 Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020
IX. PENANGANAN PASIEN COVID-19 keefektifan dan penurunan deposisi zat (ini
DENGAN PENYAKIT PARU menjelaskan dosis yang digunakan pada
1. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) nebulisasi lebih tinggi dibandingkan
• Pasien COVID-19 pada usia lanjut biasanya Pressure Metered Dode Inhaler (pMDI).
disertai berbagai macam komorbiditas, Hal lainnya adalah bahwa nebulisasi
diantaranya adalah PPOK. COVID-19 pada merupakan prosedur yang menghasilkan
pasien PPOK akan bermanifestasi klinis aerosol dan berisiko menyebarkan virus
lebih berat disebabkan kondisi faal paru SARS-CoV-2 sehingga tidak
penderita PPOK sudah menurun. Penelitian direkomendasikan melakukan nebulisasi
metaanalisis kecil dari Lippi dkk pada pasien suspek atau konfirmasi
menunjukan pasien PPOK dengan COVID- COVID-19, kecuali jika tidak ada alternatif
19 memiliki risiko 5 kali terjadi lainnya.122
infeksi.118,119
• Penelitian metaanalisis dari Raymod 2. Tuberkulosis
Pranata dkk menunjukan bahwa PPOK dan • Penelitian yang menjelaskan pasien TB
riwayat merokok dapat meningkatkan yang mengalami COVID-19 belum banyak
mortalitas dan kondisi klinis COVID-19 dilakukan. Hal ini perlu diantisipasi segera
yang berat.120 karena penderita TB yang terinfeksi SARS-
• Penderita PPOK memiliki risiko yang lebih CoV-2 dapat memberikan hasil klinis yang
tinggi terhadap COVID-19, khususnya pada buruk, pada khususnya apabila ada
kondisi sebagai berikut:121 gangguan selama pengobatan TB. Penderita
- PPOK berat dengan VEP1 prediksi COVID-19 dan TB menunjukan gejala
kurang dari 50% batuk, demam, dan sesak napas. Gejalanya
- Riwayat eksaserbasi akut dengan bisa dirasakan lebih berat apabila telah
perawatan di rumah sakit terjadi kerusakan struktur dan fungsi paru
- Membutuhkan oksigen jangka yang diakibatkan TB sebelumnya. Uji
panjang(Long term Oxigen diagnostik terhadap penyakit keduanya
therapy/LTOT) perlu segera dilakukan.123
- Gejala sesak yang berat dan disertai  Proses pengobatan TB tidak berubah pada
komorbiditas lainnya. pasien dengan atau tanpa COVID-19. Proses
• Penderita PPOK dengan COVID-19 tetap pengobatan terhadap TB sensitif obat dan
harus menggunakan secara rutin obat TB resistan obat tetap dilanjutkan tanpa
inhaler atau oral yang sudah teratur terganggu oleh pengobatan COVID-19.123
digunakan Penggunaan terapi inhalasi Penderita TB tetap diberikan pengobatan
menunjukkan adanya efek perbaikan fungsi anti-TB (OAT) sesuai standar baik pada
paru, gejala klinis, kualitas hidup, dan kasus ODP, PDP dan pasien terkonfirmasi
menurunkan risiko eksaserbasi berikutnya, COVID-19. Prinsip pengobatan yang
termasuk yang di presipitasi oleh virus direkomendasikan adalah pengobatan TB
diantaranya adalah SARS-CoV-2.118 tetap berjalan tanpa pasien harus terlalu
Penggunaan inhalasi Kortikosteroid sering mengunjungi fasyankes TB untuk
(Inhaled Corticosteroid/ICS) pada penderita mengambil OAT.121
PPOK dapat diberikan pada pasien dengan  Untuk pasien TBC yang menjadi PDP,
riwayat rawat inap karena eksaserbasi perawatan PDP dilaksanakan di rumah sakit
PPOK, ≥ 2 eksaserbasi dalam satu tahun, dalam tatalaksana PDP, sedangkan jika
kadar eosinofil darah > 300 sel/ul, riwayat ODP maka harus isolasi diri 14 hari sambil
asma, sehingga bila tidak memenuhi hal menunggu hasil swab COVID-19.
tersebut tidak dianjurkan pemberian ICS.121  Pemantauan pengobatan dapat
• Nebulisasi merupakan metode pengobatan diselenggarakan secara elektronik
yang tidak direkomendasikan dalam menggunakan metode non tatap muka,
mengobati penderita PPOK di masa wabah misalnya melalui fasilitas video call dari
COVID-19 ini. Hal ini disebabkan aplikasi seluler. Pemanfaatan teknologi

Suplemen Ina Chest and Critical Care 31


Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020 47
digital kesehatan juga dapat 2. Status infeksi TB (riwayat atau respons
diselenggarakan untuk kegiatan dukungan IGRA +) dengan kasus suspek atau
pasien upaya pemberian komunikasi, terkonfimasi COVID-19 harus diperiksa
informasi, dan edukasi (KIE), perawatan, secara rutin saat masuk rawat inap untuk
manajemen informasi, pengingat jadwal memastikan pasien ditempatkan pada
kontrol/lab follow-up dan manfaat lainnya. ruang rawat inap isolasi jika TB aktif.
 Penelitian dari Yu Chen dkk memberikan 3. Sarana prasarana kesehatan (misalnya
beberapa rekomendasi tatalaksana infeksi
ECMO) sebaiknya disiapkan untuk
TB (laten atau aktif) dan koinfeksi SARS-
CoV-2.124 menanggulangi komplikasi serius seperti
1. Komunitas petugas medis dan komunitas gejala pneumonia yang berat.
kesehatan lainnya perlu diinformasikan 4. Tatalaksana pengobatan untuk SARS-
CoV-2 dan TB yang tepat, misalnya
bahwa TB aktif atau TB laten merupakan
pertimbangkan untuk tidak memberikan
faktor risiko terjadinya infeksi SARS-
terapi imunosupresif karena dapat
CoV-2, dan bagi pasien tersebut perlu menyebabkan reaktivasi infeksi pada TB
diberikan perhatian dan pencegahan yang laten.
lebih baik.

Tabel 7. Interval pemberian obat anti tuberkulosis.125


Pasien TBC Sensitif Obat
Fase pengobatan intensif OAT diberikan dengan interval setiap 14-28 hari
Fase pengobatan lanjutan OAT diberikan dengan interval setiap 28-56 hari
Pasien TBC Resisten Obat
Fase pengobatan intensif OAT diberikan dengan interval setiap 7 hari
Fase pengobatan lanjutan OAT diberikan dengan interval setiap 14-28 hari
Pada pasien TB resisten obat yang masih menggunakan terapi injeksi tetap melakukan
kunjungan setiap hari ke faskes yang ditunjuk, diupayakan sebisa mungkin injeksi dilakukan
di faskes yang terdekat dari rumah pasien.

3. Asma Bronkiale melanjutkan pengobatan dan kontroler.126-


128
Covid 19 dapat dialami oleh penderita
asma bronkiale dan dapat menyebabkan • Nebulisasi harus dihindari karena
perburukan pada penderitanya seperti merupakan prosedur medis penghasil
mencetuskan terjadinya eksaserbasi. Beberapa aerosol yang dapat meningkatkan risiko
hal yang harus diketahui berkaitan dengan aerosolisasi SARS-CoV-2 dan penularan
asma bronkiale dan COVID-19 antara lain: infeksi.116 Nebulisasi disarankan untuk
• Infeksi virus sering menyebabkan diganti dengan pemakaian Pressure
eksaserbasi asma.126 Metered Dose Inhaler (pMDI) dengan
• Individu dengan asma bronkiale sedang dan bantuan spacer atau Dray Podwer Inhaler
berat memiliki risiko lebih tinggi terkena (DPI) pada penggunaan di fasilitas
infeksi SARS-CoV-2.126 kesehatan.129
• Eksaserbasi asma dan COVID-19 secara • Pada eksaserbasi asma sedang dan berat
klinis akan sulit untuk dibedakan. yang berespon buruk terhadap bronkodilator
• Kontrol asma yang optimal merupakan disarakan pemberian steroid oral meskipun
perlindungan terbaik dalam mencegah ada kemungkinan yang menyebabkan
eksaserbasi akut akibat infeksi SARS-CoV- eksaserbasi adalah SARS-CoV-2. Obat oral
2.126 steroid yang menjadi pilihan adalah
• Pasien dengan asma yang stabil saat prednison.129-131
menggunakan steroid inhalasi harus

Suplemen Ina Chest and Critical Care 32


48 Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020
• Pemakaian agen anti-IgE dan monoclonal membutuhkan tindakan intervensi dalam
antibody anti-IL5 disarakan untuk tetap diagnostik atau terapeutik dari komorbiditasnya.
dilanjutkan. Bila terapi dihentikan Hal ini sangatlah penting mengingat adanya risiko
sementara, maka disarankan untuk penularan terhadap operator tindakan.2
menaikkan terapi kontroler sesuai Beberapa rekomendasi tindakan pulmonologi
kebutuhan setiap individu seperti intervensi yang dapat dilakukan diantaranya
menambahkan dosis rendah prednison, adalah:2
dosis tinggi steroid inhalasi, menambahkan 1. Bronkoskopi
agen long acting beta-2 agonist (LABA) Tindakan bronkoskopi merupakan tindakan
atau long acting muscarinic antagonist aerosol generating/menimbulkan aerosol yang
(LAMA).129,132 tentunya akan menimbulkan risiko penularan
• Hindari semua agen yang dapat menjadi terhadap tim operator. Tindakan bronkoskopi
penyebab eksaserbasi asma. pada pasien kasus OTG/ODP/PDP harus
terlebih dahulu melakukan protokol penapisan
X. REKOMENDASI BEBERAPA TINDAKAN sebelum dilakukan tindakan. Penundaan
PULMONOLOGI INTERVENSI DALAM tindakan atau pemeriksaan swab nasofaring
KASUS COVID-19 perlu dilakukan apabila dari anamnesis
Beberapa tindakan yang sifatnya diagnostik didapatkan data yang mengarah ke COVID-19.
dan terapeutik pada pasien kasus COVID-19 bisa Terdapat beberapa indikasi yang terkait apakah
berhubungan atau tidak dengan kasus COVID-19. tindakan bronkoskopi tersebut merupakan
Hal ini terjadi pada pasien dengan komorbiditas tindakan emergensi, semi urgen, atau elektif.
atau pasien kasus OTG, ODP, atau PDP yang Indikasi sebagai tindakan emergensi tercantum
pada tabel 8.2

Tabel 8. Indikasi Tindakan Bronkoskopi Emergensi2


INDIKASI TINDAKAN BRONKOSKOPI EMERGENSI
(Harus dilakukan dalam hari yang sama)
1 Adanya sumbatan saluran napas utama yang bergejala
- Massa
- Benda asing
- Sumbatan mukus
2 Hemoptisis masif
3 Stenosis trakea yang bergejala
4 Stent yang bergeser (Silikon atau metal)

Indikasi tindakan bronkoskopi sebagai tindakan semi urgen tercantum pada tabel 9.

Tabel 9. Indikasi tindakan bronkoskopi semi urgen2


INDIKASI TINDAKAN BRONKOSKOPI SEMI URGEN
(Dapat ditunda 2–4 hari untuk menunggu hasil swab nasofaring)
1 Evaluasi massa/nodul paru untuk tindakan diagnostik atau staging
2 Evaluasi massa mediastinum
3 Lavase/bilasan seluruh paru
4 Infeksi paru pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah
5 Pasien penerima transplantasi paru – Evaluasi Sindroma Bronchiolitis Obliterans
6 Terduga infeksi paru pada pasien dengan transplantasi sumsum tulang atau organ solid
7 Evaluasi adanya atelektasis Lobaris

Indikasi tindakan bronkoskopi sebagai tindakan elektif tercantun pada tabel 10.

Suplemen Ina Chest and Critical Care 33


Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020 49
Tabel 10. Indikasi tindakan bronkoskopi elektif2
INDIKASI TINDAKAN BRONKOSKOPI ELEKTIF
(Dapat ditunda sampai wilayah setempat bebas wabah COVID-19)
1 Bronchial thermoplasty
2 Evaluasi Tracheobroncial malasia
3 Cryobiopsy untuk konfirmasi histopatologi etiologi diffuse parenchymal lung disease
(DPLD)
4 Bronchoscopic lung volume reduction procedures

Indikasi tindakan bronkoskopi terhadap pasien kasus OTG/ODP/PDP/Terkonfirmasi diantaranya seperti


yang tercantum pada tabel 11.

Tabel 11. Indikasi tindakan bronkoskopi pada kasus OTG / ODP / PDP / Terkonfirmasi.2
INDIKASI TINDAKAN BRONKOSKOPI PADA COVID-19
1 Kontraindikasi bersifat relatif
2 Pasien dengan dugaan klinis kuat dengan hasil swab dan sputum negatif
3 Pasien dengan ventilasi mekanik, untuk membersihkan mukus
4 Evaluasi adanya infeksi lain selain COVID-19
5 Menyingkirkan penyebab pneumonia yang tidak perbaikan
6 Hemoptisis masif, Intervensi saluran napas

Tindakan Bronkoskopi COVID-19.2 memerlukan waktu lebih lama seperti


Langkah-langkah penting yang harus bronkoskopi rigid.
diperhatikan pada tindakan bronkoskopi yang 6. Gunakan safety/aerosol box untuk
perlu dilakukan pada pasien kasus OTG, ODP, menambah keamanan selama melakukan
PDP atau terkonfirmasi, diantaranya adalah : tindakan yang bersifat menimbulkan
1. Hindari tindakan bronkoskopi pasien dalam terjadinya aerosol.
sedasi (risiko terjadinya pembentukan dan 7. Protokol pencegahan dan pengendalian
penyebaran aerosol saat pasien batuk), infeksi harus dipatuhi secara ketat.
sebaiknya tindakan bronkoskopi dilakukan 8. Standar protokol disinfeksi harus dikuti
dalam anestesi umum (Pasien mengalami pada saat membersihkan alat bronkoskopi
sedasi dan paralisis). rigid/fleksibel, peralatan elektrosurgikal dan
2. Pertimbangkan penggunaan bronkoskopi monitor video.
sekali pakai khususnya pada pasien
perawatan di ICU. Beberapa rekomendasi untuk melakukan
3. Semua tindakan bronkoskopi kasus tindakan bronkoskopi dalam masa wabah
COVID-19 harus dilakukan di ruangan COVID-19, diantaranya adalah :
isolasi bertekanan negatif. 1. Tindakan bronkoskopi tidak disarankan
4. Minimalisir jumlah tim yang ikut dalam sebagai modalitas diagnostik untuk COVID-
tindakan. Hindari peserta pelatihan ikut 19 mengingat tindakan tersebut merupakan
dalam tindakan. aerosol generating procedure sehingga
5. Semua anggota tim yang melakukan meningkatkan terjadinya penularan infeksi.
tindakan bronkoskopi harus menggunakan 2. Metode yang utama/lebih baik dilakukan
APD selama melakukan tindakan dan untuk diagnostik COVID-19 adalah evaluasi
penggunaan Powered Air purifying swab nasofaring/orofaring dan analisis
Respirators (PAPR) kit dinilai lebih nyaman sputum.
dan aman digunakan pada tindakan yang

Suplemen Ina Chest and Critical Care 34


50 Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020
3. Selalu mengevaluasi kebutuhan tindakan Pemeriksaan/tes faal paru untuk penilaian
bronkoskopi dan lakukan stratifikasi pre operatif hanya dilakukan secara terbatas.
berdasarkan rasio keuntungan dan risikonya 3. Pemeriksaan /tes faal paru harus dilakukan
(Emergensi, semi urgent dan elektif). secara tersendiri untuk mencegah terjadinya
4. Hindari tindakan bronkoskopi pasien dalam penularan infeksi. Adanya foto toraks
sedasi, lakukan tindakan terhadap pasien sebelumnya terhadap pemeriksaan/tes faal
dalam anestesi umum. paru menyingkirkan adanya kemungkinan
5. Pertimbangkan tindakan bronkoskopi infeksi paru.
dengan bronkoskopi sekali pakai khususnya 4. Kontak yang berada di ruang tunggu harus
pasien di ICU. diminimalisir. Gunakan masker bedah, tisu,
6. Semua tindakan bronkoskipi kasus COVID- dan keranjang sampah, sanitizer berbahan
19 dilakukan dalam ruangan isolasi dasar alkohol. Semua hal tersebut harus
bertekanan negatif. tersedia mudah bagi pasien terinfeksi.
7. Minimalisir anggota tim yang ikut 5. Seluruh koneksi antara pasiendan mesin tes
melakukan tindakan bronkoskopi. faal paru (saluran dan katup) sebaiknya
8. Alat pelindung diri yang sesuai harus dibersihkan dan dilakukan disinfeksi
dikenakan selama melakukan tindakan sebelum dilakukan tindakan
bronkoskopi. pemeriksaan/tes faal paru. Peralatan sekali
9. Protokol pencegahan dan pakai seperti mouth piece harus dibuang
penanggulangan infeksi/PPI harus ditaati secara benar.
secara ketat oleh semua anggota tim yang 6. Gunakan APD yang tepat untuk
melakukan tindakan bronkoskopi. menurunkan terjadinya kontaminasi silang.
10. Standar protokol disinfeksi harus dikuti
saat membersihkan alat bronkoskopi Nebulisasi
fleksibel/rigid, peralatan elektrosurgeri Tindakan nebulisasi banyak dibutuhkan
dan video monitor. pada pasien dengan penyakit saluran napas
11. Tindakan bronkoskopi rigid seperti asma bronkial dan PPOK. Penggunaan
menimbulkan risiko maksimal terjadinya nebulisasi sebagai metode pengobatan tidak
penularan infeksi maka harus dilakukan boleh dilakukan pada kasus COVID-19 karena
oleh operator dengan kemampuan tinggi meningkatkan risiko terjadinya aerosol.
dan dalam waktu sesingkat mungkin. Nebulisasi bronkodilator hanya terbatas pada
12. Powered Air purifying Respirators kasus bronkospasme akut.
(PAPR) kit merupakan alat perlindungan Penggunaan Pressure Metered dose
diri yang optimal saat melakukan inhaler (pMDI) dengan spacer lebih
tindakan bronkoskopi rigid. direkomendasikan untuk tatalaksana kondisi
13. Bijaklah saat memilih tindakan kronis. Penggunaan nebulisasi dengan NaCl
bronkoskopi. hipertonis untuk induksi sputum tidak boleh
dilakukan. Tindakan nebulisasi harus
Pemeriksaan/Tes Faal Paru (Spirometri)2 dilakukan di ruang isolasi bertekanan negatif. 2
Beberapa rekomendasi untuk tindakan
pemeriksaan/tes faal paru selama wabah Penggunaan terapi Inhalasi
COVID-19 ini diantaranya adalah : Penggunaan inhalasi sebagai terapi
1. Semua jenis pemeriksaan/tes faal paru controller untuk asma atau PPOK selama
jangan dilakukan pada pasien terduga kuat wabah COVID-19 harus dilanjutkan. Tidak ada
infeksi saluran napas akut baik yang atas bukti ilmiah yang menyatakan inhalasi
maupun yang bawah. kortikosteroid dilarang pada pasien asma
2. Pada zona merah COVID-19 bronkial dan PPOK selama wabah COVID-19
pemeriksaan/tes faal paru harus dihindari ini. Penghentian penggunaan inhalasi
secara bijak berdasarkan proporsi kortikosteroid berpotensi peningkatan risiko
pencegahan terjadinya penularan infeksi. terjadinya eksaserbasi.2

Suplemen Ina Chest and Critical Care 35


Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020 51
Tindakan Invasif Minimal lainnya coronavirus (SARS-Cov-2) outside of Wuhan,
Tindakan minimal invasif lainnya seperti China: retrospective case series. BMJ. 2020;368.
Torakosentesis, insersi chest tube, Percutaneus 12. Chu H, Chan JF-W, Yuen TT-T, Shuai H, Yuan
transthoracal needle biopsy (PTNAB) dll tidak S, Wang Y, dkk. Comparative tropism,
ada kontra indikasi absolut. Operator replication kinetics, and cell damage profiling of
menggunakan APD sesuai dengan kebutuhan.2 SARS-CoV-2 and SARS-CoV with implications
for clinical manifestations, transmissibility, and
DAFTAR PUSTAKA laboratory studies of COVID-19: an
observational study. The Lancet Microbe. 2020.
1. Ye Z-W, Yuan S, Yuen K-S, Fung S-Y, Chan C- 13. Shi Y, Wang Y, Shao C, Huang J, Gan J, Huang
P, Jin D-Y. Zoonotic origins of human X, dkk. COVID-19 infection: the perspectives on
coronaviruses. Int J Biol Sci. 2020;16(10):1686- immune responses. Cell Death Differ.
97. 2020;27(5):1451-4.
2. Joseph T. International Pulmonologist's 14. Chan J, Yuan S, Kok K-H, To K, Chu H, Yang
Consensus COVID-19 2nd Edition. 2020. J, dkk. A familial cluster of pneumonia
3. Guan W-j, Ni Z-y, Hu Y, Liang W-h, Ou C-q, He associated with the 2019 novel coronavirus
J-x, dkk. Clinical Characteristics of Coronavirus indicating person-to-person transmission: a
Disease 2019 in China. N Engl J Med. 2020. study of a family cluster. The Lancet. 2020;395.
4. Chen N, Zhou M, Dong X, Qu J, Gong F, Han 15. Lauer SA, Grantz KH, Bi Q, Jones FK, Zheng Q,
Y, dkk. Epidemiological and clinical Meredith HR, dkk. The Incubation Period of
characteristics of 99 cases of 2019 novel Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) From
coronavirus pneumonia in Wuhan, China: a Publicly Reported Confirmed Cases: Estimation
descriptive study. The Lancet. and Application. Ann Intern Med. 2020:M20-
2020;395(10223):507-13. 0504.
5. Adhikari SP, Meng S, Wu Y-J, Mao Y-P, Ye R- 16. Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, Hu Y,
X, Wang Q-Z, dkk. Epidemiology, causes, dkk. Clinical features of patients infected with
clinical manifestation and diagnosis, prevention 2019 novel coronavirus in Wuhan, China. Lancet
and control of coronavirus disease (COVID-19) (London, England). 2020;395(10223):497-506.
during the early outbreak period: a scoping 17. Giacomelli A, Pezzati L, Conti F, Bernacchia D,
review. Infect Dis Poverty. 2020;9(1):29. Siano M, Oreni L, dkk. Self-reported olfactory
6. World Health Organization. Coronavirus disease and taste disorders in SARS-CoV-2 patients: a
2019 (COVID-19) Situation Report –126. 2020. cross-sectional study. Clinical infectious
7. Cao X. COVID-19: immunopathology and its diseases : an official publication of the Infectious
implications for therapy. Nat Rev Immunol. Diseases Society of America. 2020:ciaa330.
2020. 18. Lechien JR, Chiesa-Estomba CM, De Siati DR,
8. Park M CA, Lim JT, Sun Y, Dickens BL. A Horoi M, Le Bon SD, Rodriguez A, dkk.
Systematic Review of COVID-19 Epidemiology Olfactory and gustatory dysfunctions as a
Based on Current Evidence. J Clin Med. 2020; clinical presentation of mild-to-moderate forms
9(4):967. of the coronavirus disease (COVID-19): a
9. Cheng VC, Lau SK, Woo PC, Yuen KY. Severe multicenter European study. Eur Arch
acute respiratory syndrome coronavirus as an Otorhinolaryngol. 2020:1-11.
agent of emerging and reemerging infection. 19. Goyal P, Choi JJ, Pinheiro LC, Schenck EJ,
Clin Microbiol Rev. 2007;20(4):660-94. Chen R, Jabri A, dkk. Clinical Characteristics of
10. Wang D, Hu B, Hu C, Zhu F, Liu X, Zhang J, Covid-19 in New York City. N Engl J Med.
dkk. Clinical characteristics of 138 hospitalized 2020.
patients with 2019 novel coronavirus–infected 20. Jin X, Lian J-S, Hu J-H, Gao J, Zheng L, Zhang
pneumonia in Wuhan, China. Jama. Y-M, dkk. Epidemiological, clinical and
2020;323(11):1061-9. virological characteristics of 74 cases of
11. Xu X-W, Wu X-X, Jiang X-G, Xu K-J, Ying L- coronavirus-infected disease 2019 (COVID-19)
J, Ma C-L, dkk. Clinical findings in a group of with gastrointestinal symptoms. Gut.
patients infected with the 2019 novel 2020:gutjnl-2020-320926.

Suplemen Ina Chest and Critical Care 36


52 Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020
21. C GC, Català A, Carretero Hernández G, 31. Lagunas-Rangel FA. Neutrophil-to-lymphocyte
Rodríguez-Jiménez P, Fernández Nieto D, ratio and lymphocyte-to-C-reactive protein ratio
Rodríguez-Villa Lario A, dkk. Classification of in patients with severe coronavirus disease 2019
the cutaneous manifestations of COVID-19: a (COVID-19): A meta-analysis. J Med Virol.
rapid prospective nationwide consensus study in 2020.
Spain with 375 cases. Br J Dermatol. 2020. 32. Liu J, Liu Y, Xiang P, Pu L, Haofeng X, Li C,
22. Liu Y-C, Liao C-H, Chang C-F, Chou C-C, Lin dkk. Neutrophil-to-Lymphocyte Ratio Predicts
Y-R. A Locally Transmitted Case of SARS- Severe Illness Patients with 2019 Novel
CoV-2 Infection in Taiwan. N Engl J Med. Coronavirus in the Early Stage.2020.
2020;382(11):1070-2. 33. World Health Organization. Protocol: Real-time
23. Mizumoto K, Kagaya K, Zarebski A, Chowell G. RT-PCR assays for the detection of SARS-
Estimating the asymptomatic proportion of C0V2. 2020 [updated Mar 20; diunduh 16 Mei
coronavirus disease 2019 (COVID-19) cases on 2020]. Tersedia dari:
board the Diamond Princess cruise ship, https://www.who.int/docs/default-
Yokohama, Japan, 2020. Euro Surveill. source/coronaviruse/real-time-rt-pcr-assays-for-
2020;25(10):2000180. the-detection-of-sars-cov-2-institut-pasteur-
24. Arons MM, Hatfield KM, Reddy SC, Kimball A, paris.pdf?sfvrsn=3662fcb6_2.
James A, Jacobs JR, dkk. Presymptomatic 34. Wang W, Xu Y, Gao R, Lu R, Han K, Wu G,
SARS-CoV-2 Infections and Transmission in a dkk. Detection of SARS-CoV-2 in Different
Skilled Nursing Facility. N Engl J Med. 2020. Types of Clinical Specimens. Jama.
25. Wang Y, Liu Y, Liu L, Wang X, Luo N, Ling L. 2020:e203786.
Clinical outcome of 55 asymptomatic cases at 35. Azzi L, Carcano G, Gianfagna F, Grossi P,
the time of hospital admission infected with Gasperina DD, Genoni A, dkk. Saliva is a
SARS-Coronavirus-2 in Shenzhen, China. The reliable tool to detect SARS-CoV-2. J Infect.
Journal of infectious diseases. 2020:jiaa119. 2020;S0163-4453(20)30213-9:1-6.
26. Sutton D, Fuchs K, D’Alton M, Goffman D. 36. Chen N, Zhou M, Dong X, Qu J, Gong F, Han
Universal Screening for SARS-CoV-2 in Y, dkk. Epidemiological and clinical
Women Admitted for Delivery. N Engl J Med. characteristics of 99 cases of 2019 novel
2020. coronavirus pneumonia in Wuhan, China: a
27. Qin C, Zhou L, Hu Z, Zhang S, Yang S, Tao Y, descriptive study. The Lancet.
dkk. Dysregulation of immune response in 2020;395(10223):507-13.
patients with COVID-19 in Wuhan, China. 37. Song F, Shi N, Shan F, Zhang Z, Shen J, Lu H,
Clinical infectious diseases : an official dkk. Emerging 2019 Novel Coronavirus (2019-
publication of the Infectious Diseases Society of nCoV) Pneumonia. Radiology.
America. 2020:ciaa248. 2020;295(1):210-7.
28. Lippi G, Plebani M, Henry BM. 38. Kim H, Hong H, Yoon SH. Diagnostic
Thrombocytopenia is associated with severe Performance of CT and Reverse Transcriptase-
coronavirus disease 2019 (COVID-19) Polymerase Chain Reaction for Coronavirus
infections: A meta-analysis. Clin Chim Acta. Disease 2019: A Meta-Analysis.
2020;506:145-8. Radiology.0(0):201343.
29. Tan L, Wang Q, Zhang D, Ding J, Huang Q, 39. Sun P, Qie S, Liu Z, Ren J, Li K, Xi J. Clinical
Tang Y-Q, dkk. Lymphopenia predicts disease characteristics of hospitalized patients with
severity of COVID-19: a descriptive and SARS-CoV-2 infection: A single arm meta-
predictive study. Signal Transduct Target Ther. analysis. J Med Virol. 2020;92(6):612-7.
2020;5:33-. 40. Hu Z, Song C, Xu C, Jin G, Chen Y, Xu X, dkk.
30. Liu Y, Du X, Chen J, Jin Y, Peng L, Wang HHX, Clinical characteristics of 24 asymptomatic
dkk. Neutrophil-to-lymphocyte ratio as an infections with COVID-19 screened among
independent risk factor for mortality in close contacts in Nanjing, China. Sci China Life
hospitalized patients with COVID-19. J Infect. Sci. 2020;63(5):706-11.
2020. 41. Shi H, Han X, Jiang N, Cao Y, Alwalid O, Gu J,
dkk. Radiological findings from 81 patients with

Suplemen Ina Chest and Critical Care 37


Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020 53
COVID-19 pneumonia in Wuhan, China: a 51. Tang N, Li D, Wang X, Sun Z. Abnormal
descriptive study. Lancet Infect Dis. coagulation parameters are associated with poor
2020;20(4):425-34. prognosis in patients with novel coronavirus
42. Ai T, Yang Z, Hou H, Zhan C, Chen C, Lv W, pneumonia. Journal of thrombosis and
dkk. Correlation of Chest CT and RT-PCR haemostasis : JTH. 2020;18(4):844-7.
Testing in Coronavirus Disease 2019 (COVID- 52. Zhao D, Yao F, Wang L, Zheng L, Gao Y, Ye J,
19) in China: A Report of 1014 Cases. dkk. A comparative study on the clinical features
Radiology.0(0):200642. of COVID-19 pneumonia to other pneumonias.
43. Pan F, Ye T, Sun P, Gui S, Liang B, Li L, dkk. Clin Infect Dis. 2020.
Time Course of Lung Changes On Chest CT 53. Bouadma L, Lescure F-X, Lucet J-C,
During Recovery From 2019 Novel Coronavirus Yazdanpanah Y, Timsit J-F. Severe SARS-CoV-
(COVID-19) Pneumonia. Radiology. 2 infections: practical considerations and
2020:200370. management strategy for intensivists. Intensive
44. Salehi S, Abedi A, Balakrishnan S, Care Med. 2020;46.
Gholamrezanezhad A. Coronavirus Disease 54. Tan C, Huang Y, Shi F, Tan K, Ma Q, Chen Y,
2019 (COVID-19): A Systematic Review of dkk. C-reactive protein correlates with computed
Imaging Findings in 919 Patients. American tomographic findings and predicts severe
Journal of Roentgenology. 2020:1-7. COVID-19 early. J Med Virol. 2020.
45. World Health Organization. Advice on the use of 55. Mehta P, McAuley D, Brown M, Sanchez E,
point-of-care immunodiagnostic tests for Tattersall R, Manson J. COVID-19: consider
COVID-19. 2020 [updated 8 April 2020; cytokine storm syndromes and
diunduh 16 Mei 2020]. Tersedia dari: immunosuppression. The Lancet. 2020;395.
https://www.who.int/news- 56. Soldati G, Smargiassi A, Inchingolo R,
room/commentaries/detail/advice-on-the-use- Buonsenso D, Perrone T, Briganti DF, dkk.
of-point-of-care-immunodiagnostic-tests-for- Proposal for International Standardization of the
covid-19. Use of Lung Ultrasound for Patients With
46. Guan W-j, Liang W-h, Zhao Y, Liang H-r, Chen COVID-19. J Ultrasound Med. 2020.
Z-s, Li Y-m, dkk. Comorbidity and its impact on 57. Soldati G, Smargiassi A, Inchingolo R,
1590 patients with Covid-19 in China: A Buonsenso D, Perrone T, Briganti DF, dkk. Is
Nationwide Analysis. Eur Respir J. There a Role for Lung Ultrasound During the
2020:2000547. COVID-19 Pandemic? J Ultrasound Med. 2020.
47. To KK-W, Tsang OT-Y, Leung W-S, Tam AR, 58. Moro F, Buonsenso D, Moruzzi MC, Inchingolo
Wu T-C, Lung DC, dkk. Temporal profiles of R, Smargiassi A, Demi L, dkk. How to perform
viral load in posterior oropharyngeal saliva lung ultrasound in pregnant women with
samples and serum antibody responses during suspected COVID-19. Ultrasound in Obstetrics
infection by SARS-CoV-2: an observational & Gynecology. 2020;55(5):593-8.
cohort study. Lancet Infect Dis. 2020;20(5):565- 59. Song C-Y, Xu J, He J-Q, Lu Y-Q. COVID-19
74. early warning score: a multi-parameter screening
48. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman tool to identify highly suspected patients.
Pencegahan Dan Pengendalian Coronavirus medRxiv. 2020;2020.03.05.20031906.
Disesase (COVID-19). In: (P2P) DJPdPP, editor. 60. Monardo D. pedoman penanganan cepat medis
Jakarta2020. p. 13-5,45,8. dan kesehatan masyarakat COVID-19 di
49. World Health Organization. Clinical Indonesia. Jakarta: Gugus Tugas Percepatan
management of severe acute respiratory Penanganan COVID-19; 2020. p. 27,32.
infection (SARI) when COVID-19 disease is 61. Young BE, Ong SWX, Kalimuddin S, Low JG,
suspected: interim guidance. 2020 13 Maret Tan SY, Loh J, dkk. Epidemiologic Features and
2020. Clinical Course of Patients Infected With SARS-
50. Xie J, Tong Z, Guan X, Du B, Qiu H, Slutsky CoV-2 in Singapore. Jama. 2020;323(15):1488-
AS. Critical care crisis and some 94.
recommendations during the COVID-19 62. Fan BE, Chong VCL, Chan SSW, Lim GH, Lim
epidemic in China. Intensive Care Med. 2020. KGE, Tan GB, dkk. Hematologic parameters in

Suplemen Ina Chest and Critical Care 38


54 Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020
patients with COVID-19 infection. Am J 74. Cvetkovic RS, Goa KL. Lopinavir/ritonavir: a
Hematol. 2020. review of its use in the management of HIV
63. World Health Organization-China Joint Mission. infection. Drugs. 2003;63(8):769-802.
Report of the WHO-China Joint Mission on 75. Uyeki TM. Oseltamivir Treatment of Influenza
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). 2020 in Children. Clinical infectious diseases : an
16-24 Februari 2020. official publication of the Infectious Diseases
64. Siddiqi HK, Mehra MR. COVID-19 Illness in Society of America. 2018;66(10):1501-3.
Native and Immunosuppressed States: A 76. Yousefifard M, Zali A, Mohamed Ali K, Madani
Clinical-Therapeutic Staging Proposal. J Heart Neishaboori A, Zarghi A, Hosseini M, dkk.
Lung Transplant. 2020. Antiviral therapy in management of COVID-19:
65. Susilo A, Rumende CM, Pitoyo CW, Santoso a systematic review on current evidence. Arch
WD, Yulianti M, Herikurniawan, dkk. Acad Emerg Med. 2020;8(1):e45-e.
Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur 77. Alhazzani W, Møller MH, Arabi YM, Loeb M,
Terkini. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. Gong MN, Fan E, dkk. Surviving Sepsis
Article review. 2020;7(1):11. Campaign: guidelines on the management of
66. Sanders JM, Monogue ML, Jodlowski TZ, critically ill adults with Coronavirus Disease
Cutrell JB. Pharmacologic Treatments for 2019 (COVID-19). Intensive Care Med. 2020.
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19): A 78. Yao X, Ye F, Zhang M, Cui C, Huang B, Niu P,
Review. Jama. 2020. dkk. In Vitro Antiviral Activity and Projection of
67. Sanville B, Corbett R, Pidcock W, Hardin K, Optimized Dosing Design of
Sebat C, Nguyen M-V, dkk. A Community Hydroxychloroquine for the Treatment of Severe
Transmitted Case of Severe Acute Respiratory Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2
Distress Syndrome due to SARS CoV2 in the (SARS-CoV-2). Clinical infectious diseases : an
United States. Clin Infect Dis. 2020. official publication of the Infectious Diseases
68. Wang Y, Zhang D, Du G, Du R, Zhao J, Jin Y, Society of America. 2020.
dkk. Remdesivir in adults with severe COVID- 79. Wang M, Cao R, Zhang L, Yang X, Liu J, Xu M,
19: a randomised, double-blind, placebo- dkk. Remdesivir and chloroquine effectively
controlled, multicentre trial. The Lancet. inhibit the recently emerged novel coronavirus
2020;395(10236):1569-78. (2019-nCoV) in vitro. Cell research.
69. Food and Drug Administration. Remdesivir 2020;30(3):269-71.
EUA Letter of Authorization. 2020 1 Mei 2020. 80. Vincent MJ, Bergeron E, Benjannet S, Erickson
70. Gordon C, Tchesnokov E, Woolner E, Perry J, BR, Rollin PE, Ksiazek TG, dkk. Chloroquine is
Feng J, Porter D, dkk. Remdesivir is a direct- a potent inhibitor of SARS coronavirus infection
acting antiviral that inhibits RNA-dependent and spread. Virol J. 2005;2:69.
RNA polymerase from severe acute respiratory 81. Simpson TF, Kovacs RJ, Stecker EC.
syndrome coronavirus 2 with high potency. J Ventricular arrhythmia risk due to
Biol Chem. 2020:jbc.RA120.013679. hydroxychloroquine-azithromycin treatment for
71. Huang X, Xu Y, Yang Q, Chen J, Zhang T, Li Z, COVID-19. American College of Cardiology;
dkk. Efficacy and biological safety of 2020 [diunduh 26 April 2020]. Tersedia dari:
lopinavir/ritonavir based anti-retroviral therapy https://www.acc.org/latest-in-
in HIV-1-infected patients: a meta-analysis of cardiology/articles/2020/03/27/14/00/ventricula
randomized controlled trials. Scientific reports. r-arrhythmia-risk-due-to-hydroxychloroquine-
2015;5:8528. azithromycin-treatment-for-covid-19.
72. Chu CM, Cheng VC, Hung IF, Wong MM, Chan 82. Blaising J, Polyak SJ, Pécheur E-I. Arbidol as a
KH, Chan KS, dkk. Role of lopinavir/ritonavir in broad-spectrum antiviral: An update. Antiviral
the treatment of SARS: initial virological and Res. 2014;107:84-94.
clinical findings. Thorax. 2004;59(3):252-6. 83. Zhu Z, Lu Z, Xu T, Chen C, Yang G, Zha T, dkk.
73. Cao B, Wang Y, Wen D, Liu W, Wang J, Fan G, Arbidol monotherapy is superior to
dkk. A Trial of Lopinavir–Ritonavir in Adults lopinavir/ritonavir in treating COVID-19. J
Hospitalized with Severe Covid-19. N Engl J Infect. 2020.
Med. 2020.

Suplemen Ina Chest and Critical Care 39


Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020 55
84. Chen X, Zhao B, Qu Y, Chen Y, Xiong J, Feng 95. Lu R, Zhao X, Li J, Niu P, Yang B, Wu H, dkk.
Y, dkk. Detectable serum SARS-CoV-2 viral Genomic characterisation and epidemiology of
load (RNAaemia) is closely associated with 2019 novel coronavirus: implications for virus
drastically elevated interleukin 6 (IL-6) level in origins and receptor binding. Lancet (London,
critically ill COVID-19 patients. medRxiv. England). 2020;395(10224):565-74.
2020:2020.02.29.20029520. 96. Gattinoni L, Coppola S, Cressoni M, Busana M,
85. Xu X, Han M, Li T, Sun W, Wang D, Fu B, dkk. Rossi S, Chiumello D. Covid-19 Does Not Lead
Effective treatment of severe COVID-19 to a "Typical" Acute Respiratory Distress
patients with tocilizumab. ChinaXiv. Syndrome. Am J Respir Crit Care Med. 2020.
2020;202003(00026):v1. 97. Gattinoni L, Chiumello D, Caironi P, Busana M,
86. Bai Y, Yao L, Wei T, Tian F, Jin DY, Chen L, Romitti F, Brazzi L, dkk. COVID-19
dkk. Presumed Asymptomatic Carrier pneumonia: different respiratory treatments for
Transmission of COVID-19. Jama. 2020. different phenotypes? Intensive Care Med. 2020.
87. Chen L, Xiong J, Bao L, Shi Y. Convalescent 98. Sun Q, Qiu H, Huang M, Yang Y. Lower
plasma as a potential therapy for COVID-19. mortality of COVID-19 by early recognition and
The Lancet Infectious diseases. 2020;20(4):398- intervention: experience from Jiangsu Province.
400. Ann Intensive Care. 2020;10(1):33.
88. Shen C, Wang Z, Zhao F, Yang Y, Li J, Yuan J, 99. Sardu C, Gambardella J, Morelli MB, Wang X,
dkk. Treatment of 5 Critically Ill Patients With Marfella R, Santulli G. Is COVID-19 an
COVID-19 With Convalescent Plasma. Jama. Endothelial Disease? Clinical and Basic
2020. Evidence Clinical and Basic Evidence. Preprints.
89. Caly L, Druce JD, Catton MG, Jans DA, 2020.
Wagstaff KM. The FDA-approved drug 100. Liang T. Handbook of COVID-19 Prevention
ivermectin inhibits the replication of SARS- and Treatment. Zhejiang: Zhejiang University
CoV-2 in vitro. Antiviral Res. 2020;178:104787. School of Medicine;2020.
90. Chan JF, Yao Y, Yeung ML, Deng W, Bao L, Jia 101. Ruan Q, Yang K, Wang W, Jiang L, Song J.
L, dkk. Treatment With Lopinavir/Ritonavir or Clinical predictors of mortality due to COVID-
Interferon-beta1b Improves Outcome of MERS- 19 based on an analysis of data of 150 patients
CoV Infection in a Nonhuman Primate Model of from Wuhan, China. Intensive Care Med.
Common Marmoset. The Journal of infectious 2020:1-3.
diseases. 2015;212(12):1904-13. 102. Roden DM, Harrington RA, Poppas A, Russo
91. Stockman LJ, Bellamy R, Garner P. SARS: AM. Considerations for Drug Interactions on
systematic review of treatment effects. PLoS QTc in Exploratory COVID-19 (Coronavirus
medicine. 2006;3(9):e343. Disease 2019) Treatment. CirculationAHA.
92. Tang N, Bai H, Chen X, Gong J, Li D, Sun Z. 2020.
Anticoagulant treatment is associated with 103. Payne M. Global Covid-19 Case Fatality Rates.
decreased mortality in severe coronavirus 2020 [updated 17 Maret 2020; diunduh 25 April
disease 2019 patients with coagulopathy. J 2020]. Tersedia dari:
Thromb Haemost. 2020;18(5):1094-9. https://www.cebm.net/covid-19/global-covid-
93. England N. Clinical guide for the optimal use of 19-case-fatality-rates/.
oxygen therapy during the coronavirus 104. Verity R, Okell LC, Dorigatti I, Winskill P,
pandemic. 2020 [diunduh 26 April 2020]. Whittaker C, Imai N, dkk. Estimates of the
Tersedia dari: severity of coronavirus disease 2019: a model-
https://www.england.nhs.uk/coronavirus/wp- based analysis. Lancet Infect Dis. 2020.
content/uploads/sites/52/2020/04/C0256- 105. Yang F, Shi S, Zhu J, Shi J, Dai K, Chen X.
specialty-guide-oxygen-therapy-and- Analysis of 92 deceased patients with COVID-
coronavirus-9-april-2020.pdf. 19. J Med Virol. 2020.
94. World Health Organization. Clinical 106. Yang X, Yu Y, Xu J, Shu H, Xia Ja, Liu H, dkk.
management of severe acute respiratory Clinical course and outcomes of critically ill
infection (SARI) when COVID-19 disease is patients with SARS-CoV-2 pneumonia in
suspected. 2020:4. Wuhan, China: a single-centered, retrospective,

Suplemen Ina Chest and Critical Care 40


56 Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020
observational study. Lancet Respir Med. 118. Bhutani M, Hernandez P, Bourbeau J, Dechman
2020;8(5):475-81. G, Penz E, Aceron R, dkk. Adressing
107. Chen T, Wu D, Chen H, Yan W, Yang D, Chen Therapeutic Questions To Help Canadian Health
G, dkk. Clinical characteristics of 113 deceased Care Professionals Optimize COPD
patients with coronavirus disease 2019: Management For Their Patients During The
retrospective study. BMJ. 2020;368:m1091. COVID-19 Pandemic. Canadian Journal of
108. Deng Y, Liu W, Liu K, Fang Y-Y, Shang J, zhou Respiratory, Critical Care, and Sleep Medicine.
L, dkk. Clinical characteristics of fatal and 2020.
recovered cases of coronavirus disease 2019 119. Lippi G, Henry BM. Chronic obstructive
(COVID-19) in Wuhan, China: a retrospective pulmonary disease is associated with severe
study. Chin Med J (Engl). 2020. coronavirus disease 2019 (COVID-19). Respir
109. Du R-H, Liang L-R, Yang C-Q, Wang W, Cao Med. 2020.
T-Z, Li M, dkk. Predictors of Mortality for 120. Pranata R, Lim MA, Huang I, Santoso P, Soeroto
Patients with COVID-19 Pneumonia Caused by AY. Effect of Chronic Obstructive Pulmonary
SARS-CoV-2: A Prospective Cohort Study. Eur Disease and Smoking on the Outcome of
Respir J. 2020:2000524. COVID-19. 2020.
110. Li X, Xu S, Yu M, Wang K, Tao Y, Zhou Y, dkk. 121. Burhan E, Susanto AD, Nasution SA, Ginanjar
Risk factors for severity and mortality in adult E, Pitoyo CW, Susilo A, dkk. Protokol
COVID-19 inpatients in Wuhan. The Journal of Tatalaksana COVID-19. Jakarta: Perhimpunan
allergy and clinical immunology. 2020. Dokter Paru Indonesia (PDPI) Perhimpunan
111. Liu Y, Sun W, Guo Y, Chen L, Zhang L, Zhao Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia
S, dkk. Association between platelet parameters (PERKI) Perhimpunan Dokter Spesialis
and mortality in coronavirus disease 2019: Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI)
Retrospective cohort study. Platelets. 2020:1-7. Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi
112. Yang X, Yang Q, Wang Y, Wu Y, Xu J, Yu Y, Intensif Indonesia (PERDATIN) Ikatan Dokter
dkk. Thrombocytopenia and Its Association with Anak Indonesia (IDAI);2020. hlm. 26-27.
Mortality in Patients with COVID-19. J Thromb 122. Canadian Thoracic Society. Inhaled Salbutamol
Haemost. 2020:1-4. SHortage - Mitigation STrategy for COPD.
113. Chen R, Liang W, Jiang M, Guan W, Zhan C, Canada2020.
Wang T, dkk. Risk factors of fatal outcome in 123. World Health Organization. COVID-19:
hospitalized subjects with coronavirus disease Considerations for tuberculosis (TB) care. 2020.
2019 from a nationwide analysis in China. 124. Liu Y, Bi L, Chen Y, Wang Y, Fleming J, Yu Y,
CHEST. 2020. dkk. Active or latent tuberculosis increases
114. Zhang L, Yan X, Fan Q, Liu H, Liu X, Liu Z, susceptibility to COVID-19 and disease severity.
dkk. D-dimer levels on admission to predict in- medRxiv. 2020:2020.03.10.20033795.
hospital mortality in patients with Covid-19. 125. Protokol Tata Laksana Pasien TB Dalam Masa
Journal of thrombosis and haemostasis : JTH. Pandemi Covid-19, PM.01.02/1/840/2020
2020 Apr 19. (2020).
115. Roncon L, Zuin M, Rigatelli G, Zuliani G. 126. Halpin DMG, Singh D, Hadfield RM. Inhaled
Diabetic patients with COVID-19 infection are corticosteroids and COVID-19: a systematic
at higher risk of ICU admission and poor short- review and clinical perspective. European
term outcome. J Clin Virol. 2020;127:104354. Respiratory Journal. 2020:2001009.
116. van Doremalen N, Bushmaker T, Morris DH, 127. McKeever T, Harrison TW, Hubbard R, Shaw D.
Holbrook MG, Gamble A, Williamson BN, dkk. Inhaled Corticosteroids and the Risk of
Aerosol and Surface Stability of SARS-CoV-2 Pneumonia in People With Asthma: A Case-
as Compared with SARS-CoV-1. N Engl J Med. Control Study. CHEST. 2013;144(6):1788-94.
2020;382(16):1564-7. 128. Yang M, Zhang Y, Chen H, Lin J, Zeng J, Xu Z.
117. World Health Organization. Advice on the use of Inhaled corticosteroids and risk of upper
masks in the community, during home care and respiratory tract infection in patients with
in healthcare settings in the context of the novel asthma: a meta-analysis. Infection.
coronavirus (2019-nCoV) outbreak. 2020. 2019;47(3):377-85.

Suplemen Ina Chest and Critical Care 41


Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020 57
129. Licskai C, Yang CL, Ducharme FM, treatment for 2019-nCoV lung injury. Lancet
Radhakrishnan D, Pdogers D, Ramsey C, dkk. (London, England). 2020;395(10223):473-5.
Position Statement from the Canadian Thoracic 132. Esquivel A, Busse WW, Calatroni A, Togias
Society Asthma Assembly Steering Commitee. AG, Grindle KG, Bochkov YA, dkk. Effects of
2020. Omalizumab on Rhinovirus Infections, Illnesses,
130. Shang L, Zhao J, Hu Y, Du R, Cao B. On the use and Exacerbations of Asthma. Am J Respir Crit
of corticosteroids for 2019-nCoV pneumonia. Care Med. 2017;196(8):985-92.
Lancet (London, England).
2020;395(10225):683-4.
131. Russell CD, Millar JE, Baillie JK. Clinical
evidence does not support corticosteroid

Suplemen Ina Chest and Critical Care 42


58 Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020
Lampiran 1.
Algoritma Alur Penanganan Pasien COVID-19 di RS Dr. Hasan Sadikin
IRJ UGD SISRUTE

PDP dengan Klinis


Pneumonia

Kirim ke ruang rawat


Triase Isolasi
isolasi / isolasi UGD

 Hematologi rutin
 Hitung jenis leukosit
 Foto thorax

ODP PDP

Pulang / RS
Perujuk Sisrute
Jika memungkinkan
 CT Scan Thorax atau USG
Thorax
 CRP kuantitatif
 Edukasi kewaspadaan saat  Prokalsitonin (hari-1 dan
isolasi di rumah hari-7)
 Koordinasi dengan Dinkes
Provinsi untuk PE

 Rontgen Thorax ulang


 PDP berat: setiap hari
 PDP sedang: tiap 2-3 hari/sesuai penilaian klinisi
 Swab 1
 EKG
 Sputum (gram, kultur, resistensi)
 Rapid test SARS-CoV-2 (jika tersedia)
 Rapid test Influenza (jika tersedia)

Pasien asimptomatik (OTG) Tanpa Respiratory Distress/Failure (SaO2 > 95% dengan nasal kanul) Dengan Respiratory Distress/Failure (SaO2 < 95% dengan nasal kanul)
ATAU ATAU ATAU
COVID Hijau COVID Kuning COVID Merah
PDP Ringan atau Kasus Konfirmasi COVID-19 Gejala Ringan PDP Sedang (Dewasa & Anak) atau Kasus Konfirmasi COVID-19 Klinis Sedang 1. PDP Berat / Kasus Konfirmasi COFID-19 Klinis Berat
 PNEUMONIA RINGAN (RR < 24 X /menit) dengan rontgen thorax pneumonia  DENGAN PNEUMONIA TANPA ANCAMAN GAGAL NAPAS 2. PNEUMONIA Berat dengan Ancaman Gagal Nafas dan Membutuhkan
 SATURASI > 95% tanpa bantuan oksigen  SATURASI > 90% dengan bantuan O2 Nasal 5 liter/menit Ventilasi Mekanik atau Saturasi < 90% dengan NRM atau High Flow Nasal
 KESADARAN CM  KESADARAN CM Canule
 TENSI > SYSTOLE > 100 mmHg TANPA SUPPORT  TENS, MAP > 65 mmHg TANPA SUPPORT 3. ARDS atau
4. Gangguan Hemodinamik disertai Kegagalan Sirkulasi, MAP < 65 mmHg
Atau
5. Penurunan Kesadaran
Atau
6. Ada Tanda Sepsis, Syok Sepsis
Pulang

Pasien asimptomatik
COVID hijau  Aluvia 2x2 tab PO (7 hari) ATAU Umifenovir 3x200 mg PO (10 hari)  AGD
atau OTG
 Oseltamivir 2x150 mg PO (10 hari), tidak diberikan jika rapid test SARS-COV-  Aluvia 2x2 tab PO (7 hari) ATAU Umifenovir 3x200 mg PO (10 hari)
2 reaktif atau rapid test influenza non reaktif  Oseltamivir 2x150 mg PO (10 hari), dihentikan jika rapid test SARS-COV-2
 Hydroxychloroquine (hati-hati pada pasien dengan kelainan jantung) 2x400 reaktif atau rapid test influenza non reaktif
mg PO (hari pertama), selanjutnya 2x200 mg PO (4 hari) ATAU Chloroquin  Hydroxychloroquine (hati-hati pada pasien dengan kelainan jantung) 2x400
Sulphate 2x500 mg PO (7 hari); EKG setiap hari (jika diperlukan) mg PO (hari pertama), selanjutnya 2x200 mg PO (4 hari) ATAU Chloroquin
Pasien asimptomatik
 Antibiotik*: Levofloxacin 1x750 mg IV (72 jam) Sulphate 2x500 mg PO (7 hari); EKG setiap hari
atau OTG
 Antibiotik*: Levofloxacin 1x750 mg IV dan Ceftriaxone 2x1 gr (72 jam)

 Edukasi kewaspadaan saat isolasi di rumah


 Koordinasi dengan Dinkes Provinsi untuk PE
Hasil Swab I Tanda Klinis
 RR > 30 kali /menit
 Saturasi < 93%
 HR > 120 kali /menit
DAN
Telah dibantu mask/ HFNC selama 30 menit
Negatif Positif

 Intubasi
 Pasang CVC triple lumen
Confirmed  Metilprednisolon 1-2 mg/
kgBB, maksimal 1 gr
Secara klinis Secara klinis masih COVID-19
tidak mendukung mungkin COVID-19
COVID-19 (diputuskan oleh tim)
ICU Infeksi
 Aluvia atau Umifenovir
dilanjutkan
Bukan Swab II  Oseltamivir stop
COVID-19  Hydroxychloroquine
ATAU Chloroquin
Sulphate dilanjutkan; EKG
setiap hari
 Antibiotik dilanjutkan/
Negatif Positif eskalasi
 Tocilizumab 400 mg IV
(dosis tunggal)
 Plasma konvalesen

Hasil Swab I Hasil Swab I


negatif Positif
Keterangan: (*)
 IRJ: Intalasi Rawat Jalan
Swab III  UGD: Unit Gawat Darurat
Bukan dst  SISRUTE: Sistem Informasi Rujukan Terintegrasi
COVID-19  Antibiotik diberikan hanya jika foto thorax menunjukkan pneumonia
 Evaluasi pasien stabil: hematologi rutin dan hitung jenis leukosit tiap 3 hari
 Evaluasi pasien mengalami perburukan:
 Hematologi rutin dan hitung jenis leukosit tiap hari
Keluar dari  AGD
Negatif Positif
ruang isolasi  Eskalasi antibiotik
 Tanpa respiratory failure: Meropenem 3x1 gr IV (dosis pertama diberikan
dengan bolus IV selanjutnya drip 3 jam) dan Ciprofloxacin 2x400 mg IV;
Keluar dari ruang isolasi 72 jam
setelah hasil swab negatif 2x  Dengan respiratory failure: Meropenem 3x1 gr IV (dosis pertama diberikan
berturut-turut dengan bolus IV selanjutnya drip 3 jam), Ciprofloxacin 2x400 mg IV, dan
Vancomycin 2x1 gr IV (drip 3 jam); 72 jam

Sumber: Tim PINERE (Penyakit Infeksi Emerging dan Reemerging) RS. Dr. Hasan Sadikin, Bandung

Suplemen Ina Chest and Critical Care 43


Suplemen Indonesia Journal Chest | Vol.7 No.1 Jan-Juni. 2020 59

Anda mungkin juga menyukai