OLEH
KAREL BILI
FAKULTAS FILSAFAT
KUPANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Ada beberapa hipotesis yang beralasan mengenai pergerakan dan pembentukan Pulau
Sumba. Pulau Sumba yang berada di Kepulauan Nusa Tenggara bagian timur merupakan
bagian dari busur depan (fore arc) atau busur luar ( outer arc) dari kesatuan Busur Banda
bagian barat, dimana selain pulau Sumba terdapat Pulau Timor (NTT), kepulauan Leti,
kepulauan Basar, kepulauan Tanimbar dan kepulauan Kei ( Maluku) yang merupakan satu
deret auter arclfore arc. Untuk inner arc dari Busur Banda sendiri terdiri atas Pulau Flores,
kepulauan Damar dan kepulauan Badan (Maluku) yang memanjang dengan orintas barat ke
timur lalu beruba arah (membusur) ke arah utara ( Minarwan,) Busur luar merupakan
Pulau Sumba merupakan salah satu pulau besar yang berada dalam kawasan Provinsi
Nusa Tenggara Timur, yang terletak pada posisi 9*22*-10*20 LS, 118*50*-120*23*BT.
Posisi ini menjadi sangat strategis dalam kaitan dengan usaha menarik garis relasi antara
Negara Kesatuan Republik Indonesia (Indonesia) dan Australia. Juga dipandang dari
sudut peristiwisata, Pulau Sumba merupakan Tambang emas yang dapat menarik
perhatian kawasan selatan ke kawasan utara NKRI dan bahkan tembus ke doimain dan
Apa arti Sumba. Banyak pakar telah berupaya menelusuri usul-asal pemberian nama
pulau tersebut, dan pendapat umum penyebutkan bahwa nama Sumba diasalkan dari kata
Humba atau Hubba yang berartin asli, tidak diturunkan, atau kawasan yang tak pernah
pemikiran inilah Orang Sumba acapkali menyebut wilayah yang dihuninya sebagai Tana
Humba atau Tanah Asli. Oleh karena tempat itu disebut Tanan Asli, maka semua
penduduk di wilayah itu dijuluki dengan sebutan Tau Humba atau Orang Asli.
Pulau Sumba kini terbagi menjadi 4 bah kabupaten : Sumba Timur,Sumba Tengah,
Sumba Barat, dan Sumba Barat Daya, kualifikasi penduduknya cukup homogen, terlebih
di wilayah perkotaan, dimana penduduk terdiri dari orang asli Sumba, Rote, Sabu, Flores,
Timor, Bima, Jawa, dan bahkan Arab dan Cina. Dalam tata kelola pemerintahan asli,
nampaknya perlu studi cermat untuk dapat menempatkan kerajaan-kerajaan awal pra
masuknya Penjajahan Belanda. Dari catatan sejarah ketika Belanda menetap dan
kemudian diangkat sebagai asisten Residen Sumba. Pada jaman pemerintahannya, Pulau
Sumba ditetapkan sebagai satu afdeeling dalam kerisidenan Timor dan daerah takluknya
dibagi menjadi (1) Onder Afdeeling Sumba Timur dengan ibu kota Melolo, (2) Onder
Afdeeling Sumba Tengah dengan pusat Waingapu, (3) Onder Afdeeling Sumba Barat
Utara dengan pusat Karuni, (4) Onder Afdeeling Sumba Barat Selatan dengan pusat
Waikabubak.
Tahun 1922, Onder Afdeeling Sumba Timur dan Onder Afdeeling Sumba Tengah
digabungkan dalam Onder Afdeeling Sumba Timur dengan ibu kota Waingapu.
Sedangkan Onder Afdeeling Sumba Barat Utara dan Onder Afdeeling Sumba Barat
Selatan digabungkan menjadi Onder Afdeeling Sumba Barat dengan ibu kota
Pulau Sumba merupakan bagian dari Sundalan dan awalnya terletak di sekitar Teluk
Bone di selatan Pulau Sulawesi. Pulau Sumba bergerak menuju selatan akibat adanya escape
tectonics .Escape tectonics merupakan reaksi berupa pergerakan blik lempeng ke arah luar
Penduduk orang Sumba berasal dari Malaka, Tanabar (singapura), Riau,Jawa, Bali, Bima,
Makasar, Ende, Ambarai (Manggarai), Endan (Rote), Ndau, Haban (ini pulau Seba atau
Sabu) dan Rae Jua. Jadi dari hampir semua pulau yang terletak di sebelah barat dan sebelah
timur pulau Sumba, ada sejumlah orang dahulu kala pernah mengadahkan transmigrasi
masuk pulau Sumba. Juga ada sebuah tradisi yang menyebut tempat di mana nenek-moyang
orang Sumba mendarat. Tradisi ini diketahui oleh hampir semua orang Sumba. Pada bulah-
bulan tertentu, apa bila padi sudah menguning di ladangm ‘’li’i Marapu’’ ialah hikayat suci
tentang asal-usul nenek moyang, dalam upacara khusus di waktu malam dikisahkan oleh
selingi bunyi gong dan genderang. Dalam suasana khidmat dan dengan hati terharu penduduk
kampung mendengarkan sejarah kuno yang diceritakan dengan meriah. Di pantai utara, di
mana daratan pulau sumba masuk jauh ke laut, di sanalah nenek-moyang menjejakan
kakinya.Pantai itu adalah Pantai Tanjung Sasar namanya. Genderang di bunyikan dengan
irama yang sesuai. Lalu ceritra di lanjutkan sampai tamat pada waktu pagi-pagi benar bilah
bintang kejora terbit di ufuk timur. Ceritra kudus itu diwariskan oleh ayah ke anak, dari
anak ke cucu, demikian turun-temurun. Juga dikatakan, bahwa dekat Tanjung Sasar itu
dahulu ada “Lende Watu” ‘jembatan batu’, yang menyambung pulau sumba dengan Bima di
pulau Sumbawa, bahkan ada yang yang menceritakan, bahwa jembatan batu tersebut
Lewat jembatan itulah nenek-moyang orang Sumba mendarat di Tanjung Sasar. Di daerah
Waijewa, Lauli, Lamboya, Kodi ada tradisi yang agak berlain. “Ama Kalada Iana Kalada”, “
Ayah Besar Bunda Agungr”, Suatu pasanga kata untuk menyebut Tuhan Pencipta, dahulu
kala meneptkan di puncak gunung Yawila nenek-moyang mereka.Lima abad lamanya Sumba
kelompok para leluhur yang mendarat di Tanjung Sasar maupun di tempat lain, setelah
mengadakan musyawarah dan berjanji sumpah untuk tetep bersatu, menyebar sebagian ke
Timur, sebagian ke Selatan, menyusup alang-alang, masuk semak belukar, naik gunung atau
setelah mendapat tempat yang cocok, menetap di situ, membangunkan apa yang dinamakan
dalam bahasa daera Waijewa “ Wano Kalada” dalam bahasa Kamberan “ Paraigu”, yang
artinya Kampung besar. Kampong itu biasanya ditempatkan di atas bukit, dikeliling pagar
Sementara itu pria dan wanita Sumba pertama, Umbu Pati Mangsar bersama istrinya
Pulau Sumba sangat berkembangan, dan pulau sumba adalah salah satu pulau di
yang memiliki kemajemukan kebudayaan. Ada begitu banyak praktek-praktek budaya yang
dihasilkan oleh oleh pulah ini, baik budaya yang bersifat praktis yang menjadi rutinitas setiap
hari maupun budaya yang memiliki nilai formal yang hanya bisa ditampilkan pada saat
upacara adat orang Marapu. Semua praktek budaya ini merupakan produk asli dipulau sumba
yang secara turun-temurun diwariskan oleh para leluhur dan nenek moyang mereka. Karena
itu diyakini bahwa setiap budaya yang dihasilkan merupakan sesuatu yang sakral dan berjalan
sumba semakin di kenal di mata dunia, karena alam dan kebudayaan yang begitu menari bagi
para pengunjung dari luar pulau sumba. Ada beberapa hal yang melatar belakangi
kebudayaan lain yang datang dari luar yaitu masuknya Agama Kristen Katolik dan Protestan
yang mempengaruhi dan merubah seluruh aspek kehidupan mereka, kedua, banyaknya orang
disitu yang sudah berpendidikan tinggi sehingga tidak menghiraukan lagi kebudayaan yang
asli karena dianggap kuno, ketiga, banyaknya orang yang pergi merantau ke luar daerah dan
ketika pulang kampung mereka lebih senang mempraktekkan kebudayaan baru yang mereka
peroleh dari tempat mana mereka merantau dari pada mempraktekan kebudayaan asli mereka.
Keempat, adanya kawin masuk untuk laki-laki dan adanya kawin keluar untuk perempuan,
sehingga dalam perkembangannya dibutuhkan waktu yang cukup panjang untuk penyesuaian
terhadap kebudayaan mereka, dan juga terdapat kemungkinan seorang perempuan yang
dibawah masuk akan mempraktekan kebudayaan yang dimilikinya lalu ditiru oleh orang-
orang sumba asli. Ini merupakan alasan mendasar yang mempengaruhi kemerosotan
kebudayaan mereka.
Selain memiliki kemerosotan, dipihak lain juga dengan masuknya kebudayaan yang
baru dapat membawah dampak positif bagi perkembangan penduduk di pulau sumba.
Misalnya dengan masuknya agama baru seperti agama Kristen Katolik dan Protestan dapat
membuat perkembangan spiritualitas iman mereka di kampung itu semakin baik dan
pandangan hidup mereka tidak hanya terarah pada hal-hal yang bernuansa gaib. Dengan
kenyataan bahwa sudah hampir setengah bagian dari penduduk disitu sudah menganut agama
baru tersebut kecuali orang tua yang lanjut usia yang masih belum. Dengan masuknya
kebudayaan baru juga dapat merubah pola pikir seseorang betapa pentingnya hidup
dan dari pengetahuan itu mereka dapat memecahkan beberapa persoalan hidup secara ilmiah
sesuai dengan pengetahuan yang mereka peroleh di bangku pendidikan. Dengan pendidikan
itu juga mereka dapat memperoleh pekerjaan yang lebih baik dan mulia selain menjadi petani
tradisional. Orang yang pergi merantau juga dapat membawah dampak yang positif misalnya
dengan merantau mereka dapat memperbaiki ekonomi keluarga mereka, mereka dapat
membangun rumah yang layak huni, juga mereka dapat membiayai sekolah anak mereka.
PENUTUP
1.3.4 kesimpulan
Salah satu akar kehidupan Masyarakat Sumba adalah kepercayaan Marapu, yang
sudah mengakar dalam mindset masyarakat setempat. Berbagai matra kehidupan masyarakat
hendaknya setempat tidak boleh menganggap sepele akar kehidupan yang sama. Termasuk di
dalamnya matra terpenting dalam kehidupan bermasyarakat yakni pola ekonomi yang
Untuk itu strategi dan system ekonomi yang telah dikembangkan selama ini pada
pelana dan konteks Sumba, yang meliputi bidang pertanian, perternakan, dan perikanan harus
terus dikembangkan dengan terus mencari bisanya pada citra dan nilai-nilai Marapu. Selain
itu masyarakat sangat membutuhkan perhatian serius untuk beberapa bidan seperti berikut ini.
DAFTAR PUSTAKA
Haripranata H. S.J. Cerita Sejarah Gereja Katolik Sumba Dan Sumbawa,( Arnoldus Ende-
Flores, 1984.)
Woha, Umbu Pura, Sejarah, Musyawarah dan Adat Istiadat Sumba Timur,( Cipta Sarana
Jaya,2008)