1.1 Pengantar
Kebudayaan adalah manifestasi diri manusia. Diri manusia satu dapat dibedakan dari
manusia lain lewat budayanya sendiri. Kebudayaan merupakan hasil cipta manusia yang di
dalamnya manusia mengungkapkan rasa keindahan, kreatifitasnya dan nilai-nilai moral dalam
masyarakat. Kebudayaan merupakan pencerminan perkembangan hasil realisasi daya-daya
manusia. Dalam kebudayaan, manusia bertemu dengan berbagai fenomena kehidupan yang telah
diolah serta diatur menurut tata cara tertentu. Manusia bukanlah makhluk alam yang mengikuti
kecenderungan-kecenderungan alam begitu saja.Melainkan manusia berhadapan dengan alam
dengan membedakan dirinya dari alam. Manusia membedakan dirinya dengan benda-benda lain
karena manusia berakal budi dan berkehendak bebas.
Khasanah kebudayaan terselip dalam bentangan sejarah yang dibangun oleh manusia.
Kebudayaan hadir sebagai hasil ciptaan dari manusia. Di satu sisi, kebudayaan menjadi identitas
dari manusia. Karena kebudayaan sejalan dengan eksistensi manusia. Bagi manusia, berada
berarti mendunia dan mendunia berarti membudaya.1
Masyarakat Suku Dawan memiliki budayanya sebagai cara bereksistensi. Budaya yang
dihasilkan masyarakat Dawan dalam pergumulannya dengan dunia, terejawantah dalam pelbagai
bentuk. Salah satunya yang paling khas adalah tarian. Jenis tarian masyarakat Dawan sangat
beragam sesuai dengan suasana dan peristiwa yang dialami. Misalnya, ada tarian yang bersifat
heroik dan gembira sebagai ungkapan menang perang atau suasana pesta, ada pula tarian yang
bersuasana sedih. Masing-masing tarian, diiringi dengan alat musik tersendiri.2
Dengan demikian, dalam budaya orang Timor-Dawan terdapat salah satu tarian khas yaitu
tarian bonet. Pada tahun 1929 Pendeta Pieter Middelkoop dalam sebuah artikel berjudul “Bonet”
(MNZ XXIII; 47-59) mengatakan bahwa “in dit ‘bonet’ flitsen zijn van de Timoreeschen
geest,die uit het binneste der Atonis oplichten en daarombelangwekkend,” artinya “dalam
bonet terpercik kecemerlangan budi atau semangat orang Dawan yang paling
dalam,karenanya menarik perhatian”. Oleh karena itu menarik perhatian orang lain. Dalam
pantun-pantun bonet,kita menemukan getaran-getaran pikiran serta perasaan jiwa dan budi orang
Dawan umumnya. Tarian bonet biasanya dilakukan pada malam hari. Alunan suara pria
1
A. Sudiarja, dkk (Peny.), Karya Lengkap Driyarkara, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006), hlm.
720
2
Bdk. Alexander Un Usfinit, Maubes-Insana (Salah Satu Masyarakat Di Timor Dengan Struktur
Kebudayaan Yang Unik), (Yogyakarta: Kanisius, 2003), hlm. 13
dilatarbelakangi oleh suara halus para wanita, yang diapiti oleh lelaki dari keluarga atau
kenalannya, ditengah malam kelam menimbulkan suasana romantis,yang mengharukan hati setiap
orang dawan yang mendengarnya dari kejauhan. Suara-suara itu bagaikan deburan gelombang
laut yang menghempas ke pantai. Suara itu timbul tenggelam dalam kesenyapan dan lagi
gemuruh penuh riak ombak dan gelombang yang susul-menyusul memecah di pantai yang
berbatu,pun berpasir. Orang-orang Dawan akan menghabiskan waktu pada malam hari hingga
siang tanpa tidur tanpa sedikit pun.
Tarian kematian (boen nitu atau bonet) dilaksanakan pada waktu orang meninggal. Laki-
laki dan perempuan berdiri bergandengan tangan membentuk lingkaran dan berjalan kesamping
dengan sentakan kaki kanan maju dua kali – kaki kiri mundur satu kali. Lagu-lagu serta pantun-
pantun yang sedih dilantunkan oleh para ibu untuk mengenang jasa almarhum,kemudian para
kaum lelaki menyambutnya dengan teriakan-teriakan sedih yang khas. Cara berjalannya bonet
adalah beberapa orang membentuk lingkaran bulat yang sederhana sambil menyanyikan lagu
bonet dengan syair yang menarik,sebagai salah satu cara untuk menarik perhatian dan
keikutsertaan aktif orang atau laki-laki lain. Dalam keadaan seperti itu orang mengharapkan
bahwa lingkaran akan segera ditutup, walaupun masih berukuran kecil. Peserta yang ingin
menggabungkan diri meminta tempat kepada mereka yang dikehendakinya.Mulanya hanya
terdapat satu kelompok. Tetapi lingkaran semakin besar,kelompok secara automatis dibagi
dua,yang terdiri dari kelompok penyanyi syair atau pantun dan kelompok penyanyi bait ulangan
atau refren.
Tarian bonet mengandung nilai yang sangat tinggi, nilai kebersamaan. Lewat tarian bonet
masyarakat dapat mengekspresikan kesenian dalam bentuk pantun yang kemudian dilagukan.
Karena itu, saya ingin mengkaji dan menelaah lebih jauh tentang tarian Bonet di bawah judul:
“TARIAN BONET SEBAGAI EKPRESI ESTETIS MASYARAKAT DAWAN NOETOKO”.
BAB II
TARIAN BONET SEBAGAI EKPRESI ESTETIS
2.2.2 Gerak-gerik
2.2.2.1 Bonet Mnutu - Baok Kolo-Hae Mese
Penari mengangkat kaki kiri ke kanan sekali. Sesudah itu kaki kanan ke kiri sekali dan
kaki kiri lagi ke kiri. Jadi tiga kali satu.
2.2.2.2 Bonet Naek: Baok Salan-Baok Hae Mnanu atau Bonet Hae Nua
Kaki kiri ke kanan dua kali dan kaki kanan ke kiri sekali. Cara ini sekarang kurang
dikenal dan kurang dipakai. Di daerah Amanatun masih terdapat beberapa cara Bonet lain dengan
variasi cukup kaya.
Bonet merupakan tarian bagi pria. Dulu wanita muda dan tua juga turut serta tetapi selalu
berdekatan dengan pria yang berkeluarga. Untuk urutannya, selang-seling antara pria dan wanita.
Namun sekarang wanita bisa masuk sesuka hati sesuai dengan kehendaknya. Boen niut adalah
bonet yang khusus untuk wanita saja.
3
P. V. Lechovic, SVD, P. S. Mite ,SVD, Bonet Dawan, (Soe, 1978), hlm. 2-6
Contohnya:
* kolo nema kolo tebes kolo koa
(Burung datang burung yang sesungguhnya burung koak)
* matani non on laote non
(Daun kayu merah seperti daun “laot”)
* Pilu besa nok-nok et neon ma-mabe
(Destar turun serta pada sore hari)
* Baf keun kase koa kase maut he nem
(Kayu asing burung asing biarlah datang)
* Umbe nkae on sene hanan
(Burung dara menangis seperti suara gong berdentang)
* umu nkae kakae natbok
(Burung dara menagis, menangis tiba-tiba terkejut dan terbang)
* hele le o he tuka nema bian
Setelah kelompok A merasa cukup memperdengarkan pantunnya, kesempatan diberikan
kepada bagian B untuk membawakan pantun mereka dan sendiri mengulangi refrein dengan kata-
kata: “ok tuik ana on tan tuik man” artinya kotak sirih kecil tolong tukar. Bonet berlangsung
sepanjang malam hanya cahaya matahari yang dapat mendiamkan peserta bonet.
Contoh teka-teki:
*In he ntup nok manas – in he nbe nok fai. Nane sa…….
Tidur waktu siang, berjaga waktu malam. Itu apa……
Jawabannya: pelita atau obor.
Jalannya Bonet: ada dua bagian atau kelompok peserta Bonet, kelompok A dan kelompok
B. Kelompok A melontarkan pertanyaan dalam bentuk pantun yang ditujukan kepada kelompok
B. Bila kelompok B belum bisa menjawab, maka mereka akan meminta sedikit bocoran jawaban,
dan kelompok A akan memberikannya.
Contoh:
*Kaesle ntup moene ka ntao sonaf
Raja tidur di luar istana
*Feotle ntup sonfa ma ntae kean
Fetor tidur di dalam kamar istana
Jika kelompok B belum bisa menjawab, mereka meminta bocorannya seperti ini:
Ma’ be nput-putu nsao ntui lalan
Rumput terbakar mengikuti jalannya
Toit palmis tuin kau fa kleo
Minta ijin berikan dasar kepada saya sedikit
Kelompok A akan melanjutkan:
Lim-lim besi na aik aon bian-bian
Kilat-kilat pisau tajam sebelah-menyebelah
Kalau kelompok B mengerti, maka mereka akan menjawabnya. Jika tidak, mereka akan
menyerah dan membiarkan kelompok A memberikan jawabannya.
Jawabannya: Batu asah besar biasanya ditaruh di luar rumah, sedangkan batu asah kecil biasanya
ditaruh di saku.
BAB III
PENUTUP
Kebudayaan adalah salah satu perwujudan diri manusia dalam kehidupan bersama, yang
mencerminkan watak serta kepribadian manusia. Diri manusia tercermin dalam kebudayaannya
dan sebaliknya kebudayaan tercermin dalam kepribadiannya. Kebudayaan mempunyai peranan
penting dalam kehidupan manusia, sehingga manusia disebut makhluk berbudaya. Di dalam
kebudayaan terdapat seperangkat nilai yang menjadi landasan pokok untuk menentukan sikap
yang harus dilakukan sebagai pola hidup dalam sosialitas manusia.
Masyarakat dikatakan beradab jika memiliki budaya atau berbudaya. Berbudaya berarti
bukan sekedar mengunggulkan budaya masing-masing, melainkan menginternalisasikan nilai-
nilai yang terkandung di dalam tubuh budaya dan menjadikannya sebagai pegangan dan patokan
hidup. Dan hal ini sudah ditunjukkan masyarakat Noetoko yang hidup masih sangat melekat
dengan hal-hal adat. Di mana zaman sudah maju tetapi masyarakat Noetoko dengan kesadaran
dan kemauan untuk tetap memelihara, menjaga dan merawat tarian Bonet hingga tetap ada
sampai sekarang. Dengan tetap menjaga tarian Bonet agar tetap berkembang, itu berarti
masyarakat Noetoko sudah menghargai kearifan lokal yang adalah keinggulan dari bangsa kita.
Semoga dengan sebuah ulasan kecil tentang tarian Bonet ini dapat membantu kita untuk
juga terlibat secara langsung dalam mempertahankan kearifan-kearifan lokal yang ada dalam
budaya kita masing-masing. Karena budaya-budaya kita mengandung nilai-nilai dan
kebijaksanaan-kebijaksanaan hidup yang patut kita banggakan.