PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perang Paderi (Ada yang berpendapat kata ini berasal dari Pidari di Sumatera
Barat, dan ada yang berpendapat kata Paderi berasal dari kata Padre, bahasa
Portugis, yang artinya pendeta, dalam hal ini adalah ulama) di Sumatera Barat
berawal dari pertentangan antara kaum adat dengan kaum ulama. Sebagaimana
agama yang dianut masyarakat di Sumatera Barat juga agama Buddha dan Hindu.
Sisa-sisa budaya Hindu yang masih ada misalnya sistem matrilineal (garis ibu),
yang mirip dengan yang terdapat di India hingga sekarang. Masuknya agama
Islam ke Sumatera Utara dan Timur, juga awalnya dibawa oleh pedagang-
Setelah kembalinya beberapa tokoh Islam dari Mazhab Hambali yang ingin
dan kaum ulama, yang bereskalasi kepada konflik bersenjata. Karena tidak kuat
melawan kaum ulama (Paderi), kaum adat meminta bantuan Belanda, yang tentu
disambut dengan gembira. Maka pecahlah Perang Paderi yang berlangsung dari
berperang melawan kaum adat dan Belanda, melainkan juga menyerang Tanah
Tanah Batak selatan dengan kekerasan senjata, bahkan di beberapa tempat dengan
1
Sebelum masuknya agama Islam dan Kristen ke Tanah Batak, selain agama asli Batak
Sumatera Utara adalah agama Hindu dan Buddha. Sedangkan di Sumatera Barat pada
abad 14 berkembang aliran Tantra Çaivite (Shaivite) Mahayana dari agama Buddha, dan
Agama Islam yang masuk ke Mandailing dinamakan oleh penduduk setempat sebagai
Silom Bonjol (Islam Bonjol) karena para penyerbunya datang dari Bonjol. Seperti juga
di Jawa Timur dan Banten rakyat setempat yang tidak mau masuk Islam, menyingkir ke
utara dan bahkan akibat agresi kaum Paderi dari Bonjol, tak sedikit yang melarikan diri
sampai Malaya.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Supaya kita dapat mengetahui susah payahnya para pejuang yang peduli akan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sebelum masuknya agama Islam dan Kristen ke Tanah Batak, selain agama asli
Mahayana dari agama Buddha, dan hingga tahun 1581 Kerajaan Pagarruyung di
sebagai Silom Bonjol (Islam Bonjol) karena para penyerbunya datang dari
Bonjol. Seperti juga di Jawa Timur dan Banten rakyat setempat yang tidak mau
masuk Islam, menyingkir ke utara dan bahkan akibat agresi kaum Paderi dari
konflik bersenjatapun tidak dapat dihindari. Raja Oloan Sorba Dibanua, kakek
jauh lebih besar, untuk menyelamatkan anak buah dan keluarganya, peminpin
3
marga Siregar, Raja Porhas Siregar meminta Raja Oloan Sorba Dibanua untuk
Menurut tradisi perang tanding Batak, rakyat yang pemimpinnya mati dalam
pertarungan satu lawan satu tersebut, harus diperlakukan dengan hormat dan
tidak dirampas harta bendanya serta dikawal menuju tempat yang mereka
inginkan.
Dalam perang tanding itu, Raja Porhas Siregar kalah dan tewas di tangan Raja
Oloan Sorba Dibanua. Anak buah Raja Porhas ternyata tidak diperlakukan
seperti tradisi perang tanding, melainkan diburu oleh anak buah Raja Oloan
Togar Natigor Siregar mengucapkan sumpah, yang diikuti oleh seluruh Marga
Siregar yang mengikat untuk semua keturunan mereka, yaitu: Kembali ke Muara
Dendam ini baru terbalas setelah 26 generasi, tepatnya tahun 1819, ketika
keturunan Raja Oloan Sorba Dibanua, dalam penyerbuan ke Bakkara, ibu kota
Dinasti Singamangaraja.
4
B. Latar Belakang Terjadinya Perlawanan
terhadap Belanda:
2. Adanya Zending atau misi penyebaran agama kristen di Tapanuli dan
sekitarnya
5
C. Tokoh Pemimpin Perang
Perang Tapanuli yang paling sengit itu diawali dengan operasi militer yang
Pada tahun 1905, kedudukan Raja Tapanuli semakin terjepit dalam menghadapi
operasi militer Belanda yang datang dari berbagai penjuru seperti dari arah utara
(Aceh), barat (Sibolga), dan selatan (Sumatera Barat). Pada tahun 1907, dalam
suatu pertempuran yang hebat, Raja Sisingamangaraja XII gugur dan seluruh
D. Proses Perlawanan
Sampai abad ke-18, hampir seluruh Sumatera sudah dikuasai Belanda kecuali
Aceh dan tanah Batak yang masih berada dalam situasi merdeka dan damai di
bawah pimpinan Raja Sisingamangaraja XII yang masih muda. Rakyat bertani
Pada tahun 1877 para misionaris di Silindung dan Bahal Batu meminta bantuan
6
XII. Kemudian pemerintah Belanda dan para penginjil sepakat untuk tidak
Pada tanggal 14 Maret 1878 datang Residen Boyle bersama tambahan pasukan
yang dipimpin oleh Kolonel Engels sebanyak 250 orang tentara dari Sibolga.
diserang pasukan kolonial dan pada 3 Mei 1878 seluruh Bangkara dapat
menyelamatkan diri dan terpaksa keluar mengungsi. Sementara para raja yang
kawasan seperti Butar, Lobu Siregar, Naga Saribu, Huta Ginjang, Gurgur juga
pasukan Aceh dan dengan tokoh-tokoh pejuang Aceh beragama Islam untuk
7
meningkatkan kemampuan tempur pasukannya. Dia berangkat ke wilayah Gayo,
Alas, Singkel, dan Pidie di Aceh dan turut serta pula dalam latihan perang
Keumala. Karena Belanda selalu unggul dalam persenjataan, maka taktik perang
perjuangan Batak dilakukan secara tiba-tiba, hal ini mirip dengan taktik perang
Gerilya.
Mereka dibantu orang-orang Aceh yang datang dari Trumon. Perlawanan ini
dapat dihentikan oleh pasukan Belanda yang dipimpin oleh J. A. Visser, namun
peperangan.
menyerang Belanda. Seorang prajurit Belanda tewas, dan Belanda harus mundur
dari Lobu Talu. Namun Belanda mendatangkan bala bantuan dari Padang,
sehingga Lobu Talu dapat direbut kembali. Pada tanggal 4 September 1889,
Huta Paong diduduki oleh Belanda. Pasukan Batak terpaksa ditarik mundur ke
pasukan Batak, dan Belanda membalasnya terus menerus dengan peluru dan
8
tegas menolak iming-iming tersebut, baginya lebih baik mati daripada
XII. Barisan pelacak ini terdiri dari orang-orang Senegal. Oleh pasukan
Sisingamangaraja XII barisan musuh ini dijuluki “Si Gurbak Ulu Na Birong”.
Guru Somaling Pardede juga ditawan Belanda. Ini terjadi pada tahun 1906.
Tahun 1907, pasukan Belanda yang dinamakan Kolonel Macan atau Brigade
putri Sisingamangaraja XII yang masih kecil. Raja Buntal dan Pangkilim.
Tahun 1907, di pinggir kali Aek Sibulbulon, di suatu desa yang namanya Si
9
Patuan Nagari dan Patuan Anggi serta putrinya Lopian. Pengikut-pengikutnya
Sisingamangaraja XII yang masih hidup ditawan, dihina dan dinista, mereka pun
E. Akhir Perlawanan
memperthankan diri dari serangan lawan selain penduduk daerah Dairi dan Pak
– Pak Masih setia kepada mereka. Selain itu Belanda juga melakukan gerakan
Batak). Operasi diketuai oleh Overste Van Daelan yang bergerak dari Aceh terus
Pada saat Belanda sampai di daerah pak – Pak dan Dairi pasukan Si Singa
terus berpindah – pindah dari satu tempat ketempat yang lain untuk
10
Dimulai menelusuri jejak Si Singa Mangaraja oleh Belanda namun merak gagal
menangkap Si Singa Mangaraja dan anak istri Si Singa Mangaraja ditawan oleh
tawanan perang oleh Belanda sementara itu Si Singa Mangaraja belum juga
mneyerahkan diri dan belanda terus mencari sampai tanggal 28 Mei pihak
Anggoris yang tak jauh dari panguhon. Ternyata Si Singa Mangaraja telah
berhasil ditangkap didekat Aik Sibulbulon ( derah Dairi ) dalam keadaan lemah
peristiwa Si Singa Mangaraja tertebak oleh Belanda sehingga pada saat itu Si
perempuan dan dua putra laki – lakinya juga gugur sedankan istri, ibu dan putra
– putra masih menjadi tawana perang oleh Belanda . dengan gugurnya Si Singa
Mangaraja maka seluruh daerah Batak menjadi milik Belanda. Sejak saat itu
kerja rodi didaerah ini meraja lelah struktur tradisional masyarakat semaki lama
semakin runtu
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Akhirnya pada tahun 1837 Benteng Bonjol dapat dikuasai Belanda, dan Tuanku
Imam Bonjol berhasil ditangkap, tetapi peperangan ini masih berlanjut sampai
akhirnya benteng terakhir Kaum Padri, di Dalu-Dalu , yang waktu itu telah
peperangan ini dianggap selesai karena sudah tidak ada perlawanan yang berarti.
B. Saran
susahnya pejuang Indonesia zaman dahulu merebut NKRI, dari bertaruh harta
maupun nyawa. Janganlah melupakan jasa pahlawan yang telah gugur dalam
membela Indonesia dan semoga kita bisa mengambil nilai-nilai luhur dari
mereka.
12
DAFTAR PUSTAKA
http://dokuliah.blogspot.co.id/2014/08/tuanku-raopembantaian-paderi-di-tanah.html
http://www.warnetgadis.com/2015/10/makalah-perang-tapanuli.html
13