Sebelum berbicara tentang pajak internasional, ada baiknya sekilas melihat
perkembangan dunia perdagangan internasional. Dalam perkembangan dunia saat ini dapat disaksikan suatu perubahan dunia ekonomi yang tidak begitu diharapkan. Usaha bisnis tradisional atau konvensional mulai digantikan dengan model bisnis elektronik. Pola kompetisi berubah dari pola orientasi kualitas produk ke pola inovatif. Batasan negara secara tradisional mulai pudar dengan adanya kesempatan tanpa batas yang tersedia akibat adanya internet dan pasar elektronik. Satu sisi cara pengelolaan bisnis berubah layaknya dunia melintas samudra yang berubah. Kita menyaksikan resesi keuangan tahun 2008 dan diikuti dengan pertumbuhan ekonomi yang melambat setelah itu. Perlambatan pertumbuhan ekonomi global berdampak alami terhadap perdagangan global. Penurunan ekspor dan impor terjadi pada semua negara ekonomi G20 sejak tahun 2015.
Kecenderungan perdagangan internasional dalam negara-negara G20 mengalami
fluktuasi dan cenderung melambat. Gambaran perdagangan internasional sepanjang dekade terakhir memberikan catatan penting bagi negara-negara dunia untuk memperhitungkan seberapa besar imbasnya terhadap pendapatan pajak domestik dan pajak internasional masing-masing negara yang bersangkutan. Sebagaimana dinyatakan Chairman Committee on International Taxation of ICAI (Jambusaria, 2016), bahwa dengan adanya peningkatan tekanan pada laba usaha akibat ekonomi yang melambat, organisasi-organisasi multinasional saat ini mencari cara- cara innovatif dalam membangun usaha bisnis mereka dan mengoptimalkan laba setelah pajak mereka. Kemampuan dan kesediaan wajib pajak untuk menciptakan beraneka macam mata rantai usaha, akan berakibat berpindahnya Penghasilan Kena Pajak antarnegara. Dengan demikian diperlukan antisipasi pencegahan atas praktik demikian akibat adanya insentif yang tercipta melalui interaksi aturan pajak domestik dan aturan pajak negara lain. Gejala ini mengharuskan suatu negara untuk membuat suatu kebijakan pajak yang berhati-hati.