Anda di halaman 1dari 20

KESULITAN BELAJAR PESERTA DIDIK

KELOMPOK 3

NUR ILMI
NIM : 210016301003

NURUL MUTMAINNAH
NIM : 210016301005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2021

1
DAFTAR ISI

Sampul………………………………………………………………………….. 1
Daftar isi………………………………………………………………………… 2
Bab 1 Pendahuluan…………………………………………………….. 3
Bab II Landasan Teori…………………………………………………. 4
A. Hakikat kesulitan belajar
B. Faktor penyebab kesulitan belajar
C. Usaha untuk mengatasi kesulitan belajar

Bab III Kesimpulan……………………………………………………... 8


Daftar Pustaka………………………………………………………………….. 9

2
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan hal yang paling penting dan mendasar dalam kehidupan

manusia. Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas

kehidupan manusia pada masa sekarang dan yang akan datang. Melalui pendidikan,

manusia dapat mengembangkan pola pikir dan berbagai potensi yang dimilikinya

secara optimal untuk kehidupan yang lebih baik.

Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis, yang dilakukan oleh orang-orang

yang diserahi tanggung jawab untuk memengaruhi siswa agar mempunyai sifat dan

tabiat sesuai dengan cita-cita pendidikan. Pendapat lain pendidikan merupakan upaya

yang terorganisir, berencana, dan berlangsung secara terus menerus dan kontinyu

sepanjang hayat kearah membina manusia atau anak didik menjadi insan paripurna,

dewasa, dan berbudaya (Meirani, 2017).

Terkait dengan pelaksanaan program pendidikan di Indonesia, pemerintah terus

berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Upaya peningkatan kualitas

pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja, akan tetapi menjadi

tanggung jawab seluruh komponen bangsa pada setiap lapisan masyarakat.

Setiap anak dianugerahi dengan kemampuan yang berbeda dan hal itu

mengakibatkan hasil belajar setiap anak juga berbeda. Pada saat kegiatan

3
pembelajaran di sekolah berlangsung, guru dihadapkan dengan sejumlah karakteristik

siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya

secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit

pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan. Kesulitan

belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai

hasil belajar, sehingga pada akhirnya dapat mengakibatkan prestasi belajar yang

dicapainya berada di bawah semestinya. Guru yang berkompeten memengaruhi

keberhasilan siswa dalam pembelajaran, karena guru yang berkompeten mampu

memberikan jalan keluar bagi siswa yang mengalami kesulitan belajar. Solusi yang

tepat akan membantu siswa dalam meningkatkan prestasi belajarnya.

Di samping itu kesulitan belajar yang dialami oleh seseorang akan dapat

mempengaruhi kondisi psikologisnya. Murid yang mengalami kesulitan belajar

cenderung akan mengalami kecemasan, frustasi, gangguan emosional, hambatan

penyesuaian diri dan gangguan-gangguan psikologis yang lain.

Dari hasil studi tentang hubungan antara ciri-ciri kepribadian dengan prestasi

belajar menyatakan bahwa murid yang tergolong pencapaian rendah (under achiever)

menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut.

1. Lebih banyak mengalami kecemasan dan kurang mampu mengontrol diri

terhadap kecemasan.

2. Kurang mampu menyesuaikan diri dan kurang kepercayaan diri.

3. Kurang mampu mengikuti otoritas.

4. Kurang mampu dalam penerimaan sosial.

4
5. Lebih banyak mengalami konflik ketergantungan.

6. Kegiatannya kurang berorientasi pada akademik dan sosial (Rosyidan, 1998).

Oleh karena itu kesulitan belajar bukan hanya merupakan masalah instruksional atau

pedagogis saja, tetapi pada dasarnya merupakan masalah psikologis. Dikatakan

demikian karena kesulitan belajar berakar kepada aspek-aspek psikologis, kesulitan

belajar menuntut usaha pemecahan dengan pendekatan yang lebih bersifat psikologis

pula. Bantuan yang diberikan tidak hanya bersifat instruksional pedagogis tetapi juga

bantuan yang bersifat terapiutik.

Mereka yang mengalami kesulitan belajar tidak hanya  dibantu dalam

memperoleh keterampilan belajar, tetapi dibantu dalam memahami dirinya, serta

mengarahkannya agar terdapat perkembangan yang harmonis dan optimal. Mereka

memerlukan bantuan untuk meningkatkan perasaan kebahagiaan dirinya serta mampu

menyesuaikan diri secara efektif terhadap lingkungannya (Hadi Pranoto, Mengutip

Mortensen, D.G. & A.M. Schmuller, 1996).

Masalah-masalah yang mengakibatkan kesulitan siswa dalam belajar tentu

dipengaruhi oleh banyak factor. Namun, upaya dalam memecahkan kesulitan belajar

siswa dapat dilakukan jika penyebab kesulitan telah diketahui atau teridentifikasi.

Guru dan siswa merupakan kunci dari keberhasilan pembelajaran. Guru dan siswa

harus bekerja sama untuk menciptakan suasana pembelajaran yang efektif agar tujuan

pembelajaran dapat berhasil.

5
B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini ialah :

1. Bagaimana hakikat kesulitan belajar ?

2. Faktor apa saja yang menyebabkan kesulitan belajar ?

3. Apa saja usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan belajar ?

C. Tujuan

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu :

1. Untuk memahami hakikat kesulitan belajar ?

2. Untuk menganalisis faktor yang menyebabkan kesulitan belajar ?

3. Untuk mengetahui usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan belajar ?

6
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Hakikat Kesulitan Belajar

Belajar merupakan perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman. Belajar

yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami sesuatu yaitu dengan pancaindra.

Dengan kata lain, bahwa belajar adalah suatu cara mengamati, membaca, meniru,

mengintimasi, mencoba sesuatu, mendengar, dan mengikuti arah tertentu. Menurut

Sidiq (2016), belajar juga merupakan kecenderungan perubahan pada diri manusia

yang dapat dipertahankan selama proses pertumbuhan. Belajar dapat diartikan suatu

peristiwa yang terjadi di dalam kondisi-kondisi tertentu yang dapat diamati, diubah,

dan dikontrol. Namun dalam belajar tidak lepas dari kesulitan atau hambatan tertentu.

Kesulitan belajar merupakan terjemahan dari istilah bahasa Inggris learning disability.

Terjemahan tersebut sesungguhnya kurang tepat karena learning artinya belajar dan

disability artinya ketidakmampuan; sehingga terjemahan yang benar seharusnya

adalah ketidakmampuan belajar. Istilah kesulitan belajar digunakan dalam buku ini

karena dirasakan lebih optimistik.

Kesulitan belajar merupakan suatu konsep multidisipliner yang digunakan di

lapangan ilmu pendidikan, psikologi, maupun ilmu kedokteran. Pada tahun 1963

Samuel A. Kirk untuk pertama kali menyarankan penyatuan nama-nama gangguan

anak seperti disfungsi otak minimal (minimal brain dysfunction), gangguan

7
neurologis (neurological disorders), disleksia (dyslexia), afasia perkembangan

(developmental aphasia) menjadi satu nama, kesulitan belajar (learning disabilities)

(Takeshi Fujishima et al., 1992: 26). Konsep tersebut telah diadopsi secara luas dan

pendekatan edukatif terhadap kesulitan belajar telah berkembang secara cepat,

terutama di negara-negara yang sudah maju.

Definisi kesulitan belajar pertama kali dikemukakan oleh United States Office

of Education (USOE) pada tahun 1997 dikenal dengan Public Law (PL) 94-142, yang

hampir identik dengan definisi yang dikemukakan oleh The National Advisory

Committee on Handicapped Children pada tahun 1967. Definisi tersebut seperti

dikutip oleh Hallahan, Kauffman, dan Lloyd (1985: 14) seperti berikut ini.

Kesulitan belajar khusus adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih dari

proses psikologis dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran

atau tulisan. Gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk kesulitan

mendengar, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau berhitung. Batasan

tersebut mencakup kondisi-kondisi seperti gangguan perseptual, luka pada otak,

disleksia, dan afasia perkembangan. Batasan tersebut tidak mencakup anak-anak yang

memiliki problema belajar yang penyebab  utamanya berasal dari adanya

hambatan  dalam penglihatan, pendengaran, atau motorik,  hambatan karena

tunagrahita, karena gangguan emosional, atau karena kemiskinan lingkungan, budaya,

atau ekonomi.

8
Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu

untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosio-logis, maupun

fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang

dicapainya berada di bawah semestinya. Kesulitan belajar hampir dirasakan oleh

semua pelajar.

Kesulitan belajar bila tidak ditangani dengan baik dan benar akan menimbulkan

berbagai bentuk gangguan emosional yang akan berdampak buruk bagi

perkembangan kualitas hidupnya di kemudian hari. Idealnya anak dengan kesulitan

belajar dapat ditangani dengan baik dan dapat mengatasi masalah yang menimpanya.

Namun demikian, sering tampak perlakuan yang diterima anak yang mengalami

kesulitan belajar dari orang tua dan guru tidaklah sesuai yang diharapkan. Anak

kesulitan belajar sering dicap sebagai anak yang bodoh, tolol, ataupun gagal. Hal

inilah yang menjadi penghambat bagi anak dengan kesulitan belajar (Idris, 2009).

Kesulitan belajar adalah hambatan/gangguan belajar pada anak dan remaja yang

ditandai oleh adanya kesenjangan yang signifikan antara taraf intelegensia dan

kemampuan akademik yang seharusnya dicapai. Lebih lanjut dijelaskan bahwa

kesulitan belajar kemungkinan disebabkan oleh gangguan di dalam sistem saraf pusat

otak (gangguan neurobiologis) yang dapat menimbulkan gang- guan perkembangan

seperti gangguan perkembangan bicara, membaca, menulis, pemahaman dan

berhitung (Idris, 2009).

9
Kesulitan belajar adalah proses dimana siswa mengalami keterlambatan

didalam memahami suatu materi yang diajarkan oleh guru bidang studi. Kesulitan

belajar terjadi pada siswa karenasiswa tersebut mempunyai ketidak harmonisan

didalam mengikuti suatu kegiatan belajar mengajar yang dilakukan disekolah (Sidiq,

2016).

Kesulitan belajar menunjuk pada sekelompok kesulitan yang dimanifestasikan

dalam bentuk kesulitan yang nyata dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan

mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar, atau kemampuan dalam

bidang studi. Gangguan ini intrinsik dan diduga disebabkaann oleh adanya disfungsi

sistem saraf pusat. Meskipun suatu kesulitan belajar mungkin terjadi bersamaan

dengan adanya kondisi lain yang mengganggu (misalnya gangguan sensori,

tunagrahita, hambatan sosial dan emosional) atau berbagai pengaruh lingkungaan

(misalnya perbedaan budaya, pembelajaran yang tidak tepat, faktor-faktor

psikogenetik), berbagai hambatan tersebut bukan penyebab atau pengaruh langsung

(Sidiq, 2016).

Membuat klasifikasi kesulitan belajar tidak mudah karena kesulitan belajar

merupakan kelompok kesulitan yang heterogen. Tidak seperti tunanetra, tunarungu,

atau tunagrahita yang homogen, kesulitan belajar memiliki banyak tipe yang masing-

masing memerlukan diagnosis dan remediasi yang berbeda-beda. Betapa pun sulitnya

membuat klasifikasi kesulitan belajar, klasifikasi tampaknya memang diperlukan

karena bermanfaat untuk menentukan strategi pembelajaran yang tepat. Secara garis

besar kesulitan belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok,

10
1. kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental

learning disabilities) dan

2. kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities). 

Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan mencakup

gangguan motorik dan persepsi, kesulitan belajar bahasa dan komunikasi, dan

kesulitan belajar dalam penyesuaian perilaku sosial. Kesulitan belajar akademik

menunjuk pada adanya kegagalan-kegagalan pencapaian prestasi akademik yang

sesuai dengan kapasitas yang diharapkan. Kegagalan-kegagalan tersebut mencakup

penugasan keterampilan dalam membaca, menulis, dan/atau matematika.

Kesulitan belajar akademik dapat diketahui oleh guru atau orang tua ketika

anak gagal menampilkan salah satu atau beberapa kemampuan akademik. Sebaliknya,

kesulitan belajar yang bersifat perkembangan umumnya sukar diketahui baik oleh

orang tua maupun oleh guru karena tidak ada pengukuran-pengukuran yang

sistematik seperti halnya dalam bidang akademik. Kesulitan belajar yang

berhubungan dengan perkembangan sering tampak sebagai kesulitan belajar yang

disebabkan oleh tidak dikuasainya keterampilan prasyarat (prerequisite skills), yaitu

keterampilan yang harus dikuasai lebih dahulu agar dapat menguasai bentuk

keterampilan berikutnya.

Meskipun beberapa kesulitan belajar yang berhubungan dengan

perkembangan sering berkaitan dengan kegagalan dalam pencapaian prestasi

akademik, hubungan antara keduanya tidak selalu jelas. Ada anak yang gagal dalam

belajar membaca yang menunjukkan ketidakmampuan dalam fungsi-fungsi perseptual

11
motor, tetapi ada pula yang dapat belajar membaca meskipun memiliki

ketidakmampuan dalam fungsi-fungsi perseptual motor.

Untuk mencapai prestasi akademik yang memuaskan seorang anak

memerlukan penguasaan keterampilan prasyarat. Anak yang memperoleh prestasi

belajar yang rendah karena kurang menguasai keterampilan prasyarat, umumnya

dapat mencapai prestasi tersebut. Untuk dapat menyelesaikan soal matematika bentuk

cerita misalnya, seorang anak harus menguasai lebih dahulu keterampilan membaca

pemahaman. Untuk dapat membaca, seorang anak harus sudah berkembang

kemampuannya dalam melakukan diskriminasi visual maupun aditif, ingatan visual

maupun auditoris, dan kemampuan untuk memusatkan perhatian.

Salah satu kemampuan dasar yang umumnya dipandang paling penting dalam

kegiatan belajar adalah kemampuan untuk memusatkan perhatian atau yang sering

disebut perhatian selektif. Perhatian selektif adalah kemampuan untuk memilih salah

satu di antara sejumlah rangsangan seperti rangsangan auditif, taktil, visual, dan

kinestetik yang mengenai manusia setiap saat. Seperti dijelaskan oleh Ross (1976:

60), perhatian selektif (selective attention) membantu manusia membatasi jumlah

rangsangan yang perlu diproses pada suatu waktu tertentu. Jika seorang anak

memperhatikan dan bereaksi terhadap banyak rangsangan, maka anak semacam itu

dipandang sebagai anak yang terganggu perhatiannya (distractible). Menurut Ross,

kesulitan belajar banyak disebabkan oleh adanya gangguan perkembangan dari

penggunaan dan mempertahankan perhatian selektif.

12
B. Faktor penyebab kesulitan belajar

Menurut Sidiq (2016) dan Idris (2009), secara global faktor-faktor yang

mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu sebagai

berikut:

1. Faktor Internal (faktor dari dalam siswa), yaitu keadaan atau kondisi jasmani dan

rohani siswa yang meliputi gangguan atau kekurangmampuan psiko-fisik siswa,

yakni:

a. Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas

intelektual/inteligensi siswa.

b. Yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap.

c. Yang bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti terganggunya alat-alat

indera penglihat dan pendengar (mata dan telinga).

2. Faktor Eksternal (faktor dari luar siswa), yaitu kondisi lingkungan sekitar siswa

meliputi semua situasi dan kondisi yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa.

Faktor ini dapat dibagi tiga macam:

a. Lingkungan keluarga, contohnya; ketidakharmonisan hubungan antara ayah dengan

ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.

b. Lingkungan perkampungan/masyarakat, contohnya; wilayah perkam- pungan kumuh

(slum area), dan teman sepermainan (peer group) yang nakal.

c. Lingkungan sekolah, contohnya; kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti

13
dekat pasar, kondisi guru serta alat-alat belajar yang ber- kualitas rendah.

3. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yaitu jenis upaya siswa yang

meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan

pembelajaran materi-materi pelajaran.

Selain faktor-faktor yang bersifat umum di atas, ada pula faktor- faktor lain

yang juga menimbulkan kesulitan belajar siswa. Di antara faktor-faktor yang dapat

dipandang sebagai faktor khusus ini ialah sindrom psikologis berupa learning

disability (ketidakmampuan belajar). Menurut Idris (2009), sindrom yang berarti

satuan gejala yang muncul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis yang

menimbulkan kesulitan belajar, yaitu:

a. Disleksia (dyslexia), yakni ketidakmampuan belajar membaca.

b. Disgrafia (dysgraphia), yakni ketidakmampuan belajar menulis.

c. Diskalkulia (dyscalculia), yakni ketidakmampuan belajar matematika.

Faktor-faktor diatas dalam banyak hal sering saling berkaitan dan

mempengaruhi satu sama lain. Seorang siswa yang bersifat conserving terhadap ilmu

pengetahuan atau bermotif ekstinsik (faktor eksternal) umpamanya, biasanya

cenderung mengambil pendekatan belajar yang sederhana dan tidak mendalam.

Sebaliknya, seorang siswa yang berintelegensi tinggi (faktor internal) dan mendapat

dorongan positif dari orangtuanya (faktor eksternal), mungkin akan memilih

pendekatan belajar yang yang lebih mementingkan kualitas hasil pembelajaran. Jadi,

karena pengaruh fakto-faktor tersebut diataslah, muncul siswa-siswa yang high

achievers (berprestasi tinggi) dan under achievers (berprestasi rendah) atau gagal

14
(Sidiq, 2016).

Dalam hal ini, seorang guru yang kompeten dan profesional diaharapkan

mampu mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan munculnya kelompok siswa yang

menunjukkan gejala kegagalan dengan berusaha mengetahui dan mengatasi faktor

yang menghambat proses belajar mereka.

C. Usaha untuk mengatasi kesulitan belajar

Sebelum menetapkan alternatif pemecahan masalah kesulitan belajar siswa,

guru sangat dianjurkan untuk terlebih dahulu melakukan identifikasi (upaya

mengenali gejala dengan cermat) terhadap fenomena yang menunjukkan

kemungkinan adanya kesulitan belajar yang melanda siswa tersebut. Upaya seperti ini

disebut diagnosis yang bertujuan menetapkan jenis kesulitan belajar siswa.

Menurut Idris (2009), banyak langkah-langkah diagnostik yang dapat ditempuh

guru, antara lain:

1. Melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang siswa ketika

mengikuti pelajaran.

2. Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa khususnya yang diduga

mengalami kesulitan belajar.

3. Mewancarai orang tua atau wali siswa untuk mengetahui masalah keluarga yang

mungkin menimbulkan kesulitan belajar.

15
4. Memberikan tes diagnostik bidang kecakapan tertentu untuk menge- tahui

hakikat kesulitan belajar yang dialami siswa.

5. Memberikan tes kemampuan intelegensia (IQ) khususnya kepada siswa yang

diduga mengalami kesulitan belajar.

Menurut Sidiq (2016), setelah langkah-langkah diatas selesai, barulah guru

melaksanakan langkah selanjutnya, yakni melaksanakan program perbaikan.

a. Analisis Hasil diagnosis

Data dan informasi yang diperoleh guru melalui diagnostik kesulitan belajar tadi

perlu dianalisis sedemikian rupa, sehingga jenis kesulitan khusus yang dialami

siswa yang berprestasi rendah itu dapat diketahui secara pasti.

b. Menentukan Kecakapan Bidang Bermasalah

Berdasarkan hasil analisis tadi guru diharapkan dapat menentukan bidang

kecakapan tertentu yang dianggap bermasalah dan memerlukan perbaikan.

Bidang-bidang kecakapan bermasalah ini dapat dikategorikan menjadi tiga

macam, yaitu: (a) ditangani oleh guru sendiri, (b) ditangani dengan bantuan

orang tua, dan (c) ditangani oleh guru maupun orang tua.

c. Menyusun Program Perbaikan

Menyusun program pengajaran perbaikan, sebelumnya guru menetapkan hal-hal

sebagai berikut: (a) tujuan pengajaran remidial, (b) materi pengajaran remedial,

(c) metode pengajaran remedial, (d) alokasi waktu pengajaran remedial, dan (e)

evaluasi kemajuan siswa setelah mengikuti program pengajaran remedial.

d. Melaksanakan Program Perbaikan

16
Program pengajaran remedial lebih cepat dilaksanakan tentu akan lebih baik.

Tempat penyelenggaraannya dimana saja, asal tempat itu memungkinkan siswa

memusatkan perhatiannya terhadap proses pengajaran perbaikan tersebut.

Selanjutnya, untuk memperluas wawasan pengetahuan mengenai alternatif-

alternatif kiat pemecahan masalah kesulitan belajar siswa, guru sangat dianjurkan

mempelajari buku-buku khusus mengenai bimbingan dan penyeluhan. Selain itu, guru

juga dianjurkan mempertimbangkan penggunaan model-model mengajar tertentu

yang sesuai untuk memecahkan masalah kesulitan belajar siswa.

17
BAB III
KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah :

1. Kesulitan belajar adalah hambatan/gangguan belajar pada anak dan remaja yang

ditandai oleh adanya kesenjangan yang signifikan antara taraf intelegensia dan

kemampuan akademik yang seharusnya dicapai. Kesulitan belajar adalah proses

dimana siswa mengalami keterlambatan didalam memahami suatu materi yang

diajarkan oleh guru bidang studi.

2. Faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar ialah factor internal, factor eksternal

dan factor pendekatan belajar. Faktor Internal (faktor dari dalam siswa), yaitu

keadaan atau kondisi jasmani dan rohani siswa yang meliputi gangguan atau

kekurangmampuan psiko-fisik siswa, yakni kognitif (ranah cipta), afektif (ranah

rasa), psikomotor (ranah karsa). Faktor Eksternal (faktor dari luar siswa), yaitu

kondisi lingkungan sekitar siswa meliputi semua situasi dan kondisi yang tidak

mendukung aktivitas belajar siswa. Faktor ini dapat dibagi tiga macam yaitu

lingkungan keluarga, lingkungan perkampungan/masyarakat, lingkungan sekolah,

contohnya; kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti dekat pasar, kondisi

guru serta alat-alat belajar yang ber- kualitas rendah. Faktor pendekatan belajar

(approach to learning), yaitu jenis upaya siswa yang meliputi strategi dan metode

yang digunakan siswa untuk melakukan pembelajaran materi-materi pelajaran.

18
Selain faktor-faktor yang bersifat umum di atas, ada pula faktor- faktor lain yang

juga menimbulkan kesulitan belajar siswa yaitu Disleksia (dyslexia), yakni

ketidakmampuan belajar membaca. Disgrafia (dysgraphia), yakni

ketidakmampuan belajar menulis, Diskalkulia (dyscalculia), yakni

ketidakmampuan belajar matematika.

3. Upaya untuk mengatasi kesulitan belajar siswa dapat dilakukan dengan terlebih

dahulu melakukan identifikasi (upaya mengenali gejala dengan cermat) terhadap

fenomena yang menunjukkan kemungkinan adanya kesulitan belajar yang

melanda siswa tersebut. Upaya seperti ini disebut diagnosis yang bertujuan

menetapkan jenis kesulitan belajar siswa. Setelah melakukan diagnosis, langkah

selanjutnya adalah melakukan analisis terhadap hasil diagnosis untuk mengetahui

kesulitan belajar siswa. Setelah mengetahui kesulitan belajar siswa maka langkah

berikutnya adalah menyusun program perbaikan untuk mengurangi kesulitan

belajar peserta didik.

19
DAFTAR PUSTAKA

Sidiq Ahmad. 2016. Skripsi. Siswa Pada Mata Pelajaran Ips Di Smpn 3 Tiris Satu
Atap Probolinggo, Malang.

https://www.blogbarabai.com/2014/12/makalah-hakikat-kesulitan-belajar.html

Idris Ridwan, 2009. Mengatasi Kesulitan Belajar dengan Pendekatan Psikologi


Kognitif. Lentera Pendidikan, VOL. 12 NO. 2 DESEMBER 2009: 152-172.
Meirani Evi Sovia. 2017. Skripsi. Faktor-Faktor Kesulitan Belajar Siswa Kelas V
Dalam Pembelajaran Seni Musik di Sekolah Dasar Dabin Slerok Kota Tegal,
Semarang.

20

Anda mungkin juga menyukai