Anda di halaman 1dari 11

TUGAS RMK AKUNTANSI KEUANGAN III

NAMA : GERALD GIOVANNI CHRISNANDY

NIM : A031201127
 PENGERTIAN PENDAPATAN
 Pengakuan pendapatan menjadi sangat penting dan krusial dalam mengukur
performa entitas. Dewan Standard Akuntansi Keuangan (DSAK) telah
membuat sebuah Pernyataan Standard Akuntansi Keuangan (PSAK) tentang
pendapatan yang tertuang dalam PSAK 23, PSAK 23 ini membahas
mengenai pendapatan yang diadopsi dari International Accounting Standard 18
(IAS 18). Menurut PSAK 23, pendapatan adalah arus kas masuk bruto dari
manfaat ekonomik yang timbul dari aktivitas ormal entitas selama suatu
periode, jika arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak
berasal dari kontribusi penanaman modal. Oleh karena itu, perusahaan tidak
boleh mencatat Pajak yang dipotong dari pihak lain sebagai pendapatan
walaupun pajak merupakan kas masuk ke perusahaan. Disisi lain perusahaan
yang bergerak sebagai agen (bukan orang yang sebenarnya) dari sebuah
transaksi tidak boleh mengakui kas yang masuk sebagai pendapatannya, namun
hanya mengakui komisi sebagai pendapatannya.

 BEBERAPA PRINSIP PENGAKUAN PENDAPATAN

 Pendapatan dianggap direalisasikan apabila barang dan jasa, barang dagangan,


atau harta lain ditukar dengan kas atau klaim atas kas; Pendapatan dianggap
dapat direalisasikan apabila aktiva yang diterima dalam pertukaran segera dapat
konversi (siap ditukar) menjadi kas atau klaim atas kas dengan jumlah yang
diketahui, selain itu pendapatan dianggap dihasilkan (earned) apabila entitas
bersangkutan pada hakikatnya telah menyelesaikan apa yang seharusnya
dilakukan untuk mendapat hak atas manfaat yang dimiliki oleh pendapatan itu,
yakni apabila proses menghasilkan laba telah selesai atau sebenarnya telah
selesai.

 SUMBER PENDAPATAN
1. PENJUALAN BARANG
Penjualan barang hanya dapat diakui apabila seluruh kriteria berikut terpenuhi,
yaitu:

1. Entitas sudah mentransfer seluruh resiko atas barang kepada pembeli

2. Entitas tidak lagi melanjutkan pengelolaan normal apabila barang tersebut masih
dimiliki oleh entitas. Dengan kata lain entitas tidak lagi memiliki pengendalian
efektif atas barang tersebut

3. Jumlah pendapatan dapat diukur secara andal atau dapat dipertanggungjawabkan

4. Kemungkinan besar manfaat ekonomik dari transaksi tersebut akan mengalir ke


entitas

5. Biaya-biaya yang terjadi terkait transaksi tersebut dapat diukur dengan andal
atau dapat dipertanggungjawabkan

Hal – hal diatas adalah syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah transaksi agar dapat
diakui sebagai pendapatan dari hasil penjualan barang. Itu adalah syarat-syarat yang
harus dipenuhi untuk sebuah transaksi agar dapat diakui sebagai pendapatan.

2. PENJUALAN JASA
 Bukannya pengerjaan jasa jenisnya abstrak dan tidak bisa diukur secara kasat
mata. Berbeda dengan penjualan barang yang bisa diukur dengan jelas, jika
dalam perusahaan dagang maka kita dapat tahu apakah barang sudah dibeli
dan dikirim ke penjual, apakah kita masih memiliki kewajiban terkait barang
dengan konsumen, atau bahkan barang belum dibeli dan belum juga dikirim
ke konsumen. Sementara pada jasa, bila pengerjaannya memakan waktu
melebihi satu periode (bulan atau tahun) bagaimana mengakui
pendapatannya? Apakah harus diakui setelah satu pekerjaan selesai atau
harus diakui setelah pekerjaan selesai semua? PSAK 23 mensyaratkan
pengakuan pendapatan jasa dengan cara sebagai berikut: Jika hasil transaksi
yang terkait dengan penjualan jasa dapat diestimasi secara andal (dapat
dipertanggungjawabkan), maka pendapatan yang berhubungan dengan
transaksi tersebut diakui dengan mengacu pada tingkat penyelesaian dari
transaksi pada akhir periode pelaporan.

Hasil transaksi dapat diestimasi secara andal (dapat dipertanggungjawabkan) jika seluruh
kondisi berikut terpenuhi:

• Jumlah pendapatan dapat diukur secara andal (dapat dipertanggungjawabkan)


• Kemungkinan besar manfaat ekonomik sehubungan dengan transaksi tersebut
akan mengalir ke entitas

• Tingkat penyelesaian dari suatu transaksi pada akhir periode


pelaporan dapat diukur secara andal

• Biaya yang timbul untuk transaksi dan biaya untuk menyelesaikan transaksi
tersebut dapat diukur secara andal (dapat dipertanggungjawabkan)

Jadi, dapat disimpulkan bahwa cara pengakuan penjualan jasa adalah menggunakan
penghitungan tingkat penyelesaian pekerjaan. Pada perusahaan konstruksi, hal ini lazim
dilakukan dan untuk kontrak konstruksi akan dibahas dalam PSAK sendiri yaitu PSAK 34
kontrak konstruksi. Pada kali ini, akan dibahas mengenai penjualan jasa secara umum
saja.

Biasanya dalam kontrak sudah menyebutkan nilai kontraknya dan perusahaan sudah
memiliki estimasi mengenai berapa biaya yang akan keluar terkait pekerjaan tersebut.
Sehingga ketika perusahaan ikut tender, atau ketika perusahaan ditawarkan proyek
tertentu perusahaan sudah memiliki estimasi berapa besarnya profit yang akan didapat.

Bagaimana cara mengukur tingkat penyelesaian? Ada 3 indikator yang dapat dipakai
untuk mengukur tingkat penyelesesaian yaitu;
1. Survei langsung terhadap pekerjaan dan melihat secara fisik sudah sampai tahap mana
pekerjaan dilakukan

2. Jasa yang sudah dilakukan hingga tanggal tertentu

3. Proporsi biaya yang timbul hingga tanggal tertentu dibagi total biaya transaksi yang
bersangkutan

Jumlah penerimaan atas kontrak tidak bisa dijadikan patokan persentase penyelesaian
karena kurang menggambarkan keadaan sebenarnya. Disisi lain, karena penerimaan bisa
saja sangat tergantung dari klausul kontrak. Bisa 100% diawal dan lunas, bisa 100%

diakhir masa kontrak, bisa juga 50% awal dan 50% akhir, atau dibagi selama masa
kontrak.

Dari ketiga indikator ini, bila indikator pertama bisa digunakan maka indikator survei
langsung berdasarkan fisik pekerjaan yang harus dipakai. Bila indikator pertama ini tidak
dapat dijalankan, maka baru bisa beralih ke indikator kedua (jasa yang sudah diberikan)
dan ketiga (biaya terkait pekerjaan). Mengapa demikian? Karena pada praktiknya ada
beberapa pekerjaan yang tidak signifikan, signifikan, atau menjadi inti dari pekerjaan
tersebut dan dapat dilakukan segera di awal kontrak.

Sebagai contoh, PT MSI menerima pekerjaan untuk mendesain sepatu militer dari
pemerintah. Pekerjaan tersebut mencakup:

1. Mencari bahan terbaik untuk sepatu tersebut

2. Mencari bentuk terbaik dari sepatu agar sesuai dengan kebutuhan militer

3. Mencari motif terbaik agar sepatu tidak mencolok

Nilai kontrak adalah sebesar Rp 1 Miliar dan dikerjakan selama 3 bulan, yaitu November
2015, Desember 2015, dan Januari 2017 . Pemerintah membayar sebesar 30% dari nilai
kontrak di awal penugasan dan 70% bila pekerjaan sudah selesai. Maka, PT MSI
menjurnal sebagai berikut
Kas Rp 300.000.000

Utang Usaha Rp 300.000.000

Kondisi 1: pekerjaan selesai di bulan pertama masih dibawah 30% (tingkat


penyelesaian masih dibawah DP). Saat bulan november, pekerjaan ternyata baru selesai
25% saja. Maka perusahaan menjurnal sebagai berikut:

Utang usaha Rp 250.000.000

Pendapatan usaha Rp 250.000.000

Dengan demikian, maka perusahaan masih memiliki saldo hutang usaha sebesar Rp
50.000.000 yang berasal dari selisih DP 30% sementara yang selesai baru 25% saja.
Pendapatan hanya diakui sesuai dengan tingkat penyelesaian.

Kondisi 2: pekerjaan selesai sudah diatas DP atau pembayaran yang sudah diterima.
Saat bulan Desember, perusahaan sudah menyelesaikan 50% dari pekerjaan maka
perusahaan menjurnal sebagai berikut

Utang usaha Rp 50.000.000

Piutang usaha Rp 200.000.000

Pendapatan usaha Rp 250.000.000

Dengan jurnal diatas, maka perusahaan sudah merubah posisi dari yang tadinya
‘berhutang’ (karena DP lebih tinggi dari pekerjaan yang sudah selesai) menjadi
memiliki piutang (karena pekerjaan sudah selesai melebihi DP).
Dengan demikian, maka pendapatan di November adalah Rp 250 juta dan Desember
juga Rp 250 juta (angka yang ada disini kebetulan bernilai sama). Besaran ini sesuai
dengan pekerjaan yang selesai, yaitu 25% di November dan 25% di Desember.

Sepanjang tahun 2016, maka pendapatan jasa PT MSI adalah Rp 500 juta, sesuai
dengan pekerjaan yang selesai sampai Desember yaitu sebesar 50% dari nilai kontrak
Rp 1 miliar. Pada tahun ini perusahaan sudah tidak memiliki hutang usaha yang
berasal dari saldo lagi, namun memiliki piutang usaha ke pemerintah sebesar Rp 200
juta yang berasal dari pekerjaan yang selesai 50% namun DP baru 30% saja. Piutang
sebesar 20% dari nilai kontrak Rp 1 miliar karena sebenarnya perusahaan sudah
berhak menerima pembayaran tersebut.

Lalu pada januari 2017, pekerjaan sudah selesai 100% PT MSI menjurnal sebagai
berikut

Piutang usaha Rp 500.000.000

Pendapatan jasa Rp 500.000.000

Besaran ini sesuai dengan penyelesaian pekerjaan dari sebelumnya di akhir tahun
(Desember) yang baru selesai 50% dan sekarang sudah selesai 50% lagi. Sehingga
perusahaan berhak atas pembayaran 50% sisanya. Dengan jurnal ini, maka akan terlihat
bahwa piutang usaha perusahaan adalah Rp 700 juta (Rp 200 Juta berasal dari saldo
tahun lalu, selisih DP dengan pekerjaan selesai, dan Rp 500 juta berasal dari tahun ini).
Jumlah ini sama dengan kontrak dimana 30% dibayar di awal sebagai DP dan 70%
dibayar setelah pekerjaan selesai. Saat pemerintah membayar sisa kontrak sebesar Rp
700 juta, maka perusahaan menjurnal

Kas Rp 700.000.000

Piutang usaha Rp 700.000.000


Dengan pembayaran ini maka perusahaan sudah tidak memiliki piutang usaha
terhadap pemerintah lagi dan kontrak dinyatakan selesai.

3. Bunga dan royalti (passive income)

Pendapatan yang timbul dari penggunaan aktiva perusahaan oleh pihak-pihak lain yang
menghasilkan bunga, royalty, dan dividen harus diakui atas dasar :
1. Bunga harus diakui atas dasar proporsi waktu yang memperhitungkan hasil efektif
aktiva tersebut;
2. Royalty harus diakui atas dasar akrual sesuai dengan substansi perjanjian yang
relevan; dan
3. Dalam metode biaya (cost method), dividen tunai diakui bila hak pemegang saham
untuk menerima pembayaran ditetapkan.
Pengakuan atas dasar tersebut dilakukan bila :
(1) besar kemungkinan manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan
diperoleh perusahaan; dan
(2) jumlah pendapatan dapat diukur secara andal.

Namun bila ketidakpastian timbul tentang kolektibilitas sebesar jumlah yang telah masuk
dalam pendapatan, jumlah yang tidak dapat ditagih, atau jumlah pemulihannya atau
pengembaliannya tidak lagi besar kemungkinan, diakui sebgai beban, dari pada penyesuaian
jumlah pendapatan yang diakui semula.

Semua pernyataan di atas mengurai sifat konseptual dari pendapatan dan merupakan dasar
akuntansi untuk transaksi pendapatan. Dalam praktik-praktik pengakuan pendapatan,
adakalanya pendapatan diakui pada saat lain dalam proses menghasilkan laba, yang sebagian
besar diakibatkan oleh (1) keinginan untuk mengakui lebih awal (recognize earlier) jika
terdapat tingkat kepastian yang tinggi mengenai jumlah pendapatan yang dihasilkan dan (2)
keinginan untuk menangguhkan pengakuan pendapatan jika tingkat ketidakpastian mengenai
jumlah pendapatan atau biaya cukup tinggi, atau jiak penjulan bukan merupakan penyelesaian
yang substansial dari proses menghasilkan laba.
Terdapat 2 praktek yang umum dilakukan oleh perusahaan dalam membagi dividen
yaitu (1) besaran dividen minimal dari laba bersih ditentukan dalam AD/ART
perusahaan, misalkan minimal 25% dari laba bersih akan dibagikan sebagai dividen
tunai, atau (2) besaran dividen seluruhnya ditentukan oleh Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS). Walaupun ada klausul persentase minimal deviden, namun besaran
deviden tetap ditentukan oleh RUPS.

Skenario 1: dalam AD/ART ada ketentuan tentang besaran deviden.

PT MSI memiliki kepemilikan di PT Modern Fashion Universal (PT MFU, atau PT


anak) sebesar 75%. Tahun 2016 PT MFU mengumumkan laba bersih sebesar Rp
100.000.000.000 (100 miliar), sesuai AD/ART perusahaan, perusahaan harus membagi
minimal 25% dari laba bersih dalam bentuk dividen tunai. Maka PT MSI (perusahaan
induk) mencatat pada 31 desember 2016 pendapatan dari PT MFU sebesar Rp 18,75
Miliar ( total dividen tunai adalah Rp 25 Miliar dan PT MSI hanya berhak 75% atas
besaran tersebut) dengan jurnal

Piutang deviden Rp 18.750.000.000

Pendapatan Investasi Anak Rp 18.750.000.000

Dengan demikian, maka pada tanggal 31 Desember 2016 dan selama tahun 2016 akan
terlihat bahwa PT MSI mendapat penghasilan dari PT MFU sebesar Rp 18,75 miliar
dan menambah penghasilan pada periode tersebut.

Skenario 2; ada klausul minimal dividen di AD/ART namun ternyata dividen


dibayarkan lebih besar karena RUPS.

Pada tahun 2016, PT MFU sudah mengumumkan minimal deviden dibayarkan sebesar
Rp 25 miliar. Namun sesuai tata kelola korporasi, besaran deviden tetap ditentukan
secara final melalui RUPS. Pada RUPS, pemegang saham meminta PT MFU untuk
membayar 40% dari laba bersih, sehingga besaran dividen untuk seluruh pemegang
saham dulunya adalah Rp 25 miliar (25% dari 100 miliar) kini menjadi Rp 40 Miliar
(40% dari 100 miliar).

RUPS untuk tahun 2016, biasanya dilakukan pada awal tahun 2017, maka kenaikan
deviden ini baru akan diketahui oleh PT MFI pada 2017. Tadinya PT MFI berhak
sebesar Rp 18,75 Miliar (75% dari 25 miliar) sekarang menjadi sebesar Rp 30 Miliar
yaitu 75% dari RP 40 miliar. Ada selisih kenaikan dividen sebesar Rp 12,25 Miliar
untuk PT MFI. Sehingga setelah RUPS menyepakati kenaikan deviden PT MFI
menjurnal lagi sebagai berikut

Piutang deviden Rp 12.250.000.000

Pendapatan Investasi Anak Rp 12.250.000.000

atau bila PT MFU langsung membayar semua dividennya segera setelah RUPS maka
PT MSI mencatat dengan jurnal

Kas Rp 30.000.000.000

Piutang Deviden Rp 18.750.000.000

Pendapatan investasi anak Rp 12.250.000.000

Dengan demikian maka pendapatan investasi anak naik sebesar Rp 12,25 miliar.
Bagaimana dengan pengakuan pada 2016, bukankah sudah terlapor di laporan
keuangan PT MSI bahwa pendapatan dari PT MFU adalah sebesar Rp 18,75 Miliar?
Lalu mengapa pendapatan dividen naik menjadi Rp 30 Miliar? Kenaikan Rp 12.25
miliar akan diungkapkan dalam laporan keuangan tahun 2017 bila laporan keuangan
PT MSI sudah terbit. Bila laporan keuangan (audited) PT MSI belum terbit hingga

RUPS berlangsung, maka kenaikan ini bisa dimasukkan dalam subsequent event
(kejadian setelah tanggal neraca) di laporan keuangan bersangkutan.
Bisakah nilai deviden lebih kecil dari Rp 18,75 Miliar? Bila ada klausul persentase
minimal deviden maka tidak mungkin nilai deviden lebih kecil dari angka tersebut,
karena akan menyalahi AD/ART perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA
http://sistem- akuntansi1000.blogspot.co.id/2012/09/prinsip-pengakuan-pendapatan.html

https://akuntansipedia.com/pengakuan-pendapatan-psak23/

Anda mungkin juga menyukai