Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

GANGGUAN KESEIMBANGAN PADA LANSIA

Disusun Oleh :

Betharia Lorenza br Surbakti

203307020034

Pembimbing :

dr. Faisal Rozi Sembiring, M.Ked (PD), Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

RUMAH SAKIT UMUM ROYAL PRIMA

MEDAN

2021
Definisi
Gangguan keseimbangan dan jatuh merupakan salah satu masalah yang sering terjadi
pada orang berusia lanjut akibat berbagai perubahan fungsi organ, penyakit,dan faktor
lingkungan.

Keseimbangan merupakan proses kompleks yang melibatkan penerimaan dan integrasi


input sensorik serta perencanaan dan pelaksanaan gerakan untuk mencapai tujuan yang
membutuhkan postur tegak; suatu kemampuan untuk mengontrol pusat gravitasi tetap berada di
atas landasan penopang.

Epidemiologi

Kejadian jatuh dilaporkan terjadi pada sekitar 30% orang berusia 65 tahun ke atas setiap
tahunnya, dan 40% sampai 50% dari mereka yang berusia 80 tahun ke atas. Sepertiga dari
mereka yang berusia 65 tahun ke atas dan tinggal dirumah (komunitas) mengalami satu kali jatuh
setiap tahun, dan sekitar I dari 40 orang yang jatuh tersebut memerlukan perawatan di rumah
sakit. Hanya sekitar setengah dari pasien usia lanjut yang dirawat akibat jatuh akan hidup
setahun kemudian. Di panti rawat werda (nursing homes), sekitar 50% penghuninya mengalami
satu kali jatuh setiap tahunnya; setengah dari jumlah tersebut mengalami jatuh berulang, l0
sampai dengan 25% mengalami komplikasi serius. Jatuh mengakibatkan dua pertiga kematian
karena kecelakaan (accidental deaths).

Jatuh dapat mempengaruhi kualitas hidup. Ketakutan mengalami jatuh dialami oleh 25-
40% orang berusia lanjut, yang kebanyakan dari mereka belum mengalami jatuh. Rasa takut
jatuh merupakan faktor risiko terjadinya hendaya fungsional. Rasa takut jatuh juga seringkali
memicu atau dikaitkan dengan depresi dan isolasi social.

Data Indonesia mengenai kejadian instabilitas dan jatuh masih amat sedikit. Penelitian
Handayani (2003) di divisi Geriatri RSUPN Cipto Mangunkusumo mendapatkan angka kejadian
instabilitas sebesar 23,3%.

Perubahan Akibat Proses Menua yang Berkaitan dengan Instabilitas dan


Jatuh
Berbagai faktor berperan untuk terjadinya gangguan keseimbangan danjatuh. Umumnya
merupakan kombinasi beberapa faktor yang saling berinteraksi dengan masalah lingkungan.

Proses menua mengakibatkan perubahan pada control postural yang mungkin memegang
peran penting pada sebagian besar kejadian jatuh. Perubahan komponen dari kapabilitas
biomekanik meliputi latensi mioelektrik, waktu untuk bereaksi, proprioseptif, lingkup gerak
sendi, dan kekuatan otot. Selain itu, terdapat pula perubahan pada postur tubuh, gaya berjalan,
ayunan postural, system sensorik, dan mobilitas fungsional. Usia yang lanjut ikaitkan dengan
input proprioseptif yang berkurang, proses degeneratif pada sistem vestibuler, refleks posisi yang
melambat, dan melemahnya kekuatan otot yang amat penting dalam memelihara postur.
Kelemahan otot dan ketidakstabilan atau nyeri sendi dapat menjadi sumber gangguan postural
selama gerakan volunter.

Tabel 1. Faktor-faktor Terkait Penuaan dalam Instabilitas dan Jatuh.


Faktor yang Berkontribusi Perubahan
 Menurunnya propioseptif
 Melambatnya refleks
Perubahan Kontrol Postural  Menurunnya tonnus otot
 Meningkatnya ayunan postural
 Hipotensi ortostatik
 Kaki tidak terangkat cukup tinggi
 Laki-laki : Postur tubuh membungkuk,
dengan kedua kaki melebar dsn langkah
Perubahan gaya berjalan
pendek-pendek
 Perempuan : kedua kaki menyempit
dengan gaya jalan bergoyang-goyang
Peningkatatan prevelensi kondisi patologis  Penyakit sendi degenerative
yang terkait dengan stabilitas  Patah tulang panggul dan femur
 Stroke dengan gejala sisa ( deficit
residual)
 Kelemahan otot akibat tidak digunakan
dan deconditioning
 Neuropati Perifer
 Penyakit atau deformitas kaki
 Gangguan penglihatan
 Gangguan Pendengaran
 Pelupa dan Demensia
 Proses Penyakit lain (Penyakit
kardiovaskular, parkinsonisme,dll)
Peningkatan prevalensi kondisi yang  Penyakit jantung kongestif
menyebabkan nokturia  Insuvisiensi vena dll
Peningkatan prevalensi demensia  Gangguan fungsi kognitif

Etiologi

Keseimbangan dapat pula terganggu oleh adanya penyakit, obat-obatan, dan proses
penuaan yang berakibat ketakutan akan jatuh sehingga mengurangi aktivitas seseorang. Semua
perubahan tersebut dapat berperan untuk terjadinya jatuh, terutama pada kemampuan untuk
mencegah jatuh manakala terpeleset atau menghadapi situasi lingkungan yang membahayakan.

Tabel 2. Etilogi Jatuh

Penyebab Jatuh Keterangan


 Kecelakaan murni (terantuk, terpleset, dll)
Kecelakaan  lnteraksi antara bahaya di lingkungan dan
 Faktor yang meningkatkan kerentanan
Sinkop  Hilangnya kesadaran mendadak
 Kelemahan tungkai bawah mendadak
Drop attack yang menyebabkan jatuh tanpa
 kehilangan kesadaran
 Penyakit vestibular
Dizziness dan/atau Vertigo
 Penyakit sistem saraf pusat
 Hipovolemia atau kardiak output yang
rendah
 Disfungsi otonom
Hipotensi ortostatik  Gangguan aliran darah balik vena
 Tirah baring lama
 Hipotensi akibat obat-obatan
 Hipotensi postprandial
 Diuretika
 Antihipertensi
 Antidepresi golongan trisiklik
Obat-obatan  Sedatif
 Antipsikotik
 Hipoglikemia
 Alkohol
 Berbagai penyakit akut
 Kardiovaskular: aritmia, penyakit katup
jantung (stenosis aorta), sinkop sinus
karotid
 Neurologis: TlA, strok akut, gangguan
kejang, penyakit Parkinson, spondilosis
Proses Penyakit
lumbar atau servikal (dengan kompresi
pada korda spinalis atau cabang saraf),
penyakit serebelum, hidrosefalus tekanan
normal (ganggual gaya berjalan), lesi
sistem saraf pusat (tumor, hematom
subdural)
Idiopatik Tak ada penyebab yang dapat diidentifikasi

Faktor Risiko
Terdapat banyak faktor yang berperain untuk terjadinya instabilitas dan jatuh pada orang
usia lanjut. Berbagai faktor tersebut dapat diklasilftasikan menjadi faktor risiko intrinsik (faktor
risiko yang ada pada pasien) dan faktor risiko ekstrinsik (faktor yang terdapat di lingkungan).

Gambar 1.Faktor-faktor dan interaksi dari berbagai etiologi jatuh


a. Faktor Risiko lntrinsik
Sinkop, drop attacks, dan dizziness merupakan penyebab jatuh pada orang usia lanjut
yang sering disebut-sebut. Beberapa penyebab sinkop pada orang usia lanjut yang perlu dikenali
antara lain respons vasovagal, gangguan kardiovaskular (bradi dan takiaritmia, stenosis aorta),
gangguan neurologis akut (TIA, strok, atau kejang), emboli paru, dan gangguan metabolik.
Drop attacks merupakan kelemahan tungkai bawah mendadak yang menyebabkan jatuh
tanpa kehilangan kesadaran. Kondisi tersebut seringkali dikaitkan dengan insufisiensi
vertebrobasiler yaflg dipicu oleh perubahan posisi kepala.
Dizziness atau rasa tidak stabil merupakan keluhan yang sering diutarakan oleh orang usia
lanjut yang mengalami jatuh. Pasien yang mengeluh rasa ringan di kepala harus dievaluasi
secermat mungkin akan adanya hipotensi postural atau deplesi volume intravaskular. Di sisi lain,
vertigo merupakan gejala yang lebih spesifik walaupun merupakan pemicu jatuh yang lebih
jarang. Kondisi ini dikaitkan dengan kelainan pada telinga bagian dalam seperti labirinitis,
penyakit Meniere, dan Benign Parorysmal Positional Vertigo (BPPV). Iskemia dan infark
vertebrobasiler, serta infark serebelum juga dapat menyebabkan vertigo.
Kebanyakan pasien usia lanjut dengan gejala dizziness dan unsteadiness merasa cemas,
depresi, sangat takut jatuh, sehingga evaluasi gejala mereka menjadi sulit. Beberapa pasien,
terutama pada mereka dengan gejala ke arah vertigo, memerlukan pemeriksaan otologi, termasuk
uji auditori, yang dapat membedakan lebih jelas antara gejala akibat gangguan telinga dalam atau
adanya keterlibatan sistem saraf pusat.
Namun demikian, beberapa kondisi dapat menyebabkan hipotensi ortostatik yang berat
sehingga memicu timbulnya jatuh. Kondisi-kondisi tersebut antara lain curah jantung rendah
akibat gagal jantung atau hipovolemia, disfungsi otonom (sebagai akibat diabetes melitus),
gangguan aliran balik vena (insufisiensi vena), tirah baring lama dengan deconditioning otot dan
refleks, serta beberapa obat. Hubungan hipotensi ortostatik dengan hipertensi perlu dipahami
sehingga tatalaksana hipertensi yang baik amat diperlukan untuk mencegah timbulnya hipotensi
ortostatik tersebut.
Berbagai penyakit, terutama penyakit kardiovaskular dan neurologis, dapat berkaitan
dengan jatuh. Sinkop dapat merupakan gejala stenosis aorta dan merupakan indikasi perlunya
evalua'si pasien akan adanya stenosis aorta yang memerlukan penggantian katup. Beberapa
pasien memiliki baroreseptor karotis yang sensitif dan rentan mengalami sinkop karena refleks
tonus vagal yang meningkat akibat batuk, mengedan, atau berkemih sehingga terjadi bradikardia
atau hipotensi.
Strok akut dapat menyebabkan jatuh atau memberikan gejala jatuh. TIA sirkulasi anterior
dapat menyebabkan kelemahan unilateral dan memicu jatuh. TIA sirkulasi posterior
(vertebrobasiler) mungkin juga dapat mengakibatkan vertigo, namun perlu disertai dengan satu
atau lebih gejala lain seperti disartria, ataksia, kelemahan tungkai, dan berkurangnya lapangan
paqdang. Insufisiensivertebrobasiler seringkali disebut sebagai penyebab drop attacks; kompresi
mekanik arteri vertebralis oleh osteofit spina vertebra servikal manakala kepala diputar
disebutkan pula sebagai penyebab ketidakstabilan dan jatuh.
Penyakit lain pada otak dan sistem sarafpusat dapat pula menyebabkan jatuh. Penyakit
Parkinson dan hidrosefalus tekanan normal menyebabkan gangguan gaya berjalan yang
menyebabkan instabilitas dan jatuh. Gangguan serebelum, tumor intrakranial, dan hematoma
subdural dapat menyebabkan ketidakstabilan (unsteadiness) dengan kecenderungan mudah jatuh.

b. Faktor Risiko Ekstrinsik


Faktor risiko ekstrinsik merupakan faktor-faktor yang berada di lingkungan yang
memudahkan orang usia lanjut mengalami jatuh. Berbagai faktor tersebut antara lain lampu
ruangan yang kurang terang, lantai yang licin, basah, atau tidak rata, furnitur yang terlalu rendah
atau tinggi, tangga yang tak aman, kamar mandi dengan bak mandi dan closet terlalu rendah
atau tinggi dan tak memiliki alat bantu untuk berpegangan, tali atau kabel yang berserakan di
lantai, karpet yang terlipat, dan benda-benda di lantai yang membuat seseorang terantuk.

Obat-obatan juga dapat menjadi penyebab jatuh pada orang usia lanjut. Misalnya obat
diuretika yang dikonsumsi menyebabkan seseorang berulang kali harus ke kamar kecil untuk
buang air kecil atau efek mengantuk dari obat sedatif sehingga seseorang menjadi kurang
waspada saat berjalan.

Diagnosis

a. Anamnesis
 Riwayat medis umum
 Tingkat Mobilitas
 Riwayat jatuh sebelumnya
 Obat-obatan yang dikonsumsi : Terutama obat antihipertensi dan psikotropika
 Apa yang dipikirkan pasien sebagai penyebab jatuh : Apakah pasien sadar bahwa akan jatuh?
Apakah kejadian jatuh tersebut sama sekali tak terduga?
 Lingkungan sekitar tempat jatuh : Apakah pasien terpleset atau terbhtuk? Waktu dan tempat
jatuh, Saksi, Kaitannya dengan perubahan postur, batuk, buang air kecil, memutar kepala
 Gejala yang terkait : Kepala terasa ringan, dizziness, vertigo Palpitasi, nyeri dada, sesak.
Gejala neurologis fokal mendadak (kelemahan, gangguan sensorik, disartria, ataksia, bingung,
afasia), Aura, lnkontinensia urin atau alvi
 Hilangnya kesadaran : Apakah yang langsung diingat segera setelah jatuh? Apakah pasien
dapat bangkit kembali setelah jatuh dan jika dapat, berapa lama waktu yang diperlukan untuk
dapat bangkit setelah jatuh? Apakah adanya hilangnya kesadaran dapat dijelaskan oleh saksi?

b. Pemeriksaan Fisik
 Vital sign : Demam, hipotermia, frekuensi pernapasan, frekuensi nadi dan tekanan darah
saat berbaring, duduk, dan berdiri
 Kulit : Turgor, trauma, kepucatan
 Mata : Visus
 Kardiovaskular : Aritmia, bruit karotis, tanda stenosis aorta, sensitivitas sinus karotis
 Ekstremitas : Penyakit sendi degeneratif, Iingkup gerak sendi, deformitas, fraktur,
masalah podiatrik (kalus, bunion, ulserasi, sepatu yang tidak sesuai,
kesempitan/kebesaran, atau rusak
 Neurologis : Status mental, tanda fokal, otot (kelemahan, rigiditas, spastisitas), saraf
perifer (terutama sensasi posisi), proprioseptif, refl eks, fungsi saraf kranial, fungsi
serebelum (terutama uji tumit ke tulang kering), gejala ekstrapiramidal: tremor saat
istirahat, bradikinesia, gerakan involunter lain, keseimbangan dan cara berjalan dengan
mengobservasi cara Pasien berdiri dan berjalan (uji get up and go)

c. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan laboratorium tidak selalu diperlukan, tergantung data yang diperoleh dari
riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Jika didu ga terdapat penyakit akut yang mendasari
terjadinya instabilitas atau jatuh, perlu dilakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksan
darah perifer lengkap, elektrolit, ureum, foto toraks, atau elektrokardiogram. Jika dicurigai
adanya aritrnia sesaat atau blok jantung, elektrokardiogram perlu dikerjakan.
 Ekokardiografi perlu dilakukan bila dicurigai terdapat murmur jantung lebih keras dari derajat
2. Pencitraan dengan CT-scan dan elektroensefalogram perlu dikerjakan bila dicurigai kuat
terdapat lesi intrakranial atau kejang.
 Uji fungsional pemeriksaan untuk mengevaluasi fungsi mobilitas sehingga dapat mendeteksi
perubahan klinis bermakna yang menyebabkan seseorang berisiko untuk jatuh atau timbul
disabilitas dalam mobilitas, tersebut antara lain: the timed up-and-go test (TUG), uji
menggapai fungsional (functional reach test), dan uji keseimbangan Berg (the Berg balance
sub-scale of the mobility index).
 Uji TUG : uji TUG merupakan modifikasi dari uji get up and go (GUG) Pada uji GUG
subyek diminta untuk bangkit dari kursi, berjalan sepanjang 3 meter, berbalik arah kembali
menuju kursi, dan duduk kembali. Oleh pemeriksa dinilai cara berjalan dan ada tidaknya
gangguan gaya berjalan subyek, kemudian diberikannilai berskala l-5; nilai 1 berarti normal,
sedangkan nilai 5 menunjukkan abnormalitas berat.
Uji TUG dapat digunakan untuk rnengukur mobilitas, keseimbangan, dan pergerakan pada
usila. Fungsi mobilitas fungsional dasar tersebut diukur dari berapa detik waktu yang
diperlukan subyek untuk melakukan aktivitas berturut-turut: bangkit dari kursi bertinggi
duduk 46 cm dengan sandaran lengan dan punggung, berjalan sepanjang 3 meter berbalik arah
kembali
menuju kursi, dan duduk kembali. Interpretasi :
 Nilai < 10
Uji : Kemandirian penuh Menggapai
Nilai 10-<20 : Mandiri untuk berbagai aktivitas mobilitas seperti aktivitas
detik mandi, mampu untuk naik tangga, dan berpergian sendiri
Nilai 20-29 detik : Terdapat variasi dalam mobilitas dan keseimbangan
Nilai ≥ 30 detik : Mobilitas terganggu dn ketergantungan pada kebanyakan
aktivitas karena risiko jatuh tinggi
terjauh seseorang yang berdiri mampu menggapai atau mencondongkan badannya ke depan
tanpa melangkah. Uji ini mudah dilakukan, namlm hanya mengukur satu komponen dari
keseimbangan dinamik.

Gambar 2.Uji menggapai fungsional


Nilai normal

Usia 41-69 Tahun : Laki-laki : 14,98 inci ± 2,21


Perempuan : 13,81 inci ± 2,2
Usia 70-87 Tahun : Laki-laki : 13,16 inci ± 1,55
Perempuan : 10,47 inci ± 3,5
Usia ≥ 70 Tahun : Nilai 6 inci atau kurang berkorelasi dengan kecepatan berjalan dan
risiko untuk jatuh
 Uji Keseimbangan Berg: Uji ini merupakan uji aktivitas dan keseimbangan fungsional yang
menilai penampilan mengerjakan 14 tugas, diberikan angka 0 (tidak mampu melakukan)
sampai 4 (mampu mengerjakan dengan normal sesuai dengan waktu dan jarak yang
ditentukan) dengan skor maksimum 56. Tugas-tugas yang dinilai adalah duduk tanpa bantuan,
bangkit dari duduk ke berdiri, berdiri ke duduk, transfer, berdiri tanpa bantuan, berdiri dengan
mata tertutup, berdiri dengan kedua kaki rapat, berdiri dengan kedua kaki dalam posisi
tandem, berdiri dengan satu kaki, rotasi punggung saat berdiri, mengambil obyek tertentu dari
lantai, berputar 360", melangkahi kursi tanpa sandaran, dan menggapai ke arah depan saat
berdiri. (gerukan volunter). Dibutuhkan waktu selama l0-20 menit untuk melaksanakan tugas:
duduk, berdiri, berjalan, berbalik arah 360 derajat, menggapai, dan sebagainya.
Untuk kisaran skor 56-54, tiap penurunan 1 nilai berkaitan dengan peningkatan odds ratio
risiko jatuh sebesar 3-4%; untuk kisaran 54-46, tiap penurunan 1 nilai berkaitan dengan
peningkatan risiko jatuh 6-8%. Nilai 36 atau kurang, risiko jatuh hampir 100%.

Tatalaksana
Prinsip dasar tatalaksana usia lanjut dengan masalah instabilitas dan riwayat jatuh adalah
mengkaji dan mengobati trauma fisik akibat jatuh; mengobati berbagai kondisi yang
mendasari instabilitas dan jatuh; memberikan terapi fisik dan penyuluhan berupa latihan cara
berjalan, penguatan otot, alat bantu, sepatu atau sandal yang sesuai; mengubah lingkungan
agar lebih aman seperti pencahayaan yang cukup; pegangan; lantai yang tidak licin, dan
sebagainya.
Latihan fisik (penguatan otot, fleksibilitas sendi, dan keseimbangan), latihan Tai Chi,
adaptasi perilaku (bangun dari duduk perlahan-lahan, menggunakan pegangan atau perabot
untuk keseimbangan, dan teknik bangun setelah jatuh) perlu dilakukan untuk mencegah
morbiditas akibat instabilitas dan jatuh berikutnya.
Perubahan lingkungan acapkali penting dilakukan untuk mencegah jatuh berulang.
Lingkungan tempat orang usia lanjut tinggal seringkali tidak aman sehingga upaya perbaikan
diperlukan untuk memperbaiki keamanan mereka agar kejadian jatuh dapat dihindari.
Refrensi
Setiawati, S., Alwi, I., W.Sudoyo, A., K, M. S., Setiyohadi, B., & Syam, A. F. (Eds.). (2015).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Ed IV). Interna Publishing.

Anda mungkin juga menyukai