Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN


DENGAN DIAGNOSA MEDIS CVA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu

Praktek Klinik Keperawatan Medikal Bedah I

Di Ruang Teratai

RS ISLAM UNISMA

Oleh:

Nama : Archelli Martya Diginanda Sylva

NIM : P17210193040

PRODI D-III KEPERAWATAN MALANG

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

TAHUN AJARAN 2021/2022


A. Masalah Kesehatan : Cerebrovascular Accident
B. Pengertian
Cerebrovascular accident (CVA) atau biasa dikenal sebagai stroke,
suatu penyakit neurologis yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah
otak secara mendadak yang mengakibatkan kelumpuhan anggota gerak
gangguan bicara, proses berpikir, dan bentuk kecacatan yang lain akibat
gangguan fungsi otak. CVA (Cerebri Vascular Accident) merupakan
kelainan fungsi otak yang timbul dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan
saja dengan gejala-gejala berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan cacat hingga menyebabkan kematian.
Cerebrovascular accident (CVA) merupakan penyakit gangguan
fungsional otak akut fokal maupun global akibat terhambatnya aliran darah
ke otak karena perdarahan ataupun sumbatan dengan gejala dan tanda sesuai
bagian otak yang terkena, yang dapat sembuh sempurna, sembuh dengan
cacat,atau kematian. Dua tipe cerebrovascular accident yaitu CVA
infark/iskemik dan CVA hemoragik. Stroke hemoragik lebih jauh dibagi
menjadi hemoragik intrasrebral dan hemoragik subaraknoid.
CVA infark atau stroke non-hemoragik adalah kematian pada otak
yang biasanya timbul setelah beraktifitas fisik atau karena psikologis
disebabkan oleh trombus maupun emboli pada pembuluh darah di otak.
Sedangakan CVA Bleeding atau stroke hemoragik adalah stroke yang
disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak.

C. Gejala dan Tanda


Gejala dan tanda CVA bergantung pada arteri serebral yang terkena,
fungsi otak dikendalikan atau diperantarai oleh bagian otak yang terkena,
keparahan kerusakan serta ukuran daerah otak yang terkena selain
bergantung pula pada derajat sirkulasi kolateral.
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak
yang terkena :
1. Lobus parietal, fungsinya yaitu untuk sensasi somatik, kesadaran
menempatkan posisi.
2. Lobus temporal, fungsinya yaitu untuk mempengaruhi indra dan
memori.
3. Lobus oksipital, fungsinya yaitu untuk penglihatan Lobus frontal,
fungsinya untuk mempengaruhi mental, emosi, fungsi fisik,
intelektual.
Beberapa tanda dan gejala stroke akut berupa:
1. Terasa semutan/seperti terbakar
2. Kesulitan menelan, sering tersedak
3. Mulut mencong dan sulit untuk bicara
4. Disartia atau pelo, cadel
5. Afasia bicara tidak lancar, kurang ucapan atau kesulitan memahami
6. Kepala pusing atau sakit kepala secara mendadak tanpa penyebab
7. Gangguan penglihatan
8. Gerakan tidak terkontrol
9. Bingung/konfulsi, delirium, letargi, stupor atau koma.
D. Pohon Masalah

Hipertensi, DM, Jantung, merokok, stress, obesitas, kolesterol,


gaya hidup

Penyempitan pembuluh darah Infiltrasi limfosit (thrombus)

Aliran darah terhambat Emboli Pembuluh darah pecah

Edema cerebral Stroke Non- Hemoragik Stroke Hemoragik


Pembuluh darah pecah Pembuluh darah pecah

Peningkatan TIK Penurunan Suplai Oksigen Risiko perfusi serebral tidak efektif

Arteri carotis interna Arteri vertebrata basilasris

Disfungsi neurocerebrospinal Penurunan fungsi nervous IX, X Disfungsi N II Disfungsi nervous XI (acsesoris)
nervous VII, IX, XII

Gangguan menelan Penurunan darah ke retina Kelemahan anggota gerak


Kehilangan fungsi tonus otot

Intake nutrisi berkurang Kebutaan


Gangguan komunikasi verbal Gangguan mobilitas fisik

Risiko defisit nutrisi Risiko cedera


E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk memastikan jenis serangan
stroke, letak sumbatan atau penyempitan pembuluh darah, letak perdarahan,
serta luas jaringan otak yang mengalami kerusakan.
1. CT Scan
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark
2. Pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI)
Pemeriksaan MRI menunjukkan daerah yang mengalami infark atau
hemoragik (Oktavianus, 2014). MRI mempunyai banyak keunggulan
dibanding CT dalam mengevaluasi stroke, MRI lebih sensitif dalam
mendeteksi infark, terutama yang berlokasi dibatang otak dan serebelum
3. Pemeriksaan magnetic resonance angiography (MRA)
Merupakan metode non-infasif yang memperlihatkan arteri karotis dan
sirkulasi serebral serta dapat menunjukan adanya oklusi
4. Pemeriksaan ultrasonografi karotis dan dopler transkranial
Mengukur aliran darah serebral dan mendeteksi penurunan aliran darah
stenosis di dalam arteri karotis dan arteri vetebrobasilaris selain
menunjukan luasnya sirkulasi kolateral.Kedua pemeriksaan ini dapat
digunakan untuk mengkaji perburukkan penyakit vaskular dan
mengevaluasi efek terapi yang ditimbulkan pada vasospasme, seperti
yang terjadi pada perdarahan subaraknoid.Angiografi serebral
merupakan prosedur invasif yang menggunakan media kontras untuk
menunjukan pembuluh darah serebral, kepatenan, dan lokasi stenosis,
oklusi atau aneurisma.Pemeriksaan aliran darah serebral membantu
menentukan derajat vasopasme
5. Pemeriksaan lumbal pungsi
Pemeriksaan fungsi lumbal menunjukkan adanya tekanan. Tekanan
normal biasanya ada trombosis, emboli dan TIA, sedangkan tekanan
yang meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan
adanya perdarahan subarachnoid atau intrakranial
6. Pemeriksaan EKG
Dapat membantu mengidentifikasi penyebab kardiak jika stroke emboli
dicurigai terjadi
7. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan elektrolit, fungsi ginjal, kadar
glukosa, lipid, kolestrol, dan trigliserida dilakukan untuk membantu
menegakan diagnose
8. EEG (Electro Enchepalografi)
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak atau
mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
9. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan, obtruksi arteri, oklusi/ruptur
10. Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari masa yang luas, klasifikasi karotis interna terdapat pada
trobus serebral. Klasifikasi parsial dinding, aneurisma pada perdarahan
sub arachnoid
11. Pemeriksaan foto thorax
Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran
ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke, menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
daerah berlawanan dari masa yang meluas

F. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan stroke dilakukan berdasarkan jenis stroke.
Penatalaksanaan stroke biasanya dimulai dengan penanganan akut dalam
kondisi emergensi dan dilanjutkan dengan rehabilitasi pasien jangka
panjang. Selain itu, pemilihan jenis terapi juga dilihat dari waktu masuk
layanan kesehatan dan onset dari stroke. Stroke memiliki jendela terapi tiga
sampai enam jam. Beberapa hal yang harus dilakukan pada
kegawatdaruratan stroke adalah sebagai berikut (Darwati et al., 2019):
1. Lakukan intubasi bila pasien tidak sadar (Glasgow Coma Scale <8).
Pastikan jalan napas pasien aman jika intubasi tidak dapat dilakukan
2. Jika pasien mengalami hipoksia (saturasi oksigen di bawah 94%),
berikan oksigen. Mulai dari pemberian 2 liter per menit
menggunakan nasal kanul dan tingkatkan hingga 4 liter per menit
sesuai kondisi pasien
3. Elevasi kepala 30o tetapi penelitian terbaru mempertanyakan posisi
kepala mana yang lebih baik, apakah elevasi kepala atau tidak
4. Intubasi bila stupor atau koma atau terjadi gagal nafas.
Penanganan stroke ditentukan oleh penyebab stroke dan dapat berupa
terapi farmasi, radiologi intervensional, atau pun pembedahan. Untuk stroke
iskemik, terapi bertujuan untuk meningkatkan perfusi darah keotak,
membantu lisis bekuan darah dan mencegah trombosis lanjutan, melindungi
jaringan otak yang masih aktif, dan mencegah cedera sekunder lain. Pada
stroke hemoragik, tujuan terapi adalah mencegah kerusakan sekunder
dengan mengendalikan tekanan intrakranial dan vasospasme, serta
mencegah perdarahan lebih lanjut (Widyastuti et al., 2019).
1. Farmakologis
a) Vasodilator meningkatkan aliran darah serebri (ADS)
b) Diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin
intraarterial.
c) Medikasi antitrombosit untuk menghambat reaksi pelepasan
agregasi trombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
d) Antikoagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya
trombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem
kardiovaskuler
2. Non-Farmakologis
Berikut ini beberapa jenis terapi yang dapat dijalankan terkait proses
pemulihan kondisi pasca stroke :
a) Terapi Wicara
Terapi wicara membantu penderita untuk mengunyah, berbicara,
maupun mengerti kembali kata – kata
b) Fisioterapi
Fisioterapi yang digunakan untuk menangani kondisi stroke
stadium akut dengan tujuan :
1) Mencegah komplikasi pada fungsi paru akibat tirah baring
yang lama
2) Menghambat spastisitas, pola sinergis ketika ada peningkatan
tonus
3) Mengurangi oedem pada anggota gerak atas dan bawah sisi
sakit
4) Merangsang timbulnya tonus ke arah normal, pola gerak dan
koordinasi gerak
5) Meningkatkan kemampuanaktivitas fungsional
c) Akupuntur
Akupuntur dapat mempersingkat waktu penyembuhan dan
pemulihan gerak motorik serta ketrampilan sehari-hari
d) Terapi Musik
Penelitian mengungkapkan bahwa dengan mendengarkan musik
setiap hari, penderita akan mengalami peningkatan pada ingatan
verbalnya dan memiliki mood yang lebih baikdibandingkan
dengan penderita stroke yang tidak mendengarkan musik. Selain
itu, mendengarkan musik pada tahap awal pascastroke dapat
meningkatkan pemulihan daya kognitif dan mencegah
munculnya perasaan negatif
e) Terapi Nutrisi
Beberap zat gizi yang membantu dalam proses terapi nutrisi
terkait stroke, diantaranya, yaitu :
1) Vitamin A berperan sebagai antioksidan yang dapat
mencegah terbentuknya tumpukan (plak) kolestrol dalam
pembuluh darah.
2) Asam folat dapat menurunkan risiko penyempitan pembuluh
darah otak.
3) Isoflavon dapat meningkatkan fungsi pembuluh darah nadi
(arteri) pada pasien stroke.
4) Vitamin C dan bioflavonoid dapat membantu mengencerkan
darah
3. Pembedahan
Tujuan pembedahan adalah untuk memperbaiki aliran darah serebri
yang dilakukan dengan:
a) Endoseterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu
dengan membuka arteri karotis dileher
b) Revaskularisasi terutama pada klien TIA
c) Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
d) Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma
G. Pengkajian Keperawatan
1. Biodata
a) Usia
Risiko stroke semakin meningkat setelah usia 55 tahun. Usia
terbanyak terkena serangan stroke adalah usia 65 tahun ke atas. Setelah
umur 50 tahun tampaknya ada kecenderungan bahwa arteri-arteri
serebral yang kecil juga terkena proses aterosklerosis. Penyempitan yang
disebabkan
b) Jenis Kelamin
Laki – laki lebih beresiko terkena stroke daripada perempuan. Stroke
menyerang laki laki 19 % lebih banyak dibandingkan perempuan. Hal
ini dikarenakan perempuan memiliki hormone esterogen yang berperan
dalam mempertahankan kekebalan tubuh sampai menepouse dan sebagai
proteksi atau pelindung pada proses aterosklerosis.
c) Lingkungan tempat tinggal
Kulit hitam lebih tinggi angka kejadian stroke, hal tersebut diduga
karena angka kejadian hipertensi yang tinggi serta diet tinggi garam
d) Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang menentukan sikap orang tersebut
terhadap berperilaku hidup sehat. Oleh karena itu, seseorang dengan
tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan mampu memahami
informasi kesehatan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-
hari.
2. Kesehatan Umum
a) Keluhan utama
Biasanya klien datang ke rumah sakit dalam kondisi : penurunan
kesadaran atau koma serta disertai kelumpuhan dan keluhan sakit
kepala hebat bila masih sadar
b) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak pada saat
klien melakukan aktivitas. Biasanya terjadinya nyeri kepala, mual,
muntah, bahkan kejang sampai tidak sadar selain gejala kelumpuhan
separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
c) Riwayat penyakit dahulu
Perlu dikaji adanya riwayat DM, Hipertensi, kelainan jantung,
pernah TIAs, Policitemia karena hal ini berhubungan dengan
penurunan kualitas pembuluh darah otak menjadi menurun.
d) Riwayat penyakit keluarga
Perlu dikaji ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat dari generasi terdahulu.
e) Riwayat Pekerjaan dan Pola Hidup
Lingkungan tempat kerja dan pola hidup seperti minum alkohol,
konsumsi obat tertentu, merokok dapat mengingkatakn risiko stroke.
3. Nutrition
Pasien dengan penyakit stroke pada umumnya mengalami
malnutrisi, keadaan malnutrisi ini menyebabkan immunodefisiensi dan
menurunkan cell mediated immunity. Pada malnutrisi kronik terdapat
kelainan yang bermakna pada immunitas seluler, yaitu penurunan
jumlah limfosit, penurunan aktifi tas sel natural killer (NK), dan
produksi IL-2 dan TNFa.
a) Antropometri
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, penurunan berat badan akibat gangguan menelan, mual, dan
muntah pada fase akut.
b) Biochemical
Hemoglobin dan albumin menurun.
c) Clinical
1) Kepala : penyebaran rambut, alopesia, kebersihan kepala,
benjolan abnormal, dan hematoma yang bisa diindikasikan
adanya trauma kepala, nyeri tekan juga dapat diindikasikan pada
tekanan intracranial.
2) Kulit : kasar, kering, bersisik, pucat, ptekie, kehilangan lemak
subkutan.
3) Mulut : mulut mencong dan penurunan koordinasi gerakan
mengunyah akibat paralisis saraf trigeminus (saraf V), gangguan
pada saraf IX dan X yang menyebabkan kemampuan menelan
kurang baik dan kesulitan membuka mulut, sianosis, akibat
penurunan suplay oksigen, kebersihan rongga mulut dan gigi
terganggu akibat kelemahan fisik yang mengakibatkan pasien
kesulitan dalam membersihkannya secara mandiri, disartria,
afasia
4) Mata : konjungtiva pucat akibat kurangnya suplai darah ke
jaringan karena kerja jantung yang menurun sekunder terhadap
penurunan kesadaran, pupil anisokor dapat di jumpai pada pasien
yang mengalami penurunan kesadaran. Papiledema akibat
peningkatan tekanan intracranial yang mendesak tekanan pada
intraokuler, penglihatan dan lapangan pandang kurang pada sisi
yang sakit akibat gangguan saraf ke III, IV, VI sehingga terjadi
paralisis pada sisi otot okularis yang sakit.
d) Diet
Ketidak mampuan untuk makan karena gangguan menelan,nafsu
makan menurun
e) Eliminasi
Perubahan pola berkemih seperti : inkontenensia urin, anuria.
Distensi abdomen, bising usus (-)
1) Inspeksi :adanya benjolan abnormal, acites
2) Auskultasi :penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama
Perkusi :tympani
3) Palpasi :kuadaran kiri bawah : dapat ditemukan penumpukan
skibala karena penurunan peristaltik sekunder terhadap bad rest
yang lama
4. Aktivitas dan Istirahat
a) Isitirahat/tidur
Merasa mudah lelah, susah untuk beristirahat (nyeri/kejang otot.
b) Aktivitas
Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplagia)
c) Cardio respon
Palpasi : Frekuensi nadi dapat bervariasi (karena ketidakstabilan
fungsi jantung, obat-obatan, efek stroke pada pusat vasomotor).
Auskultasi : Desiran pada karotis, femoralis, dan arteri iliaka/aorta
yang abnormal
d) Pulmonary respon
Perlu dikaji adanya :
1) Sumbatan jalan nafas karena penumpukan sputum dan
kehilangan refleks batuk.
2) Tanda-tanda lidah jatuh kebelakang
3) Auskultasi suara nafas mungkin ada stridor
4) Jumlah dan irama nafas
e) Syaraf Kranial
1) Saraf I (olfaktorius) : Pada pasien srtoke perdarahan tidak ada
kelainan pada fungsi penciuman.
2) Saraf II (optikus) : Disfungsi persepsi visual karena gangguan
jaras sensori primer diantara mata dan korteks visual. Gangguan
hubungan visual spasial sering terlihat pada pasien dengan
hemiplegi kiri. Pasien mungkin tidak dapat memakai pakaian
tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokan
pakaian ke bagian tubuh.
3) Saraf III (okulomotor), IV (troklearis), VI (abdusen) : stroke
mengakibatkan paralisis pada satu sisi otot okularis, sehingga
didapatkan penurunan kemampuan gerak dan lapang pandang
pada sisi yang sakit.
4) Saraf V (trigeminus) : Optalmikus : reflek kornea menurun,
sensasi kulit wajah dahi dan paranasal menurun. Maksilaris:
sensasi kulit wajah bagian kanan berkurang sesisi. Mandibularis:
gerakan rahang terganggu, pasien kesulitan membuka mulut.
5) Saraf VII (fasialis) : wajah asimetris dan otot wajah tertarik ke
bagian sisi yang sehat.
6) Saraf VIII (vestibulokoklearis) : tidak ditemukan adanya tuli
konduktif dan tuli persepsi.
7) Saraf IX (glosofaringeal) dan X (vagus) : terganggunya
kemampuan menelan dan kesulitan membuka mulut.
8) Saraf XI (aksesorius) : atrofi otot ekstremitas sesisi akibat
kurangnya pergerakan ekstremitas sekunder terhadap kelemahan
atau kelumpuhan sesisi.
9) Saraf XII (hipoglossus) :Lidah mencong.
5. Domain 5 : Perception/cognition
Penurunan dalam ingatan dan memori baik jangka pendek maupun
jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.Pola
persepsi dan konsep diri yang didapatkan, klien merasa tidak berdaya,
tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif
6. Pola presepsi
Adanya perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa dan emosi labil.
Kesulitan untuk mengekspresikan diri
7. Pola hubungan
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan
8. Pola seksual
Adanya penurunan gairah seksual.
9. Pola koping dan stres
Biasanya dijumpai tanda kecemasan karena ancaman kematian
diekspresikan dengan menangis, klien dan keluarga sering bertanya
tentang pengobatan dan kesembuhan.
10. Pola spiritual
Klien biasanya jarang melakukakan ibadah karena tingkah laku yang
tidak stabil, kelemahan, atau kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh
11. Keamanan
Masalah dalam penglihatan, kesulitan menelan, mudah lelah dan
koordinasi yang kurang pada otot-otot.
12. Kenyamanan
Pengkajian objektif pada pasien ditemukan wajah meringis, menangis,
merintih, meregang, dan mengeliat, perasaan tidak nyaman seperti mual
dan muntah.
13. Pertumbuhan dan perkembangan
Biasanya pada pasien stroke tidak ada masalah dalam pertumbuhan.

H. Daftar Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2017):
a) Risiko perfusi serebral tidak efektif d.d embolisme
b) Gangguan menelan b.d gangguan saraf kranialis
c) Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan neuromuskuler
d) Risiko defisit nutrisi d.d ketidakmampuan menelan makanan
e) Risiko cedera d.d perubahan fungsi psikomotor
f) Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuscular

I. Intervensi Keperawatan
Risiko perfusi serebral tidak efektif d.d embolisme (D.0017)
Perfusi serebral (L.02014) (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019) :
Tingkat kesadaran meingkat 1-5
Kognitif meingkat 1-5
Tekanan intracranial menurun 1-5
Sakit kepala menurun 1-5
Gelisah menurun 1-5
Kecemasan menurun 1-5
Agitasi menurun 1-5
Demam menurun 1-5
Nilai rata-rata tekanan darah membaik 1-5
Kesadaran membaik 1-5
Tekanan darah sistolik membaik 1-5
Tekanan darah diastolic membaik 1-5
Reflek saraf membaik 1-5

Intervensi menurut (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018) :


Manajemen peningkatan tekanan intracranial (I.06194)

Observasi Terapeutik Kolaborasi


- Identifikasi - Minimalkan stimulus - Kolaborasi
penyebab dengan menyediakan pemberian sedasi
peningkatan TIK lingkungan yang tenang dan anti kolvusan,
- Monitor tanda - Berikan posisi semi- jika perlu
dan gejala fowler - Kolaborasi
peningkatan TIK - Hindari maneuver pemberian diuretic
- Monitor MAP valsava osmosis, jika perlu
- Monitor CVP - Cegah terjadinya - Kolaborasi
- Monitor PAWP kejang pemberian pelunak
- Monitor PAP - Hindari penggunaan tinja, jika perlu
- Monitor ICP PEEP
- Monitor CPP - Hindari pemberian
- Monitor cairan IV hipotonik
gelombang ICP - Atur ventilator agar
- Monitor status PaCO2 optimal
pernapasan
- Monitor intake
dan output cairan
- Monitor cairan
serebro-spnalis

Gangguan menelan b.d gangguan saraf kranialis (D.0063)


Status Menelan (L.06052) (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019) :
Mempertahankan makanan di mulut meningkat 1-5
Reflek menelan meningkat 1-5
Kemampuan mengosongkan mulut meningkat 1-5
Kemampuan mengunyah meningkat1-5
Usaha menelan meningkat 1-5
Pembentukan bolus meningkat 1-5
Frekuensi tersedak menurun 1-5
Batuk menurun 1-5
Muntah menurun 1-5
Gelisah menurun 1-5
Regurgitasi menurun 1-5
Produksi saliva membaik 1-5
Penerimaan makanan membaik1-5
Kualitas suara membaik 1-5

Intervensi menurut (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018) :


Dukungan Perawatan Diri : Makan/Minum ( I. 11341)

Observasi Terapeutik Edukasi Kolaborasi


- Identifikasi - Ciptakan - Jelaskan - Kolaborasi
diet yang lingkungan posisi makan pemberian
dianjurkan yang pada pasien obat (mis.
- Monitor menyenangka yang analgesik,
kemampuan n selama mengalami antiemetik),
menelan makan gangguan sesuai indikasi
- Monitor status - Atur posisi penglihatan
hidrasi pasien, yang nyaman dengan
jika perlu untuk menggunaka
makan/minu n arah jarum
m jam (mis.
- Lakukan oral sayur di jam
hygiene 12, rendang
sebelum di jam 3)
makan, jika
perlu
- Letakkan
makanan di
sisi mata
yang sehat
- Sediakan
sedotan
untuk
minum,
sesuai
kebutuhan
- Siapkan
makanan
dengan suhu
yang
meningkatka
n nafsu
makan
- Sediakan
makanan dan
minuman
yang disukai
- Berikan
bantuan saat
makan/minu
m sesuai
tingkat
kemandirian,
jika perlu
- Motivasi
untuk makan
di ruang
makan, jika
tersedia
Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan neuromuskuler (D.0019)
Komunikasi verbal (L.13118) (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019) :
Kemapuan berbicara meningkat 1-5
Kemampuan mendengar meningkat 1-5
Kesesuaian ekspresi wajah/tubuh meningkat 1-5
Kontak mata meningkat 1-5
Afasia menurun 1-5
Disfasia menurun 1-5
Apraksia menurun 1-5
Disleksia menurun 1-5
Disatria menurun 1-5
Afonia menurun 1-5
Dislasia menurun 1-5
Pelo menurun 1-5
Gagap menurun 1-5
Respons perilaku membaik 1-5
Pemahaman komunikasi membaik 1-5

Intervensi menurut (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018) :


Promosi komunikasi : Defisit bicara (I.13492)

Observasi Terapeutik Edukasi Kolaborasi


- Monitor - Gunakan - Anjutkan - Rujuk ke ahli
kecepatan, metode berbicara patologi bicara
tekanan, komunikasi perlahan atau terapis
kuantitas, alternative - Ajarkan pasien
volume, dan - Sesuaikan dan keluarga
diksi bicara gaya proses kognitif,
- Monitor proses komunikasi anatomis, dan
kognitif, dengan fisiologis yang
antomis, dan kebutuhan berhubungan
fisiologis yang - Modifikasi dengan
berkaitan lingkungan kemampuan
dengan bicara untuk berbicara
- Monitor meminimakan
frustasi, marah, bantuan
depresi, atau hal - Ulangi apa
lain yang yang
mengganggu disampaikan
bicara pasien
- Identifikasi - Berikan
perilaku dukungan
emosional dan psikologis
fisik sebagai - Gunakan juru
bentuk bicara, jika
komunikasi perlu

Risiko defisit nutrisi d.d ketidakmampuan menelan makanan (D.0032)


Status Nutrisi : L.03030 (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019) :
Porsi makan yang dihabiskan meningkat 1-5
Kekuatan otot pengunyah meningkat 1-5
Kekuatan otot menelan meningkat 1-5
Pengetahan tentang standar asupan nutrisi yang tepat meningkat 1-5
Membrane mukosa membaik 1-5

Intervensi menurut (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018) :


Manajemen Nutrisi : I.03119

Observasi Terapeutik Edukasi Kolaborasi


- Identifikasi - Lakukan oral - Anjurkan - Kolaborasi
status nutrisi hygiene posisi duduk, pemberian
- Identifikasi sebelu makan, jika mempu medikasi
alergi dan jika perlu - Ajarkan diet sebelum
intoleransi - Fasilitasi yang makan ( mis.
makanan menentukan diprogramkan antipiretik
- Identifikasi pedoman diet pereda
makanan - Sajikan nyeri), jika
disukai makanan perlu
- Identifikasi secara - Kolaborasi
kebutuhan mekanik dan dengan ahli
kalori dan jenis suhu yang gizi untuk
nutrien sesuai menentukan
- Identifikasi - Berikan jumlah
perlunya maknaan yang kalori dan
penggunaan tinggi serat jenis
selang untuk nutrient
nasogastric mencegah yang
- Monitor asupan konstipasi dibutuhkan
makanan - Berikan jika perlu
- Monitor BB makanan
tinggi kalori
dan tinggi
protein
- Berikan
suplemen
makan jika
perl
- Hentikan
pemberian
makan
melalui selang
nasogastric

Risiko cedera d.d perubahan fungsi psikomotor (D.0136)


Tingkat cedera (L.14136) (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019) :
Toleransi aktivitas meningkat 1-5
Nafsu makan meningkat 1-5
Toleransi makanan meningkat 1-5
Kejadian cedera menurun 1-5
Luka/lecet menurun 1-5
Ketegangan otot menurun 1-5
Fraktur menurun 1-5
Perdarahan menurun 1-5
Ekspresi wajah kesakitan menurun 1-5
Agitasi menurun 1-5
Iritabilitas menurun 1-5
Gangguan mobilitas menurun 1-5
Gangguan kognitif menurun 1-5
Tekanan darah membaik 1-5
Frekuensi nadi membaik 1-5
Frekuensi napas membaik 1-5
Denyut jantung apical membaik 1-5
Denyut jantung radialis membaik 1-5
Pola istirahat/tidur membaik 1-5

Intervensi menurut (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018) :


Manajemen keselamatan lingkungan (I.14513)

Observasi Terapeutik Edukasi


- Identifikasi - Hilangkan bahaya - Ajarkan
kebutuhan keselamatan individu,
keselamatan lingkungan keluarga, dan
- Monitor perubahan - Modifikasi lingkungan kelompok risiko
status keselamaran untuk meminimalkan tinggi bahaya
lingkungan bahaya dan risiko lingkungan
- Sediakan alat bantu
keamanan lingkungan
- Gunakan perangkat
pelindung
- Hubungi pihak
berwenang sesuai
masalah komunitas
- Lakukan program
skrining bahaya
lingkungan

Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuscular (D.0054)


Mobilitas Fisik (L.05042) (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019)
Pergerakan ekstremitas meningkat 1-5
Kekuatan otot meningkat 1-5
Rentang gerak (ROM) meningkat 1-5
Nyeri menurun 1-5
Kecemasa menurun 1-5
Kaku sendi menurun 1-5
Gerakan tidak terkoordinasi menurun 1-5
Gerakan terbatas menurun 1-5
Kelemahan fisik menurun 1-5
Intervensi
Dukungan Ambulasi (I.06171) (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019) :

Observasi Terapeutik Edukasi


- Identifikasi adanya - Fasilitasi aktivitas - Jelaskan tujuan
nyeri atau keluhan ambulasi dengan alat dan prosedur
fisik lainnya bantu ambulasi
- Identifikasi toleransi - Fasilitasi mobilitas - Anjurkan
fisik melakukan fisik, jika perlu melakukan
ambulasi - Libatkan keluarga ambulasi dini
- Monitor frekuensi untuk membantu - Ajarkan ambulasi
jantung dan tekanan pasien dalam sederhana yang
darah sebelum meningkatkan harus dilakukan
memulai ambulasi ambulasi
- Monitor kondisi
umum selama
melakukan ambulasi
DAFTAR PUSTAKA

Darwati, L. E., Setianingsih, S., & Purwati, P. (2019). Penanganan Awal Stroke
Non Hemoragic oleh Masyarakat Awam. Jurnal Gawat Darurat, 1(2), 45–
50.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(1st ed.). Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(1st ed.).
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (1st
ed.).
Widyastuti, R. H., Handayani, F., & Eridani, D. (2019). Buku Panduan
Penatalaksanaan stroke.

Anda mungkin juga menyukai