Anda di halaman 1dari 25

MODEL MONITORING DAN PEMBATASAN KONTEN NEGATIF

BERBASIS SISTEM TRUST POSITIF DAN IMPLIKASINYA

Disusun Sebagai Tugas Mata Kuliah Implikasi Digitalisasi


dengan Dosen Pengampu Dr. Drs. Rahmat Gernowo, M.Si

Disusun Oleh:

Budi Setyawan (30000321410010)


Agyan Atma Villantya (30000321410011)
Nandinar Adritanaya Narendrar (30000321410012)
Refo Labib Mustofa (30000321410013)

MAGISTER SISTEM INFORMASI


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2021
DAFTAR ISI

Daftar Isi 2

I. Pendahuluan 3

II. Pembahasan 5
2.1 Model Monitoring dan Konten Negatif Menggunakan Sistem TRUST+ Positif 5
2.1.1 Model Perlindungan Dan Arsitektur TRUST+ Positif 5
2.1.2 Sistem Pencarian dan Pengaduan TRUST+ Positif 8
2.2 Proxy Server 8
2.3 Squid 9
2.4 Web Proxy 9
2.5 SquidGuard 10
2.6 Implikasi Penerapan Model TRUST+ 14
I. PENDAHULUAN

Dalam beberapa tahun terakhir, pemblokiran dan penapisan situs-situs internet bermuatan
negatif atau yang dianggap melanggar hukum (illegal content) mengalami peningkatan.
Tahun 2016 saja, Kemenkominfo sudah memblokir 773.097 situs bermuatan negatif yang
sebagian besar berisi materi pornografi, lebih besar ketimbang tahun 2015 di mana sebanyak
766.394 situs diblokir Pemerintah.1 Sementara itu, di paruh pertama 2017 Kemenkominfo
memblokir 6.000 situs internet atau akun media sosial yang diduga menyebarkan ujaran
kebencian, fitnah dan hoax (kabar bohong) saja.2 Tindakan pemblokiran terhadap sejumlah
platform atau situs internet, telah menuai sejumlah polemik di publik. Tindakan-tindakan
tersebut seringkali dinilai tidak proporsional. Mengapa tidak proporsional? Sebab yang
diblokir langsung pada akses ke platformnya, tidak secara selektif terhadap situs-situs yang
memiliki muatan konten yang dinilai ilegal menurut hukum Indonesia. Padahal sebagai
negara pihak dari Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR), seharusnya
dalam melakukan setiap pembatasan terhadap konten internet, pemerintah Indonesia harus
tunduk pada prinsip-prinsip pembatasan, sebagaimana diatur dalam Pasal 19 (3) ICCPR,
maupun Pasal 28J UUD 1945. Dalam banyak kasus, memang pembatasan dan sensor konten
internet telah dilakukan oleh negara tanpa dasar hukum, atau meski berdasarkan hukum,
namun aturannya terlalu luas dan ambigu, sehingga bertentangan dengan prinsip
prediktabilitas dan keterbukaan. Situasi seperti ini juga dialami Indonesia, yang tidak
memiliki prosedur yang jelas dan tetap untuk melakukan pemblokiran konten internet.
Setidaknya terdapat tiga peraturan perundang-undangan yang materinya mengatur mengenai
konten internet: (i) UU No. 19/2016 tentang Perubahan UU No. 11/2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (ITE), yang memberikan wewenang bagi pemerintah untuk
memutus akses konten; (ii) UU No. 44/2008 tentang Pornografi, yang memberikan
wewenang bagi pemerintah (termasuk pemerintah daerah) untuk melakukan pemblokiran
konten pornografi di internet; dan (iii) UU No. 28/2014 tentang Hak Cipta, yang memberikan
otoritas bagi pemerintah untuk memblokir laman yang melanggar hak cipta. Masalahnya,
ketentuan UU ITE dan UU Pornografi tidak mengatur lebih jauh mengenai prosedur
dilakukannya pemblokiran, termasuk mekanisme komplain dan pemulihannya. Ketentuan
Pasal 40B UU ITE, memberikan mandat kepada pemerintah untuk menyusun Peraturan
Pemerintah, guna mengatur secara detail prosedur dilakukannya penapisan dan pemblokiran.
Sementara UU Hak Cipta menyebutkan, setiap pemblokiran/penapisan konten internet yang
akan dilakukan oleh Kemkominfo, prosedurnya harus melalui penetapan pengadilan (kalau
pun dilakukan sebelum adanya penetapan, maksimal empat belas hari setelah dilakukan
pemblokiran, harus ada penetapan dari pengadilan). Dalam pelaksanaannya, berbekal pada
database Trust+ Positif yang dikelolanya, Kementerian Komunikasi dan Informatika
(Kemkominfo) memberikan instruksi kepada setiap penyedia jasa layanan internet untuk
memblokir situs-situs yang dimasukan dalam daftar hitam Trust +. Metode tersebut
baru-baru ini dikembangkan oleh Kominfo dengan pengadaan sebuah alat baru untuk
mengais konten-konten yang menurut mereka masuk kategori negatif atau melanggar hukum
(mesin AIS), untuk kemudian diproses dan dilakukan pemblokiran. Pola dan metode
pemblokiran seperti ini, selain dipertanyakan legitimasinya, juga seringkali berakibat pada
adanya tindakan over blocking atau blokir salah sasaran.
II. PEMBAHASAN

2.1 Model Monitoring dan Konten Negatif Menggunakan Sistem TRUST+ Positif
TRUST+ Positif (Terpercaya, Referensi Utama, Sehat, Teramankan) bertujuan
memberikan akses internet yang aman dan sehat dengan perlindungan berdasarkan
daftar informasi sehat dan terpercaya (TRUST+ List) sehingga memberikan
perlindungan pada masyarakat terhadap nilai-nilai etika, moral dan kaedah-kaedah yang
tidak sesuai dengan citra Bangsa Indonesia; dan melakukan penghematan terhadap
pemborosan penggunaan akses internet (internet utilization) di Indonesia
(http://trustpositif.depkominfo.go.id/).
2.1.1 Model Perlindungan Dan Arsitektur TRUST + Positif
Sistem TRUST+ Positif menerapkan mekanisme kerja adanya server pusat yang
akan menjadi acuan dan rujukan kepada seluruh layanan akses informasi publik
(fasilitas bersama), serta menerima informasi-informasi dari fasilitas akses informasi
publik untuk menjadi alat analisa dan profiling penggunaan internet di Indonesia.
Dari segi arsitektur server TRUST+ Positif pusat bukan merupakan “Single
Gateway” ataupun “Traffic Relay” untuk koneksi internet seluruh Indonesia dan
Kementerian Komunikasi dan Informatika tidak mengakomodir trafik internet bagi
seluruh ISP ataupun Organisasi pengguna TRUST+ Positif yang ada di Indonesia.
Masing-masing pengguna akan menyediakan infrastruktur sesuai dengan kebutuhan
yang ada pada zona masing-masing, di mana TRUST+ Positif Pusat akan berfungsi
sebagai referensi atau rujukan database URL internet sehat.
Untuk meringankan beban koneksi antara server pusat (TRUST+ Center) dengan
pusat layanan akses informasi publik, maka daftar informasi terpercaya dan positif
(TRUST+ List) ditempatkan secara distribusi dan merata di seluruh server layanan
akses informasi publik, seperti ditunjukkan pada gambar 2.1.
Gambar 1. Arsitektur TRUST + Positif
TRUST+ Positif pada implementasinya memanfaatkan penggabungan antara 2
aplikasi, yaitu Proxy/Caching System dipadu dengan Content Filtering System.
Adapun aplikasi yang dipakai adalah : Squid-Cache sebagai Proxy/Caching System,
dan SquidGuard sebagai Content Filtering System. Seperti disebutkan dalam
http://trustpositif.depkominfo.go.id , paket aplikasi tersebut adalah tidak wajib untuk
diimplementasikan jika hanya ingin memanfaatkan daftar URL dari database TRUST+
Positif, tanpa merubah konfigurasi ataupun sistem yang telah digunakan dengan
menggunakan aplikasi lain yang mungkin sudah digunakan. Walaupun tetap
dianjurkan untuk menggunakan paket aplikasi tersebut, dengan tujuan
memaksimalkan performa.
Jenis database yang ada bukanlah semata-mata hanya berisi
Domain/URL/Keyword yang akan di filter atau di block, tetapi merupakan jenis
database secara umum, yang penggunaannya nanti bisa diarahkan kepada daftar yang
dipercaya (daftar putih/terpercaya) ataupun daftar yang disaring (daftar
hitam/tersaring).
Adapun jenis database yang dipakai dalam sistem TRUST+ Positif adalah
sebagai berikut:
1. Daftar Domain

Berisi daftar Top-Level Domain, misalkan „facebook.com‟. Jika top-level


domain ada pada daftar ini, maka seluruh virtual domain, URL, ataupun
kata-kata/keyword yang berada pada domain yang bersangkutan (misalkan
„*.facebook.com‟, atau „www.facebok.com/home.php‟), akan secara otomatis
masuk dalam proses pemeriksaan.
2. Daftar URL

Berisi daftar URL tunggal, misalkan


„www.facebook.com/pages/Everybody-Draw-Mohammed-Day/‟. URL yang ada
pada daftar ini secara spesifik akan masuk dalam proses pemeriksaan,tanpa
melibatkan pemeriksaan terhadap top-level domain ataupun URL lainnya pada
domain yang sama.
3. Daftar Keyword

Berisi daftar kata-kata/konten/keyword, tunggal maupun gabungan,


misalkan „bokep‟, „tante girang‟, dan lain sebagainya. Jika keyword yang
dimaksud berada pada daftar ini, maka akan secara otomatis diperiksa tanpa
melibatkan pemeriksaan terhadap top-level domain atau URLnya. Daftar
keyword ini secara khusus berisikan „regular expression‟, sehingga memungkin
kita untuk melakukan kombinasi dari berbagai kata. Misalkan, jika kita mencari
kata „girang‟, maka akan lolos penyaringan, tapi jika kita menggabungkan kata
tersebut menjadi „tante girang‟, maka akan tersaring.
Berikut ini adalah kategori database yang dipakai dalam sistem TRUST+ Positif :
1. Daftar Putih (Positif/Terpercaya)
Daftar dalam kategori database ini adalah daftar Domain/URL positif
yang terpercaya, misalkan domain pemerintah, media online, dan lain
sebagainya. Pada TRUST+™ Positif database ini dinamakan „whitelist‟.
2. Daftar Hitam (Negatif/Tersaring)
Daftar dalam kategori database ini adalah daftar Domain/URL/Keyword
negatif yang akan disaring, misalkan pornografi, dan lain sebagainya. Daftar
Hitam yang ada saat ini dibagi menjadi 3 subkategori, yaitu:
a. Database dari Hasil Pelaporan dan Kajian (Pada TRUST+ Positif
database ini dinamakan „blacklist‟).
b. Database Pornografi Internasional secara spesifik (Pada TRUST+
Positif database ini dinamakan „porn‟).
c. Database Open-Proxy secara spesifik (Pada TRUST+ Positif database ini
dinamakan „redirector‟).
2.1.2 Sistem Pencarian dan Pengaduan TRUST+ Positif
Informasi ketersediaan database yang dipakai dalam sistem TRUST+ Positif
selalu di-update setiap hari berdasarkan kategorinya (hal ini dapat dilihat di situs
http://trustpositif.depkominfo.go.id pada menu “KETERSEDIAAN DATABASE”).
Update yang dipakai dalam sistem TRUST+ Positif mengikutsertakan peran
aktif pengguna internet khususnya pengguna internet di Indonesia dengan mengikuti
prosedur pencarian dan pengaduan yang terdapat di
http://trustpositif.depkominfo.go.id pada menu “PENCARIAN & PENGADUAN”.
Untuk melakukan pengaduan, pengguna internet disarankan untuk melakukan
pencarian terlebih dahulu pada situs tersebut dan apabila memang tidak terdapat
dalam database terkini, maka pengguna internet dapat melakukan pengaduan dengan
menggunakan sistem pengaduan yang telah disediakan (saat laporan kerja praktek ini
dibuat sistem pengaduan hanya dapat diakses dengan menggunakan mengirimkan
email pengaduan ke pengaduan@trustpositif.depkominfo.go.id).
Gambar 2. Mekanisme Pengaduan TRUST+ Positif

2.2 Proxy Server


Proxy Server adalah server yang berguna sebagai perantara antara pengguna
sebelum terhubung ke Internet. Proxy server bertindak sebagai /filter paket yang datang
dari Internet, baik itu melalui port http atau ftp, sebelum sampai ke pengguna. Dengan
adanya proxy server ini, maka url/situs yang sering di-browsing akan semakin terasa
semakin cepat terakses oleh user, karena telah disimpan di dalam cache proxy. Selain
itu, proxy server juga memiliki fungsi lainnya, di antaranya autentifikasi pengguna
mana saja yang diperbolehkan browsing, memblok situs-situs porno yang sering
membawa spyware, memblok banner, membatasi ukuran file yang diunduh pengguna,
meredirect suatu situs porno ke situs lainnya, dan lain-lain. Salah satu software proxy
terbaik yang ada di GNU/Linux adalah Squid. Squid adalah software proxy server open
source dengan banyak fitur.

2.3 Squid
Squid adalah sebuah daemon yang digunakan sebagai proxy server dan web
cache. Squid memiliki banyak jenis penggunaan, mulai dari mempercepat server web
dengan melakukan caching permintaan yang berulang- ulang, caching DNS, caching
situs web, dan caching pencarian komputer di dalam jaringan untuk sekelompok
komputer yang menggunakan sumber daya jaringan yang sama, hingga pada membantu
keamanan dengan cara melakukan penyaringan (filter) lalu lintas. Meskipun seringnya
digunakan untuk protokol HTTP dan FTP, Squid juga menawarkan dukungan terbatas
untuk beberapa protokol lainnya termasuk Transport Layer Security (TLS), Secure
Socket Layer(SSL), Internet Gopher, dan HTTPS. Versi Squid 3.1 mencakup dukungan
protokol IPv6 dan Internet Content Adaptation Protocol (ICAP).
Squid pada awalnya dikembangkan oleh Duane Wessels sebagai "Harvest object
cache", yang merupakan bagian dari proyek Harvest yang dikembangkan di University
of Colorado at Boulder. Pekerjaan selanjutnya dilakukan hingga selesai di University of
California, San Diego dan didanai melalui National Science Foundation. Squid kini
hampir secara eksklusif dikembangkan dengan cara usaha sukarela.
Squid umumnya didesain untuk berjalan di atas sistem operasi mirip UNIX,
meski Squid juga bisa berjalan di atas sistem operasi Windows. Karena dirilis di bawah
lisensiGNU General Public License, maka Squid merupakan perangkat lunak bebas.

2.4 Web Proxy


Caching merupakan sebuah cara untuk menyimpan objek-objek Internet yang
diminta (seperti halnya data halaman web) yang bisa diakses melalui HTTP, FTP dan
Gopher di dalam sebuah sistem yang lebih dekat dengan situs yang memintanya.
Beberapa penjelajah web dapat menggunakan cache Squid lokal untuk sebagai server
proxy HTTP, sehingga dapat mengurangi waktu akses dan juga tentu saja konsumsi
bandwidth. Hal ini sering berguna bagi para penyedia layanan Internet untuk
meningkatkan kecepatan kepada para pelanggannya, dan LAN yang membagi saluran
Internet. Karena memang bentuknya sebagai proxy (ia berlaku sebagaimana layaknya
klien, sesuai dengan permintaan klien), web cache bisa menyediakan anonimitas dan
keamanan. Tapi, web cache juga bisa menjadi masalah yang signifikan bila melihat
masalah privasi, karena memang ia dapat mencatat banyak data, termasuk URL yang
diminta oleh klien, kapan hal itu terjadi, nama dan versi penjelajah web yang digunakan
klien serta sistem operasinya, dan dari mana ia mengakses situs itu.
Selanjutnya, sebuah program klien (sebagai contoh adalah penjelajah web) bisa
menentukan secara ekplisit proxy server yang digunakan bila memang hendak
menggunakan proxy (umumnya bagi para pelanggan ISP) atau bisa juga menggunakan
proxy tanpa konfigurasi ekstra, yang sering disebut sebagai "Transparent Caching", di
mana semua permintaan HTTP ke jaringan luar akan diolah oleh proxy server dan
semua respons disimpan di dalam cache. Kasus kedua umumnya dilakukan di dalam
perusahaan dan korporasi (semua klien berada di dalam LAN yang sama) dan sering
memiliki masalah privasi yang disebutkan di atas.
Squid memiliki banyak fitur yang bisa membantu melakukan koneksi secara
anonim, seperti memodifikasi atau mematikan beberapa field header tertentu dalam
sebuah permintaan HTTP yang diajukan oleh klien. Saat itu terpenuhi, apa yang akan
dilakukan oleh Squid adalah tergantung orang yang menangani komputer yang
menjalankan Squid. Orang yang meminta halaman web melalui sebuah jaringan yang
secara transparan yang menggunakan biasanya tidak mengetahui bahwa informasi
semua permintaan HTTP yang mereka ajukan dicatat oleh Squid.

2.5 SquidGuard
SquidGuard adalah kombinasi filter, redirector dan access controller plugin
untuk Squid. SquidGuard bersifat : free (GPLv2), sangat fleksibel, sangat cepat, mudah
di instal, portabel. SquidGuard dapat digunakan untuk :
● membatasi akses web untuk beberapa pengguna sehingga hanya dapat
mengakses web yang masuk dalam daftar diterima/web server yang terkenal
dan/atau URL saja.
● memblokir akses ke beberapa server web yang terdaftar atau masuk dalam
daftar hitam dan/atau URL untuk beberapa pengguna.
● memblokir akses ke URL yang cocok dengan suatu daftar ekspresi reguler
atau kata-kata untuk beberapa pengguna.
● menegakkan penggunaan domain names/melarang penggunaan alamat IP
dalam URL.
● mengalihkan URL yang diblokir ke halaman lain
● mengarahkan pengguna yang belum terdaftar ke formulir pendaftaran
pengguna proxy server.
● pengalihan link download popule ke link lokal dalam negeri.
● pengalihan gambar banner ke file GIF kosong.
● memiliki aturan akses yang berbeda berdasarkan waktu hari, hari minggu,
tanggal, dan lain-lain.
● memiliki aturan yang berbeda untuk kelompok pengguna yang berbeda.

Baik SquidGuard maupun Squid dapat digunakan untuk :


● filter/sensor/mengedit teks dalam dokumen
● filter/sensor/edit bahasa scripting di-embed seperti JavaScript atau
VBScript dalam HTML.

SquidGuard mempunyai banyak konfigurasi pilihan powerfull yang


memungkinkan untuk :
1. Menentukan ruang waktu yang berbeda didasarkan kombinasi yang wajar
terhadap :
· waktu dalam satu hari (misalnya : 0:00-8:00, 17:00-24:00)

· hari dalam satu minggu (misalnya : sun, sa)

· tanggal (misalnya : 1999/5/13)

· rentang tanggal (misalnya :1999-04-01-1999-04-05)

· tanggal wildcard (misalnya : 01-01 *- *- *- 05-17 12-25)

2. Pengelompokan grup (pengguna/klien) ke dalam kategori yang berbeda seperti


"manajer", "karyawan", "guru", "mahasiswa", "pelanggan", "tamu" dll
berdasarkan kombinasi yang wajar :
· Alamat IP dengan rentang notasi awalan (172.16.0.0/12), notasi
netmask (172.16.0.0/255.240.0.0), notasi awal-terakhir
(172.16.0.11-172.16.0.35), daftar alamat (172.16.134.54
172.16.156.23 ...), daftar domain (foo.bar.com ...)

dan secara opsional link kelompok untuk ruang waktu tertentu

· positif (dalam jam kerja)


· negatif (di luar waktu kerja)

3. Pengelompokan tujuan (URL/server) ke dalam kategori yang berbeda seperti


"lokal", "pelanggan", "vendor", "banner", "dilarang" dll berdasarkan jumlah
yang tidak terbatas dalam daftar terbatas :
· domain, termasuk subdomain (foo.bar.com)

· host (host.foo.bar.com)

· URL direktori, termasuk subdirektori (foo.bar.com / beberapa


direktori /)

· file URL (foo.bar.com / suatu tempat / file.html)

· regular expressions ((expr1 | expr2 |...))

dan secara opsional link kelompok untuk ruang waktu tertentu:

· positif (dalam jam kerja)

· negatif (di luar waktu kerja)

4. Menulis ulang/redirect URL didasarkan pada kombinasi yang wajar :

· pengeditan string/ekspresi reguler dengan :

- silent squid redirecting rewrite (s@from@to@[i])


- visible client redirecting rewrite (s@from@to@[i]r) ***)

· Penggantian URL dengan cara :

- silent squid redirect to a common URL (redirect "new_url")


- visible client redirect to a common
URL

(redirect "302:new_url")

diaktifkan oleh :
· URL redirection

· Kecocokan tujuan suatu grup

· sebuah fallback/default untuk URL yang diblokir


· sebuah fallback/default untuk pengguna yang diblokir/tidak
diketahui dan secara opsional dengan :
· penempatan string runtime strftime atau printf

5. Mendefinisikan access control lists (acl) berdasarkan kombinasi yang wajar


dari definisi di atas dengan :
· Memberikan setiap kelompok pengguna :

- Daftar lulus dengan kombinasi yang wajar :


- kelompok tujuan yang diterima (good-dests ...)
- kelompok tujuan yang tidak dapat diterima (...!bad-dests)
- memblok alamat URL yang menggunakan IP-Address (untuk
membiasakan pengguna selalu menggunakan nama domain)
(!in-addr)
- wildcards/nothing (any|all|none)
- opsional aturan penulisan ulang yang umum ditetapkan untuk sebuah
grup pengguna
- opsional pengganti default URL untuk URL tujuan yang diblokir bagi
sebuah grup pengguna
dan secara opsional:

· acl link ke batas waktu tertentu

- positif (dalam jam kerja)


- negatif (di luar waktu kerja)

· mendefinisikan fallback/default ruleset

6. dapat menghasilkan log yang selektif berdasarkan :

· grup pengguna

· URL tujuan suatu grup pengguna. Biasanya digunakan untuk mencatat


akses ke daftar URL yang telah di-blacklist
· penulisan ulang aturan yang ditetapkan untuk suatu grup pengguna

· dan secara opsional anonim untuk melindungi privasi individu


2.6 Implikasi Penerapan Model TRUST+

Kerangka hukum internet dan media digital termasuk mekanisme pemblokiran,


penapisan, dan pemindahan konten internet di Indonesia masih sporadik dan tersebar di
beberapa regulasi. Secara garis besar, kebijakan tata kelola konten, khususnya yang
terkait dengan pembatasan konten internet, dalam tingkat pelaksanaan diatur melalui
Permen Kominfo No. 19 Tahun 2014 tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan
Negatif. Sedangkan dasar indikator untuk menilai muatan konten tersebar di beberapa
regulasi, dengan tidak menafikan mekanisme lain yang terkandung di dalamnya. Alasan
yang paling umum dalam praktik melakukan pembatasan informasi hingga tahapan
pemblokiran adalah berkaitan dengan moral dan norma publik.

Suatu konten menjadi layak untuk dibatasi dan diblokir apabila konten tersebut
dianggap menimbulkan keresahan sosial karena berpotensi berbenturan dengan nilai atau
norma sosial, norma agama dan moralitas publik. Salah satunya terkait pornografi,
pornografi anak, dan tindak pidana lainnya dalam bentuk offline kemudian bermigrasi ke
medium internet. Berdasarkan penelitian yang dilakukan OONI, pemblokiran dengan
alasan pornografi di Indonesia mencapai 27,2% dari website yang diblokir di Indonesia.

Meskipun ‘pornografi’ sebagai alasan telah memiliki dasar hukum untuk


melakukan eksekusi pemblokiran, namun konsep ‘pornografi’ yang terlalu luas justru
berpotensi melanggar kebebasan ekspresi dan hak atas informasi warga. Pasalnya dalam
UU Pornografi disebutkan ruang lingkup pornografi mencakup informasi yang secara
eksplisit memuat mengenai persenggamaan, termasuk yang menyimpang, kekerasan
seksual, masturbasi atau onani, ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan
ketelanjangan, alat kelamin, atau pornografi anak. Berdasarkan mekanisme yang
digunakan Indonesia dengan pemblokiran situs dan ruang lingkup pornografi yang
terlampau luas justru terjadi pemblokiran terhadap situs nonpornografi. Hanya karena
situs-situs tersebut memuat konten alat kelamin atau ketelanjangan. Padahal
mempertunjukkan konten tersebut ada dalam konteks edukasi atau kesehatan reproduksi
atau bahkan menjadi argumen dalam diskusi hak asasi manusia.
Pemblokiran atas dasar pornografi juga menyasar pada situs-situs yang memuat:
forum diskusi (reddit.com); media-sharing platform (vimeo.com , giphy.com,
filestube.com); beberapa games online (9nagatangkas.com, zheg.nastie.co.uk); situs
mengenai kesehatan reproduksi (altpenis.com; teenadvice.com, sfsi.org,
itsyourlifesex.com); online–dating (date.com, datingdirect.com, adultfrinedfinder.com);
dan isu hak asasi manusia (freespeechcoalition.com; guerrillagirls.com). Dari
praktik-praktik di atas terdapat beberapa hak kelompok minoritas termasuk perempuan
yang terlanggar. Pasalnya, beberapa situs yang memuat mengenai kesehatan reproduksi
dan penyakit yang meliputi kanker payudara dan vagina diidentifikasikan sebagai konten
negatif dan pornografi karena menampilkan alat kelamin. Tindakan ini merupakan salah
satu pelanggaran hak atas informasi, khususnya bagi kelompok perempuan. Oleh sebab
itu diperlukan adanya indikator dan penilaian yang jelas terkait nilai ‘pornografi’ sebagai
konten ‘negatif’ yang benar bertujuan untuk melindungi generasi muda dari bahaya
pornografi sebagai bentuk pencegahan atas peningkatan kekerasan seksual atau
pemerkosaan yang marak terjadi di Indonesia.

Di Indonesia, Isu LGBT merupakan salah satu konten yang saling silang sebagai
pornografi dan juga ancaman terhadap keamanan nasional. Dalam konteks sosial di
Indonesia, keberadaan kelompok LGBT memang masih dilematis bahkan cenderung
melakukan tindakan-tindakan yang diskriminatif. Hal ini juga berpengaruh dalam
persebaran informasi terkait LGBT. Hal ini juga tertera dalam UU Pornografi bahwa
hubungan sesama jenis merupakan bagian dari pornografi sehingga perlu dibatasi. Dalam
praktiknya memang muncul sejumlah perdebatan dalam mengklasifikasikan LGBT
sebagai bagian dari pornografi. Misalnya kasus pemblokiran situs Voice.org yang
merupakan situs dengan informasi hak-hak atas kelompok LGBT diblokir dengan alasan
pornografi. Situs itu sendiri sama sekali tidak memuat unsur pornografi, melainkan
informasi atas hak-hak kelompok LGBT. Sehingga diperlukan adanya diskusi dan
argumentasi kuat untuk meyakinkan kelompok lain termasuk institusi negara lain untuk
memberikan penerangan atas isu tersebut.

Indonesia melakukan pemblokiran atas situs perjudian online karena dalam


yurisdiksi hukum Indonesia, aktivitas judi merupakan kegiatan ilegal. Sehingga akses
informasi menuju konten tersebut diblokir atau dihapus. Adapun dasar hukum atas
pelarangan konten ini terdapat dalam UU ITE yang mengklasifikasikan judi online
sebagai kegiatan yang dilarang. Kasus menarik dalam upaya pemerintah Indonesia
melakukan dengan tujuan tidak dapat diaksesnya judi online adalah dengan memblokir
platform giphy.com. Padahal situs Giphy.com merupakan platform yang memuat gambar
berformat GIF yang berisikan guyonan atau candaan yang kerap kali disebarkan di
jejaring sosial. Alasan dari Kominfo memblokir Giphy.com adalah karena situs tersebut
kerap kali memuat iklan yang mempromosikan judi online. Adapun iklan judi online
bukan merupakan konten utama yang produksi situs ini. Kasus tersebut menjadi menarik
untuk melihat konsep konten serta ruang lingkupnya dalam melakukan pemblokiran
terutama kaitannya sejauh mana sebuah informasi dapat dikategorikan sebagai konten.

Klasifikasi konten internet lainnya, yang dilakukan pembatasan dalam bentuk


pemblokiran, adalah yang terkait dengan penyebaran berita bohong (fake news dan
hoax). Pelarangan penyebaran berita bohong sebenarnya tidak melulu hanya yang masuk
kualifikasi konten internet, tetapi juga ditemukan dalam lingkup offline seperti dalam
KUHP dan UU Pers. Adapun berita bohong lingkupnya berkaitan dengan alasan
pembatas lainnya, tergantung dengan isi dari berita bohong tersebut apakah dapat
mengancam perekonomian, keamanan nasional, atau memecah belah bangsa.
Kementerian Kominfo sendiri saat ini sedang melakukan pembenahan dengan melakukan
pemblokiran 800 ribu situs berkonten negatif termasuk berita bohong. Tujuan
pembenahan ini dilakukan untuk memutus mata rantai produksi berita bohong yang dapat
mengancam stabilitas ekonomi dan keamanan negara.

Berikutnya, alasan utama bagi pemerintah Indonesia untuk melakukan pemblokiran


adalah terkait dengan konten yang mengandung dan mengarah ke terorisme yang
mengancam keamanan nasional. Dasar hukum dalam melakukan tindakan ini terlihat
dalam hampir semua regulasi yang memuat tata kelola konten di Indonesia, seperti dalam
KUHP yang memuat mengenai larangan informasi tentang pertahanan keamanan negara
atau kekerasan terhadap penguasa umum, UU Penyiaran, UU Intelijen Negara, dan UU
KIP.

Adapun terminologi yang digunakan dari beberapa regulasi tersebut beragam mulai
dari ‘mengancam kepentingan dan keamanan negara’, ‘ketertiban umum’, ‘merusak
hubungan internasional’, hingga ‘mengancam keamanan nasional meliputi ideologi
tertentu’. Terminologi yang serupa tersebut dapat ditemukan di beberapa regulasi yang
berbeda spesialisasi. Sehingga pekerjaan bersama yang harus dilakukan dalam
implementasinya adalah penafsiran dari terminologi tersebut. Dari beberapa pelaporan
yang masuk ke Kementerian Kominfo dapat terlihat pola yang membangun konsep
‘ancaman keamanan negara’ sebagai konten dilarang. Selama ini, Kementerian Kominfo
telah melakukan pemblokiran terhadap situs yang dianggap ekstrimis dan radikal.

Konsep ekstremisme dan radikal tersebut dianggap sebagai benih awal dalam
meningkatkan gerakan terorisme di Indonesia. Selain situs, Kominfo juga pernah
melakukan pemblokiran terhadap platform media komunikasi Telegram yang diduga
sebagai medium komunikasi teroris. Pada awal tahun 2017, Kominfo memblokir
mengenai 11 Situs yang beraliran radikal karena melakukan penghinaan simbol negara.
Selain itu konten yang memuat ujaran kebencian, fitnah, provokasi juga diidentifikasikan
sebagai lingkup mengancam keamanan negara khususnya pemupukan buah terorisme.

Keterlibatan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam membuat


laporan terkait situs radikal juga berkontribusi dalam membangun ruang lingkup terkait
isu terorisme. Misalnya pada tahun 2015, melalui surat nomor 149/K.BNPT/3/2015
tentang situs/website radikal disampaikan BNPT kepada Kominfo. Adapun beberapa
situs yang masuk ke dalam daftar itu adalah arrahmah.com, voa-islam, panjimas.com dan
lain-lain. Alasan pemblokiran situs tersebut dinilai BNPT sebagai situs yang
menggerakan paham radikalisme atau bahkan telah menjadi simpatisan radikalisme.

Studi kasus pemblokiran Telegram menjadi contoh menarik dalam tata kelola
konten internet. Pertama, pemblokiran ini kembali menambah acaknya pola terkait
konsep konten internet beserta ruang lingkupnya. Pasalnya platform atau aplikasi pesan
(chatting) ternyata juga masuk dalam ruang lingkup konten internet. Kedua, channel
terorisme dalam Telegram digadang pemerintah sebagai media komunikasi teroris
bukanlah satu-satunya konten yang diproduksi atau beredar melalui Telegram. Bahwa
benar adanya forum diskusi grup radikal di Telegram yang terbukti mempengaruhi
pemahaman radikal bagi penggunanya seperti Manjanik, Ghuroba, UKK, dan Khilafah
Islamiyah, tetapi hal ini bukan berarti bahwa produk konten radikalisme dan terorisme
menjadi barang utama dalam pemanfaatan Telegram, karena saluran atau forum diskusi
lain yang memiliki tema positif juga menggunakan medium Telegram sebagai alat
penyebarannya.

Keputusan pemerintah Indonesia memblokir Telegram juga dilakukan dengan


alasan tidak kooperatifnya pihak Telegram dalam merespon laporan pemerintah
Indonesia. Sebelum pemblokiran, pemerintah Indonesia telah mengirimkan surat kepada
pimpinan Telegram perihal penggunaan situs layanan itu untuk kegiatan terkait terorisme
di Indonesia.

Perlindungan akan hak kekayaan intelektual (HaKI) di Indonesia terkandung dalam


UU Hak Cipta yang juga memuat mengenai mekanisme pemblokiran atas konten yang
dianggap melanggar hak cipta. UU Hak cipta sebagai regulasi domestik ditujukan untuk
memastikan pemegang hak kekayaan intelektual dapat mengajukan permohonan ke
pengadilan sehingga mengeluarkan ketetapan untuk memerintahkan pemblokiran atas
konten yang menyinggung materi atau karyanya.

Pada praktiknya pihak yang melakukan pemblokiran atau menurunkan konten juga
perlu diatur sebagai mekanisme internal para penyedia jasa konten atau platform media
sharing seperti Youtube atau SoundCloud. Terutama dalam ruang lingkup karya yang
belum mendapatkan hak cipta secara administratif melalui UU Hak Cipta. Berikutnya,
informasi atau konten yang mengancam reputasi seseorang dan terindikasi menyebarkan
data pribadi seseorang, juga merupakan salah satu lingkup pemblokiran. Beberapa
regulasi di Indonesia dapat dijadikan jaminan perlindungan sehingga menjustifikasi
tindakan pemblokiran atas konten yang melanggar ketentuan tersebut, sebagaimana yang
tercantum dalam KUHP UU ITE, dan UU KIP. Dalam konteks global, pencemaran nama
baik dan hak lainnya yang berkaitan dengan perlindungan reputasi merupakan ranah
peradilan pidana, perdata atau keduanya. Sehingga perintah pemblokiran materi yang
melanggar merupakan bagian dari proses peradilan yang bertanggung jawab.

Meskipun pada perkembangannya, negara justru melibatkan pihak penyedia jasa


aplikasi untuk terlibat dalam membangun mekanisme internal untuk melakukan
pemblokiran atau penghapusan sebagai bentuk meredam persebaran konten yang
berkaitan dengan hal ini.
Di Indonesia perlindungan reputasi dapat diidentifikasikan melalui larangan konten
yang bermuatan SARA dan diskriminatif serta pasal pencemaran nama baik. Beberapa
situs yang dinilai bermuatan SARA dibatasi aksesnya oleh pemerintah sehingga tidak
dapat diakses. Sedangkan berkaitan dengan pencemaran nama baik, justru cenderung
pada penyelesaian aspek pidananya. Adapun mengenai pemblokiran tentang konten
terkait bukan semata-mata untuk melindungi hak, tetapi untuk kepentingan penyidikan
maka suatu konten tidak dapat diakses dengan kata lain diblokir. Sedangkan berkaitan
dengan hak privasi seseorang, amandemen UU ITE mencantumkan ketentuan ‘hak untuk
dilupakan’ sebagai terjemahan dari konsep ‘right to be forgotten’. Sejalan dengan
ketentuan dalam UU KIP yang menyatakan hak privasi merupakan salah satu informasi
yang dikecualikan. Sebenarnya hak ini memungkinkan individu untuk meminta perintah
kepada operator situs atau penyedia akses internet atau pemerintah untuk menghapus
konten yang melanggar prinsip perlindungan data. Namun terkait mekanisme detilnya,
undang undang ini belum mengaturnya secara lebih rinci.

Berdasarkan Permen Kominfo Penanganan Situs bermuatan Negatif pelaksanaan


pemblokiran dilakukan oleh penyedia jasa internet atas perintah Kementerian Kominfo
dengan memberikan daftar alamat situs yang bermuatan negatif atau yang dikenal dengan
istilah TRUST+ Positif. Daftar tersebut berisikan laporan dari berbagai pihak baik
masyarakat, kementerian atau lembaga pemerintah sesuai kewenangannya, dan Lembaga
Penegak Hukum atau Lembaga Peradilan yang sudah ditindaklanjuti dan dikelola oleh
Direktorat Jenderal Aptika Kementerian Kominfo. Kemudian penyelenggara jasa akses
internet wajib melakukan pemblokiran berdasarkan daftar TRUST+ Positif.

Proses tindak lanjut pelaporan hingga masuknya suatu alamat situs ke dalam daftar
TRUST Positif+ pada praktiknya menjadi ruang abu-abu. Pasca diberhentikannya tim
panel khusus Forum Penanganan Situs Bermuatan Negatif (FPSIBN) untuk menyaring
masalah pemblokiran konten negatif, maka proses pengelolaan laporan sebagai
mekanisme penilaian terhadap konten menjadi kurang transparan. Lantaran kriteria
terkait definisi konten yang ditapis atau diblokir dan yang diizinkan beredar juga tidak
tergambar dengan utuh.
Bahkan pada praktiknya, memberikan kewenangan pemblokiran kepada pihak
penyedia jasa internet bukan langkah ideal karena potensial melakukan pembatasan akses
berdasarkan persaingan bisnis. Hal ini nampak pada praktik pemblokiran yang dilakukan
grup Telkom sebagai penyedia jasa internet yang memblokir akses Netflix di jaringan
mereka. Salah satu alasannya karena layanan video on demand membebani jaringan
mereka.

Diketahui selanjutnya bahwa Telkom memiliki aplikasi yang menyediakan layanan


serupa yaitu Iflix yang menampilkan film-film produksi Indonesia dan luar negeri.
Praktik ini menunjukkan tidak transparan dan potensi kesewenang-wenangan dalam
praktik pemblokiran di Indonesia. Salah satu mekanisme pemblokiran yang
menunjukkan transparansi adalah melalui penetapan pengadilan sebagaimana UU Hak
Cipta mengatur demikian.

Terkait dengan pemblokiran konten yang menyangkut dengan hak intelektual,


mekanismenya melalui proses pelaporan kepada Kementerian terkait dan melibatkan
proses pengadilan hingga mengeluarkan penetapan pengadilan sebagai bahan melakukan
pemblokiran. Keterlibatan proses pengadilan membantu untuk memberikan gambaran
terkait duduk perkara serta alasan-alasan yang mendukung hingga mengeluarkan
keputusan untuk melakukan pembatasan informasi tersebut. Namun sayangnya metode
ini tidak diaplikasikan kepada konten internet yang lain yang termuat dalam Permen
Kominfo. Hal ini juga menunjukkan bagaimana praktik pemblokiran di Indonesia juga
masih tumpang tindih sehingga menafikan kewajiban praktik yang transparan.

Salah satu mandat dari prinsip pembatasan hak ICCPR pasal 19(3), PBB
mencanangkan pemblokiran atau penapisan yang sah harus menyediakan mekanisme
perlindungan untuk menghadapi apabila ada penyalahgunaan termasuk
kemungkinan.komplain dan pemulihan atas pemblokiran/penapisan konten yang
disalahgunakan.

Dalam Permen Kominfo Penanganan Situs Bermuatan Negatif mengatur mengenai


normalisasi terkait praktik salah blokir. Namun pada tahapan detilnya normalisasi belum
memenuhi seluruh aspek dari pertanggungjawaban negara khususnya terkait komplain
dan pemulihan atas pemblokiran. Dalam Permen Kominfo, normalisasi merupakan
proses upaya yang dilakukan untuk mengeluarkan situs internet dari daftar pemblokiran.
Pihak pengelola situs atau masyarakat dapat mengajukan normalisasi atas pemblokiran
situs dengan melakukan pelaporan kepada Menkominfo Dirjen Aplikasi dan Telematika
(Dirjen Aptika). Kemudian Dirjen Aptika akan mengeluarkan situs dari daftar TRUST+
Positif apabila dinilai tidak terkait dengan konten negatif.

Secara rinci praktiknya tidak jelas bagaimana proses penilaian ulang yang
dilakukan Kominfo untuk mengeluarkan dari daftar. Selain itu praktik normalisasi yang
demikian sebenarnya belum menyediakan ruang pemulihan yang utuh. Pasalnya setiap
pemblokiran jelas berimplikasi kepada kerugian-kerugian termasuk kerugian ekonomi
bagi penyedia konten atau penyedia jasa layanan. Namun hal ini belum diatur dan terjadi
di Indonesia kecuali pemblokiran konten terkait Hak Kekayaan Intelektual yang diatur
dalam UU Hak Cipta.

Hoax merupakan kepalsuan yang sengaja dibuat untuk menyaru sebagai kebenaran
(MacDougall, Courtis D). Berita hoax tidak hanya berupa tulisan, namun dapat pula
berupa gambar maupun video. Berdasarkan survei MASTEL 2017, beberapa klasifikasi
hoax sebagai:

a. Berita bohong yang disengaja


b. Berita yang menghasut
c. Berita yang tidak akurat
d. Berita ramalan
e. Berita yang menyudutkan

Hoax di era digital mudah menyebar. Beberapa platform yang dapat menyebarkan
berita hoax antara lain:

a. Media sosial
b. Aplikasi chat
c. Situs web
d. Televisi
e. Media cetak
f. Email
g. Radio
Dengan banyaknya berita hoax, menurut survei MASTEL 2017, terdapat beberapa
topik yang paling banyak disebarkan, yakni:

a. Sosial politik
b. SARA
c. Kesehatan
d. Makanan dan minuman
e. Penipuan keuangan
f. IPTEK
g. Berita duta
h. Candaan
i. Bencana alam
j. Lalu lintas

Hoax yang merupakan pesan yang menyesatkan dapat diamati beberapa


ciri-cirinya. Menurut Henry Subiakto, SAM bidang hukum Kominfo, beberapa ciri-ciri
pesan hoax yang tidak jelas sehingga tidak dapat dimintai pertanggung jawabannya
yakni:

1. Pesannya yang sepihak, bersifat membela atau menyerang saja


2. Sering mencatut nama tokoh seakan berasal dari tokoh tersebut
3. Memanfaatkan fanatisme dengan nilai-nilai ideologi atau agama untuk
meyakinkan
4. Judul atau tampilan yang provokatif
5. Judul dengan isi atau link yang dibuka tidak sama
6. Meminta untuk dibagikan ulang maupun diviralkan

Dalam menangani berita hoax maupun konten negatif di internet, pemerintah telah
membuat beberapa dasar hukum untuk menangani hal tersebut, beberapa contoh
diantaranya adalah:

1. Amanat pasal 40 ayat (2) UU no. 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU
nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik
“Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai
akibat penyalahgunaan informasi elektronik dan transaksi elektronik yang
mengganggu ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.”

2. Amanat pasal 40 ayat (2a) UU no. 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU
nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik

“Pemerintah WAJIB melakukan pencegahan penyebarluasan dan penggunaan


Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang
dilarang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”

3. Amanat pasal 40 ayat (2b) UU no. 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU
nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik

“Dalam melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a), Pemerintah


BERWENANG melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada
Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang
melanggar hukum.”

4. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika nomor 19 tahun 2014 tentang


penanganan situs internet bermuatan negatif

Untuk mengetahui sebuah kebenaran informasi, perlu dilakukan tips saring


sebelum sharing (forward) informasi kepada orang yang lebih banyak. Berikut tips yang
dapat dilakukan oleh seseorang untuk memeriksa kebenaran suatu informasi:

1. Cek sumber informasi

Informasi yang didapatkan sebuah informasi tentunya sangat beragam, jika


informasi berupa tautan, alangkah baiknya dilihat terlebih dulu nama situs dan
domain yang digunakan. tautan palsu yang biasanya digunakan untuk phising
biasanya memiliki nama situs bisa menyerupai lembaga ataupun organisasi resmi
tetapi domain akan berbeda. jika tautan berupa shortlink lebih baik untuk tidak
membukanya karena rentan phising dan virus. Jika informasi yang didapatkan
berupa tampilan gambar ataupun video, coba untuk mencari informasi dari
sumber lainnya untuk memvalidasi kebenaran dari informasi tersebut.

2. Cek situs

Walaupun tampilan dari portal website terlihat resmi bisa jadi itu hanya
sebatas situs web saja tetapi tidak memiliki kantor dan alamat yang jelas,
sehingga bisa jadi instansi maupun organisasi tersebut adalah fiktif. Untuk
menghindari seperti ini bisa dilihat pada menu kontak ataupun about us kemudian
cek alamat dengan sumber lain seperti google maps.

3. Cek sumber media

Informasi yang didapat biasanya bisa juga dalam bentuk pesan berita.
Informasi jenis ini bisa dicek apakah sumber media bersumber dari media
jurnalistik yang kredibel atau bukan. Jika informasi berita tersebut benar biasanya
akan ada informasi yang sama yang dipublikasikan oleh media yang lain.

4. Cek penulis dan narasumber

Selain mengecek sumber berita, alangkah baiknya juga mengetahui penulis


berita ataupun narasumber yang ada pada berita. Hal ini dikarenakan tidak setiap
orang memiliki netralitas dalam menuliskan informasi. Bisa jadi penulis ataupun
narasumber memiliki kepentingan ataupun afiliasi untuk membangun isu tertentu.

5. Cek menggunakan aplikasi

Langkah lainnya dalam mengecek informasi hoax bisa memanfaatkan


aplikasi pendeteksi hoax yang sudah ada seperti snopes.com, factcheck.org, detax
dll.

Anda mungkin juga menyukai