Anda di halaman 1dari 7

A.

Pengadaan dan pendayagunaan sumber daya pendidikan yang harus dilakukan oleh pemerintah

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945)
mengamanatkan bahwa Pemerintah Negara Indonesia harus melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dengan demikian, Pemerintah diwajibkan
untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional bagi seluruh warga
negara Indonesia. Sistem pendidikan nasional dimaksud harus mampu menjamin pemerataan
kesempatan dan peningkatan mutu pendidikan, terutama bagi anak-anak, generasi penerus
keberlangsungan dan kejayaan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah melalui berbagai paket program pendidikan
sebagai impelementasi penggunaan anggaran pendidikan 20% dari APBN, utamanya di daerah-
daerah tertinggal masih sangat minim dibandingkan dengan kebutuhan masyarakat. Program-
program yang dibuat oleh pemerintah seringkali hanya program tambal sulam (incremental) dan
tidak berkelanjutan (sustainable). Banyaknya sekolah, utamanya sekolah dasar yang dalam
kondisi rusak berat dan hanya direhabilitasi melalui Biaya Orientasi Sekolah (BOS) dan berbagai
paket program sejenis lainnya, tidaklah menjadikan sarana dan prasarana pendidikan tersebut
menjadi lebih baik. Banyaknya sekolah dasar yang rusak tersebut menyebabkan anak-anak usia
pendidikan dasar tidak merasa nyaman dalam proses pembelajaran. Padahal untuk anak-anak
usai tersebut, dukungan sarana dan prasarana yang memadai amat dibutuhkan guna menunjang
keberhasilan pendidikannya.

Pemerintah memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan anak-


anak Indonesia, utamanya mulai dari ketersediaan sarana dan prasarana minimal berupa gedung
sekolah yang layak, hingga sampai pada ketersediaan berbagai fasilitas pendukung pendidikan
lainnya. Bagi sekolah-sekolah yang berada di perkotaan, sekolah yang rusak berat dan masih
belum direhabilitasi sangat banyak ditemui, apalagi di daerah-daerah terpencil di Indonesia.
Dengan kata lain, sekolah-sekolah diperkotaan saja kondisinya masih demikian, apalagi di
pelosok Indonesia.

Selain ketersediaan sarana dan prasarana fisik dan berbagai fasilitas pendukung
pendidikan lainnya yang masih terbatas dan belum menjangkau seluruh wilayah NKRI,
kurikulum pendidikan dasar pun menjadi permasalahan. Kurikulum yang seringkali berubah
seiring dengan pergantian rezim pemerintahan menyebabkan anak-anak usia sekolah dasar
menjadi korbannya. Anak-anak usia sekolah dasar merupakan anak-anak yang mind set
berfikirnya belum terbentuk, anak-anak tersebut masih dalam tahap amati dan tiru, belum sampai
tahap modifikasi. Selain itu, beban kurikulum yang berat menyebabkan anak-anak kehilangan
kreativitasnya karena hanya dibebani dengan mata pelajaran yang terkonsep dan berpola baku
secara permanen. Artinya, apa yang di dapat di sekolah, itulah yang ada pada dirinya, tanpa
kecuali.
Pemerintah harus menyadari bahwasannya anak-anak merupakan investasi masa depan
sebuah bangsa. Merekalah yang kelak akan mengisi ruang-ruang proses berbangsa dan
bernegara. Wajar saja ketika banyak orang menyerukan bahwa anak adalah bibit-bibit atau tunas
yang harus diperhatikan dan dirawat dengan baik. Merekalah pewaris masa depan, tulang
punggung dan harapan bangsa dan negara ada di pundak mereka. Namun, harapan itu ternyata
masih membentur tembok yang sangat besar. Ternyata masih banyak di temukan anak-anak
kurang mampu harus berhenti sekolah karena tidak memiliki biaya. Sering dijumpai bahwa anak-
anak Indonesia harus dipaksa mengemis demi menghidupi keluarga, melakukan tindak kriminal
dan terlantar karena ketimpangan ekonomi. Tidak jarang pula anak-anak seringkali menghadapi
bentuk-bentuk kekerasan baik fisik maupun non fisik. Padahal, anak-anak Indonesia harusnya
berada di rumah, belajar dengan baik dan menikmati tugas-tugas bagi tumbuh kembang diri
mereka. Disinilah peran pemerintah harus ditingkatkan dalam rangka peningkatan pendidikan
anak-anak Indonesia.

Pendidikan Karakter merupakan proses pemberian tuntunan peserta/anak didik agar


menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan
karsa. Peserta didik diharapkan memiliki karakter yang baik meliputi kejujuran, tanggung jawab,
cerdas, bersih dan sehat, peduli, dan kreatif.

Pemerintah melalui Kemendiknas meluncurkan sebuah program pendidikan, yang


dikenal dengan Pendidikan Karakter. Dominasi ranah kognitif dan psikomotorik harus dikurangi,
ranah afektif sudah seharusnya menjadi fokus utama. Sehingga terbentuklah manusia-manusia
yang berkarakter luhung, berbudi pekerti tinggi. Manusia-manusia seperti inilah yang diharapkan
mampu membawa bangsa Indonesia menjadi jauh lebih baik, menjadikan Indonesia sebagai
bangsa yang berbudaya tinggi.

Pendidikan karakter dibutuhkan untuk mencegah setiap perbuatan-perbuatan yang tidak


baik yang dapat merusak pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, semua peran sangat
dibutuhkan untuk memajukan sistem pendidikan di Indonesia agar pendidikan di Indonesia
mengalami pemerataan, peningkatan dan perubahan yang signifikan. Pendidikan Karakter
bertujuan untuk memberikan pengetahuan tentang hal yang baik dan buruk, kemudian membuat
hal yang baik menjadi suatu kebiasaan. Budaya ini harus dipelihara agar pendidikan di Indonesia
berkembang dan bisa menjadi daya saing bagi pendidikan lainnya secara global.

Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas
sumber daya manusia dan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan
kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas
sumber daya manusia, maka Pemerintah telah berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui
berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas melalui pengembangan dan
perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan
pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Tetapi
kenyataan belum cukup dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
B. Pengadaan dan pendayagunaan sumber daya pendidikan yang harus dilakukan oleh masyarakat
Manusia adalah makhluk sosial yaitu makhluk yang memiliki dorongan untuk  hidup
berkelompok secara bersama-sama. Oleh karena itu, dimensi sosial menyatu kepada
kepentingan sebagai makhluk sosial, yang didasari pada pemahaman bahwa manusia
hidup bermasyarakat. Pendidikan dalam konteks ini adalah usaha untuk  membimbing
dan mengembangkan potensi peserta didik secara optimal agar mereka dapat berperan
sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat dan lingkungan. Dalam hal  pengaruh
sekolah terhadap masyarakat pada dasarnya tergantung pada luas tidaknya produk serta
kualitas pendidikan itu sendiri. Semakin besar output sekolah tersebut dengan disertai
kualitas yang mantap dalam artian mampu mencetak sumber daya manusia yang
berkualitas maka tentu saja pengaruhnya sangat positif bagi masyarakat, sebaliknya
meskipun lembaga pendidikan mampu mengeluarkan outputnya tapi dengan SDM yang
rendah secara kualitas, itu juga jadi masalah tidak saja bagi output yang bersangkutan tapi
berpengaruh juga bagi masyarakat.

Pendidikan dan masyarakat saling keterkaitan, untuk  mengembangkan pendidikan


diperlukan partisipasi dari masyarakat, untuk  selalu peduli akan berpengaruh pendidikan
terhadap kehidupan masyarakat. Masyarakat dalam konteks ini berperan sebagai subjek
atau pelaku pendidikan, tanpa adanya kesadaran masyarakat akan pendidikan, maka
negara tidak akan berkembang, kita akan  tergantung pada orang atau negara lain yang
jauh lebih berkembang dari kita, maka dari itu peranan masyarakat terhadap pendidikan
sangat berpengaruh untuk  perkembangan wilayah atau negaranya sendiri, melalui
pendidikan masyarakat dapat memperoleh ilmu yang dapat ia manfaatkan di dalam
kehidupan untuk  kesejahteraan bersama.

Pembinaan dan Tanggungjawab Pendidikan oleh Masyarakat. Bila dilihat dari konsep
pendidikan, masyarakat adalah sekumpulan banyak orang yang dengan berbagai ragam
kualitas  diri mulai dari yang tidak berpendidikan sampai kepada yang berpendidikan
tinggi. Baiknya kualitas suatu masyarakat ditentukan oleh kualitas pendidikan para
anggotanya, makin baik pendidikan anggotanya, makin baik pula kualitas masyarakat
secara keseluruhan. Masyarakat merupakan lembaga pendidikan yang ketiga setelah
pendidikan dilingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Tanggung jawab masyarakat
terhadap pendidikan sebenarnya masih belum jelas, tidak  jelas tanggung jawab
pendidikan di lingkungan keluarga dan sekolah. Hal ini disebabkan faktor waktu,
hubungan, sifat dan isi pergaulan yang  terjadi di masyarakat. Meski demikian
masyarakat mempunyai peran yang besar dalam pelaksanaan pendidikan nasional. Peran
masyarakat antara lain menciptakan suasana yang dapat menunjang pelaksanaan
pendidikan. Nasional, ikut melaksanakan pendidikan non pemerintah (sosial).

Walaupun tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan belum jelas, akan tetapi
masyarakat harus berperan aktif dalam pendidikan, karena masyarakat merupakan
lembaga pendidikan yang ketiga setelah lingkungan keluarga dan sekolah. Olehnya itu
untuk  memperoleh kualitas yang baik terhadap pendidikan, maka kualitas masyarakat
pun harus baik, agar saling menunjang antara satu dan lainnya, jika kualitas
pendidikannya baik maka akan menghasilkan keluarga keluaran atau hasil didik yang
baik pula secara keseluruhan.
Peran serta masyarakat— menurut Pusat Standar dan Kebijakan (2021)— dalam
urusan pendidikan secara luas kemudian diatur melalui Pasal 188 Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Dalam PP tersebut termaktub bahwa DP memiliki fungsi dalam peningkatan mutu
pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga,
sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota (Pasal 192).

Dalam Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 1992 BAB III pasal 4 peran serta / partisipasi
maysarakat dapat berbentuk:
a)      Pendirian dan penyelenggaraan satuan pendidikan pada jalur pendidikan sekolah
atau jalur pendidikan luar sekolah, pada semua jenis pendidikan kecuali pendidikan
kedinasan, dan pada semua jenjang pendidikan di jalur pendidikan sekolah;
b)      Pengadaan dan pemberian bantuan tenaga kependidikan untuk melaksanakan atau
membantu melaksanakan pengajaran, pembimbingan dan/atau pelatihan peserta didik;
c)      Pengadaan dan pemberian bantuan tenaga ahli untuk membantu pelaksanaan
kegiatan belajar-mengajar dan/atau penelitian dan pengembangan;
d)     Pengadaan dan/atau penyelenggaraan program pendidikan yang belum diadakan
dan/atau diselenggarakan oleh Pemerintah untuk menunjang pendidikan nasional;
e)      Pengadaan dana dan pemberian bantuan yang dapat berupa wakaf, hibah,
sumbangan, pinjaman, beasiswa, dan bentuk lain yang sejenis;
f)       Pengadaan dan pemberian bantuan ruangan, gedung, dan tanah untuk
melaksanakan kegiatan belajar-mengajar;
g)      Pengadaan dan pemberian bantuan buku pelajaran dan peralatan pendidikan untuk
melaksanakan kegiatan belajar-mengajar;
h)      Pemberian kesempatan untuk magang dan/atau latihan kerja;
i)        Pemberian bantuan manajemen bagi penyelenggaraan satuan pendidikan dan
pengembangan pendidikan nasional;
j)        Pemberian pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan penentuan
kebijaksanaan dan/atau penyelenggaraan pengembangan pendidikan;
k)      Pemberian bantuan dan kerjasama dalam kegiatan penelitian dan pengembangan;
dan

l)        Keikutsertaan dalam program pendidikan dan/atau penelitian yang diselenggarakan


oleh Pemerintah di dalam dan/atau di luar negeri.
Partisipasi merupakan prasyarat penting bagi peningkatan mutu.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sumber belajar memegang peranan penting dan cukup
menentukan dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Untuk dapat mendayagunakan sumber
belajar secara optimal perlu mempertimbangkan sasaran, macam-macam dan langkah-langkah
pendayagunaannya. Betapapun tingginya nilai kegunaan sumber belajar, tidak akan memberi manfaat
yang banyak bagi orang yang tidak mampu menggunakannya. Oleh karena itu guru/dosen dituntut
meiliki kemampuan menggunakan sumber belajar.
Iskandar Wiryokusumo. 1988. Pendayagunaan Sumber Belajar untuk Pengembangan Pendidikan
dan/atau Latihan. Makalah Seminar Kurikulum dan Teknologi Pendidikan. Jakarta: IKIP Jakarta.

Depdikbud. (1982/1983). Pemanfaatan Sumber-sumber Belajar. Jakarta: Dikti.

Zainuddin. 1984. Pusat Sumber Belajar. Jakarta: Depdikbud.

Anda mungkin juga menyukai