Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN KASUS

Tantangan Diagnosis dan Tata Laksana Kecurigaan


Hepatitis Autoimun pada Wanita 34 tahun dengan
Periodik Paralisis dan Penyakit Graves
The Challenges of Diagnosis and Management of Suspected
Autoimmune Hepatitis in a 34-Year-Old Woman with Periodic
Paralysis and Graves’ Disease
Yeni Larasati1, C. Singgih Wahono2
1
Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Rumah Sakit Umum Daerah dr. Saiful Anwar
Malang
2
Divisi Reumatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang, Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Saiful Anwar Malang

Korespondensi:
Yeni Larasati. Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Rumah Sakit Umum Daerah dr. Saiful Anwar Malang.
Email: yenilarasati08@gmail.com

ABSTRAK
Hipokalemia periodik paralisis merupakan suatu kelemahan otot yang dapat disebabkan oleh kondisi hipertiroid akibat
penyakit Graves. Prevalensi penderita hipokalemia periodik paralisis dengan gejala tirotoksikosis mencapai 10%. Penyakit
Graves merupakan suatu kelainan sistem imun yang dapat menyebabkan disfungsi organ lainnya seperti pada kondisi
hepatitis autoimun. Penegakan diagnosis hepatitis auotimun saat ini masih menjadi tantangan bagi klinisi karena ada
keterbatasan fasilitas pelayanan pemeriksaan penunjang seperti smooth muscle antibodies (SMA), antimitochondrial
antibodies (AMA), anti-liver/kidney microsomal antibodies type 1 (anti LKM-1), yang seringkali masih sulit didapatkan.
Artikel ini membahas mengenai kasus wanita 34 tahun dengan kelemahan anggota gerak tubuh sejak 3 bulan dan
memberat, penurunan berat badan sebanyak 4 kg dalam waktu 1 bulan, sering merasa lapar, gelisah dan sulit tidur
karena tidak tahan terhadap udara panas dan berdebar-debar. Pada pasien didapatkan urin berwana keruh sejak 10 hari
terakhir. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan kadar alanin transminase (ALT) 256 U/I dan aspartat
aminotransferase (AST) 142 U/I disertai peningkatan kadar bilirubin total 12,09 mg/dl, bilirubin direct 10,5 mg/dl. Penanda
infeksi virus hepatitis HbsAg non-reaktif dan anti-HCV negatif, kadar kalium 2,29 mmol/L, dan antinuclear antibody test 1,3
IU/ml, thyroid stimulating hormone (TSH) <0,01 uIU/ml, dan FT4 5,46 mg/dl. Hasil USG abdomen menunjukkan chronic liver
disease. Histopatologi dari jaringan liver menunjukkan kronik hepatitis dengan infiltrasi inflamatori. Pasien diterapi dengan
pemberian tiamazol, suplemen potasium, propranolol, dan prednison. Hasilnya, keluhan dan fungsi hati membaik.
Kata Kunci: Hepatitis autoimun, penyakit Graves, periodik paralisis, tata laksana

ABSTRACT
Periodic paralysis hypokalemia is a muscle weakness that can be caused by hyperthyroidism due to Graves’ disease. The
prevalence reaches 10% of patients with periodic paralysis hypokalemia with symptoms of thyrotoxicosis. Graves’ disease is
an immune system disorder that can cause other organ dysfunction, such as autoimmune hepatitis. Currently, the diagnosis
of autoimmune hepatitis is still a challenge for clinicians due to limited supporting examination facilities, such as SMA, AMA,
anti-LKM-1. This article discusses a case of a 34-year-old woman with limb weakness for 3 months, losing 4 kg of weight in
1 month, often feeling hungry, restless, having trouble sleeping, unable to stand the heat, and palpitation. Her urine was
looked like a tea color for the last 10 days. Laboratory examination results showed an increase in alanine transaminase
(ALT) levels 256 U/I and aspartate aminotransferase (AST) 142 U/I, accompanied by an increase in total bilirubin levels of
12.09 mg/dl, direct bilirubin 10.5 mg/ dl. Markers of hepatitis B (HbsAg) and anti-HCV were negative. The potassium level
was 2.29 mmol/L and the antinuclear antibody test was 1.3 IU/ml. Thyroid-stimulating hormone (TSH) <0.01 uIU/ml, and FT4
5.46 mg/dl. Abdominal ultrasound showed chronic liver disease. Histopathology of liver tissue showed chronic hepatitis
with inflammatory infiltration. The patient had been treated with thiamazole, potassium supplements, propranolol, and
prednisone. As a result, the patient’s condition and liver enzyme tests improved.
Keywords: Autoimmune hepatitis, Grave’s disease, management, periodic paralysis

Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 8, No. 4 | Desember 2021 | 209


Yeni Larasati, C.Singgih Wahono

PENDAHULUAN peningkatan enzim hati. Artikel ini membahas mengenai


Hipokalemia periodik paralisis merupakan kelainan kasus seorang pasien yang didiagnosis dengan hepatitis
yang ditandai dengan kadar kalium yang rendah (kurang autoimun dan penyakit Graves.
dari 3,5 mmol/L) pada saat serangan, disertai riwayat
episode kelemahan sampai kelumpuhan otot skeletal. LAPORAN KASUS
Insiden hipokalemia periodik paralisis mencapai 1,8-1,9% Seorang wanita berusia 34 tahun datang ke instalasi
dengan tirotoksikosis oleh berbagai sebab. Hipokalemia gawat darurat dengan keluhan kelemahan seluruh anggota
periodik paralisis lebih sering terjadi pada pasien penyakit gerak tubuh, kesulitan berjalan, bahkan sulit duduk.
Graves.2 Kondisi tersebut dirasakan sejak tiga bulan dan terasa
Penyakit Graves merupakan suatu kelainan sistem semakin memberat. Kondisi tersebut diperberat tujuh hari
imun yang ditandai dengan kadar hormon tiroid yang sebelum masuk rumah sakit dikarenakan diare cair dengan
berlebihan akibat produksi berlebihan oleh kelenjar tiroid. frekuensi ± 20 kali/hari. Konsistensi buang air besar cair
Gejala Graves dapat berupa rasa cemas, lekas marah, rasa kekuningan, ampas tanpa lendir, dan tanpa darah.
lelah, kehilangan berat badan, dan bahkan penonjolan Pasien mengeluhkan penurunan berat badan
bola mata serta kondisi amenorrhea. Lebih dari 30% sebanyak 4 kg dalam waktu 1 bulan, nafsu makan masih
pengidap Graves mengalami Graves eye disease atau baik sering merasa lapar namun berat badan tidak naik,
Graves ophthalmopathy. Penyakit Graves terjadi pada kedua mata terlihat menonjol dan tampak sedikit kuning.
0,5% populasi dan sebagian besar diderita oleh wanita. Pasien juga sering merasa gelisah dan sulit tidur karena
Penyakit Graves juga merupakan penyebab tersering dari tidak tahan terhadap udara panas. Keluhan jantung
hipertiroidisme.3 berdebar-debar juga sering dirasakan. Urin pasien tampak
Pada beberapa pasien, penyakit Graves merupakan berwana keruh seperti teh sejak 10 hari terakhir. Pasien
bagian dari proses autoimun yang lebih luas yang dapat sering mengeluhkan nyeri perut atas hilang timbul disertai
menyebabkan disfungsi beberapa organ, misalnya sindrom rasa penuh di perut.
autoimun poliglandular. Penyakit Graves dapat dikaitkan Sejak 5 tahun terakhir pasien tidak pernah lagi
dengan kondisi autoimun yang lain, seperti diabetes mengalami menstruasi. Pasien sempat menggunakan KB
melitus tipe 1, insufisiensi adrenal autoimun, sklerosis suntik 3 bulan selama 2 tahun dan setelah itu berhenti.
sistemik, miastenia gravis, sindrom Sjögren, rheumatoid Pasien telah memiliki seorang anak yang saat ini berusia
arthritis, dan lupus eritematosus sistemik, serta hepatitis 10 tahun dan tidak pernah mengalami riwayat keguguran.
autoimun. Sejak 3 bulan, pasien sering mengalami kelemahan pada
Hepatitis autoimun merupakan peradangan pada kedua kaki tanpa disertai rasa nyeri dan saat berkendara
liver yang diakibatkan oleh sistem imun yang menyerang motor sering terjatuh karena kedua kaki dirasakan lemas
liver. Walaupun penyebab hepatitis autoimun belum namun bisa beraktivitas kembali.
sepenuhnya dimengerti, beberapa penyakit, toksin/ Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum
racun, dan obat-obatan dilaporkan dapat mencetuskan tampak sakit sedang, tekanan darah 110/80 mmHg,
hepatitis autoimun pada orang yang rentan, terutama nadi 108 kali/menit, pernapasan 21 kali/menit, dan
pada wanita. Insiden penyakit autoimun meningkat pada suhu 36,7oC. Didapatkan juga penonjolan pada kedua
semua kelompok usia yang dibuktikan dengan prevalensi mata disertai sklera yang ikterik. Hasil pemeriksaan leher
peningkatan antibodi spesifik dan non-spesifik.4 Insiden didapatkan pembesaran kelenjar tiroid. Sementara dari
autoimun hepatitis dapat berbeda pada beberapa wilayah pemeriksaan kekuatan motorik didapatkan kekuatan 3
geografi. Di Asia, insiden autoimun hepatitis mencapai 1-7 pada ekstremitas superior dextra et sinistra dan 2 pada
kasus/100.000 penduduk. Hepatitis autoimun yang tidak ekstremitas inferior dextra et sinistra. Sedangkan, refleks
diobati dapat menyebabkan fibrosis pada hati dan pada fisiologis menurun pada kedua ekstremitas superior +2/+2
akhirnya akan menjadi gagal hati. Apabila didiagnosis dan dan refleks fisiologis pada ekstremitas inferioir +1/+1.
diobati saat awal permulaan, hepatitis autoimun dapat Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan
dikendalikan dengan obat yang menekan sistem imun.5, 6 peningkatan kadar alanine transminase (ALT) 256 U/I
Hepatitis autoimun juga muncul dengan peningkatan dan aspartat aminotransferase (AST) 142 U/I disertai
dari enzim hati, serta gamma globulinemia dan gambaran peningkatan kadar bilirubin total 12,09 mg/dl, bilirubin
histopatologis yang khas. Pada pasien yang datang dengan direk 10,5 mg/dl, dan bilirubin indirek 1,59 mg/dl.
kondisi, baik penyakit Graves dan hepatitis, tantangan Penanda infeksi virus hepatitis HbsAg non-reaktif dan anti-
diagnostiknya adalah untuk menentukan penyebabnya HCV negatif. Pada pasien didapatkan kadar kalium yang

210 | Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 8, No. 4 | Desember 2021


Tantangan Diagnosis dan Tata Laksana Kecurigaan Hepatitis Autoimun pada Wanita 34 tahun dengan Periodik Paralisis dan Penyakit Graves

sangat rendah yaitu 2,29 mmol/L dan antinuclear antibody serangan sangat bervariasi, mulai dari sekali seumur hidup
test 1,3 IU/ml, tidak ada antibodi lain yang terdeteksi. sampai beberapa kali seminggu dan lebih sering terjadi
Pasien ini mengalami kondisi hipermetabolime, pada laki-laki daripada wanita, serta serangan pada wanita
ditemukan penurunan berat badan yang drastis sebanyak 4 lebih ringan.8
kg dalam 3 bulan dan dari hasil pemeriksaan laboratorium Kelemahan otot biasanya pada keempat anggota
tambahan didapatkan thyroid stimulating hormone (TSH) gerak, jika belum komplit, kelemahan yang terjadi lebih
<0,01 uIU/ml dan FT4 5,46 mg/dl. Hasil USG abdomen dominan pada anggota gerak bawah. Fungsi respirasi,
menunjukkan chronic liver disease. Histopatologi dari menelan dan motilitas okuler biasanya tidak terkena,
jaringan liver menunjukkan kronik hepatitis dengan dan mungkin terjadi pada serangan yang sangat berat.
infiltrasi inflamatori sedang pada limfoid dan sel plasmatik Pemulihan dapat dipercepat dengan pemberian kalium
dengan nekrosis piecemeal. klorida dan gejala dapat berkurang dengan istirahat.
Pasien kemudian didiagnosis sebagai hipokalemia Jika kadar kalium darah diukur saat serangan, maka
periodik paralisis karena hipertiroidisme pada penyakit didapatkan kadar kalium yang rendah. Sementara di
Graves dengan probable autoimun hepatitis tipe 1. antara serangan, kadar kalium serum bernilai normal.
Penatalaksanaan pada kasus ini adalah koreksi kalium Maka untuk tujuan diagnostik, pengukuran kadar kalium
intravena 75 meq dengan perhitungan kebutuhan kalium darah sangat penting.7
77,67 meq dalam NaCl 0,9% 500 cc dan KCl 25 meq habis Hipokalemia periodik paralisis merupakan komplikasi
dalam 3 jam dan dilakukan sebanyak 3 siklus melalui akses dari hipertiroidisme. Komplikasi ini lebih sering terjadi
perifer kemudian dilanjutkan dengan pemberian suplemen pada orang Asia, terutama terjadi pada pria dibanding
potasium tab 3 x 600 mg per oral dan juga diberikan wanita (9:1), termasuk kasus-kasus yang bersifat familial.
tiamazol 1 x 10 mg, propanolol 1 x 10 mg, serta prednison Pasien biasanya mengeluhkan lemah pada keempat
1 x 5 mg. Setelah perawatan selama 10 hari, kekuatan anggota gerak dan kadar kalium darah yang rendah (<1
ekstremitas superior dan inferior membaik, kalium serum meq/L). Serangan dapat membaik dengan pemberian
menjadi 3,54 mmol/L, disertai dengan penurunan ALT dan kalium klorida dan dapat berulang jika tirotoksikosisnya
AST. tidak diobati. Pada beberapa kasus, tanda-tanda adanya
hipertiroidisme sangat jelas, walaupun tidak selalu. Pada
DISKUSI ras kaukasian, tanda dan gejala dari tiroksikosis sering
Hipokalemia periodik paralisis digambarkan tidak tampak. Serangan hipokalemia periodik paralisis
sebagai suatu serangan berulang kelemahan otot yang hanya terjadi pada saat keadaan hipertiroidisme dan tidak
dihubungkan dengan penurunan kadar kalium serum. Ada terjadi jika fungsi tiroid kembali normal. Fokus terapi pada
dua jenis hipokalemia periodik paralisis, yaitu tiroksikosis pasien ini adalah mengembalikan fungsi tiroid sampai
dan hipokalemia periodik paralisis familial yang merupakan pada keadaan eutiroid. Pada saat yang bersamaan, kalium
kelainan genetik autosomal dominan.7 Umur saat onset klorida diberikan untuk meningkatkan kekuatan otot dan
pertama hipokalemia periodik paralisis pada hipertiroid untuk mencegah agar tidak berulang. Pada beberapa
biasanya terjadi pada umur dekade kedua. Frekuensi pasien mungkin dapat ditemukan intoleransi glukosa.11
serangan lebih tinggi pada dekade kedua sampai dekade Hipokalemia periodik paralisis diperkirakan
keempat dan kemudian cenderung menurun. Frekuensi berhubungan dengan peningkatan aktivitas pompa

Tabel 1. Perbedaan thyrotoxic periodic paralysis (TPP) dan familial hypokalemic periodic paralysis (FHPP)9,10
Karakteristik Thyrotoxic periodic paralysis Familial hypokalemic periodic paralysis
Usia (tahun) 20-40 <20
Distribusi jenis kelamin Predominan laki-laki Tidak berbeda
Hereditas Sporadis Autosomal dominan
Etnisitas Asia, Indian-Amerika/Hispanik, Kaukasian Kaukasia, Asia
Riwayat Keluarga Riwayat tirotoksikosis Riwayat paralisis hipokalemik
Gambaran Klinis hipertiroidisme Ada Tidak ada
Predisposisi genetik Berikatan dengan SNPs dari Cav 1.1 (-476A G, intro Mutasi Cav1.1 (R5258h,R1239H, R123G), Nav1.4
2 nt 57G A, intron 26 nt 67AG) (R669H,R672G, R672H), Kv3.4 (R83H)

Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 8, No. 4 | Desember 2021 | 211


Yeni Larasati, C.Singgih Wahono

Na/K ATPase, yang mana menyebabkan shift kalium yang fundamental pada hipokalemia periodik paralisis
intraselular. Suatu hipotesis menyebutkan bahwa pasien melibatkan peningkatan permeabilitas membran
tiroksikosis hipokalemia perioidik paralisis mempunyai natrium otot.13, 14 Tampilan klinis yang paling menonjol
suatu predisposisi aktivasi Na/K ATPase oleh hormon dari hipokalemia adalah pada sistem neuromuskular,
tiroid dan hiperinsulinisme.7, 11 Pada kondisi hipokalemia walaupun sistem lainya seperti kardiovaskular dan
periodik paralisis, yang mana kadar kalium ekstraselular gastrointestinal dapat juga terkena. Beberapa pasien
lebih rendah dan mengakibatkan keseimbangan potensial mengeluhkan kelemahan otot, terutama pada ekstremitas
kalium berubah lebih negatif sehingga Na+ lebih banyak bawah, dan kelemahan umum otot rangka merupakan
masuk ke intraselular dan kalium terlambat dan lebih keadaan umum pada kekurangan kalium yang berat.
sedikit yang keluar ke ekstraselular. Hal ini mengakibatkan Serangan sering dicetuskan oleh aktivitas berat, makanan
potensial istirahat sel berada pada voltase -50 mv dan tinggi karbohidrat, makanan dengan kadar natrium yang
menyebabkan gangguan elektrik dan otot tidak dapat tinggi, intoksikasi alkohol, perubahan suhu tubuh yang
dieksitas. Gejala yang diakibatkan oleh perubahan mendadak, suara, maupun cahaya.11
polarisasi membran menyebabkan gangguan pada fungsi Frekuensi serangan bervariasi dari harian sampai
jaringan yang dapat dieksitasi seperti otot. Masalah tahunan, dan setiap serangan dapat bertahan dari
utama pada hipokalemia periodik paralisis berhubungan beberapa jam sampai beberapa hari. Beberapa pasien
dengan kanal kalsium.12 dapat jatuh ke serangan yang abortif atau berkembang
Hormon tiroid juga dapat memengaruhi Na/K- menjadi kelemahan otot kronik. Pada pemeriksaan fisik,
ATPase melalui rangsangan katekolamin. Hal ini selain kelemahan otot juga ditemukan refleks tendon
dikarenakan pada tirotoksikosis, terdapat peningkatan dalam yang menurun sampai hilang. Sistem sensorik dan
respons β-adrenergik, sehingga pengobatan dengan agen kesadaran tidak terganggu. Pasien juga sering mengalami
penghambat β-adrenergik non-selektif dapat mencegah nyeri otot dan gangguan kognitif selama serangan.16
dan mengobati serangan paralisis. Selain peningkatan Pencetus untuk setiap individu berbeda, juga tidak ada
respons adrenergik, pada pasien juga terdapat respons korelasi antara besarnya penurunan kadar kalium serum
insulin yang berlebihan terhadap masukan glukosa oral dengan beratnya paralisis (kelemahan) otot skeletal.
dibandingkan dengan pasien dengan tirotoksikosis tanpa Penderita dapat mengalami serangan hanya sekali, tetapi
hipokalemia periodik paralisis. Insulin telah diketahui dapat juga berkali-kali (berulang) dengan interval waktu
mampu untuk meningkatkan aktivitas Na/K-ATPase, serangan juga bervariasi. Kelemahan biasanya terjadi pada
sehingga dapat dimengerti bagaimana insulin dapat otot kaki dan tangan, tetapi terkadang dapat mengenai
menyebabkan influks kalium ke intrasel.11 otot mata, otot pernafasan, dan otot untuk menelan, yang
Gejala-gejala yang diakibatkan oleh perubahan mana kedua keadaan terakhir ini dapat berakibat fatal.13, 15
polarisasi membran menyebabkan gangguan pada Pada saat serangan paralisis dan disertai hipokalemia
fungsi jaringan yang dapat dieksitasi seperti otot. Studi- yang nyata, pemberian suplementasi kalium klorida
studi elektrofisiologi saat ini menyebutkan bahwa defek (KCl) dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi berat
kardiopulmonal. Suplementasi KCl dapat diberikan melalui
jalur intravena, oral, maupun keduanya. Dosis KCl yang
diperlukan bervariasi, mulai dari 40-200 mEq per hari.
Penelitian memperlihatkan bahwa waktu yang diperlukan
untuk mencapai fase pemulihan lebih cepat dicapai
dengan pemberian suplementasi kalium dibandingkan
dengan pemberian infus saline saja. Meskipun, terdapat
pula penelitian lain yang memperlihatkan tidak ada
korelasi yang signifikan antara dosis kalium yang diberikan
dengan nilai awal kalium, serta pulihnya kelemahan otot.
Selain itu, pemberian kalium dalam jumlah yang terlalu
besar juga dapat menyebabkan hiperkalemia rebound
pada masa pemulihan, yaitu kalium masuk kembali ke
intravaskular. Dalam sebuah studi disebutkan bahwa 40%
Gambar 1. Mekanisme kelemahan otot akut pada thyrotoxic periodic
pasien yang diberikan infus KCl mengalami hiperkalemia
paralysis15 rebound, khususnya yang mendapat KCl >90 mEq pada

212 | Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 8, No. 4 | Desember 2021


Tantangan Diagnosis dan Tata Laksana Kecurigaan Hepatitis Autoimun pada Wanita 34 tahun dengan Periodik Paralisis dan Penyakit Graves

24 jam pertama, sedangkan pemberian KCl <50 mEq Limfosit yang berasal dari Graves, jaringan tiroid
jarang menyebabkan hiperkalemia rebound. Pemberian secara spontan mensekresikan tiroid antibodi (TRAb).
KCl sebaiknya dilakukan dengan kecepatan yang lambat Hasil studi menunjukkan bahwa pada pasien dengan
(<10 mEq/jam) pada akses vena perifer, kecuali telah Graves ditemukan long-acting thyroid stimulator (LATS).
terjadi komplikasi kardiopulmonal. Pemberian suplemen Hal ini dibuktikan dengan adanya imunoglobulin yang
kalium dalam rangka profilaksis tidak bermanfaat dan menghambat ikatan TSH dengan membran tiroid. Dan hal
tidak dianjurkan dalam mencegah serangan paralisis tersebut terbukti dengan ditemukannya TRAb. Stimulasi
berikutnya.8, 17 TRAb memiliki beberapa karakteristik antara lain: TRAb
Penyakit Graves merupakan kondisi medis yang spesifik terhadap penyakit Graves, antibodi terhadap
ditandai dengan suatu keadaan akibat peningkatan thyroglobulin (Tg) dan thyroid peroxidase (TPO); TRAb
kadar hormon tiroid bebas dalam darah. Penyakit seperti TSH, stimulasi sintesis dan aktivitas sodium-iodide
Graves pertama kali dilaporkan oleh Parry pada tahun symporter menjelaskan pengambilan iodin di jaringan
1825, kemudian Graves pada tahun 1835, dan disusul tiroid pada Graves; stimulasi TRAb pada subtipe G protein
oleh Basedow pada tahun 1840. Distribusi jenis kelamin meningkatkan protein kinase A (PKA) dan aktivitas tiroid
dan umur pada penyakit hipertiroid amat bervariasi. adenylate cyclase yang akan meningkatkan sintesis,
Sedangkan, distribusi menurut umur yang terbanyak seksresi, hormon tiroid dan survival cell.12 Autoantibodi
adalah pada usia 21–30 tahun (41,7%). Jumlah penderita merupakan tanda khas dari penyakit Graves. Sel B
penyakit ini di seluruh dunia pada tahun 2009 diperkirakan berperan penting dalam imunopatogenesis.
mencapai 200 juta, dan 12 juta di antaranya terdapat di Penyakit Graves terjadi akibat gangguan pada
Indonesia. Angka kejadian hipertiroidisme yang didapat fungsi sistem kekebalan tubuh. Pada kondisi normal,
dari beberapa klinik di Indonsia berkisar antara 44,44– tubuh menghasilkan antibodi untuk melawan virus atau
48,93% dari seluruh penderita dengan penyakit kelenjar bakteri yang menyerang tubuh. Pada penyakit Graves,
gondok. Di Amerika Serikat diperkirakan 0,4% populasi sistem kekebalan tubuh justru menghasilkan antibodi TSI
menderita penyakir Graves, biasanya sering ditemukan (thyroid-stimulating immunoglobulins), yang menyerang
pada usia di bawah 40 tahun.18 sel-sel tiroid yang sehat. Meski demikian, belum diketahui
Terminologi Graves dan hipertiroidisme tidaklah mengapa hal tersebut bisa terjadi. Penyebab penyakit
sama, karena pada Graves yang khas ditemukan Graves ini dikenal sebagai proses autoimun. Antibodi-antibodi
opthlamopathy yang tidak ditemukan pada kondisis ini juga meniru kerja dari stimulating hormone yang
hipertiroidisme. Hipertiroidisme merupakan tampilan dihasilkan oleh kelenjar hipofisis. Akibatnya, kelenjar tiroid
yang paling sering ditemukan pada penyakit Graves akan melepaskan hormon T3 dan T4 yang jauh melebihi
yang disebabkan oleh proses autoantibodi terhadap semestinya.18
thyrotropine receptor (TRAb) yang dapat menstimuluasi Terapi pada tirotoksikosis periodik paralisis dengan
peningkatan sintesis hormon tiroid sejalan dengan Graves antara lain dengan pemberian terapi intravena
pertumbuhan kelenjar tiroid yang difus.18 kalium klorida dan pemberian propanolol (penghambat
Pada penyakit praves, autoantigen utama adrenergik-β non-selektif), baik secara oral maupun
adalah reseptor hormon perangsang tiroid (TSH), yang intravena. Terapi tersebut dapat digunakan sebagai
diekspresikan terutama pada tiroid tetapi juga pada terapi pilihan untuk mengurangi gejala paralisis tanpa
adiposit, fibroblast, sel tulang, dan berbagai organ kekhawatiran munculnya hiperkalemia rebound serta
lainnya. Reseptor TSH merupakan reseptor berpasangan peningkatan fosfat serum. Dalam sebuah uji coba,
G-protein dengan tujuh domain transmembran. Hormon pemberian propanolol oral dosis tinggi (3-4 mg/kgbb)
perangsang tiroid, bertindak melalui reseptor TSH (TSHR), dapat menghentikan serangan paralisis dengan cepat.
mengatur pertumbuhan tiroid dan produksi serta sekresi Selain itu, propanolol juga terbukti mampu mencegah
hormon tiroid. Reseptor TSH mengalami proses post- serangan paralisis bahkan setelah konsumsi karbohidrat
translasional kompleks yang melibatkan dimerisasi dan dalam jumlah banyak. Propanolol harus tetap diberikan
pembelahan intramolekul; modifikasi terakhir membentuk sampai dicapai kondisi eutiroid. Mempertahankan pasien
struktural dua-subunit dari reseptor. Faktor-faktor yang dalam kondisi eutiroid merupakan penatalaksaan yang
berkontribusi pada presentasi TSHR sebagai target untuk utama pada pasien tirotoksikosis periodik paralisis. Sebab,
sistem kekebalan pada manusia tidak dipahami dengan serangan paralisis tidak pernah terjadi pada keadaan
baik tetapi dianggap sebagai faktor utama yang dibangun eutiroid. Terapi definitif seperti iodin radioaktif ataupun
pada kondisi kerentanan genetik yang meningkat.18 tiroidektomi harus dilakukan jika penyebabnya diketahui

Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 8, No. 4 | Desember 2021 | 213


Yeni Larasati, C.Singgih Wahono

adalah penyakit Graves, struma multinodular, ataupun specificity dan/atau anti nuclear antibody6 pada tipe 1 dan
adenoma toksik. Pasien dianjurkan untuk menghindari liver-kidney microsome antibody (LKM1) dan/atau anti-
berbagai faktor pencetus, seperti konsumsi karbohidrat liver cytosol pada tipe 2. Gambaran histologisnya berupa
dalam jumlah tinggi, diet tinggi garam, minuman alkohol, “interface hepatitis”, dengan infiltrasi sel mononuklear
serta olahraga/aktivitas yang terlampau berat hingga pada saluran portal, berbagai tingkat nekrosis, dan fibrosis
kondisi hipertiroid telah teratasi. Penghambat-β non- yang progresif. Penyakit berjalan secara kronik, tetapi
selektif perlu diberikan bersamaan dengan preparat keadaan yang berat biasanya dapat menjadi sirosis dan
antitiroid, baik di awal pengobatan ataupun setelah gagal hati.19
tindakan pemberian radioaktif iodin namun belum Terdapat dua bentuk utama hepatitis autoimun.
mencapai kondisi eutiroid.18 Pertama, yaitu hepatitis autoimun tipe 1 (klasik). Tipe 1
Penyakit autoimun non-organ spesifik dapat adalah yang paling sering terjadi dan dapat terjadi pada
memengaruhi beberapa organ, salah satunya tiroid dan semua usia. Sekitar setengah dari penderita hepatitis
hepar, seperti antara penyakit Graves yang bersamaan autoimun tipe 1 memiliki gangguan autoimun lainnya,
dengan autoimun hepatitis. Hal ini merupakan gambaran seperti tiroiditis, rheumatoid arthritis, atau kolitis ulseratif.
hepatitis kronis berupa nekrosis inflamatori proses Kedua, yaitu hepatitis autoimun tipe 2. Walaupun orang
pada liver dengan sebab yang tidak diketahui. Diagnosis dewasa dapat mengalami hepatitis autoimun tipe 2, kasus
autoimun hepatitis dibuat berdasarkan international ini lebih sering ditemukan pada remaja wanita muda dan
autoimmune hepatitis scoring system in Bringhton and biasanya terjadi bersamaan dengan gangguan autoimun
the International Autoimmune Hepatitis Group. Walaupun lainnya.19
penyebab hepatitis autoimun belum sepenuhnya Pasien dengan gambaran klinis dan laboratorium
dimengerti, beberapa penyakit, toksin/racun, dan obat- ditemukan autoimun hepatits dapat menunjukkan
obatan dapat mencetuskan munculnya hepatitis autoimun ANA test positif, SMA, dan anti LKMI-1. Terdapat sistem
pada orang yang rentan, terutama pada wanita. Hepatitis skoring mengenai hepatitis autoimun, dikenal sebagai
autoimun yang tidak diobati dapat menyebabkan fibrosis International Autoimmune Hepatitis Group (IAIHG)
pada hati dan pada akhirnya akan menjadi gagal hati. yang mengklasifikasikan 34% pasien dengan hepatitis
Apabila didiagnosis dan diobati sejak awal, hepatitis cryptogenic chronic sebagai probable hepatitis autoimun.
autoimun dapat dikendalikan dengan obat yang menekan Frekuensi dengan hepatitis autoantibody-negative
sistem imun.19 autoimmune adalah 1-5% yang dilaporkan dengan
Hepatitis autoimun merupakan penyakit inflamasi berbagai kriteria diagnosis. Hepatitis autoantibody-
hati yang berat dengan penyebab pasti yang tidak diketahui negative autoimmune yang menyebabkan kegagalan
yang mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang hati mencapai 7% dan 24% dengan gambaran hepatitis
tinggi. Penyakit ini dapat terjadi pada semua usia dan jenis fulminant. Antinuclear antibodies dan SMA dapat positif
kelamin dengan insiden tertinggi pada anak perempuan atau non-standard autoantibodies juga dapat mendukung
usia pre-pubertas, meskipun dapat didiagnosis pula pada diagnosis. Antibodies to soluble liver antigen (anti-SLA)
bayi usia 6 bulan. Hepatitis autoimun dapat diklasifikasikan positif pada 9-31% pasien.19
menjadi dua bagian berdasarkan adanya antibodi spesifik, Validitas skor telah dikonfirmasi pada 6 penelitian
yaitu smooth muscle antibody (SMA) dengan anti-actin besar terhadap 983 pasien. Sensitivitas skor untuk
menegakkan diagnosis definite atau probable hepatitis
Tabel 2. Penanganan tirotoksikosis periodik paralisis (TPP)
autoimun adalah 89,8%. Spesifisitas untuk membedakan
Penanganan tirotoksikosis periodik paralisis (TPP)
Penanganan kegawatdaruratan
hepatitis autoimun dari sindrom yang tumpang-tindih
Pengganti kalium rendah. Kriteria diagnostik untuk primary sclerosing
KCl 10 mEq/jam IV dan/atau KCL 2g tiap jam oral cholangitis (PSC), primary biliary cirrhosis (PBC), dan
Pantau kadar kalium serum, hindari hiperkalemia rebound autoimmune cholangitis (PBC dengan AMA negatif),
Propanolol 3-4 mg/kgbb oral menunjukkan spesifisitas skor 37,1% untuk probable
Pencegahan serangan ulang hepatitis autoimun, dan hanya 60,8% yang mengeksklusi
Hidari faktor pencetus (asupan karbohidrat jumlah besar, tinggi hepatitis autoimun pada penyakit bilier. Pada skor yang
garam, alkohol, aktivitas fisik yang berat )
telah direvisi, pasien yang terbukti PBC atau PSC secara
Propanolol 20-80 mg setiap 8 jam oral
Menentukan penyebab TPP
histologis dan kolangiografi digambarkan sebagai varian
Terapi definitif terhadap hipertiroidisme dengan obat anti penyakit kolestatik dan bukan hepatitis autoimun. Secara
hipertiroid/tiroidektomi/ radioiodin khusus, granuloma yang terdeteksi dengan baik, patologi

214 | Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 8, No. 4 | Desember 2021


Tantangan Diagnosis dan Tata Laksana Kecurigaan Hepatitis Autoimun pada Wanita 34 tahun dengan Periodik Paralisis dan Penyakit Graves

Tabel 3. Kriteria diagnosis internasional untuk hepatitis autoimun6


Gambaran klinis Poin
Wanita +2
Rasio AST : ALT
< 1,5 +2
1,5-3,0 0
>3,0 -2
Serum globulin atau level IgG
>2,0 +3
1,5-2,0 +2
1,0-1,5 +1
<1,0 0
ANA, SMA, atau anti –LKM1
>1:80 +3
1:80 +2
1:40 +1
<1:40 0
AMA positif -4
Hepatitis marker
Positif -3
Negatif +3
Paparan obat hepatotoksik
Positif -4
Negatif +1
Gambar 2. Tampak piecemeal necrosis, steatosis. Sebagian hepatosit
Rata-rata asupan alkohol (g/hari) mengalami degenerasi (ballooning degeneration)
<25 +2
>60 -2
PSC, PBC, dan proliferasi duktus biliaris marginal dengan
Gambaran histologi
cholangiolitis dan akumulasi copper mengeksklusi
Interface hepatitis +3 hepatitis autoimun. Kolangiografi direkomendasikan untuk
Lymphoplasmacytic infiltrate +1 semua pasien dengan skor definite atau probable hepatitis
Rossette formation +1 autoimun, tetapi tidak respons dengan terapi steroid
Perubahan bilier -3 standar. Kriteria diagnostik yang telah direvisi di atas
Perubahan atipikal lainnya -3 sangat komplek dan ditujukan untuk ilmu pengetahuan.
Tidak satupun di atas -5 Pada tahun 2008, International Autoimmune Hepatitis
Penyakit imun lainnya, contoh: penyakit celiac +2 Group telah menyusun kriteria diagnostik yang sederhana
Autoantibodi lain +2 yang ditujukan untuk praktik klinis rutin.1,19
HLA DRB1*03 atau DRB1*04 +1
Tanda dan gejala hepatitis autoimun dapat bervariasi
mulai dari ringan sampai berat dan dapat muncul secara
Respon terhadap kortikosteroid
mendadak maupun perlahan seiring dengan perjalanan
Komplet +2
penyakit. Beberapa orang memiliki masalah yang disadari
Relapse setelah obat dihentikan +3
di stadium awal penyakit, antara lain berupa kelelahan,
Skor pretreatment
ketidaknyamanan di daerah perut, nyeri sendi, gatal
Definite hepatitis autoimun >15
(pruritus), jaundice dan ikterik, hepatomegali, spider
Probable hepatitis autoimun 10-15 angioma/spider nevi, mual dan muntah, kehilangan nafsu
Skor post-treatment makan, urin berwarna gelap, dan pada wanita dapat
Definite hepatitis autoimun >17 berupa berhenti menstruasi.20 Pada pasien ini, didapatkan
Probable hepatitis autoimun 12-17 keluhan kelemahan anggota gerak, kelelahan, ikterik, dan
berhentinya menstruasi.

Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 8, No. 4 | Desember 2021 | 215


Yeni Larasati, C.Singgih Wahono

Tabel 4. Indikasi pengobatan hepatitis autoimun1


Absolut Relatif None
Serum AST > 10 ULN Gejala (lemah, arthralgia, jaundice) Asimtomatis dengan kadar normal atau
mendekati normal AST dan Ɣ globulin
Serum AST > 5 ULN Serum AST dan / Ɣ globulin kurang dari kriteria Inaktif sirosis atau inflamasi portal ringan
absolut (portal hepatitis)
Ɣ globulin level ≥ 2 ULN
Bridging necrosis atau multicinar necrosis pada Interface hepatitis Cytopenia berat (WBC <2,5 x 109/L atau PLT <
gambaran histologi 50 x 109/L)
Incapacitating symptoms Osteopenia , instabilitas emosi, hipertensi, Kompresi vertebra, psychosis, brittle diabetes,
diabetes, atau cytopenia (WBC ≤2,5 x 109/L atau HT tidak terkontrol, tidak respons terhadap
PLT ≤50 x 109/L) prednison atau azathioprine

Pedoman pengobatan hepatitis autoimun telah sistemik atau non-organ spesifik. Hepatitis autoimun
dikeluarkan oleh American Association for the Study of Liver banyak dikaitkan dengan penyakit autoimun lainnya yaitu
Diseases (AASLD). Karena hepatitis autoimun merupakan penyakit Graves. Autoimun hepatitis tipe 1 merupakan
penyakit yang bersifat heterogen, maka pengobatannya bentuk yang paling sering ditemukan, dan dapat mencapai
bersifat individual. Ada dua jenis indikasi pengobatan 80% kasus yang ditandai dengan ditemukannya anti
hepatitis autoimun yang dikeluarkan oleh AASLD, yaitu nuclear antibody dan/atau smooth muscle antibody
indikasi absolut dan relatif. Keputusan untuk mengobati (SMA). Pada pasien wanita berusia 34 tahun dalam kasus
sebaiknya berdasarkan gejala, gambaran histologis pada ini, berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium
biopsi hati, dan kadar AST dan gamma globulin. Indikasi kemudian ditegakan diagnosis sebagai hipokalemia
absolut dikaitkan dengan peningkatan mortalitas bila tidak periodik paralisis karena hipertiroidisme pada penyakit
diobati dengan tepat, sedangkan indikasi relatif dikaitkan Graves dengan probable autoimun hepatitis tipe 1. Sistem
dengan peningkatan morbiditas dan prognosis yang buruk. skoring untuk autoimun hepatitis pada pasien ini adalah
Efek samping obat sebaiknya dipertimbangkan secara kuat 10, yaitu probable untuk autoimun hepatitis. Terapi dengan
dalam pemilihan strategi pengobatan inisial dan jangka pemberian tiamazol, suplemen potasium, propranolol,
panjang.1 dan prednison menghasilkan keluhan dan fungsi hati yang
Regimen standar yang direkomendasikan AASLD membaik. Penting untuk mempertimbangkan hepatitis
untuk pengobatan hepatitis autoimun adalah prednison autoimun sebagai penyebab potensial terjadinya disfungsi
atau prednisolon, dengan atau tanpa azathioprine. hati dimana akan memiliki respons yang baik dengan
Kortikosteroid dan azathioprine, tunggal atau kombinasi, terapi yang tepat yaitu dengan pemberian kortikosteroid.
memberikan hasil yang baik saat digunakan sebagai
maintenance regimen pada dewasa, tetapi efek samping DAFTAR PUSTAKA
dan intolerabilitas kedua obat ini harus diperhatikan. 1. Manns MP, Czaja AJ, Gorham JD, Krawitt EL, Mieli‐Vergani G,
Vergani D, et al. Diagnosis and management of autoimmune
Setidaknya ada tiga percobaan random terkontrol yang hepatitis. Hepatology. 2010;51(6):2193-213.
membuktikan efektivitas steroid dengan azathioprine 2. Weber F, Lehmann-Horn F. Hypokalemic periodic paralysis
dalam menurunkan mortalitas dan morbiditas akibat [Internet]. GeneReviews®: Seattle University of Washington,
Seattle; 2018.
hepatitis autoimun.20 3. Bartalena L. Graves’ disease: complications [Internet]. South
Peningkatan kadar ALT dan AST pada serum, juga Dartmouth, MA: MDText; 2018.
4. Kahaly G, Frommer L. Polyglandular autoimmune syndromes. J
hasil positif pada antibodi anti nuclear, gambaran inflamasi Endocrinol Invest. 2018;41(1):91-8.
dari jaringan limfoid dan sel plasmatik, serta nekrosis 5. Mieli-Vergani G, Vergani D, Czaja AJ, Manns MP, Krawitt EL, Vierling
periportal menunjukkan gambaran penyakit hati kronis. JM, et al. Autoimmune hepatitis. Nat Rev Dis Primers. 2018;4(1):1-
21.
Sistem skoring untuk autoimun hepatitis pada pasien ini 6. Floreani A, Restrepo-Jiménez P, Secchi MF, De Martin S, Leung
adalah 10, yaitu probable untuk autoimun hepatitis. Pasien PS, Krawitt E, et al. Etiopathogenesis of autoimmune hepatitis. J
Autoimmun. 2018;95:133-43.
dengan Graves dan gambaran autoimun hepatitis tipe 1 7. Aggarwal A, Wadhwa R, Pande A, Sahu M, Kapoor D, Khanna R.
diterapi dengan pemberian kortikosteroid yaitu prednison Hypokalemic periodic paralysis and spectrum of thyroid disorders:
Analysis of 7 cases from Northern India. Indian J Endocrinol Metab.
5 mg/hari dengan evaluasi berkala enzim hepar.19,21 2019;23(1):168.
8. Smith S, Al-Lozi M. Thyrotoxic periodic paralysis: an unusual
presentation of hyperthyroidism in a 20 year-old male. Neurology.
SIMPULAN 2019;92(Suppl 15):P5.4-020.
Penyakit autoimun mempunyai spektrum yang 9. Kumar S, Offiong EE, Sangita S, Hussain N. Phenotypical variation
sangat luas, dari yang bersifat organ spesifik sampai bentuk with same genetic mutation in familial hypokalemic periodic
paralysis. J Pediatr Neurosci. 2018;13(2):218.

216 | Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 8, No. 4 | Desember 2021


Tantangan Diagnosis dan Tata Laksana Kecurigaan Hepatitis Autoimun pada Wanita 34 tahun dengan Periodik Paralisis dan Penyakit Graves

10. Lam L, Nair RJ, Tingle L, editors. Thyrotoxic periodic paralysis. Proc
(Bayl Univ Med Cent). 2006;19(2):126–9.
11. Salih M, van Kinschot C, Peeters R, de Herder W, Duschek E,
van der Linden J, et al. Thyrotoxic periodic paralysis: an unusual
presentation of hyperthyroidism. Neth J Med. 2017;75:315-20.
12. Fialho D, Griggs RC, Matthews E. Periodic paralysis. Handb Clin
Neurol. 2018;148:505-20.
13. Ma S, Hu M, Yang H, Lian X, Jiang Y. Periodic paralysis as a new
phenotype of resistance to thyroid hormone syndrome in a chinese
male adult. J Clin Endocrinol Metab. 2016;101(2):349-52.
14. Cesur M, Gursoy A, Avcioglu U, Erdogan MF, Corapcioglu D,
Kamel N. Thyrotoxic Hypokalemic Periodic Paralysis as the First
Manifestation of Interferon-α–induced Graves Disease. J Clin
Gastroenterol. 2006;40(9):863-5.
15. Didonna D, D’Alessandro G, De AM, Conte M, Storelli A, Totaro M,
et al. Thyrotoxic periodic paralysis in a Caucasian man in treatment
for Graves’ disease. Panminerva Med. 2000;42(4):293-4.
16. Patel K, McCoy JV, Davis PM. Recognizing thyrotoxic hypokalemic
periodic paralysis. JAAPA. 2018;31(1):31-4.
17. Vanderpump M. Thyrotoxic periodic paralysis. In: Matfin G, editor.
Endocrine and metabolic medical emergencies: a clinician’s guide,
second edition. Hoboken, New Jersey: Wiley-Blackwell; 2018.
p.296-304.
18. Smith TJ, Hegedüs L. Graves’ disease. N Engl J Med.
2016;375(16):1552-65.
19. Ichai P, Duclos‐Vallée JC, Guettier C, Hamida SB, Antonini T, Delvart
V, et al. Usefulness of corticosteroids for the treatment of severe
and fulminant forms of autoimmune hepatitis. Liver Transplant.
2007;13(7):996-1003.
20. Czaja A. The management of autoimmune hepatitis beyond
consensus guidelines. Aliment Pharmacol Ther. 2013;38(4):343-64.
21. Malik TA, Saeed S. Autoimmune hepatitis: a review. J Pak Med
Assoc. 2010;60(5):381-7.

Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 8, No. 4 | Desember 2021 | 217

Anda mungkin juga menyukai