Anda di halaman 1dari 17

PAMULANG

Volume 1 Issue 1, August 2018, Page. 85-100 Suhendar


PA LREV |JOURNAL OF LAW
ISSN : 2622-8408 – E-ISSN 2622-8616 L A W R E V I E W

PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DAN KERUGIAN KEUANGAN


NEGARA DALAM OPTIK HUKUM PIDANA

Suhendar
Fakultas Hukum, Universitas Pamulang
hendar.tzu@gmail.com

Abstract

This research emphasizes Corruption is a criminal act that is of a specific nature both in the
context of actions and the party handling the investigation of the crime. This study aims to
provide information on the first, How to investigate corruption in the criminal law optics;
Second, how to investigate state financial losses in optical criminal law his research was
conducted with normative research with primary and secondary data analyzed
qualitatively. The results of the study indicate that legal investigations in eradicating
criminal acts of corruption and state financial losses remain the authority of police
investigators, as well as prosecutors and prosecutors, with technical investigation and
prosecution procedures as stipulated in the formal criminal law of the Criminal Procedure
Code and Law 31/1999 jo. Law 20/2001. While law enforcement in eradicating corruption
that is the authority of the Corruption Eradication Commission is an exception to the
authority of police investigators.

Keywords: Investigation, Corruption, Criminal law

Abstrak

Tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana yang bersifat khusus baik dalam konteks
perbuatan maupun pihak yang menangani penyidikan tindak pidana tersebut. Penelitian ini
hendak memberikan informasi mengenai pertama, Bagaimana penyidikan tindak pidana
korupsi dalam optik hukum pidana; Kedua, Bagaimana penyidikan kerugian keuangan
negara dalam optik hukum pidana. Penelitian ini dilakukan dengan penelitian normatif
dengan data yang bersifat primer dan sekunder dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian
menunjukan penyidikan hukum dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan kerugian
keuangan negara tetap menjadi wewenang penyidik kepolisian, serta penyidik dan penuntut
umum kejaksaan, dengan teknis prosedur penyidikan dan penuntutuan sebagaimana diatur
dalam hukum pidana formil KUHAP dan UU 31/1999 jo. UU 20/2001. Sementara
penegakan hukum dalam pemberantasan tindak pidana korupsi yang menjadi wewenang
Komisi Pemberantasan Korupsi adalah pengecualian dari wewenang penyidik kepolisian.

Kata kunci: Penyidikan, Tindak Pidana Korupsi, Hukum Pidana

85
Suhendar

PENDAHULUAN mempertahankan eksistensi hukum pidana


Tindak pidana korupsi adalah tindak materiil, mengatur bagaimana cara dan
pidana yang diatur oleh undang-undang proses pengambilan keputusan hakim.
tersendiri, yaitu UU 31/1999 jo. UU Menurut Loebby Loqman, (Loebby Lukman,
20/2001. Karena itulah maka tindak pidana 1996: 1) hukum acara pidana adalah
korupsi tergolong kedalam tindak pidana ketentuan tertulis tentang pelaksanaan
khusus: ialah tindak pidana yang diatur ketentuan hukum pidana dengan tujuan
diluar KUHP. (M. Yahya Harapan, 2000: untuk mencari kebenaran material.
368) Sementara dengan pengertian sedikit
Yang dimaksud dengan hukum berbeda dikatakan
pidana khusus adalah hukum pidana yang Luhut M.P. Pangaribuan, (Luhut M.
ditetapkan untuk golongan orang khusus Pangaribuan: 2013, 13-14) hukum acara
atau yang berhubungan dengan perbuatan- pidana adalah ketentuan prosedural yang
perbuatan khusus. (Sudarto, 2010: 61) dirumuskan dalam undang-undang yang
Terhadap kekhususan ini, yang paling mengatur tentang acara peradilan pidana,
penting untuk diketahui ialah adanya dapat juga dikatakan hukum acara pidana
penyimpangan-penyimpangan hukum baik adalah sistem peradilan pidana dalam arti
dalam undang-undang yang bersangkutan sempit.
dari ketentuan umum, selebihnya yang Selanjutnya Adami Chazawi
tidak menyimpang dengan sendirinya tetap menyebut hukum pidana formil adalah
berlaku. (Sudarto, 2010: 62) Artinya, seluruh ketentuan yang mengatur tentang
selama tidak ada ketentuan khusus, bagaimana Negara dalam menegakan
berlakulah ketentuan umum itu. hukum pidana materiil, berisi bagaimana
Oleh karenanya penyimpangan- perlakuan Negara dalam menegakan hukum
penyimpangan dari ketentuan-ketentuan melalui alat perlengkapannya terhadap yang
umum inilah yang merupakan tanda ciri disangka dan didakwa sebagai pelanggar
dari hukum pidana khusus. (Sudarto, 2010: hukum pidana materiil. (Adami Chazawi,
61) Meski kemudian, adanya diferensiasi 2005: 377-378)
adalah merupakan suatu kecenderungan Sebagai konsekuensi kekhususan itu,
yang bertentangan dengan adanya unifikasi maka Pada garis besarnya, hukum acara
dari ketentuan-ketentuan umum hukum pidana yang berlaku untuk tindak pidana
pidana dan hukum acara pidana, menurut khusus adalah hukum acara pidana umum,
Pompe hal ini berasalan, karena hukum dan dalam hal ini KUHAP. Akan tetapi tidak
pidana khusus ini mempunyai tujuan dan semuanya demikian, adakalanya hukum
fungsi sendiri. (Sudarto, 2010: 61) acara pidana yang berlaku bagi tindak
Hukum pidana formil atau hukum pidana khusus. (M. Yahya Harapan, 2000:
acara pidana menurut J.B. Daliyo (J.B. 368)
Daliyo, 1992: 75) adalah peraturan hukum Merupakan gabungan antara hukum
pidana yang mengatur bagaimana cara acara pidana umum (KUHAP) dengan
mempertahankan berlakunya hukum hukum acara pidana khusus yang diatur
pidana materiil, memproses bagaimana sendiri dalam tindak pidana khusus
menghukum atau tidak menghukum tersebut. Jika terjadi penggabungan yang
seseorang yang dituduh melakukan tindak seperti ini, biasanya hal itu ditegaskan
pidana. Menurut Syaful Bakhri, (Syaiful dalam tindak pidana khusus, dengan jalan
Bahri, 2011: 104-105) hukum pidana formil menyebutkan bahwa disamping ketentuan
adalah merupakan peraturan hukum yang hukum acara pidana khusus yang terdapat
mengatur dan menyelenggarakan serta di dalamnya, diperlakukan juga hukum

86
Suhendar

acara pidana umum dengan cara hukum acara pidana dalam tingkat
menggabungkan keduanya. Disamping pemeriksaan penyidikan dan pembuktian.
penggabungan hukum acara pidana yang (M. Yahya Harahap, 2000: 91)
disebut diatas, tindak pidana khusus juga Pasal 5 PP Nomor 71 Tahun 2000
mengatur sendiri hukum acara pidana tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta
dalam tingkat pemeriksaan penyidikan dan Masyarakat dan Pemberian Penghargaan
pembuktian. Penyidikan merupakan salah dalam Pencegahan dan Pemberantasan
satu komponen dari sub sistem peradilan Tindak Pidana Korupsi pada intinya
pidana, bahkan ia memiliki peran yang mengatur bahwa setiap orang, Organisasi
sangat strategis dalam menentukan sub Masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat
sistem peradilan pidana lainnya seperti berhak atas perlindungan hukum baik
penuntutan, pengadilan dan pemasyarakat. mengenai status hukum maupun rasa aman,
Sebagaimana telah dikemukakan, berhasil kecuali terhadap pelapor dikenakan
atau tidak fungsi proses pemeriksaan sidang tuntutan dalam perkara lain dan terdapat
pengadilan yang dilakukan Jaksa Penuntut bukti yang cukup yang memperkuat
Umum dan Hakim menyatakan terdakwa keterlibatan pelapor dalam tindak pidana
salah serta mempidananya sangat korupsi yang dilaporkan. Status hukum
tergantung atas hasil penyidikan. (M. Yahya dimkasud adalah status seseorang pada
Harahap, 2000: 91) waktu menyampaikan suatu informasi,
Dengan demikian pada hakikatnya saran, atau pendapat kepada penegak
penyidikan memiliki keterkaitan secara hukum atau komisi dijamin tetap, misalnya
mendasar dengan sub sistem penuntutan status sebagai pelapor tidak diubahnya
serta pada akhirnya akan membawa menjadi tersangka. Artinya perlindungan
implikasinya terhadap sub sistem pelapor terbagi menjadi dua, yaitu: 1)
pengadilan. Tindak pidana korupsi perlindungan status hukum dan 2)
termasuk dalam klasifikasi tindak pidana perlindungan rasa aman. Menurut Adami
khusus (lex specialis), oleh karena Chazawi perlindungan hukum dari Negara
kekhususan tersebut, maka ia dapat ini melalui lembaga kepolisian dan
menyimpang dari ketentuan pidana umum kejaksaan, terhadap perlindungan
(lex generalis), meski kemudian keduanya mengenai rasa aman ia mengatakan
juga dapat diberlakukan secara bersamaan. dibebankan pada kepolisian setempat untuk
Adakalanya hukum acara pidana yang memberikan perlindungan pelapor dan
berlaku bagi tindak pidana khusus seluruh anggota keluarganya dari ancaman-
merupakan gabungan antara hukum acara ancaman dari pihak manapun. (Adami
pidana umum (KUHAP) dengan hukum Chazawi, 2005: 415)
acara pidana khusus yang diatur sendiri “Dengan demikian, diskursus dalam
dalam tindak pidana khusus tersebut. Jika tulisan ini adalah mengenai bagaimana
terjadi penggabungan yang seperti ini, penyidikan tindak pidana korupsi dalam
biasanya hal itu ditegaskan dalam tindak optik hukum pidana dan bagaimana
pidana khusus, dengan jalan menyebutkan penyidikan dalam hal kerugian keuangan
bahwa disamping ketentuan hukum acara negara dalam optik hukum pidana, apakah
pidana khusus yang terdapat di dalamnya, ada perbedaaan diantara keduanya.
diperlakukan juga hukum acara pidana Bagaimana secara legalitas mengatur
umum dengan cara menggabungkan ketentuan tersebut dan bagaimana para ahli
keduanya. Disamping penggabungan hukum pidana mendepinisikan hal ihwal
hukum acara pidana yang disebut di atas, mengenai penyidikan dalam konteks kedua
tindak pidana khusus juga mengatur sendiri hal tersebut.”

87
Suhendar

Dengan demikian, kepolisian adalah


METODE PENELITIAN berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi,
Metode penelitian dalam penelitian sementara polisi adalah anggota polri
ini merupakan penelitian normatif. Adapun sebagai pegawai negeri pada kepolisian.”
jenis data yang digunakan adalah data Sementara menurut KUHAP sebagai
primer dan sekunder yang dianalisis secara hukum pidana formil umum, menegaskan
kualitatif. Penelitian ini adalah penelitian bahwa penyelidik merupakan wewenang
kepustaakaan yang menitik beratkan pada tunggal Polri pada Pasal 1 angka 4:
pembahasan mengenai norma, asas dan “penyelidik adalah pejabat polisi negara
doktrin hukum yang terdapat dalam Republik Indonesia yang diberi wewenang
berbagai literatur yang relevan dengan oleh undang-undang ini untuk melakukan
permasalahan dalam tulisan yang dibahas. penyelidikan, serta Pasal 4 menyebut:
penyelidik adalah setiap pejabat polisi
PERMASALAHAN negara Republik Indonesia. Artinya setiap
Berdasarkan argumentasi tersebut di pejabat Polri adalah penyelidik, dan
atas tulisan ini hendak membahas Pertama, diberikan wewenang oleh KUHAP, serta
bagaimana penyidikan tindak pidana tidak kepada penyelidik lain selain pejabat
korupsi berdasarkan optik hukum pidana ? Polri.”
Kedua, Bagaimana penyidikan kerugian “Pasal 4 KUHAP menegaskan bahwa
keuangan negara dalam optik hukum setiap pejabat polisi Negara RI adalah
pidana ? penyelidik, oleh karena itu KUHAP
memberikan wewenang yang lahir dari
PEMBAHASAN undang-undang kepada penyelidik untuk
Penyidikan Tindak Pidana Korupsi dalam melaksanakan kewajiban dan wewenang
Optik Hukum Pidana penyelidikan yang ditentukan Pasal 5 ayat
Pengertian Kepolisian tidak (1) tanpa surat perintah. (M. Yahya
dijelaskan dalam KUHAP, melainkan secara Harahap, 2000: 105-106)” Penyelidikan
khusus tersendiri diatur dalam Undang- adalah monopoli tunggal Polri,
undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang kemanunggalan fungsi dan wewenang
Kepolisian Negara Republik Indonesia penyelidikan bertujuan: menyederhanakan
sebagaimana pada Pasal angka 1 dan memberi kepastian; menghilangkan
menyebutkan: kesimpangsiuran penyelidikan sebagaimana
“kepolisian adalah segala hal-ihwal pada masa HIR, dan efisiensi tindakan dan
yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga istitusi penyelidik. (M. Yahya Harahap,
polisi sesuai dengan peraturan perundang- 2000: 103) Berikutnya terkait penyidikan,
undangan. Selanjutnya, pejabat Kepolisian KUHAP sebagai hukum pidana formil
Republik Indonesia (selanjutnya disingkat umum, juga telah meletakan tanggungjawab
Polri) dijelaskan pada angka 3 sebagaimana dan pengawasan penyidikan kepada pejabat
Pasal tersebut: pejabat Kepolisian Negara penyidik Polri, atau dengan kata lain
Republik Indonesia adalah anggota meletakkan tanggungjawab sepenuhnya dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang pengawasan kepada instansi Kepolisian,
berdasarkan undang-undang memiliki dengan syarat kepangkatan dan
wewenang umum Kepolisian. Selanjutnya pengangkatan tertentu serta klasifikasi
juga pada angka 2 Pasal disebutkan: penyidik penuh dan penyidik pembantu.
anggota Kepolisian Negara Republik Pun kemudian KUHAP, juga mengakui
Indonesia adalah pegawai negeri pada keberadaan penyidik pejabat pegawai negeri
Kepolisian Negara Republik Indonesia. sipil sebagaimana diatur pada Pasal 6 ayat

88
Suhendar

(1) huruf b KUHAP, pelaksanaan tugasnya Adapun wewenang penyelidik dan


berada dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik Polri dalam tindak pidana korupsi
penyidik penuh Polri sebagaimana tersebut yang sesungguhnya merupakan tindak
pada Pasal 6 ayat (1) huruf a. Keberadaan pidana khusus, adalah karena Undang-
penyidik pejabat pegawai negeri sipil ini, undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang
berkaitan dengan tindak pidana khusus Kepolisian Negara Republik Indonesia telah
sebagaimana ditegaskan pada “Pasal 6 ayat memperluasnya dengan menambahkan
(1) huruf b dan Pasal 7 ayat (2) KUHP. kalimat: “dan peraturan perundang-
Wewenang penyidikan yang dimiliki oleh undangan lainnya” serta menghilangkan
pejabat penyidik pegawai negeri sipil hanya kata: Secara sederhana dapat dipahami
terbatas sepanjang yang menyangkut bahwa tidak adanya kata: “ini” pada Pasal 1
dengan tindak pidana yang diatur dalam angka 8 dan Pasal 1 angka 10 Undang-
undang-undang khusus itu, dan dalam undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang
pelaksanaan tugasnya berada di bawah Kepolisian Negara Republik Indonesia—
koordinasi dan pengawasan penyidik Polri.” sebagaimana semestinya pada KUHAP,
(M. Yahya Harahap, 2000: 113) Dengan bermakna undang-undang secara umum
demikian penyelidik, penyidik pembantu tidak lagi hanya KUHAP, tidak lagi
dan penyidik pegawai negeri sipil secara mengenal pemisah lex generalis dan lex
keseluruhan dalam bentuk pelaksanaan specialis. Dengan demikian, kepolisian
wewenangnya berada di bawah koordinasi bahkan dapat melakukan penyelidikan dan
dan pengawasan penyidik penuh Polri, atau penyidikan terhadap semua tindak pidana.
dengan kata lain keseluruhannya dalam Hal ini semakin dipertegas dengan
pelaksanaan wewenangnya berada di bawah menambahkan kalimat pada Pasal 14 ayat
koordinasi dan pengawasan instansi (1) huruf g: “dan peraturan perundang-
Kepolisian. undangan lainnya” beserta penjelasannya
Satjipto Rahardjo (Rantauan sebagaimana pada Undang-undang Nomor
Djanim, 2006: 65) mengatakan bahwa: 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Pembangunan sistem peradilan pidana Republik Indonesia.
modern dengan sekalian asas dan “Namun demikian, terkait tindak
doktrinnya, merupakan bagian dari proses pidana korupsi, secara tersirat wewenang
besar tersebut. Yang secara singkat dapat polri dalam penyidikan diatur juga oleh
dirumuskan sebagai suatu perubahan dari Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002
“dominasi penggunaan kekuatan intelek”. tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Benturan-benturan kepentingan tidak boleh Pidana Korupsi dengan batsan Pasal 8 ayat:
lagi diselesaikan di jalan-jalan dengan (3) Dalam hal Komisi Pemberantasan
mengadu kekuatan telanjang, melainkan Korupsi mengambil alih penyidikan
didorong masuk ke dalam ruang-ruang atau penuntutan, kepolisian atau
pengadilan. Perkembangan itu merupakan kejaksaan wajib menyerahkan
lambing dari proses intelektualisasi dari tersangka dan seluruh berkas perkara
penyelenggaraan keadilan. Sejak saat itu, beserta alat bukti dan dokumen lain
polisi masuk ke dalam jajaran sistem yang diperlukan dalam waktu paling
peradilan pidana dan menjadi salah satu lama 14 (empat belas) hari kerja,
komponen di dalamnya. Dengan demikian, terhitung sejak tanggal diterimanya
maka pemolisian juga mewarisi permintaan Komisi Pemberantasan
karakteristik dari sistem peradilan pidana Korupsi.
modern yang tidak lagi menekankan pada (4) Penyerahan sebagaimana dimaksud
penggunaan kekuatan telanjang. pada ayat (3) dilakukan dengan

89
Suhendar

membuat dan menandatangani berita (1) Jaksa diangkat dan diberhentikan oleh
acara penyerahan sehingga segala tugas Jaksa Agung.
dan kewenangan kepolisian atau (2) Dalam melaksanakan tugas dan
kejaksaan pada saat penyerahan wewenangnya, jaksa bertindak untuk
tersebut beralih kepada Komisi dan atas nama negara serta
Pemberantasan Korupsi”. bertanggung jawab menurut saluran
Pengertian kejaksaan tidak hierarki.
dijelaskan oleh KUHAP, melainkan oleh (3) Demi keadilan dan kebenaran
Undang-undang tersendiri secara khusus berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
sebagaimana ditegaskan pada “Pasal 2 Esa, jaksa melakukan penuntutan
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 dengan keyakinan berdasarkan alat
ayat: bukti yang sah.
(1) Kejaksaan Republik Indonesia yang (4) Dalam melaksanakan tugas dan
selanjutnya dalam Undang-undang ini wewenangnya, jaksa senantiasa
disebut kejaksaan adalah lembaga bertindak berdasarkan hukum dengan
pemerintahan yang melaksanakan mengindahkan norma-norma
kekuasaan negara di bidang keagamaan, kesopanan, kesusilaan,
penuntutan serta kewenangan lain serta wajib menggali dan menjunjung
berdasarkan undang-undang. tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang
(2) Kekuasaan negara sebagaimana hidup dalam masyarakat, serta
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan senantiasa menjaga kehormatan dan
secara merdeka. martabat profesinya.”
(3) Kejaksaan sebagaimana dimaksud pada Sementara menurut KUHAP,
ayat (1) adalah satu dan tidak sebagaimana tersebut pada “Pasal 1 angka 6
terpisahkan”. huruf:
“Selanjutnya diperjelas dalam Pasal a. Jaksa adalah pejabat yang diberi
3 Undang-undang tersebut bahwa wewenang oleh undang-undang ini
pelaksanaan kekuasaan negara di analisa untuk bertindak sebagai penuntut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, umum serta melaksanakan putusan
diselenggarakan oleh Kejaksaan Agung, pengadilan yang telah memperoleh
kejaksaan tinggi, dan kejaksaan negeri. kekuatan hukum tetap;
Pada Pasal 1 angka 1 Undang-undang b. Penuntut umum adalah jaksa yang
tersebut menegaskan bahwa: “jaksa adalah diberi wewenang oleh undang-undang
pejabat fungsional yang diberi wewenang ini untuk melakukan penuntutan dan
oleh undang-undang untuk bertindak melaksanakan penetapan hakim.”
sebagai penuntut umum dan pelaksana Berdasarakan hal-hal tersebut, maka
putusan pengadilan yang telah memperoleh dapat disimpulkan bahwa kejaksaan adalah
kekuatan hukum tetap serta wewenang lain lembaga pemerintahan yang melaksanakan
berdasarkan undang-undang”. kekuasaan negara di bidang penuntutan
“Kemudian Pasal 1 angka 4 Undang- serta kewenangan lain berdasarkan undang-
undang tersebut menegaskan bahwa: undang, atau dengan kata lain sebagai
jabatan Fungsional Jaksa adalah jabatan sebuah institusi, sementara jaksa adalah
yang bersifat keahlian teknis dalam nama jabatan yang diberi wewenang oleh
organisasi kejaksaan yang karena fungsinya undang-undang sebagai penuntut umum
memungkinkan kelancaran pelaksanaan untuk melakukan penuntutan dan
tugas kejaksaan.” Selanjutnya pada “Pasal 8 melaksanakan putusan pengadilan yang
undang-undang tersebut menjelaskan: telah memperoleh kekuatan hukum tetap,

90
Suhendar

serta wewenang lain berdasarkan undang- terhadap semua perkara diberlakukan


undang untuk melaksanakan tugas ketentuan undang-undang ini, dengan
kejaksaan. pengecualian untuk sementara
Penuntutan menurut KUHAP, mengenai ketentuan khusus acara
sebagaimana tersebut pada Pasal 1 angka 7: pidana sebagaimana tersebut pada
“adalah tindakan penuntut umum untuk undang-undang tertentu, sampai ada
melimpahkan perkara pidana ke pengadilan perubahan dan atau dinyatakan tidak
negeri yang berwenang dalam hal dan berlaku lagi.”
menurut cara yang diatur dalam undang- Penyidikan Kegiatan penyidikan berupa
undang ini dengan permintaan supaya mencari dan mengumpulkan bukti yang
diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang dengan bukti itu membuat terang tindak
pidana korupsi yang terjadi dan
pengadilan.” Demikian pula pada Undang-
menentukan tersangka, berarti data dan
undang Nomor 16 Tahun 2004 dengan fakta yang di dapat Pada tahap
mengubah kalimat: “undang-undang ini” penyelidikan, diperjelas, dibuat terang,
menjadi: “Hukum Acara Pidana” diungkapkan apa saja perbuatan-perbuatan
sebagaimana pada Pasal 1 angka 3: terdakwa yang memenuhi unsur-unsur
“penuntutan adalah tindakan penuntut tindak pidana korupsi, didukung oleh alat-
umum untuk melimpahkan perkara ke alat bukti yang menyakinkan terjadinya
tindak pidana korupsi dan terdakwalah
pengadilan negeri yang berwenang dalam
pelakunya. 2) Mengungkapkan perbuatan
hal dan menurut cara yang diatur dalam terdakwa yang memenuhi unsur-unsur
Hukum Acara Pidana dengan permintaan tindak pidana korupsi dengan alat bukti
supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di yang ada pada butir 2.a. (angka 1 diatas)
sidang pengadilan.” secara cermat memerlukan waktu yang
Wewenang jaksa dalam penyelidikan cukup lama namun tidak boleh
tindak pidana korupsi ditinjau dari sudut meninggalkan momentum sehingga dapat
menimbulkan prasangka negatif dari
pandang sumber kekuasaan dalam konteks
khalayak ramai, karena itu diperkirakan
administrasi Negara tidak ditegaskan dalam waktu yang diperlukan untuk penyidikan ini
undang-undang secara khusus, maupun kira-kira ± 2 (dua) bulan. Ini berarti
perundang-undangan dalam arti luas. penyidik dituntut untuk aktif dan
Namun demikian, penyelidikan oleh jaksa berinisiatif menggunakan waktu
dapat dilakukan, serta jika dipandang semaksimal mungkin setiap harinya.
bahwa penyelidikan merupakan bagian (Rantauan Djanim, 2006: 65)
“Selanjutnya dipertegas juga pada
yang tidak terpisahkan dari penyidikan,
Pasal 17 PP Nomor 27 Tahun 1983 tentang
yang oleh perundang-undangan wewenang
Pelaksanaan KUHAP penyidikan menurut
itu secara tegas dinyatakan, sebagaimana
ketentuan khusus acara pidana
uraian selanjutnya.
sebagaimana tersebut pada undang-undang
“Wewenang jaksa dalam penyidikan
tertentu sebagaimana dimaksud dalam
tindak pidana korupsi adalah sehubungan
Pasal 284 ayat (2) KUHAP dilaksanakan
dengan keberadaan ketentuan peralihan
oleh penyidik, jaksa dan pejabat penyidik
sebagaimana ditegaskan pada “Pasal 284
yang berwenang lainnya berdasarkan
ayat (2) KUHAP:
peraturan perundang-undangan.”
(1) Terhadap perkara yang ada sebelum
“Dengan berlakunya KUHAP,
undang-undang ini diundangkan,
dimana ditetapkan bahwa tugas-tugas
sejauh mungkin diberlakukan
penyidikan diserahkan sepenuhnya kepada
ketentuan undang-undang ini;
pejabat penyidik sebagaimana diatur dalam
(2) Dalam waktu dua tahun setelah
Pasal 9 KUHAP, maka kejaksaan tidak lagi
undang-undang ini diundangkan, maka
berwenang untuk melakukan penyidikan
91
Suhendar

terhadap perkara-perkara tindak pidana Penjelasan umum angka 3 Undang-


umum. Namun demikian, sesuai dengan undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang
ketentuan Pasal 284 ayat (2) KUHAP jo. Kejaksaan: “Kewenangan kejaksaan untuk
Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 27 melakukan penyidikan tindak pidana
Tahun 1983, jaksa masih berwenang untuk tertentu dimaksudkan untuk menampung
melakukan penyidikan terhadap tindak beberapa ketentuan undang-undang yang
pidana tertentu” (Tindak Pidana Khusus). memberikan kewenangan kepada kejaksaan
(Evi Hartanti, 2009: 39) Dengan demikian untuk melakukan penyidikan”, “misalnya
dalam beberapa tindak pidana khusus, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000
masih ada wewenang Jaksa untuk tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia,
melakukan penyidikan, selain oleh karena Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
undang-undang tindak pidana khusus itu tentang Pemberantasan Tindak Pidana
sendiri menyebut secara tegas wewenang Korupsi sebagaimana telah diubah dengan
itu. (M. Yahya Harahap, 2000: 113) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001,
“Hal ini semakin diperjelas pada dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun
Pasal 30 ayat (1) huruf d Undang-undang 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan: Tindak Pidana Korupsi. Wewenang jaksa
di bidang pidana, kejaksaan mempunyai dalam penyidikan juga disebut pada
tugas dan wewenang: melakukan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002
penyidikan terhadap tindak pidana tertentu tentang Komisi Pemberantasan Tindak
berdasarkan undang-undang. Sebagaimana Pidana Korupsi, dengan batasan:”
pada penjelasannya menyebutkan: Pasal 8 ayat (5):
Kewenangan dalam ketentuan ini adalah “Dalam hal Komisi Pemberantasan
kewenangan sebagaimana diatur misalnya Korupsi mengambil alih penyidikan
dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun atau penuntutan, kepolisian atau
2000 tentang Pengadilan Hak Asasi kejaksaan wajib menyerahkan
Manusia dan Undang-Undang Nomor 31 tersangka dan seluruh berkas perkara
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak beserta alat bukti dan dokumen lain
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah yang diperlukan dalam waktu paling
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun lama 14 (empat belas) hari kerja,
2001 jo. Undang-Undang Nomor 30 Tahun terhitung sejak tanggal diterimanya
2002 tentang Komisi Pemberantasan permintaan Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.” Korupsi.”
“Penyerahan sebagaimana dimaksud
Penyidikan Kerugian Keuangan Negara pada ayat (3) dilakukan dengan membuat
Dalam Optik Hukum Pidana dan menandatangani berita acara
Dalam konteks kerugian keuangan penyerahan sehingga segala tugas dan
negara tidak lepas dari berdirinya kewenangan kepolisian atau kejaksaan pada
keberadaan KPK, lembaga tersebut berdiri saat Keberadaan KPK adalah sebuah
karena desakan kondisi kejaksaan yang keniscayaan, sebagai konsekuensi dari Pasal
belum mampu untuk menangani kejahatan 43 ayat (1) Undang-undang Nomor 31
tindak pidana korupsi. Namun demikian, Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
dewasa ini kedua lembaga terebut Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah
bersinergi untuk melakukan tugas dan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
fungsinya melakukan penyidikan terhadap 2001 tentang Perubahan atas Undang-
kasus tindak pidana korupsi atau kerugian Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
keuangan negara. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:

92
Suhendar

dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun korupsi, yang pelaksanaannya dilakukan
sejak Undang-undang ini mulai berlaku, secara optimal, intensif, efektif, profesional
dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak sertaberkesinambungan.”
Pidana Korupsi. Maka pada tanggal 27 Selain itu, keberadaan KPK juga
Desember 2002 berdirilah KPK melalui merupakan untuk merespon atas penegakan
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 hukum pemberantasan tindak pidana
tentang Komisi Pemberantasan Tindak korupsi yang dilakukan secara konvensional
Pidana Korupsi.” selama ini, oleh institusi kepolisian dan
“Keberadaan KPK, tersirat secara kejaksaan danserta badan-badan lain yang
eksplisit pada penjelasan Undang-undang berkaitan dengan pemberantasan tindak
Nomor 30 Tahun 2002 tersebut, yaitu: pidana korupsi terbukti mengalami
Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah berbagai hambatan. Untuk itu diperlukan
meluas merusak tatanan dalam kehidupan metode penegakan hukum secara luar biasa
masyarakat. Perkembangannya terus melalui pembentukan suatu badan khusus
meningkat dari tahun ke tahun, baik dari yang mempunyai kewenangan luas,
jumlah kasus yang terjadi dan jumlah independen serta bebas dari kekuasaan
kerugian keuangan negara maupun dari segi manapun. Namun demikian harus
kualitas tindak pidana yang dilakukan dilakukan secara berhati-hati agar tidak
semakin sistematis serta lingkupnya yang terjadi tumpang tindih kewenangan dengan
memasuki seluruh aspek kehidupan berbagai instansi tersebut. “Sebagaimana
masyarakat. Meningkatnya tindak pidana ditegaskan masing-masing pada Pasal 3 dan
korupsi yang tidak terkendali akan 4 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002,
membawa bencana tidak saja terhadap KPK adalah lembaga negara yang dalam
kehidupan perekonomian nasional tetapi melaksanakan tugas dan wewenangnya
juga pada kehidupan berbangsa dan bersifat independen dan bebas dari
bernegara pada umumnya.” pengaruh kekuasaan manapun, dibentuk
“Tindak pidana korupsi dalam dengan tujuan meningkatkan daya guna dan
konteks kerugian keuangan negara yang hasil guna terhadap upaya pemberantasan
meluas dan sistematis juga merupakan tindak pidana korupsi. Selanjutnya, pada
pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan Pasal 1 angka 3 Undang-undang tersebut
hak-hak ekonomi masyarakat, dan karena juga menegaskan bahwa:”
itu semua maka tindak pidana korupsi tidak “Pemberantasan tindak pidana
lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan korupsi adalah serangkaian tindakan
biasa melainkan telah menjadi suatu untuk mencegah dan memberantas
kejahatan luar biasa. Begitu pun dalam tindak pidana korupsi melalui upaya
upaya pemberantasannya tidak lagi dapat koordinasi, supervisi, monitor,
dilakukan secara biasa, tetapi dituntut cara- penyelidikan, penyidikan,
cara yang luar biasa. Penegakan hukum penuntutan, dan pemeriksaan di
untuk memberantas tindak pidana korupsi sidang pengadilan, dengan peran
yang dilakukan secara konvensional selama serta masyarakat berdasarkan
ini terbukti mengalami berbagai hambatan. peraturan perundang-undangan
Untuk itu diperlukan metode penegakan yang berlaku”.
hukum secara luar biasa melalui Itu sebabnya wewenang KPK terkait
pembentukan suatu badan khusus yang penegakan hukum, dalam pemberantasan
mempunyai kewenangan luas, independen tindak pidana korupsi, tidak hanya
serta bebas dari kekuasaan manapun dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan,
upaya pemberantasan tindak pidana melainkan juga diberikan wewenang

93
Suhendar

melakukan penututan. Demikian hal ini formil yang berlaku, kecuali ditentukan lain
dapat dapat disimpulkan berdasarkan Pasal secara tersendiri.
6, Pasal 8 ayat (1) dan (2), serta Pasal 11 Artinya, berdasarkan hal-hal
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002. tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa di
adalah: berwenang mengambil alih luar ketentuan-ketentuan tersebut,
penyidikan atau penuntutan terhadap penegakan hukum dalam pemberantasan
pelaku tindak pidana korupsi yang sedang tindak pidana korupsi tetap menjadi
dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan, wewenang penyidik kepolisian, serta
dalam rangka melaksanakan tugas penyidik dan penuntut umum kejaksaan,
supervisi. Pengambilalihan penyidikan dan dengan teknis prosedur penyidikan dan
penuntutan ini sebagaimana ditegaskan penuntutuan sebagaimana diatur dalam
pada Pasal 9 Undang-undang Nomor 30 hukum pidana formil: KUHAP dan UU
Tahun 2002, “dilakukan oleh Komisi 31/1999 jo. UU 20/2001. Sementara
Pemberantasan Korupsi dengan alasan: penegakan hukum dalam pemberantasan
laporan masyarakat mengenai tindak tindak pidana korupsi yang menjadi
pidana korupsi tidak ditindaklanjuti; proses wewenang KPK adalah pengecualian dari
penanganan tindak pidana korupsi secara wewenang penyidik kepolisian, serta
berlarut-larut atau tertunda-tunda tanpa penyidik dan penuntut umum kejaksaan
alasan yang dapat dipertanggungjawabkan; sebagaimana telah diuraikan diatas. Dengan
penanganan tindak pidana korupsi kata lain penyelidikan, penyidikan dan
ditujukan untuk melindungi pelaku tindak penuntutan oleh KPK, tidak terhadap
pidana korupsi yang sesungguhnya; semua tindak pidana korupsi, melainkan
penanganan tindak pidana korupsi hanya terhadap tindak pidana korupsi
mengandung unsur korupsi; hambatan dengan kriteria tertentu.
penanganan tindak pidana korupsi karena Penyidikan tindak pidana korupsi
campur tangan dari eksekutif, yudikatif, secara umum, adalah bahwa benar tindak
atau legislatif; atau keadaan lain yang pidana korupsi merupakan kejahatan luar
menurut pertimbangan kepolisian atau biasa, namun demikian dalam proses
kejaksaan, penanganan tindak pidana penyidikannya, tersangka tetap memiliki
korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan hak-haknya yang harus dilindungi dan
dapat dipertanggungjawabkan. berwenang dihormati oleh aparat penegak hukum
melakukan penyelidikan, penyidikan, dan sebagai konsekuensi dari konsepsi Negara
penuntutan tindak pidana korupsi yang: hukum serta asas-asas hukum formil
melibatkan aparat penegak hukum, umum, sepanjang tidak diatur dalam
penyelenggara negara, dan orang lain yang hukum formil khusus. Artinya seorang
ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi tersangka yang diduga bersalah melakukan
yang dilakukan oleh aparat penegak hukum tindak pidana, harus diproses dengan cara
atau penyelenggara negara; mendapat dan mekanisme yang benar, sehingga
perhatian yang meresahkan masyarakat; kualitas kebenaran materiilnya tetap
dan/atau menyangkut kerugian negara terjaga. Sebaliknya seorang tersangka yang
paling sedikit Rp.1.000.000.000,00 (satu diduga bersalah melakukan tindak pidana,
milyar rupiah).” namun diproses dengan cara dan
Mengenai wewenang KPK tersebut, mekanisme yang juga salah, maka kualitas
pada prinsipnya dilakukan berdasarkan kebenaran materiilnya tidak dapat
kekhususan sebagai konsekuensi dari lex dipertanggungjawabkan.
specialis: yaitu berdasarkan hukum pidana Tidak ada penjelasan rigid tentang
kerugian keuangan negara tersebut, yang

94
Suhendar

ada justru hanya penjelasan tentang (termasuk diantaranya penerimaan


keuangan negara (pada penjelasan UU dengan uang palsu, barang fiktif).
31/1999)—yang berbeda dengan definisi 4) Penerimaan sumber/kekayaan
keuangan negara sebagaimana diatur oleh negara/daerah lebih kecil/rendah
perundang-undangan lainnya, yaitu: (Andi dari yang seharusnya diterima
Hamzah, 2002: 118)” Keuangan negara (termasuk penerimaan barang rusak,
yang dimaksud adalah seluruh kekayaan kualitas tidak sesuai).
negara dalam bentuk apapun, yang 5) Timbulnya suatu kewajiban
dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, negara/daerah yang seharusnya tidak
termasuk di dalamnya segala bagian ada.
kekayaan negara dan segala hak dan 6) Timbulnya suatu kewajiban
kewajiban yang timbul karena : negara/daerah yang lebih besar dari yang
(a) berada dalam penguasaan, pengurusan, seharusnya.
dan pertanggungjawaban pejabat 7) Hilangnya suatu hak negara/daerah yang
lembaga Negara, baik di tingkat pusat seharusnya dimiliki/diterima menurut
maupun di daerah; aturan yang berlaku.
(b) berada dalam penguasaan, pengurusan, 8) Hak negara/daerah yang diterima
dan bertanggungjawaban Badan Usaha lebih kecil dari yang seharusnya
Milik Negara/Badan Usaha Milik diterima.
Daerah, yayasan, badan hukum, dan Dalam praktik peradilan, kerugian
perusahaan yang menyertakan modal berarti: menanggung atau menderita rugi,
negara, atau perusahaan yang sesuatu yang dianggap mendatangkan rugi,
menyertakan modal pihak ketiga seperti kerusakan. (H. Jawade Hafidz
berdasarkan perjanjian dengan Arsyad, 2013: 173) Sedangkan merugikan
Negara.” adalah menjadi rugi atau berkurang. (R.
Artinya, bisa jadi maksud pembuat Wiyono, 2008: 41) Dengan demikian, yang
undang-undang dalam memaknai kerugian dimaksud merugikan adalah sama artinya
keuangan Negara yang tidak memiliki dengan menjadi rugi atau menjadi
penjelasan tersebut, adalah harus dimaknai berkurang, sehingga dengan demikian yang
secara argumentum a contrario dari definisi dimaksudkan dengan unsur merugikan
keuangan Negara menurut UU 31/1999 keuangan Negara adalah sama artinya
sebagaimana tersebut. Sementara menurut dengan menjadi ruginya keuangan Negara
Eddy Mulyadi Soepardi bahwa: Dengan atau berkurangnya keuangan Negara. (H.
memperhatikan rumusan keuangan negara Jawade Hafidz Arsyad, 2013: 173)
sebagaimana dimaksud dalam Undang- Bahkan dalam tindak pidana
undang No. 31 Tahun 1999, maka kerugian korupsi, kerugian keuangan negara bisa
keuangan negara tersebut dapat berbentuk:( hanya bersifat potensial. Hal ini
Eddy Mulyadi Soepardi, 2009:3-4) sehubungan dengan kerugian keuangan
1) Pengeluaran suatu sumber/kekayaan negara dalam tindak pidana korupsi di
negara/daerah (dapat berupa uang, definisikan sebagai Delik formil secara
barang) yang seharusnya tidak eksplisit berdasarkan keberadaan Pasal 4
dikeluarkan. penjelasan umumnya. Dalam Undang-
2) Pengeluaran suatu sumber/kekayaan undang ini, tindak pidana korupsi
negara/daerah lebih besar dari yang dirumuskan secara tegas sebagai tindak
seharusnya menurut kriteria yang berlaku. pidana formil. Hal ini sangat penting untuk
3) Hilangnya sumber/kekayaan pembuktian. Dengan rumusan secara formil
negara/daerah yang seharusnya diterima yang dianut dalam Undang-undang ini,

95
Suhendar

meskipun hasil korupsi telah dikembalikan korupsinya tidak terpenuhi. Berdasarkan


kepada negara, pelaku tindak pidana hal tersebut, pertimbangan hakim yang
korupsi tetap diajukan ke pengadilan dan demikian itu kemudian membebaskan
tetap dipidana. seorang terdakwa, maka dapat dikatakan
Demikian secara praktis hal ini Pengadilan Negeri Padang telah menganut
sebagaimana terdapat pada: (H. Elwi Danil, pendirian bahwa tindak pidana korupsi
2011 :120-121) adalah delik materiil. Akan tetapi
a) Putusan Mahkamah Agung Nomor Mahkamah Agung pada tingkat kasasi
1401K/Pid/1992 tanggal 29 Juni 1994, ternyata memperbaiki putusan Pengadilan
dalam salah satu pertimbangannya Negeri Padang tersebut dan menyatakan
menyatakan bahwa Pengadilan Tinggi terdakwa terbukti bersalah melakukan
Kupang dalam Putusan Nomor tindak pidana korupsi. Menyangkut
18/Pid/1992/PT.K tanggal 25 Maret 1992 pertimbangan hakim mengenai
telah salah dalam menerapkan hukum, pengembalian kerugian keuangan negara,
karena meskipun uang yang diapakai Mahkamah Agung berpendirian bahwa
terdakwa tanpa hak dan melawan hukum pengembalian dana tersebut tidak dapat
itu telah dikembalikan, tetapi sifat meniadakan kesalahan terdakwa.
melawan hukum dari perbuatan Delik formil berkaitan dengan
terdakwa tetap ada, dan tidak hapus, dan perumusannya secara eksplisit, yaitu
tidak dapat dianggap sebagai alasan dengan keberadaan kata: “dapat” pada Pasal
pembenar atau pemaaf atas kesalahan 2 dan 3, didepan Kerugian keuangan
terdakwa. Terdakwa tetap dapat ditutut Negara. Pada penjelasan pasal tersebut
sesuai dengan hukum yang berlaku. disebutkan bahwa: Dalam ketentuan ini,
b) Putusan Pengadilan Negeri Padang kata “dapat” sebelum frasa “merugikan
Nomor 221/Pid.B/1999/PN.Pdg tanggal keuangan atau perekonomian Negara”
22 Januari 2000, dalam perkara ini Drs. menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi
Zuiyen Rais M.S. (Walikota Padang) merupakan delik formil, yaitu adanya
didakwa telah melakukan tindak pidana tindak pidana korupsi cukup dengan
korupsi karena telah memberikan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang
bantuan keuangan kepada para anggota sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya
DPRD Kota Padang dari mata anggaran akibat.
yang semestinya dialokasikan untuk Demikian pendapat ini sebagaimana
bantuan organisasi sosial, sehingga juga menurut H. Elwi Danil bahwa:
perbuatan demikian diianggap sebagai Rumusan delik formal juga nampak dengan
penyalahgunaan dana APBD Kota adanya kata dapat di depan kata merugikan
Padang. keuangan negara, sebagaimana pada pasal 2
Pada tingkat pertama membebaskan dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 31
terdakwa dari ancaman pidana karena Tahun 1999. Dengan adanya kata dapat
Dakwaan/jaksa tidak terbukti secara sah tersebut berarti untuk dapat dipidananya
dan meyakinkan. Segi yang menjadi pelaku tindak pidana korupsi tidak perlu
persoalan dalam hubungan ini adalah benar-benar telah terjadinya kerugian
adanya penjelasan di dalam salah satu keuangan negara. : (H. Elwi Danil,
pertimbangan hakim yang pada intinya 2011:124-129)Bahkan menurutnya, pelaku
menyatakan bahwa kerugian keuangan (ia): Masih dapat dipersoalkan dalam
negara telah dikembalikan oleh para kaitannya dengan percobaan melakukan
anggota DPRD Kota Padang pada tanggal tindak pidana korupsi yang oleh undang-
30 juli 1999, sehingga unsur tindak pidana undang diancam dengan ancaman pidana

96
Suhendar

yang sama dengan tindak pidana korupsi 2012: 42)Sehingga, jika ada pengurangan
yang telah selesai dilakukan. (H. Elwi Danil, atau kerugian yang diderita oleh objek yang
2011:126) Persyaratan untuk adanya sebuah termasuk ruang lingkup Keuangan Negara,
percobaan melakukan tindak pidana tentu saja itu berarti telah terdapat kerugian
(strafbar poging) yang mengakibatkan keuangan negara. (Febri Diansyah, 2012:
pelakunya dapat diipidana adalah 42) Alasan untuk menuntut dan
sebagaimana dimaksud pasal 53 ayat (1) mempidana pelaku tidak membutuhkan
KUHP: penghitungan kerugian keuangan negara
1. “Terdapat suatu maksud untuk yang sangat akurat. (Febri Diansyah, 2012:
melakukan suatu kejahatan tertentu 44) Oleh karenanya, jika dicermati
2. Sudah terdapat suatu permulaan berdasarkan uraian tersebut, maka kerugian
tindakan pelaksanaan, dan keuangan Negara dalam dimensi hukum
3. Pelaksanaan kejahatan tersebut tidak pidana: tindak pidana korupsi adalah
selesai dilakukan disebabkan oleh karena berbeda dan lebih luas pengertiannya
hal-hal yang berada diluar kemauan si daripada menurut hukum administrasi
pelaku.” negara (dalam hal ini perundang-undangan
Senada dengan pendapat tersebut, keuangan Negara yang akan dijelaskan pada
Febri Diansyah mengatakan bahwa: (Febri Bab berikutnya).
Diansyah, 2012: 43) Undang-undang Kerugian keuangan Negara, secara
mengkategorikan korupsi sebagai delik praktis juga memunculkan persoalan.
formil, bukan delik materil yang Terutama terkait konsep kerugian keuangan
menghendaki akibat. Karena Pasal 2 ayat (1) negara dan kewenangan penghitungan
dan Pasal 3 menyebutkan “dapat merugikan kerugian keuangan Negara, hingga saat ini
keuangan negara”. “kata “dapat” sebelum masih dalam perdebatan, baik di tingkat
frasa “merugikan keuangan atau akademisi, maupun dalam teknis
perekonomian negara” menunjukkan bahwa pelaksanaan sehubungan undang-undang
tindak pidana korupsi merupakan delik tindak pidana korupsi tidak secara tegas
formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi mengaturnya. Tentu saja kejelasan baku ini
cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur dibutuhkan sebagai sebuah konsekuensi
perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dari konsepsi Negara hukum, dalam hal ini
dengan timbulnya akibat. Kemudian ia juga kepastian. “Terjadi ketidakpastian hukum
menjelaskan bahwa: Banyak pihak dalam penanganan perkara tindak pidana
menyamakan antara defenisi Kerugian korupsi akibat ketidak jelasnya defisini
Negara seperti diatur di Undang-Undang kerugian keuangan negara ini berimplikasi
Nomor 1 tahun 2004 tentang pula pada lembaga mana yang berhak dan
Perbendaharaan Negara dengan istilah berwenang menyatakan telah terjadi
Kerugian Keuangan Negara seperti kerugian negara. Padahal, rumusan
disebutkan dalam Undang-undang Tindak kerugian negara ini, dijadikan sebagai unsur
Pidana Korupsi. Dua pengertian ini dalam perkara tindak pidana korupsi yang
memang terkesan mirip, tetapi harus dibuktikan dalam persidangan. Ada
sesungguhnya berbeda. Pada Penjelasan kalanya untuk membuktikan ada tidaknya
Bagian Umum, UU No. 31 tahun 1999 jo UU kerugian keuangan negara, Kejaksaan dan
No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Polisi bergantung kepada hasil audit
Tindak Pidana Korupsi menegaskan makna institusi diluar penegak hukum yaitu BPK
yang lebih luas, dan bahkan bisa bersifat dan BPKP. Namun, disisi lain, Polisi
potensial (delik formil atau tidak penyidik maupun Jaksa Penyidik terkadang
membutuhkan akibat). (Febri Diansyah, memiliki penghitungan sendiri dan tidak

97
Suhendar

berdasarkan hasil audit BPK atau BPKP berwenang atau akuntan publik yang
dalam menghitung jumlah kerugian ditunjuk”.
keuangan negara yang disangkakan atau (2) Putusan bebas dalam perkara tindak
yang dituduhkannya itu.” Sebelum pidana korupsi tidak menghapuskan hak
menentukan adanya kerugian keuangan untuk menuntut kerugian terhadap
negara, tentunya terlebih dahulu perlu ada keuangan negara.
kejelasan definisi secara yuridis mengenai Pasal 33
pengertian keuangan negara. Tidak adanya “Dalam hak tersangka meninggal dunia
sinkronisasi perundang-undangan di pada saat dilakukan penyidikan,
Indonesia ini menyebabkan defisini atau sedangkan secara nyata telah ada
pengertian “keuangan negara” menjadi kerugian keuangan negara, maka
saling tumpang tindih. Hal ini berimplikasi penyidik segera menyerahkan berkas
semakin terbukanya peluang penafsiran perkara hasil penyidikan tersebut kepada
terhadap suatu perbuatan yang dianggap Jaksa Pengacara Negara atau diserahkan
melawan hukum, sehingga menjadi kepada instansi yang dirugikan untuk
penyebab ketidak pastian hukum.” (Junifer dilakukan gugatan perdata terhadap ahli
Girsang, 2012: 181) warisnya”.
Soal lainnya adalah, mengenai Pasal 34
metode atau konsep penghitungan kerugian “Dalam hal terdakwa meninggal dunia
keuangan Negara yang tidak sama. Komisi pada saat dilakukan pemeriksaan di
Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah sidang pengadilan, sedangkan secara
melakukan kajian tentang tipologi kerugian nyata telah ada kerugian keuangan
keuangan negara dari sampel 15 kasus negara, maka penuntut umum segera
korupsi yang telah berkekuatan hukum menyerahkan salinan berkas berita acara
tetap yang ditanganinya. Dari riset tersebut, sidang tersebut kepada Jaksa Pengacara
ada 5 metode atau konsep penghitungan Negara atau diserahkan kepada instansi
kerugian keuangan Negara, yaitu: (Febri yang dirugikan untuk dilakukan gugatan
Diansyah, 2012: 44) tindak pidana korupsi perdata terhadap ahli warisnya”.
diatur secara tersendiri sebagaimana diatur Artinya, dalam dimensi hukum
dalam UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001: pidana, pada keadaan tertentu juga
Pasal 32 ayat: menggunakan penyelesaian secara
(1) “Dalam hal penyidik menemukan dan administrasi negara—dengan karakteristik:
berpendapat bahwa satu atau lebih unsur yang nyata dan pasti jumlah kerugiannya,
tindak pidana korupsi tidak terdapat namun diatur secara khusus dalam hukum
cukup bukti, sedangkan secara nyata pidana: tindak pidana korupsi. Atau dengan
telah ada kerugian keuangan negara, kata lain, mekanisme hukum administrasi
maka penyidik segera menyerahkan negara diadopsi dan digunakan dalam
berkas perkara hasil penyidikan tersebut penyelesaian kerugian keuangan negara
kepada Jaksa Pengacara Negara untuk dalam dimensi hukum pidana: tindak
dilakukan gugatan perdata atau pidana korupsi. Secara khusus, terkait
diserahkan kepada instansi yang penyelesaian kerugian keuangan Negara
dirugikan untuk mengajukan gugatan.” dalam dimensi hukum pidana adalah
Penjelasan: Yang dimaksud dengan sebagai berikut: (Eddy Mulyadi Soepardi,
”secara nyata telah ada kerugian 2009: 4-5)
keuangan negara” adalah kerugian yang 1) Ditinjau dari Pelaku:
sudah dapat dihitung jumlahnya a. “Perbuatan Bendaharawan yang dapat
berdasarkan hasil temuan instansi yang menimbulkan adanya kekurangan

98
Suhendar

perbendaharaan, disebabkan oleh penuntutuan sebagaimana diatur dalam


antara lain adanya pembayaran, hukum pidana formil KUHAP dan UU
pemberian atau pengeluaran kepada 31/1999 jo. UU 20/2001. Sementara
pihak yang tidak berhak, penegakan hukum dalam pemberantasan
pertanggungjawaban/laporan yang tindak pidana korupsi yang menjadi
tidak sesuai dengan kenyataan, wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi
penggelapan, dan tindak pidana adalah pengecualian dari wewenang
korupsi; penyidik kepolisian.
b. Pegawai negeri non bendaharawan, Kedua, Penyidikan dalam tatanan
dapat merugikan keuangan negara praktis Penghitungan kerugian keuangan
dengan cara antara lain pencurian Negara relatif tidak sama bergantung pada
atau penggelapan, penipuan, tindak konteks kasus yang diselidiki. Komisi
pidana korupsi, dan menaikkan harga Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah
atau merubah mutu barang;” melakukan kajian tentang tipologi kerugian
2) Ditinjau dari sebabnya: Perbuatan yang keuangan negara dari sampel 15 kasus
disengaja korupsi yang telah berkekuatan hukum
3) Ditinjau dari segi waktu: tetap yang ditanganinya. Dari riset tersebut,
Tinjauan dari waktu di sini dimaksudkan ada 5 metode atau konsep penghitungan
untuk memastikan apakah suatu kerugian keuangan Negara yang
kerugian keuangan negara masih dapat substansinya pelanggaran terhadap materil
dilakukan penuntutannya atau tidak, hukum pidana dan hukum materil
baik terhadap bendaharawan, pegawai administrasi negara.
negeri non bendaharawan, atau pihak
ketiga. Saran
4) Ditinjau dari cara penyelesaiannya: Pertama, Bagi para penegak hukum
Tuntutan Pidana/Pidana Khusus harus mereformasi sinergitas, dalam rangka
(Korupsi). memaksimalkan berjalannya tugas dan
Dengan demikian, dari pemaparan fungsi masing-masing lembaga. Kekuatan
yang telah dikemukakan maka penulis sinergitas akan memberikan dampak yang
memiliki pemahaman bahwa perbedaan baik untuk penegakan hukum tindak pidana
pandangan mengenai metode penghitungan korupsi di Indonesia. Pemahaman yang
kerugian negara tidak dapat dilakukan sama sama mengenai penyidikan tindak pidana
karena sangat bergantung pada konteks korupsi dan kerugian keuangan negara akan
kasus perkasus. Penyidik akan memberikan memberikan korelasi positif terhadap
interpretasi yang mendalam baik dalam penanganan kasus yang selidiki.
konteks hukum pidana maupun dalam Kedua, Bagi para pejabat negara
konteks hukum administrasi negara kiranya mampu memahami konsep
terhadap kerugian keuangan negara. kerugian keuangan negara atau modus
korupsi yang dapat terjadi pada sebuah
PENUTUP lembaga negara. Dalam upaya memitigasi
Simpulan risiko terjadinya kerugian keuangan negara
Pertama, penyidikan hukum dalam yang akan memberikan dampak buruk
pemberantasan tindak pidana korupsi dan terhadap kinerja lembaga tersebut. Dalam
kerugian keuangan negara tetap menjadi upaya tersebut lembaga dengan itikad baik
wewenang penyidik kepolisian, serta dapat memohon supervisi kepada lembaga
penyidik dan penuntut umum kejaksaan, terkait sesuai dengan kewenangannya untuk
dengan teknis prosedur penyidikan dan melakukan upaya preventif.

99
Suhendar

Soepardi, Eddy Mulyadi. “Memahami


DAFTAR PUSTAKA Kerugian Keuangan Negara sebagai
Salah Satu Unsur Tindak Pidana
Arsyad, H. Jawade Hafidz. “Korupsi Dalam
Korupsi”. Fakultas Hukum
Perspektif Hukum Administrasi
Universitas Pakuan. Bogor. 2009.
Negara”. Sinar Grafika, Jakarta.
2013. Yahya, Harahap. “Pembahasan
Permasalahan dan Penerapan
Bakhri, Syaiful. “Sejarah Pembaruan KUHP KUHAP Penyidikan dan
dan KUHAP”. Total Media. Penuntutan” PT. Sinar Grafika,
Yogyakarta. 2011. Jakarta, 2000.
Chazawi, Adami. “Hukum Pidana Materiil Wiyono, R. “Pembahasan Undang-undang
dan Formil Korupsi di Indonesia”,
Pemberantasan Tindak Pidana
Bayumedia Publishing. Malang.
2005. Korupsi”. Sinar Grafika, Jakarta.
2008.
Daliyo, J.B. et al. “Pengantar Ilmu Hukum”,
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
1992.
Danil, H. Elwi. “Korupsi: Konsep, Tindak
Pidana dan Pemberantasannya”,
RajaGrafindo Persada. Jakarta. 2011.
Diansyah, Febri et al, “Panduan Investigasi
dan Penerapan Undang-undang
Tindak Pidana Korupsi terhadap
Kejahatan Kehutanan”. Indonesia
Corruption Watch, Jakarta. 2012.
Djanim, Rantawan. “Strategi Polri Dalam
Penanggulangan Konflik
Pertanahan”. Badan Penerbit
UNDIP, Semarang. 2006.
Girsang, Junifer. “Abuse of Power:
Penyalahgunaan Kekuasaan Aparat
Penegak Hukum Dalam Penanganan
Tindak Pidana Korupsi”. JG
Publishing, Jakarta. 2012.
Hartanti, Evi “Tindak Pidana Korupsi”,
Sinar Grafika, Jakarta. 2009.
Hamzah, Andi. “Pemberantasan Korupsi
Ditinjau Dari Hukum Pidana”. Pusat
Studi Hukum Pidana USAKTI,
Jakarta. 2002.
Loqman, Loebby. “Hukum Acara Pidana
Indonesia: Suatu Iktisar”. Datacom,
Jakarta. 1996.
M.Pangaribuan, Luhut. “Hukum Acara
Pidana: Surat Resmi Advokat di
Pengadilan”. Papas Sinar Sinanti,
Jakarta. 2013.

100
Suhendar

Anda mungkin juga menyukai