Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

METIL ESTER
LABORATORIUM TEKNIK SEPARASI DAN PURIFIKASI

DISUSUN OLEH :

JULIET PATRICIA ARSADHA (03031281924039)


M. RAZI ALGHIFARY R. (03031381924071)
ALMIRA JASMIN (03031381924095)
FEVITA RAHMAWATI (03031382924101)
AHMAD ISKANDAR Z. (03031381924109)
PUTI ADINDA (03031381924117)

NAMA CO SHIFT : 1. DICKY CANDRA


2. LABIB MUQOFFA
NAMA ASISTEN :

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Masalah utama yang hampir kebanyakan semua negara yang ada di dunia
mengalaminya yaitu mengenai energi. Permasalahan mengenai energi ini timbul
dikarenakan permintaan minyak di sektor transportasi dan energi telah membuat
investasi besar dalam pengembangan minyak di seluruh dunia. Pendayagunaan
minyak bumi secara terus-menerus membuat cadangan minyak dunia semakin
menipis. Minyak merupakan sumber energi yang tidak terbarukan. Upaya dalam
mengatasi ketergantungan energi minyak bumi dengan terbatasnya cadangan perlu
dikembangkan sebuah energi baru yang terbarukan, seperti biodiesel.
Biodiesel ialah salah satu sumber energi alternatif ramah lingkungan yang
dapat menggantikan ketergantungan dalam kebutuhan energi minyak bumi karena
biodiesel dapat dibuat dari minyak yang berasal dari tumbuhan. Indonesia adalah
negara dengan sumber daya alam yang beraneka tumbuhan dan hutan lebat, dan
mempunyai potensi untuk memajukan sumber biodiesel tersebut. Biodiesel dapat
bersumber dari minyak nabati baik yang belum pernah dipakai untuk keperluan
menggoreng maupun yang telah digunakan untuk menggoreng. Biodiesel juga
dapat dibuat dengan cara memanfaatkan sebuah limbah minyak goreng yang
sudah tak terpakai dan terbuang sia-sia atau juga dengan minyak jelantah.
Kenaikan kebutuhan energi yang berlangsung saat ini, maka penting
dikembangkannya sumber energi baru terbarukan untuk menggantikannya, seperti
biodiesel. Penggunaan minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel mempunyai
beberapa kelebihan, di antaranya sumber minyak nabati mudah diperoleh, proses
pembuatan biodiesel dari minyak nabati sederhana dan cepat. Keadaan ini yang
mendorong pentingnya untuk dilakukan percobaan dalam untuk mengenalkan cara
pembuatan, prinsip dan cara meningkatkan kualitas dari biodiesel yang dihasilkan.
Keunggulan dalam memproduksi biodiesel dengan menggunakan minyak nabati
memotivasi kita sebagai mahasiswa teknik kimia penting untuk mendalami lebih
lanjut bagaimana cara produksi biodiesel dengan melakukan praktikum metil
ester.
1.2. Rumusan Masalah
1) Bagaimana prinsip dan cara kerja dari proses pembuatan metil ester?
2) Bagaimana pengaruh nisbah katalis terhadap produktivitas dan kualitas
metil ester?

1.3. Tujuan
1) Mengetahui prinsip dan cara kerja proses pembuatan dari metil ester.
2) Mengetahui pengaruh nisbah katalis terhadap produktivitas dan kualitas metil
ester.

1.4. Manfaat
1) Dapat menjadi energi alternatif diesel yang ramah lingkungan.
2) Dapat mengurangi penggunaan bahan bakal fosil.
3) Dapat mengurangi limbah minyak goreng.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelaahan Biodiesel (Metil Ester)


Biodiesel atau metil ester asam lemak, merupakan salah satu jenis bahan
bakar nabati yang diperoleh dari bahan baku lemak hewani dan nabati melalui
proses esterifikasi dan transesterifikasi. Bahan baku yang dapat digunakan sebagai
metil ester adalah tanaman jarak, minyak kelapa, nyamplung, kecipir, kemiri dan
tanaman lainnya. Bahan baku utama metil ester dari minyak sawit bekas.
Penggunaan minyak sawit bekas sebagai bahan baku metil ester asam lemak,
dapat mengurangi pencemaran limbah minyak dari limbah rumah tangga, dan juga
dapat meningkatkan nilai ekonomis minyak sawit bekas (Amalia dkk, 2020).
Bahan baku dalam pembuatan biodiesel yang telah banyak digunakan
berasal dari bahan alam seperti tumbuhan dan biji-bijian. Penggunaan bahan alam
sebagai bahan baku pembuatan biodiesel masih kurang efisien jika dibandingkan
dengan penggunaan limbah minyak bekas (minyak jelantah). Penggunaan bahan
alam membutuhkan lahan yang luas. Minyak jelantah sangat mudah diperoleh,
baik dari industri rumah tangga maupun dari restoran. Minyak jelantah merupakan
limbah yang bersifat karsinogenik bila dipakai berulang. Minyak jelantah yang
digunakan dalam biodiesel ialah minyak jelantah yang dimurnikan terlebih dahulu
guna menurunkan kandungan asam lemak bebas (FFA) hingga ≤ 0,05%.
Tingginya kandungan FFA dari bahan baku yang digunakan dapat menyebabkan
terjadinya reaksi saponifikasi dengan katalis yang dipakai (Maneerung dkk,
2016).
Teknologi proses produksi biodiesel yang berkembang saat ini dapat
dikelompokkan menjadi proses satu tahap (transesterifikasi) dan proses dua tahap
(esterifikasi-transesterifikasi). Minyak yang memiliki nilai Free Fatty Acid (FFA)
di atas 1%, seperti minyak goreng bekas, sebaiknya menggunakan proses dua
tahap (esterifikasi-transesterifikasi). Minyak yang mengandung asam lemak bebas
lebih dari 1% akan membentuk formasi emulsi sabun yang menyulitkan pada saat
pemisahan biodiesel. Minyak goreng bekas merupakan minyak yang kadar asam
lemak bebasnya meningkat akibat dari proses pemanasan yang terus-menerus.
Peningkatan kadar asam lemak diatasi dengan melalui dua tahap proses yaitu
proses esterifikasi dan transesterifikasi. Menurut Julianus (dalam Hadrah dkk,
2018), tahap esterifikasi diperlukan untuk mengesterifikasi asam lemak bebas
Free Fatty Acid (FFA) dalam minyak bekas agar jumlahnya tidak terlalu banyak.
Asam lemak bebas yang terlalu banyak akan membentuk banyak sabun
sehingga akan mengurangi produksi biodiesel. Pembuatan biodiesel dari minyak
jelantah ini menggunakan reaksi transesterifikasi seperti pembuatan biodiesel
umumnya, dengan pretreatment guna menurunkan angka asam minyak jelantah.
Angka asam terlalu tinggi akan mempersulit pemisahan gliserol dari biodiesel
sehingga produksi biodiesel akan sedikit. Ketentuan penting dalam pembuatan
biodiesel ialah kadar ester (minimal 96,5%), bilangan asam (maksimum 0,5 mg
KOH/gr). Kadar ester dipengaruhi kualitas teknologi dan proses yang digunakan,
dan komposisi bahan baku yang dipakai. Parameter lain berupa kandungan sulfur,
fosfor, logam alkali, total kontaminasi, dan hasil gliserol yang tidak bereaksi.
Proses pembuatan metil ester dilakukan melalui proses esterifikasi dan
transesterifikasi. Proses esterifikasi adalah proses konversi free fatty acid menjadi
ester, dimana pada proses esterifikasi terjadi reaksi antara minyak dan lemak
dengan alkohol dan proses ini menggunakan jenis katalis asam kuat. Setelah tahap
esterifikasi, dilanjutkan tahap transesterifikasi, dimana terjadi konversi kandungan
trigliserida menjadi metil ester dengan penambahan alkohol dan katalis. Katalis
yang dapat digunakan ialah katalis homogen dan heterogen. Katalis homogen
menggunakan katalis asam dan basa, sedangkan katalis heterogen menggunakan
katalis asam, basa, biokatalis, dan bifungsional (Faruque dkk, 2020).
Kelebihan biodiesel yaitu mengurangi pencemaran hidrokarbon. Bahan
dasar biodiesel ialah minyak goreng bekas, sehingga dapat mengurangi limbah.
Kelebihan lainnya yaitu tidak menambah jumlah gas karbon dioksida, karena
minyak berasal dari tumbuhan/nabati. Energi yang dihasilkan mesin diesel lebih
sempurna dibandingkan solar hingga yang menggunakan biodiesel tidak
mengeluarkan asap hitam berupa karbon. Biodiesel kurang cocok digunakan pada
beberapa mesin diesel modern. BMW dan Mercedes-Benz misalnya, mereka
hanya merekomendasikan Dex, Shell Diesel, dan solar berkualitas tinggi lainnya.
2.2. Proses Produksi Biodiesel (Metil-Ester)
Biodiesel sering juga disebut dengan senyawa metil ester atau sebuah
senyawa ester alkil yang berasal dari minyak nabati yang melalui serangkaian
proses reaksi kimia. Reaksi yang sering dan biasa digunakan dalam memproduksi
biodiesel adalah esterifikasi dan transesterifikasi. Melalui kedua proses tersebut,
karakteristik biodiesel yang dihasilkan menyerupai solar diesel (Sumarni dkk,
2020). Proses pembuatan biodiesel masih ada selain transesterifikasi dan esteri-
fikasi, seperti pencampuran dan penggunaan langsung, mikroemulsi, dan pirolisis.
Proses transesterifikasi dan esterifikasi adalah metode produksi biodiesel yang
paling sering digunakan. Penggunaan kedua proses ini didasari pada kandungan
asam lemak, dimana minyak nabati yang memiliki kandungan asam lemak bebas
tinggi memerlukan kedua jenis proses ini. Minyak nabati dengan kandungan asam
lemak tinggi hanya memerlukan transesterifikasi.
2.2.1. Proses Transesterifikasi
Proses ini memisahkan gliserin dari suatu minyak nabati dan
menghasilkan dua produk yaitu metil ester atau biodiesel dan gliserin yang
dianggap sebagai produk samping. Transesterifikasi merupakan suatu proses yang
mereaksikan tri-gliserida dalam minyak nabati dengan alkohol yang berantai
pendek (metanol atau etanol). Senyawa metanol lebih sering digunakan dalam
produksi biodiesel pada saat ini. Produksi biodiesel dari minyak nabati dengan
kandungan asam lemak bebas rendah melibatkan reaksi transesterifikasi,
pemisahan gliserol dari metil ester, pemurnian metil ester dan metanol (Hikmah
dan Zuliyana, 2010).
Proses transesterifikasi untuk memproduksi biodiesel dari minyak nabati
pada umumnya terbagi menjadi tiga macam. Ketiga macam proses tersebut terbagi
menjadi transesterfikasi dengan katalis basa, dengan katalis asam langsung, dan
konversi minyak nabati menjadi asam lemak dilanjutkan menjadi biodiesel. Pro-
duksi biodiesel dengan metode transesterifikasi dengan katalisator basa merupa-
kan proses yang ekonomis dan membutuhkan suhu serta tekanan rendah. Katalis
basa yang sering digunakan adalah kalium hidroksida. Konversi yang dihasilkan
dari transesterifikasi dengan katalis basa bisa mencapai 98%. Proses
transesterifikasi dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kandungan asam lemak
bebas, kadar air minyak, jenis katalis dan konsentrasinya, perbandingan molar
alkohol dan minyak, jenis alkohol, suhu, dan intensitas pencampuran. Mekanisme
reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.

Gambar 2.x. Reaksi Transesterifikasi Trigliserida dengan Metanol


(Sumber: Auliya, 2008)

Peningkatan jumlah alkohol secara berlebih dalam reaksi transesterifikasi


menimbulkan keuntungan yaitu jumlah katalis yang dibutuhkan berkurang. Hal ini
juga menimbulkan kekurangan yaitu saat pemisahan antara ester dan gliserol, ter-
utama pada molekul alkohol yang lebih besar (Ningtyas dkk, 2013). Hasil proses
transesterifikasi terbentuk tiga lapisan biodiesel, gliserol, dan sabun pada lapisan
bawah. Gambar ini menunjukkan tiga lapisan produk hasil transesterifikasi.

Gambar 2.x. Hasil Reaksi Transesterifiaksi


(Sumber: Ningtyas dkk, 2013)

Reaksi penyabunan dalam transesterifikasi sering kali terjadi secara tidak


diinginkan (Efendi dkk, 2018). Hal ini dikarenakan adanya kadar asam lemak
bebas serta kada air yang tinggi pada minyak. Berat asam lemak yang
direkomendasikan dalam bahan baku adalah kurang dari 0,5% saat menggunakan
katalis basa untuk menghindari terbentuknya sabun. Menurut Yoeswono (dalam
Ningtyas dkk, 2013) penggunaan katalis basa diharuskan seminimal mungkin. Hal
ini dikarenakan jumlah sabun akan meningkat seiring dengan bertambahnya
jumlah katalis yang digunakan. Alkohol atau metanol yang berlebihan dalam
transesterifikasi dapat meningkatkan hasil konversi biodiesel secara optimal.
2.2.2. Proses Esterifikasi
Esterifikasi ditujukan untuk menurunkan kandungan asam lemak bebas
selama produksi biodiesel agar tidak terjadi penyabunan selama proses trans-
esterifikasi. Suatu cara alternatif untuk dapat berjalannya suatu transesterifikasi
dengan katalis basa pada minyak dengan kandungan asam lemak tinggi adalah
dengan melakukan pre-treatment (Pratama, 2016). Esterifikasi disini berperan
sebagai pre-treatment yang dilakukan pada minyak dan alkohol dengan katalis
asam. Reaksi esterifikasi yang terjadi antara minyak dan metanol dengan bantuan
katalis asam dapat dilihat pada reaksi di bawah ini.
RCOOH + CH3OH ↔ RCOOR’ + H2O
FFA Metanol Ester Air
Laju reaksi esterifikasi ini berjalan dengan sangat lambat serta dibatasi
oleh keseimbangan. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan katalis asam dan
alkohol berlebih untuk mencapai konversi yang tinggi. Jenis katalis yang sering
digunakan dalam reaksi esterifikasi adalah asam mineral seperti asam sulfat, asam
format, resin penukar ion, zeolit, dan asam niobium. Proses esterifikasi
menghasilkan air sebagai produk samping. Air sebagai produk samping dapat
ditangani dengan penggunaan metanol berlebih karena air dapat larut dalam
metanol sehingga tidak akan menghambat reaksi (Suleman dkk, 2019).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Alat dan Bahan


3.1.1. Alat
1) Hotplate
2) Labu leher tiga
3) Magnetic stirrer
4) Kondensor
5) Pompa
6) Ember
7) Statif dan klem
8) Termometer
9) Corong pemisah
10) Gelas Beker
11) Pipet hisap
12) Corong
3.1.2. Bahan
1) Minyak jelantah
2) Katalis NaOH dan KOH
3) Metanol
4) Akuades

3.2. Prosedur Percobaan


3.2.1. Reaksi Transesterifikasi
1) Minyak jelantah sebanyak 100 gram dipanaskan di dalam labu leher tiga
hingga 55°C.
2) Katalis KOH atau NaOH (variasi) dilarutkan dalam metanol 35%-massa
pada suhu ruang.
3) Larutan katalis-metanol dialirkan perlahan ke dalam labu leher tiga yang
berisi minyak jelantah menggunakan corong.
4) Waktu reaksi dimulai apabila suhu reaktan sudah tercapai di atas 60-65°C.
5) Semua pengadukan dan reaksi dihentikan setelah 1 jam.
6) Produk hasil reaksi dimasukkan secara perlahan ke dalam corong pemisah,
dilihat sampai sudah terbentuk dua lapisan gliserol dan biodiesel.
7) Biodiesel dan gliserol yang sudah terbentuk dipisahkan.
8) Biodiesel dan gliserol yang terbentuk ditimbang massanya.
9) Biodiesel dicuci dengan air bersuhu 50°C.
10) Biodiesel dicuci sampai air cucian berwarna jernih.
11) Biodiesel dan gliserol dipanaskan pada suhu 100°C.
12) Produk biodiesel dapat di analisa dengan uji densitas dan viskositas.
3.3. Blok Diagram

Minyak jelantah 100 gram dipanaskan di dalam labu leher tiga


hingga 50°C

Katalis KOH dan NaOH (variasi) dilarutkan dalam metanol


35%-massa pada suhu ruang

Larutan katalis-metanol dialirkan ke


labu leher tiga yang berisi minyak
jelantah menggunakan corong

Waktu reaksi dimulai apabila suhu sudah di atas 60-65°C

Semua pengadukan dan reaksi dihentikan setelah 1 jam

Hasil reaksi dimasukkan ke corong


pemisah, dilihat sampai terbentuk
dua lapisan gliserol dan biodiesel

Biodiesel dan gliserol yang terbentuk dipisahkan, dan ditimbang


massanya

Biodiesel dicuci dengan air bersuhu 50°C sampai air cucian


berwarna jernih

Biodiesel dan gliserol dipanaskan pada suhu 100 °C

Produk biodiesel dapat di analisa dengan uji densitas dan


viskositas

Gambar 3.1. Blok Diagram Percobaan Metil Ester

Anda mungkin juga menyukai