Anda di halaman 1dari 3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelaahan Biodiesel (Metil Ester)


Biodiesel atau metil ester asam lemak, merupakan salah satu jenis bahan
bakar nabati yang diperoleh dari bahan baku lemak hewani dan nabati melalui
proses esterifikasi dan transesterifikasi. Bahan baku yang dapat digunakan sebagai
metil ester adalah tanaman jarak, minyak kelapa, nyamplung, kecipir, kemiri dan
tanaman lainnya. Bahan baku utama metil ester dari minyak sawit bekas.
Penggunaan minyak sawit bekas sebagai bahan baku metil ester asam lemak,
dapat mengurangi pencemaran limbah minyak dari limbah rumah tangga, dan juga
dapat meningkatkan nilai ekonomis minyak sawit bekas (Amalia dkk, 2020).
Bahan baku dalam pembuatan biodiesel yang telah banyak digunakan
berasal dari bahan alam seperti tumbuhan dan biji-bijian. Penggunaan bahan alam
sebagai bahan baku pembuatan biodiesel masih kurang efisien jika dibandingkan
dengan penggunaan limbah minyak bekas (minyak jelantah). Penggunaan bahan
alam membutuhkan lahan yang luas. Minyak jelantah sangat mudah diperoleh,
baik dari industri rumah tangga maupun dari restoran. Minyak jelantah merupakan
limbah yang bersifat karsinogenik bila dipakai berulang. Minyak jelantah yang
digunakan dalam biodiesel ialah minyak jelantah yang dimurnikan terlebih dahulu
guna menurunkan kandungan asam lemak bebas (FFA) hingga ≤ 0,05%.
Tingginya kandungan FFA dari bahan baku yang digunakan dapat menyebabkan
terjadinya reaksi saponifikasi dengan katalis yang dipakai (Maneerung dkk,
2016).
Teknologi proses produksi biodiesel yang berkembang saat ini dapat
dikelompokkan menjadi proses satu tahap (transesterifikasi) dan proses dua tahap
(esterifikasi-transesterifikasi). Minyak yang memiliki nilai Free Fatty Acid (FFA)
di atas 1%, seperti minyak goreng bekas, sebaiknya menggunakan proses dua
tahap (esterifikasi-transesterifikasi). Minyak yang mengandung asam lemak bebas
lebih dari 1% akan membentuk formasi emulsi sabun yang menyulitkan pada saat
pemisahan biodiesel. Minyak goreng bekas merupakan minyak yang kadar asam
lemak bebasnya meningkat akibat dari proses pemanasan yang terus-menerus.
Peningkatan kadar asam lemak diatasi dengan melalui dua tahap proses yaitu
proses esterifikasi dan transesterifikasi. Menurut Julianus (dalam Hadrah dkk,
2018), tahap esterifikasi diperlukan untuk mengesterifikasi asam lemak bebas
Free Fatty Acid (FFA) dalam minyak bekas agar jumlahnya tidak terlalu banyak.
Asam lemak bebas yang terlalu banyak akan membentuk banyak sabun
sehingga akan mengurangi produksi biodiesel. Pembuatan biodiesel dari minyak
jelantah ini menggunakan reaksi transesterifikasi seperti pembuatan biodiesel
umumnya, dengan pretreatment guna menurunkan angka asam minyak jelantah.
Angka asam terlalu tinggi akan mempersulit pemisahan gliserol dari biodiesel
sehingga produksi biodiesel akan sedikit. Ketentuan penting dalam pembuatan
biodiesel ialah kadar ester (minimal 96,5%), bilangan asam (maksimum 0,5 mg
KOH/gr). Kadar ester dipengaruhi kualitas teknologi dan proses yang digunakan,
dan komposisi bahan baku yang dipakai. Parameter lain berupa kandungan sulfur,
fosfor, logam alkali, total kontaminasi, dan hasil gliserol yang tidak bereaksi.
Proses pembuatan metil ester dilakukan melalui proses esterifikasi dan
transesterifikasi. Proses esterifikasi adalah proses konversi free fatty acid menjadi
ester, dimana pada proses esterifikasi terjadi reaksi antara minyak dan lemak
dengan alkohol dan proses ini menggunakan jenis katalis asam kuat. Setelah tahap
esterifikasi, dilanjutkan tahap transesterifikasi, dimana terjadi konversi kandungan
trigliserida menjadi metil ester dengan penambahan alkohol dan katalis. Katalis
yang dapat digunakan ialah katalis homogen dan heterogen. Katalis homogen
menggunakan katalis asam dan basa, sedangkan katalis heterogen menggunakan
katalis asam, basa, biokatalis, dan bifungsional (Faruque dkk, 2020).
Kelebihan biodiesel yaitu mengurangi pencemaran hidrokarbon. Bahan
dasar biodiesel ialah minyak goreng bekas, sehingga dapat mengurangi limbah.
Kelebihan lainnya yaitu tidak menambah jumlah gas karbon dioksida, karena
minyak berasal dari tumbuhan/nabati. Energi yang dihasilkan mesin diesel lebih
sempurna dibandingkan solar hingga yang menggunakan biodiesel tidak
mengeluarkan asap hitam berupa karbon. Biodiesel kurang cocok digunakan pada
beberapa mesin diesel modern. BMW dan Mercedes-Benz misalnya, mereka
hanya merekomendasikan Dex, Shell Diesel, dan solar berkualitas tinggi lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, R., Prasetya, H. E. G., Ulum, A. B., dan Eka S. N. 2020. Pilot Plant
Biodiesel from Waste Cooking Oil. Proceedings of the 2nd Faculty of
Industrial Technology International Congress International Conference.
Bandung, Indonesia, 28-30 Januari 2020: Hal 66 -71.
Faruque, M. O., Razzak, S. A., dan Hossain, M. M. 2020. Application of
Heterogeneous Catalysts for Biodiesel Production from Microalgal Oil-
A Review. Catalysts. Vol.10 (1025): 1-25.
Hadrah., Kasman, M., dan Sari, F. M. 2018. Analisis Minyak Jelantah Sebagai
Bahan Bakar Biodiesel dengan Proses Transesterifikasi. Jurnal Daur
Lingkungan. Vol. 1(1): 16-21.
Nurhasnawati, H. 2015. Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas dan Bilangan
Peroksida pada Minyak Goreng yang digunakan Pedaganng Gorengan di
Jalan A.W Sjahranie Samarinda. Jurnal Ilmiah Manuntung. Vol.1(1):25-
30.

Anda mungkin juga menyukai