Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pembuatan biodiesel dari minvak tanaman memiliki kasus yang berbeda-beda sesuai dengan
kandungan FFA (Asam lemak bebas). Asam lemak bebas adalah asam lemak yang terpisahkan
dari trigliserida, digliserida, monogliserida, dan gliserin bebas. Hal ini dapat disebabkan oleh
pemanasan dan terdapatnya air sehingga terjadi proses hidrolisis. Oksidasi juga dapat
meningkatkan kadar asam lemak bebas dalam minyak nabati.
Menurut Tyson (2004) minyak atau lemak yang mengandung FFA 10% dapat menurunkan
rendemen biodiesel hingga mencapai 30%, minyak yang mengandung kadar FFA yang tinggi
akan membentuk sabun pada proses produksi biodiesel sehingga akan menyulitkan proses
pencucian dan memungkinkan hilangnya produk (Canakei dan Gerpen, 2001). Reaksi esterifikasi
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah rasio molar metanol terhadap kadar FFA,
waktu reaksi, suhu, konsentrasi katalis dan kadar air pada minyak. Menurut Sudradjat et al,
(2007) perlakuan terbaik proses esterifikasi minyak nyamplung diperoleh pada penggunaan
katalis HCl 6% (v/v), waktu reaksi 30 menit dan rasio moalr metanol terhadap kadar FFA
sebanyak 20:1.
Transesterifikasi minyak kedelai dilakukan dengan NaOH 1%, temperatur 60°C, rasio molar
metanol-minyak 6:1 (Freedman et al., 1984). Minyak sawit dilakukan transesterifikasi dengan
katalis KOH 1%, temperatur 60°C, rasio metanol terhadap minyak 6:1, waktu 30 menit dengan
reaktor batch menghasilkan biodiesel dengan konversi 90-98% (Darnoko dan Cheryan, 2000).
Proses transesterifikasi minyak nabati dilakukan dengan menggunakan KOH atau NaOH 0,5 1%,
temperatur 60 80° C, tekanan 1 atmosfer, rasio molar metanol-minyak 6:1 dan dengan
pengadukan 5-10 menit setelah penambahan metanol (Lele, 2005). Proses transesterifikasi
minyak jarak pagar dilakukan dengan NaOH 0,5%, suhu 60° C, waktu 30 menit dan metanol
10% (Sudradjat et al., 2005). Menurut Canakci dan Gerpen (2003), transesterifikasi terhadap
minyak yang mempunyai bilangan asam 1,54 mg KOH/g dilakukan dengan menggunakan katalis
NaOCH, 0,82%, rasio metanol minyak 6:1 yang keduanya dihitung dari jumlah minyak, suhu 55
60° C, waktu 1 jam, kemudian dilanjutkan dengan pencucian sebanyak empat kali dan setiap kali
pencucian menggunakan air panas bersuhu 60°C sebanyak 50% dari berat ester.
Proses esterifikasi gliserol adalah salah satu metode yang banyak digunakan untuk
memproduksi produk turunan gliserol. Produk dari konversi gliserol ini bersifat terbarukan dan
ramah lingkungan karena bukan turunan dari minyak bumi. Beberapa penelitian produk
turunan gliserol seperti Glycerol Monostearat, Glycerol Triheptanoate, Tri-tetra Butyl
Glycerol (TTBG) dan Tri Acetyl Glycerol/Triacetin (TAG) (Prasetyo et al., 2012)Asam lemak
bebas dalam sampel minvak dinyatakan dalam jumlah bilangan asam yang dapat dihitung dengan
cara titrasi basa atau alkali.

Metode pencucian biodiesel terdiri dari 2 jenis proses yaitu metode pencucian (water washing)
dan (dry washing). Saat ini, prosespemurnian biodiesel masih banyak yang menggunakan sistem
water washing dengan menggunakan air atau aquades. Metode ini memiliki beberapa kelemahan
yaitu proses pencucian yang berulang-ulang sehingga membutuhkan waktu dan biaya operasi
yang besar.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana metode transekstrifikasi pada minyak jelantah?
2. Bagaimana metode ekstraksi pada minyak jelantah?
3. Bagaimana langka- langkah dalam menentukan kadar asam lemak bebas(FFA)?
4. Bagaimana metode pencucian pada pada biodisel?

1.3 Tujuan
1.
1.4 Manfaat

Anda mungkin juga menyukai