Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN

DENGAN DISLOKASI

Di susun oleh :
Zulijah Umami
2114901027

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
2021-2022
LAPORAN PENDAHULUAN
DISLOKASI

1. PENGERTIAN
Dislokasi adalah cedera struktur ligameno di sekitar sendi, akibat gerakan
menjepit atau memutar / keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak
lagi berhubungan, secara anatomis (tulang lepas dari sendi). (Brunner & Suddarth.
2001).Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan
secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (brunner&suddarth)
Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah
tulang di sertai luksasi sendi yang disebut fraktur dis lokasi. ( Buku Ajar Ilmu Bedah,
hal 1138).
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya
seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi).
Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka
mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain:
sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu
dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun
menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami
dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan
gampang dislokasi lagi.

2. KLASIFIKASI
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Dislokasi congenital :
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
b. Dislokasi patologik :
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi,
atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.
c. Dislokasi traumatic :
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress
berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami
pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan
tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi,
ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.

Berdasarkan tipe kliniknya dibagi :


a. Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan
pembengkakan di sekitar sendi.
b. Dislokasi Kronik
c. Dislokasi Berulang
Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang
berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang.
Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.

Berdasarkan tempat terjadinya :

1. Dislokasi Sendi Rahang


Dislokasi sendi rahang dapat terjadi karena :
a. Menguap atau terlalu lebar.
b. Terkena pukulan keras ketika rahang sedang terbuka, akibatnya
penderita tidak dapat menutup mulutnya kembali.\
2. Dislokasi Sendi Bahu
Pergeseran kaput humerus dari sendi glenohumeral, berada di anterior
dan medial glenoid (dislokasi anterior), di posterior (dislokasi posterior), dan di
bawah glenoid (dislokasi inferior).
3. Dislokasi Sendi Siku
Merupakan mekanisme cederanya biasanya jatuh pada tangan yg dapat
menimbulkan dislokasi sendi siku ke arah posterior dengan siku jelas berubah
bentuk dengan kerusakan sambungan tonjolan-tonjolan tulang siku.
4. Dislokasi Sendi Jari
Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak ditolong dengan
segera sendi tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi jari dapat mengalami
dislokasi ke arah telapak tangan atau punggung tangan.
5. Dislokasi Sendi Metacarpophalangeal dan Interphalangeal
Merupakan dislokasi yang disebabkan oleh hiperekstensi-ekstensi
persendian.
6. Dislokasi Panggul
Bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada di posterior dan
atas acetabulum (dislokasi posterior), di anterior acetabulum (dislokasi
anterior), dan caput femur menembus acetabulum (dislokasi sentra).
7. Dislokasi Patella
a. Paling sering terjadi ke arah lateral.
b. Reduksi dicapai dengan memberikan tekanan ke arah medial pada sisi
lateral patella sambil mengekstensikan lutut perlahan-lahan.
c. Apabila dislokasi dilakukan berulang-ulang diperlukan stabilisasi
secara bedah.

Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang


disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya
trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.

3. ETIOLOGI
a. Umur
Faktor umur sangat menentukan karena mempengaruhi kekuatan serta
kekenyalan jaringan. Misalnya pada umur 30- 40 tahun kekuatan otot akan
relative menurun. Elastisitas tendon dan ligamen menurun pada usia 30 tahun.
b. Terjatuh atau kecelakan
Dislokasi dapat terjadi apabila terjadi kecelakan atau terjatuh sehingga lutut
mengalami dislokasi.
c. Pukulan
Dislokasi lutut dapat terjadi apabila mendapat pukulan pada bagian lututnya
dan menyebabkan dislokasi.
d. Tidak melakukan pemanasan
Pada atlet olahraga sering terjadi keseleo karena kurangnya pemanasan.
e. Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan
dislokasi.
f. Cedera olahraga. Pemain basket dan kiper pemain sepak bola paling sering
mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja
menangkap bola dari pemain lain.
g. Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang yang licin.
h. Kongenital : Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan
4. PATOFISIOLOGI
Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan
congenital yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi  penurunan
penurunan stabilitas stabilitas sendi. Dari adanya traumatic traumatic akibat dari
gerakan gerakan yang  berlebih  berlebih pada sendi dan dari patologik patologik
karena adanya penyakit penyakit yang akhirnya akhirnya terjadi perubahan struktur
sendi. Dari 3 hal tersebut, menyebabkan dislokasi sendi. Dislokasi mengakibatkan
timbulnya trauma jaringan dan tulang,  penyempitan  penyempitan pembuluh
pembuluh darah, perubahan perubahan panjang panjang ekstremitas ekstremitas
sehingga sehingga terjadi terjadi  perubahan struktur. Dan  perubahan struktur. Dan
yang terakhir terja yang terakhir terjadi kekakuan pada di kekakuan pada sendi. Dari
sendi. Dari dislokasi dislokasi sendi, perlu dilakukan adanya reposisi. Adanya tekanan
eksternal yang berlebih menyebabkan suatu masalah yang disebut dengan dislokasi
yang terutama terjadi pada ligamen. Ligamen akan mengalami kerusakan serabut dari
rusaknya serabut yang ringan maupun total ligamen akan mengalami robek dan
ligamen yang robek akan kehilangan kemampuan stabilitasnya. Hal tersebut akan
membuat pembuluh darah akan terputus dan terjadilah edema. Sendi mengalami nyeri
dan gerakan sendi terasa sangat nyeri. Derajat disabilitas dan nyeri terus meningkat
selama 2 sampai 3 jam setelah cedera akibat membengkak dan pendarahan yang
terjadi maka menimbulkan masalah yang disebut dengan dislokasi.

5. MANIFESTASI KLINIS
a. Adanya bengkak / oede
b. Mengalami keterbatasan gerak
c. Adanya spasme otot(kekauan otot)
d. Nyeri lokal (khususnya  Nyeri lokal (khususnya pada saat menggerakkan sendi pada
saat menggerakkan sendi)
e. Pembengkakan dan rasa hangat akibat inflamasi
f. Gangguan mobilitas akibat rasa nyeri
g. Perubahan warna kulit akibat ekstravasasi darah ke dalam jaringan sekitarnya (tampak
kemerahan)
h. Perubahan kontur sendi
i. Perubahan panjang ekstremitas
j. Kehilangan mobilitas normal
k. Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
l. Deformitas pada persendiaan
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Dengan cara pemeriksaan Sinar –X ( pemeriksaan X-Rays ) pada bagian
anteroposterior akan memperlihatkan bayangan yang tumpah-tindih antara kaput
humerus dan fossa Glenoid, Kaput biasanya terletak di bawah dan medial terhadap
terhadap mangkuk sendi.
7. KOMPLIKASI
a. Dini
1) Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat
mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang
mati rasa pada otot tesebut
2) Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak
3) Fraktur disloksi
b. Komplikasi lanjut
1) Kekakuan sendi bahu : Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan
kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40
tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis
membatasi abduksi
2) Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul
terlepas dari bagian depan leher glenoid
3) Kelemahan otot
8. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan keperawatan dapat dilakukan dengan RICE.
R : Rest = Diistirahatkan adalah pertolongan pertama yang penting untuk mencegah
kerusakan jaringan lebih lanjut.
I : Ice = Terapi dingin, gunanya mengurangi pendarahan dan meredakan rasa nyeri.
C : Compression =Membalut gunanya membantu mengurangi  pembengkakan
jaringan dan pendarahan lebih lanjut..
E : Elevasi = Peninggian daerah cedera gunanya mengurangi oedema
(pembengkakan) dan rasa nyeri.  
b. Terapi dingin
Cara pemberian terapi dingin sebagai berikut :
1. Kompres dingin
Teknik : potongan es dimasukkan dalam kantong yang tidak tembus air lalu
kompreskan pada bagian yang cedera. Lamanya : dua puluh  –   tiga puluh menit
dengan interval kira-kira sepuluh menit.
2. Massage es Tekniknya dengan menggosok-gosokkan es yang telah dibungkus
dengan lama lima - tujuh menit, dapat diulang dengan tenggang waktu sepuluh
menit.
3. Pencelupan atau perendaman Tekniknya yaitu memasukkan tubuh atau bagian
tubuh kedalam bak air dingin yang dicampur dengan es. Lamanya sepuluh –  dua
puluh menit.
4. Semprot dingin Tekniknya dengan menyemprotkan kloretil atau fluorimethane ke
bagian tubuh yang cedera.
5. Latihan ROM Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat dan
perdarahan, latihan pelan-pelan dimulai setelah 7-10 hari ter latihan pelan-pelan
dimulai setelah 7-10 hari tergantung jaringan yang sakit. ntung jaringan yang
sakit.

Penatalaksanaan medis : Farmakologi

1. Analgetik
Analgetik biasanya digunakan untuk klien yang mengalami nyeri. Berikut contoh
obat analgetik :
a. Aspirin: Kandungan : Asetosal 500mg ; Indikasi : nyeri otot ; Dosis dewasa
1tablet atau 3tablet perhari, anak > 5tahun setengah sampai 1tablet, maksimum
1 ½ sampai 3tablet perhari.  
b. Bimastan : Kandungan : Asam Mefenamat 250mg perkapsul, 500mg perkaplet
; Indikasi : nyeri persendian, nyeri otot ; Kontra indikasi : hipersensitif,
tungkak lambung, asma, dan ginjal ; efeksamping : mual muntah,
agranulositosis, aeukopenia ; Dosis: dewasa awal Dosis: dewasa awal 500mg
lalu 250mg lalu 250mg tiap 6jam. tiap 6jam.
2. Pemberian kodein atau obat analgetik lain (jika cedera berat).
3. Pemasangan pembalut elastis atau gips, atau jika keseleo berat, pemasangan gips
lunak atau bidai untuk imobilisasi sendi.
4. Pembedahan yang segera dilakukan untuk mempercepat kesembuhan, termasuk
penjahitan kedua ujung po  penjahitan kedua ujung potongan ligamen agar kedua
tongan ligamen agar keduanya saling merapat. nya saling merapat.
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesa
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Lyer et al (1996)
dalam Nursalam, 2011).
1) Identitas klien
Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, bangsa, pendidikan,
pekerjaaan tanggal MRS, diagnosa medis, nomor registrasi
2) Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur femur adalah rasa nyeri.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap mengenai rasa nyeri pasien,
perawat dapat menggunakan PQRST.
a) Provokating incident: hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri adalah
trauma pada bagian paha.
b) Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien, apakah
seperti terbakar, berdenyut/menusuk.
c) Region, Radiation, Relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar/menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (scale) of pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien,
bisa berdasarkan skala nyeri/pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
3) Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien fraktur/patah tulang dapat disebabkan oleh trauma/kecelakaan
degenerative dan patologis yang didahului dengan perdarahan, kerusakan
jaringan sekitar yang mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat/perubhan
warna kulit dan kesemutan.
4) Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit ini (dislokasi patella) atau pernah
punya penyakit yang menular/menurun sebelumnya.
5) Riwayat penyakit keluarga
Pada keluarga pasien ada/tidak yang menderita osteoporosis, arthritis, dan
tuberkolosis/penyakit lain yang sifatnya menurun dan menular.
6) Riwayat psikososial spiritual
Kaji respons emosi pasien terhadap penyakit yang dideritanya, peran pasien
dalam keluarga dan masyarakat, serta respons atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-hari aik dalam keluarga maupun dalam masyarakat.
7) Pola fungsi kesehatan
Dalam tahap pengkajian perawat juga perlu mengetahui pola-pola fungsi
kesehatan dalam proses keperwatan pasien dislokasi patella.
8) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pasien dislokasi akan merasa takut terjadi kecacatan pada dirinya dan harus
menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya. Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup pasien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolism kalsium,
pengonsumsian alcohol yang dapat mengganggu keseimbangan pasien dan
apakah pasien melakukan olahraga atau tidak.
9) Pola nutrisi dan metabolisme
Pada fraktur tidak akan mengalami penurunan nafsu makan, meskipun menu
berubah misalnya makan dirumah gizi tetap sama sedangkan ketika di RS
disesuaikan dengan penyakit dan diet pasien.
10) Pola eliminasi
Kebiasaan miksi/defkasi sehari-hari, kesulitan waktu defekasi dikarenakan
imobilisasi.
11) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan/gangguan akibat dari dislokasi
patella sehingga kebutuhan pasien perlu dibantu oleh perawat/keluarga.
12) Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul pada pasien dislokasi adalah timbul ketakutan akan
kecacatan akibat pergeseran tulang yang dialaminya, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan
terhadap dirinya yang salah atau gangguan citra diri.
13) Pola sensori dan kognitif
Daya raba pasien dislokasi berkurang terutama pada bagian sendi, sedangkan
indra yang lain dan kognitifnya tidak mengalami gangguan, selain itu timbul
nyeri akibat dislokasi pattela.
14) Pola penanggulangan stress
Pada pasien dislokasi timbul rasa cemas akan keadaan dirinya, yaitu ketakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang
ditempuh pasien dapat tidak efektif.
15) Pola tata nilai dan keyakinan
Pasien fraktur tidak dapat melaksanakan ibadah dengan baik, terutama
frekuensi dan konsentrasi dalam beribadah.Hal ini dapat disebabkan oleh nyeri
dan keterbatasan gerak pasien. Adanya kecemasan dan stress sebagai
pertahanan dan pasien meminta perlindungan/mendekatkan diri dengan Tuhan
YME.
b. Pemeriksaan fisik
Menurut (Muttaqin 2015), ada dua macam pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan
fisik secara umum (status general) untuk mendapatkan gambaran umum dan
pemeriksaan setempat (local). Hal ini diperlukan untuk dapat melaksanakan
perawatan total (total care).

1) Pemeriksaan fisik secara umum


Keluhan utama:
a) Kesadaran klien: apatis, spoor, koma, gelisah, komposmentis yang
bergantung pada klien
b) Kedaaan penyakit: akut, kronis, ringan, sedang, berat. Tanda-tanda vital
tidak normal trdapat ganggua local, baik fungsi maupun bentuk.
c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan, baik fungsi maupun
bentuk.
Pemeriksaan fisik secara Head To Toe:

a) Kepala
Tujuan : untuk mengetaui adanya lesi atau bekas luka.
Inspeksi : simetris lihat ada atau tidaknya lesi.
Palapasi : tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.
b) Leher
Tujuan : untuk memeriksa system limfatik.
Infeksi : reflek menelan ada, amati kesimetrisan leher.
Palpasi : tidak ada tonjolan
c) Wajah
Tujuan : untuk mengetahui bentuk dan mengetahui luka
Inspeksi : wajah terlihat menahan sakit, tidak ada odema.
Palpasi : rasakan apabila danya luka.
d) Mata
Tujuan : untuk mengetehui fungsi mata dan kelainan mata
Inspeksi : tidak ada gangguan,tidak anemis
Palpasi : mangetahui adanya TIO (tekanan intra okuler)
e) Telinga
Tujuan : untuk mengetahui keadaan telinga dan seluruh telinga.
Inspeksi : normal, simetris dan tidak ada gangguan
Palpasi : tekan daun telinga ada nyeri atau tidak
f) Hudung
Tujuan : untuk mengetaui ada tidaknya inflamasi
Inspeksi : tidak ada nafas coping hidung
Palpasi : adanya nyeri tekan atau tidak
g) Mulut
Tujuan : untuk mengetahui kelainan dan bentuk pad mulut
Inspeksi : tidak ada perdarahan gusi, mukosa mulut tidak pucat
Palpasi : pegang atau tekan pelan ada oedema atau nyeri
h) Torak
Tujuan : untuk mengeahui nyeri dan pergerakan dada.
Inspeksi : ada retaksi dindin dada, gerakan dada simetris
Palpasi : ada atau tidaknya nyeri tekan
i) Paru
Tujuan : untuk mengetahui adanya nyeri dan bunyi paru.
Inpeksi : pernafasan meningkat,regular.
Palpasi : pergerakan simetris, fremitus teraba sama.
Perkusi : sonor, tidak ada suara tambahan.
Auskultasi: suara nafas fasikuler.
j) Jantung
Tujuan : untuk mengetahui adanya peningkatan bunyi jantung
Inspeksi : tidak tampak iktus
Palpasi : nadi meningkat
Auskultasi: suara S1 dan S2 tunggal
k) Abdomen
Tujuan : untuk mengetahui bentuk perut dan bunyi usus.
Inspeksi : Tidak distensi,bentuk datar
Palpasi : tidak teraba masa, tidak ada pembesran hepar.
Perkusi : timpani, peristaltic usus normal ± 20 x/menit
l) Inguinal, genetalia, anus
Tujuan : mengetahui adanya kelainan dan kesulitan BAB
Inspeksi : tidak ada hernia,tidak ada kesulitan BAB.
2) Keadaan luka
Pemeriksaan pada system musculoskeletal adalah sebagai berikut:
a. Inspeksi (look): pada inspeksi dapat di perhatikan wajah klien, kemudian
warna kulit, kemudian syaraf, tendon, ligament, dan jaringan lemak,
otot,kelenja limfe, tulang dan sendi, apakah ada jaringan parut,warna
kemerahan atau kebiruan atau hiperpigmentasi, apa ada benjolan dan
pembengkakan,atau adakah bagian yang tidak normal.
b. Palpasi (feel) pada pemeriksaan palpasi yitu : suatu pada kulit, apakah
teraba denyut arterinya, raba apakah adanya pembengkakan, palapsi
daerah jaringan lunak supaya mengetahui adanya spasme otot,artrofi otot,
adakah penebalan jaringan senovia,adannya cairan didalam/di luar sendi,
perhatikan bentuk tulang ada/tidak adanya penonjolan atau abnormalitas.
c. Pergerakan (move) : perhatikan gerakan pada sendi baik secara aktig/pasif,
apa pergerakan sendi diikuti adanya krepitasi, lakukan pemeriksaan
stabilitas sandi, apa pergerakan menimbulkan rasa nyeri, pemeriksaan
(range of motion) danpemeriksaan pada gerakan sendi aktif ataupun pasif.
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang muncul pada Dislokasi menurut Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia (2017) adalah sebagai berikut:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (misal abses, amputasi,
terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik
berlebihan).
b. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan faktor mekanis (misal.
penekanan pada tonjolan tulang, gesekan)
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur
tulang
d. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive

3. Perencanaan keperawatan
Perencanaan
No Diagnosis keperawatan
Tujuan & kriteria hasil Intervensi

1. Nyeri akut berhubungan (L.08066) (I. 08238) Manajemen nyeri


dengan agen pencedera Setelah dilakukan tindakan Observasi
fisik (misal abses, keperawatan selama 3x24 a. Identifikasi kualitas,
amputasi, terbakar, jam, diharapkan pengalaman intensitas nyeri, lokasi, dan
terpotong, mengangkat sensorik atau emosional yang frekuensi nyeri
berat, prosedur operasi, berkaitan dengan kerusakan b. Identifikasi skala nyeri
trauma, latihan fisik jaringan aktual atau c. Identifikasi respon nyeri
berlebihan) fungsional dengan onset non verbal
mendadak atau lambat dan d. Identifikasi faktor yang
berintensitas ringan hingga dapat memperberat dan
berat dan konstan (tingkat memperingan nyeri klien
nyeri) menurun. Dengan
kriteria hasil: Terapeutik
a. Keluhan nyeri 4 (cukup e. Berikan terapi non
menurun) farmakologis (tarik nafas
b. Meringis 4 (cukup dalam)
Menurun) f. Fasilitasi istirahat dan tidur
c. Gelisah 4 (cukup g. Ciptakan lingkungan
menurun) tenang, tanpa gangguan
d. Kesulitan tidur 4 (cukup pencahayaan dan suhu
menurun) ruangan yang nyaman
e. Mual 5 (menurun)
f. Frekuensi nadi 4 (cukup Edukasi
membaik)
h. Jelaskan penyebab, periode
g. Pola napas 4 (cukup
dan pemicu nyeri
membaik)
i. Ajarkan teknik non
h. Tekanan darah 4 (cukup
farmakologis untuk
membaik)
mengurangi nyeri
i. Pola tidur 5 (membaik)

Kolaborasi
j. Kolaborasi pemberian
analgesik
2. Perfusi perifer tidak (L. 02011) (I. 02079) Perawatan sirkulasi
efektif berhubungan Setelah dilakukan tindakan Observasi
dengan penurunan aliran keperawatan selama 3x24 a. Periksa sirkulasi (nadi,
arteri dan atau vena jam, diharapkan keadekuatan edema, suhu)
(D.0009) aliran darah pembuluh darah b. Identifikasi faktor risiko
distal untuk mempertahankan gangguan sirkulasi
jaringan (perfusi perifer) (hipertensi)
meningkat. Dengan kriteria c. Monitor nyeri atau bengkak
hasil: pada ekstermitas
a. Nyeri ekstermitas 4 d. Monitor status hidrasi
(cukup menurun) (frekuensi nadi, akral,
b. Kram otot 4 (cukup pengisian kapiler, turgor
menurun) kulit, tekanan darah)
c. Kelemahan otot 4 (cukup
menurun) Edukasi
d. Pengisian kapiler 4 (cukup e. Anjurkan melakukan
membaik) perawatan kulit yang tepat
e. Akral 4 (cukup membaik) (melembabkan kulit kering
f. Turgor kulit 5 (membaik) pada kaki)
g. Tekanan darah 4 (cukup f. Anjurkan minum obat
membaik) pengontrol tekanan darah
(I. 11353) perawatan
(L. 02011)
integritas kulit
Setelah dilakukan tindakan
Observasi
keperawatan selama 3x24
a. Identifikasi penyebab
jam, diharapkan keutuhan
gangguan integritas kulit
kulit (dermis dan atau
epidermis atau jaringan
Terapeutik
Gangguan integritas membran mukosa, otot,
kulit/jaringan tendon, tulang, kartilago dan b. Ubah posisi tiap 2 jam jika
berhubungan dengan atau ligamen) meningkat. tirah baring
faktor mekanis (misal. Dengan kriteria hasil: c. Hindari produk berbahan
penekanan pada tonjolan a. Elastisitas 4 (cukup dasar alkohol pada kulit
3.
tulang, gesekan) atau meningkat) kering
faktor elektris b. Perfusi jaringan 4 (cukup Edukasi
(elektrodiatermi, energi meningkat) d. Anjurkan menggunakan
listrik bertegangan c. Kerusakan jaringan 4 pelembab
tinggi) (cukup menurun) e. Anjurkan minum air yang
d. Kerusakan lapisan kulit 4 cukup
(cukup menurun) f. Anjurkan meningkatkan
e. Kemerahan 4 (cukup asupan nutrisi
menurun) g. Anjurkan meningkatkan
f. Suhu kulit 4 (cukup asupan buah dan sayur
membaik)

4. Gangguan mobilitas (L. 05042) (I. 05173) dukungan mobilisasi


fisik berhubungan Setelah dilakukan tindakan Observasi
dengan kerusakan keperawatan selama 3x24
a. Identifikasi adanya nyeri
integritas struktur tulang jam, diharapkan kemampuan
atau keluhan fisik lainnya
dalam gerakan fisik dari
b. Identifikasi toleransi fisik
salah satu lebih ekstremitas
melakukan pergerakan
secara mandiri meningkat.
c. Monitor frekuensi jantung
Dengan kriteria hasil:
dan tekanan darah sebelum
a. Pergerakan ekstremitas 4
memulai mobilisasi
d. Monitor kondisi umum
(cukup meningkat) selama melakukan
b. Kekuatan otot 4 (cukup mobilisasi
meningkat) Terapeutik
c. Rentang gerak (ROM) 4
e. Fasilitasi aktivitas
(cukup meningkat)
mobilisasi dengan alat
d. Kerusakan lapisan kulit
bantu (misal. pada tempat
4 (cukup menurun)
tidur)
e. Kecemasan 4 (cukup
f. Fasilitasi melakukan
menurun)
pergerakan
f. Gerakan terbatas 4
g. Libatkan keluarga untuk
(cukup menurun)
membantu pasien dalam
g. Kelemahan fisik 4
meningkatkan pergerakan
(cukup menurun)

5. Resiko infeksi L. (14137) (I. 14539) pencegahan infeksi


berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Observasi
efek prosedur invasif keperawatan selama 3x24
a. Monitor tanda dan gejala
jam, diharapkan derajat
infeksi lokal dan sistemik
injeksi berdasarkan observasi
Terapeutik
atau sumber informasi
menurun. b. Berikan perawatan kulit

Dengan kriteria hasil: pada area edema

a. Kebersihan tangan 4 c. Cuci tangan sebelum dan

(cukup meningkat) sesudah kontak dengan

b. Demam 4 (cukup pasien dan lingkungan

menurun) pasien

c. Kemerahan 4 (cukup Edukasi

menurun) d. Jelaskan tanda dan gejala


d. Nyeri 4 (cukup infeksi
menurun) e. Ajarkan cara memeriksa
e. Bengkak 4 (cukup kondisi luka
menurun) f. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi dan cairan
(I. 02068) pencegahan syok
Observasi
(L. 03032)
g. Monitor status
Setelah dilakukan tindakan
kardiopulmonal, oksigenasi,
keperawatan selama 3x24
cairan
jam, diharapkan
h. Monitor tingkat kesadaran
ketidakadekuatan aliran
dan respon pupil
darah ke jaringan tubuh,
Terapuetik
yang dapat mengakibatkan
disfungsi seluler yang i. Berikan oksigen untuk
mengancam jiwa meningkat. mempertahankan saturasi
Resiko syok
Dengan kriteria hasil: oksigen
(hipovolemik)
a. Kekuatan nadi 4 (cukup j. Pasang kateter untuk
6. berhubungan dengan
meningkat) menilai produksi urine
kekurangan volume
b. Output urine 4 (cukup Edukasi
cairan
meningkat)
k. Jelaskan penyebab/faktor
c. Saturasi oksigen 4
risiko
(cukup meningkat)
l. Anjurkan memperbanyak
d. Akral dingin 4 (cukup
asupan cairan oral
menurun)
Kolaborasi
e. Pucat 4 (cukup menurun)
f. Tekanan darah, nadi, m. Kolaborasi pemberian IV

nafas 4 (cukup n. Kolaborasi pemberian

membaik) tranfusi darah


o. Kolaborasi pemberian anti
inflamasi

4. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan klien secara optimal. Pada tahap ini perawat menerapkan pengetahuan
intelektual, kemampuan hubungan antar manusia (komunikasi) dan kemampuan
teknis keperawatan, penemuan perubahan pada pertahanan daya tahan tubuh,
pencegahan komplikasi, penemuan perubahan sistem tubuh, pemantapan hubungan
klien dengan lingkungan, implementasi pesan tim medis serta mengupayakan rasa
aman, nyaman dan keselamatan klien (Eko, 2018).

5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana/ontervensi, dan
implementasinya (Ignatavicius & Bayne (1994) dalam Nursalam, 2011).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan fraktur femur adalah:
a. Nyeri dapat berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
b. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktifitas.
c. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
d. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
e. Infeksi tidak terjadi/terkontrol.
f. Pasien mengenal faktor-faktor resiko, mengenal tindakan
pencegahan/mengurangi faktor risiko infeksi, dan
menunjukkan/mendemonstrasikan teknik-teknik untuk meningkatkan lungkungan
yang aman.
g. Pasien dapat menunjukkan (nadi dalam batas normal, irama jantung dalam batas
yang diharapkan, frekuensi nafas dalam batas normal, natrium serum, kalium,
klorida, kalsium, magnesium, dan PH darah serum dalam bats normal.
h. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan pengobatan.
i. Pasien mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang
mempengaruhinya, dan pasien menerima tentang keadaannya (Nurarif &
Kusuma, 2015).

Anda mungkin juga menyukai