Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PENGANTAR STUDI ALQUR’AN HADIST


TENTANG
ISTILAH – ISTILAH DALAM ILMU HADIST

Disusun oleh :
Kelompok 14
1. Nurul Izzati Husni 2111020008
2. Musthafa Ihsan 2111020024

Dosen pengampu
Dr. Suhefri M.Ag

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG


Fakultas Adab dan Humaniora
Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillahirabbil’alamiin Puji dan syukur kehadirat Allah SWT. yang telah


memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah
yang berjudul “ Istilah Istilah Dalam Ilmu Hadits “ tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pengantar Studi Al-Qur’an Dan Hadits. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tetang ilmu hadits bagi pembaca dan terkhusus untuk penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Suhefri, M.Ag selaku
pengampu mata kuliah Pengantar Studi Al-Qur’an dan Hadits yang telah memberikan tugas
ini kepada penulis sehingga dapat menambah wawasan sesuai bidang studi yang penulis
tekuni.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
pengetahuannya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis
menyadari, makalah penulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan penulis nantikan demi kesempurnaaan makalah ini.

Sumatera Barat, 05 September 2021

Kelompok 14

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar belakang...................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................1
C. Tujuan................................................................................................................................1
BAB 2 PEMBAHASAN............................................................................................................2
A. Istilah-Istilah Dalam Ilmu Hadits......................................................................................2
1. Mutaffaqun ‘alaih..........................................................................................................2
2. Rawahusy Syaikhani.......................................................................................................3
3. Rawahu Al-Tsalatsah......................................................................................................4
4. Rawahul Arba’ah............................................................................................................4
5. Rawahul Khamsah..........................................................................................................4
6. Rawahus Sittah...............................................................................................................4
7. Rawahus Sab’ah..............................................................................................................4
8. Rawahul Jama’ah............................................................................................................5
9. Musnad............................................................................................................................5
10. Musnid..........................................................................................................................5
11. Ashabus Sunan..............................................................................................................5
12. Syarhul Hadits...............................................................................................................6
13. Syawahid.......................................................................................................................7
14. Muttabi’........................................................................................................................7
BAB III PENUTUP....................................................................................................................9
A. Kesimpulan.....................................................................................................................9
B. Saran................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................10

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Ajaran agama Islam memiliki kitab suci Al-Quran sebagai petunjuk hidup serta hadits
sebagai sumber hukum kedua setelah Al-Quran. Hadits adalah sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad SAW. baik berupa perkataan,perbatan, taqrir (diamnya) maupun
sifatnya.
Keberadaan hadits, menjadi pelengkap dan penyempurna supaya umat tidak salah
paham dalam memaknai setiap ayat atau ajaran agama. Saat umat mempertanyakan hal baru
dan belum terdapat di Al-Quran maka diambil dari hadits, kemudian ijma’ serta dijelaskan
dan diperkuat dengan adanya qiyas.
Dalam mempelajari haditst Nabi SAW, kita tidak akan pernah terpisah dengan istilah–
istilah yang berhubungan dengan ulumul hadits. Pengetahuan tentang istilah-istilah ini akan
membantu kita dalam memahami dan mempelajari ulumul haditst.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka permasalahan yang akan
menjadi bahan kajian dalam makalah ini adalah mengetahui istilah-istilah yang ada dalam
ilmu hadits seperti:
a. Mutafaqun ‘Alaihi
b. Rawahusy Syaikhani
c. Rawahu Ats-Tsalatsah
d. Rawahul Arba’ah
e. Rawahul Khamsah
f. Rawahus Sittah
g. Rawahus Sab’ah
h. Rawahul Jama’ah
i. Musnad, Musnid
j. Ashabus Sunan
k. Syarhul Hadits
l. Syawahid
m. Muttabi’.
C. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas penulis sebagai mahasiswa dalam
matakuliah Pengantar Studi Al-Qur’an dan Hadits. Adapun tujuan utama dari penulisan
makalah ini adalah untuk mengetahui secara rinci dan mendalam istilah-istilah dalam ilmu
hadits, kemudian mengetahui secara detail bagaimana penggunaan serta maksud dari istilah-
istilah yang ada dalam ilmu hadits.

1
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Istilah-Istilah Dalam Ilmu Hadits

1. Mutaffaqun ‘alaih

Istilah muttafaq ‘alaihi gabungan dari frasa muttafaq (‫ )متفق‬yang artinya disepakati,


dan frasa ‘alaih (‫ )عليه‬yang artinya atasnya. Sehingga gabungan dari dua frasa ini, muttafaq
‘alaihi artinya sesuatu yang disepakati. Mengingat istilah ini digunakan dalam ilmu hadits,
maka hadits muttafaq ‘alaih artinya hadits yang disepakati keshahihannya.

Ada 3 penggunaan istilah muttafaq ‘alaih yang disampaikan para ulama,

1. Hadits yang diriwayatkan Bukhari & Muslim dalam kitab shahihnya.


Hadits riwayat Bukhari & Muslim bisa disebut muttafaq ‘alaih jika memenuhi 3
syarat:
a. Haditsnya sama, meskipun redaksinya berbeda

b. Sahabat yang meriwayatkan sama

c. Disebutkan dalam kitab shahihnya. Jika diriwayat Bukhari di kitabnya yang lain,
seperti kitab Adabul Mufrad, kitab Tarikh atau yang lainnya, maka tidak berlaku
istilah muttafaq ‘alaih.

Istilah inilah yang digunakan oleh umumnya ulama hadits mutaakhirin.

2. Hadits yang diriwayatkan 3 imam, Bukhari, Muslim dalam kitab shahihnya dan imam
Ahmad dalam al-Musnad.
Ini merupakan istilah yang digunakan Majduddin Abul Barakat Abdus Salam dalam
kitabnya Muntaqa al-Akhbar.1 Kitab ini diberi penjelasan as-Syaukani menjadi kitab
tebal berjudul Nailul Authar.

Di mukadimahnya dinyatakan,

‫ وألحمد مع‬. ‫ ولهم سبعتهم رواه الجماعة‬. ‫ ولبقيتهم رواه الخمسة‬. ‫والعالمة لما رواه البخاري ومسلم أخرجاه‬
‫البخاري ومسلم متفق عليه‬

1
al-Muntaqa fi al-Ahkam as-Syar’iyah min kalam Khoiril Bariyah

2
Tanda untuk riwayat Bukhari & Muslim dengan istilah ‘Akhrajahu’, untuk riwayat
selain dua orang ini (Ahmad, Nasai, Abu Daud, Turmudzi, dan Ibnu Majah) dengan
istilah rawahul khamsah. Dan jika diriwayatkan 7 perawi (Bukhari, Muslim, Ahmad,
Nasai, Abu Daud, Turmudzi, dan Ibnu Majah) dengan istilah Rawahul Jamaah. Dan
untuk riwayat Ahmad, Bukhai, dan Muslim dengan istilah muttafaq ‘alaih.2

3. Hadits yang sanadnya sahhih, perawinya bebas dari cacat dan penilaian negatif dari
para ulama, meskipun tidak diriwayatkan Bukhari, Muslim, maupun Imam Ahmad.
Dengan kata lain, hadits yang disepakati shahih menurut para ulama ahli hadits,
meskipun tidak diriwayatkan Bukhari & Muslim.

Ulama yang menggunakan istilah muttafaq ‘alaih dengan makna seperti di atas adalah
al-Hafidz Abu Nua’im dalam kitabnya Hilyah al-Auliya.

Syarafuddin Ali bin al-Mufadhal memberikan pejelasan penggunaan istilah muttafaq


‘alaih menurut Abu Nuaim,

‫لم يعن أبو نعيم بقوله المش]]ار إلي]]ه (متف]]ق علي]]ه) اتف]]اق البخ]]اري ومس]]لم رحم]]ة هللا عليهم]]ا على إخراج]]ه في‬

‫ فيم]]]ا يظه]]]ر لي‬, ‫ وإنم]]]ا أراد ب]]]ه س]]]المة رجال]]]ه من الخل]]]ل وع]]]دم الطعن في]]]ه بعل]]]ة من العل]]]ل‬، ‫كتابيهم]]]ا‬
Yang dimaksud Abu Nuaim dengan istilah yang beliau sampaikan, ‘Muttafaq ‘alaih’
adalah hadis yang diriwayatkan Bukhari & Muslim dalam kitab shahihnya. Namun
yang beliau maksud adalah hadis yang perawinya selamat dari celah kekurangan dan
tidak ada celaan dengan illah (cacat), menurut yang saya tahu. 3

2. Rawahusy Syaikhani

Syaikhani berarti dua syekh. Maka yang dimaksud Rawahus syaikhani yaitu hadits
tersebut diriwayatkan oleh dua syekh atau Imam, yaitu Imam Bukhori dan Imam Muslim.4

Dapat dikatakan bahwa yang dimaksudkan dengan persyaratan asy-Syaikhân atau


salah satu dari keduanya adalah bahawa hadits tersebut hendaklah diriwayatkan dari jalur
Rijâl (para periwayat) dari kedua kitab tersebut atau salah satu darinya dengan
memperhatikan metode yang digunakan keduanya di dalam meriwayatkan hadits-hadits dari
mereka.

2
Nailul Authar, 1/1
3
al-Arba’un ‘ala at-Thabaqat, hlm. 457
4
Terjemah Bulughul Maram, Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani

3
Contoh hadits:

ِ ِ‫سلَّ َم يَقُو ُل اَل تَ ْك ِذبُوا َعلَ َّي فَِإنَّهُ َمنْ َك َذ َب َعلَ َّي فَ ْليَل‬
‫ج النَّار‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ قَا َل‬
َ ‫س ِمعْتُ النَّبِ َّي‬ ِ ‫عَنْ ا ْل ُم ِغي َر ِة َر‬

Artinya: Dari al-Mughirah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah


shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kamu berdusta atasku, karena
sesungguhnya barangsiapa berdusta atasku, maka silahkan dia masuk ke Neraka.”5

3. Rawahu Al-Tsalatsah

Maka yang dimaksud Rawahu Al-Tsalasah adalah bahwa Hadits tersebut


diriwayatkan oleh tiga imam hadits yaitu: Abu Daud, Al-Tirmidzi, Al-Nasa’i.6
4. Rawahul Arba’ah

Maka yang dimaksud Rawahus arba’ah yaitu hadits tersebut diriwayatkan oleh empat
Imam, yaitu Imam Abu Dawud, Imam Tirmidzi, Imam Nasa`i, dan Imam Ibnu Majah.7

5. Rawahul Khamsah

Maka yang dimaksud Rawahus khamsah yaitu hadits tersebut diriwayatkan oleh lima
Imam yaitu Imam Ahmad (Imam Ahmad bin Hambal atau Imam Hambali), Imam Tirmidzi,
Imam Nasa'i, Imam Ibnu Majah, dan Imam Abu Dawud.8

6. Rawahus Sittah

Maka yang dimaksud Rawahus sittah yaitu hadits tersebut diriwayatkan oleh enam
Imam, yaitu Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Tirmidzi, Imam Nasa'i, Imam Ibnu Majah,
dan Imam Abu Dawud.9

7. Rawahus Sab’ah

Maka yang dimaksud Rawahus sab’ah yaitu hadits tersebut diriwayatkan oleh tujuh
Imam, yaitu Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Tirmidzi, Imam Nasa'i,
Imam Ibnu Majah, dan Imam Abu Dawud.10

5
 HR. al-Bukhâri no.106 dan Muslim no.1
6
Terjemah Bulughul Maram, Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani
7
Terjemah Bulughul Maram, Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani
8
Terjemah Bulughul Maram, Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani
9
Terjemah Bulughul Maram, Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani
10
Terjemah Bulughul Maram, Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani

4
8. Rawahul Jama’ah

Maka yang dimakasud rawahul jama’ah yaitu hadits yang diriwayatkan oleh jama’ah
ahli Hadits.11
Adapun pengertian dari istilah-istilah diatas adalah menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani
dalam kitabnya Bulughul Maram dan Muhammad Ibn Ismail Al-Shan’ani didalam
subulussalam, syarah dari Bulughul Maram.

Contoh hadits:

ِ ْ‫ر‬TTَ‫نُ لِ ْلف‬T‫ص‬
‫ ِه‬Tْ‫تَ ِط ْع فَ َعلَي‬T‫ َو َم ْن لَ ْم يَ ْس‬،‫ج‬ َ ْ‫ ِر َوَأح‬T‫ص‬
َ َ‫ فَِإنَّهُ َأغَضُّ لِ ْلب‬، ْ‫زَ َّوج‬TTَ‫ا َءةَ فَ ْليَت‬TTَ‫تَطَا َع ِم ْن ُك ُم ْالب‬T‫اس‬
ْ ‫ب َم ِن‬ َّ ‫ َر‬T‫ْش‬
ِ ‫بَا‬T‫الش‬ َ ‫ا َمع‬TTَ‫ي‬
‫بِالصَّوْ ِم فَِإنَّهُ لَهُ ِو َجا ٌء‬.

Artinya:

“Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah,


maka menikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi
farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa),
karena shaum itu dapat membentengi dirinya.” (HR Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan lainnya).

9. Musnad

a. Menurut bahasa: Merupakan isim maf'ul dari asnada, yang berarti menyandarkan atau
menasabkan kepadanya.

b. Menurut istilah: Memiliki tiga macam arti:

1. Setiap kitab yang di dalamnya mengandung kumpulan apa yang diriwayatkan oleh
para sahabat, menurut ketentuan tertentu.

2. Hadits marfu' yang sanadnya bersambung.

3. Jika yang dimaksudkannya adalah sanad, berarti itu adalah mashdar mim.12

10. Musnid

11
Terjemah Bulughul Maram, Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani
12
Ilmu Hadits Praktis, Terj. Abu Fuad

5
Musnid adalah orang yang meriwayatkan hadits dengan sanadnya, baik orang itu
mengerti atau pun tidak mengerti dan hanya menyampaikan riwayat saja.13 Ulama yang
mendapatkan gelar ini adalah:

1. Al Alamah Al Arif Billahal Musnid Al Habib Umar Bin Hafidz


2. Al Hafidh Al Musnid Al Qatb Al Habib Abdullah Bin Abdul Qadir
3. Muhammad Abdul Aziz Al Musnid Al Arif Billah Al Habib Abdul Qadir Bin Ahmad
As Segat
4. Al Arif Billah Al Musnin Al Alamah Al Habib Jakfar Al Alaydrus

11. Ashabus Sunan

Ashabus sunan adalah para pemilik atau pengarang sunan yang mana ashabus sunan
ini dikenal dengan karangan kitab hadits mereka yang dinamai dengan Kutubus Sittah dalam
Bahasa Indonesia berarti 'Enam Kitab', adalah sebutan yang digunakan untuk merujuk kepada
enam buah kitab induk Hadits dalam Islam. Keenam kitab ini merupakan kitab hadits yang
disusun oleh para pengumpul hadits yang kredibel. Kitab-kitab tersebut menjadi rujukan
utama oleh umat muslim dalam merujuk kepada perkataan Nabi Muhammad.

Keenam kitab tersebut adalah:

 Shahih Bukhari dihimpun oleh Imam Bukhari


 Shahih Muslim dihimpun oleh Imam Muslim
 Sunan an-Nasa'i atau disebut juga As-Sunan As-Sughra dihimpun oleh Imam Nasa'i
 Sunan Abu Dawud dihimpun oleh Imam Abu Dawud
 Sunan at-Tirmidzi dihimpun oleh Imam Tirmidzi
 Sunan ibnu Majah dihimpun oleh Imam Ibnu Majah
12. Syarhul Hadits

Syarh al-hadis Kata syarh berasal dari bahasa Arab ‫ شرحا‬- ‫شرح – يشرح‬ yang artinya
menerangkan, membukakan, dan melapangkan. Istilah syarh biasanya digunakan untuk
hadis, sedangkan tafsir untuk kajian Al-Qur’an. Dengan kata lain, secara substansial
keduanya sama dalam hal menjelaskan arti, maksud, dan pesan yang terkandung di dalamnya,
namun secara istilah, keduanya berbeda. Istilah tafsir spesifik bagi al-Qur,an (menjelaskan
arti, maksud, kandungan, atau pesan ayat-ayat al-Qur’an), sedangkan istilah syarh
diperuntukan bagi disiplin ilmu lain, meliputi hadis yakni untuk menjelaskan arti, maksud,
13
Ilmu Hadits Praktis, Terj. Abu Fuad

6
kandungan, atau pesan hadis. Sedangkan secara istilah definisi syarh al-hadis adalah sebagai
berikut: menjelaskan makna-makna hadis dan mengeluarkan seluruh kandungannya, baik
hukum maupun hikmah.

Definisi ini hanya menyangkut syarh terhadap matn hadis, sedangkan definisi syarh
yang mencakup semua komponen hadis itu, baik sanad maupun matn-nya, adalah sebagai
berikut: Syarah hadis adalah menjelaskan keshahihan dan kecacatan sanad dan matan hadis,
menjelaskan maknamaknanya, dan mengeluarkan hukum dan hikmahnya.7 Dengan definisi
di atas, maka kegiatan syarh hadis secara garis besar meliputi tiga langkah, sebagai berikut, a.
Menjelaskan kuantitas dan kualitas hadis, baik dari segi sanad maupun matn. Begitu pula
penjelasan tentang jalur-jalur periwayatannya, penjelasan identitas dan karakteristik para
periwayatnya, serta analisis matn dari sudut kaidah kebahasaan. b. Menguraikan makna dan
maksud hadis. Hal ini meliputi penjelasan cara baca lafal-lafal tertentu, penjelasan struktur
kalimat, penjelasan makna leksikal dan gramatikal serta makna yang dimaksudkan. c.
Mengungkap hukum dan hikmah yang terkandung di dalamnya. Hal ini meliputi istinbat
terhadap hukum dan hikmah yang terkandung dalam matn hadis, baik yang tersurat maupun
yang tersirat.8 Ketiga langkah tersebut tentu memerlukan berbagai teori dan disiplin ilmu
pengetahuan agar dapat melahirkan pemahaman hadis yang komprehensif. Hal tersebut tidak
hanya berhubungan dengan upaya memahami petunjuk ajaran Islam menurut teks dan
konteksnya tetapi juga pada aspek otoritas dan validitas hadis dilihat dari segi sanad maupun
matn-nya. Oleh karena pengetahuan selalu berkembang, maka kegiatan pen-syarh-an dan
penerapan ajaran Islam yang kontekstual pun menuntut penggunaan metode dan pendekatan
yang sesuai dengan perkembangan pengetahuan dan keadaan masyarakat.

13. Syawahid

Asy-syahid menurut bahasa merupakan isim fa’il dari kata ‫ الشهدة‬. disebut demikian
karena ia menyaksikan hadits bahwa yang menyendiri itu memiliki asal, kemudian
menguatkannya. Sama halnya dengan pernaytaan seorang saksi yang mendukung pernyataan
pendakwa sehingga menguatkannya.

Sedangkan menurut istilah adalah hadits yang didalam riwayatnya bersekutu para
perawinya dengan hadits yang menyendiri, baik secara lafadz dan makna ataupun secara
makna saja, dan (sanadnya) berbeda-beda pada sahabat.

7
Syahid sangat diperlukan dalam proses penelitian hadits untuk menguatkan posisi
suatu hadits dalam segi kuantitasnya. Jadi, sebuah hadits yang mulanya berada pada tingkatan
yang rendah bisa naik menjadi tingkatan yang lebih tinggi dengan kesaksian syahid ini.

Adapun istilah lain bagi Asy-Syahid yaitu, jika tercapai persekutuan bagi para perawi
hadits yang menyendiri dengan makna, baik menyatu pada sahabat ataupun berbeda. Jadi
salah satu istilah itu bisa dipakai terhadap istilah lainnya, maka istilah tabi' bisa digunakan
pada syahid, sama halnya dengan istilah syahid yang bisa dipakai pada tabi . Dengan
demikian, masalahnya sebenarnya amat mudah, seperti pernyataan Ibnu Hajar. karena tujuan
keduanya sama saja, yaitu memperkuat hadits dengan berbagai pemaparan terhadap riwayat
hadits lain.14

Jadi, definisi hadis al-Syahid secara konkritnya adalah hadis yang matannya ada
kesamaan dengan hadis lain (hadis gharib) dari segi lafal atau maknanya saja, namun sanad
sahabat kedua hadis tersebut berbeda.

Dari pengertian atau definisi Hadis Syahid di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
Hadis al-Syahid ini terbagi menjadi dua, yaitu:

1. Al-Syahid al-Lafdzi

Hadis al-Syahid al-Lafdzi adalah hadis yang menguatkan matan hadis lain secara lafal
, contohnya:

‫رون ال‬TT‫أخبرنا مالك عن عبد هللا بن دينار عن ابن عمر أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال " الشهر تسع وعش‬
)‫تصوموا حتى تروا الهالل وال تفطروا حتى تروه فإن غم عليكم فأكملوا العدة ثالثين (رواه الشافعي في األم‬

“Malik mengkhabarkan kepada saya, dari Abdullah Ibn Dinar dari Ibn Umar bahwa
Rasul Allah saw. bersabda : Satu bulan adalah 29 (hari), kalian jangan berpuasa sehingga
kalian melihat Hilal dan kalian jangan berbuka sehingga kalian melihatnya pula, maka jika
tidak jelas kepada kalian semua maka sempurnakanlah hitungan (bulan) kepada tiga puluh.
HR. Al-Syafi’i”

Hadis ini, menurut ulama hadis dikelompokkan ke dalam hadis gharib, karena
Malikiyah sendiri meriwayatkan hadis tersebut dengan menggunakan lafal "‫فإن غم عليكم فاقدروا‬
‫" له‬. Namun setelah melakukan penelitian, hadis tersebut banyak ditemukan pula dengan
menggunakan sanad lain seperti hadis berikut:

14
Ilmu Hadits Praktis, Terj. Abu Fuad (h. 179-180)

8
‫ال‬TT‫اس ق‬TT‫نين عن بن عب‬TT‫د بن ح‬TT‫ار عن محم‬TT‫رو بن دين‬TT‫فيان عن عم‬TT‫دثنا س‬TT‫أخبرنا محمد بن عبد هللا بن يزيد قال ح‬
‫إن غم‬TT‫أفطروا ف‬TT‫وه ف‬TT‫وموا وإذا رأيتم‬TT‫لم إذا رأيتم الهالل فص‬TT‫عجبت ممن يتقدم الشهر وقد قال رسول هللا صلى هللا عليه و س‬
)‫عليكم فأكملوا العدة ثالثين (رواه النسائي‬

“Muhammad Ibn Abdillah Ibn Yazid mengkhabarkan kepada saya, berkata dia,
Sufyan bercerita kepada saya dari Umat Ibn Dinar dari Muhammad Ibn Hunain dari Ibn
Abbas, berkata ia, saya heran terhadap orang yang mendahulukan bulan, padahal Rasulullah
saw. bersabda jika kalian melihat hilal, maka puasalah, dan jika kalian melihatnya (lagi)
berbukalah, namun jika (hilal) samar terhadap kalian, sempurnakanlah hitungannya 30. HR.
Al-Nasa’i”

Yang menjadi titik tekan dalam contoh ini adalah lafal ‫دة ثالثين‬T‫فإن غم عليكم فأكملوا الع‬,
karena lafal tersebut termuat juga dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Syafi’i dalam
kitab al-Umm, sehingga hadis yang kedua ini disebut dengan hadis al-Syahid al-Lafdzi.

2. Al-Syahid al-Maknawi

Hadis al-Syahid al-Maknawi adalah hadis yang menguatkan matan hadis lain dari segi
maknanya saja Contohnya:

‫ه و‬TT‫ قال النبي صلى هللا علي‬: ‫حدثنا آدم حدثنا شعبة حدثنا محمد بن زياد قال سمعت أبا هريرة رضي هللا عنه يقول‬
‫سلم أو قال قال أبو القاسم صلى هللا عليه و سلم ( صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته فإن غبي عليكم فأكملوا عدة شعبان ثالثين‬
)‫) (رواه البخاري‬.

“Adam bercerita kepada saya, Syu’bah bercerita kepada saya, Muhammad Ibn Ziyad
bercerita kepada saya, berkata Ia, saya mendengar Abu Hurairah Ra. Berkata, Nabi
Muhammad saw. bersabda, atau Ia (Abu Hurairah) berkata, Abu al-Qasim saw. bersabda:
berpuasalah kalian semua karena melihatnya (Hilal) dan berbukalah kalian semua karena
melihatnya, lalu jika (hilal) tertutup kepada kalian semua, maka sempurnakanlah hitungan
bulan Sya’ban itu ke 30. HR. Al-Bukhari”

Matan hadis ini menguatkan matan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Syafi’i di atas
dari segi maknanya, karena kedua matan hadis tersebut mempunyai pengertian yang sama,
sehingga hadis ini disebut dengan hadis al-Syahid al-Maknawi.

14. Muttabi’

9
Muttabi, atau disebut juga At-Tabi’ secara bahasa merupakan isim fa’il dari taba’a
yang berarti sesuai. Adapun menurut istilah, muttabi’ berati hadits yang menyendiri, baik
secara lafadz dan makna ataupun secara maknanya saja dan sanadnya menyatu pada sahabat.
Posisi hadits tabi’ sangat berpengaruh pada kualitas hadits itu sendiri. Atau menurut istilah
adalah Hadits yang di dalam riwayatnya bersekutu para perawinya dengan rawi hadits yang
menyendiri, baik secara lafadz dan makna atau pun secara makna saja, dan (sanadnya)
menyatu pada sahabat

Posisi hadits tabi, sangat berpengaruh pada kualitas hadits itu sendiri. Karena, ketika
ada hadits yang dinilai dari segi sanad memiliki kekurangan, maka menyebabkan
haditstersebut tidak bisa mencapai derajat shohih atau hasan. Akan tetapi apabila ditemukan
hadits yang sama dari jalur lain. Maka posisi hadits tadi bisa lebih kuat dan bisa naik tingkat
dan derajatnya berkat dukungan sanad lain tersebut. Hal ini karena substansi matannya di
justifikasi oleh factor eksternal. Dan kekurangan pada salah satu rowi ( periwayat ) dapat
dihilangkan dengan adanya bukti berupa hadits yang sama dan diriwayatkan darijalur yang
berbeda.

Definisi tentang tabi' dan diatas merupakan definisi yang banyak dipegang serta
populer; akan tetapi ada juga definisi lain, yaitu: At-Tabi : Jika tercapai persekutuan bagi para
perawi hadits yang menyendiri dengan lafadz, baik menyatu pada sahabat atau pun berbeda.15

Setelah dilakukannya i’tibar, maka seluruh keadaan sanad hadis beserta


pendukungnya yang berupa mutabi’ atau syahid dapat terlihat. Mutabi’ merupakan nomina
turunan dari kata taba’a (‫ )تبع‬yang berarti wafaqa (‫ )وفق‬atau sesuai. Adapun Dr. Mahmud
Thahan mendefinisikannya sebagai:

ْ َ‫ث الفَرْ ِد لَ ْفظًا َو َم ْعنًى َأوْ َم ْعنًى فَق‬


َ ‫ط َم َع ا ِالتِّ َحاد فِي الص‬
‫َّحابِي‬ ِ ‫ك فِي ِه ُر َواتُهُ ُر َواةُ ال َح ِد ْي‬ ِ ‫ْث الَّ ِذي يُ َش‬
ُ ‫ار‬ ُ ‫ال ُمتَابِ ُع هُ َو ال َح ِدي‬

“Hadis yang di dalam para perawi dalam riwayatnya berserikat dengan perawi hadis
yang menyendiri baik secara lafadz dan makna ataupun secara makna saja dan sanadnya
menyatu pada sahabat.”

15
Ilmu Hadits Praktis, Terj. Abu Fuad (h. 179-180)

10
Sedangkan mutaba’ah adalah berserikatnya seorang perawi dengan lainya pada
periwayatan hadis. Mutaba’ah terbagi menjadi dua yaitu mutaba’ah tammah dan mutaba’ah
qashirah.

Disebut mutaba’ah tammah adalah jika dalam sebuah sanad terdapat perawi yang
berserikat dari awal rantai sanad hingga akhir serta matannya sama secara lafal atau makna
dengan hadis lain. Adapun contoh mutaba’ah tammah sebagai berikut:

ُ‫لَّى هللا‬T‫ص‬ َ ‫ ع َِن النَّبِ ِّي‬،‫دَّرْ دَا ِء‬T‫ ع َْن َأبِي ال‬،َ‫ ة‬T‫ دَانَ ْب ِن َأبِي طَ ْل َح‬T‫ ع َْن َم ْع‬،‫ ِد‬T‫الِ ِم ْب ِن َأبِي ْال َج ْع‬T‫ ع َْن َس‬،َ‫ا َدة‬TTَ‫ ع َْن قَت‬،َ‫ع َْن ُش ْعبَة‬
َ ُ‫ ِد ُل ثُل‬T‫ ٌد تَ ْع‬T‫و هللاُ َأ َح‬T
‫ث‬ َ Tُ‫لْ ه‬TTُ‫ ق‬:‫ال‬T
َ Tَ‫آن؟ ق‬ َ ُ‫ َو َك ْيفَ يَ ْق َرْأ ثُل‬:‫آن؟ قَالُوا‬
ِ ْ‫ث ْالقُر‬ ِ ْ‫ث ْالقُر‬ َ ُ‫ َأيَ ْع ِج ُز َأ َح ُد ُك ْم َأ ْن يَ ْق َرَأ فِي لَ ْيلَ ٍة ثُل‬:‫ال‬
َ َ‫ ق‬،‫َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
)‫ْالقُرْ آ ِن (رواه مسلم‬

Syu’bah bin Al-Hajjaj meriwayatkan dari Qatadah, dari Salim bin Abu Al-Ja’d, dari
Ma’dam bin Abu Talhah dari Abu Darda r.a. dari Nabi saw. bersabda, “Apakah kalian tidak
sanggup untuk membaca satu pertiga Al-Qur’an dalam satu malam?” Lalu para sahabat
bertanya, “Bagaimana dibaca satu pertiga Al-Quran (dalam satu malam)?” Lalu baginda pun
bersabda, “Bacalah Qul Huwallahu Ahad (‫) قل هو هللا أحد‬, sesungguhnya surah itu menyamai
satu pertiga Al-Qur’an.” H.R. Muslim

َ َ‫ ق‬،‫لَّ َم‬T‫ ِه َو َس‬T‫لَّى هللاُ َعلَ ْي‬T‫ص‬


َ‫ ِإ َّن هللا‬:‫ال‬T َ ‫ َوفِي َح ِديثِ ِه َما ِم ْن قَوْ ِل النَّبِ ِّي‬،‫ بِهَ َذا اِإْل ْسنَا ِد‬،َ‫ َج ِميعًا ع َْن قَتَا َدة‬،ُ‫َح َّدثَنَا َأبَانُ ْال َعطَّار‬
)‫ فَ َج َع َل قُلْ هُ َو هللاُ َأ َح ٌد ج ُْز ًءا ِم ْن َأجْ زَ ا ِء ْالقُرْ آ ِن (رواه مسلم‬،‫َج َّزَأ ْالقُرْ آنَ ثَاَل ثَةَ َأجْ زَ ا ٍء‬

Aban Al-Attar meriwayatkan dari Qatadah, dengan sanad yang sama, dari Nabi saw.
bersabda, “Allah membagi Al-Qur’an ke dalam tiga bagian, maka bacalah Qul Huwallahu
Ahad (‫ ) قل هو هللا أحد‬satu dari tiga bagian Al-Qur’an.” H.R. Muslim

Hadis kedua yang diriwayatkan oleh Abban Al-Attar dari Qatadah memiliki sanad
yang sama dengan hadis pertama. Karena hal ini, Aban Al-Attar menjadi mutabi tam bagi
Syu’bah bin Al-Hajjaj karena sama-sama meriwayatkan dari syaikh atau guru yang sama
yaitu Qatadah dan juga dari sahabat yang sama yaitu Abu Darda r.a.

11
Sedangkan mutaba’ah qashirah apabila perawi yang sama ditemukan pada
pertengahan sanad.

َ Tَ‫لَّ َم – ق‬T‫ ِه َو َس‬T‫لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬T‫ص‬


‫ال‬T َ – ِ ‫َار ع َْن ا ْب ِن ُع َم َر َأ َّن َرسُو َل هَّللا‬ ٌ ِ‫َأ ْخبَ َرنَا ال َّشافِ ِع ُّي قَا َل َأ ْخبَ َرنَا َمال‬
ٍ ‫ك ع َْن َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن ِدين‬
‫ َّدةَ ثَاَل ثِينَ (رواه‬T‫َأ ْك ِملُوا ْال ِع‬Tَ‫ِإ ْن ُغ َّم َعلَ ْي ُك ْم ف‬Tَ‫ ف‬،ُ‫روْ ه‬T
َ Tَ‫ رُوا َحتَّى ت‬T‫ َروْ ا ْال ِهاَل َل َواَل تُ ْف ِط‬Tَ‫و ُموا َحتَّى ت‬T‫َص‬ ُ ‫رُونَ اَل ت‬T‫ ٌع َو ِع ْش‬T‫ ْه ُر تِ ْس‬T‫الش‬ َّ
)‫الشافعي‬

Diriwayatkan dari Asy-Syafi’i dari Malik dari Abdullah bin Dinar dari Ibnu Umar
bahwasannya Rasulullah saw. bersabda, “Satu bulan itu terdiri dari 29 hari maka jangankah
berpuasa sampai kalian melihat hilal (bulan baru) dan janganlah kalian berbuka sampai
melihatnya (bulan baru), apabila pandangan kalian terhalang oleh awan (mendung) maka
sempurnakanlah hitungan (satu bulan) menjadi 30 (hari).” H.R. Asy-Syafi’i

‫ َذا‬T‫ ْه ُر هَ َك‬T‫الش‬ َ ِ ‫و ُل هَّللا‬T‫ا َل َر ُس‬TTَ‫ ق‬:‫ ع َِن ا ْب ِن ُع َم َر قَا َل‬،‫ ع َْن َأبِي ِه‬، ُّ‫ص ُم بْنُ ُم َح َّم ٍد ْال ُع َم ِري‬
َّ :‫لَّ َم‬T‫ ِه َو َس‬T‫لَّى هللاُ َعلَ ْي‬T‫ص‬ ِ ‫َح َّدثَنَا عَا‬
)‫ فَِإ ْن ُغ َّم َعلَ ْي ُك ْم فََأ ْك ِملُوا ثَاَل ثِينَ (رواه ابن خزيمة‬،‫ َويَ ْعقِ ُد فِي الثَّالِثَة‬،‫ َوال َّش ْه ُر هَ َك َذا َوهَ َك َذا َوهَ َك َذا‬، َ‫َوهَ َك َذا َوهَ َك َذا ثَاَل ثِين‬

Dari Ashim bin Muhammad Al-Umari dari ayahnya dari Ibnu Umar berkata,
Rasulullah saw. bersabda, “Sebulan adalah seperti ini dan seperti ini dan seperti ini tiga
puluh, dan sebulan adalah seperti ini dan seperti ini dan seperti ini dan melakukan itu
(mengacungkan jari) tiga kali, apabila pandangan kalian terhalang oleh awan (mendung)
maka sempurnakanlah hitungan (satu bulan) menjadi 30 (hari).” H.R. Ibnu Khuzaimah

Hadis yang diriwayatkan oleh Imam As-Syafii dan Ibnu Khuzaimah memiliki
kesamaan pada perawi di tingkat sahabat yaitu Ibnu Umar r.a. namun tidak didapati adanya
kesamaan perawi di awal sanad sehingga disebut mutabaah qashirah.

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Ilmu hadits adalah ilmu yang mempelajari tentang keadaan atau sifat para perawi dan
yang diriwayatkan. Perawi adalah orang-orang yang membawa, menerima dan
menyampaikan berita dari Nabi, yaitu mereka yang ada dalam sanad suatu hadits. Secara
singkat ilmu hadits adalah ilmu yang memfilter mana yang dapat disebut sebagai hadits dan
mana saja yang bukan serta ilmu hadits juga mempelajari cara mengklarifikasi derajat dan
tingkatan hadits. Dengan mengetahui istilah-istilah yang ada dalam ilmu hadits dapat
memudahkan dalam mempelajari ilmu hadits serta memambah wawasan terkait ilmu hadits.

B. Saran

Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, untuk memperbaiki makalah tersebut kami
menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

13
DAFTAR PUSTAKA

bacaanmadani. (2014). Retrieved November 20, 2021, from Kitab Hadis | Pengertian Kitab
as-Sunan dan Contoh Kitab Sunan: https://www.bacaanmadani.com/2018/04/kitab-
hadis-pengertian-kitab-as-sunan.html
Galeri Pendidikan Islam. (2014). Retrieved November 2021, from Istilah Yang Berhubungan
Dengan Sumber Pengutipan Hadits:
https://galeripendidikanislam.blogspot.com/2012/04/istilah-yang-berhubungan-
dengan-sumber.html
Al-Asqalani, A.-H. I. (n.d.). Terjemah Bulughul Maram. Pustaka Imam Adz-Dzahabi.
alquran, c. (2012, Agustus 20). Retrieved September 2021, from Pengertian Persyaratan Asy-
Syaikhân: http://hadis-saw.blogspot.com/2012/08/pengertian-persyaratan-asy-
syaikhan.html
Baits, A. N. (n.d.). konsultasisyariah. Retrieved September 05, 2021, from Makna Hadis
‘Muttafaq ‘alaih’: https://konsultasisyariah.com/28530-makna-hadis-muttafaq-
alaih.html
Blog, P. (2020, Februari 21). Retrieved September 2021, from Istilah-Istilah Yang Berkaitan
Dengan Rawi Hadits: https://www.pelangiblog.com/2019/02/istilah-istilah-yang-
berkaitan-dengan.html
Fuad, A. (2012). Terjemah Ilmu Hadis Praktis. Bogor: Pustaka Izzah.
Hariono, D. (2019). SYARAH HADIS: MODEL DAN APLIKASI METODOLOGIS. Vol.
13 No. 2 Juli 2019.
Mukhtar, M. (2018). SYARH AL-HADIS DAN FIQH AL-HADIS. Volume 4, Nomor 2, Juli
2018.
ROMI WIDODO, L. P. (2011). KAEDAH KAEDAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PERIWAYAT HADIST.

14

Anda mungkin juga menyukai