Anda di halaman 1dari 33

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DENGAN MASALAH


KEPERAWATAN HARGA DIRI RENDAH KRONIS FOKUS INTERVENSI
PROMOSI HARGA DIRI

OLEH :

DWI SAPUTRI
NIM : 19.015

UNIVERSITAS CENDIKIA ABDITAMA TANGERANG


Jl. Islamic Raya Kelapa Dua Tangerang 15810
Telepon/Fax : 021-5462852, Website : www.akperisvill.ac.id
Email : info@akperisvill.ac.id, akperislamicvillage@yahoo.co.id
PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DENGAN MASALAH


KEPERAWATAN HARGA DIRI RENDAH KRONIS FOKUS INTERVENSI
PROMOSI HARGA DIRI

Diajukan Guna Melengkapi Sebagai Syarat dalam Mencapai Gelar Ahli Mulya
Keperawatan(A.Md.Kep)

OLEH :

DWI SAPUTRI
NIM : 19.015

Pembimbing
Ellya Qolina, S.Kep., M.Kep., Ns, Sp. Kep. J

UNIVERSITAS CENDIKIA ABDITAMA


TANGERANG
2021
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI

KTI ini merupakan karya sendiri dan belum pernah dikumpulkan oleh orang lain untuk
memperoleh gelar akademik

Nama : Dwi Saputri


Tempat tanggal lahir : Jakarta, 12 oktober 2001
Nim : 19.014
Alamat rumah : jl. Permata Dalam No.08 Rt.007/015, Kel. Tegal alur, Kec. Kalideres
Nomor Hp : 085810225814

Tangerang, 30 September 2021


Yang membuat pernyataan

Dwi Saputri
PERNYATAAN ORISINILITAS

KTI ini saya buat sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya
nyatakan benar.

Nama : Dwi Saputri


Tempat tanggal lahir : Jakarta, 12 oktober 2001
Nim : 19.014
Alamat rumah : jl. Permata Dalam No.08 Rt.007/015, Kel. Tegal alur, Kec. Kalideres
Nomor Hp : 085810225814

Tangerang, 30 September 2021


Yang membuat pernyataan

Dwi Saputri
LEMBAR PERSETUJUAN

Proposal Karya Tulis Ilmiah ini telah dipertahankan pada uji sidang KTI tanggal 30
September 2021

Pembimbing I

(Ellya Qolina, S.Kep., M.Kep., Ns, Sp. Kep. J)

Mengesahkan

Direktur Akper Islamic Village Tangerang

(Sudrajat S.Kep., M.Kep)


LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DENGAN MASALAH


KEPERAWATAN HARGA DIRI RENDAH KRONIS FOKUS INTERVENSI
PROMOSI HARGA DIRI

Pembimbing I

(Ellya Qolina, S.Kep., M.Kep., Ns, Sp. Kep. J)

Mengesahkan

Direktur Akper Islamic Village Tangerang

(Sudrajat, S.Kep., M.Kep)


PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : Dwi saputri
Tempat tanggal lahir : Jakarta, 12 Oktober 2001
Nim : 19.014
Alamat rumah : jl. Permata Dalam No.08 Rt.007/015, Kel. Tegal alur, Kec. Kalideres
Nomer Hp : 085810225814
Alamat Email : dwisaputri621@gmail.com

Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penelitian saya yang berjudul ” Asuhan
keperawatan pada pasien skizofrenia dengan masalah keperawatan harga diri rendah kronis
focus intervensi promosi harga diri”. Bebas dari plagiarisme dan bukan hasil karya orang
lain.
Apabila dikemudian hari diketemukan seluruh atau sebagian dari proposal penelitian dan
karya ilmiah dari hasil penelitian tersebut terdapat indikasi plagiarisme, saya akan bersedia
menerima sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Demikian pernyataan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tanpa unsur paksaan siapapun.

Dibuat di Tangerang
Pada 30 September 2021

Pembimbing 1 Yang membuat pernyataan

( ) ( )
Proposal Karya Tulis Ilmiah

Asuhan keperawatan pada pasien skizofrenia dengan masalah keperawatan harga diri rendah
kronis focus intervensi promosi harga diri

Diijinkan kepada Universitas Cendikia Abditama Tangerang untuk memenuhi persyaratan


mencapai Gelar Ahli Madya Keperawatan

Oleh :

Dwi Saputri
19.014

Dibawah bimbingan,

Pembimbing I

(Ellya Qolina, S.Kep., M.Kep., Ns, Sp. Kep. J)


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Karena dengan pertolongan- Nya kami
dapat menyelesaikan Proposal Penelitian yang berjudul “Asuhan keperawatan pada pasien
skizofrenia dengan masalah keperawatan harga diri rendah kronis focus intervensi promosi
harga diri”. Meskipun banyak rintangan dan hambatan serta waktu yang cukup padat, penulis
dapat menyelesaikan Proposal Penelitian ini dengan baik berkat bantuan dari berbagai pihak,
oleh karena itu, penulis terimakasih kepada :
1. Sudrajat, S.Kep., M.Kep Selaku Direktur Akper Islamic Village Tangerang
2. Ellya Qolina, S.Kep., M.Kep., Ns, Sp. Kep. J selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan petunjuk dan bimbingan kepada penyusun
3. Desmon Wirawati, S.Kep., M.Kep., Ns. Sp.Kep. Kom Selaku dosen pembimbing
yang telah meluangkan waktu untuk memberikan petunjuk dan bimbingan kepada
penyusun
4. Kedua orang tua tercinta (Ayahanda Suroso dan Ibunda Yati ) yang telah memberikan
doa serta dukungan semangat dan berkorban dari segi moril dan materi

Penyusun menyadari masih banyak terdapat kesalahan dalam pembuatan proposal penelitian
ini. Untuk itu, penulis mohon saran dan kritik yang membangun agar kedepannya menjadi
lebih baik. Semoga proposal penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Tangerang, 30 Oktober 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

COVER LUAR
COVER DALAM
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI
PERNYATAAN ORISINILITAS
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
LAMPIRAN
BAB I_PENDAHULUAN
Latar belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Tujuan Utama
Tujuan khusus
Manfaat Penulisan
Manfaat Teoritis
Manfaat Praktis

BAB II_TINJAUAN PUSTAKA


Konsep Penyakit Skizofrenia
Pengertian Skizofrenia
Gejala Skizofrenia
Etiologi
Rentang Respon

Skema 2.1 Rentang Respon Neurologis


Konsep Dasar Harga Diri Rendah Kronis
Definisi
Proses terjadinya Harga Diri Rendah Kronis
Tanda dan Gejala
Rentang Respon Sosial
Klasifikasi/Jenis dan sifat masalah
Psikodinamika

Konsep promosi harga diri


Definisi
Proses terjadinya Harga Diri Rendah Kronis
Tanda dan Gejala
Rentang Respon Sosial
Klasifikasi/Jenis dan sifat masalah
Psikodinamika

Konsep Asuhan Keperawatan


Pengkajian Keperawatan
Diagnose Keperawatan
Perencanaan Keperawatan
Implementasi Keperawatan
Evaluasi Keperawatan

BAB III_METODE STUDI KASUS


Desain Studi Kasus
Batasan Istilah
Partisipan
Lokasi dan Waktu Studi Kasus
Pengumpulan Data
Analisa Data
Etika Studi Kasus

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Rentang Respon Neurologis


Gambar 2.2 Skema Rentang Respon Sosial
Gambar 2.3 Skema Psikodinamika
LAMPIRAN

LAMPIRAN I : Format Pengkahian Keperawatan Jiwa


LAMPIRAN II : Format Analisa Data Keperawatan Jiwa
LAMPIRAN III : Pohon Masalah Harga Diri Rendah Kronis
LAMPIRAN IV : Perencanaan Harga Diri RendaH Kronis
LAMPIRAN V : Strategi Pelaksanaan Harga Diri RendaH Kronis
LAMPIRAN VI : Format Implementasi dan Evaluasi
LAMPIRAN VII : Standar Operasional Prosedur Harga Diri RendaH Kronis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan jiwa yaitu suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan
adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada individu atau
hambatan dalam melaksanakan peran sosial (Keliat dkk, 2011). Individu yang sehat
jiwa meliputi menyadari sepenuhnya kemampuan dirinya, mampu menghadapi stres
kehidupan yang wajar, mampu bekerja produktif dan memenuhi kebutuhan hidupnya,
dapat berperan serta dalam lingkungan hidup, menerima dengan baik apa yang ada
pada dirinya dan merasa nyaman bersama dengan orang lain (Keliat dkk, 2011).

World Healt Organization (2017) menyatakan pada umumnya gangguan mental


yang terjadi adalah gangguan kecemasan dan gangguan depresi. Diperkirakan 4,4%
dari populasi global menderita gangguan depresi, 3,6% dari gangguan kecemasan.
Jumlah penderita depresi meningkat lebih dari 18% antara tahun 2005 dan 2015.
Depresi merupakan penyebab terbesar kecacatan diseluruh dunia. Lebih dari 80%
penyakit ini dialami orang-orang yang tinggal dinegara yang berpenghasilan rendah
dan menengah.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan prevalensi


rumah tangga dengan anggota yang menderita skizofrenia atau psikosis sebesar 7 per
1000 dengan cakupan pengobatan 84,9%. Sementara itu, prevalensi gangguan mental
emosional pada remaja berumur lebih dari 15 tahun sebesar 9,8%. Angka ini meningkat
dibandingkan tahun 2013 yaitu 6%. Data yang diperoleh di provinsi banten angka
gangguan jiwa di Provinsi Banten sesuai data Riskesdas (2018) angka kejadian
gangguan mental emosional di Provinsi Banten mencapai 14%. Gangguan jiwa berat
adalah 0,57% dan depresi 8,7% (Depkes RI, 2018).

Data yang diperoleh di Kabupaten Tangerang pada tahun 2017 diberikan


pelayanan kesehatan jiwa sebanyak 3.306 kasus. Diagnosa terbanyak adalah skizofrenia
(70,41%), kedua Epilepsi (11,28%) dan ketiga adalah gangguan depresi (4,68%). Dan
ditemukan kasus ODGJ berat sebanyak 2.328 kasus terbanyak adalah Puskesmas
Cisoka (25,64%), kedua Puskesmas Legok (6,95 %) dan ketiga Puskesmas Mauk (5,71
%), jumlah kasus tersebut sudah mencapai target penemuan ODGJ berat di Kabupaten
Tangerang (Kemenkes RI, 2017).

Skizofrenia adalah kelainan psikiatri kronis termasuk gangguan mental yang


melibatkan banyak sekali faktor. Faktor-faktor itu meliputi perubahan struktur fisik
otak, perubahan struktur kimia otak, dan faktor genetik. Skizofrenia sebagai penyakit
neurologis yang mempengaruhi persepsi klien, cara berfikir, bahasa, emosi, dan
perilaku sosial nya. Salah satu gejala skizofrenia adalah isolasi sosial. Isolasi sosial
dapat didefinisikan sebagai keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya
(Yosep, 2014).

Harga diri rendah merupakan perasaan tidak berharga, tidak berharga, tidak
berarti, rendah diri, yang menjadikan evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan
kemampuan diri (Keliat, 2011).

Kebijakan Pemerintah dalam menangani pasien gangguan jiwa tercantum dalam


Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan jiwa, disebutkan dalam pasal
149 ayat (2) mengatakan bahwa Pemerintah dan masyarakat wajib melakukan
pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan bagi penderita gangguan
jiwa yang terlantar, menggelandang, mengancam keselamatan dirinya dan mengganggu
ketertiban atau keamanan umum, termasuk pembiayaan pengobatan dan perawatan
penderita gangguan jiwa untuk masyarakat miskin. Peran perawat dalam hal ini
berperan dan tanggung jawab dalam meningkatkan derajat kesehatan jiwa, dalam
kaitannya dengan isolasi sosial adalah meningkatkan percaya diri klien dan
mengajarkan untuk berinteraksi dengan orang lain, misalnya berkenalan dan bercakap-
cakap dengan klien lain, memberikan pengertian tentang kerugian menyendiri dan
keuntungan dari berinteraksi dengan orang lain sehingga diharapkan mampu terjadi
peningkatan interaksi sosial (Petty, 2010).

Berdasarkan gambaran masalah atau uraian di atas maka penulis termotivasi


untuk menyusun Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan keperawatan pada pasien
skizofrenia dengan masalah keperawatan harga diri rendah kronis focus intervensi
promosi harga diri”

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang dapat diambil adalah
“Asuhan keperawatan pada pasien skizofrenia dengan masalah keperawatan harga diri
rendah kronis focus intervensi promosi harga diri”.

1.3 Tujuan penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum stadi kasus adalah memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan
keperawatan pada pasien skizofrenia dengan masalah keperawatan harga diri
rendah kronis focus intervensi promosi harga diri.

1.3.1 Tujuan Khusus


Tujuan khusus adalah dapat:
1. Melakukan pengkajian pada klien skizofrenia dengan masalah
keperawatan harga diri rendah kronis
2. Menentukan dan menegakkan masalah keperawatan pada klien skizofrenia
dengan masalah keperawatan harga diri rendah kronis
3. Menyusun rencana tindakan keperawatan pada klien skizofrenia dengan
masalah keperawatan harga diri rendah kronis
4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien skizofrenia dengan
masalah keperawatan harga diri rendah kronis
5. Melakukan evaluasi tindakan pada klien skizofrenia dengan masalah
keperawatan harga diri rendah kronis

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Manfaat Teoritis
Menambah khasanah keilmuan sehingga meningkatkan ilmu pengetahuan dalam
mencari pemecahan permasalahan pada klien skizofrenia dengan masalah
keperawatan harga diri rendah kronis.

1.4.1 Manfaat Praktis


Klien dan Keluarga : Mendapatkan pengalaman serta dapat menerapkan apa yang
telah dipelajari dalam penanganan kasus jiwa yang dialami dengan kasus nyata
dalam pelaksaan keperawatan, seperti bagaimana cara untuk mengatasi perilaku
tidak percaya diri.
Perawat : Asuhan keperawatan ini menjadi dasar informasi dan pertimbangan
untuk menambah pengetahuan, keterampilan serta perilaku dalam meningkatkan
pelayanan perawatan pada klien gangguan harga diri rendah kronis.

Institusi Pendidikan : Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan dan
referensi untuk meningkatkan kualitas pendidikan keperawatan pada klien dengan
gangguan harga diri rendah kronis.
Bagi Peneliti Selanjutnya : Asuhan keperawatan ini dapat dijadikan dasar
informasi dan pertimbangan peneliti selanjutnya untuk menambah pengetahuan
tentang asuhan keperawatan harga diri rendah kronis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Skizofrenia


2.1.1 Pengertian skizofrenia
Skizofrenia adalah gangguan perkembangan saraf otak tidak ada satu hal yang
menyebabkan skizofrenia. Skizofrenia adalah hasil akhir interaksi kompleks antar
ribuan gen dan banyak faktor risiko lingkungan, tidak ada penyebab tunggal dari
skizofrenia. Skizofrenia adalah gangguan neurologis kompleks sirkuit otak
neurotransmitter, defisit neurosirkulator, skizofreniaakhirnyamenyebabkan otak
miswired dan gejala klinis (Gilmore, 2010).

Gangguan jiwa kadang-kadang hadir dalam gangguan jiwa lain, seperti depresi
dengan psikotif, episode manic dari gangguan bipolar, gangguan stress pasca
trauma, delirium, dan gangguan mental (Stuart, 2016)

Skizofrenia biasanya terdiagnosis pada masa remaja akhir dan dewasa awal.
Skizofrenia jarang terjadi pada masa kanak-kanak. Insiden pucak awitannya ialah
15 sampai 25 tahun untuk pria dan 25 tahun untuk wanita (DSM-IV-TR 2000).
Prevelensi skizofrenia diperkirakan sekitar 1% dari seluruh penduduk. Di Amerika
Serikat angka tersebut menggambarkan bahwa hamper tiga juta penduduk yang
sedang, telah, atau akan terkena penyakit tersebut. Insiden dan prevalensi seumur
hidupsecara kasar sama diseluruh dunia (Buchanan & Cerpenter, 2000).

Skizofrenia tidak adapat diterangkan sebagai satu penyakit saja. Lebih tepat
apabila skizofrenia dianggap sebagai suatu sindrom atau suatu proses penyakit
dengan macam macam variasi dan gejala. Skizofrenia juga menimbulkan distorsi
pikiran itu menjadi sangat aneh (bizar), juga distorsi persepsi, emosi, dan tingkah
laku (Baradero, 2016).
Biasanya skizofrenia diketahui dan didiagnosa pada masa remaja dan masa
dewasa muda. Jarang sekali gejala skizofrenia timbul pada masa kanak-kanak.
Puncak awitangnya adalah umur 15-20 tahun untuk pria dan 25 tahun untuk
wanita (Baradero, 2016)

Tipe skizofrenia menurut manual diagnostic dan statistic gangguan mental


yaitu skizofrenia tipe paranoid dan skizofrenia tipe disorganisasi. Skizofreni tipe
paranoid, ditandai dengan perasaan dianiaya atau dimata matai, delusi kebesaran,
halusinasi kesalahan yang berlebihan, kadang kadang tingkah agresi atau
bermusuhan (Baradero, 2016).

Skizofrenia tipe disorganisasi, ditandai dengan Afek yang tidak tepat atau afek
datar, bicara tidak jelas (inkhoheran). Ketiga, skizofrenia tipe katatonik, ditandai
dengan, gangguan psikomotor yang hebat, klien kaku dan tidak bergerak sama
sekali (imobilitas) atau ada gerakan motoris yang berlebihan, gerakan motoris
yang berlebihan ini tidak bertujuan dan tidak dipengaruhi oleh stimulasi luar, ciri
ciri yang lain adalah negativism yang berlebihan, mutisme, ekololia (mengulang
ulang tanpa disadari kata-kata yang diungkapkan orang lain dan ekopraksis
(meniru gerak-gerik orang yang dilihatnya tanpa tujuan) (Baradero, 2016).

2.1.2 Gejala Skizofrenia


Gejala skizofrenia dibagi atau dua kategori besar yaitu gejala positif atau hard
symptoms dan gejala negatif atau soft symptoms. Gejala positif yang pertama
adalah ambivalen: mempunyai 2 keyakinan atau kepercayaan yang berlawanan
tentang seseorang yang sama, suatu kejadian, atau suatu situasi. Dia mempunyai
perasaan atau pikiran yang bertentangan. Kedua associative loosen: pikiran atau
ide yang terpisah-pisah dan tidak ada hubungan satu dengan yang lain. Ketiga
delusi: keyakinan ynag tidak benar, tidak berubah (fixed), dan tidak berdasarkan
pada keyakinan atau realitas. Keempat echopraxia: meniru gerakan atau gerak-
gerik dari orang yang sedang diamatinya. Kelima fight of idea: klien
mengungkapkan kata-kata terus menerus atau meloncat-loncat dari topik yang satu
ketopik yang lain . Keenam halusinasi: persepsi sensoris yang tidak benar dan
tidak berdasarkan realitas. Gangguan penerimaan pancaindra tanpa ada stimulus
eksternal (halusinasi pendengaran, pendengaran, penglihatan, pengecapan,
penciuman, dan perabaan). Ketujuh ideas of reference: pikiran yang tidak benar
bahwa kejadian eksternal membawa arti yang khusus untuk dirinya. Kedelapan
perserverasi: memegang teguh suatu ide atau suatu topik; mengulang-ulang suatu
klaimat atau suatu kata; menolak usaha untuk mengubah topik. Kesembilan
waham: keyakinan yang salah, tidak sesuai dengan kenyataan, di pertahankan dan
disampaikan berulang-ulang (waham kejar, waham curiga, waham kebesaran).
Kesepuluh perubahan asur pikir dibagi menjadi 3 yaitu pertama Arus pikir
terputus : dalam pembicaraan tiba-tiba tdiak dapat melanjutkan isi pembicaraan.
Kedua Inkoheren : berbicara tidak selaras dengan lawan bicara (bicara kacau).
Ketiga Neologisme : menggunakan kata-kata yang hanya dimengerti oleh diri
sendiri, tetapi tidak dimengerti oleh orang lain. Kesebelas perubahan perilaku
yaitu Hiperaktif : perilaku motorik yang berlebihan. Agitasi : perilaku yang
menunjukkan kegelisahan. Iritabilitas : mudah tersinggung (Baradero, 2016).

Gejala negatif skizofrenia yang pertama alogia: cenderung bicara sangat


sedikit, pembicaraan tidak berarti atau tidak berisi. kedua anhedonia: tidak
merasakan kegembiraan atau kesenanagan dalam hidupnya, dengan relasinya
maupun dengan kegiatannya. Ketiga apatis: tidka peduli pada orang lain, kejadian
atau kegiatannya keempat, Katatonia: imobilitas yang ditimbulkan secara
psiokologis ketiak klien tidak bergerak, kaku seperti dalam kedaan setengah sadar
(trance) . keempat afek datar: tidak ada ekspresi wajah yang dapat menunjukkan
emosi, perasaan, atau moodnya. Kelima keengganan: tidak ada kemauan, atau
ambisi, atau dorongan untuk menyelesaikan atau melakukan sesuatu. Keenam
bloking : pembicaraan terhenti tiba-tiba (Baradero, 2016).

Gejala yang lazim terdapat pada gejala positif adalah delusi, halusinasi,
kekacauan yang mecolok dalam berpikir, berbicara dan tingkah laku, sedangkan
yang lazim pada gejala negatif adalah afek datar (emosi atau mood tidak nampak
pada wajah); tidak nyaman dengan orang-orang lain dan menarik diri; tidak ada
kemauan atau ambisi, atau dorongan untuk menyelesaikan pekerjaan (Baradero,
2016) .

Gejala positif dapat dikendalikan dengan obat-obatan, tetapi gejala negatif


bertahan terus sekalipun gejala positif sudah berkurang. Gejala ini yang bertahan
terus, merupakan penghalang dalam penyembuhan dan kemampuan maksimal
untuk melaksanakan fungsinya sehari-hari (Baradero, 2016).

2.1.3 Etiologi
Ada beberapa teori penyebab yang dikaitkan dengan skizofrenia yaitu: teori
bioligik, faktor genetik, faktor neuro-anatomik dan neuro-kimia, faktor imuno-
virologik. Yang pertama teori biologik, Teori penyebab biologik skizofrenia
berfokus pada faktor genetik, faktor neurokimia, stuktur dan fungsi otak, respon
imuno-virologi atu respons tubuh terhadap kontak dengan virus. Kedua faktor
genetik ,Fokus dari penelitian ini adalah anggota keluarga terdekat seperti ayah,
ibu, anak-anak, dan saudara sekandung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
apakah skizofrenia diperoleh lewat keturunan/genetik. Penelitian terhadap
skizofrenia, sedangkan fraternal twins 15%. Hasil penelitian ini menunjukkan
adanya indikasi skizofrenia sebagian diperoleh melalui genetik. Penelitian lain
yang juga berkaitan dengan teori genetik menunjukkan risiko 15% bagi anak-anak
dari salah satu orang tua yang menderita skizofrenia, dan risiko meningkat 35%
apabila kedua orang tua menderita skizofrenia. Sekalipun demikian, para ahli
menegaskan bahwa ada faktor lain ynag juga terkait untuk timbulnya penyakit
skizofrenia (Baradero, 2016).
Ketiga faktor neuro-anatomik dan neuro-kimia, Dengan perkembangan
pemeriksaan non-invasif seperti CT scan, magnetic resonance imaging (MRI), dan
positron emission tomography (PET), para ilmuwan dapat mempelajari struktur
otak (neuro-anatomi) serta kegiatan otak (neuro-kimia) dari individu skizofrenia.
Penelitian ini memperlihatkan bahwa individu skizofrenia relatif mempunyai
jaringan otak yang lebih kecil, dan cairan serebrospinal yang lebih sedikit
ibandingkan dengan yang tidak menderita skizofrenia. Hal ini dapat terjadi karena
yang tidak menderita skizofrenia (Baradero, 2016).

Skizofrenia dapat terjadi karena gangguan perkembangan jaringan otak atau


matinya jaringan otak. CT Scan menunjukkan pembesaran dari ventrikel otak dan
atrofi kortikal. PET memperlihatkan berkurangnya struktur kortikal frontal otak.
Semua penelitian ini menjunjukkan berkurangnya volume otak (mengecil) dan
fungsi yang abnormal dari otak bagian frontal dan temporal. Kelainan (patologi)
ini mempunyai korelasi dengan gejala positif skizofrenia seperti, psikosis (lobus
frontal), dan gejala negatif seperti tidak ada motivasi, kemauan dan anhedonia
(tidak menikmati kegahagiaan atas keberhasilan). Belum dapat dipastikan bahwa
perubahan pada otak disebabkan oleh virus, trauma, atau respons imun. Penelitian
neuro-kimia secara konsisten menunjukkan adanya gangguan pada sistem
neurotransmiter dari individu skizofrenia (Baradero, 2016).

Keempat teori neuro-kimia sekarang yang mneonjol berkaitan dengan


neurotransmiter dopamin. Satu teori mengatakn bahwa kelebihan dopamin dapat
menimbulkan skizofrenia. Teori ini didasarkan pada observasi terhadap obat-obat
seperti amfetamin dan levodopa yang dapat meningkatkan aktivitas dopamin.
Mereka memperlihatkan bahwa obat-obat ini dapat menimbulkan reaksi paranoia
yang juga nampak pada skizofrenia. Mereka juga memperlihatkan bahwa obat-
obat yang menghambat dopamin dapat mengurangu tanda psikotisk. Neuro-kimia
lain juga dipelajari adalah serotonin. Teori mengatakan bahwa serotonin dapat
mengatur kelebihan dopamin. Kelima faktor imuno-virologik, Teori ini
mengatakan bahwa kontak dengan virus atau respons imun terhadap virus dapat
mengubah fungsi otak. Sitokin adalah neurotransmiter di antara sel-sel imun yang
menagani peradangan akibat respons imun. Sitokin spesifik yang berperan
memberi isyarat pada otak untuk melakukan perubahan tingkah laku dan
mengeluarkan neuro-kimia yang diperlukan dalam menghadapi dan mengeluarkan
neuro-kimia yang diperlukan dalam mengahadapi stres agar keadan homeostatis
dipertahankan. Juga ada asumsi bahwa sitokinin mempunyai peranan dalam
pengembangan gangguan mental termasuk skizofrenia (Bardero,2016).
2.1.4 Rentang Respon

Skema 2.1 Rentang Respon Neurologis

RENTANG RESPON NEUROBIOLOGIS

Respon Adaptif ResponMaladaptif

Berpikir logis Pikiran sesekali terdistrorsi Kelainan pikiran


Persepsi akurat Ilusi Halusianasi
Emosi konsisten dengan Reaksi emosional berlebihan Kesulitan pengelolaan
pengalaman atau tidak bereaksi emosi
Perilaku sesuai Perilaku aneh atau penarikan Perilaku kacau/
tidak biasa ketidakteraturan
Berhubungan sosial
Menarik diri Isolasi sosial

Sumber : Stuart (2016)

Rentang respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma
sosial budaya yang berlaku. Dan individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi
sesuatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut (Stuart, 2016).
Berpikir logis adalah pikiran yang mengarah pada kenyataan. Persepsi akurat adalah
pandangan yang tepat pada kenyataan. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu
perasaan yang timbul dari hati sesuai dengan pengalaman. Perilaku sesuai adalah sikap
dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran. Berhubungan sosial adalah proses
suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan (Stuart, 2016).

Respon psikososial, antara lain: Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang
menimbulkan kekacauan /mengalami gangguan. Ilusi adalah interprestasi atau penilaian
yang salah tentang penerapan yang sungguh terjadi (objek nyata), karena rangsangan
panca indra. Emosi berlebihan atau berkurang. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan
tingkah laku yang melebihi batas kewajaran. Menarik diri yaitu percobaan untuk
menghindari interaksi dengan orang lain atau hubungan dengan orang lain (Stuart,
2016).

Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang


menyimpangdari norma-norma sosial budaya dan lingkungannya. Repon maladaptive
yang sering ditemukan meliputi kelainan pikiran, halusinasi, kerusakan proses emosi,
perilaku kacau dan isolasi sosial (Stuart, 2016).

Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak
diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial. Halusinasi
merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang tidak realita atau
tidak ada. Kerusakan proses emosi ialah perubahan sesuatu yang timbul dari hati
(Stuart, 2016).

Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur. Isolasi sosial
adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan diterima sebagai ketentuan
oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan yang negatif mengancam (Stuart, 2016).

2.2 Konsep Dasar Harga Diri Rendah Kronis


2.2.1 Definisi
Harga diri rendah merupakan perasaan tidak berharga, tidak berharga,
tidak berarti, rendah diri, yang menjadikan evaluasi negatif terhadap diri
sendiri dan kemampuan diri (Keliat, 2011).
Harga diri rendah merupakan evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negatif terhadap diri sendiri, hilangnya percaya diri
dan harga diri, merasa gagal dalam mencapai keinginan (Direja, 2011)
Harga diri rendah merupakan keadaan dimana individu mengalami
evaluasi diri negatif tentang kemampuan dirinya (Fitria, 2012).

Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa harga diri rendah yaitu dimana
individu mengalami gangguan dalam penilaian terhadap dirinya sendiri
dan kemampuan yang dimiliki, yang menjadikan hilangnya rasa
kepercayaan diri akibat evaluasi negatif yang berlangsung dalam waktu
yang lama karena merasa gagal dalam mencapai keinginan.

2.2.2 Proses terjadinya Harga Diri Kronis


Harga diri rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan dari harga diri
rendah situasional yang tidak terselesaikan. Atau dapat juga terjadi karena
individu tidak pernah mendapat feed back dari lingkungan tentang prilaku klien
sebelumnya bahkan kecendrungan lingkungan yang selalu memberi respon negatif
mendorong individu menjadi harga diri rendah. Harga diri rendah kronis terjadi
disebabkan banyak faktor.

Awalnya individu berada pada suatu situasi yang penuh dengan stressor
(krisis), individu berusaha menyelesaikan krisis tetapi tidak mampu atau merasa
gagal menjalankan fungsi dan peran. Penilaian individu terhadap diri sendiri
karena kegagalan menjalankan fungsi dan peran adalah kondisi harga diri rendah
situasional, jika lingkungan tidak memberi dukungan positif atau justru
menyalahkan individu dan terjadi secara terus menerus akan mengakibatkan
individu mengalami harga diri rendah kronis.

2.2.3 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala harga diri rendah dapat dinilai dari ungkapan pasien yang
menunjukkan penilaian tentang dirinya dan didukung dengan data hasil
wawancara dan observasi (Kemenkes, RI)
1. Data subjektif
Pasien mengungkapkan tentang:
a. Hal negatif diri sendiri atau orang lain
b. Perasaan tidak mampu
c. Pandangan hidup yang pesimis
d. Penolakan terhadap kemampuan diri
2. Data objektif
a. Penurunan produktifitas
b. Tidak berani menatap lawan bicara
c. Lebih banyak menundukkan kepala saat berinteraksi
d. Bicara lambat dengan nada suara rendah
Manifestasi yang bisa muncul pada klien gangguan jiwa dengan harga diri rendah
menurut Fitria (2009) adalah:
1. Mengkritik diri sendiri
2. Perasaan tidak mampu
3. Pandangan hidup yang pesimistis
4. Tidak menerima pujian
5. Penurunan produktivitas
6. Penolakan terhadap kemampuan diri
7. Kurang memperhatikan perawatan diri
8. Berpakaian tidak rapi
9. selera makan kurang
10. Tidak berani menatap lawan bicara
11. Lebih banyak menunduk
12. Bicara lambat dengan nada suara lemah

2.2.4 Rentang Respon Sosial


Respon individu terhadap konsep dirinya dimulai dari respon adaptif dan
maladaptif. Menurut Keliat dalam Ade Herman (2011) rentang respon
digambarkan sebagai berikut :

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Aktualitas Konsep Diri Harga Diri Keracunan Depersonalisasi


Diri Positif Rendah identitas

Gambar 2.1. rentang Respon adaptif dan maladaptif Sumber : Keliat dalam Ade
Herman (2011)

Keterangan :
Respon adaptif terhadap konsep diri meliputi:
1. Aktualisasi diri
Pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar belakang
pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima individu dapat
mengapresiasikan kemampuan yang dimilikinya.
2. Konsep diri positif
Apabila individu mempunyai pengalaman positif dalam beraktualisasi diri
dan menyadari hal-hal positif maupun yang negatif dari dirinya. Individu
dapat mengidentifikasi kemampuan dan kelemahannya secara jujur dalam
menilai suatu masalah individu berfikir secara positif dan realistis.

Sedangkan respon maladaptif dari konsep diri meliputi:


1. Harga diri rendah adalah individu cenderung untuk menilai dirinya negative
dan merasa lebih rendah dari orang lain.
2. Kekacauan identitas
Suatu kegagalan individu mengintegrasikan berbagai identifikasi masa
kanak-kanak kendala kepribadian psikososial dewasa yang harmonis.
3. Depersonalisasi
Perasaan yang tidak realitas dan asing terhadap diri sendiri yang
berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat membedakan
sendirinya dengan orang lain.

2.2.5 Klasifikasi/Jenis dan sifat masalah


Menurut (Muhith, 2015) gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi
secara :
1. Situasional
Harga diri rendah situasional dapat diartikan harga diri rendah yang terjadi
karena adanya trauma yang tiba-tiba, misalnya karena kecelakaan, harus
melakukan operasi, diceraikan pasangan, putus sekolah, kehilangan pekerjaan,
dan adanya trauma di masa lalu.
2. Kronik
Harga diri rendah kronik disebabkan karena persepsi negatif terhadap diri
sendiri yang telah berlangsung lama, yaitu cara berpikir yang negatif yang
dimiliki sebelum sakit/atau sebelum dirawat. Kejadian sakit dan dirawat dapat
meningkatkan persepsi negatif terhadap dirinya.

2.2.6 Psikodinamika
Gambar 2.2 Proses Terjadinya Harga Diri Rendah (Stuart, 2013)

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan, yang
terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data
yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, social, dan spiritual,
pengelompokkan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa factor
predisposisi, factor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber kopo\ing dan
kemampuan koping yang dimiliki klien (Stuart dan Sundeen 1995, dikutip :
(Keliat, 1998). Cara lain dapat berfokus pada lima dimensi yaitu Fisik, emosional,
intelektual, sosial dan spiritual. Untuk dapat menjaring data dikembangkan
formulir pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar mudah dalam
pengkajian.
Adapun isi pengkajian meliputi : Identitas klien, keluhan utama/alasan masuk,
faktor predisposisi, aspek pisik/ biologis, aspek psikologis, status mental,
kebutuhan persiapan pulang, mekanisme koping, masalah psikososial dan
lingkungan, pengetahuan dan aspek medik. Data yang diperoleh dapat
dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu data obyektif dan data subyektif.
Selanjutnya perawat dapat menyimpulkan kebutuhan atau masalah klien, sebagai
berikut :
1. Tidak ada masalah tetapi ada kebutuhan :
Klien tidak memerlukan peningkatan kesehatan, klien hanya memerlukan
pemeliharaan kesehatan dan memerlukan follow up secara periodik karena
tidak ada masalah serta klien telah mempunyai pengetahuan untuk antisipasi
masalah. Klien memerlukan peningkatan kesehatan berupa prevensi dan
promosi sebagai program antisipasi terhadap masalah.
2. Ada masalah dengan kemungkinan :
Risiko terjadi masalah karena sudah ada faktor yang dapat menimbulkan
masalah. Aktual terjadi masalah disertai data pendukung. Umumnya sejumlah
masalah klien saling berhubungan dan dapat digambarkan sebagai pohon
masalah (Fasid, 1993 dan INJF, 1996, dikutip : Keliat, 1998). Agar penentuan
pohon masalah dapat dipahami dengan jelas, penting untuk diperhatikan tiga
komponen yang terdapat pada pohon masalah yaitu : penyebab (causa)
masalah utama (core problem) dan effect (akibat). Masalah utama adalah
prioritas masalah klien dari beberapa masalah yang dimiliki klien. Penyebab
adalah salah satu dari beberapa masalah klien yang merupakan penyebab
masalah utama. Akibat adalah salah satu dari beberapa masalah klien yang
merupakan efek/akibat dari masalah utama.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


Pengertian diagnosa keperawatan yang dikemukakan oleh beberapa ahli sebagai
berikut :
Diagnosa keperawatan adalah penilaian atau kesimpulan yang diambil dari
pengkajian (Gabie, dikutip oleh Carpenito, 1993).
Diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan aktual atau potensial dan
berdasarkan pendidikan dan pengalamannya perawat mampu mengatasinya,
(Gordon, dikutip oleh Carpenito, 1983)
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon aktual atau potensial
dari individu, keluarga atau masyarakat terhadap masalah kesehatan/proses
kehidupan (Carpenito, 1995)
Diagnosa keperawatan adalah identifikasi atau penilaian terhadap respon klien
baik aktual maupun potensial. (Stuart dan Sundeen, 1995).
Diagnosa keperawatan dapat dirumuskan PE (Problem, Etiologi) keduanya ada
hubungan sebab akibat dan rumusan PES (Problem, Etiologi, Simptom atau gejala
sebagai data penunjang). Adapun tipe-tipe diagnosanya yaitu : Diagnosa aktual,
diagnosa resiko tinggi, diagnosa mungkin dan masalah kolaboratif.

2.3.3 Perencanaan Keperawatan


Keperawatan Rencana tindakan keperawatan terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan
umum, tujuan khusus dan rencana tindakan keperawatan. Tujuan umum
memfokuskan kepada penyelesaian masalah (P) dari diagnosa tertentu, tujuan
umum dapat dicapai jika serangkaian tujuan khusus telah dicapai. Tujuan khusus
berfokus pada penyelesaian etiologi (E) dari diagnosa tertantu. Tujuan khusus
merupakan rumusan kemampuan klien yang perlu dicapai atau dimiliki klien.
Umumnya kemampuan pada tujuan khusus dapat dibagi menjadi tiga aspek (Stuart
dan Sundeen, 1995) yaitu kemampuan kognitif yang diperlukan untuk
menyelesaikan etiologi dari diagnosa keperawatan, kemampuan psikomotor yang
diperlukan agar etiologi dapat selesai dan kemampuan afektif agar klien precaya
akan kemampuan menyelesaikan masalah. Kata kerja yang digunakan untuk
menuliskan tujuan ini harus berfokus pada perilaku.

2.3.4 Implementasi/Tindakan Keperawatan


Tindakan Keperawatan Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan
rencana tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah
direncanakan, perawat perlu menvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan
masih sesuai dan dibutuhkan klien sesuai dengan kondisinya saat ini (here and
now).Perawat juga menilai diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan
interpersonal, intelektual, teknikel, sesuai dengan tindakan yang akan
dilaksanakan. Dinilai kembali apakah aman bagi klien. Lakukan kontrak dengan
klien yang diharapkan. Dokumentasikan semua tindakan yang dikerjakan dan
respon klien.

2.3.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan kepada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respoons klien
terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan. Evaluasi dibagi menjadi dua
yaitu evaluasi proses atau formatif dilakukan setiap selesai melaksanakan
tindakan, evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan membandingkan respon
klien pada tujuan khusus dan tujuan umum yang telah ditentukan. Evaluasi dapat
dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP, sebagai pola pikir :
S = Respon subyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
O = Respon obyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
A = Analisa ulang atas data subyektif dan obyektif atau muncul untuk
menyimpulkan apakah masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan
masalah yang ada.
P = Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien.
Rencana tindak lanjut dapat berupa:
Rencana teruskan, jika masalah tidak berubah. Rencana dimodifikasi jika masalah
tetap, semua tindakan sudah dijalankan tetapi hasil belum memuaskan.Rencana
dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan masalah
yang ada serta diagnosa lama dibatalkan. Rencana atau diagnosa selesai jika
tujuan sudah tercapai dan yang diperlukan adalah memelihara dan
mempertahankan kondisi yang baru. Klien dan keluarga perlu dilibatkan dalam
evaluasi agar dapat melihat perubahan dan berupaya mempertahankan dan
memelihara. Pada evaluasi sangat diperlukan reinforcement untuk menguatkan
perubahan yang positif. Klien dan keluarga juga dimotivasi untuk melakukan self
reinforcement.
BAB III
METODE STUDI KASUS

3.1 Desain Studi Kasus


Desain yang digunakan adalah jenis studi kasus dengan pendekatan asuhan
keperawatan, yaitu asuhan keperawatan yang dilaksanakan dengan cara meneliti suatu
permasalahan melalui kasus yang terdiri dari 1 unit (orang). Unit yang menjadi
masalah tersebut secara mendalam dianalisa baik dari segi yang berhubungan dengan
kasusnya sendiri.

Faktor resiko, yang mempengaruhi kejadian yang berhubungan dengan kasus


maupun tindakan dan reaksi dari kasus maupun tindakan dan reaksi dari kasus
terhadap sesuatu perlakuan atau pemapaan tertentu. Tujuan dari asuhan keperawatan
adalah untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang
atau interaksi lingkungan suatu unit sosial, individu, kelompok, lembaga atau
masyarakat (Nursalam, 2013).

3.2 Batasan Istilah


Skizofrenia adalah gangguan perkembangan saraf otak tidak ada satu hal yang
menyebabkan skizofrenia. Skizofrenia adalah hasil akhir interaksi kompleks antar
ribuan gen dan banyak faktor risiko lingkungan, tidak ada penyebab tunggal dari
skizofrenia. Skizofrenia adalah gangguan neurologis kompleks sirkuit otak
neurotransmitter, defisit neurosirkulator, skizofreniaakhirnyamenyebabkan otak
miswired dan gejala klinis (Gilmore, 2010).

Harga diri rendah merupakan perasaan tidak berharga, tidak berarti, dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi diri negatif terhadap diri sendiri,
penurunan harga rendah ini dapat bersifat situasional maupun kronis atau menahun
(Keliat dkk, 2011).

Menurut NANDA (2015) Harga Diri Rendah didefinisikan sebagai evaluasi


diri negatif yang berkembang sebagai respons diri terhadap hilangnya atau
berubahnya perawatan diri pada seseorang yang sebelumnya memiliki evaluasi diri
negatif (Wahyuni, 2017). Dari dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Harga
Diri Rendah adalah perasaan tidak berharga atau tidak berarti berkepanjangan yang
ditimbulkan dari berubahnya evaluasi diri, penurunan diri ini dapat bersifat situasional
maupun kronik.

Asuhan keperawatan adalah suatu metode yang sistematis dan terorganisasi


dalampemberi asuhan keperawatan, yang difokuskan pada reaksi dan respons untuk
individu pada suatu kelompok atau peroranagn terhadap gangguan kesehatan yang
dialami, baik aktual maupun potensial.
3.3 Partisipan
Karya tulis ilmiah dalam teknik melatih kemampuan yang dimilki klien ini
pada klien dengan harga diri rendah kronis, klien yang digunakan dalam studi kasus
ini ada 1 orang. Partisipan pada studi kasus Asuhan Keperawatan Pada Skizofrenia
Dengan Masalah Keperawatan Harga Diri Rendah Kronis Fokus Intervensi Promosi
Harga Diri. Partisipasan 1 memiliki tanda dan gejala harga diri rendah, menilai diri
negative (mis. Tidak berguna, tidak tertolong), merasa malu, melebih lebihkan
penilaian negative tentang diri sendiri, menolak penilaian positif tentang diri sendiri.

3.4 Lokasi dan Waktu Studi Kasus


Studi kasus ini adalah studi kasus individu (di rumah sakit) yang dilakukan di
Rumah Sakit Jiwa Dr. soeharto Herdda dan dilakukan dengan lama waktu penelitian
yang ditentukan.

3.5 Pengumpulan Data


Proses pengumpulan data ini terdiri dari macam-macam data, sumber data,
serta beberapa metode pengumpulan data penelitian kualitatif dalam keperawatan.
Metode pengumpulan data penelitian kualitatif dalam keperawatan yaitu wawancara,
observasi, dan studi dokumentasi.

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui tatap


muka dan tanya jawab langsung antara pengumpul data maupun peneliti terhadap
narasumber atau sumber data. Wawancara dilakukan pada klien dan keluarga.
Wawancara pada keluarga yaitu untuk mendapatkan informasi yang terdapat pada
pengkajian umum, sedangkan pada klien, wawancara yang dilakukan yaitu pengkajian
fokus pada harga diri rendah social (Yati, 2014).

Observasi adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan mengamati klien


untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan keperawatan klien. Observasi
dilakukan dengan menggunakan penglihatan dan alat indra lainnya, melalui rabaan,
sentuhan dan pendengaran. Kegiatan observasi meliputi memperhatikan dengan
seksama termasuk mendengarkan, mencatat, dan mempertimbang hubungan
antaraspek dan fenomena yang sedang diamati (Yati, 2014).

Studi dokumentasi adalah pengambilan data dimulai dari klien masik sampai
klien pulang, berasal dari dokumen perkembangan klien atau data yang berasal
langsung dari klien (Yati, 2014).

3.6 Analisis Data


Data yang ditemukan saat pengkajian dikelompokkan dan dianalisis
berdasarkan dat subjektif dan objektif, sehingga dapat dirmuskan diagnosa
keperawatan, kemudian menyusun rencana keperawatan dan melakukan implementasi
serta evaluasi keperawatan dengan dinarasikan. Analisis selanjutnya membandingkan
asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada pasien dengan teori dan penelitian
terdahulu (Nursalam, 2015).

Pengumpulan data yaitu data dikumpulkan dari hasil WOD (wawancara,


observasi, dokumentasi) hasil studi ditemapt pengambilan studi kasus. Hasil ditulis
dalam bentuk catatan, kemudian disalin dalam bentuk transkip (catatan terstruktur).
Mereduksi data yaitu data hasil wawancara yang terkumpulkan dalam bentuk catatan
lapangan selanjutnya dirangkum dan dijadikan dalam satu bentuk uraian dan
memfokuskan pada hal-hal yang penting dan dikelompokkan menjadi data subjektif
dan data objektif, sehingga mempermudah untuk melakukan pengumpulan data
mengenai asuhan keperawatan pada pasien skizofrenia dengan masalah keperawatan
harga diri rendah kronis.

Penyajian data yaitu data yang sudah terangkum dijabarkan dan di jelaskan
untuk menggambarkan proses asuhan keperawatan pada pasien skizofrenia dengan
masalah keperawatan harga diri rendah kronis fokus intervensi promosi harga diri.
Penyajian data yang sudah dijabarkan dan dijelaskan berbentuk uraian teks atau
bersifat naratif.

3.7 Etika Studi Kasus


Peneliti yang bekerjasama dengan orang lain harus selalu ingat bahwa
partisipan mereka adalah seseorang yang nyata yang memilki kebutuhan dan
keinginan sendiri, bukan hanya selembar kertas. Penerapan etika pada studi kasus
penelitian yang berpasrtisipan seseorang bertujuan untuk perlindungan yang
melibatkan penelitian sebagai pasrtisipan. Penelitian menggunakan etika penelitian
sebagai berikut: informed consent (persetujuan menjadi responden) yaitu
perlindungan hak-hak partisipan untuk mengambil keputusan sendiri yang dijamin
oleh formulir persetujuan. Dalam penelitian ini bahwa partisipan harus benar sadar
sepenuhnya terhadap studi kasus dan setuju untuk berpartisipasi didalamnya.
Kebutuhan akan bentuk persetujuan seperti itu mungkin tampak dengan sendirinya.

Anoimity (tanpa nama) yaitu identitas partisipan yang ikut studi kasus jangan
diperlihatkan dan jangan disebutkan pada saat dipembahasan atau dipublikasi hasil
penelitian, termasuk foto partisipan. Jika identitas partisipan mungkin tersebutkan
selama penelitian, peneliti harus mendapatkan persetujuan partisispan untuk
mendapatkan informasi yang didapat dari partisispan tersebut.

Confidentiality (kerahasiaan), masalah ini merupakan etika dengan


memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi yang didapatkan
maupun masalah-masalah lainnya yang diungkapkan oleh partisipan. Semua
informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti.
DAFTAR PUSTAKA

Dalami, E. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Jiwa. Jakarta: Trans Info Medika.
Direja, Ade Herman Surya. 2017. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika
Erlinafsiah. 2012. Modal perawat dalam praktek keperawatan jiwa. Jakarta: Trans Info Media
Lestari W.2009. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan jiwa. Jakarta: Tim Trans Info
Media.
Prabowo, Eko. 2017. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika
Saam, Zulfan. 2017. Psikologi Keperawatan. Depok: Rajawali Pers
Simamora, Roymond H. 2008. Peran Manajer Dalam Pembinaan Etika Perawat Pelaksana
Dalam Peningkatan Kualitas Pelayanan Asuhan Keperawatan.
Yusuf, Ah, Fitryasari, Risky, & Nihayati, Hanik Endang. 2015. Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika
Stredling, G & Scott, J. (2001). Counseling for Post Traumatik Stress Dissorder. London:
Sage Publications
Dermawan, D. 2013. Keperawatan Jiwa, Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan
Jiwa. Yogyakarta: Pustaka Biru
Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika
Friedman, Marilyn m, dkk. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga Riset, Teori, dan Praktik.
Jakarta : EGC.
Suerni, Titik, dkk. 2013. Penerapan Terapi Kognitif dan Psikoedukasi Keluarga Pada Klien
Dengan Harga Diri Rendah di Ruang Yudistira Rumah SakitDr. H. Marzoeki Mahdi. Bogor
[diunduh pada 21 November 2017 pukul 15.45]
Suhron, Muhammad. 2017. Asuhan Keperawatan Jiwa Konsep Self Esteem. Jakarta: Mitra
Wacana Media

Anda mungkin juga menyukai