Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

MATA KULIAH : STRATEGI BELAJAR MENGAJAR FISIKA

Dosen Pengampu : Prof. Dr. Derlina, M.Si

Rajo Hasim Lubis,S.Pd., M.Pd

Disusun Oleh ;

➢ Jantri syah putra sembiring 4212321002


➢ Loriana nababan 4212421017
➢ Marlinda manalu 4212421006
➢ Monica ladena manurung 4213121049
➢ Novry manullang 4213121034
➢ Putry sihombing 4213321001

KELAS : PSPF 21 C

PRODI : PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatakan kepada Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah,dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang
Teori pembelajaran belajar behavioris, kognitivis dan konstruktivis yang berkaitan dengan
FISIKA

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami juga
menyampaikan banyak terima kasih kepada Bapak/Ibu Dosen pengampu mata kuliah Strategi
belajar Mengajar Fisika ini dan semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baikdari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya
untukmasyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Medan, 18 Feberuari 2022

Kelompok 4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………..i

DAFTAR ISI…………………….……………………………………………………………ii

BAB 1 PENDAHULUAN…………….………………………………………………………1

1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………….……1


1.2 Rumusan Masalah……………………………………....…………………………………1
1.3 Tujuan……………………………………...……………………………………………....1

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………..2

2.1 Teori Belajar Kontruktivisme…………………………………...…………………………2

2.2 Teori Belajar Behavioristik………...………………………………...……………………5

2.3 Teori Belajar Kognitivisme……...………………………………………………………...9

BAB III PENUTUP……………………………………………………….…………………13


3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………….13
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………….14
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar,
sehingga membantu kita semua memahami proses inhern yang kompleks dari belajar. Ada
tiga perspektif utama dalam teori belajar, yaitu Behaviorisme, Kognitivisme, dan
Konstruktivisme. Pada dasarnya teori pertama dilengkapi oleh teori kedua dan seterusnya,
sehingga ada varian, gagasan utama, ataupun tokoh yang tidak dapat dimasukkan dengan
jelas termasuk yang mana, atau bahkan menjadi teori tersendiri. Namun hal ini tidak perlu
kita perdebatkan. Yang lebih penting untuk kita pahami adalah teori mana yang baik untuk
diterapkan pada kawasan tertentu, dan teori mana yang sesuai untuk kawasan lainnya.
Pemahaman semacam ini penting untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.

1.2 Rumusan Masalah


1) Apa Itu Teori belajar kontruktitisme?
2) Apa yang dimaksud denganTeori belajar behaviorisme?
3) Jelaskan Mengenai Teori belajar kognitisme!
1.3 Tujuan
1) Menjelaskan teori belajar kontruktitisme
2) Menjelaskan Teori belajar behaviorisme
3) Menjelaskan belajar kognitisme
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teori Belajar Kontruktivisme
1. Pengertian
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu
tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan
merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan
himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang
mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme mempunyai
beberapa konsep umum seperti:
1. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
2. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan
mereka.
3. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses
saling memengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
4. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara
aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah
ada.
5. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini
berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau
sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
6. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman
pelajar untuk menarik miknat pelajar.
Menurut teori ini, satu prinsip yang mendasar adalah guru tidak hanya memberikan
pengetahuan kepada siswa, namun siswa juga harus berperan aktif membangun sendiri
pengetahuan di dalam memorinya. Dalam hal ini, guru dapat memberikan kemudahan untuk
proses ini, dengan membri kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide
– ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi
mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan siswa anak tangga yang membawasiswa
ke tingkat pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri yang mereka tulis dengan
bahasa dan kata – kata mereka sendiri.

Dari uraian tersebut dapat dikatakan, bahwa makna belajar menurut konstruktivisme adalah
aktivitas yang aktif, dimana pesrta didik membina sendiri pengtahuannya, mencari arti dari apa
yang mereka pelajari dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan idea-idea baru dengan
kerangka berfikir yang telah ada dan dimilikinya (Shymansky,1992).

Dalam mengkonstruksi pengetahuan tersebut peserta didik diharuskan mempunyai dasar


bagaimana membuat hipotesis dan mempunyai kemampuan untuk mengujinya, menyelesaikan
persoalan, mencari jawaban dari persoalan yang ditemuinya, mengadakan renungan,
mengekspresikan ide dan gagasan sehingga diperoleh konstruksi yang baru.
Berkaitan dengan konstruktivisme, terdapat dua teori belajar yang dikaji dan dikembangkan oleh
Jean Piaget dan Vygotsky, yang dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Teori Belajar Konstruktivisme Jean Piaget
Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa
penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang
dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori
kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator. Pandangan tentang anak dari
kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif
Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan
kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya.
Proses mengkonstruksi, sebagaimana dijelaskan Jean Piaget adalah sebagai berikut:
• Skemata. Sekumpulan konsep yang digunakan ketika berinteraksi dengan lingkungan
disebut dengan skemata. Sejak kecil anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian
dinamakan skema (schema). Skema terbentuk karena pengalaman. Misalnya, anak senang
bermain dengan kucing dan kelinci yang sama-sama berbulu putih. Berkat keseringannya, ia
dapat menangkap perbedaan keduanya, yaitu bahwa kucing berkaki empat dan kelinci berkaki
dua. Pada akhirnya, berkat pengalaman itulah dalam struktur kognitif anak terbentuk skema
tentang binatang berkaki empat dan binatang berkaki dua. Semakin dewasa anak, maka
semakin sempunalah skema yang dimilikinya. Proses penyempurnaan sekema dilakukan
melalui proses asimilasi dan akomodasi.
• Asimilasi. Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan
persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam
pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan
mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses
asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata
melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam
mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru pengertian orang itu
berkembang.
• Akomodasi. Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak
dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai.
Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada.
Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi tejadi untuk
membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema
yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
• Keseimbangan. Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi
sedangkan diskuilibrasi adalah keadaan dimana tidak seimbangnya antara proses asimilasi dan
akomodasi, ekuilibrasi dapat membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan struktur
dalamnya.
b. Teori Belajar Konstruktivisme Vygotsky
Ratumanan (2004:45) mengemukakan bahwa karya Vygotsky didasarkan pada dua ide
utama. Pertama, perkembangan intelektual dapat dipahami hanya bila ditinjau dari konteks
historis dan budaya pengalaman anak. Kedua, perkembangan bergantung pada sistem-sistem
isyarat mengacu pada simbol-simbol yang diciptakan oleh budaya untuk membantu orang
berfikir, berkomunikasi dan memecahkan masalah, dengan demikian perkembangan kognitif
anak mensyaratkan sistem komunikasi budaya dan belajar menggunakan sistem-sistem
ini untuk menyesuaikan proses-proses berfikir diri sendiri.

Menurut Slavin (Ratumanan, 2004:49) ada dua implikasi utama teori Vygotsky dalam
pendidikan. Pertama, dikehendakinya setting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antar
kelompok-kelompok siswa dengan kemampuan yang berbeda, sehingga siswa dapat
berinteraksi dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi-
strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam daerah pengembangan terdekat/proksimal
masing-masing. Kedua, pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran menekankan perancahan
(scaffolding). Dengan scaffolding, semakin lama siswa semakin dapat mengambil
tanggungjawab untuk pembelajarannya sendiri.

a. Pengelolaan pembelajaran
Interaksi sosial individu dengan lingkungannya sengat mempengaruhi
perkembanganbelajar seseorang, sehingga perkemkembangan sifat-sifat dan jenis manusia
akan dipengaruhi oleh kedua unsur tersebut. Menurut Vygotsky dalam Slavin (2000), peserta
didik melaksanakan aktivitas belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sejawat
yang mempunyai kemampuan lebih. Interaksi sosial ini memacu terbentuknya ide baru dan
memperkaya perkembangan intelektual peserta didik.
b. Pemberian bimbingan
Menurut Vygotsky, tujuan belajar akan tercapai dengan belajar menyelesaikan tugas-
tugas yang belum dipelajari tetapi tugas-tugas tersebut masih berada dalam daerah
perkembangan terdekat mereka (Wersch,1985), yaitu tugas-tugas yang terletak di atas
peringkat perkembangannya. Menurut Vygotsky, pada saat peserta didik melaksanakan
aktivitas di dalam daerah perkembangan terdekat mereka, tugas yang tidak dapat diselesaikan
sendiri akan dapat mereka selesaikan dengan bimbingan atau bantuan orang lain.

2. Implikasi Konstruktivisme dalam Pembelajaran


Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak (Poedjiadi,
1999: 63) adalah sebagai berikut:
1) tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau
anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi,
2) kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan
dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah
seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan
sehari-hari dan
3) peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya
Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang
kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
Dikatakan juga bahwa pembelajaran yang memenuhi metode konstruktivis hendaknya
memenuhi beberapa prinsip, yaitu:
a) menyediakan pengalaman belajar yang menjadikan peserta didik dapat melakukan konstruksi
pengetahuan;
b) pembelajaran dilaksanakan dengan mengkaitkan kepada kehidupan nyata;
c) pembelajaran dilakukan dengan mengkaitkan kepada kenyataan yang sesuai;
d) memotivasi peserta didik untuk aktif dalam pembelajaran;
e) pembelajaran dilaksanakan dengan menyesuaikan kepada kehidupan social peserta didik;
f) pembelajaran menggunakan barbagia sarana;
g) melibatkan peringkat emosional peserta didik dalam mengkonstruksi pengetahuan peserta
didik (Knuth & Cunningham,1996).
2.2 Teori Belajar Behavioristik
1. Pengertian Teori Behaviorisme
Teori belajar behaviorisme merupakan teori belajar yang telah cukup lama dianut oleh
para pendidik. Teori ini dicetuskan oleh Gage dan Berliner yang berisi tentang perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab
pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah
laku. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang
yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan
metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila
diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari
sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain,
behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam
suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga
menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Dengan kata lain proses pembelajaran menurut teori
Behaviorisme adalah bahwa proses pembelajaran lebih menekankan pada proses pemberian
stimulus (rangsangan) dan rutinitas respon yang dilakukan oleh siswa. Inti pembelajaran dalam
pandangan behaviorisme terletak pada stimulus respon (S-R).
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus
dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat
menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah
input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang
diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap
stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak
penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat
diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus)
dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini
mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat
terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan
pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk
mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau
tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau
akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan
kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku
wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib
tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya
menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar.
Maksudnya bila siswa menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini
menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang
sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai
kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan siswa secara
individual (Degeng, 2006).
2. Prinsip-Prinsip dalam Teori Behavioristik
a) Obyek psikologi adalah tingkah laku.
b) Semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek.
c) Mementingkan pembentukan kebiasaan.
d) Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri.
e) Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik harus dihindari.

Tokoh-Tokoh Aliran Behaviorisme


a) Edward Lee Thorndike
Menurutnya belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus
adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan atau hal-hal
lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta
didik ketika belajar, juga dapat berupa pikiran, perasaan, gerakan atau tindakan. teori ini sering
disebut teori koneksionisme.
Connectionism ( S-R Bond) adalah hukum belajar yang dihasilkan oleh Thorndike yang
melakukan eksperimen yang terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar,
diantaranya:
1) Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka
hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek
yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus-
Respons.
2) Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan
organisme itu berasal dari pendayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit
ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu.
3) Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin
bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
b) John Watson
Kajian tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti Fisika atau Biologi
yang berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan
diukur. Belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon, namun keduanya harus
dapat diamati dan diukur.
c) Clark L. Hull
Semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap
bertahan hidup. Dorongan belajar (stimulus) dianggap sebagai sebuah kebutuhan biologis agar
organisme mampu bertahan hidup.

d) Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-
stimulus yang disertai suatu gerakan. Hukuman (punishment) memegang peranan penting
dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah
tingkah laku seseorang.
e) Burrhus Frederic Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan tentang belajar lebih mengungguli konsep para
tokoh sebelumnya. Respon yang diterima seseorang tidak sesederhana konsep yang
dikemukakan tokoh sebelumnya, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling
berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan.
Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi
inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku.
Operant Conditioning adalah hukum belajar yang dihasilkan oleh B.F. Skinner yang
melakukan eksperimen yang terhadap tikus menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
1) Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat,
maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
2) Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui
proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan
menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah
sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam
operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang
ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang
meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja
diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
Kelemahan Teori Behavioristik
a) Hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati
b) Kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi,
bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri
c) Pebelajar berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif
d) Pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan
ditetapkan terlebih dulu secara ketat
e) Kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar
Kelebihan Teori Behavioristik
Sesuai untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan praktik dan pembiasaan yang
mengandung unsur-unsur seperti kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflex.

v Implikasi Teori Behaviorisme


Implikasi teori ini dalam pembelajaran tergantung tujuan pembelajaran, sifat materi
pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.Teori ini
sangat sesuai untuk pengetahuan yang bersifat obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Dalam hal
ini pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan,
sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang
belajar atau pebelajar
Menurut teori behaviorisme apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa saja yang
dihasilkan siswa (respons) semua harus bisa diamati, diukur, dan tidak boleh hanya implisit
(tersirat). Faktor lain yang juga penting adalah faktor penguat (reinforcement). Penguat adalah
apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respons. Bila penguatan ditambah (positive
reinforcement) maka respons akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi
(negative reinforcement) responspun akan tetap dikuatkan.. Misalnya bila seorang anak
bertambah giat belajar apabila uang sakunya ditambah maka penambahan uang saku ini disebut
sebagai positive reinforcement. Sebaliknya jika uang saku anak itu dikurangi dan pengurangan
ini membuat ia makin giat belajar, maka pengurangan ini disebut negative reinforcement.
Konsep evaluasi pendidikan sudah sangat jelas dalam teori ini yaitu melalui pengukuran,
pengamatan. Sebab seseorang dikatakan belajar bila telah mengalami perubahan perilaku.
Akan tetapi perlu diketahui bahwa tidak semua hasil belajar bisa diamati dan diukur, paling
tidak dalam tempo seketika. Semua aspek materi juga tidak bisa diukur dengan teori ini.
Evaluasi dilakukan untuk menilai hasil akhir dari penggunaan teori ini yaitu perubahan
perilaku.

2.3 Teori Belajar Kognitivisme


1. Pengertian Kognitivisme
Teori belajar kognitif berasal dari pandangan Kurt Lewin (1890-1947), seorang Jerman
yang kemudian beremigrasi ke Amerika Serikat. Intisari dari teori belajar konstruktivisme
adalah bahwa belajar merupakan proses penemuan (discovery) dan transformasi informasi
kompleks yang berlangsung pada diri seseorang. Individu yang sedang belajar dipandang
sebagai orang yang secara konstan memberikan informasi baru untuk dikonfirmasikan dengan
prinsip yang telah dimiliki, kemudian merevisi prinsip tersebut apabila sudah tidak sesuai
dengan informasi yang baru diperoleh. Agar siswa mampu melakukan kegiatan belajar, maka
ia harus melibatkan diri secara aktif.
Teori kognitivisme ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses informasi
dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan
hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Teori ini
menekankan pada bagaimana informasi diproses.
Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi
dalam akal pikiran manusia. Pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan
aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif
dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan,
pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas.
2. Ciri-ciri Aliran Kognitivisme
a) Mementingkan apa yang ada dalam diri manusia
b) Mementingkan keseluruhan dari pada bagian-bagian
c) Mementingkn peranan kognitif
d) Mementingkan kondisi waktu sekarang
e) Mementingkan pembentukan struktur kognitif
Belajar kognitif ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan mempergunakan
bentuk-bentuk reppresentatif yang mewakili obyek-obyek itu di representasikan atau di
hadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang, yang semuanya
merupakan sesuatu yang bersifat mental, misalnya seseorang menceritakan pengalamannya
selama mengadakan perjalanan keluar negeri, setelah kembali kenegerinya sendiri. Tampat-
tempat yang dikunjuginya selama berada di lain negara tidak dapat diabawa pulang, orangnya
sendiri juga tidak hadir di tempat-tempat itu. Pada waktu itu sedang bercerita, tetapi semulanya
tanggapan-tanggapan, gagasan dan tanggapan itu di tuangkan dalam kata-kata yang
disampaikan kepada orang yang mendengarkan ceritanya.
3. Tokoh-tokoh
a. Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget.
Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan
berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan. Menurut Piaget, bahwa belajar akan
lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta
didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang
ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari
guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau
berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari
lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah : Bahasa dan cara
berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan
menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak; Anak-anak akan belajar lebih baik
apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat
berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya; Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya
dirasakan baru tetapi tidak asing; Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap
perkembangannya. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara
dan diskusi dengan teman-temanya.
b. Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Bruner.
Berbeda dengan Piaget, Burner melihat perkembangan kognitif manusia berkaitan dengan
kebudayaan. Bagi Bruner, perkembangan kognitif seseorang sangat dipengaruhi oleh
lingkungan kebudayaan, terutama bahasa yang biasanya digunakan.
Menurut Bruner untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu sampai anak mancapai tahap
perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus ditata dengan baik maka dapat
diberikan padanya. Dengan lain perkataan perkembangan kognitif seseorang dapat
ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai
dengan tingkat perkembangannya. Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam dunia
pendidikan adalah kurikulum spiral dimana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulai
dari Sekolah Dasar sampai Perguruan tinggi disesuaikan dengan tingkap perkembangan
kognitif mereka. Cara belajar yang terbaik menurut Bruner ini adalah dengan memahami
konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan.
(discovery learning).
Implikasi Teori Bruner dalam Proses Pembelajaran :
Menghadapkan anak pada suatu situasi yang membingungkan atau suatu masalah; anak
akan berusaha membandingkan realita di luar dirinya dengan model mental yang telah
dimilikinya; dan dengan pengalamannya anak akan mencoba menyesuaikan atau
mengorganisasikan kembali struktur-struktur idenya dalam rangka untuk mencapai
keseimbangan di dadalam benaknya
c. Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Ausebel, Proses belajar terjadi jika siswa
mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan baru
Proses belajar terjadi melaui tahap-tahap:
1) Memperhatikan stimulus yang diberikan
2) Memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami.
Menurut Ausubel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya didefinisikan dan
kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa (advanced organizer), dengan
demikian akan mempengaruhi pengaturan kemampuan belajar siswa. Advanced organizer
adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi seluruh isi pelajaran yang akan dipelajari
oleh siswa. Advanced organizer memberikan tiga manfaat yaitu : Menyediakan suatu kerangka
konseptual untuk materi yang akan dipelajari. Berfungsi sebagai jembatan yang
menghubungkan antara yang sedang dipelajari dan yang akan dipelajari. Dapat membantu
siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah
4. Aplikasi teori Kognitivisme
Aplikasi teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran yaitu guru harus memahami
bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra
sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa
sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu
dari sederhana kekompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatian
perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.
5. Kelebihan dan kelemahan teori Kognitivisme
a. Kelebihannya yaitu : menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri; membantu siswa
memahami bahan belajar secara lebih mudah.
b. Kekurangannya yaitu : teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan; sulit di
praktikkan khususnya di tingkat lanjut; beberapa prinsip seperti intelegensi sulit dipahami dan
pemahamannya masih belum tuntas.

v Implikasi Teori Kognitivisme


Implikasi teori kognitivisme dalam kegiatan pembelajaran lebih memusatkan perhatian
kepada cara berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya. Selain itu, peran
siswa sangat diharapkan untuk berinisiatif dan terlibat secara aktif dalam kegiatan belajar.
Teori ini juga memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan per-
kembangan. Oleh karena itu guru harus melakukan upaya untuk mengatur aktivitas di dalam
kelas yang terdiri dari individu – individu ke dalam bentuk kelompok – kelompok kecil siswa
daripada aktivitas dalam bentuk klasikal.
Teori ini juga mengutamakan peran siswa untuk saling berinteraksi. Menurut Piaget,
pertukaran gagasan – gagasan tidak dapat dihindari untuk perkembangan penalaran. Walaupun
penalaran tidak dapat diajarkan secara langsung, perkembangannya dapat disimulasi.
Implikasi dalam konsep evaluasi bahwa evaluasi dilakukan selama proses belajar bukan
hanya semata dinilai dari hasil belajar. Jadi, teori ini menitikberatkan pada proses daripada
hasil yang dicapai oleh siswa.
Bagi para penganut aliran kognitifisme, pembelajaran dipandang sebagai upaya
memberikan bantuan kepada siswa untuk memperoleh informasi atau pengetahuan baru
melalui proses discovery dan internalisasi. Agar discovery dan internalisasi dapat berlangsung
secara benar maka perlu diperhatikan beberapa prinsip pembelajaran yang perlu sebagai
berikut:
• Setiap siswa perlu dimotivasi oleh guru agar merasa bahwa belajar merupakan suatu
kebutuhan, dan bukan sebaliknya sebagai beban
• Pembelajaran hendaknya dimulai dari hal-hal yang konkrit ke hal-hal yang abstrak.
• Setiap usaha mengkonseptualisasikan matari pembelajaran hendaknya diatur sedemikian
rupa sehingga memudahkan siswa belajar.
• Pembelajaran hendaknya dirancang sesuai dengan pengalaman belajar siswa dengan
memperhatikan tahap-tahap perkembangannya.
• Materi pelajaran hendaknya dirancang dengan memperhatikan sequencing penyajian secara
logis.
BAB III
PENUTUP
3.1 kesimpulan
Pembelajaran menurut teori aliran behavioristik adalah upaya membentuk tingkah laku
yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan. Prinsip pembelajarannya ada penguatan
untuk meningkatkan motivasi belajar berupa pujian, aktivitas (mainan) dan simbolik (uang,
nilai), hukuman, dan perilaku belajar yang segera diikuti konsekuensi.
Pembelajaran menurut aliran kognitif , Jean Piaget memiliki 3 prinsip pembelajaran yaitu
belajar aktif, belajar lewat interkasi sosial dan pengalaman sendiri. Menurut Brunner antara
lain pengalaman optimal untuk mau dan dapat belajar, perstrukturan pengetahuan, urutan
penyajian materi dan pemberian penguatan. Sedangkan, David Ausubel yaitu kerangka
cantolan, belajar progesif, belajar superodinat dan penyesuaian integratif..
Pembelajaran berdasarkan teori kontruktivisme yang berperan dalam model pembelajaran
kuantum. Model ini adalah upaya untuk mengorkestrasikan berbagai interaksi dalam proses
pembelajaran menjadi cahaya prestasi, dengan menyingkirkan hambatan belajar dan
menfasilitasinya sehingga peserta didik dapat belajar dengan mudah.
DAFTAR PUSTAKA
http://magister-pendidikan.blogspot.com/p/teori-konstruktivistik.html
http://choy080990.blogspot.com/2012/11/teori-belajar-behaviorisme-kognitivisme.html
http://edukasi.kompasiana.com/2011/10/24/teori-belajar-kognitivisme-406223.html
Anita.Woolfolk,2007. Eduacational Psychology. Boston:Pearson educational
Jhon W.Santrock,2007. Psikologi Pendidikan ( terjemahan ). Jakarta:Kencana
Muhibbin, Syah.2008. Psikologi Pendidikan. Toraja:UKI

Anda mungkin juga menyukai