Anda di halaman 1dari 36

KONSEP BELAJAR

Disampaikan oleh : Sebastianus Banggut,SST., M.Pd


1. Tujuan Umum.
Setelah mempelajari pokok bahasan ini diharapkan mahasiswa mampu mengetahui dan
memahami tentang konsep belajar.

2. Tujuan Khusus. Mahasiswa dapat menjelasakan:


A. Pengertian Belajar dan Proses Belajar
B. Faktor yang Mempengaruhi Belajar
C. Cara Belajar Efektif
D. Lupa dan Kiat Mengurangi lupa.

A. Pengertian Belajar Dan Proses Belajar


1. Pengertian Belajar
Prof.Dr.H.Hamzah B.Uno,M.Pd & Masri Kuadrat, S.Pd., M.Pd (2009.30),
menjelaskan upaya sekelompok pendidik dan calon pendidik di Indonesia, untuk
terus mengupayakan pelayanan pendidikan yang paling baik untuk peserta didik
terutama untuk anak berbakat diarahkan pada kemudahan akses tentang cuplikan
teori dan praktik bagi para profesional khususnya, masyarakat terpelajar
umumnya.
Pemerintah dalam strateginya dengan tegas menyatakan tekadnya untuk
mengoptimalkan potensi kemampuan manusia melalui kesempatan layanan
pendidikan bagi masyarakat, dan memberikan perhatian khusus kepada anak
berbakat yang memiliki kemampuan dan kecerdasan yang luar biasa. Istilah
“berbakat” itu sendiri adalah berkemampuan unggul dan kemampuan kecerdasan
yang luar biasa sebagaimana tercantum dalam UU No.2 Tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional.
Rozenzweig,1966, Clark,1986 dalam Prof.Dr.H.Hamzah B.Uno,M.Pd &
Masri Kuadrat, S.Pd., M.Pd (2009.32), menjelaskan meskipun kita mengakui
adanya bakat genetis, perubahan lingkungan berarti mempengaruhi struktur
biologis organisme. Pendidikan menggunakan lingkungan untuk belajar dan
belajar berarti perubahan. Intervensi lingkungan berarti mengubah struktur
biologis organisme hidup. Karena itu, pendidikan terutama disekolah-sekolah
seyogyanya dapat mewujudkan lingkungan yang kaya pengalaman dan bersifat
human, juga bersifat fleksibel sehingga dapat memenuhi kebutuhan
perkembangan beragam kemampuan peserta didik yang berbeda-beda. Bagi anak
yang berkemampuan unggul upaya pendidikan seperti itu sangat diperlukan.

1
Mengapa? Karena interes intelektual dan perspektif masa depan anak berbakat ini
jauh berbeda, baik dalam arti genetis maupun dalam kecepatan tindakan
dibandingkan dengan orang lain. Apabila kita hendak memanfaatkan iptek
sebagai hasil budaya pikir bangsa Indonesia maka kita bersandar pada
kemampuan intelektual anak berbakat sehingga misi pendidikan bagi seluruh
lingkungannya harus sejak dini diarahkan pada upaya “melek pikir” dan “melek
teknologi”, Artinya, mengembangkan kemampuan dengan substansi bagi seluruh
lingkungannya sebagai dasar minimal, manusia Indonesia secara logis dapat
mempertimbangkan keputusan yang sesuai dengan kepentingan diri dan
masyarakat dimana ia hidup. Jadi, pengertian melek huruf dalam wajib belajar
mengandung arti yang sebenarnya berarti “melek budaya” (cultural literacy).
Wajib belajar 9 tahun (7-15 tahun) merupakan tindakan konkret ke arah upaya itu
bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Sunaryo (2004.164), dampak dari setiap perbuatan belajar adalah terjadinya
perubahan dalam aspek fisiologis dan psikologi. Perubahan aspek fisiologis,
misalna dapat berjalan, berlari, dan mengendarai kendaraan, sedangkan dalam
aspek psikologis berupa diperolehnya pemahaman, pengertian tentang apa yang
dipelajari seperti pengertian dan pemahaman tentang ilmu pengetahuan, nilai-nilai
yang berlaku di masyarakat. Dalam kegiatan belajar melibatkan aspek fisiologis
atau struktur, yaitu otak dan aspek psikologis atau fungsi (berpikir). Beberapa
pengertian tentang belajar dapat diketengahkan sebagai berikut:
a. Pengertian tradisional, “belajar adalah menambah dan mengumpulkan
sejumlah pengetahuan” (Nasution,1980).
b. Mengutip pendapat Ernest H.Hilgard, “belajar adalah dapat melakukan
sesuatu yang dilakukannya sebelum ia belajar atau bila kelakuannya berubah
sehingga lain caranya menghadapi sesuatu situasi daripada sebelum itu”
(Sumadi S., 1984)
c. Dalam pengertian singkat belajar adalah “a change behavior” atau perubahan
perilaku (Sumadi, 1984).
d. Mengutip pendapat Cronbach, “belajar adalah sebaik-baiknya adalah dengan
mengalami dan dalam mengalami itu menggunakan panca indranya (Sumadi
S., 1984).

2
e. Belajar adalah “bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang
yang dinyatakan dalam cara-cara berperilaku yang baru berkat pengalaman
dan latihan (Oemar H., 1983).
f. Belajar adalah “proses perubahan dalam diri manusia” (Achmad A., 1999).
g. Belajar adalah “usaha untuk menguasai segala sesuatu yang berguna untuk
hidup” (Notoatmodjo, 1997).

Kegiatan Bekajar
Sunaryo (2004.165), setiap kegiatan belajar diharapkan akan ada perubahan
pada diri individu, seperti dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti
menjadi mengerti, dari tidak dapat mengerjakan menjadi dapat mengerjakan, dan
dari semula tidak paham menjadi paham. Perubahan yang terjadi pada diri
individu tidak selalu diakibatkan perbuatan belajar, tetapi dapat disebabkan oleh
proses pematangan, misalnya dapat berjalan, dapat duduk, dan dapat berlari.
Namun, ada perubahan yang terjadi bukan karena perbuatan belajar, yaitu pada
saat keadaan terjepit, misalnya, si A karena dikejar anjing lari dan serta merta
memanjat pohon, padahal semula si A sama sekali tidak dapat memanjat pohon.

Ciri-Ciri Kegiatan Belajar

Pada proses belajar terdapat kegiatan jiwa sendiri. Pengajar hanyalah


menyediakan kondisi-kondisi dan stimulus-stimulus tertentu. Tanpa aktivitas dari
subjek yang bersangkutan tidak mungkin terjadi apa yang dinamakan belajar.
Pada kegiatan belajar tidak semua yang terjadi merupakan hal yang baru. Kadang-
kadang hanya sebagian saja yang baru.

Kegiatan belajar dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja.
Seseorang dapat dikatakan belajar apabila didalam dirinya terjadi perubahan dari
tidak tahu menjadi tahu. Dari tidak dapat mengerjakan sesuatu menjadi dapat
mengerjakan sesuatu. Namun demikian tidak semua perubahan itu terjadi karena
belajar. Misalnya perkembangan anak dari tidak dapat berjalan menjadi berjalan.
Perubahan tersebut terjadi bukan karena belajar tetapi karena proses kematangan.
Contoh lain perubahan pada diri seseorang yang bukan karena belajar ialah
seseorang yang karena dalam keadaan terjepit dapat melompat pagar setinggi 2

3
meter, padahal dalam keadaan biasa tidak mungkin dilakukannya. Dari uraian
singkat tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan belajar itu mempunyai ciri-
ciri:

1. Belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan pada diri individu yang
sedang belajar, baik actual maupun potensial.

2. Perubahan tersebut pada pokoknya didapatkan karena kemampuan baru yang


berlaku untuk waktu yang relative lama.

3. Perubahan-perubahn itu tejadi karena usaha, bukan karena proses kematangan.

Pendapat ini didukung oleh Hilgard, yang disarikan oleh Pasaribu, dan
Simanjutak, yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan
kegiatan dan reaksi terhadap lingkungan. Perubahan tersebut tidak dapat disebut
belajar apabila disebabkan oleh pertumbuhan atau keadaan sementara, misalnya
karena kelelahan atau karena obat-obatan.

1. Perubahan Perilaku Secara Sadar. Orang yang belajar tadi sadar bahwa ilmu
pengetahuannya bertambah, kecakapannya bertambah, muncul kesadran dalam
fikirannya tentang bahaya-bahaya yang tidak sehat bila tidak merubah
perilakunya. Oleh karena itu orang yang belajar mengenai kesehatan tersebut
mengubah perilakunya agar menjadi sehat.

2. Perubahan Perilaku Akibat Belajar Berkesinambungan Dan Fungsional.


Misalnya bila seorang ibu telah mengubah perilakunya yang semula menu
makannya tidak lengkap terdiri dari 4 sehat, setelah mengubah kebiasaan
makan selalu melengkapi jenis menu makanan sehatnya, maka hal ini akan
berkembang untuk melakukan variasi jenis menu makanannya. Dari sayur
daun singkong, agar bervariasi tidak itu-itu saja, dicarinya pengganti daun
singkong. Kemudian rasa dari masakannya agar lezat dari variasi berbagai
jenis menu tersebut, ibu itu akan berupaya belajar membuat variasi jenis
masakan dan bumbunya. Ada kesinambungan, yang terus-menerus. Apalagi
bila terbukti kesehatannya makin meningkat dapat dirasakan dari pada sebelum
mempraktekkan menu sehat tersebut.

4
3. Perubahan Dalam Belajar Positif dan Aktif. Seperti diuraikan diatas, kasus ibu
yang menyiapkan menu makanan sehari-hari dengan menu seimbang. Makin
dapat dirasakan manfaatnya, maka akan makin aktif dan positif memenuhi
kebutuhan kesehatannya.

4. Perubahan Perilaku Setelah Belajar Bersifat Menetap. Jadi kasus ibu yang telah
memiliki kecakapan menyediakan menu sehat tersebut tidak akan berhenti dan
akan terus berlangsung seperti itu. Ia menyadari betul bila tidak meningkatkan
menu sehatnya ia bisa sakit. Ia telah merasa senang dan bahagia dengan
kecakapan barunya mengerti tentang menu sehat tersebut ternyata membawa
hasil, keadaan jasmaninya segar dan sehat, bahkan untuk seluruh keluarganya.

5. Perubahan Mencakup Seluruh Aspek Tingkah Laku

Sebagai contoh kasus di ibu dengan menyiapkan menu sehat, tidak hanya
jenis menunya, tetapi kemudian berkembang harus belajar cara memasaknya
agar menu itu tetap menu sehat. Umpama sayur yang mengandung vitamin C
akan hancur Vit C-nya bila terlalu dipanaskan, maka ia menyiapkan dalam
keadaan setengah matang mungkin atau untuk lalapan barangkali. Kemudian
ingin tahu tentunya jenis-jenis menu. Kalau sudah demikian tentu akan belajar
bagaimana cara memasaknya. Kalau membakar sate dengan api kompor tentu
tidak enak, sudah lazim menggunakan arang. Ibu jadi ingin tahu pula
mengapa?. Ternyata didalam arang kayu ada semacam zat yang bisa
memberikan aroma khas. Lalu ia membeli anglo untuk membakar daging sate,
dan seterusnya. Ada perubahan perilaku positif yang kait mengait untuk
seluruh aspek.

Ciri-Ciri Kegiatan Belajar :


a. Terjadi perubahan baik aktual maupun potensia pada diri individu yang
belajar.
b. Perubahan diperoleh karena usaha dan perjuangan
c. Perubahan didapat karena kemampuan baru yang berlangsung relatif lama.

2. Teori Belajar
Sunaryo (2004.165), Teori belajar atau konsep belajar adalah suatu konsep
pemikiran yang dirumuskan mengenai bagaimana proses belajar itu terjadi.
a. Teori yang hanya memperhitungkan faktor yang datang dari luar (faktor
eksternal) individu , dikenal dengan teori stimulus dan respons. Teori belajar

5
yang termasuk ke dalam teori stimulus dan respons adalah teori asosiasi.
Dalam teori ini belajar tidak lain adalah mengambil dan menggabungkan
tanggapan (respons) karena rangsangan (stumulus), dengan jalan mengulang-
ulang. Semakin banyak stimulus yang diberikan, makin banyak respons yang
diperoleh.
b. Teori yang memperhitungkan faktor yang berasal dari dalam individu (faktor
internal), maupun yang berasal dari luar individu (faktor eksteren), dikenal
dengan teori transformasi. a. Teori belajar yang termasuk dalam terori
transformasi yang berlandaskan psikologi kognitif
(Neisser,Notoatmodjo,1997) bahwa proses belajar merupakan transfomasi
dari input, reduksi input, analisis input, disimpan, ditemukan kembali, dan
dimanfaatkan. b. Awal individu belajar adalah interaksi individu dengan
dunia luar, masuk sensoris, diseleksi, masuk dalam memori, dan menyangkut
kognitif – afektif – dan psikomotor.
Beberapa Teori Belajar
Sunaryo (2004.166), beberapa teori belajar yang banyak dikemukakan oleh
para ahli :
1. Konsepsi Spekulatif. Teori yang dikelompokkan ke dalam konsepsi pendapat
para ahli, tanpa dibuktikan dengan penelitian atau percobaan a.l :
a. Pendapat ahli Scolastic. Belajar pada intinya adalah ulangan, artinya
bahwa belajar hakikatnya mengulang-ulang materi yang harus dipelajari,
semakin sering diulang makin dingat dan dikuasai.
b. Kontrareformasi. Proses belajar yang menjadi pokok atau induk adalah
“mengulang”. Semboyan yang dikenal adalah “repetitio est mater
studiorum”
c. Konsep psikologi daya atau faculty psychology – Christain Van Volf.
Belajar tidak lain adalah usaha untuk melatih daya jiwa yang terdapat pada
otak agar berkembang sehingga kita dapat berpikir, mengingat dengan
cara menghafal, memecahkan soal, dan bermacam-macam kegiatan
lainnya. Dasar teori ini adalah adanya anggapan bahwa jiwa manusia
terdiri dari berbagai daya a.l : daya pikir, mengenal, mengingat,
mengamati, daya khayal, dan daya merasakan. Daya ini berkembang dan
berfungsi dengan baik apabila dilatih secara berulang kali.
2. Pendekatan Eskperimental. Pelopornya adalah Ebbinghaus – teori ini tidak
bersifat spekulatif belaka dalam mengemukakan pendapatnya, tetapi sudah

6
melalui penelitian dan percobaan-percobaan. Dari penelitian dan percobaan
tersebut, disimpulkan bahwa inti belajar adalah ulangan.
3. Teori Belajar Asosiasi (Thorndike). Teori ini mengatakan bahwa jiwa
manusia terdiri dari asosiasi bermacam-macam tanggapan yang masuk, yang
terbentuk karena hubungan stimulus respons. Proses belajar pada intinya
adalah penguatan antara stimulus – respons. Sifat belajar menurut teori ini:
“Trial and error learning”.
4. Clasical Conditioning. Dinamakan juga Pavlovnisme karena peletak teori ini
adalah Pavlov. Inti penelitiannya sbb :
a. Eksperimennya menggunakan anjing yang telah diopersi kelenjar
ludahnya (glandula salivase) sehingga air liur yang keluar dapat
ditampung dan diukur. Apabila ada makanan, keluarlah air liur sebagai
respons.
b. Percobaan selanjutnya adalah membunyikan bel terlebih dahulu sebelum
diberikan makanan.
c. Percobaan dilakukan berulang kali dan ternyata hasilnya bunyi bel saja
tanpa memberikan makanan sudah dapat menimbulkan keluarnya air liur
secara refleks. Dari percobaan tersebut, terjadi : bunyi bel = conditioning
stimulus (CS) = perangsang bersyarat, keluarnya air liur karena bunyi bel
disebut conditioning reflex (CR), keluarnya air liur karena makanan d,
keluarnya air liur karena bunyi bel disebut conditioning reflex (CR),
keluarnya air liur karena makanan disebut unconditioning reflex
5. Behaviorism, Watson, pendapat yang dikemukakan yaitu :
a. Teori stimulus dan respons – apabila kita menganalisis tingkah laku yang
kompleks, akan ditemukan rangkaian unit stimulus dan respons yang
disebut refleks. Stimulus merupakan situasi objektif (suara dan sinar) dan
respons adalah reaksi subjektif individu terhadap stimulus (mengambil
makanan karena lapar atau menutup pintu karena ada angin kencang).
b. Pengamatan dan kesan – Adanya kesan motoris ditujukan terhadap
berbagai stimulus.
c. Perasaan, tingkah laku, dan afektif – Ditemukan tiga reaksi emosional
yang dibawa sejak lahir, yaitu takut, marah, dan cinta. perasaan senang
dan tidak senang adalah adalah reaksi senso-motoris.

7
d. Teori berpikir – Berpikir harus merupakan tingkah laku senso-motoris dan
berbicara dalam hati adalah tingkah laku berpikir.
e. Pengaruh lingkungan terhadap perkembangan individu – Reaksi instinktif
atau kodrati yang dibawa sejak lahir jmlahnya sedikit sekali, sedangkan
kebiasaan-kebiasaan yang terbentuk dalam perkembangan disebabkan
oleh latihan dan belajar.
6. Operant Conditioning (B.F.Skinner). dalam teori ini ada dua macam respons
yaitu :
a. Repondent response (reflexive response atau respondense behavior) –
Response ini ditimbulkan oleh perangsang-perangsang tertentu yang
disebut electing stimulus yang sifatnya relatif tetap dan terbatas serta
hubungan antara stimulus dan respons sudah pasti sehingga kemungkinan
untuk dimodifikasi kecil. Misalnya, makanan yang menimbulkan
keluarnya air liur.
b. Operant response (instrumental response atau instrumental behavior) –
Respons yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang-
perangsang tertentu, yang biasa disebut reinforcing stimuli atau reinforcer.
Perangsang tersebut memperkuat respons yang telah dilakukan oleh
organisme sehingga sifatnya mengikuti. Misalnya, seorang anak belajar,
kemudian memperoleh hadiah sehingga ia akan lebih giat lagi belajar,
berarti responsnya menjadi lebih kuat/intensif. Respons ini merupakan
bagian yang terbesar daripada tingkah laku manusia dan kemungkinannya
untuk dimodifikasi tak terbatas. Titik berat teori Skinner terletak pada
response operant.
7. Teori Gestalt atau Organis. Teori ini menyebutkan bahwa jiwa manusia
merupakan suatu kesatuan yang bulat (holistik) bukan tanggapan. Jiwa
manusia bersifat hidup dan dinamis atau aktif berinteraksi dengan lingkungan.
Oleh karena itu, belajar berati bereaksi, mengalami, berbuat, berpikir secara
kritis. Dari teori ini dapat dikemukakan adanya beberapa asas belajar, yaitu :
a. Keseluruhan lebih dari jumlah bagian-bagian.
b. Belajar tidak lain adalah proses perkembangan
c. Belajar adalah reorganisasi pengalaman.
d. Belajar akan lebih berhasil apabila ada minat atau keinginan dan
bertujuan.

8
e. Belajar merupakan proses yang berlangsung terus-menerus.

c. Proses Belajar
Belajar dalam pengertian luas adalah dimana guru murid mengetahui
pokok penting dari aspek-aspek perbuatan belajar. Pada umumnya belajar dapat
kita lihat dari dua jenis pandangan yakni tradisional dan pandangan modern.
Pertama, pandangan tradisional, belajar adalah usaha memperoleh sejumlah ilmu
pengetahuan. “pengetahuan” memegang peranan yang penting adalah kekuasaan
siapa saja yang memiliki banyak pengetahuan maka ia akan mendapat kekuasaan.
Kedua, pandangan modern, belajar adalah proses perubahan tingkah laku perekat
interaksi dengan lingkungannya. Seorang dikatakan melakukan kegiatan belajar
setelah ia memperoleh hasil yakni terjadinya perubahan tingkah laku.

Dengan demikian, belajar merupakan suatu keharusan untuk manusia. Agar


memperoleh ilmu pengetahuan sebagai proses perubahan tingkah laku yakni
berintelektual tinggi serta berakhlak untuk mencapai suatu tujuan pelajaran para
ahli psikologi pendidikan telah merumuskan beberapa teori yang digolongkan
menjadi 3 bagian :

1. Teori Belajar Gestalt

Perkembangan teori proses belajar yang ada dapat dikelompokan


kedalam dua kelompok besar yakni teori stimulus-respons yang kurang
memperhitungkan faktor internal dan teori transformasi yang
memeperhitungkan faktor internal. Teori stimulus-respons yang berpangkal
pada psikologi asosiasi dirintis oleh John Locke dan Herbart. Di dalam teori ini
apa yang terjadi pada diri subjek belajar merupakan rahasia atau black box.
Belajar adalah mengambil tanggapan-tanggapan dan menggabung-gabungkan
tanggapan dengan jalan mengulang-ulang. Tanggapan-tanggapan tersebut
diperoleh dari pemberian stimulus atau rangsangan-rangsangan. Maka makin
memperkaya tanggapan pada subjek belajar. Teori ini tidak memperhitungkan
faktor internal yang terjadi pada diri subjek belajar.

Sedangkan kelompok teori proses belajar yang kedua sudah


memperhitungkan faktor internal maupun faktor eksterna. Pertama teori
transformasi yang berlandasan pada psikologi kognitif seperti dirumuskan oleh

9
Neisser, bahwa proses belajar adalah transformasi dari masukan (input),
kemudian input tersebut direduksi, diuraikan, disimpan, ditemukan kembali,
dan dimanfaatkan. Selanjutnya dijelaskan bahwa belajar dimulai dari kontak
individu dengan dunia luar.

Faktor Eksternal dan Internal yang mempengaruhi peristiwa Belajar

Persentuhan Repetisi/mengulang Penguat


Faktor Eksternal (Contiguity) (Repetition) (Reinforcement)

Peristiwa

Belajar

Faktor Internal Fakta Informasi KeterampilanStrategi-


strategi
(Factual information) Intelektual (strategies)
(Intelectual Skill)

Teori Gestalt yang berdasar pada teori belajar psikologi


beranggapan bahwa setiap fenomena terdiri dari suatu kesatuan esensial yang
melebihi jumlah dari unsur-unsurnya.

Menurut Fatah syukur (2008.125), Teori Gestalt adalah suatu


keseluruhan yang berstruktur, unsur-unsur tersebut berada dalam keseluruhan
menurut struktur tertentu dan saling berinteraksi satu sama lain. Implikasi teori
tersebut terhadap belajar antara lain sebagai berikut: 1. Belajar dimulai dari
keseluruhan, 2. Keseluruhan memberi makna, 3. Individu bagian-bagian dari
keseluruhan, 4. Anak belajar menggunakan pemahaman, 5. Belajar merupakan
rangkaian reorganisasi pengalaman, 6. Hasil belajar meliputi semua aspek
tingkah laku dan 7. Anak yang belajar merupakan keseluruhan bukan belajar
pada otaknya saja. Bahwa keseluruhan itu tidak sama dengan penjumlahan.
Keseluruhan itu lebih dari bagian-bagiannya di dalam peristiwa belajar,
keseluruhan situasi belajar amat penting karena belajar merupakan interaksi
antara subjek belajar dengan lingkungannya.

10
Selanjutnya para ahli psikologi Gestalt menyimpulkan bahwa
seseorang dikatakan belajar apabila ia memperoleh pemahaman dalam situasi
yang problematis. Pemahaman tersebut ditandai dengan adanya: a. Suatu
perubahan yang tiba-tiba dari keadaan yang tidak berdaya menjadi keadaan
yang mampu menguasai atau memecahkan masalah atau problem, b. Adanya
retensi yang baik dan c. Adanya peristiwa transfer. Pemahaman yang diperoleh
dari situasi, dibawa dan dimanfaatkan atau ditransfer kedalam situasi lain yang
mempunyai pola atau struktur yang sama atau hampir sama secara
keseluruhan.

Untuk memperoleh pemahaman itu kita harus berhadapan dengan


problem solving. Ini berarti bahwa belajar yang sejati adalah apabilah
seseorang menghadapi problem dan menemukan pemecahannya. Contoh:
Bagaimana meningkatkan gizi masyarakat desa disuatu daerah yang
penduduknya kekurangan gizi. Kemungkinan penyebab kekurangan gizi dapat
dicari dari berbagai segi : 1. Mungkin pendududknya padat, sedangkan tanah
pertanian kurang, 2. Kebodohan, atau ketidaktahuan masyarakat terhadap
makanan bergizi, 3. Kuatnya tradisi dan adat istiadat, 4. Kurangnya partisipasi
masyarakat, 5. Keengganan dari petugas-petugas kesehatan dan 6. Kurangnya
perhatian pemerintah daerah

Menurut pandangan teori Gestalt seseorng memperoleh pengetahuan


melalui sensasi atau informasi dengan melihat strukturnya secara menyeluruh
kemudian menyusunnya kembali dalam struktur yang sederhana sehingga lebih
mudah dipahami. Manfaat dari beberapa teori belajar adalah:

1. Membantu guru untuk memahami bagaimana siswa belajar

2. Membimbing guru untuk merancang dan merencanakan proses


pembelajaran

3. Memandu guru untuk mengelola kelas

4. Membantu guru untuk mengevaluasi proses, perilaku guru sendiri serta hasil
belajar siswa yang telah dicapai

5. Membantu proses belajar lebih efektif, efisien dan produktif

11
6. Membantu guru dalam memberikan dukungan dan bantuan kepada siswa
sehingga dapat mencapai hasil prestasi yang maksimal.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa menurut teori Gestalt,


belajar adalah memberikan problem kepada subjek belajar untuk dipecahkan
dari berbagai macam segi.

2. Teori belajar menghafal dan mental disiplin

Menurut fatah syukur (2008.124), Teori Gestalt menekankan pada daya-


daya yang dimiliki oleh anak yakni daya mengingat, daya berfikir, daya
mencipta, daya perasaan, dan daya kemauan. Untuk mengembangkan daya
tersebut maka perlu dilatih. Misalnya, membentuk daya mengingat, maka para
siswa perlu diberi latihan fakta-fakta, untuk melatih daya berfikir para siswa
diberihitungan yang berat-berat dan lain-lain. Yang penting dari teori ini
menekankan pada factor pembentukannya bukan pada factor materi yang
digunakan.

Para ahli pendidikan yang lain membedakan teori belajar sebagai berikut:

a. Teori menghafal. Belajar adalah menghafal, dan menghafal adalah usaha


mengumpulkan pengetahuan melalui pembeoan/meniru untuk kemudian
digunakan bila mana diperlukan. Orang yang sedang belajar disamakan
seperti seekor burung beo. Tugas pengajar adalah memberikan pengertian
yang sebanyak-banyaknya tanpa mempertimbangkan subyek belajar,
maupun fungsi dari pengetahuan tersebut. Teori ini tidak seluruhnya benar
sebab dalam proses belajar, subyek belajar adalah manusia yang dapat
berpikir dan mempunyai tujuan, yakni terjadinya hal-hal baru yang
bermanfaat pada dirinya. Disamping itu, dari hasil penelitian para ahli dan
menurut pengalaman sehari-hari, hafalan akan hilang lenyap bila yang
dihafalkan itu tidak fungsional, dan tidak langsung dipergunakan atau
dimanfaatkan dalam hidup sehari-hari. Karena itu, dalam proses pendidikan
kesehatan yang perlu diperhatikan adalah menimbulkan kesadaran bahwa
kesehatan atau materi-materi yang diberikan itu bermanfaat bagi sasaran
pendidikan.
b. Teori mental disiplin. Menurut teori ini belajar adalah mendisiplinkan
mental. Disiplin mental ini dapat diperoleh melalui latihan terus-menerus

12
secara berlangsungan, berencana, dan teratur. Berdasarkan teori, manusia
mempunyai beberapa jenis daya, seperti daya acto, daya fantasi, daya
tangkap, daya ingat, daya mengamati. Daya-daya tersebut diperkuat,
dikembangkan dan dipertajam melalui latihan-latihan tertentu. Misalnya
untuk melatih daya ingat, subyek belajar disuruh menghafal defenisi-
defenisi dan pernyataan-pernyataan. Untuk melatih daya acto mereka
disuruh mempelajari matematika, actoric. Dalam melatih daya acto ada 2
faktor :
1. Faktor-faktor asah otak. Gambaran nyata tentang latihan daya acto ini
ibarat pisau yang perlu selalu diasa supaya tetap tajam, sehingga siap
dipergunakan sewaktu-waktu. Pisau yang tajam bukan saja dapat
dipergunakan untuk memotong daging, kertas ataupun meraut pensil.
Demikian pula hasil latihan daya acto dalam berbagai bidang studi bukan
saja untuk menguasai bidang studi tetapi daya yang sudah terlatih dapat
dipergunakan untuk memecahkan masalah apa saja yang ditemukan
dalam segala bidang kehidupan.
2. Faktor transfer. Dalam kehidupan sehari-hari actor transfer sering
dijumpai didalam belajar tentang suatu keterampilan atau pengetahuan
yang lain. Dengan kata lain, ketika mempelajari sesuatu yang baru, akan
dipermudah dengan pengetahuan-pengetahuan yang sebelumnya sudah
dimiliki.

Contoh: Seseorang yang sudah ahli mengendarai motor dan mempunyai


SIM C, tidaklah akan sulit untuk belajar mengendarai mobil, bila
dibandingkan dengan orang yang belum dapat mengendarai motor. Hal ini
disebabkan factor transfer yang berjalan searah didalam diri orang tersebut.
Karena itu pengetahuan dan keterampilan yang diberikan kepada subyek
belajar hendaknya dapat ditransfer oleh mereka dalam kehidupan atau
pekerjaannya sehari-hari.

3. Teori Asosiasi.

13
Teori ini berasal dari hasil ilmu jiwa asosiasi yang dirintis oleh John
Luck dan Herbart. Menurut Notoadmojo (2007.45), teori ini belajar adalah
mengambil tanggapan-tanggapan dan menggabung-gabungkan tanggapan
dengan jalan mengulang-ulang. Yang dimaksudkan dengan tanggapan disini
adalah suatu lukisan yang timbul dalam jiwa sesudah diadakan pengamatan dan
penginderaan. Tanggapan yang telah ada saling berhubungan, sedangkan yang
baru bertemu dengan cara bergabung dengan tanggapan lama. Penggabungan
itu menyebabkan adanya penarikan dari tanggapan-tanggapan yang sudah ada.
Pada umumnya tanggapan lama mengendap dalam alam ketidaksadaran jiwa.
Tetapi apabilah sebagaian dari tanggapan itu, karena sesuatu sebab muncul
kealam sadar, maka tanggapan lain yang sudah berasosiasi erat akan muncul
bersama-sama. Agar terjadi asosiasi tanggapan yang erat satu dengan yang lain,
dan supaya setia un tuk dimunculkan kembali kea lam sadar, dapat dipermudah
dengan pengulangan-pengulangan rangsangan. Jadi belajar ialah mengulang-
ulang di dalam mengasosiasikan tanggapan-tanggapan sehingga reproduksi
yang satu dapat menyebabkan reproduksi yang lain dalam ingatan kita. Tujuan
belajar ialah mereproduksikan gabungan tanggapan dengan cepat dan dapat
dipercaya. Konsekuensi dari teori ini ialah bahwa pengajar harus sebanyak
mungkin memberikan stimulus kepada subjek belajar untuk menimbulkan
respon. Makin banyak terjalin, maka makin mendalam orang memepelajari
sesuatu, dan makin banyak stimulus maka makin banyak respons.

Contoh: Dalam memberikan situasi belajar kepada masyarakat harus


diperbanyak terjadinya tanggapan pada diri mereka sehingga mereka dengan
cepat dan tepat dapat menghubungkan antara lingkunagan yang jelek dengan
penyakit, minum air mentah dengan sakit perut, lalat sakit perut.

Menurut fatah syukur (2008.124), Teori Gestalt dikenal dengan sebutan


S-R bond teori yakni teori stimulus response. Setiap stimulus menimbulkan
jawaban tertentu misalnya 5x4 = 20, 5x4 adalah stimulus sedangkan 20 =
response. Teori ini kemudian menjadi dasar tumbuhnya teori conectionism
yang mempunyai doktrin pokok “hubungan antara stimulus dan respon”.
Asosiasi dibuat antara kesan-kesan penginderaan dan dorongan-dorongan untuk
berbuat. S-R. Teori itu menyusun hukum-hukum belajar sebagai berikut: 1.
Hukum latihan atau prinsip use dan disuse. Apabila hubungan itu sering dilatih

14
ia akan lebih kuat, 2. Hukum pengaruh, hubungan itu akan diperkuat atau
diperlemah tergantung pada kepuasan atau ketidaksenangan yang berkenaan
pada penggunaanya dan 3. Hukum kesediaan atau kesiapan, apabila suatu
ikatan untuk berbuat, perbuatan itu memberikan kepuasan, sebaliknya apabila
tidak siap akan menimbulkan ketidaksenangan.

Implikasi dari teori itu dalam belajar adalah: 1. Kelakuan belajar, adalah
berkat pengaruh atau perbuatan yang dilakukan terhadap individu. 2.
Menjelaskan kelakuan dan motivasi secara mekanis.3. Kurang memperhatikan
proses-proses mengenal dan berfikir. 4. Mengutamakan pengalaman-
pengalaman masa lampau dan 5. Menganggap bahwa situasi keseluruhan terdiri
dari bagian-bagian.

d. Teori-Teori Belajar Sosial

1. Teori Belajar Sosial dan Tiruan dari N.E. Miller dan J. Dollard

Mereka berpendapat bahwa tingkah laku manusia merupakan hasil belajar.


Oleh karena itu, untuk memahami tingkah laku sosial dan proses belajar
sosial , kita harus mengetahui prinsip – prinsip sosial. Prinsip – prinsip belajar
sosial ini terdiri dari 4, yakni dorongan (drive), isyarat (cue), tingkahlaku balas
(response), dan ganjaran (reward). Sumber : Notoatmodjo dalam promosi
kesehatan dan ilmu perilaku (2007.46). Keempat prinsip ini saling mengait
satu sama lain dan saling dipertukarkan, yaitu dorongan menjadi isyarat,
isyarat menjadi ganjaran, dan seterusnya.

Dorongan adalah rangsangan yang sangat kuat terhadap organisme


(manusia) untuk bertingkah laku. Stimulus – stimulus yang kuat pada
umumnya bersifat biologis seperti lapar, haus, seks, kejenuhan dan sebagainya.
Stimulus-stimulus ini disebut dorongan primer yang menjadi dasar utama
untuk motivasi. Menurut N.E Miller dan J. Dollard, semua tingkah laku
(termasuk tingkah laku tiruan ) didasari oleh dorongan-dorongan primer ini .

Isyarat adalah rangsangan yang menentukan bila dan dimana suatu respons
akan timbul dan terjadi. Isyarat ini dapat disamakan dengan rangsangan
diskriminatif. Di dalam belajar sosial, isyarat yang terpenting adalah tingkah
laku orang lain, baik yang langsung ditujukan kepada orang tersebut maupun

15
tidak misalnya : anggukan kepala merupakan isyarat untuk setuju, uluran
tangan merupakan isyarat untuk berjabatan tangan.

Mengenai tingkah laku balas (respons), mereka berpendapat bahwa tingkah


laku balas itu adalah hirarki bawaan tingkah laku-tingkah laku. Pada saat
manusia dihadapkan untuk pertama kali beberapa kali terjadi ganjaran dan
hukuman, maka timbul tingkah laku balas yang sesuai dengan faktor-faktor
tersebut. Tingkah laku yang disesuaikan dengan faktor-faktor penguat tersebut
disusun menjadi hirarki resultan (resultan hierachy of response). Disinilah
pentingnya belajar dengan cara coba dan ralat (trial and error learning). Dalam
tingkah laku sosial, belajar coba ralat dikurangi dengan belajar tiruan,
seseorang tinggal meniru tingkah orang lain untuk dapat memberikan respons
yang tepat sehingga ia tidak perlu membuang waktu untuk belajar dengan coba
dan ralat.

Ganjaran adalah rangsangan yang menetapkan apakah tingkah laku balas


diulang atau tidak dalam kesempatan yang lain. Menurut Miller dan Dollard,
ada dua reward atau ganjaran, yakni ganjaran primer yang memenuhi dorongan
primer, menurut Notoatmodjo dalam promosi kesehatan dan ilmu perilaku
(2007.47). Lebih lanjut mereka membedakan adanya 3 macam mekanisme
tingkah laku tiruan.

a. Tingkah laku sama (Same behaviour). Tingkah laku ini terjadi apabila
dua orang yang bertingkah laku balas (berespons) terhadap rangsangan
atau isyarat yang sama. Contohnya, dua orang yang berbelanja di toko
yang sama dan dengan barang yang sama. Tingkah laku yang sama ini
tidak selalu tiruan, maka tidak dibahas lebih lanjut.

b. Tingkah laku tergantung (Matched depedent behaviour). Tingkah laku


ini timbul dalam interaksi antara dua pihak. Salah satu pihak mempunyai
kelebihan (lebih pandai, lebih mampu, lebih tua dan sebagainya) dari
pihak yang lain. Dalam hal ini, pihak yang lain atau pihak yang kurang
tersebut akan menyesuaikan tingkah laku (match) dan akan tergantung
(depent) pada pihak yang lebih. Misalnya, kakak adik yang sedang
menunggu ibunya pulang dari pasar. Biasanya ibu mereka membawa
cokelat. Mendengar ibunya pulang, si kakak segera menjemput ibunya,

16
kemudian diikuti oleh si adik. Ternyata mereka mendapatkan cokelat
(ganjaran). Adik yang semula hanya meniru tingkah laku kakaknya,
dilain waktu meskipun kakaknya tidak ada, ia akan lari menjemput
ibunya yang baru pulang dari pasar. Perbedaan dalam tingkah laku
tergantung si peniru hanya bertingkah laku terhadap isyarat yang
diberikan oleh model pada saat itu saja, sedangkan pada saat salinan
sipeniru memperhatikan juga tingkah laku model dimasa yang lalu
maupun yang akan dilakukan diwaktu mendatang. Hal ini berarti
perkiraan tentang tingkahlaku model dalam kurun waktu yang relatif
panjang ini akan dijadikan patokan oleh sipeniru untuk memperbaiki
tingkahlakunya sendiri dimasa yang akan datang, sehingga lebih
mendekati tingkahlaku model.

c. Tingkah laku salinan (copying behavior). Seperti tingkahlaku tergantung,


pada tingkah laku salinan, peniru bertingkah laku atas dasar isyarat yang
berupa tingkah laku pula yang diberikan oleh model. Demikian juga
dalam tingkah laku salinan ini, pengaruh ganjaran dan hukuman sangat
besar terhadap kuat atau lemahnya tingkah laku tiruan. Perbedaannya
dengan tingkah laku tergantung adalah dalam tingkah laku tergantung
ini, si peniru hanya bertingkah laku terhadap isyarat yang diberikan oleh
model pada saat itu saja. Sedangkan pada tingkah laku salinan, si peniru
memperhatikan juga tingkah laku model dimasa yang lalu maupun yang
akan dilakukan diwaktu mendatang. Hal ini berarti perkiraan tentang
tingkah laku model dalam kurun waktu yang relatif panjang ini akan
dijadikan patokan oleh si peniru untuk memperbaiki tingkah lakunya
sendiri dimasa yang akan datang, sehingga lebih mendekati tingkahlaku
model.

2. Teori Belajar Sosial dari A. Bandura dan R.H. Walter.

Teori belajar sosial yang dikemukakan oleh Bandura dan Walter


disebut teori proses pengganti. Teori ini menyatakan bahwa tingkah laku
tiruan adalah suatu bentuk asosiasi dari rangsang dengan rangsang lainnya,
menurut notoatmodjo dalam promosi kesehatan dan ilmu perilaku (2007.48).

17
Penguat (reinforcement) memang memperkuat tingkahlaku balas (respons),
tetapi dalam proses belajar sosial hal ini tidak terlalu penting.

Aplikasi teori ini adalah bahwa apabila seseorang melihat suatu


rangsangan dan ia melihat model bereaksi secara tertentu terhadap
rangsangan itu, maka dalam khayalan atau imajinasi orang tersebut terjadi
rangkaian simbol – simbol yang menggambarkan rangsangan dari tingkah
laku tersebut. Rangkaian simbol – simbol ini merupakan pengganti dari
hubungan rangsang balas yang nyata dan melalui asosiasi si peniru akan
melakukan tingkahlaku yang sama dengan tingkahlaku model. Terlepas dari
ada tidaknya rangsang, proses asosiasi yang tersembunyi ini sangat dibantu
oleh kemampuan verbal seseorang. Selain itu, didalam proses ini tidak ada
cara coba ralat (trial and error) yang berupa tingkah laku nyata, karena
semuanya berlangsung secara tersembunyi dalam diri individu. Hal yang
penting disini adalah pengaruh tingkah laku pada tingkah laku peniru.
Menurut A. Bandura dan R.H. Walter, pengaruh tingkah laku model terhadap
tingkah laku peniru ini dibedakan menjadi 3 macam, yakni :

a. Efek modeling ( modelling effect), yaitu peniru melakukan tingkah laku–


tingkah laku baru melalui asosiasi sehingga sesuai dengan tingkah laku
model.

b. Efek penghambat (inhibition) dan penghapus hambatan (dishibition),


yaitu tingah laku-tingkah laku yang tidak sesuai dengan tingkah laku
model dihambat timbulnya, sedangkan tingkahlaku yang sesuai dengan
tingkah laku model dihapuskan hambatannya sehinggah timbul
tingkahlaku yang dapat menjadi nyata.

c. Efek kemudahan (facilitation effects), yaitu tingkah laku yang sudah


pernah dipelajari oleh peniru, lebih mudah muncul kembali dengan
mengamati tingkah laku model.

Akhirnya A. Bandura dan R. H. Walter menyatakan bahwa teori


proses pengganti ini dapat pula menerangkan gejala timbulnya emosi pada
peniru dengan emosi yang ada pada model. Contohnya, seseorang yang
mendengar atau melihat gambar tentang kecelakaan yang mengerikan, maka

18
ia mendesis, menyeringai, bahkan sampai menangis karena ikut merasakan
penderitaan tersebut.

N.E. Miller dan J. Dollard berpendapat bahwa tingkah laku manusia


merupakan hasil belajar. Oleh karena itu, untuk memahami tingkah laku
sosial dan proses belajar sosial , kita harus mengetahui prinsip – prinsip
sosial. Prinsip – prinsip belajar sosial ini terdiri dari 4, yakni dorongan
(drive), isyarat (cue), tingkahlaku balas (response), dan ganjaran (reward),
menurut Notoatmodjo dalam promosi kesehatan dan ilmu perilaku (2007.46).
Keempat prinsip ini saling mengait satu sama lain dan saling dipertukarkan,
yaitu dorongan menjadi isyarat, isyarat menjadi ganjaran, dan seterusnya.

Teori belajar sosial yang dikemukakan oleh Bandura dan Walter


disebut teori proses pengganti. Teori ini menyatakan bahwa tingkahlaku
tiruan adalah suatu bentuk asosiasi dari rangsang dengan rangsang lainnya,
menurut Notoatmodjo dalam promosi kesehatan dan ilmu perilaku (2007.48).
Penguat (reinforcement) memang memperkuat tingkahlaku balas (respons),
tetapi dalam proses belajar sosial hal ini tidak terlalu penting. Akhirnya A.
Bandura dan R. H. Walter menyatakan bahwa teori proses pengganti ini dapat
pula menerangkan gejala timbulnya emosi pada peniru dengan emosi yang
ada pada model.

Notoatmodjo S (2003.36), Pendidikan tidak lepas dari proses


belajar. Kadang-kadang bahan pengajaran di samakan dengan pendidikan.
Kedua pengertian tersebut memang identic, karena proses belajar berada
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan d.k.l, pendidikan dilihat secara
makro sedangkan pengajaran (proses belajar) dilihat secra mikro. Menurut
konsep amerika, pengajaran di perlukan untuk memperoleh keterampilan
yang dibutuhkan manusia dalam hidup bermasyarakat. Belajar pada
hakikatnya adalah proses penyempurnaan potensi atau kemampuan pada
organisme biologis dan psikis yang diperlukan dalam hubungan manusia
dengan dunia luar dan hidup bermasyarakat.
Belajar adalah suatu usaha untuk menguasai segala sesuatu yang
berguna untuk hidup. Akan tetapi menurut konsep Eropa, arti belajar itu agak
sempit, hanya mencakup menghapal, mengingat, dan mereproduksi sesuatu

19
yang dipelajari. Oleh karena promosi kesehatan juga merupakan proses
pendidikan yang tidak lepas dari proses belajar, maka akan sedikit diungkap
prinsip-prinsip dan teori-teori proses belajar. Didalam belajar akan tercakup
hal-hal berikut:

a. Latihan. Latihan adalah suatu perbuatan pokok dalam kegiatan belajar,


sama halnya dengan pembiasaan. Baik latihan maupun pembiasaan
terutama terjadi dalam taraf biologis, tetapi apabila selanjutnya
berkembang dalam taraf psikis, maka kedua gejala itu akan menjadikan
proses kesadaran sebagai suatu proses ketidaksadaran yang bersifat
biologis yang disebut proses otomatisme, proses tersebut menghasilkan
tindakan tanpa disadari, cepat, dan tepat. Perhatikan seorang anak yang
sedang dilatih berjalan, berbicara, atau seorang dewasa yang sedang
berlatih menyetir, mengetik atau menari. Didalam kegiatan itu tampak
adanya gerakan-gerakan yang diulang-ulang untuk mencapai
kesempurnaan. Organisme yang bersangkutan menunjukkan kesediaan
dan keluwesannya. Latihan adalah penyempurnaan potensi tenaga-tenaga
dalam Proses Belajar

b. Menambah /memperoleh tingkah laku baru

Belajar sebenarnya merupakan suatu usaha untuk memperoleh hal-


hal baru dalam tingkah laku (pengetahuan, kecakapan, keterampilan,
dan nilai-nilai) dengan aktivitas kejiwaan sendiri. Dari pernyataan
tersebut tampak jelas bahwa sifat khas dari proses belajar ialah
memperoleh sesuatu yang baru, yang dahulu belum ada, sekarang
menjadi ada yang semula belum diketahui, yang dahulu belum
mengerti, sekarang dimengerti. Disamping itu dalam proses belajar
juga terjadi suatu peralihan dari potensi keaktivitasan. Peralihan dari
potensi keaktivitasan ini berlaku secara subjektif, maksudnya adalah
bahwa kesanggupan yang ada pada subjek menjadi aktif (misalnya
potensi bercakap-cakap menjadi tindakan bercakap-cakap)

Proses pembelajaran pada dasarnya mengantar para pelajar


memulai belajar, jadi tidak menjadikan diri pandai sesuai dengan
kemampuan intelektual yang ada pada mereka. Proses pembelajaran

20
adalah proses yang amat pragmatis dan konkret melihat dan
mempergunakan keadaan nyata, terutama keadaan intelektual para
pelajar merupakan pandangan sempit yang harus direkonstruksi.
Demikian pula dengan proses kegiatan belajar yang dilakukan
peserta didik, dengan demikian pemasungan daya kreatif setiap
siswa dapat dieleminir. Maka konsep pendidikan yang Perlu diingat
bahwa misi utama guru adalah Enlightment, mempersiapkan anak
didik sebagai individu yang bertanggungjawab dan mandiri.
Pencerahan itu dilakukan melalui proses- proses liberating
educating (kebebasan) dan civilizing (peradaban) dalam proses
belajar, ada baiknya setiap siswa bisa mengidentifikasikan dirinya
sendiri. Ini akan membantu mereka memilih metode atau cara,
strategi dan gaya belajar yang sesuai dengan kemampuan dan
kelemahaanya. Proses belajar itu sendiri meliputi ; membebaskan
menjadi pilihan bagi guru dan siswa

Pendidikan yang membebaskan adalah situasi dimana guru dan


siswa sama-sama harus belajar. Sama-sama memiliki subjek
kognitif, selain juga sama-sama memiliki perbedaan. Kegiatan
bersama itulah proses belajar yang optimal, karena melibatkan
semua komponen dan perangkat. Dari proses yang berlangsung
itulah masing-masing akan memiliki persepsi dan pengalaman
belajar yang diharapkan inheren dalam dirinya. Proses dalam belajar
itu memang lebih penting daripada end atau tujuan. Karena dalam
proses lebih mementingkan fungsi, bukan output yang dipaksakan,
juga bukan mengejar nilai.

Suliha Uha,dkk (2002.33), interaksi antara seorang pendidik


dan seorang pebelajar merupakan hubungan khusus yang ditandai
dengan adanya saling berbagi pengalaman, serta memberi sokongan
dan negosiasi. Pembelajaran yang efektif terjadi ketika klien dan
petugas kesehatan sama-sama berpartisipasi dalam proses bejalar-
mengajar, dalam arti menunda pengajaran sampai klien mau
berpartisipasi secara aktif. Di dalam kegiatan belajar terdapat tiga
persoalan pokok, yakni persoalan masukan (input), proses, dan

21
persoalan keluaran (output). Persoalan masukan dalam pendidikan
kesehatan adalah menyangkut sasaran belajar (sasaran didik) yaitu
individu, kelompok atau masyarakat yang sedang belajar itu sendiri
dengan berbagai latar belakangnya. Persoalan proses adalah
mekanisme dan interaksi terjadinya perubahan kemampuan
(perilaku) pada diri subjek belajar tersebut. Di dalam proses ini
terjadi pengaruh timbal balik antara berbagai factor, antara lain:
subjek belajar, pengajar (pendidik atau fasilitator) metode dan teknik
belajar, alat bantu belajar, dan materi atau bahan yang dipelajari.
Sedangkan keluaran adalah merupakan hasil belajar itu sendiri,yaitu
berupa kemampuan atau perubahan perilaku dari subjek
belajar.Proses kegiatan belajar tersebut dapat digambarkan sbb:

PROSES BELAJAR:
PROSES
INPUT BELAJAR OUTPUT

(Subjek Belajar) (hasil belajar)

Beberapa ahli pendidikan mengelompokkan factor-faktor yang


mempengaruhi proses belajar ini ke dalam 4 kelompok besar, yakni: factor
materi (bahan belajar), lingkungan, instrumental, dan subjek belajar.

Proses Pendidikan Kesehatan

Suliha,dkk (2002.11), prinsip utama dalam proses pendidikan kesehatan


adalah proses belajar pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
Apabila proses pendidikan kesehatan dilihat sebagai sistem maka proses belajar
dalam kegiatannya menyangkut aspek : masukkan, proses dan keluaran.

Masukkan Proses Belajar Keluaran


(Subyek Belajar) (Perilaku Baru)

-Latar belakang -Kurikulum


pendidikan -Sumber daya
-sosial budaya -Lingkungan belajar
-kesiapan fisik -Sumber daya manusia
-kesiapan psikologis -Pedoman/buku
a. Masukkan dalam proses pendidikan kesehatan

22
Masukkan dalam proses pendidikan kesehatan adalah individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat yang akan menjadi sasaran didik. Dalam
kegiatan belajar, sasaran didik subjek belajar dengan perilaku belum sehat.
Subjek belajar yang mempengaruhi proses pendidikan kesehatan, adalah
kesiapan fisik dan psikologis (motivasi, dan minat), latar belakang
pendidikan, dan sosial budaya.
b. Proses dalam pendidikan kesehatan
Proses dalam pendidikan kesehatan merupakan mekanisme dan
interaksi yang memungkinkan terjadinya perubahan perilaku subjek belajar.
Dalam proses tersebut diperlukan interaksi antara subjek belajar sebagai
pusatnya dan pengajar (petugas kesehatan) metode pengajaran, alat bantu
belajar, dan materi belajar.
Proses pendidikan kesehatan dipengaruhi oleh faktor: materi/bahan
pendidikan kesehatan, lingkungan belajar, perangkat pendidikan baik
perangkat lunak maupun perangkat keras, dan subjek belajar yaitu individu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat serta tenaga kesehatan/perawat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pendidikan kesehatan a.l :
1. Materi / bahan pendidikkan kesehatan merupakan materi/bahan belajar
bagi subjek belajar. Materi tersebut merupakan materi baru, pelengkap
atau pengulangan bagi subjek belajar.
2. Lingkungan belajar dapat berupa tatanan belajar di kelas, auditorium
atau tempat lainnya, lingkungan sosial, lingkungan fisik (cahaya,
udara,suara).
3. Tenaga kesehatan / perawat meliputi kualitas, yaitu kemampuan
melakukan pendidikan kesehatan, maupun kuantitas menyangkut
jumlah maupun jenisnya. Perangkat lunak pendidikan kesehatan yang
mempengaruhi proses belajar adalah kurikulum / satuan pelajaran, buku
materi, leaflet, booklet, buku pedoman dan peraturan. Perangkat keras
berupa alat bantu pengajaran / alat peraga / Audio Visual Aids (AVA)
dan tempat belajar.
c. Keluaran dalam pendidikan kesehatan. Keluaran dalam pendidikan kesehatan
adalah kemampuan sebagai hasil perubahan perilaku yaitu perilaku sehat dari
sasaran didik.

23
Prof.Dr.Soekidjo Notoatmodjo (2003.87), di dalam sistem
pelayanan kesehatan masyarakat terdapat elemen-elemen atau bagian-bagian
dimana di dalamnya juga membentuk suatu proses di dalam suatu kesatuan,
maka disebut sub sistem (bagian dari sistem). Selanjutnya sub sistem tersebut
juga terjadi suatu proses berfungsi sebagai membentuk suatu proses di dalam
suatu kesatuan, maka disebut sub sistem (bagian dari sistem). Selanjutnya sub
sistem tersebut juga terjadi suatu proses berfungsi sebagai suatu kesatuan
sendiri sebagai bagian dari sub sistem tersebut. Apabila salah satu bagian
atau sub sistem pelayanan medik, pelayanan keperawatan, atau pelayanan
rawat inap, dan rawat jalan (ambulatoir) tidak berjalan dengan baik, maka
akan mempengaruhi bagian yang lain.

INPUT PROSES OUT PUT DAMPAK

UMPAN BALIK

Keterangan:

a. Masukan (Input) adalah : sub elemen-sub elemen yang diperlukan sebagai


masukan untuk berfungsinya sistem.
b. Proses : adalah suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah masukan
sehingga menghasilkan sesuatu (keluaran) yang direncanakan.
c. Keluaran (output) : adalah hal yang dihasilkan oleh proses.
d. Dampak (impact) adalah : akibat yang dihasilkan oleh keluaran setelah beberapa
waktu lamanya.
e. Umpan balik (feedback) adalah : juga merupakan hasil oleh keluaran setelah
beberapa waktu lamanya.
f. Lingkungan (environment) adalah : dunia di luar sistem yang mempengaruhi
sistem tersebut.

Contoh: di dalam pelayanan puskesmas, yang menjadi input adalah dokter,perawat,


obat-obatan,fasilitas. Prosesnya adalah kegiatan pelayanan puskesmas tersebut.
Output adalah pasien sembuh/tidak sembuh,jumlah ibu hamil yang dilayani.
Dampaknya adalah meningkatnya status kesehatan masyarakat. Sedangkan umpan
balik pelayanan puskesmas antara lain : keluhan-keluhan pasien terhadap pelayanan.

24
Sedangkan lingkungan adalah masyarakat adalah masyarakat dan instansi-instansi di
luar puskesmas tersebut.

Tri Rusmi Widayatun (1999.25), belajar merupakan kunci dalam pembentukan


tingkah laku manusia yang kita pikirkan. Belajar memegang peranan penting dalam
hampir disemua aspek kehidupan. Perubahan tingkah laku hasil pengalaman dan
latihan serta bersifat relatif permanen. Prinsip belajar akan membantu untuk dapat
mengerti proses-proses psikologi. C.T.Morgani dalam Tri Rusmi Widayatun
berpendapat bahwa ada 3 perubahan yang dialami seseorang dalam belajar a.l :
perubahan karena proses psikologi, proses kematangan dan perubahan karena proses
belajar. Sedangkan menurut R.S. Wood, belajar adalah melakukan sesuatu yang baru
dan disampaikan dalam kegiatan kemudian. B.F.Skiner dalam Tri Rusmi Widayatun
(1999.27) berpendapat bahwa belajar menyebabkan terjadinya tingkah laku dan
berakibat diulangnya response tersebut, belajar itu merupakan Clasikal Conditioning
artinya melatih subyek seseorang untuk bertingkah laku tertentu pada situasi tertentu
(belajar bersyarat,Ivan Pavlov), belajar itu dapat sengaja atau tak sengaja, belajar itu
latihan (learning Exercise), belajar itu mengulang-ulang ingat, belajar itu merupakan
tanya jawab, belajar itu pengalaman yang terulang, belajar itu menghafal, belajar itu
merupakan rangkaian proses berpikir, mengingat, memcahkan masalah dan sekaligus
merupakan proses pengambilan keputusan.

3. Proses Belajar
Belajar itu merupakan rangkaian proses berpikir, mengingat, memecahkan
masalah dan sekaligus merupakan proses pengambilan keputusan.

Stimulus Diproses diolah Perubahan hasil


bahan belajar dalam ingatan perilaku

Kesan/ Perubahan kesan


pengalaman latihan

PROSES BERPIKIR, MENGINGAT, MEMECAHKAN MASALAH DAN


SEKALIGUS MERUPAKAN PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN.

25
Schema :

Keterangan :

S : Stimulus
r : receptor atau panca indera
STM : short time memory
LTM : long time memory
e : efektor (otot dan persarafan)
R : Respons atau jawaban
PS : proses sensori
PK : proses kognitif
PM : proses motoris
PB : proses berpikir
PH/AT : perhatian atau attention
RHS : Rehearsal (proses pengiriman)
RTV : Retrieval (proses mengingat kembali)
PMR : proses memory atau proses mengingat
GR : Gerak hasil dari pengambilan keputusan dan kesiapan bertindak/bersikap

Proses Belajar

Berpikir adalah proses sensori, mengingat di dalam belajar, mempersepsi dan


memori/ingatan, menggunakan lambang, visual atau grafis, pemecahan masalah
dan penarikan kesimpulan.

Proses terjadinya ingatan

Input Receptor/
Sensosris panca indera STM LTM e R

perhatian

26
Widayatun (1999.222), di dalam kebutuhan sikap yang cenderung dinamis
tentu dibarengi dengan perubahan-perubahan sikap melalui tahapan : perhatian ------
mengerti------menerima ------ keyakinan apa yang disebut proses rasional. Perhatian
empati ------ menerima ------- minat disebut proses demosional.

Pengertian ingatan adalah proses perilaku yang menyangkut Encoding (pencatatan),


Storage (penyimpanan) dan Retrieval (mengingat kembali). Ingatan merupakan bidang
ilmu kognitif psikologi yang mempelajari hal-hal yang berorientasi kepada akal dan
areal pemikiran yang dilakukan oleh otak.

Short Term Memory=STM (memori jangka pendek) adalah proses memasukkan


informasi hasil dari perhatian yang berupa data yang tersimpan dengan jangka waktu
pendek 30 detik (memory sementara). Biasanya dari STM dilanjutkan dengan proses
Rehearsal (proses pengiriman data masuk ke dalam LTM (memory jangka panjang).

Long Term Memory=LTM (memory jangka panjang). Ingatan yang menyimpan


informasi hasil Retrieval dari STM, dan informasi tersebut dapat tersimpan lama
terkadang tak terbatas waktu (selamanya termemory dalam LTM) dapat termemory
dalam jam, hari, minggu, bulan, tahun bahkan seumur hidup.

Pengertian Rehearsal adalah proses dimana informasi itu setelah diterima panca indera
menjadi perhatian dikirim ke otak atau memory jangka pendek untuk bertahan selama
30 detik dan dilanjutkan dikirim ke memori jangka panjang. Rehearsal juga
menentukan proses pemindahan data dari STM ke LTM.

Pengertian Retrieval (proses mengingat kembali) adalah proses mendapatkan kembali


infromasi yang telah dikode yang disimpan pada saat dibutuhkan di arena LTM untuk
segera diangkat atau diretrieval.

B. Faktor Yang Mempengaruhi Belajar


Didalam kegiatan belajar, terdapat 3 persoalan pokok yakni masukkan (input),
proses dan keluaran (output). Persoalan masukkan menyangkut subjek atau sasaran
belajar itu sendiri dengan berbagai latar belakang bermacam-macam. Persoalan proses
adalah mekanisme atau proses terjadinya perubahan kemampuan diri subjek belajar.
Didalam proses belajar terjadi pengaruh timbal balik antara berbagai faktor antara lain
subjek belajar, pengajar atau fasilitator belajar, metode yang digunakan, alat bantu
belajar dan materi atau bahan yang dipelajari. Sedangkan keluaran merupakan hasil

27
belajar itu sendiri yang terdiri dari kemampuan baru atau perubahan baru pada diri
subjek belajar.

Sunaryo (2004.170), Ada tiga persoalan fundamental dalam setiap kegiatan


belajar. Kegiatan belajar adalah suatu sistem yang terdiri dari : Input, proses dan output.
Input – berupa subjek belajar, sasaran belajar, atau individu itu sendiri yang memiliki
latar belakang bermacam-macam. Proses – di dalam proses belajar terjadi interaksi
timbal balik dari berbagai faktor yaitu : subjek belajat (peserta didik),
pengajar/fasilitator (guru, dosen ataupembimbing), metode, alat bantu belajar mengajar
(ABBM), dan materi atau bahan yang dipelajari. Output – keluaran berupa hasil belajar
yang terdiri kemampuan baru atau perubahan baru pada diri subjek belajar, dari tidak
tahu menjadi tahu, dari tidak dapat menjadi dapat, dan dari tidak terampil menjadi
terampil. Seperti bagan berikut :

METODE ABBM (alat bantu


belajar mengajar)

SUBJEK PROSES BELAJAR HASIL BELAJAR


BELAJAR (OUTPUT)

FASILITAS BAHAN
BELAJAR BELAJAR

Sumber: Sunaryo (2004.170)

Menurut J. Guilbert seperti yang dikutip oleh Notoatmojo (2003). Faktor yang
mempengaruhi proses belajar adalah sebagai berikut: 1. Materi atau hal yang dipelajari,
2. Lingkungan yang dikelompokkan menjadi dua, yakni lingkungan fisik (a.l: suhu,
kelembaban udara, dan kondisi tempat belajar. Sedangkan faktor lingkungan social
yakni manusia dengan segala interaksinya serta representasinya seperti keramaian atau
kegaduhan, lalu lintas, pasar, dan sebagainya, 3. Instrumental yang terdiri dari
perangkat keras/hardware (perlengkapan belajar, alat bantu belajar mengajar=ABBM),
perangkat lunak/software (kurikulum, fasilitator, dan metode belajar) dan 4. Kondisi
individual (keadaan sehat dan sakit) terdiri dari : kondisi fisiologis (keadaan fisik,

28
pancaindra, kekurangan gizi), dan kondisi psikologis (inteligensi, bakat, sikap, daya
kreativitas, persepsi, daya tangkap, ingatan dan motivasi).

Secara umum factor-faktor yang mempengaruhi proses hasil belajar dibedakan


atas dua kategori, yaitu factor internal dan factor eksternal. Kedua factor tersebut
saling memengaruhi dalam proses individu sehingga menentukan kualitas hasil belajar.
Factor internal adalah factor fisiologis dan factor psikologis.

Widayatun (1999.28), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar antara lain;


1.Kondisi fisik dan mental, 2.Ingatan dan berpikir, 3. Intelegensi / kecakapan, 4.
Teknik / cara belajar / metoda, 5. Sarana dan prasarana, 6.Efesiensi waktu, 7. Bahasa
dan budaya, 8. Motivasi dan minat, bobot dan kepribadian.

Didalam kegiatan belajar, terdapat 3 persoalan pokok yakni masukkan


(input), proses dan keluaran (output). Persoalan masukkan menyangkut subjek atau
sasaran belajar itu sendiri dengan berbagai latar belakangnya. Persoalan proses adalah
mekanisme atau proses terjadinya perubahan kemampuan diri subjek belajar. Didalam
proses belajar terjadi pengaruh timbal balik antara berbagai faktor antara lain subjek
belajar, pengajar atau fasilitator belajar, metode yang digunakan, alat bantu belajar dan
materi atau bahan yang dipelajari. Sedangkan keluaran merupakan hasil belajar itu
sendiri yang terdiri dari kemampuan baru atau perubahan baru pada diri subjek belajar.
Menurut J.Guilbert seperti yang dikutip oleh Notoatmojo (2003). Faktor yang
mempengaruhi proses belajar adalah sebagai berikut: 1. Materi atau hal yang dipelajari,
2. Lingkungan yang dikelompokkan menjadi dua, yakni lingkungan fisik (a.l: suhu,
kelembaban udara, dan kondisi tempat belajar. Sedangkan faktor lingkungan yang
kedua ialah lingkungan social yakni manusia dengan segala interaksinya serta
representasinya seperti keramaian atau kegaduhan, lalu lintas, pasar, dan sebagainya, 3.
Instrumental dan 4. Kondisi individual (keadaan sehat dan sakit).

Secara umum factor-faktor yang mempengaruhi proses hasil belajar dibedakan


atas dua kategori, yaitu factor internal dan factor eksternal. Kedua factor tersebut
saling memengaruhi dalam proses individu sehingga menentukan kualitas hasil belajar.

Factor internal adalah factor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan
dapat memengaruhi hasil belajar individu. Factor-faktor internal ini meliputi : factor
fisiologis dan factor psikologis.

29
Factor eksternal: Syah (2003) menjelaskan bahwa faktor-faktor eksternal yang
memengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu

1. Factor lingkungan social : Lingkungan social sekolah, Lingkungan social


masyarakat, dan Lingkungan social keluarga
2. Lingkungan non social : Lingkungan alamiah, Factor instrumental, dan Factor
materi pelajaran

C. Cara Belajar
1. Cara belajar efektif. Cara belajar efektif di PT adalah dengan menitik beratkan
kepada cara atau metoda belajar di mahasiswa. Metode yang paling ampuh adalah
metode problem solving, atau teori pemecahan masalah yaitu dengan mengetahui
permasalahan yang sudah diidentifikasi untuk dicarikan solusinya disambung dengan
belajar diskusi masalah-masalah ilmu terkait yang sedang dipelajari untuk
didiskusikan. Belajar di PT harus dibarengi dengan mmembaca rutin dan tidak harus
lebih dari 2 jam dalam 1 waktu tertentu, serta sering mengaitkan teori asosiasi, sebab
akibat dan analisa efektif. Penguasaan bahasa, terutama bahasa asing dan penguasaan
penggunaan kepustakaan akan sangat membantu mahasiswa bahwasanya dosen di
PT hanya memberikan bahan penguasaan materi 20% sisanya harus belajar dari
berbagai referensi secara pribadi. Belajar di PT perlu konsentrasi yang baik, hindari
rasa jenuh, bosan, malas dalam belajar. Belajar di PT tidak boleh dibarengi rasa
malas perlu teori pemecahan masalah, perlu relaksasi dan planing program yang
tepat serta pengambilan keputusan yang lebih cepat.

2. Cara belajar dengan menggunakan metoda


a. Survei 5W 1H (5W + 1H)
1. What apa sebenarnya yang baru dipelajari?
2. Why mengapa perlu kita pelajari?
3. When kapan ?
4. Where dimana?
5. Who oleh siapa?
6. How bagaimana? Arti teorinya, analisanya, aplikasinya.
b. Cara belajar dengan metoda Q 3R
Dengan metoda Q 3R (Questions, Read, Recite dan Review) artinya dengan
metoda ini si mahasiswa yang belajar dituntut untuk : bertanya, membaca,
mengucapkan kembali dan mengulangi.

30
c. Cara belajar dengan metoda PQRST yaitu belajar dengan :
 Preview (menyelidiki)
 Question ( bertanya)
 Read (membaca)
 State (menyatakan)
 Test / Evaluasi (test)
d. Cara belajar dengan RTP biasanya dilakukan di lingkungan ABRI yang punya arti
Read The Problem, baca masalah. Sering dipergunakan metoda PERU
(Preview/menyelidiki, Enquire/menanyakan, Read/membaca dan
Use/menggunakan).
e. Cara membaca buku bahasa Indonesia dan asing
 Buku dipahami atau dikuasai bahasanya
 Buku yang 250 hal/pagina dibaca beberapa hari jangan sekaligus 1 hari
Hari ke 1 0 – 100 pagina
Hari ke 2 0 – 1 – 150 pagina
Hari ke 3 0 – 1 s/d 199 pagina
Hari ke 4 0 – 1 s/d 220 pagina
Hari ke 5 0 – 1 s/d 240 pagina
Hari ke 6 0 – 250 pagina.
f. Cara menandai buku
 Memberi tanda pada halaman buku (dengan stabilo misalnya dengan
garis,dsb).
 Membuat catatan berupa kalimat singkat pada suatu uraian yang penting.
 Membuat sebuah indeks pribadi pada halaman belakang buku.
g. Cara menggunakan kepustakaan
 Sesering mungkin datang ke perpustakaan, mengambil buku, meringkas isi
permasalahannya.
 Mencari buku sampai memindahkan kepada catatan pribadi untuk diulang
kembali.
h. Cara dan teknik belajar yang baik dan efesien
1. Memperhatikan sesuatu agar menyelami apa yang diperhatikan.
2. Mengetahui bagaimana cara mengerjakan sesuatu kegiatan.
3. Harus ada hal tertentu dan tujuan tertentu yang dipelajari.
4. Harus dapat menjawab 5W + 1H
5. Cari informasi.
6. Gunakan informasi tersebut.
7. Belajar itu menyenangkan.
8. Penguasaan Bahasa dan Kata.
9. Cara belajar dan mengajar.
10. Cara meringkas yang baik dengan bahasanya sendiri dan catata kecil
harus rutin.
i. Cara mengatasi Bosan/Malas Belajar.
1. Refresing dan Relaksasi

31
2. Stress yang mengarah ke Dis Stress dibuang.
3. Dengan berolahraga yang baik dan benar.
4. Belajar berkelompok.

Derek Wood (2007.24), Kesulitan Belajar dapat dibagi dalam tiga kategori a.l.
1. Kesulitan dalam berbicara dan bahasa.
Kesulitan dalam berbicara dan berbahasa sering menjadi indikasi awal bagi
kesulitan belajar yang dialamai seorang anak. Orang yang mengalami kesulitan
jenis ini menemui kesulitan dalam menghasilkan bunyi-bunyi bahasa yang tepat,
berkomunikasi dengan orang lain melalui penggunaan bahasa yang benar, atau
memahami apa yang orang lain katakan. Berdasarkan penjelasan ini, maka kita
dapat meringkas ciri-ciri spesifiknya adalah sebagai berikut :
a. Keterlambatan dalam hal pengucapan bunyi bahasa.
Anak yang mengalami gangguan ini biassanya mengalami masalah dalam
mengucapkan sesuatu dengan tepat. Contoh: Wallace,6 tahun masih
mengucapkan kata “wabbit” yang seharusnya berbunyi “rabbit” dan “twim”
untuk kata “swim”. Keterlambatan perkembangan pengucapan sebenarnya
merupakan sesuatu yang umum terjadi. Sepuluh persen (10%) anak di bawah
8 tahun mengalami kesulitan ini. Untungnya, kesulitan pengucapan dapat
diatasi sepenuhnya dengan mengikuti terapi bicara.
b. Keterlamabatan dalam hal mengekspresikan pikiran atau gagasannya melalui
bahasa yang baik dan benar.
Anak yang menderita kesulitan berbahasa semacam ini mengalami kesulitan
dalam hal mengekspresikan dirinya saat berbicara. Kesulitan semacam ini
disebut : keterlambatan kemampuan untuk berbahasa baik dan benar. Contoh :
seorang anak berusia 4 tahun yang hanya dapat mengucapkan dua frasa saja,
dan seorang anak lain yang telah berusia 6 tahun tetapi tidak dapat menjawab
pertanyaan yang sederhana sekalipun, dapat pula digolongkan sebagai anak
yang mengalami kesulitan dalam hal berbahasa..
c. Keterlambatan dalam hal pemahaman bahasa.
Sebagian orang menemui kendala dalam mencerna apa yang diucapkan orang
lain. Kendala ini terjadi ketika otak mereka berada pada frekwensi yang
berbeda, dan sistem penerimaannya sedang tidak berfungsi atau lemah.
Contoh : seorang anak tidak mampu respons ketika namanya dipanggil, atau
seorang anak pra-sekolah yang memberikan lonceng ketika Anda meminta

32
bola. Pendengaran mereka normal, tetapi tidak dapat memberikan respon yang
baik dan benar terhadap suara, kata-kata, atau kalimat yang didengar.mereka
tampaknya tidak memperhatikan apa yang orang llain katakan pada mereka.
Orang-orang semacam ini menderita keterlambatan pemahaman bahasa. Hal
ini terjadi karena mengucapkan atau mengekspresikan sesuatu dan memahami
apa yang dikatakan orang lain memiliki keterkaitan yang sangat erat.
Karenanya, orang yang mengalami masalah dalam memahami bahasa juga
mengalami masalah dalam mengekspresikannya. Tentu saja pada masa pra-
sekolah pengucapan beberapa bunyi, kata-kata, tata-bahasa yang salah masih
dapat dipandang wajar sebagai bagian dari proses belajar berbicara.
2. Permasalahan dalam hal kemampuan akademik.
Siswa-siswa yang mengalami gangguan kemampuan akademiknya berbaur
bersama teman-teman sekelasnya demi meningkatkan kemampuan membaca,
menulis, dan berhitung.
3. Kesulitan dalam mengkoordinasi gerakan anggota anggota tubuh.
Gangguan kemampuan motorik dan kemampuan perkembangan khusus belum
diklasifikasikan. Gejala-gejala keterlambatan atau keterbelakangan dalam
memahami bahasa, kemampuan akademik, serta motorik yang pada giliranya
mempengaruhi kemampuan untuk memepalajari sesuatu. Gejala-gejala mencakup
gangguan koordinasi tubuh yang pada giliranya dapat mengakibatkan buruknya
tulisan seseorang, dan begitu pula halnya dengan kesulitan mengeja serta
mengingat.

D. Lupa dan Kiat Mengurangi Lupa.


Tri Rusmi Widayatun (1999.26) Pengertian Lupa :
 Lupa merupakan hilangnya informasi yang dicatat dan disimpan dalam long
time memory (LTM).
 7Lupa merupakan proses interference artinya masuknya informasi baru
yang mengacaukan informasi lama.

Proses Terjadinya Lupa


1. Informasi sebenarnya tidak pernah diencode dan disimpan.
2. Proses encoding dan Rehearsal yang kurang adekuat.
3. Level pengolahan tidak cukup Eksploratif sehingga informasi tidak pernah
masuk.
4. Proses konstruktif pada encoding mengalami Distorsi sehingga informasi
yang kita ingatpun adalah informasi yang tidak sesuai.

33
5. Interference jenis pro Active (gangguan dari pelajarannya sebelumnya).
Interference jenis Rem Active artinya gangguan dari bahan baru dan bahan
lama menjadi kurang baik/lupa.
6. Emosional juga dapat menyebabkan lupa. Misalnya, memory yang sulit
direcall.
7. Intelegence Quatten (IQ) juga akan menentukan seseorang, mudah lupa atau
tidak mudah lupa.

Kiat Mengatasi lupa ???? ....................

1. Informasi sebenarnya harus dicatat agar tersimpan pada memori


2. Proses pencatatan dan rehearsal yang adekuat.
3. Level pengolahan yang yang eksploratis secara berkelanjutan agar
tersimpan pada memori
4. Proses pencatatan bersifat konstruktif dan sistematis.

Daftar Pustaka :

Notoatmodjo, Soekidjo, 2007, Promosi kesehatan dan ilmu perilaku, Rineka cipta, Jakarta.

Notoatmodjo, Soekidjo, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta.

Syukur,Fatah (2008), Teknologi Pendidikan, cetakan I, editor:Mohamad Nor


Ichwan,RaSAIL Media Group, Semarang

Suliha Uha,Herawani,Sumiati,Resnayati Yeti (2002), Pendidikan Kesehatan : Dalam


Keperawatan,editor:Monica Ester,Cetakan I, EGC,Jakarta.

Badan PPSDM,Kemenkes RI (2013), Kurikulum dan Modul Pelatihan Tutor Pendidikan


Jarak Jauh D-III Keperawatan dan Kebidanan, Jakarta

Wood D.(2007), Kiat Mengatasi Gangguan Belajar, editor: Abdul Qodir Saleh,
Katahati,Jogjakarta.

34
35
36

Anda mungkin juga menyukai