Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan perekonomian dan perdagangan serta pengaruh
globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini, dan mengingat modal
yang dimiliki oleh para pengusaha pada umumnya sebagian besar
merupakan pinjaan yang berasal dari berbagai sumber, baik dari bank,
penanaman modal, penerbitan obligasi maupun cara lain yang
diperbolehkan, telah menimbulkan banyak permasalahan penyelesaian
utang piutang dalam masyarakat. Krisis moneter yang melanda negara
Asia termasuk Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan
kesulitan yang besar terhadap perekonomian dan perdagangan nsional.
Kemampuan dunia usaha dalam mengembangkan usahanya sangat
terganggu, bahkan untuk mempertahankan kelangsungan kegiatan
usahanya juga tidak mudah, hal tersebut sangat mempengaruhi
kemampuan untuk memenuhi kewajian pembayaran utangnya.
Keadaan tersebut berakibat timbulnya masalah – masalah yang
berantai, yang apabila tidak segera diselesaikan akan berdampak lebih
luas, antara lain hilangnya lapangan kerja dan permasalahan sosial lain
yang mengakibatkan memburuknya pembangunan perekonomian nasional.
Salah satu sarana hukum yang diperlukan dalam menunjang pembangunan
perekonomian nasional adalah peraturan tentang kepailitan termasuk
peraturan tentang penundaan kewajiban pembayaran utang, yang
diharapkan dapat menyelesaikan masalah utang oiutang secara adil, cepat,
terbuka, dan efektif. Atas dasar itulah maka diberlakukan Undang Undang
No.37 Tahun 2004 yang merupakan perubahan / penyempurnaan /
pembaharuan terhadap Undang – Undang Kepailitan yang telah ada
sebelumnya.
Putusan pernyataan pailit mengubah status hukum sesorang
menjadi tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum, menguasai, dan

1
mengurus harta kekayaannya sejak putusan pernyataan pailit diucapkan.
Kepilitan tidak membebaskan seorang yang dinyatakan pailit dari
kewajiban untuk membayar utang – utangnya, kaena keputusan pernyataan
pailit bertujuan agar harta debitor pailit diharapkan dapat digunakan untuk
membayar kembali seluruh utang debitor secara adil dan merata serta
seimbang.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan diperlukannya pengaturan
mengenai kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang, yaitu,
Pertama, untuk menhindari perebutan harta debitor apabila dalam
waktu yang sama ada beberapa keditor yang menagih piutangnya dari
debitor.
Kedua, untuk menghindari adanya kreditor pemegang hak jaminan
kebendaan yang menuntut haknya dengan cara menjual barang milik
debitor tanpa memperlihatkan kepentingan debitor atau para kreditor
lainnya.
Ketiga, untuk menghindari adanya kecurangan – kecurangan yang
dilakukan oleh salah seorang kreditor atau debitor sendiri. Misalnya,
debitor berusaha untuk memberi keuntungan kepada seseorang atau
beberapa orang kreditor tertentu sehingga kreditor lainnya dirugikan, atau
adanya perbuatan curang dari debitor untuk melarikan semua harta
kekayaannya dengan maksud untuk melepaskan tanggumg jawabnya
terhadap para kreditor.
Undang – undang tentang kepilitan dan penundaan kewajiban
pembayaran utang didasarkan pada beberapa asas. Asas – asas tersebut,
antara lain adalah :
1) Asas Keseimbangan Undang – undang ini mengatur
bebrapa ketentuan yang merupakan perwujudan dari asas
keseimbangan.
2) Asas Kelangsungan Usaha Dalam undang-undang ini,
terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan debitor
perusaan debitor yang prospektif tetap dialngsungkan.

2
3) Asas Keadilan Asas keadilan ini untuk mencegah terjadinya
kesewenang-wenangan pihak penagih yang mengusahakan
pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap debitor,
dengan tidak memperdulikan kreditor lainnya.
4) Asas Integrasi Asas integrasi dalam Undang-undang ini
mengandung pengertian bahwa system hokum formil dan
hukm materilnya merupakan satu kesatuan yang utuh dari
system hokum perdata acara perdata nasional.

3
BAB II

B. Rumusan masalah
1. Apa yang menjadi dasar hukum kepailitan dan penundaan
kewajiban pembayaran utang ( PKPU )
2. Apa yang dimaksudkan dengan kepailitan dan penundaan
kewajiban pembayaran utang ( PKPU )
3. Bagaimana persamaan dan perbedaan kepailitan dan
penundaan kewajiban pembayaran utang ( PKPU )
4. Apa kekurangan dan kelebihan kepailitan dan penundaan
kewajiban pembayaran utang ( PKPU )

C. Tujuan Pembahasan
1. Yang menjadi dasar hukum kepailitan dan penundaan
kewajiban pembayaran utang ( PKPU )
2. Yang dimaksudkan dengan kepailitan dan penundaan
kewajiban pembayaran utang ( PKPU )
3. Persamaan dan perbedaan kepailitan dan penundaan
kewajiban pembayaran utang ( PKPU )
4. Kekurangan dan kelebihan kepailitan dan penundaan
kewajiban pembayaran utang ( PKPU )

4
BAB III

ISI

Kepailitan berasal dari kata pailit. Dari berbagai sudut macam Bahasa, berikut arti
mengenai kata pailit:

a) Bahasa Perancis yaitu failite yang berarti kemacetan pembayaran utang


b) Bahasa Belanda yaitu failiet yang memiliki 2 arti yaitu kata benda dan
sifat, yang merupakan suatu proses dimana seorang debitur yang
mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit
oleh pengadilan.

Definisi pailit atau bangkrut menurut Black’s Law Dictionary adalah seorang
pedagang yang bersembunyi atau melakukan tindakan tertentu yang cenderung
mengelabuhi pihak kreditornya. Sementara itu, dalam Pasal 1 butir 1, kepailitan
adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan
pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas
sebagaimana diatur dalam undang – undang ini. Pasal 1 butir 4, debitur pailit
adalah debitur yang dinyatakan pailit dengan keputusan pengadilan.

Definisi kepailitan berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU No.37 Th.2004 (tentang


kepailitan dan PKPU):

“Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan
dan pemberasannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim
pengawasan”.

5
• Pihak yang dapat mengajukan pailit:

1. Atas permohonan debitur sendiri


2. Atas permintaan seorang atau lebih kreditur
3. Kejaksaan atas kepentingan umum
4. Bank Indonesia dalam hal debitur merupakan lembaga bank
5. Badan Pengawas Pasar Modal alam hal debitur merupakan efek

• Syarat Yuridis Pengajuan Pailit:

1. Adanya hutang
2. Minimal sau hutang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih
3. Adanya debitur
4. Adanya kreditur (lebih dari satu kreditur)
5. Permohonan pernyataan pailit
6. Pernyataan pailit oleh pengadilan niaga

• Langkah-Langkah dalam Proses Kepailitan

1. Permohonan pailit, syarat permohonan pailit telah diatur dalam


UU No. 4 Tahun 1998, seperti apa yang telah ditulis di atas.
2. Keputusan pailit berkekuatan tetap, jangka waktu permohonan
pailit sampai keputusan pailit berkekuatan tetap adalah 90 hari.
3. Rapat verifikasi, adalah rapat pendaftaran utang – piutang, pada
langkah ini dilakukan pendataan berupa jumlah utang dan
piutang yang dimiliki oleh debitur. Verifikasi utang merupakan
tahap yang paling penting dalam kepailitan karena akan
ditentukan urutan pertimbangan hak dari masing – masing
kreditur.
4. Perdamaian, jika perdamaian diterima maka proses kepailitan
berakhir, jika tidak maka akan dilanjutkan ke proses
selanjutnya. Proses perdamaian selalu diupayakan dan
diagendakan.

6
5. Homologasi akur, yaitu permintaan pengesahan oleh
Pengadilan Niaga, jika proses perdamaian diterima.
6. Insolvensi, yaitu suatu keadaan di mana debitur dinyatakan
benar – benar tidak mampu membayar, atau dengan kata lain
harta debitur lebih sedikit jumlah dengan hutangnya.
7. Pemberesan / likuidasi, yaitu penjualan harta kekayaan debitur
pailit, yang dibagikan kepada kreditur konkruen, setelah
dikurangi biaya – biaya.
8. Rehabilitasi, yaitu suatu usaha pemulihan nama baik kreditur,
akan tetapi dengan catatan jika proses perdamaian diterima,
karena jika perdamaian ditolak maka rehabilitasi tidak ada.
9. Kepailitan berakhir.
1. PKPU sendiri tidak diberikan definisi oleh UU
Kepailitan. Akan tetapi, dari rumusan pengaturan
mengenai PKPU dalam UU Kepailitan kita dapat
melihat bahwa PKPU adalah sebuah cara yang
digunakan oleh debitur maupun kreditur dalam hal
debitur atau kreditur menilai debitur tidak dapat
atau diperkirakan tidak akan dapat lagi melanjutkan
pembayaran utang-utangnya yang sudah jatuh
waktu dan dapat ditagih, dengan maksud agar
tercapai rencana perdamaian (meliputi tawaran
pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada
kreditur) antara debitur dan kreditur agar debitur
tidak perlu dipailitkan (lihat Pasal 222 UU
Kepailitan jo. Pasal 228 ayat [5] UU Kepailitan).

7
PERBEDAAN KEPAILITAN DAN PKPU:

Upaya Hukum Terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit, dapat


diajukan kasasi ke Mahkamah Agung (Pasal 11 ayat [1] UU Kepailitan).

Selain itu terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap , dapat diajukan peninjauan kembali ke
Mahkamah Agung (Pasal 14 UU Kepailitan). Terhadap putusan PKPU
tidak dapat diajukan upaya hukum apapun (Pasal 235 ayat (1) UU Kepailitan)
Yang Melakukan Pengurusan Harta Debitur Kurator (Pasal 1 angka 5, Pasal 15
ayat (1), dan Pasal 16 UU Kepailitan.Pengurus (Pasal 225 ayat (2) dan ayat (3)
UU Kepailitan) Kewenangan debitur Sejak tanggal putusan pernyataan pailit
diucapkan, debitur kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus
kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit (Pasal 24 ayat (1) UU Kepailitan)
Dalam PKPU, debitur dapat melakukan pengurusan terhadap hartanya
selama mendapatkan persetujuan dari pengurus (Pasal 240 UU Kepailitan) Jangka
waktu penyelesaian Dalam kepailitan, setelah diputuskannya pailit oleh
Pengadilan Niaga, tidak ada batas waktu tertentu untuk penyelesaian seluruh
proses kepailitan Dalam PKPU, PKPU dan perpanjangannya tidak boleh
melebihi 270 hari setelah putusan PKPU sementara diucapkan (Pasal 228 ayat (6)
UU Kepailitan.

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang merupakan alternatif


penyelesaian utang untuk menghindari kepailitan. Menurut Munir Fuady
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ini adalah suatu periode waktu
tertentu yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan pengadilan niaga,
dimana dalam periode waktu tersebut kepada kreditor dan debitor diberikan
kesepakatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran utang-utangnya
dengan memberikan rencana perdamaian (composition plan) terhadap seluruh atau
sebagian utangnya itu, termasuk apabila perlu merestrukturisasi utangnya tersebut.
Dengan demikian Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) merupakan
semacam moratorium dalam hal ini legal moratorium.

8
Permohonan PKPU dapat diajukan oleh kreditor maupun debitor kepada
Pengadilan Niaga. Permohonan PKPU dapat diajukan sebelum ada permohonan
pailit yang diajukan oleh debitor maupun kreditor atau dapat juga diajukan setelah
adanya permohonan pailit asal diajukan paling lambat pada saat sidang pertama
pemeriksaan permohonan pernyataan pailit. Namun jika permohonan pailit dan
PKPU diajukan pada saat yang bersamaan maka permohonan PKPU yang akan
diperiksa terlebih dahulu.

PKPU pada dasarnya, hanya berlaku/ditujukan pada para kreditor


konkuren saja. Walaupun pada Undang-undang No.37 Tahun 2004 pada Pasal 222
ayat (2) tidak disebut lagi perihal kreditor konkuren sebagaimana halnya Undang-
undang No. 4 Tahun 1998 pada Pasal 212 jelas menyebutkan bahwa debitor yang
tidak dapat atau memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat melanjutkan
membayar utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dapat
memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud pada
umumnya untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran
pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditor konkuren.

Namun pada Pasal 244 Undang-undang No. 37 tahun 2004 disebutkan:


“Dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 246, penundaan kewajiban
pembayaran utang tidak berlaku terhadap :

a. Tagihan yang dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan,


hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya.
b. Tagihan biaya pemeliharaan, pengawasan atau pendidikan yang sudah
harus dibayar dan hakim pengawas harus menentukan jumlah tagihan
yang sudah ada dan belum dibayar sebelum penundaan kewajiban
pembayaran utang yang bukan merupakan tagihan dengan hak untuk
diistimewakan.
c. Tagihan yang diistimewakan terhadap benda tertentu milik debitor
maupun terhadap seluruh harta debitor yang tidak tercakup pada point
b.”

9
Pada hakekatnya tujuan PKPU adalah untuk perdamaian. Fungsi
perdamaian dalam proses PKPU sangat penting artinya, bahkan merupakan tujuan
utama bagi si debitor, dimana si debitor sebagai orang yang paling mengetahui
keberadaan perusahaan, bagaimana keberadaan perusahaannya ke depan baik
petensi maupun kesulitan membayar utang-utangnya dari kemungkinan-
kemungkinan masih dapat bangkit kembali dari jeratan utang-utang terhadap
sekalian kreditornya.

Oleh karenanya langkah-langkah perdamaian ini adalah untuk menyusun


suatu strategi baru bagi si debitor menjadi sangat penting. Namun karena faktor
kesulitan pembayaran utang-utang yang mungkin segera jatuh tempo yang mana
sementara belum dapat diselesaikan membuat si debitor terpaksa membuat suatu
konsep perdamaian, yang mana konsep ini nantinya akan ditawarkan kepada pihak
kreditor, dengan demikian si debitor masih dapat nantinya, tentu saja jika
perdamaian ini disetujui oleh para kreditor untuk meneruskan berjalannya
perusahaan si debitor tersebut. Dengan kata lain tujuan akhir dari PKPU ini ialah
dapat tercapainya perdamaian antara debitor dan seluruh kreditor dari rencarta
perdamaian yang diajukan/ditawarkan si debitor tersebut.

Apabila rencana perdamaian tidak tercapai atau Pengadilan menolak


rencana perdamaian, maka Pengadilan wajib menyatakan Debitor dalam Keadaan
Pailit. Pengadilan dapat menolak rencana perdamaian karena:

1. Harta Debitor, termasuk benda untuk mana dilaksanakan hak untuk


menahan benda, jauh lebih besar dari pada jumlah yang disetujui
dalam perdamaian
2. Pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin
3. Perdamaian itu dicapai karena penipuan, atau persengkokolan
dengan satu atau lebih kreditor, atau karena pemakaian upaya lain
yang tidak jujur dan tanpa menghiraukan apakah debitor atau pihak
lain bekerja sama untuk mencapai hal ini

10
4. Imbalan jasa dan biaya dikeluarkan oleh ahli dan pengurus belum
dibayar atau tidak diberikan jaminan untuk pembayaran.

11

Anda mungkin juga menyukai