Anda di halaman 1dari 26

45

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Tempat Penelitian

1. Profil Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tellu Siattinge

Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tellu Siattinge dipimpin

oleh SAHARUDING S.Ag.M.Hsejak Tahun 2019 s.d. Sekarang, yang terletak

diKelurahan Tokaseng yang jaraknya kurang lebih 17 Km dari pusat

kota,dimana kantornya menghadap ke barat, disampingnya terdapat parkiran,

depan terdapat tugu pertigaan jalan Sengkang, Taccipi, dan Watampone.

Belakang dan samping kanan terdiri dari rumah warga, sebelah kiri terdapat

lapangan sepak bola. Dalam melayani pencatatan perkawinan dari masing-

masing kelurahan/desa. Adapun klasifikasi ruangan di tempat KKLP di

Kecamatan Tellu Siattinge yaitu meliputi ruang kepala KUA, ruang

administrasi, ruang penghulu, ruang operator (komputer), ruang rapat, dan

ruang penyuluh.

Fungsi yang dijalankan Kantor Urusan Agama (KUA) meliputi fungsi

administrasi, fungsi pelayanan, fungsi pembinaan, dan fungsi penerangan serta

penyuluhan. Kantor Urusan Agama (KUA) pun berperan sebagai coordinator

pelaksanaan Kegiatan Pengawas Madrasah (Mapenda) dan Pendidikan Agama

Islam. Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tellu Siattinge mulai

definitive seiring definitifnya wilayah kecamatan Tellu Siattinge, sekitar tahun

1969 mulai dibangun dan mulai dioperasikan pada tahun 1970.

45
46

Adapun Visi dan Misi KUA Kecamatan Tellu Siattinge yakni:1

a. Visi

Tercapainya kepuasan masyarakat dalam pelayanan pencatatan

nikah dan rujuk serta optimalisasi dan partisipasi dalam membangun

kehidupan beragama di Kecamatan Tellu Siattinge.

b. Misi

1) Melaksanakan pelayanan pencatatan nikah dan rujuk.

2) Melakukan Penasehatan/kursus catin.

3) Melakukan pengelolaan zakat dan wakaf.

4) Melaksanakan pelayanan bimbingan Manasik Haji.

5) Melaksanakan pembinaan Pengurus Masjid dan Organisasi Keagamaan

lainnya serta informasi produk halal.

6) Melaksanakan koordinasi lintassektoral.

2. Kondisi Geografis

Wilayah kecamatan Tellu Siattinge yang terletak disebelah utara

kabupaten Bone adalah salah satu dari 27 kecamatan yang berada diwilayah

Kabupaten Bone dengan jarak Ibu Kota Kabupaten adalah kurang lebih 17

Km. Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tellu Siattinge Kabupaten

Bone Provinsi Sulawesi Selatan. Berdasarkan data statistik luas wilayah Kec.

Tellu Siattinge 159,3 Km². Kecamatan Tellu Siattinge terletak pada koordinat

4 ̊24'8,52" LSdan 120 ̊15'56,50" BT. Batas-batas wilayah Kec. Tellu Siattinge

sebagai berikut:

1
Visi dan Misi Kantor Urusan Agama Kecamatan Tellu Siattinge.
47

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kec. Dua Boccoe dan Cenrana

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kec. Ulaweng

c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kec. Amali dan Ulaweng

d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kec. Cenrana, Teluk Bone,

Kec.Awampone, dan Kec. Palakka.

3. Kondisi Demografisnya

Wilayah Kecamatan Tellu Siattinge yang terbagi ke dalam 2

Kelurahan dan 15 Desa menurut data Kependudukan tahun 2019.

a. Jumlah Penduduk2

Tabel 1.1 : Data Jumlah Penduduk Kec. Tellu Siattinge


N Desa/Kelurahan Laki- Perempuan Jumlah Rasio Jenis
o. Laki Kelamin

01 Pada Idi 470 624 1.094 75, 32

02 Tajong 955 998 1.953 95, 69

03 Palongki 910 1.086 1. 996 83, 79

04 Pongka 835 908 1.743 91, 96

05 Ulo 2.328 2.602 4. 930 89, 47

06 Otting 861 1.039 1. 900 82, 87

07 Lanca 910 1.057 1. 967 86, 09

08 Lappae 474 628 1.102 75 ,48

09 Ajjalireng 690 845 1.535 81, 66

10 Sijelling 1.428 1.601 3.029 89, 19

2
Katalog BPS, Kecamatan Tellu Siattinge Dalam Angka 2019 (Badan Pusat
StatistikKabupaten Bone), h. 7.
48

11 Lea 1.025 1.114 2.139 92, 01

12 Patangnga 877 972 1.849 90, 23

13 Waji 1.302 1.487 2.789 87, 56

14 Tokaseng 958 1.104 2.062 86, 78

15 Itterung 1.161 1.413 2.574 82, 17

16 Mattoanging 814 938 1.753 86, 78

17 Lamuru 2.709 3.057 5.766 88, 62

Jumlah 18.707 21.473 40.180 87, 12

B. Struktur Organisasi KUA Tellu Siattinge


KEMENTERIAN AGAMA KAB. BONE
49

KANTOR URUSAN AGAMA KEC. TELLU SIATTINGE


KEL. TOKASENG
STRUKTUR ORGANISASI PETUGAS
PELAYANAN PERKAWINAN PADAKUA KECAMATAN TELLU
SIATTINGE KOTIF WATAMPONE
KEPALA KUA/PENGHULU
SAMRUDIN S.Ag. M. H

PENGHULU
H. SIRAJUDDIN, S.Ag

JFU JFT

PENYUSUN PROGRAM PENYULUH


ANGGARAN
A.MUKHTAR,S.Ag.
MUSDALIPA, S. Ag.
NIP:196512312007011550
NIP:19750216200212001
KETATAUSAHAAN

JUMIATI
NIP:196906082014112001

ADMINISTRASI

MARLINA SYAHRIR, S. HI.


NIP:198204262014112003
ABD. RAHMAN K.

Gambaran umum respond


KASTURI,S .Ag
Gambaran umum responden dimaksudkan untuk menguraikan data
NIP:19610102014112002
responden secara rinci berdasarkan hasil pengisian angket. Responden dalam

penelitian ini yaitu pegawai KUA Kecematan Tellu Siatinge, dan masyarakat
50

sekitar tahun 2020 yang berjumlah 50 orang. Data masing-masing responden

dirincikan mulai dari usia, pendidikan terakhir, dan alamat. Berikut gambaran

umum responden yang disajikan dalam bentuk tabel:

Tabel 3.1

Data responden berdasarkan usia

No Usia Frekuensi Persentase (%)

1 15 – 17 Tahun 18 36%

2 20 – 25 Tahun 15 30%

3 28 – 46 Tahun 8 16%

4 47 – 54 Tahun 6 12%

5 >55 Tahun 3 6%

Jumlah 50 100%

Sumber: Data Primer, diolah 2020

Pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa usia responden yang paling banyak

adalah usia 15-17 tahun yaitu sebanyak 18 orang responden dengan persentase

sebesar 36% dan untuk responden dengan jumlah paling sedikit adalah yang

berusia >55 tahun yaitu sebanyak 3 orang responden dengan persentase 6%.

Tabel 3.4

Data Responden Berdasarkan Alamat

No Alamat Frekuensi Persentase (%)


51

1 Otting 11 22%

2 Waji 26 52%

3 Tokaseng 6 12%

4 Lappae 7 14%

Jumlah 50 100%

Sumber: Data Primer, diolah 2020

Pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa responden paling banyak beralamat di

Waji sebanyak 26 orang dengan persentase sebesar 52%.

B. Tingkat Pernikahan Dibawah Umur pada Wilayah KUA Kecamatan Tellu

Siattinge

Tingkat pernikahan di bawah umur, istilah ini muncul setelah adanya

undang-undang No 1 Tahun 1974 yang mengatur pernikahan di dalam undang

undang-undang tersebut dalam pasal 7 ayat 1 diterangkang bahwa perkawinan

hanya di izinkan jika pihak pria sudah 19 (Sembilan belas) tahun dan pihak

wanita 16 (enam belas) tahun. Jadi menurut undang-undang dikatakan pernikahan

dini apabila salah satu atau kedua calon mempelai berusia di bawah 19 atau 16

tahun, pernikahan di bawah umur ini di bolehkan oleh Negara dengan syarat dan

ketentuan tertentu. Pernikahan usia muda atau pernikahan di bawah umur dapat

diartikan menikah dengan usia yang masih sangat muda yaitu sangat di awal

waktu tertentu, dalam artian masih dalam kadaan kehidupanya yang belum mapan

secara sikis dan psikologi. Bahwa dalam masyarakat yang majemuk yang tingkat
52

pendidikanya belum memadai, terutama masyarakat pedesaan, tidak heran kalau

sebagian besar masyarakat masih berpegang pada tradisi, kebiasaan lama oleh

leluhur masih kental dipegangnya anatara lain ingin cepat mengawinkan

anaknya.3

Undang-undang sendiri juga tidak menutup total celah untuk

melangsungkan pernikahan akan tetapi undang-undang membuka peluang

terjadinya pernikahan di bawah umur melalui proses dispensasi nikah oleh

pengadilan, dizinkan atau tidaknya tergantung pada hati nurani hakim yang

memeriksa dan memutus di pengadilan. Begitu pula dengan fiqih munakahat

secara normati membolehkan adanya pernikahan dini meskipun demikian

haruslah mempertimbangkan maslahat dan mudhorotnya agar perkawinan bisa

sakinah, mawadah dan warohmah.4

Usia ideal menikah adalah mempersatuan antara laki-laki dan perempuan

untuk membangun keluarga atau rumah tangga yang harmonis atau sakinah

mawadah dan rahmah, untuk bisa menciptkan semua itu perlu banyak factor

pendukung dalam pernikahan salah satunya adalah usia, dimana usia juga ikut

adil dalam menciptakan keluarga yang harmonis karena dalam melakukan

pernikahan harus siap baik dari sikis dan psikis, Batas usia dalam melaksanakan

perkawinan sangatlah penting karena didalam perkawinan menghendaki

kematangan psikologis. Usia perkawinan yang terlalu muda dapat mengakibatkan

meningkatnya kasus perceraian karena kurangnya kesadaran untuk bertanggung

3
Abdi Koro, Perlindungan Anak Di Bawah Umur Dalam Perkawinan Usia Muda Dan
Perkawinan Siri(Cet. I; Bandung: PT Alumni, 2012), h. 72.
4
Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Modern (Cet. I; Yogyakarta, Graha Ilmu,
2011), h. 113.
53

jawab dalam kehidupan berumah tangga. Perkawinan yang sukses sering ditandai

dengan kesiapan memikul tanggung jawab.5

Penentuan batas umur untuk melangsungkan pernikahan sagatlah

penting. Karena suatu perkawinan menghendaki kematangan biologis dan

psikologis, maka dari penjelasan umum undang-undang perkawinan dinyatakan

bahwa calon suami istri itu harus telah masak jiwa raganya untuk dapat

melangsungkan perkawinan agar suapaya dapat mewujudkan perkawinan secara

baik tanpa berahir perceraian dam mempunyai keturunan yang sehat. Selain

pembatasan umur dalam pasal 6 ayat 2 UU perkawinan mencantumkan ketentuan

yang mengahruskan setiap orang pria wanita yang belum mencapai umur 21 (dua

puluh satu) tahun, mendapatkan izin kedua orang tua untuk melangsungkan

pernikahan, apabila izin tidak dapat diperoleh oleh orang tua, pengadilan dapat

memberikan izin tersebut.6

Pernikahan yang dilakuan diusia muda atau seorang remaja secara teori

sangat rawan dengan permaslahan karena dalam diri remaja masih sangat labil

dalam bertindak, karena emosi dalam diri remaja belum terbentuk sempurna

emosianalitas remaja berada diantara emosionalitas anak-anak dan orang dewasa.

Selain dari sudut pandang emosional dari sudut pandang kesehatan pun juga

mempunyi pengaruh untuk pernikahan yang di lakukan di usia remaja, masalah

kesehatan berkaiatan erat dengan si perempuan karena apabila seorang

perempuan menikah muda kemungkinan akan terjadi kehamilan di usia remaja

5
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 89.
6
Abdi Koro, Perlindungan Anak di Bawah Umur Dalam Perkawinan Usia Muda Dan
Perkawinan Siri, h. 65.
54

yang menjadi masalah pokok karena memiliki resiko tinggi saat melahirkan,

kecacatan bayi, bahkan kematian ibu atau anak.

Pembagian usia yang di kemukakan Carlot Buhlerr Comenius

megadakan pembagian pertumbuhan yang di muat dalam bukunya, pembagian itu

antara lain masa vital 0-2 tahun, masa kanak-kanak 2-6, masa sekolah 6-12, masa

remaja 12-18 tahun, masa dewasa 21-24 tahun. Jadi secra teori orang bisa

dianggap dewasa minimal berusia 21 tahun karena dalam diri orang dewasa

umumnya menunjukan kematagan jasmani dan rohani. Orang telah memiliki

keyakinan dan pendirian yang tetap, telah memikirkan secara bersungguh-

sungguh tentang hidup berkeluarga dan telah menerjunkan diri kedalam

masyarakat.7

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perkawinan anak dibawah

umur, yang dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa:

1. Perkawinan anak dibawah umur dalam hukum Islam menyatakan bahwa

perkawinan dibawah umur dianggap sah apabila sudah akil baligh, adanya

persetujuan orang tua dan persetujuan mereka berdua selama tidak

bertentangan dengan agam, dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974,

dalam pasal 7 ayat (1) tentang perkawinan izinkan apabila laki-laki sudah

mencapai umur 19 tahun dan wanita sudah mencapai umur 16  tahun, apabila

menyimpang maka ketentuan ayat (2) harus dimintakan dispensasi perkawinan

karena adanya alasan penting seperti halnya telah hamil duluan dan

7
Ahmad Muzakir dan Joko Sutrisno, Psikologi Pendidikan(Cet. I; Bandung: Pustaka Setia,
1997), h. 91.
55

kekhawatiran orang tuanya. Namun, dari Undang-undang nomor 1 tahun 1974

tentang perkawinan tidak ada sanksi yang diberikan kepada yang

melanggarnya. Inilah titik kelemahan dari Undang-Undang nomor 1 tahun

1974 tentang perkawinan.

Hasil Penelitian bahwa dalam peningkatan pernikahan dibawah umur,

Tingkat pernikahan dibawah umur pada wilayah KUA Kec. Tellu Siattinge

berkurang semenjak berlakunya Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019

tentang perubahan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan

telah menaikkan usia minimal 19 Tahun antara Laki-laki dan Perempuan.

2. Perkawinan dibawah umur yang terjadi disebabkan karena adanya beberapa

faktor diantaranya adalah sebagai berikut: faktor pribadi, faktor keluarga,

faktor budaya, faktor pendidikan, faktor ekonomi, faktor hukum. Penyebab

utama dari faktor pribadi biasanya adalah karena kenakalan remaja (seks

bebas) yang mengakibatkan hamil diluar nikah, faktor keluarga adalah  satu

jalan yang dipikirkan keluarga yaitu menikahkan pasangan yang remaja di usia

muda sekalipun keduanya masih menempuh pendidikan, Sedangkan faktor

adat istiadat dikarenakan masih adanya kepercayaan dari masyarakat bahwa

jika seorang perempuan menolak lamaran maka akan menjadi perawan tua,

kemudian faktor pendidikan yang rendah membuat masyarakat kurang

memahami undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan mengenai

syarat dan ketentuan pernikahan, kemudian faktor ekonomi yang kurang

mencukupi sehingga orang tua menikahkan anaknya pada usia dini agar

mengurangi  beban orang tua, dan faktor hukum yaitu negara mengabaikan
56

terjadinya pelanggaran hak-hak anak padahal negara wajib melindungi

warganya khususnya anak-anak dari keadaan bahaya.8

Hasil Penelitian bahwa menggunakan media sosial maka pernikahan

dibawah umur terus meningkat, namun semenjak berlakunya Undang-undang

Nomor 16 Tahun 2019 menjadi menurun. Pernikahan dibawah umur, semenjak

berkurang dimana pada tahun sebelumnya, pernikahan dibawah umur

mencapai 50%, sedangkan pada tahun 2020 hanya sampai 36% karena

pernikahan dibawah umur hanya dapat dilakukan apabila ada persetujuan

dispensasi nikah da nada juga yang melakukan nikah sirri.

Penelitian ini membahas tentang perkawinan anak di Indonesia dengan

menggunakan analisis isi peraturan perkawinan. Hal ini juga membahas

konsekuensi dari pernikahan anak. Peraturan perkawinan membuka

kemungkinan perkawinan anak dalam hal kebutuhan. Ini merupakan

implementasi untuk mencegah masalah yang lebih besar. Namun, perkawinan

anak seringkali membawa dampak negatif bagi calon pengantin baik secara

sosial, ekonomi maupun psikologis.9

Permasalahan perkawinan dibawah umur karena banyak anak yang

melakukan perkawinan dibawah umur dan tidak mementingkan pendidikan.

merupakan penelitian yang digunakan untuk mengkaji kondisi objek ilmiah,

dimana peneliti merupakan instrumen kunci. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa ada dampak yang ditimbulkan akibat perkawinan di bawah umur yaitu

8
Thaib, Siskawati. "Perkawinan Dibawah Umur (Ditinjau Dari Hukum Islam Dan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974)." Lex Privatum 5.9 (2017).
9
Bastomi, Hasan. "Pernikahan Dini Dan Dampaknya (Tinjauan Batas Umur
Perkawinanmenurut Hukum Islam Dan Hukum Perkawinan Indonesia)." YUDISIA: Jurnal Pemikiran
Hukum dan Hukum Islam 7.2 (2016): 354-384.
57

perceraian dan gangguan kesehatan, sedangkan faktor yang mempengaruhi

terjadinya perkawinan di bawah umur yaitu faktor ekonomi, pendidikan, orang

tua dan pergaulan bebas, adapun upaya untuk menurunkan angka perkawinan

di bawah umur terhadap hak pendidikan formal anak yaitu dengan

meningkatkan mutu pendidikan agar pendidikan memiliki masa depan yang

baik bagi mereka. siapa yang ambil, lalu sosialisasikan batasan usia nikah,

dampak dan bahayanya perkawinan di bawah umur, dan sosialisasi wajib

belajar 12 tahun mempengaruhi tingkat kelulusan anak sehingga anak dapat

melanjutkan pendidikan ke jenjang menengah atas dan dapat meningkatkan

kualitas hidupnya.10

Islam merupakan agama yang diturunkan oleh Allah swt dan sebagai

agama penyempurna dari agama-agama sebelum datangnya Islam. Islam

dikatakan sebagai agama penyempurna karena didalam ajaran Islam dijelaskan

secara lengkap mengenai kehidupan sosial manusia dan masalah ibadah yang

dijelaskan di dalam al-Quran dan hadist. Salah satu contoh kehidupan sosial

manusia yang tidak dapat dipisahkan oleh setiap individu yaitu pernikahan.

Pernikahan adalah suatu akad atau perjanjian antara seorang laki-laki

dan perempuan untuk menghalalkan hubungan biologis antara kedua belah

pihak, dengan dasar sukarela dan keridhaan kedua belah pihak untuk

membangun keluarga sakinah, wawaddah wa rahmah.11

10
Millatussa'adiyyah, Ade, and Susilawati Susilawati. "Upaya Menurunkan Tingkat
Perkawinan Dibawah Umur Terhadap Hak Pendidikan Formal Anak." Ajudikasi: Jurnal Ilmu
Hukum 3.2 (2019): 107-120.
11
Syarifuddin Latif, Status Hukum Pernikahan Wanita Hamil diluar Nikah dan Anaknya
Perspektif Hukum Aadat dan Hukum islam(Cet. I; Yogyakarta: Trust Media Publishing, 2012), h. 2.
58

Tujuan pernikahan dalam islam yaitu melahirkan keturunan yang sehat

jasmani dan rohani dalam ikatan pernikahan yang sah secara syariat dan

Negara, sehingga mampu menjadi penerus Bangsa dan Agama. Memiliki

keturunan yang sehat tentu merupakan cita-cita untuk semua pasangan suami

istri, sehingga sebelum pernikahan dilangsungkan terlebih dahulu seorang laki-

laki akan memilih istri yang mampu melahirkan keturunan yang sehat dan

cerdas.

Secara etimologis kata nikah (kawin) mempunyai beberapa arti, yaitu

berkumpul, bersatu, bersetubuh dan akad. Pada hakikatnya, makna nikah

adalah persetubuhan. Kemudian secara majaz diiartikan akad, karena termasuk

pengikatan sebab akibat. Semua lafaz nikah yang disebutkan dalam al-Qur’an

berarti akad.12

Secara terminologis, menurut Imam Syafi’i, nikah (kawin), yaitu akad

yang dengannya menjadi halal hubungan seksual antara pria dengan wanita.

Menurut Imam Hanafi nikah (kawin) yaitu akad (perjanjian) yang menjadikan

halal hubungan seksual sebagai suami istri antara seorang pria dengan seorang

wanita. Menurut Imam Malik nikah adalah akad yang mengandung ketentuan

hukum semata-mata untuk membolehkan bersetubuh, bersenang-senang dan

menikmati apa yang ada pada diri seorang wanita yang boleh nikah dengannya.

Menurut Imam Hanafi, nikah adalah akad dengan menggunakan lafaz nikah

untuk membolehkan manfaat, bersenang-senang dengan wanita.

1. Perkawinan dilihat dari segi hukum

12
Mardani. Hukum Islam Kumpulan Peraturan tentang Hukum Islam di Indonesia. (Cet. III;
Jakarta: Kencana, 2016), h. 24.
59

Dipandang dari segi hukum, perkawinan itu merupakan suatu

perjanjian. Oleh karena itu, QS. An-Nisa/4:21

An nisa ayat 21

Terjemahnya: “Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu

perjanjian yang kuat”. Perkawinan adalah perjanjian yang kuat, disebut

dengan kata-kata “mitsaqan ghalizhan”,13 Juga dapat dikemukakan sebagai

alasan untuk mengatakan perkawinan itu merupakan suatu perjanjian ialah

karena adanya:

a. Cara mengadakan ikatan telah diatur terlebih dahulu yaitu dengan akad

nikah dan dengan rukun dan syarat tertentu.

b. Cara menguraikan atau memutuskan ikatan perjanjian telah diatur yaitu

dengan prosedur talak, kemungkinan fasakh, syiqaq dan sebagainya.

2. Perkawinan dilihat dari segi sosial

Dalam masyarakat setiap bangsa ditemui suatu penilaian yang umum,

ialah bahwa orang yang berkeluarga mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin.

3. Perkawinan dilihat dari segi Agama

Pandangan perkawinan dari segi agama suatu segi yang sangat

penting. Dalam agama, perkawinan itu dianggap suatu lembaga yang penting.

Dalam agama, perkawinan itu dianggap suatu lembaga yang suci. Upacara

perkawinan adalah upacara yang suci, kedua mempelai dijadikan sebagai

13
Mardani, Hukum Islam Kumpulan Peraturan tentang Hukum Islam di Indonesia, h. 25.
60

suami isteri atau saling meminta pasangan hidupnya dengan menggunakan

nama Allah. Memilih pasangan hidup dalam Islam telah memberikan petunjuk

cara memilih pasangan hidup untuk menciptakan keturunan yang sehat dan

saleh sejak periode prakonsepsi bahkan sejak pranikah, untuk memilih calon

istri atau suami. Adapaun calon istri yang baik adalah yang mempunyai ciri-

ciri antara lain taat beragama, berakhlak mulia, postur tubuh dan wajah

menarik, mudah melahirkan, berasal dari keluarga baik, serta bukan keluarga

dekat. Semua ini membuktikan pentingnya faktor keturunan (genetik) dan

lingkungan.14

Pernikahan dibawah umur di KUA Tellu Siattinge, tidak seberapa,


tidak singnifikan, karena kami dengan pihak KUA Kec. Tellu Siattinge
senantiasa bersinergi dengan imam salah satu agendanya yakni pembahasan
mengenai pernikahan dibawah umur, bahwa dengan berlakunya Undang-
undang Nomor 16 Tahun 2019 perubahan Undang-undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang pernikahan utamanya Pasal 7 yang mengatur mengenai usia
nikah, dimana dulu usia pernikahan untuk laki-laki 19 dan wanita 16 tahun,
sekarang Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 usia nikah laki-laki dan
wanita 19 tahun.15

Pernikahan dibawah umur di KUA Tellu Siattinge, Khusus untuk


wilayah Kec. Tellu Siattinge hanya 1% pengaruhnya, pengaruhnya tidak
seberapa karena kita sudah mengedukasi masyarakat untuk jangan menikah
dibawah umur, karena ketika ingin dibawah ke Pengadilan Agama, bisa
diberikan dispensi, karena kita juga bekerja sama dengan pihak Pengadilan
Agama Watampone dan juga bekerja sama dengan LPPA (lembaga
perlindungan perempuan dan anak) harus ada rekomendasi dari mereka untuk
melakukan pernikahan dibawah umur. Akibatnya jika ada yang melakukan
pelanggaran nekad itu melakukan pernikahan dibawah umur pasti nikahnya
ujung-ujungnya nikah sirri.16

14
Ahsin W. Alhafidz, Fiqh Kesehatan h. 257.
15
Sahruddin, KUA Kec. Tellu Siattinge, Kabupaten Bone, Wawancara di Ruang Kepala
KUA Kec. Tellusiattinge.
16
H. Sirajuddin, Penghulu Kec. Tellu Siattinge, Kabupaten Bone, Wawancara di Ruang
Penghulu Kec. Tellusiattinge.
61

C. Dampak Media Sosial Terhadap Peningkatan Angka Pernikahan dibawah

Umur di wilayah KUA Kecamatan Tellusiattinge

1. Dampak Psikologi

Remaja adalah individu yang berusia 13-18 tahun. Menurut PBB,

perkawinan pada remaja secara umum didefinisikan sebagai pernikahan yang

dilakukan di bawah umur 18 tahun. Definisi ini tidak terbatas pada masalah

perbedaan budaya, benua ataupun area. Terlepas dari faktor apapun yang

menyebabkan individu terjebak dalam perkawinan, praktik perkawinan remaja

ini memiliki dampaknya tersendiri bagi yang bersangkutan.

Dampak psikologis dari perkawinan remaja pada perkawinan remaja

yang akan digali secara mendalam. Untuk memungkinkan analisis data antar

subjek, maka subjek penelitian akan berjumlah dua subjek dari masing-masing

daerah. Total jumlah subjek adalah enam orang yang tersebar. Teknik

sampling yang digunakan adalah pengambilan sampel bola salju agar dapat

menjadi acuan untuk intervensi dalam penurunan angka perkawinan remaja.

Sehingga dalam tujuan jangka panjang diharapkan penelitian ini mampu

memberikan kesadaran bagi setiap orang, terutama peran pemerintah dalam

pencegahan praktik pernikahan di usia muda.17

Perkawinan sebagai jalan untuk bisa mewujudkan suatu keluarga atau

rumah tangga bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Perkawinan pada umumnya dilakukan oleh orang dewasa dengan tidak

memandang pada profesi, agama, suku bangsa, miskin atau kaya, tinggal di

desa atau di kota. Usia perkawinan yang terlalu muda mengakibatkan

17
Setyawan, Jefri, et al. "Dampak psikologis pada perkawinan remaja di Jawa
Timur." Jurnal penelitian psikologi 7.2 (2016): 15-39.
62

meningkatnya kasus perceraian karena kurangnya kesadaran untuk

bertanggung jawabdalam kehidupan berumah tangga bagi suami-istri.18

Maraknya pernikahan dini dalam modern ini menimbulkan banyak

permasalahn dan pertanyaan yang muncul dalam setiap pembahasan di

kalangan masyarakat umum. Dari pihak perempuan dan laki-lakipun kadang

menggampangkan masalah pernikahan dini. Mereka tidak mengetahui resiko

dibalik tindakan ketika mereka telah melangsungkan sebuah pernikahan.

Banyak faktor yang harus mereka fikirkan mulai dari kesehatan perempuan,

kesiapan mental kedua belah pihak, sosial masyarakat juga dalam hal agama.

Perceraian, pasangan pernikahan usia muda juga akan mengalami resiko


19

kematian ibu dan bayi yang cukup tinggi. Tujuan untuk memberikan

pengetahuan atau informasi terkait apa saja dampak yang akan ditimbulkan

oleh pernikahan usia dini20


“Hasil penelitian mengenai dampak media sosial terdapat peningkatan
pernikahan dibawah umur dilihat dari Psikologis, dapat menimbulkan
terjadinya perceraian karena pemikirannya belum dewasa, sehingga tidak
memikirkan masa depannya, sehingga melakukan perselingkuhan dan berujung
pada perceraian.Dilihat secara psikologis, pernikahan dini tidak baik untuk
dilakukan karena akan mempengaruhi pola pikir serta tingkah laku pasangan
muda mudi ini. Kondisi emosional mereka yang dinilai masih labil akan
berdampak pada pertengkaran dan berujung dengan perceraian dalam rumah
tangga”.

2. Dampak Pendidikan

18
Yulianti, Rina. "Dampak yang ditimbulkan akibat perkawinan usia dini." Pamator
Journal 3.1 (2010).
19
Shufiyah, Fauziatu. "Pernikahan Dini Menurut Hadis dan Dampaknya." Jurnal Living
Hadis 3.1 (2018): 47-70.
20
Octaviani, Fachria, and Nunung Nurwati. "Dampak Pernikahan Usia Dini Terhadap
Perceraian Di Indonesia." Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial HUMANITAS 2.2 (2020): 33-52.
63

Dampak pernikahan dibawah umur terhadap pendidikan anak.

menikah dini, anak dalam keluarga yang menikah dini bahwa:

a. Keluarga adalah tempat pertama belajar, dukungan keluarga akan

menjadikan anak yang tumbuh dengan penuh kasih sayang, percaya akan diri

sendiri. Pendidikan anak di desa nusa bakti sangat baik.

b. Pernikahan dini sangat berdampak bagi pendidikan anak yang masih

memerlukan bimbingan dari orang tua terutama orang tua yang kurang

dalam memberikan kasih sayang terhadap anak, Selain itu ekonomi orang

tua yang kurang memadai dapat mengganggu pendidikan anak di sekolah,

kurang harmonisnya keluarga dapat mengganggu mental anak, karena orang

tua yang menikah dini masih memikirkan diri mereka sendiri.

c. Upaya orang tua dalam mendidik anak dalam keluarga yang menikah dini

sebagai pendidik utama dalam penanaman keimanan dan pengetahuan.

Orang tua yang Menikah dini telah berupaya dalam mendidik anak-anaknya

dengan baik, dan menjalankan tugasnya dengan baik21

Berdasarkan data BKKBN, jumlah keluarga remaja di Kalimantan

Selatan adalah 2483 orang dengan jumlah perkawinan dini mencapai 18% dari

total jumlah remaja usia 14-16 tahun.  Sebuah tugas yang berat bagi kita semua

untuk mengatasai fenomena ini.22


“Hasil penelitian mengenai dampak media sosial terhadap peningkatan
pernikahan dibawah umur dilihat dari segi pendidikan, banyak yang berhenti
sekolah atau tidak melanjutkan cita-citanya karena mereka menikah diusia
muda.Pernikahan merupakan suatu kegiatan yang yang merubah suatu hal yang

21
Ikhsanudin, Muhammad, and Siti Nurjanah. "Dampak Pernikahan Dini Terhadap
Pendidikan Anak Dalam keluarga." Al-I'tibar: Jurnal Pendidikan Islam 5.1 (2018): 38-44.
22
Salmah, Syarifah. "Pernikahan dini ditinjau dari sudut pandang sosial dan pendidikan." Al-
Hiwar: Jurnal Ilmu dan Teknik Dakwah 4.6 (2017).
64

haram menjadi halal dengan syarat sah sebuah pernikahan telah terpenuhi,
tetapi yang menjadi fenomena di Indonesia tingginya angka pernikahan dini
yang terjadi. Hal itu dikarenakan ada sebagian pemikiran dari masyarakat
bahwa menikahkan anaknya dengan segera maka dia tidak perlu lagi mengurus
nafkah untuk anak tersebut, melepaskan tanggung jawabnya sebagai orang tua
apa bila anaknya adalah perempuan”.

3. Dampak Ekonomi

Dampak ekonomi, sosial, kesehatan, dan budaya dari permasalahan

perkawinan anak di 8 (delapan) wilayah penelitian, yaitu DKI Jakarta,

Semarang, Banyuwangi, Bandar Lampung, Kabupaten Sukabumi, Nusa

Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan. Selain itu,

memberikan rekomendasi kebijakan terkait dengan pendidikan kesehatan

reproduksi dan seksual bagi remaja.

Pendalaman dilakukan terhadap remaja yang melakukan perkawinan

muda, orang tua remaja, tokoh agama/masyarakat, pemerintah daerah,

organisasi sosial masyarakat, kepala sekolah/guru/akademisi, kepala catatan

sipil/KUA, dan petugas kesehatan/dinas kesehatan. Penelitian ini berhasil

mengidentifi kasi dampak ekonomi, sosial, kesehatan, dan budaya di masing-

masing daerah. Faktor dominan mengapa terjadi perkawinan anak karena

kurangnya pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual (PKRS) yang

komprehensif sejak dini untuk memberikan pemahaman yang tepat untuk

remaja akan pilihannya. Oleh sebab itu direkomendasikan untuk memberikan

pemahaman tentang kesehatan reproduksi yang komprehensif sejak dini di

sekolah dan meninjau ulang UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974.23

23
Djamilah, Djamilah, and Reni Kartikawati. "Dampak perkawinan anak di
Indonesia." Jurnal Studi Pemuda 3.1 (2014): 1-16.
65

Tingginya angka Pernikahan Usia Dini menunjukkan bahwa

pemberdayaan tentang peraturan yang diberlakukan oleh pemerintah masih

rendah. Fenomena sosial mengenai pernikahan dini di Indonesia merupakan

salah satu faktor yang sering terjadi di tanah air, baik pernikahan dini yang

terjadi di pedesaan maupun perkotaan. 


“Hasil penelitian mengenai dampak media sosial terhadap
peningkatan pernikahan dibawah umur dilihat dari segi perekonomian, tidak
siap finansial tentang membuat keluarga baru menjadi keluarga miskin apabila
jika pasangan dini tersebut langsung hamil dan memiliki anak.Hal ini dapat
terjadi karena kesederhanaan pola pikir masyarakat sehingga masalah ini akan
terjadi secara terus menerus. Selain itu, beberapa faktor pendukung seperti
Pendidikan, ekonomi, sosial dan budaya sangat berpengaruh dengan
dilakukannya pernikahan usia dini. Fenomena pernikahan usia dini akan
menimbulkan beberapa dampak yang akan dirasakan oleh mereka yang
melakukannya serta keluarga yang menikahkannya”.
4. Dampak Sosial

Faktor-faktor yang menyebabkan pernikahan dini antara lain pertama,

faktor pergaulan bebas (free sex) yang sering menimbulkan kehamilan diluar

nikah, kedua, faktor kemauan sendiri bukan karena paksaan orang tua untuk

segera menikahkan anak, ketiga, faktor orang tua atau perjodohan, keempat,

faktor ekonomi.

Pernikahan dibawah umur menimbulkan dampak, baik dampak positif

maupun negatif. Dampak Positif dari pernikahan dini yaitu pernikahan

menghindarkan dari perbuatan zina, juga membantu mengurangi beban orang

tua, sedangkan dampak negatif dari pernikahan dini yaitu masalah yang

dirasakan oleh kedua belah pihak maupun orang sekitar karena usia yang masih

labil, dan berdampak juga bagi kesehatan.


66

a. Pernikahan dini memang tidak dilarang secara agama, tetapi akan lebih

bijaksana jika menikah di usia matang yang secara fisik dan mental sudah

benar-benar siap sehingga kedepannya tidak mengalami kegagalan.

b. Sebaiknya kepada orang tua agar lebih mengawasi lagi anaknya yang sudah

mempunyai pacar, jangan sampai nantinya kecolongan dalam mendidiknya.

Dan perlu adanya pelajaran sex education, agar bagi anak muda yang ingin

menikah dini dapat memahami resiko ketika hendak menikah dini.

c. Pemerintah juga seharusnya mengadakan sosialisasi tentang akibat

pernikahan dini agar mereka tahu dampak dari pernikahan dini.24

Menikah adalah sunnatullah yang akan dilalui semua orang dalam

proses perjalanan hidupnya. Untuk menikah ada 2 hal yang perlu diperhatikan

yaitu kesiapan fisik dan kesiapan mental. Kesiapan fisik seseorang dilihat dari

kemampuan ekonomi, sedangkan kesiapan mental dilihat dari faktor usia. Akan

timbul permasalahan jika pernikahan dilakukan di usia yang sangat muda yaitu

menikah dini yang secara fisik dan mental memanga belum siap.

Pernikahan dibawah umur cenderung terjadi dalam kehidupan

masyarakat desa, yang telah berlangsund sejak dulu dan masih bertahan sampai

sekarang. Bagi masyarakat sekarang pernikahan usia dini terjadi tidak hanya

karena faktor ekonomi semata, tetapi ada faktor yang terbawa oleh zaman yaitu

pergaulan bebas yang berakibat terjadinya hamil di luar nikah yang lebih

ngetrend di sebut MBA (Married By Accident). Tujuan untuk mengetahui

sejauh mana pemahaman masyarakat dalam memahami pernikahan dini, selain

24
Izzah, Nurul. Dampak Sosial Pernikahan Dini di Kelurahan Samalewa Kecamatan
Bungoro Kabupaten Pangkajenne dan Kepulauan. Diss. Unifversitas Islam Negeri Makassar, 2016.
67

itu penulis juga ingin mengetahui faktor penyebab pernikahan usia dini

dikalangan anak muda, dampak apa yang mereka rasakan serta usaha-usaha apa

yang mereka lakukan untuk tetap bertahan hidup dan berumah tangga.

Mengetahui sangat terbatasnya pengetahuan masyarakat tentang

pernikahan usia dini disebabkan mereka hanyalah lulusan Sekolah Dasar dan

Sekolah Menengah Pertama, sehingga sumber daya intelektualnya minim

sekali.

Faktor penyebab pernikahan usia dini terjadi dari beberapa faktor

yaitu; ekonomi, MBA dan takut maksiat. Namun yang paling dominan adalah

faktor ekonomi. Dalam pemenuhan kebutuhan mereka ada yang bekerja sebagai

buruh muat pasir dan ada juga untuk perempuan sebagai buruh garment, yang

juga dapat membantu perekonomian masyarakat dan sekitarnya.


“Hasil penelitian mengenai dampak dari pernikahan dini yang mereka
lakukan tidak terlalu serius, hanya mudah stres dan marah-marah, bertengakar.
Dan juga karena kurangnya pengetahuan maka dalam pengaturan keuangan
bulan untuk kebutuhan rumah tangga dan menjaga kesehatan menjadi
terabaikan. Selain itu kehidupan setalah berumah tangga dalam lingkungan
bertetangga masih bisa ditoleran dan dapat mengikuti aturan yang berlaku di
lingkungan setempat”.25

Pernikahan dini bukanlah fenomena baru, baik di Indonesia maupun di

negara-negara lain. Badan Pusat Statistik mencatat bahwa angka kejadian atau

prevalensi pernikahan dini lebih banyak terjadi di pedesaan dengan angka 27,11

persen dibandingkan di perkotaan yang berada pada 17,09 persen.

Berdasarkan survey awal yang di lakukan peneliti pada tahun 2017

pernikahan dini terdapat 81 pernikahan usia muda dari 384 pernikahan .Tujuan

25
Ahmad, Zulkifli. "Dampak sosial pernikahan usia dini studi kasus di desa Gunung sindur-
Bogor." (2011).
68

yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah menganalisis faktor penyebab dan

dampak pernikahan.

Faktor dominan pernikahan dini adalah hamil di luar nikah, faktor

lingkungan, faktor orang tua, faktor pendidikan, faktor ekonomi, faktor

individu, faktor media sosial sedangkan dampak negatifnya adalah kematangan

psikologis belum tercapai, ditinjau dari segi sosial, dengan perkawinan

mengurangi kebebasan pengembangan diri, mengurangi kesempatan

melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, ditinjau dari segi

kesehatan, perkawinan usia muda meningkatkan resiko kehamilan, tingkat

perceraian tinggi, dan taraf kehidupan yang rendah akibat dari ketidak

mampuan remaja memenuhi kebutuhan perekonomian sedangkan dampak

positif yang ditimbulkan adalah menghindari zina, mengurangi beban orang tua.

Saran bagi masyarakat, orang tua, dan sekolah diharapkan mendukung anak-

anaknya untuk tetap melanjutkan pendidikan.26

Tingginya angka Pernikahan Usia Dini menunjukkan bahwa

pemberdayaan tentang peraturan yang diberlakukan oleh pemerintah masih

rendah. Fenomena sosial mengenai pernikahan dini di Indonesia merupakan

salah satu faktor yang sering terjadi di tanah air, baik pernikahan dini yang

terjadi di pedesaan maupun perkotaan.  Hal ini dapat terjadi karena

kesederhanaan pola pikir masyarakat sehingga masalah ini akan terjadi secara

terus menerus. Selain itu, beberapa faktor pendukung seperti Pendidikan,

26
Yanti, Yanti, Hamidah Hamidah, and Wiwita Wiwita. "Analisis faktor penyebab dan
dampak pernikahan dini di kecamatan kandis kabupaten siak." Jurnal Ibu dan Anak 6.2 (2018): 96-
103.
69

ekonomi, sosial dan budaya sangat berpengaruh dengan dilakukannya

pernikahan usia dini.

Fenomena pernikahan usia dini akan menimbulkan beberapa dampak

yang akan dirasakan oleh mereka yang melakukannya serta keluarga yang

menikahkannya. Dilihat secara psikologi, pernikahan dini tidak baik untuk

dilakukan karena akan mempengaruhi pola pikir serta tingkah laku pasangan

muda mudi ini. Kondisi emosional mereka yang dinilai masih labil akan

berdampak pada pertengkaran dan berujung dengan perceraian dalam rumah

tangga. selain perceraian, pasangan pernikahan usia muda juga akan mengalami

resiko kematian ibu dan bayi yang cukup tinggi. Tulisan ini dibuat dengan tujuan

untuk memberikan pengetahuan atau informasi terkait apa saja dampak yang akan

ditimbulkan oleh pernikahan usia dini27

Kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di berbagai penjuru dunia

dengan berbagai latarbelakang. Masalah pernikahan usia dini ini merupakan

kegagalan dalam perlindungan hak anak. Dengan demikian diharapkan semua

pihak Tenaga Kesehatan Bidan termasuk dokter anak, akan meningkatkan

kepedulian dalam menghentikan praktek pernikahan usia dini. Salah satu kegiatan

Pengabdian Masyarakat, yang dilakukan adalah “Memberikan Pendidikan

Kesehatan Dampak Pernikahan Dini Terhadap Kehamilan Remaja” untuk

meningkatkan pengetahuan dan membangun kesadaran pada para remaja untuk

dapat memahami dampak pernikahan dini terhadap kehamilan remaja terutama

bagi kesehatan ibu dan anak.

27
Octaviani, Fachria, and Nunung Nurwati. "Dampak Pernikahan Usia Dini Terhadap
Perceraian Di Indonesia." Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial HUMANITAS 2.2 (2020): 33-52.
70

Peningkatan pengetahuan terhadap dampak Pernikahan Dini, terbukti

mereka dapat mengulang kembali materi yang telah disampaikan dan mereka

mampu menjawab pertanyaan yang diberikan oleh Narasumber.28

28
Maya, RA Aminah, Rezah Andriani, and Eka Priyanti. "Pendidikan kesehatan tentang
dampak pernikahan dini terhadap kehamilan remaja di sma negeri 14 palembang." Khidmah 2.1
(2019): 10-18.

Anda mungkin juga menyukai