Anda di halaman 1dari 3

PEMBAHASAN

2.1 PELITA III DAN TRILOGI PEMBANGUNAN


Pada 31 Maret 1979, Pelita III mulai dilaksanakan. Titik berat pembangunan pada pelita III adalah
pembangunan sector pertanian menuju swasembada pangan yang mengolah bahan baku menjadi bahan jadi. Sasaran
pokok pelita III diarahkan pada trilogi pembangunan dan delapan jalur pemerataan. Trilogi pembangunan
mencakup:
1)   Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;
2)   Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi;
3)   Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Upaya pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya tidak mungkin tercapai tanpa adanya pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi, sedangkan pertumbuhan ekonomi tidak mungkin dapat dicapai tanpa adanya stabilitas
nasional yang sehat dan dinamis. Hal ini tercemin bahwa unsur-unsur dalam trilogi pembangunan harus
dikembangkan secara selaras, serasi, terpadu, dan saling mengait. Unsur-unsur dalam Trilogi pembangunan adalah :
A.  Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, berarti bahwa pembangunan itu harus dilaksanakan secara merata di
seluruh wilayah tanah air, serta hasil-hasilnya harus dapat dirasakan oleh seluruh rakyat secara adil dan merata. Apa
yang dimaksud dengan adil dan merata ? Adil dan merata mengandung arti bahwa setiap warga negara harus
menerima hasil-hasil pembangunan sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, dan bagi yang mampu berperan lebih,
harus menerima hasilnya sesuai dengan dharma baktinya kepada bangsa dan negara.
B.  Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi mengandung arti bahwa :
1)      Pertumbuhan ekonomi harus lebih tinggi dari angka laju pertumbuhan penduduk
2)      Upaya mengejar pertumbuhan ekonomi harus tetap memperhatikan keadilan keadilan dan pemeataan.
3)      Harus tetap dijaga keselarasan, keserasian, dan keseimbangan dengan bidang-bidang pembangunan lainnya
C.  Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis, dimaksudkan agar dalam pelaksanaan pembangunan itu :
1)      Terdapat kondisi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang aman, tentram, tertib yang tercipta
karena berlakunya aturan yang di sepakati bersama
2)      Dalam kondisi stabilitas nasional terdapat iklim yang mndorong berkembangnya kreativitas masyarakat dalam
pembangunan bangsa dan negara.
Pada masa Orde Baru, pemerintah menjalankan kebijakan yang tidak mengalami perubahan terlalu
signifikan selama 32 tahun sehingga terjadinya stabilitas ekonomi. Karena hal itulah maka pemerintah jarang sekali
melakukan perubahan-perubahan kebijakan terutama dalam hal anggaran negara. Pada masa pemerintahan Orde
Baru, kebijakan ekonominya berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi. Kebijakan ekonomi tersebut didukung oleh
kestabilan politik yang dijalankan oleh pemerintah. Hal tersebut dituangkan ke dalam jargon kebijakan ekonomi
yang disebut dengan Trilogi Pembangungan, yaitu stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi yang stabil, dan
pemerataan pembangunan.
Kaitan erat antara trilogi dengan tujuan pelengkap, faktor meta-ekonomik serta instrumen yang digunakan
sangat dirasakan dalam pelaksanaan Repelita V (1989/90-1993/94). Dari segi teoretis dan kebijaksanaan (sebagai
das Sollen,what ought to be, hoe het be hoort tezyn, hendaknya harus diusahakan agar dapat menjadi das Sein, atau
hoe het is. Untuk ini diperlukan perincian, ketelitian, pengawasan yang cermat dan hati-hati dalam pelaksanaanya.
Rencana kerja (tujuan) atau program kabinet Pembangunan ke III (1978-1983) adalah:        
1)      Terciptanya keadaan dan suasana yang makin menjamin tercapainya keadilan sosial bagi rakyat dengan makin
meratakan pembangunan dan hasil-hasilnya.
2)      Terlaksananya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3)      Terpeliharanya stabilitas nasional yang makin mantap.
4)      Terciptanya aparatur Negara yang makin bersih dan berwibawa.
5)      Terbinanya persatuan dan kesatuan bangsa yang makin kokoh, yang dilandasi oleh penghayatan dan pengalaman
pancasila yang makin mendalam.
6)      Terlaksananya pemilihan umum yang langsung umum, bebas dan rahasia dalam rangka memperkuat kehidupan
demokrasi pancasila.
7)      Makin berkembangnya pelaksanaan politik luar negeri yang bebas dan aktif untuk diabaikan kepada kepentingan
nasional dalam rangka memperkuat ketahanan nasional.
Bandingkan 7 program kerja atau sapta krida tersebut dengan struktur kehidupan ekonomi yang terdiri dari
superstruktur (atap), struktur ekonomi-sosial (ruang), dan infrastruktur (fondasi) dan bandingkan pula dengan kaitan
antara trilogi kebijaksanaan ekonomi,faktor non-ekonomik dengan tujuan-tujuan pelengkapanya. Trilogi
pembangunan yang kira-kira senada dengan trilogi kebijaksanaan ekonomi sebagaimana dipaparkan di muka adalah
No.(1) – no. (3) dari tujuan program kerja atau sapta krida tersebut di atas. Trilogi tersebut selanjutnya disingkat
menjadi satu tujuan sehingga semuanya menjadi pancakrida atau lima program. Adapun delapan jalur pemerataan
sebagai instrumen untuk mencapai panca krida tersebut yang tekenal dengan 8 jalur pemerataan meliputi:
1)      Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak khususnya pangan, sandang dan perumahan.
2)      Pemerataan kesimpulan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
3)      Pemerataan pembagian pendapatan.
4)      Pemerataan kesempatan kerja.
5)      Pemerataan kesempatan berusaha.
6)      Pemerantaan kesempataan berpartisipasi dalam pembagunan, khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita
7)      Pemerataan penyebaran pembagunan diseluruh wilayah Tanah Air.
8)      Pemerataan kesimpulan memperoleh keadilan.
Kaitanya antara 8 jalur pemerataan dengan demokrasi material, Welfare State dan Welfare Society akan
dijumpai dalam bab X di belakang. Telah dikatakan di depan bahwa trilogi kira-kira telah menggambarkan semua
cita-cita masyarakat sebagai keseluruhan. Trilogi telah menggambarkan cita-cita masyarakat yang aman, tentram,
adil makmur, sejahtera bahagia, kuat sentosa dan sebaginya. Dalam trilogi telah pula menggambarkan masyarakat
dan Negara yang dalam cerita wayang digambarkan sebagai Negara yang mengalami panjang –apunjung, pasir-
wukir, gemah-ripah, loh-jinawi, kartatur-raharja…..panjang dewa pocapane punjung luhur kawibawane, pasir
samodra, wukir gunung, loh urip kang sarwa tinandur,jinawi murah kang sarwa tinuk (Bahasa Jawa, bahasa wayang,
bahasa perdalangan).

2.2 PELAKSANAAN PELITA III


Pada masa kepemimpinan Soeharto, Soeharto mempunyai program pembangunan jangka pendek yang
disebut Pelita (pembangunan lima tahun). Selama masa kepemimpinannya soeharto mampu menjalankan program
pembangunan pelita hingga mencapai pelita VI dan telah menjadi program pembangunan jangka panjang. Dari
pelita I hingga VI ada pelita yang menekankan program pembangunannya pada Trilogi Pembangunan yaitu di pelita
III. Pelita III dilaksanakan pada tanggal 1 april 1979 hingga 31 maret 1984. Trilogi pembangunan adalah wacana
pembangunan nasional yang dicanangkan oleh pemerintah orde baru di Indonesia sebagai landasan penentuan
kebijakan politik, ekonomi, dan sosial dalam melaksanakan pembangunan negara.
Di Indonesia segala sesuatunya berlandaskan kepada Pancasila dan UUD 1945, begitu juga dalam hal
pembangunan. Sesungguhnya Pancasila dan UUD 1945 merupakan landasan pembangunan yang ideal. Dalam hal
ini beliau (presiden Soeharto) mengungkapkan bahwa : "mencapai cita-cita masyarakat adil dan makmur
berdasarkan pancasila itu tidaklah mungkin hanya dengan melaksanakan satu pelita saja. Masyarakat adil dan
makmur tidak akan jatuh dari langit, harus di perjuangkan melalui pembangunan secara bertahap, di perlukan
landasan yang kuat, ialah industri yang di dukung oleh pertanian yang tangguh.". Dasar pembangunan yang
belandasan kepada pancasila melalui tahapan-tahapan pelita untuk mencapai cita-cita masyarakat adil dan makmur
sebagaimana dikataan oleh Soeharto telah dapat terwujud salah satunya melalui pelita III yaitu Trilogi
Pembangunan. Trilogi pembangunan yang di canangkan oleh presiden Soeharto ini berhasil meningkatkan
pertumbuhan indonesia dari minus 2,25% pada tahun 1963 menjadi naik tajam sebesar 12% pada tahun 1969 atau
setahun setelah dirinya ditunjuk sebagai pejabat presiden. Selama periode tahun 1967-1997, pertumbuhan ekonomi
indonesia dapat ditingkatkan dan di pertahankan rata-rata 72% pertahun.  Namun demikian, meski Trilogi
pembangunan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, perancanaan trilogi pembangunan ini menuai
kontroversi karena pada pelaksanaannya mengakibatkan hal-hal berikut :
1)      Pelaksanaan stabilitas politik menghasilkan regulasi dimana diterbitkan sejumlah peraturan yang mengakibatkan
pengendalian pers dan pengendalian aksi mahasiswa.
2)      Dalam hal procedural diterbitkan undang-undang tentang organisasi masa dan undang-undang partai politik
pertumbuhan ekonomi menghasilkan penanaman modal asing yang mengakibatkan utang luar negri.
3)       Serbuan para insvestor asing ini kemudian melambat ketika terjadi jatuhnya harga minyak dunia, yang mana
selanjutnya dirangsang ekstra melalui kebijakan regulasi (liberalisasi) pada tahun 1983-1988.
Tanpa disadari, kebijakan penarikan insvestor yang sangat liberal ini mengakibatkan undang-undang
Indonesia yang mengatur arus modal menjadi yang sangat liberal di lingkungan internasional. Namun kebijakan
yang sama juga menghasilkan intensifikasi pertanian di kalangan petani. Dalam pemerataan hasil, pelaksanaannya
membuka jalur-jalur distributive seperti kredit usaha tani dan mitra pengusaha besar dan kecil.  Demikian sekilas
uraian tentang Trilogi Pembangunan. Trilogi Pembangunan menjadi salah satu instrumen pemersatu energi bangsa
yang dipergunakan presiden Soeharto dalam membangun kembali indonesia. Trilogi pembangunan merupakan visi
kedaulatan dan kemandirian ekonomi bangsa yang diletakan dalam road map trilogi pembangunan yang dengan
targetnya merumuskan secara jelas yaitu tercapainya tinggal landas (setara dengan negara maju) pada tahun
2019/2020 dengan struktur perekonomian yang di dukung industri strategis yang kuat namun terlihat justru semakin
menjauh saat sekarang. Bahkan sejumlah ahli ekonomi menyatakan telah terjadi deindustralisasi pada era reformasi.
Segala jerih payah untuk mewujudkan kedaulatan dan kemandirian ekonomi bangsa itu kini harus ditata kembali.
Kegagalan ini merupakan kegagalan bersama sebagai sebuah bangsa yang dalam proses transisi tahun 1998 tidak
bisa memetakan secara akurat siapa lawan dan siapa loyalis nusantara yang sesungguhnya.  

Anda mungkin juga menyukai