Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1 Lokasi / Kesampaian Daerah Penelitian

Pulau Gee adalah salah satu pulau kecil dari beberapa pulau yang terdapat di

teluk Buli, secara adminstratif terletak di kecamatan Maba kabupaten Halmahera

Tengah propinsi Maluku Utara. Pulau tergolong kecil berbentuk bulat lonjong dengan

arah utara ke selatan, panjang sekitar 2 km dengan lebar bervariasi ( 0,3 – 1,2) km,

walaupun kecil tetapi puncak tertinggi di Pulau Gee adalah 184 m, memiliki luas hanya

sekitar 200 Ha.

Untuk mencapai pulau Gee dapat ditempuh dengan kapal laut dari Ibukota

propinsi Maluku Utara (Ternate) selama ± 36 jam atau dari pulau Gebe ± 4 jam. Atau

dapat menggunakan jasa angkutan udara dengan waktu tempuh ± 30 menit dari Bandara

Babullah Ternate – Buli. Dari desa Buli berjarak ± 5 km dapat diseberangi dengan

perahu motor selama 15 menit.

2.2 Geografi Daerah Penelitian

Secara geografi wilayah penambangan bijih nikel Laterit terletak antara

128° 15’ - 128° 21’ Bujur Timur sampai 00°45’ - 01°00 Lintang Selatan.

2-1
Sumber : KMPRA - Pulau Gee (2003)

Gambar 2.1

Lokasi Penambangan Bijih Nikel Pulau Gee

2.2.1 Topografi

2-2
Ciri yang menonjol dari pulau Gee ini adalah topografi yang terjal, ditandai

dengan kemiringan lereng yang curam terutama di bagian Barat, Selatan, Timur dan di

bagian Utara agak sedang.

Sumber air tidak ditemukan sehingga pulau ini tidak dihuni atau didiami oleh

manusia/masyarakat. Sumber air yang cukup terdapat ditanjung Buli (Fiauli), di

pisahkan oleh selat dengan lebar 1,5 sampai 2,5 km.

Untuk memudahkan pengontrolan dalam pekerjaan penambangan maka bukit-

bukit yang terdapat di pulau Gee diberi nama sesuai dengan nama perusahaan seperti

Bukit Kencana, Bukit Mega dan Bukit Raya.

2.2.2 Vegetasi

Keadaan tumbuh-tumbuhan di daerah penambangan pulau Gee ini dapat

dibedakan secara vertikal terdiri dari vegetasi bakau, vegetasi hutan pantai dan vegetasi

hutan pegunungan.

Hutan tidak lebat, hanya ditumbuhi semak-semak yang tidak rapat sebagai ciri

khas daerah endapan nikel laterit pada umumnya. Sepanjang pesisir di bagian Barat

terdapat dataran-dataran sempit yang ditanami pohon kelapa.

Vegetasi hutan pantai menempati hampir seluruh garis pantai pulau Gee,

vegetasi yang ada merupakan asosiasi pohon kelapa dan ketapang. Pohon kelapa cukup

dominan di kawasan ini, hanya pada tempat – tempat tertentu yang tidak memungkinkan

dibudidayakan tanaman kelapa dan tanaman ketapang.

Tumbuhan bawah yakni tumbuhan yang tidak berkayu yang merupakan salah

satu penyusun komunitas di kawasan tersebut juga dibedakan menjadi dua bagian. Pada

2-3
daerah punggung gunung, tumbuhan bawah yang hidup adalah jenis pakis, kantong

semar dan bunga delima.

Tumbuhan bawah terdiri dari tanaman pandan, rumput-rumputan, alang-alang

dan sejenis liana berdaun lebar. Sedangkan vegetasi hutan pegunungan disusun oleh

sebagian vegetasi yang hampir sama dengan vegetasi di kepulauan Halmahera. Pada

bagian punggung, vegetasi yang ada merupakan asosiasi jenis-jenis berdaun jarum

seperti cemara, pinus irian dan hanya sebagian kecil tumbuhan berdaun lebar.

Pada daerah yang lembab tumbuh-tumbuhan bawah yang hidup adalah rotan,

pandan hutan, jenis anggrek pinang dan sebagian jenis rumput-rumputan. Diameter dari

rata-rata tumbuhan tersebut antara 10 –25 Cm.

2.2.3 Iklim Dan Curah Hujan.

Menurut klasifikasi Schmidt and Fergusson, daerah Pulau Gee memiliki tipe

iklim C atau agak basah dengan nilai Q = 0,333. Maksudnya adalah tiga bulan kering

(curah hujan < 100 mm) dan sembilan bulan basah (curah hujan > 100 mm). Bulan Mei

merupakan bulan paling kering dengan curah hujan rata-rata 50 mm dan bulan Maret

merupakan bulan paling basah dengan curah hujan rata-rata 328 mm.

Musim hujan pada umumnya dimulai pada bulan Nopember dan berakhir pada

bulan April. Perubahan musim cukup drastis terlihat pada beda curah hujan diawal

musim curah hujan dan akhir musim kemarau ataupun akhir musim hujan dan akhir

musim kemarau ( Tabel 2.1). Suhu rata-rata bulanan adalah 27,6°C, kelembaban rata-

rata 82,58% dan penyinaran matahari rata-rata 61,32%.

Tabel 2.1

2-4
Data Curah Hujan Tahun 2001 – 2003

TAHUN
2001 2002 2003
Bulan CH HH CH HH CH HH
Januari 105,40 11 87 8 110,4 11
Februari 172,30 8 126 13 181,5 9
Maret 304,70 20 304,7 19 376,4 28
April 108,80 6 108,8 14 290 12
Mei 15,30 1 15,3 2 122 14
Juni 354,70 25 142,5 10 219,1 11
Juli 163,80 13 163,8 9 14,8 4
Agustus 198,80 12 120,8 8 26,1 3
September 35,70 3 135,25 11 10,2 1
Oktober 160,25 11 140,25 5 103,2 4
November 165,70 16 49,5 3 141,4 11
Desember 134,15 9 96,5 7 187,17 9
Total 1814,20 135 1490,4 109 1782,27 117
Sumber : KMPRA - Pulau Gee (2003)

Gambar 2.2
Grafik Curah Hujan pada Lokasi Penambangan Pulau Gee
2.3 Geologi Daerah Penelitian

2-5
Secara garis besar, struktur geologi daerah penambangan endapan bijih nikel

pulau Gee di nyatakan terletak dalam jalur lempengan pasifik (The Circum Pacifik

Orogenic Belt), dimana batuan dasar dari lingkungan jalur ini terdiri dari batuan Pra

Tersier (Strata Upper Mesozoic sampai dengan Lower Tersier).

Mineralisasi terjadi melalui rekahan-rekahan pada strata ini, sebagai akibat

intrusi dari batuan basa dan ultrabasa yang berfungsi sebagai batuan induk (Hard Rock)

dalam genesa terjadinya endapan nikel laterit. Proses laterisasi yang berarti ekonomis

sangat bergantung pada faktor-faktor : selain batuan induk yang bersifat basa, iklim dan

topografi daerah yang ideal sangat mendukung terjadinya pengkayaan sekunder dalam

proses tersebut.

Formasi batuan ultrabasa dalam lingkungan jalur ini terdapat pula di pulau

Halmahera, pulau Gebe, pulau Obi dan pulau Gag yang memiliki petunjuk adanya

deposit nikel laterit yang cukup berarti.

2.4 Genesa Endapan Bijih Nikel.

Jenis nikel laterit yang terbentuk sebagai hasil “Residual Concentration”,

termasuk endapan bijih nikel yang terdapat di pulau Gee, berupa konsentrasi residu

melalui proses pelapukan pada batuan ultrabasa seperti peridotit.

Peridotit merupakan batuan yang terdiri dari mineral-mineral utama seperti olivin

dan piroksin yang mengandung unsur-unsur nikel dalam prosentase kecil. Menurut Bolt,

kandungan Ni yang terdapat dalam batuan peridotit adalah seperti pada tabel 2.2.

2-6
Sumber : KMPRA - Pulau Gee (2003)

Gambar 2.3

Geologi Kepulauan Halmahera dan Sekitarnya

Tabel 2.2

2-7
Batuan Asal Bijih Nikel

Batuan Nikel (%) Besi Oksida + Silika +


Magnesium Alminium(%)

Peridotit 0,2000 43,3 49,9


Gabro 0,0160 16,8 66,1
Diorit 0,0040 11,7 73,4
Granit 0,0002 4,4 78,7

Proses terbentuknya endapan dimulai dari pelapukan batuan induk (peridotit)

mengandung nikel 0,2000 %, yang diawali oleh proses serpentinisasi dimana akibat

pengaruh larutan “Hydrotermal” yang terjadi pada akhir pembekuan magma, telah

mengubah batuan menjadi serpentin atau peridotit terserpentinisasi. Derajat

serpentinisasi batuan asal laterit akan mempengaruhi zona saprolit.

Peridotit yang sedikit terserpentinisasi akan memberikan zona saprolit dengan

inti batuan sisa yang keras, dan celah yang ada diisi oleh mineral-mineral garnerit,

krisopras dan kuarsa sedangkan serpentin akan menghasilkan zona saprolit yang relatif

homogen dengan sedikit kuarsa atau garnerit.

Batuan asal endapan nikel adalah peridotit, dimana olivin (Mg2SiO4) pada

batuan ini mempunyai kandungan nikel sekitar 0,2000 %. Air permukaan yang

mengandung CO2 dari atmosfir dan terkayakan kembali oleh bahan-bahan organis di

permukaan meresap kebawah sampai zona pelindian dimana fluktuasi air berlangsung

( Gambar 2.4). Akibat fluktuasi air tanah yang kaya CO2 akan bersentuhan zona saprolit

2-8
yang masih mengandung jejak-jejak batuan asal dan melarutkan mineral-mineral yang

tidak stabil seperti olivin atau serpentin dan piroksin. Mg, Si, dan Ni juga akan larut

terbawa sesuai dengan aliran air tanah dan akan memberikan mineral-mineral baru pada

proses pengendapan kembali. Pada rekahan batuan asal, sebagian Mg mengendap

misalnya sebagai magnesis yang di lapangan dikenal sebagai akar-akar pelapukan (Roof

Of Weathering). Sedangkan pada zona saprolit dijumpai pengisian rekahan-rekahan oleh

garnerit, kuarsa dan krisopras yang merupakan hasil pengendapan hidrosilika Mg, Si,

dan Ni. Unsur-unsur yang tertinggi seperti ; Fe, Al, Mn, Cr, dan juga Ni di zona limonit

terikat sebagai mineral-mineral oksida seperti hematit, magnetit dan lain-lain. Selain itu

terdapat juga mineral-mineral “Spinelkhorom,” serta (accessory chromspinels) sebagai

akibat terimigrasinya unsur-unsur Mg dan Si. Jika spinelkhorom yang tidak berubah

selama proses pelapukan ini, diambil sebagai standar untuk melihat semua unsur-unsur

dalam proses pelapukan dan suatu profil laterit nikel maka dapat dibuat suatu model

keseimbangan. Hail analisa kimia menunjukkan bahwa zona tengah yang paling banyak

mengandung nikelnya, sedangkan unsur-unsur Ca, Mg dan karbonat akan mengalir lagi

dan dapat terendap sebagai urat-urat dolomit dan magnesit yang mengisi rekahan-

rekahan pada batuan asal (Gambar 2.5)

Apabila di lapangan ditemukan urat-urat seperti diatas, maka dapat digunakan

sebagai petunjuk akan batas dari zona pelapukan dengan batuan segar atau biasa disebut

“Roof Of Weathering”.

2-9
Sumber : KMPRA - Pulau Gee (2003)

Gambar 2.4

Skema Pembentukan Nikel Laterit

2 - 10
Sumber : KMPRA - Pulau Gee (2003)

Gambar 2.5

Bagan Alir Endapan Nikel Laterit

2 - 11
Sebagai gambaran umum panampang endapan bijih nikel di pulau Gee adalah

sebagai berikut :

a. Lapisan paling atas merupakan lempengan-lempengan oksida besi yang kadar

besinya (Fe) cukup tinggi yaitu 50 % Fe, terdiri dari tanah laterit yang berwarna

coklat kemerahan. Biasanya terdapat sisa tumbuh-tumbuhan dan kandungan nikelnya

relatif rendah. Lapisan ini disebut juga sebagai lapisan tanah penutup (Overburden).

Tebal lapisan ini bervariasi umumnya berkisar antara 0 sampai 2 meter.

b. Lapisan berikutnya atau lapisan kedua diantara lapisan pertama dan ketiga, kadar Fe

masih cukup tinggi yaitu 25 % sampai 50 %, sedangkan kadar Ni ± 0,5 sampai 1 %,

berwarna coklat muda. Lapisan ini kadang-kadang dapat dianggap sebagai lapisan

bijih yang ekonomis, dikategorikan dalam “low grade ore” atas yang tebalnya

berkisar 2 – 3 meter.

c. Lapisan ketiga merupakan batuan yang telah lapuk, berwarna coklat kekuningan

sampai kehijauan. Kandungan Ni bertambah secara perlahan-lahan sampai 2 %.

Sedangkan kandungan Fe ± 25 %.

d. Lapisan keempat terdiri dari batuan yang kurang lapuk, berwarna hijau terang

sampai tua. Pada lapisan ini kandungan Ni 2 - 3 %, sedangkan kandungan Fe sudah

mulai turun ± 15 – 24 %.

e. Lapisan kelima merupakan zona konsentrasi bijih nikel dengan kandungan Ni sekitar

3 %. Berupa batuan yang sedikit lapuk dan berwarna hitam kehijauan. Umumnya

lapisan ini merupakan pengkayaan bijih nikel.

Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 2.6.

2 - 12
Sumber : KMPRA - Pulau Gee (2003)

Gambar 2.6

Profil Endapan Nikel Pulau Gee

2 - 13
2.5. Kegiatan Penambangan

Kegiatan penambangan bijih nikel dilakukan dengan sistem tambang terbuka,

yaitu sistem pemotongan sisi bukit atau sistem pemotongan menurut garis kontur.

Umumnya pemotongan dimulai dari puncak gunung menurun pada sisinya untuk

pembuatan jenjang. Hal ini dimaksudkan agar supaya jenjang yang dibuat tidak longsor.

Tahap-tahap dalam penambangan di pulau Gee terdiri dari beberapa tahap yaitu ;

1. Pekerjaan persiapan

2. Pengupasan tanah penutup

3. Penambangan bijih.

2.5.1 Pekerjaan Persiapan (Clearing)

Pekerjaan pesiapan dimaksudkan untuk menyingkirkan mateial-material yang

menutupi endapan bijih sebagai persiapan untuk kegiatan penambangan. Pekerjaan

pembersihan pada bukit-bukit direncanakan untuk ditambang dimana masih tertutup

pohon-pohon dan semak-semak, terlebih dahulu diadakan pembersihan tempat kerja

dengan menggunakan alat mekanis Bulldozer yang dilakukan sebelum pengupasan tanah

penutup. Pekerjaan pembersihan tempat kerja, meliputi pekerjaan pembuatan jalan

darurat sebagai sarana lewatnya alat-alat berat.

2.5.2 Pengupasan Tanah Penutup

Pada tahap ini dilakukan proses pengupasan lapisan tanah penutup atau over

burden, yaitu tanah dengan lapisan nikel yang masih rendah yang akan di angkut ke

2 - 14
tempat pembuangan (disposal area) atau digunakan untuk menutupi daerah purna

tambang sebagai dasar bagi tanaman penghijauan dalam rangka menghutankan kembali.

2.5.3 Penambangan Bijih

Setelah lapisan tanah penutup habis terkupas dan lapisan bijih telah tersingkap,

maka persiapan untuk penambangan dimulai dengan pembuatan jalan naik ke level yang

direncanakan. Pekerjaan penggalian dimulai pada lapisan saprolite dengan menggunakan

alat gali Excavator Caterpillar.

2 - 15

Anda mungkin juga menyukai