Bai’ al istishna’ atau biasa disebut dengan istishna’ merupakan kontrak jual
beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan criteria dan
persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni’) dan
penjual (pembuat, shani’). Transaksi istishna’ memiliki kemiripan dengan
transaksi salam, dalam hal barang yang dibeli belum ada pada saat transaksi
melainkan harus dilunasi terlebih dahulu, tetapi dalam istishna’ barang yang
diperjualbelikan biasanya adalah barang manufaktur. Adapun dalam hal
pembayaran, transaksi istishna’ dapat dilakukan di muka, malalui cicilan, atau
ditangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang akan datang.
Transaktor terdiri dari pembeli dan penjual. Kedua transaktor disyaratkan
memiliki kompetisi berupa akil baliqh dan kemampuan memilih yang optimal
seperti tidak gila, tidak sedang dipaksa, dan lain-lain yang sejenis. Adapun
untuk transaksi dengan anak kecil, dapat dilakukan dengan izin dan pantauan
dari walinya. Terkait dengan penjual, DSN mengharuskan agar penjual
menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas dan jumlah yang
telah disepakati. Penjual diperbolehkan menyerahkan barang lebih cepat dari
waktu yang telah disepakati dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai
dengan kesepakatan dan ia tidak boleh menuntut tambahan harga.
Dalam hal pesanan sudah sesuai dengan kesepakatan, hukumnya wajib bagi
pembeli untuk menerima barang istishna’ dan melaksanakan semua ketentuan
dalam kesepakatan istishna’. Akan tetapi, sekiranya pada barang yang dilunasi
terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatn, pemesan memiliki
hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau membatalkan akad.
E. Objek istishna’
Rukun objek akad transaksi jual beli istishna’ meliputi barang yang
diperjualbelikan dan harga barang tersebut. Terkait dengan barang istishna’,
DSN dalam fatwanya menyatakan bahwa ada beberapa ketentuan yang harus
dipenuhi. Ketentuan tersebut antara lain:
Ijab dan Kabul istishna’ merupakan pernyataan dari kedua belah pihak
yang berkontrak, dengan cara penawaran dari penjual (bank syariah) dan
penerima yang dinyatakan oleh pembeli (nasabah). Pelafalan dapat dilakukan
dengan lisan, isyarat (bagi yang tidak bisa bicara), tindakan maupun tulisan,
bergantung pada praktik yang lazim di masyarakat dan menunjukkan keridhaan
satu pihak untuk menjual barang istishna’ dan pihak lain untuk membeli barang
istishna’. Menurut PSAK 104 paragraf 12, pada dasarnya istishna’ tidak dapat
dibatalkan, kecuali memenuhi kondisi:
Berdasarkan fatwa DSN Nomor 6 tahun 2000, disebutkan bahwa akad
istishna’ kedua (antara bank sebagai pembeli dengan petani sebagai penjual)
harus dilakukan terpisah dari akad pertama. Adapun akad kedua baru dilakukan
setelah akad pertama sah. Rukun-rukun yang terdapat pada akad istishna’
pertama juga berlaku pada akad istishna’ kedua.
H. Pengawasan syariah transaksi istisna’ dan istishna’ parallel
Pada istishna’ parallel terdapat tiga pihak yang terlibat, yaitu Bank,
Nasabah, dan pemasok. Pembiayaan dilakukan karena nasabah tidak dapat
melakukan pembayaran atas tagihan pemasok selama masa periode
pembangunan, sehingga memerlukan jasa pembiayaan dari bank. Atas
pembiayaan terhadap pembangunan barang, maka bank mendapatkan margin
dari jual beli barang yang terjadi. Margin diperoleh dari selisih harga beli bank
kepada pemasok dengan harga jual akhir kepada nasabah.
Pertama, nasabah memesan barang yang dikehendaki dan melakukan negosiasi
kesepakatan antara penjual dengan pembeli terkait transaksi istishna’ yang akan
dilaksanakan.
Kedua, pada transaksi istishna’ setelah akad disepakati, penjual mulai membuat
barang yang diinginkan pembeli. Setelah barang dihasilkan, pada waktu yang
sudah ditentukan, penjual mengirim barang sesuai dengan spesifikasi kualitas
dan kuantitas yang telah disepakati kepada pembeli.
Untuk mengembangkan klinik ibu dan anak yang dikelolanya, dr. Ursika berencana
menambah satu unit bangunan seluas 100 m 2 khusus untuk rawat inap di sebelah barat
bangunan utama klinik. Untuk kebutuhan itu, dr. Ursila menghubungi Bank berkah Syariah
untuk menyediakan bangunan baru sesuai dengan spesifikasi yang diinginkannya. Setelah
serangkaian negosiasi beserta kegiatan survey untuk menghasilkan desain bangunan yang
akan dijadikan acuan spesifikasi barang, pada tanggal 10Februari 20XA ditandatanganilah
akad transaksi istishna’ pengadaan bangunan untuk rawat inap. Adapun kesepakatan antara
dr. Ursila dengan Bank Berkah Syariah adalah sebagai berikut:
Misalkan pada kasus 11.1 diatas, pada tanggaal 5 Februari 20XA, untuk
keperluan survey dan pembuatan desain bangunan yang akan diadikan acuan
spesifikasi barang, Bank Berkah Syariah telah mengeluarkan kas hingga Rp
2.000.000. jurnal untuk mengakui transaksi ini adalah sebagai berikut:
Pada saat akad ditandatangani antara bank dengan pembeli, tidak ada jurnal
yang harus dibuat untuk mengakui adanya jula beli istishna’. Akan tetapi,
adannya kesepakatan jual beli istishna’ ini menyebabkan pengeluaran-
pengeluaran praakad diakui sebagai biaya istishna’. Berdaarkan PSAK 104
paragraf 26, dinyatakan bahwa biaya praakad diakui sebagai beban tangguhan
dan diperhitungkan sebagai biayay istishna’ jika akad disepakati.
Misalkan kasus dr. Ursila dengan Bank Berkah Syariah diatas, transaksi
istishna’ jadi disepakati pada tanggal 10 Februari, maka jurnal pengakuan
beban praakad menjadi biaya istishna’ adalah sebagai berikut.
Seperti halnya saat akad istishna’ disepakati, pada saat akad istishna’
paralel disepakati dengan pembuat barang, tidak ada jurnal yang harus dibuat
terkait dengan kesepakatan jual beli istishna’. Jurnal dilakukan jika terdapat
transaksi pembayaran uang kepada pembuat barang oleh bank syariah. Dalam
kasus 11.1 diketahui bahwa pembayaran dilakukaan berdasarkan tingkat
penyelesaian, sehingga pada saat akad, tidak ada kas yang harus dikeluarkan
oleh bank syariah.
Berdasarkan PSAK 104 paragraf 29 disebutkan bahwa biaya perolehan istishna’
paralel terdiri dari:
1. Bagian nilai akad yang sebanding dengan pekerjaan yang telah diselesaikan
dalam periode tersebut, diakui sebagai pendapatan istishna’ pada periode
yang bersangkutan.
2. Bagian margin keuntungan istishna’ yang diakui selama periode pelaporan
ditambahkan kepada aset istishna dalam penyelesaian,
3. Pada akhir periode harga pokok istishna’ diakui sebesar biaya istishna’ yang
telah dikeluarkan sampai dengan periode tersebut.
Menurut PAPSI 2013 (h.4.21) hal-hal yang harus diungkapkan terkait jual
beli dengan skema istishna antara lain :