Anda di halaman 1dari 45

Journal Reading

Cutaneous Squamous Cell Carcinoma: From Pathophysiology to Novel


Therapeutic Approaches

Oleh:

Farah Rullyta Rizkina

NIM. 1930912320109

Pembimbing :

dr. Sani Widjaja, Sp.KK

DEPARTEMEN/KSM ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN ULM-RSUD ULIN

BANJARMASIN

April, 2021
1

ABSTRAK

Cutaneous squamous cell carcinoma (cSCC), suatu kanker kulit non-

melanoma, merupakan salah satu kanker paling umum dengan insiden yang

meningkat. Bentuk cSCC dapat berupa in situ (contoh: Bowen’s disease) atau

invasif. Faktor risiko signifikan cSCC yaitu usia lanjut, paparan matahari

kumulatif, kulit cerah, imunosupresi berkepanjangan, dan diagnosis kanker kulit

sebelumnya. Meskipun sebagian besar cSCC dapat ditangani dengan pembedahan,

sebagian kecil di antaranya kambuh dan bermetastasis dan menyebabkan

kematian. cSCC dapat timbul secara de novo atau akibat pengembangan keratosis

aktinik (karsinoma in situ). Proses bertahap pengembangan cSCC ditandai dengan

mutasi gen yang terlibat dalam homeostasis epidermis dan oleh beberapa

perubahan, seperti modifikasi epigenetik, infeksi virus, atau perubahan

lingkungan mikro. Dengan demikian, pengembangan cSCC terdiri atas beberapa

tahapan yang ditentukan secara histologis dan patologis. Dermoskopi dan

mikroskop confocal reflektans meningkatkan akurasi diagnostik cSCC. Bedah

eksisi merupakan terapi lini pertama untuk cSCC invasif. Selain itu, radioterapi

dianggap sebagai terapi utama pada pasien yang tidak dilakukan pembedahan.

Studi ekstensif tentang mekanisme patogen cSCC mengidentifikasi beberapa

target pengobatan dan memungkinkan pengembangan terapi sistemik baru,

termasuk imunoterapi dengan penghambat checkpoint imun, seperti Cemiplimab,

dan penghambat reseptor faktor pertumbuhan epidermis untuk cSCC metastasis,

tahap lanjutan dan terlokalisir. Selanjutnya, tindakan pencegahan dinilai

bermanfaat dalam manajemen pasien.


2

Kaca kunci : karsinoma sel skuamosa, kanker kulit non-melanoma, karsinoma

keratinosit, dermoskopi, terapi, radioterapi, imunoterapi, Bowen’s disease,

cemiplimab.

1. PENDAHULUAN

Karsinoma sel skuamosa kulit (cSCC) merupakan kanker kulit non-

melanoma tersering kedua setelah karsinoma sel basal. cSCC terhitung 20%

keganasan kulit dan sekitar 75% dari seluruh kematian karena kanker kulit, tidak

termasuk melanoma. Angka kejadiannya terus meningkat, terutama karena

penuaan populasi dan fokus pada skrining kanker kulit.

cSCC berasal dari proliferasi keratinosit epidermis atipikal tak terkontrol,

dan kemungkinan merupakan hasil dari proses displasia intraepidermis yang lama.

Pengembangan tumor dikenal sebagai proses dengan beberapa tahapan yang

didefinisikan secara histologis dan patologis, seiring evolusi keganasan keratosis

aktinik menjadi cSCC invasif. Meskipun jarang bermetastasis, cSCC dapat

mendukung kerusakan kulit lokal yang melibatkan jaringan lunak, tulang rawan,

dan tulang. Umumnya prognosis cSCC baik dan tingkat kelangsungan hidup 5

tahun sebesar 90%. Faktor risiko yang terlibat dalam etiopatogenesis yaitu

paparan radiasi ultraviolet, photoaging kronik, usia, jenis kelamin laki-laki,

imunosupresi, merokok, dan faktor genetik spesifik.

Beberapa bentuk histopatologi cSCC telah dideskripsikan dengan nilai

prognostik yang berbeda. Dermoskopi, dan baru-baru ini, mikroskop confocal

reflektans meningkatkan akurasi diagnostik cSCC. Meskipun pendekatan


3

pembedahan merupakan terapi lini pertama cSCC invasif, teknik lain (kuretase,

elektrodesikasi, cryosurgery, laser, dan terapi fotodinamik) tersedia untuk bentuk

non-invasif. Bedah eksisi menjanjikan prognosis baik, dengan angka kesembuhan

>90%. Pada pasien yang bukan kandidat pembedahan (penyakit lokal tahap

lanjut), radioterapi (RT) dapat dipertimbangkan sebagai terapi utama.

Studi ekstensif mekanisme pathogenesis cSCC mengidentifikasi beberapa

target pengobatan. Proses bertahap pengembangan cSCC ditandai dengan mutasi

gen yang terlibat dalam homeostasis epidermis dan oleh beberapa perubahan,

seperti modifikasi epigenetik, infeksi virus, atau perubahan lingkungan mikro.

Identifikasi beberapa target pengobatan memungkinkan pengembangan terapi

sistemik baru, termasuk imunoterapi, penghambat EGFR, kemoterapi, dan

elektrokemoterapi. Misalnya, cemiplimab penghambat checkpoint imun disetujui

di AS dan Eropa sebagai pengobatan sistemik untuk cSCC metastasis dan lokal

lanjutan yang tidak dapat menerima terapi bedah atau RT. Terapi adjuvan terdiri

atas terapi tambahan, sistemik atau RT, untuk mengurangi risiko rekurensi setelah

eksisi komplet tumor.

Tinjauan ini mempresentasikan gambaran literatur cSCC dari patofisiologi

sampai pendekatan terapeutik terbaru.

2. EPIDEMIOLOGI

Tinjauan epidemiologi kanker kulit non-melanoma pada 2007 menyatakan

“diperlukan data akurat dan sebanding” untuk menggambarkan kejadian kanker

pada manusia. Akan tetapi, tidak banyak kemajuan dalam pencatatan kasus
4

keganasan, sehingga insiden cSCC sebenarnya sebagian besar tidak diketahui.

Faktanya, sebagian besar perkiraan memiliki batas variabilitas yang luas dan

heterogenitas jauh lebih ditekankan oleh perbedaan geografis yang luas. Di

Australia, misalnya, perkiraan kejadian cSCC setinggi 499 per 100.000 di antara

pria dan 291 per 100.000 di antara wanita. Di Eropa, sementara perkiraannya jauh

lebih rendah, heterogenitas insiden cukup mengejutkan: Dalam studi berbeda,

insiden cSCC berkisar antara 9-96 per 100.000 di antara pria dan dari 5-68 per

100.000 di antara wanita. Untuk lebih memperumit gambaran samar ini, harus

dipertimbangkan bahwa semua angka ini kemungkinan besar merupakan

perkiraan yang sangat rendah dari kejadian cSCC, karena didasarkan pada laporan

patologi, sementara sekarang cSCC diterapi dengan strategi yang tidak termasuk

eksisi tumor.

3. FAKTOR RISIKO

Etiologi cSCC multifaktorial dan termasuk faktor lingkungan, imunologi,

dan genetik. Faktor lingkungan utama termasuk radiasi ultraviolet kumulatif (baik

paparan sinar matahari dan alat tanning). cSCC sering terjadi pada populasi lansia

(80% terjadi pada usia >60 tahun) dan lebih sering pada laki-laki dibandingkan

perempuan, sehubungan dengan paparan matahari kumulatif (termasuk paparan

profesi dan waktu luang). Kuit cerah juga merupakan faktor risiko utama. Risiko

cSCC kebanyakan dikaitkan dengan paparan matahari kumulatif seumur hidup,

sedangkan paparan matahari yang intens dan berselang meningkatkan risiko

karsinoma sel basal (BCC). Penggunaan tanning bed, terutama diawal kehidupan
5

(<25 tahun), meningkatkan risiko cSCC. Selain itu, pasien dengan terapi penyakit

kulit psoralen dan ultraviolet A (PUVA) mungkin juga berisiko lebih tinggi.

Faktor risiko lain yaitu infeksi subtype HPV-beta, merokok, dan imunosupresi.

Angka kejadian cSCC yang lebih tinggi diamati pada resipien transplantasi organ,

infeksi HIV, dan pasien transplantasi stem cell hematopoetik. Durasi

imunosupresi dapat berkontribusi terhadap karsinogenesis cSCC. cSCC invasif

dapat berkembang ex novo, atau dari cSCC in situ yang telah ada (AK atau BD),

dan/atau pada beberapa area kulit yang terpapar cahaya kronik atau terinflamasi.

Inflamasi kulit jangka panjang-seperti pada luka kronik, luka bakar, scar, ulkus,

atau tractus sinus, juga berkontribusi terhadap cSCC. terapi farmakologis dengan

monoterapi penghambat BRAF (vemurafenib, dabrafenib, encorafenib) memiliki

risiko lebih tinggi terjadinya cSCC dibandingkan terapi kombinasi penghambat

BRAF/mitogen activated protein kinase (MEK). Berkembangnya cSCC selama

terapi vismodegib (penghambat jalur Hedgehog) dan voriconazol juga dilaporkan.

Penggunaan antihipertensi thiazid yang fotosensitif dengan terjadinya cSCC

masih diperdebatkan. Meskipun hasil meta-analisis oleh Gandini dkk melaporkan

tidak terdapat hubungan antara terapi ini dengan cSCC, kemungkinan hubungan

dideskripsikan pada meta-analisis oleh Tang dkk. Selanjutnya, riwayat adanya

cSCC sebelumnya merupakan faktor risiko kanker kulit tambahan, termasuk

kanker kulit non melanoma (NMSC) lainnya dan melanoma. Flohil dkk

menunjukkan proporsi terjadinya cSCC, BCC, atau melanoma pada pasien cSCC

berturut-turut 13,3%, 15,9%, dan 0,5% (0,3–0,6%). Studi terbaru menemukan

bahwa pasien NMSC memiliki risiko relatif (RR) terjadinya melanoma sebesar
6

6,2 dibandingkan kontrol, dan risiko melanoma tinggi pada pasien NMSC berusia

<40 tahun (RR 25,1). Akhirnya, beberapa kondisi genetik dapat menjadi

predisposisi cSCC, seperti epidermolisis bulosa distrofik resesif, albinisme,

xeroderma pigmentosum, anemia Fanconi, dan sindrom Lynch /Muir–Torre.

4. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis cSCC sangat polimorfik, tergantung lokasi anatomis dan

subtipe.

4.1. Bowen’s Disease (BD)

BD, juga dikenal sebagai cSCC in situ, memiliki karakteristik plak

kemerahan, berbatas tegas, dan bersisik. Tipe ini sering terdeteksi pada kulit yang

terpapar matahari seperti kepala, leher, dan ekstremitas. Sebesar 5% cSCC in situ

dapat berubah menjadi cSCC invasif. Erythroplasia of Queyrat merupakan bentuk

khusus cSCC in situ yang muncul di penis. Hal ini ditandai dengan lesi

eritematosa keunguan.

4.2. Keratoacanthoma (KA)

KA dapat dimasukkan sebagai subtipe cSCC. Tipe ini sering didapatkan

pada laki-laki Kaukasia berusia 60 tahun. KA juga dihubungkan radiasi

ultraviolet, paparan HPV, imunodefisiensi, dan anomali DNA repair. KA dapat

berkembang dari scar, trauma, dan permukaan laser. KA multipel dideskripsikan

pada pasien dengan sindrom yang diturunkan, seperti sindrom Muir–Torre dan

Witten–Zak. Manifestasi klinis utamanya yaitu adanya regresi spontan setelah

pertumbuhan yang cepat.


7

4.3. cSCC invasif

cSCC invasif didapatkan pada kulit terpapar matahari dan umumnya

muncul sebagai ulkus persisten atau luka yang sulit sembuh. Tipe ini dilaporkan

55% dari seluruh cSCC kepala dan leher, sedangkan area dorsal tangan dan lengan

bawah meliputi 18% kasus. Bagian tungkai, punggung, dan ekstremitas atas

berturut-turut sebesar 13%, 4%, dan 3% kasus. Akan tetapi, cSCC dapat

melibatkan berbagai area anatomis, termasuk bibir, anus, dan genital. Manifestasi

klinis cSCC sangat tergantung pada derajat diferensiasi lesi. cSCC yang

berdiferensiasi baik bermanifestasi sebagai nodul atau plak bersisik. Di sisi lain,

jika diferensiasinya buruk, klinis berupa lesi halus, disertai ulku, atau hemoragik

(perdarahan). Ulkus Mariolin merupakan tipe khusus cSCC yang berasal dari luka

bakar, biasanya pada ekstremitas bawah. Ulkus Mariolin terdapat hingga 32%

kasus metastasis nodus limfatik saat terdiagnosis. Selanjutnya, metastasis jauh

dilaporkan pada 27% kasus. cSCC terkait HPV biasanya muncul sebagai kutil

baru atau yang membesar pada alat kelamin dan daerah periungual. Biasanya,

pasien melaporkan adanya riwayat kutil yang refrakter (sulit disembuhkan).

Tergantung luasnya, cSCC dapat diklasifikasikan sebagai cSCC primer

atau lanjutan. cSCC primer adalah cSCC nonmetastatis yang dapat dengan mudah

dilepaskan dengan pembedahan; yang lebih jauh dapat diklasifikasikan sebagai

cSCC risiko rendah dan tinggi, tergantung risiko rekurensi. Faktor risiko tinggi

termasuk beberapa variabel klinis dan patologis, seperti ukuran dan lokasi lesi,

batas tidak tegas, dan tumor yang tumbuh dengan cepat.


8

Faktor Risiko Klinis Rekurensi


Ukuran dan lokasi lesi ≥20 mm pada area L
≥10 mm pada area M
≥6 mm pada area H
Batas tidak jelas
Lesi rekuren
Resipien transplantasi organ
Radioterapi sebelumnya atau adanya inflamasi kronik
Pertumbuhan lesi cepat
Gejala neurologis
Faktor risiko patologis rekurensi
Diferensiasi lesi tidak jelas
Subtipe adenoid, adenoskuamosa, atau desmoplastik
Clark level ≥IV
Modified Breslow thickness ≥4 mm
Keterlibatan perineural dan/atau vaskular
*area H: Risiko tinggi rekurensi (wajah, telinga, genitalia, tangan, kaki); area M: Risiko
sedang rekurensi (pipi, dahi, leher, scalp); area L: Risiko rendah rekurensi (batang tubuh,
ekstremitas)

5. HISTOLOGI

Beberapa subtipe cSCC dideskripsikan. cSCC dapat berhubungan dengan

penyakit metastasis. Target metastasis utamanya yaitu nodus limfe, namun paru,

tulang, otak, dan mediastinum juga dapat terkena. Beberapa parameter

histopatologis dapat dihubungkan dengan peningkatan risiko metastasis, seperti

invasi kulit yang lebih dalam, diameter lesi >2cm, dan invasi perineural. Oleh

sebab itu, diagnosis histopatologi yang akurat memegang peranan penting dalam

terapi keganasan ini.


9

5.1. BD

BD merupakan karsinoma intraepidermis dengan keratinosit atipikal pada

semua tingkat epidermis (cSCC in situ). Manifestasi histologi utama yaitu

parakeratosis, hiperkeratosis dengan adanya gangguan maturasi epidermis, disertai

keratinosit atipikal di seluruh lapisan epidermis, keratinisasi sel individu,

pleomorfisme nukleus, mitosis atipikal, dan sel tumor multinukleus. Lapisan basal

seringkali tidak mengalami perubahan. Keratinosit dapat menunjukkan perubahan

pagetoid, sedangkan pada kasus lain dapat menunjukkan perubahan clear cell

yang ekstensif. Pada lapisan papilar dermis didapatkan infiltrate inflamatorik

campuran limfosit dan sel plasma. Untuk menyingkirkan melanoma, dapat

dilakukan pewarnaan S100, Human Melanoma Black (HMB)-45, Melan-A, dan

cytokeratin.

5.2. Keratoacanthoma (KA)

KA merupakan proliferasi keratinosit yang simetris dan terbatas dengan

horn plug sentral dan epidermis yang meluas melewati tumor. KA dapat

diklasifikasikan menjadi cSCC berdiferensiasi tinggi, ditandai dengan

pertumbuhan yang cepat dan kecenderungan resolusi spontan. Meskipun beberapa

penulis mempertimbangkan KA sebagai jenis yang unik, penulis lain menjadikan

KA sebagai varian dari cSCC.

5.3. cSCC invasif

cSCC invasif merupakan keganasan epitel yang ditandai dengan

keratinosit atipikal, pertumbuhan lokal yang destruktif, meningkatkan risiko

metastasis. Secara histologis, karakteristik utamanya yaitu keratinosit atipikal dan


10

diskeratotik, nucleus hiperkromatik dan pleomorfik dengan mitosis. cSCC

diferensiasi baik memiliki horn pearls dan keratinisasi sel tunggal, sementara

cSCC diferensiasi buruk biasanya menunjukkan kurangnya keratinisasi dan

banyak mitosis atipikal disertai infiltrat inflamatorik campuran. Tingkatan

diferensiasi merupakan prediktor penting, Broder’s staging digunakan untuk

menentukan parameter: grade I jika tumor <25% sel tidak berdiferensiasi, grade II

lesi <50% sel tidak berdiferensiasi, grade III lesi <75% sel tidak berdiferensiasi,

dan grade IV lesi >75% sel tidak berdiferensiasi.

5.4. cSCC Varian Lain

Sebagai tambahan varian klasik yang telah dijelaskan di atas, delapan

varian histologis dapat dideteksi: cSCC desmoplastik, spindle-cell, cantholytic,

pseudovascular, verrukosa, epithelioma cuniculatum, adenoskuamosa, dan

neurotropik.

cSCC desmoplastik ditandai dengan stroma desmoplstik yang melibatkan

minimal 30% stroma. Utamanya dihubungkan dengan penyebaran metastasis.

Spindle-cell cSCC sering muncul dari scar post traumatik. Secara

histologis ditandai oleh spindle cell yang melibatkan dermis, tetapi dengan

desmoplasia stroma <30%, stroma biasanya miksoid dengan sel pleomorfik.

cSCC akantolitik (adenoakantoma) biasanya berasal dari kepala dan leher

pada individu berusia lanjut. Secara histologist menunjukkan pola adenoid dengan

beberapa sel diskeratotik dengan floating cell tunggal. Negativitas antigen

kantolitiknik dan positivitas antigen membrane epitel menyediakan diferensiasi

cSCC kantolitik dari neoplasma ekrin.


11

cSCC kantolitik pseudovaskular (atau adenoid) ditandai dengan adanya

penampakan glandular prominen dengan struktur pseudovaskular dan sel ganas

dengan aspek hobnail yang memotong berkas kolagen.

cSCC verukosa (juga dikenal sebagai tumor Buschke–Löwenstein di area

genital) ditandai oleh proliferasi skuamosa eksofitik dengan papillomatosis dan

atipik rendah, adanya perubahan menyerupai koilosit, dan kumpulan neutrofil

sentral.

Epithelioma cuniculatum seringkali berasal dari kaki, terkadang didahului

oleh kutil di plantar. Secara histologist, menunjukkan hyperkeratosis, akantosis

dengan keratinisasi berundulasi dan padat, serta epitel skuamosa yang

berdiferensiasi baik.

cSCC adenoskuamosa merupakan tipe lain cSCC, ditandai oleh glandular

campuran dan diferensiasi skuamosa yang agresif.

Terakhir, cSCC neurotropik ditandai oleh penyebaran perineural,

sementara cSCC papillar seringkali terjadi pada wanita berusia lanjut, dan pada

pasien imunosupresi ditandai oleh pola pertumbuhan papilar prominen, biasanya

tanpa invasi dalam.

6. DERMOSKOPI

Dermoskopi dapat membantu membedakan berbagai bentuk Cscc,

termasuk BD pigmentasi dan non pigmentasi, dan cSCC invasif.

Tabel 2. Struktur dermoskopik karsinoma sel skuamosa kulit (cSCC)


12

Bowen’s disease Bowen’s disease Karsinoma sel


nonpigmentasi berpigmentasi skuamosa invasif

Pembuluh darah Globula/titik–titik Keratin/sisik


glomerular dan bertitik- coklat hingga
titik kecoklatan

Permukaan putih Pigmentasi tidak Blood spots


kekuningan bersisik berstruktur

Area coklat tidak Lingkaran putih


berstruktur

Double-edge sign Area putih tidak


berstruktur

Hairpin & pembuluh


darah irregular-linear

Perivascular white
halos

Ulserasi

6.1. BD

BD non-pigmentasi menunjukkan pembuluh darah glomerular dan bertitik-

titik disertai permukaan putih-kuning bersisik. Sedangkan pada BD pigmentasi

didapatkan 21-80% berupa titik/globul coklat abu-abu dan 70-78% berupa

pigmentasi tidak berstruktur. Hal ini telah dilaporkan bahwa umumnya titik/globul

pigmentasi terdistribusi di perifer, terkadang strukturnya menyerupai daun.

Namun, hal tersebut tidak spesifik untuk BD pigmentasi. Dua temuan

dermoskopik baru-baru ini dideskripsikan: tipe parallel berpigmentasi di perifer

lesi, disebut double-edge sign; dan beberapa struktur masif berpigmentasi yang

besar dan beragregasi, umumnya di perifer lesi, disebut clusters of brown

structureless area.
13

6.2. cSCC invasif

Temuan dermoskopik utama cSCC invasif yakni adanya keratin/sisik,

blood spots, lingkaran putih, area putih tak berstruktur, hairpin vessel, pembuluh

irregular-linear, perivascular white halos, dan ulserasi. Keratin/sisik merupakan

struktur opak homogeny kuning coklat karena hyperkeratosis dan parakeratosis.

Blood spots terdiri atas titik merah hitam didalam massa keratin, menyerupai

krusta kecil atau hemangioma. Lingkaran putih terdiri atas lingkaran putih cerah

mengitari infundibulim yang terdilatasi, menyerupai akantosis dan hipergranulosis

epidermis infundibular. Area putih tak berstruktur terdiri atas area putih yang

menutupi sebagian besar area tumor, sesuai dengan besar folikel rambut targetoid.

Berdasarkan manifestasi dermoskopik yang telah disebutkan, keratin/sisik

merupakan prediktor kuat cSCC diferensiasi baik dan sedang, sementara itu

adanya pembuluh melebihi separuh permukaan tumor dengan distribusi difus

disertai perdarahan merupakan prediktor cSCC diferensiasi buruk. Keratin dan

lingkaran putih memiliki sensitivitas 79% dan spesifisitas 87% dalam

mendiagnosis cSCC.

7. MIKROSKOP CONFOCAL REFLEKTANS

Mikroskop confocal reflektans merepresentasikan alat tambahan diagnosis

invasif dan terapi cSCC. Kuncinya yaitu terdapat poli honeycomb atipikal atau

pola lapisan spinosus-granular tak teratur, sel berinti bundar, dan pembuluh darah

bulat melintasi papilla dermis tegak lurus permukaan kulit. Krusta sisik nampak

sebagai pulau amorf reflektif yang cerah di permukaan kulit. Sel berinti polygon

di stratum corneum menunjukkan parakeratosis, sedangkan sel berinti bulat di


14

lapisan spinosus-granular menunjukkan diskeratosis. Dibandingkan akantoma,

lapisan spinosus-granular pada cSCC menunjukkan atipik yang lebih ekstensif.

Selain itu, kekacauan struktur berat pada cSCC terjadi di stratum granulosum,

serta terjadi peningkatan jumlah dan diameter pembuluh darah. Hal ini disebabkan

tingginya kebutuhan metabolisme tumor. Peppelman dkk mendemonstrasikan

adanya kekacauan struktur stratum granulosum dan stratum spinosum dan/atau

struktur menyerupai sarang merupakan prediktor cSCC terbaik. Studi terkini

melaporkan analisis gambaran mikroskop confocal reflektans memiliki

sensitivitas 80-93,3% dan spesifisitas 88,3-98,6%. Studi kecil menunjukkan pola

utama cSCC invasif yaitu pola honeycomb atipikal atau tak teratur di epidermis,

sel cerah berinti bulat di epidermis supra-basal, dan pengulangan pembuluh darah

di papilla dermis.

8. PATOGENESIS cSCC

Jaringan kompleks jalur deregulasi sinyal memainkan peranan penting

dalam pathogenesis cSCC. AK dan cSCC merupakan hasil proses bertingkat,

melibatkan mutasi gen yang terlibat dalam homeostasis epidermis sehinga terjadi

proliferasi keratinosit atipikal tak terkontrol. Akan tetapi, mutasi serupa juga dapat

ditemukan pada keratinosit normal, terutama pada kulit terpapar matahari kronik.

Faktor lain termasuk modifikasi epigenetik, infeksi virus, atau perubahan

lingkungan mikro dapat berperan dalam pengembangan dan perburukan cSCC.

8.1. Mutasi Genetik


15

cSCC merupakan salah satu kanker dengan angka mutasi tertinggi. Gen

mutasi tersering melibatkan regulasi siklus sel, apoptosis, penuaan, diferensiasi,

dan sinyal mitogenik.

8.1.1. Regulasi siklus sel, apoptosis, dan penuaan

TP53

Gen yang paling sering terlibat pada cSCC adalah TP53, yang mengkode

protein supresor tumor p53. P53 merupakan faktor transkripsi yang berperan

penting dalam mempertahankan stabilitas genomik. Apabila terjadi stress selular,

p53 meregulasi ekspresi gen targetnya, lalu menginduksi penghentian siklus sel,

apoptosis, penuaan, perbaikan DNA, atau perubahan metabolisme.

Inaktivasi p53 pada cSCC terutama disebabkan mutasi gen atau interaksi

dengan protein virus seperti HPV E6. Mutasi “hot spots” terutama ditandai oleh

signatur UV, yang memungkinkan keratinosit mencegah apoptosis dan

mempromosikan ekspansi klonal sel mutasi TP53. Peran p53 dalam

karsinogenesis diinduksi UV B telah dikonfirmasi pada model binatang.

Mutasi sekuens TP53 merupakan rangkaian awal pathogenesis cSCC,

terjadi pada 54-95% kasus, dan bertanggungjawab dalam instabilitas genomik

tumor. Mutasi dilaporkan pada kedua lesi awal, baik AK dan SCC in situ (7-48%)

dna metastasis (79%). Kulit manusia normal, khususnya area terpapar matahari

pada individu berusia lanjut, mengandung kluster sel epidermis dengan mutasi

TP53 yang dapat meningkat ukurannya seiring waktu. Frekuensi mutasi lebih

tinggi telah ditemukan pada tumor metastasis dibandingkan lesi primer, konsisten

dengan fungsi p53.


16

Lokus Gen CDKN2A dan Jalur pRb

Lokus gen CDKN2A mengkode protein p16INK4a dan p14ARF yang

menghambat pengembangan siklus sel dan proliferasi melalui retinoblastoma

(pRb) dan jalur p53. Setelah stimulus mitogenik, cyclin D1 mempromosikan

transisi fase G1 ke S, mengaktivasi CDK4 atau CDK6. Kinase ini memfosforilasi

pRb, lalu menginduksi pRb-E2F disosiasi dan transkripsi gen target. p16INK4a

sebagai gen supresor tumor karena berikatan langsung dengan CDK, menghambat

aktivitas kinase, mencegah fosforilasi pRb dan transkripsi dimediasi E2F, lalu

menginduksi blok siklus sel dan penuaan. p14ARF merupakan supresor tumor

yang diinduksi respons terhadap peningkatan stimulasi mitogenik dan dapat

menghambat HDM2 membentuk kompleks stabil. HDM2 berfungsi mengikat p53

dan mempromosikan degradasi. Oleh karena itu, p14ARF antagonis terhadap

HDM2, mengizinkan aktivitas transkripsi p53 yang mengarah ke penghentian

siklus sel dan apoptosis.

Inaktivasi lokus CDKN2A dapat terjadi karena hilangnya heterozigositas,

mutasi titik, dan hipermetilasi promoter, mengarah ke siklus sel tak terkendali dan

pertumbuhan sel tak terkontrol. Hilangnya heterozigositas atau mutasi titik

ditemukan pada 21-62% cSCC, hipermetilasi promoter 35-78% kasus. Mutasi

CDKN2A diamati pada 31% metastasis dan tumor primernya.

pRB merupakan gen supresor tumor yang menstabilkan heterokromatin

konstitutif melebihi regulasi transkripsi E2F. Akan tetapi, beberapa studi

melaporkan inaktivasi gen RB1. Hilangnya ekspresi protein dilaporkan pada 8%

kasus akantoma dan 16% cSCC.


17

Kelebihan ekspresi cyclin D1 terlihat di awal karsinogenesis cSCC karena

juga teridentifikasi pada akantoma. Khususnya, kelebihan ekspresi cyclin D1 pada

43-46% BD dan AK, 60-71% pada kasus cSCC. Korelasi positif antara

overekspresi cyclin D1 dan kedalaman invasi serta metastasis telah dilaporkan.

Akan tetapi, tidak terdapat korelasi antara overekspresi cyclin D1 dengan derajat

diferensiasi cSCC. Secara keseluruhan, studi lebih besar dibutuhkan untuk

memastikan p16 atau cyclin D1 sebagai biomarker prognosis cSCC.

Promoter hTERT

Pemendekan progresif telomere terjadi selama setiap pembelahan sel.

Telomerase merupakan kompleks ribonukleoprotein yang mensintesis DNA

telomerik (heksamer TTAGGG) yang dibutuhkan untuk mempertahankan panjang

telomer. Aktivasi hTERT, subunit katalitik telomerase, dapat terjadi melalui

mutasi promoter (TERTp) yang membuat situs ikatan de novo untuk faktor

transkripsi ETS. Aktivasi hTERT meningkatkan panjang telomer dan mencegah

penuaan atau apoptosis sel termutasi.

Mutasi TERTp dengan signatur UV telah dideskripsikan pada cSCC.

Mutasi TERTp lebih sering pada cSCC (50%) daripada BD (20%), mengesankan

peran penting dalam progresi tumor. Khususnya, mutasi TERTp ditemukan pada

31,6% cSCC, kebanyakan terkait lesi rekuren dan metastasis. Akan tetapi, studi

lebih lanjut diperlukan untuk memastikan mutasi TERTp sebagai marker

prognostic cSCC.
18

8.1.2. Diferensiasi Keratinosit

NOTCH 1 dan NOTCH2

Famili Notch termasuk reseptor transmembran yang disusun oleh domain

berikatan ligand ekstraselular dengan pengulangan menyerupai EGF multipel dan

domain intraselular yang memediasi transkripsi gen target. Gen NOTCH1 adalah

target langsung p53 dan terlibat dalam akhir siklus sel dan diferensiasi keratinosit.

Sinyal Notch meneruskan ekspresi faktor transkripsi IRF 6 dan target transkripsi

p63 yang menahan proliferasi keratinosit dengan menginduksi degradasi

dimediasi proteasom. Perpotongan jalur p53, Notch, dan p63 menghubungkan

sinyal kerusakan eksternal dengan kontrol penyeimbangan diferensiasi sehingga

dideregulasi selama pengembangan SCC.

Perubahan yang paling umum dari pensinyalan Notch adalah

menonaktifkan mutasi, penyimpangan nomor salinan, dan hilangnya

heterozigositas yang mengakibatkan hilangnya fungsi. Dengan demikian, Notch

dianggap sebagai penekan tumor. Hilangnya fungsi NOTCH1 juga dapat

meningkatkan jalur Wnt / beta-catenin, meningkatkan perkembangan tumor.

Mutasi penonaktifan NOTCH1 telah diidentifikasi pada 42-75% cSCC tahap

agresif atau lanjutan, sedangkan mutasi NOTCH2 telah diamati pada 18-51%

kasus. Khususnya, studi sekuensing exome baru-baru ini melaporkan mutasi

NOTCH di 82% kasus di cSCC dan 70% di kulit normal, menunjukkan mutasi

NOTCH1 dan NOTCH2 sebagai kejadian awal dalam patogenesis cSCC. Peran

NOTCH1 sebelum waktunya dalam karsinogenesis telah dikonfirmasi pada model

hewan. Penghambatan pensinyalan telah dikaitkan dengan gangguan diferensiasi,


19

perkembangan, dan perkembangan cSCC. FBXW7 adalah bagian dari kompleks

ligase ubiquitin yang memediasi degradasi NOTCH1. Perubahan FBXW7

ditemukan pada 7% kasus SCC. Dengan demikian, mutasi FBXW7 dapat menjadi

mekanisme alternatif untuk inaktivasi Notch.

TP63

Protein p63, bersama dengan homolognya p73, adalah bagian faktor

transkripsi p53; protein ini dicirikan oleh struktur gen yang kekal dan homolog

tinggi. TP63 mengkode isoform protein berbeda tergantung penggunaan promotor

alternatif (yaitu, TAp63 dan DNp63) atau pada penyambungan alternatif yang

terjadi di ujung-C mRNA, menghasilkan setidaknya enam isoform (yaitu,

TAp63α, TAp63β, TAp63γ, DNp63α, DNp63β, dan DNp63γ).

Isoform DNp63 merupakan yang paling sering diekspresikan di jaringan

yang berasal dari ectoderm, seperti epidermis, pelengkap kulit, epitel sederhana,

dan timus. Dalam epidermis normal, DNp63 diekspresikan di lapisan basal di

mana ia menekan ekspresi CDKN1A (juga dikenal sebagai p21) dan HES1

(anggota jalur Notch), sehingga mendukung proliferasi keratinosit.

Perubahan ekspresi p63 umumnya muncul pada kanker skuamosa seperti

cSCC. p63 terlibat dalam pengembangan SCC melalui gangguan berbagai

jaringan molekuler yang terlibat dalam regulasi proliferasi, penuaan, adhesi sel,

migrasi, dan invasi. Misalnya, p63 bertindak sebagai tumorgenesis berbasis Ras

yang meningkatkan onkogen dari cSCC yang tidak berdiferensiasi. Selain itu,

DNp63 juga menunda penuaan keratinosit melalui pengikatan langsung ke


20

promotor p16INK4A dan p19ARF untuk menekan ekspresinya dalam

pengembangan cSCC.

Protein p63 sangat diekspresikan dalam cSCC (70-100% kasus), termasuk

AK. Berbeda dengan TP53, gen TP63 jarang bermutasi pada kanker manusia.

Namun, beberapa perubahan genetik dan molekuler (yaitu, p53, NOTCH1,

disregulasi IRF6) mampu meningkatkan ekspresi atau aktivitas transkripsi p63.

P63 menunjukkan ekspresi yang lebih tinggi di pinggiran tumor, secara bertahap

berkurang ke arah pusat yang berdiferensiasi baik. Dengan demikian, ekspresi p63

dapat menjadi prediktor kuat untuk diferensiasi SCC yang buruk. TP63 diperkuat

pada 24% kasus metastasis cSCC. Namun, tidak ada studi khusus yang membahas

nilai dugaan prognostik TP63 di cSCC.

RIPK4

RIPK4 adalah protein kinase serin / treonin yang berinteraksi dengan

protein kinase C-delta yang terlibat dalam diferensiasi keratinosit. RIPK4

mendorong diferensiasi, setidaknya sebagian melalui fosforilasi IRF6. Sumbu

pensinyalan RIPK4-IRF6 juga dapat mengatur peradangan melalui ekspresi

sitokin proinflamasi spesifik. (misalnya, chemokine (motif C-C) ligan 5 (CCL5)

dan chemokine 11 motif C-X-C (CXCL11)). Mutasi RIPK4 telah ditemukan di

beberapa SCC. Mutasi RIPK4 berulang diidentifikasi pada 24% cSCC metastasis.

Namun, studi tambahan diperlukan untuk menyelidiki relevansi RIPK4 sebagai

penanda prognostik.

8.1.3. Jalur Sinyal Mitogenik

Reseptor Faktor Pertumbuhan Epidermis


21

Gen EGFR mengkode glikoprotein transmembran family ErbB reseptor

tirosin kinase (RTK). Ikatan ligand-RTK mempromosikan homo/heterodimerisasi

reseptor, autofosforilasi tirosin, dan aktivasi ERK dan PI3K/AKT yang

mengontrol pertumbuhan, proliferasi, inhibisi apoptosis, dan angiogenesis sel.

Ekspresi berlebih EGFR, yang konsisten dengan aktivasi jalur konstitutif,

diamati pada 43-73% kasus cSCC dan terkait dengan fenotipe yang lebih agresif

dan prognosis yang buruk. Namun, mutasi pengaktifan EGFR diidentifikasi

dengan frekuensi rendah di cSCC (2,5 - 5%). Selain itu, amplifikasi gen EGFR

hanya ditemukan di beberapa cSCC, dan ekspresi berlebih protein EGFR tidak

berkorelasi dengan tingkat transkripsi. Oleh karena itu, ekspresi EGFR berlebih

mungkin bergantung pada penurunan degradasi dan defosforilasi. Khususnya,

aktivasi EGFR menurunkan regulasi ekspresi p53 dan, pada gilirannya, NOTCH1.

RTK, termasuk EGFR dan jalur hilir, keduanya dapat ditargetkan dengan

beberapa obat (cetuximab, panitumumab, erlotinib, gefitinib, dan dasatinib) untuk

menghambat perkembangan cSCC.

Jalur RAS-RAF-MEK-ERK

Kaskade RAS-RAF-MEK-ERK adalah jalur pensinyalan mitogen-

activated protein kinase (MAPK). Pengikatan ligan-RTK diikuti oleh aktivasi

protein GTPase RAS. RAS aktif mendorong pembentukan dimer RAF yang

mengaktifkan kaskade MEK-ERK melalui fosforilasi. Beberapa putaran umpan

balik mengatur kaskade kinase ini. ERK bekerja pada beberapa target sitosol dan

nuklir, termasuk kinase, protein sitoskeletal, dan faktor transkripsi. Misalnya,

ERK mengatur aktivitas transkripsi ETS1 yang, pada gilirannya, mempromosikan


22

transkripsi beberapa pemain kunci perkembangan dan perkembangan tumor,

termasuk gen yang terlibat dalam proliferasi seluler dan kelangsungan hidup (bcl-

2, caspase-1, p16INK4a, p21, p53) dan remodeling matriks ekstraseluler dan

angiogenesis (metaloprotease).

Meskipun tiga anggota keluarga RAS (HRAS, KRAS dan NRAS) sering

bermutasi pada tumor manusia, mutasi RAS terjadi dengan frekuensi rendah pada

cSCC. Namun demikian, mutasi terutama ditemukan pada gen HRAS. Mutasi

pengaktifan HRAS diidentifikasi pada 3-20% cSCC. Penghapusan HRAS

ditemukan di 10% cSCC primer dan 10% cSCC metastasis. Khususnya, mutasi

HRAS terdeteksi pada frekuensi lebih tinggi pada lesi cSCC pada pasien

melanoma yang diobati dengan penghambat BRAF. Ini mungkin karena aktivasi

MAPK paradoks dalam keratinosit dengan mutasi HRAS yang sudah ada

sebelumnya. Aktivasi RAS meningkat sering diamati di cSCC juga dapat

disebabkan oleh stimulasi RTK hulu atau inaktivasi RASA1. RASA1 adalah

regulator negatif dari RAS pro-onkogen dan mutasi pada gennya teridentifikasi

pada 13% cSCC. Mutasi gen B-RAF jarang terjadi di cSCC. ETS-1 diekspresikan

berlebih pada SCC berdiferensiasi buruk dan metastatik dibandingkan dengan

SCC berdiferensiasi baik dan in situ.

Jalur PI3K / AKT / mTOR

Jalur PI3K / AKT / mTOR adalah jalur pensinyalan kelangsungan hidup

RTK dan RAS. Setelah diaktifkan, lipid kinase PI3K mengubah membran plasma

PIP2 menjadi PIP3, mengarah ke aktivasi AKT serin / treonin kinase,

mengaktifkan mTOR. MTOR bertindak sebagai sensor nutrisi dan mengatur


23

pertumbuhan sel melalui induksi terjemahan RNA dan sintesis protein. Kaskade

pensinyalan ini diatur secara negatif oleh Fosfatase dan tensin homolog (PTEN)

melalui defosforilasi PIP3 menjadi PIP2.

Dalam model tikus, mengaktifkan mutasi atau amplifikasi gen PIK3CA,

yang mengkode subunit katalitik dari PI3K, atau hilangnya fungsi PTEN dapat

mengaktifkan jalur PI3K / AKT / mTOR, mendorong perkembangan cSCC.

Mutasi PIK3CA teridentifikasi pada 10% cSCC. Mengaktifkan mutasi

dalam gen jalur RAS / RTK / PI3K diidentifikasi pada 45% cSCC metastasis dan

secara signifikan berkorelasi dengan kelangsungan hidup bebas perkembangan

yang lebih buruk. Perubahan gen PTEN, termasuk mutasi yang tidak aktif dan

hilangnya fungsi homozigot, telah ditemukan pada 7-25% cSCC.

8.2. Modifikasi Epigenetik

Faktor lingkungan dapat mengubah status epigenetik sel. Epigenetik terdiri

dari mekanisme molekuler yang mengatur ekspresi gen tanpa modifikasi urutan

DNA. Perubahan epigenetik termasuk metilasi DNA dan modifikasi histon (yaitu,

metilasi, asetilasi, fosforilasi, ubiquitination, dan remodeling kromatin).

Metilasi DNA dibentuk dan dipertahankan oleh metiltransferase DNA dan

menghasilkan modifikasi kovalen sitosin dalam dinukleotida CpG. Perubahan

metilasi DNA genom yang terkait dengan kanker termasuk hiper- atau

hipometilasi spesifik-gen dan modifikasi metilasi DNA global. Misalnya, iradiasi

UV menyebabkan blok hipometilasi besar di epidermis sehat kronis yang terpapar

sinar matahari. Deregulasi metilom adalah ciri khas dari perkembangan dan
24

perkembangan kanker manusia, dan tanda tangan metilasi dapat digunakan

sebagai penanda biologis untuk diagnosis dan prognosis tumor.

Hubungan antara cSCC dan hipermetilasi promotor spesifik gen telah

dilaporkan. Secara spesifik, mereka adalah gen yang terlibat, dalam siklus sel

(CDKN2A), regulasi positif apoptosis (ASC, G0S2 dan DAPK1), pensinyalan

Wnt (SFRPs dan FRZB), kotak dahi faktor transkripsi (FOX) E, dan molekul

adhesi (cadherin CDH1 dan CDH13). Metilasi promotor p16 (INK4a) dan p14

(ARF) masing-masing terdeteksi di 36% dan 42% di cSCC. Tidak adanya ekspresi

protein dikonfirmasi oleh imunohistokimia pada 82% lesi dengan kejadian

inaktivasi biallelic. E-cadherin (CDH1), protein kunci dari kompleks sambungan

yang melekat, diatur ke bawah dalam transisi epitel-mesenkim. Hipermetilasi

promotor E-cadherin ditemukan pada cSCC (85%), cSCC in situ (50%), AK

(44%), dan kulit normal (22%). Downregulasi E-cadherin dikaitkan dengan

peningkatan invasi tumor, potensi metastasis, dan stadium lanjut cSCC.

Pola metilasi global yang berhubungan dengan metilom kanker

diidentifikasi pada AK dan cSCC jika dibandingkan dengan kulit normal. Namun,

tidak ada perbedaan antara AK dan cSCC yang diamati. Baru-baru ini, pendekatan

skala global untuk menyelidiki profil DNAmethylation pada tahap berbeda (yaitu,

AK, invasif risiko rendah, nonmetastasis risiko tinggi, dan metastasis cSCC)

mengidentifikasi tanda metilasi minimal untuk membedakan tahapan berbeda,

terutama membedakan risiko rendah vs. risiko tinggi. Selain itu, model prediksi

prognostik pada pasien cSCC mengidentifikasi tanda metilasi yang dapat

memprediksi kelangsungan hidup pasien secara keseluruhan.


25

Berbagai jenis modifikasi histon dikatalisasi oleh beberapa keluarga

enzim. Modifikasi yang paling baik dikarakterisasi adalah asetilasi dan metilasi

histon H3 dan H4 yang secara langsung mengubah kondensasi kromatin dan

transkripsi gen.

Metilasi terjadi pada asam amino lisin dan arginin oleh histone

methyltransferases, dan efek modifikasi bergantung pada residu mana yang

dimodifikasi. Misalnya, trimetilasi histon H3 pada lisin 4 (H3K4me3)

mengaktifkan transkripsi, sedangkan trimetilasi lisin 27 atau lisin 9 pada histon

H3 menekan transkripsi. Polycomb group protein (PcG) adalah keluarga penting

dari pengubah histon yang dipelajari secara ekstensif pada kanker kulit. Enzim

PcG EZH2 adalah histon metiltransferase utama dan mengontrol potensi

proliferasi keratinosit yang memperbaharui diri dengan menekan lokus CDK2A.

EZH2 sering bermutasi pada kanker, dan ekspresi berlebihnya dikaitkan dengan

perkembangan cSCC yang ganas. EZH2 menekan fungsi cSCC inflamasi bawaan

dan mengganggu pengawasan imun tumor dengan modulasi pensinyalan NF-kB.

Subunit PcG BMI-1 juga banyak diekspresikan dalam cSCC.

Metiltransferase lisin tipe 2 KMT2C dan KMT2D membentuk inti

kompleks KOMPAS KMT2C / D yang terlibat dalam regulasi transkripsi melalui

modifikasi target histon H3. Gen KMT2C dan KMT2D menunjukkan tingkat

mutasi yang tinggi di cSCC. Mutasi di KMT2C dan KMT2D telah ditemukan di

kedua cSCC primer (36% dan 31%, masing-masing) dan sampel metastatik

(masing-masing 43% dan 62%). Selain itu, cSCC agresif menampilkan mutasi

yang sering menonaktifkan pada gen KMT2C (38,5%) dan KMT2D (69,2%).
26

8.3. Patogenesis Virus

HPV adalah virus DNA beruntai ganda yang menginfeksi epitel skuamosa.

HPV diklasifikasikan dalam 5 genera (alfa, beta, gamma, mu, dan nu). HPV

mukosa alfa risiko tinggi (HPV-16 dan HPV-18) adalah agen penyebab mapan

untuk kanker serviks dan orofaring. Mekanisme onkogenesis HPV bergantung

pada protein virus E6 dan E7. E6 dan E7 mengikat p53 dan RB1 masing-masing,

dan mendorong degradasi proteasomal mereka, yang menyebabkan hilangnya gen

penekan tumor dan proliferasi yang tidak terkontrol.

Adanya DNA beta-HPV dalam sampel cSCC dan deteksi antibodi

terhadap HPV pada pasien dengan cSCC menunjukkan bahwa tipe beta-HPV

dapat terlibat dalam patogenesis cSCC. HPV-5 dan HPV-8 telah dilaporkan pada

90% kasus cSCC sebagai penyakit genetik langka yang disebut

"epidermodysplasia verruciformis" (EV). Beta-HPV juga diidentifikasi di cSCC

yang timbul pada pasien dengan imunosupresi kronis. Infeksi beta-HPV

tampaknya memainkan peran penting dalam langkah awal karsinogenesis, tetapi

tidak dalam perkembangan tumor. Hipotesis ini didukung oleh identifikasi

peningkatan viral load pada AK dibandingkan dengan cSCC. Selain itu, DNA

beta-HPV diidentifikasi pada 9% tumor cSCC primer dan 13% metastasis, yang

menunjukkan bahwa HPV tidak memainkan peran yang relevan pada stadium

lanjut cSCC. Pertumbuhan tumor juga terjadi tanpa adanya genom virus.

Insiden tinggi beta-HPV pada kulit sehat menunjukkan bahwa beberapa

kofaktor berkontribusi pada patogenesisnya. Beta-HPV adalah komponen flora

normal, tetapi, di bawah pengaruh kofaktor tertentu, virus dapat memicu


27

perkembangan tumor. Disregulasi sistem kekebalan (peradangan kronis dan

imunosupresi), faktor lingkungan (radiasi UV), dan faktor genetik adalah kofaktor

terpenting. Khususnya, seropositif bersamaan untuk HPV-16 mukosa risiko tinggi

dan jenis HPV kulit meningkatkan risiko karsinoma sel skuamosa berulang pada

kulit. Oleh karena itu, HPV dapat berperan pada tahap awal pengembangan cSCC

dengan mempotensiasi efek merusak dari kofaktor lain.

8.4. Lingkungan Mikro Tumor

Lingkungan mikro tumor (TME) pada tumor padat adalah sistem molekul

yang kompleks, termasuk mediator fenotipe sekretori terkait penuaan, atau SASP

(yaitu, sitokin, faktor pertumbuhan, dan metaloproteinase), dan populasi sel

heterogen yang terdiri dari sel tumor dan sel stroma di dekatnya. seperti fibroblas,

sel endotel, dan beberapa sel inflamasi dan kekebalan. Sel yang berada di TME

mendapatkan fenotipe dan fungsi pro-tumorigenik tertentu. Dalam jaringan tua,

kontribusi sinergis dari ketidakstabilan genomik, SASP, dan penurunan fungsi

sistem kekebalan menginduksi akumulasi sel-sel tua, berkontribusi untuk

memperburuk kemanjuran respon penuaan dalam penekanan tumor dan memicu

status inflamasi kronis.

TME penting dalam karsinogenesis cSCC. cSCC muncul dari interaksi

keratinosit neoplastik yang baru lahir dengan jenis sel stroma lain yang dihosting

di lingkungan mikro lokal. Peradangan bertindak sebagai promotor tumor dan

memodifikasi interaksi sel-sel ini dengan pemrograman ulang epigenetik, merusak

DNA, mendorong hipoksia dan angiogenesis, mengaktifkan fibroblas terkait

kanker (CAF), merekrut sel-sel imun pengatur, dan menghambat pengawasan


28

imun antitumor. Sistem jaringan dinamis ini merangsang pertumbuhan tumor,

migrasi, dan invasi.

Dalam kultur organotipik, kompartemen epidermis yang dihasilkan oleh

keratinosit yang menua menunjukkan hiperplasia seluler dan dapat menyerang

matriks hanya jika matriks tersebut berisi CAF yang menciptakan kembali

lingkungan mikro yang permisif. Sebaliknya, lingkungan mikro normal memiliki

sifat penekan tumor yang melawan invasi cSCC.

Dalam SCC, p63 bekerja sama dengan anggota NF-B c-Rel dan rel-A untuk

secara transkripsi mengatur kohort sitokin proinflamasi seperti IL-1, IL6, IL8

mampu menarik sel yang meradang inflamasi, seperti neutrofil dan makrofag.

Lingkungan mikro tumor ini bertanggung jawab atas perilaku ganas dan prognosis

buruk dari jenis kanker ini. Secara koheren dengan perekrutan sel inflamasi

melalui pelepasan sitokin proinflamasi, p63 dapat mempertahankan angiogenesis

terkait tumor. Dalam sel osteosarkoma, ekspresi ektopik p63 meningkatkan

ekspresi faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF) melalui ekspresi sitokin

proinflamasi. Namun, di SCC, jalur ini belum dibuktikan dan diselidiki. Studi

yang berbeda menunjukkan hubungan antara p63 dan limfangiogenesis di SCC,

dan, pada kenyataannya, p63 dapat meningkatkan ekspresi beta manusia. Faktor

antimikroba dapat merangsang migrasi sel endotel limfatik dan menentukan

peningkatan jumlah pembuluh limfatik pada tumor epitel. Temuan ini

menunjukkan bahwa kontribusi p63 untuk pengembangan SCC berada di tingkat

global, juga mengendalikan lingkungan mikro tumor.


29

9. Terapi cSCC

9.1. Terapi Lokal

Tujuan utama pengobatan cSCC adalah pengangkatan tumor secara

menyeluruh dengan mempertahankan fungsi dan kosmetik yang maksimal.

Kebanyakan cSCC berhasil diobati dengan eksisi bedah saja, dengan prognosis

yang baik dan angka kesembuhan lebih dari 90%. Meskipun pendekatan bedah

adalah pengobatan yang paling efektif dan efisien, teknik tradisional (yaitu,

kuretase, elektrodesikasi, cryosurgery, laser, terapi fotodinamik (PDT)) tersedia

untuk cSCC noninvasif seperti BD. Selain itu, RT mewakili strategi pengobatan

alternatif dan kuratif yang baik dibandingkan dengan operasi untuk cSCC kecil.

9.1.1. Bedah untuk cSCC

Pembedahan konvensional dengan batas keamanan dan pembedahan yang

dikontrol secara mikrografik (MCS) adalah dua pendekatan pembedahan berbeda

yang dapat digunakan pada pasien dengan cSCC primer. MCS memberikan

tingkat reseksi R0 tertinggi (yaitu, tidak ada sel kanker yang terlihat secara

mikroskopis di lokasi tumor primer), di atas 90%, dengan tingkat kekambuhan

yang lebih rendah (0–4%) dibandingkan dengan pembedahan konvensional (3,1–

8,0%). Mengenai MCS, dua teknik berbeda telah dijelaskan: bedah mikrografik

Mohs (MMS), berdasarkan bagian beku intraoperatif; dan prosedur berdasarkan

analisis bagian yang tertanam parafin (yaitu, Mohs "lambat", histologi 3D, dan

penilaian tepi lengkap dan tepi dalam). Pendekatan ini umumnya disediakan untuk

pasien dengan tumor berisiko tinggi untuk mendapatkan reseksi tumor lengkap

dengan anatomi dan fungsi optimal.


30

9.1.2. Eksisi Standar dengan Penilaian Margin Pasca Operasi

Pendekatan terapeutik umum untuk cSCC adalah eksisi standar diikuti

dengan penilaian margin pasca operasi. Batas keamanan dengan jaringan yang

tampak normal secara klinis di sekitar tumor dan batas negatif seperti yang

dilaporkan oleh patologi diperlukan untuk meminimalkan risiko kekambuhan dan

metastasis lokal. Telah dilaporkan bahwa teknik ini menjamin angka bebas

penyakit selama lima tahun sebesar 91% atau lebih tinggi untuk cSCC.

Batas aman eksisi harus ditentukan berdasarkan risiko perluasan subklinis

dan kekambuhan tumor tergantung pada faktor risiko rendah atau tinggi. Untuk

cSCC risiko rendah dengan diameter kurang dari 2 cm, margin 4 mm telah

mencapai angka kesembuhan 95–97% dalam studi prospektif. Panduan

menunjukkan margin antara 4 mm dan 6 mm untuk tumor yang tidak memiliki

fitur berisiko tinggi. Kelompok konsensus Eropa mengusulkan margin 5 mm

untuk cSCC risiko rendah. Jika tidak, untuk cSCC risiko tinggi, meskipun margin

keamanan yang lebih luas diperlukan, tidak ada rekomendasi terpadu tentang

margin keamanan yang sesuai yang tersedia. Pedoman American Academy of

Dermatology (AAD) dan National Comprehensive Cancer Network (NCCN)

merekomendasikan margin keamanan untuk cSCC di lokasi berisiko tinggi (kulit

kepala, telinga, kelopak mata, hidung, bibir) atau dengan risiko tinggi lainnya

(histologis grade 2, invasi jaringan subkutan), dengan diameter <1 cm, 1 sampai

1,9 cm, dan margin 2 cm minimal 4 mm, 6 mm, dan 9 mm, masing-masing. Untuk

cSCC dengan diameter klinis maksimum> 2 cm dan / atau dengan faktor risiko

tinggi lainnya, diperlukan margin eksisi minimal 5 mm. Kelompok konsensus


31

Eropa mengusulkan margin keamanan 6–10 mm untuk cSCC berisiko tinggi.

Lebih lanjut, pada pasien yang terkena cSCCs invasif multipel (misalnya, pada

tangan punggung atau kulit kepala), eksisi en blok pada bidang yang terlibat

dengan pencangkokan kulit berikutnya dapat menjadi strategi pembedahan yang

efektif, dengan kedalaman eksisi yang harus mencakup jaringan subkutan. Eksisi

ulang harus dilakukan untuk kasus yang dapat dioperasi jika terjadi margin positif,

sedangkan eksisi yang lebih luas harus dipertimbangkan ketika margin tampak

lebih terbatas daripada margin keselamatan yang direkomendasikan karena

penyusutan jaringan.

9.1.3. Bedah Terkontrol Secara Mikrografik

Teknik ini adalah pembedahan eksisi tumor kulit, memproses jaringan

kulit menjadi bagian horizontal dan memeriksanya di bawah mikroskop sampai

semua batas tidak ada tumor. Dua teknik tersedia di Eropa: MMS, dan histologi

3D. Kedua teknik berbeda karena yang pertama menggunakan bagian beku

sedangkan yang kedua menggunakan bagian parafin. MMS lebih memakan

waktu, tenaga, dan mahal, dibandingkan dengan eksisi konvensional. Sebuah studi

retrospektif termasuk 579 pasien dengan 672 cSCC kepala dan leher (380 diobati

dengan MMS dan 292 dengan eksisi standar) melaporkan bahwa MMS bisa lebih

unggul dari eksisi standar untuk cSCC kepala dan leher karena tingkat

kekambuhan yang lebih rendah.

9.1.4. Pembedahan untuk Penyakit Nodal Regional

Panduan mengenai manajemen penyakit nodal regional pada pasien

dengan cSCC sangat sedikit dan berdasarkan penelitian yang dibuat pada cSCC
32

mukosa kepala dan leher. Pasien dengan metastasis nodal akibat cSCC harus

ditangani dengan pembedahan, serupa dengan pasien tumor kulit lain seperti

melanoma atau karsinoma sel Merkel. Jika pembedahan tidak diindikasikan,

pendekatan non-bedah oleh kelompok multidisiplin harus dipertimbangkan.

Perawatan bedah yang diindikasikan dalam kasus metastasis nodal adalah diseksi

kelenjar getah bening regional terapeutik. Diseksi kelenjar getah bening elektif

atau profilaksis pada kasus pasien yang terkena cSCC dengan kelenjar getah

bening negatif tidak dianjurkan, mengingat tingkat metastasis nodal rendah,

morbiditas tinggi, dan bukti terbatas pada pasien dengan cSCC kepala dan leher

mukosa.

9.1.5. Pengobatan Alternatif untuk Pembedahan untuk Kasus Terbatas dari

cSCC Berisiko Rendah

Kuretase dan Elektrodesikasi

Pedoman NCCN melaporkan bahwa kuretase dan elektrodesikasi dapat

dipertimbangkan untuk cSCC primer kecil dan berisiko rendah. Kasus cSCC yang

terlokalisasi pada kulit bantalan rambut terminal seperti kulit kepala, kemaluan,

atau daerah ketiak, dan pada daerah jenggot pada pria harus dikeluarkan dari

perawatan ini.

Cryotherapy dan PDT

Pedoman NCCN melaporkan bahwa cryotherapy bisa menjadi pilihan

dalam kasus tertentu dari cSCC risiko rendah. Jika tidak, ada bukti langka

mengenai kemanjuran PDT untuk cSCC invasif, dan seharusnya tidak

direkomendasikan dalam kasus ini.


33

Obat Cytostatic Intralesi

Obat-obatan sitostatik intralesi seperti methotrexate, 5-fluorouracil,

bleomycin, atau interferon dapat dipertimbangkan dalam kasus KA yang jelas.

Dalam kasus regresi tumor yang tidak lengkap, lesi harus dieksisi sepenuhnya

karena dapat menyembunyikan cSCC invasif.

9.2. Pengobatan Sistemik, RT dan Elektrokemoterapi

9.2.1. Pengobatan Sistemik

CSCC dicirikan oleh beban mutasi yang tinggi. Selain itu, lingkungan

mikro imun tumor ditandai dengan perubahan populasi sel imun, dan

keseimbangan lingkungan imun yang berubah untuk mendukung imunosupresi,

memungkinkan tumor keluar dari pengawasan imun. Selain itu, peningkatan

risiko cSCC di antara orang dengan kondisi penekanan kekebalan mencerminkan

peran penting untuk pengawasan kekebalan dalam patogenesis kanker ini. Dengan

demikian, cSCC menampilkan ciri khas tumor padat yang responsif terhadap

imunoterapi sistemik. Lebih lanjut, ekspresi ekspresi programmed death (PD) -

ligand 1 (PD-L1) atau adanya interferon (IFN) - tanda gen merupakan biomarker

potensial dalam memprediksi respon terhadap imun checkpoint inhibitor (ICI).

ICI, cemiplimab, tersedia sebagai terapi sistemik untuk pengobatan

metastasis (m) cSCC dan untuk cSCC lanjutan lokal (la) cSCC yang tidak dapat

menerima pengobatan bedah atau RT. Ini adalah pengobatan pertama yang

disetujui di AS dan Eropa untuk respon pasien ini dan 24 (31%) respon parsial.

Efek samping yang paling umum adalah hipertensi, diare, kelelahan, mual,

sembelit, dan ruam.


34

Regimen dosis tetap yang disetujui adalah 350 mg secara intravena setiap

tiga minggu. Respon yang tahan lama dan profil keamanan yang serupa telah

diamati pada kedua kelompok berdasarkan berat badan dan dosis tetap.

Pasien yang tidak memenuhi syarat untuk pengobatan anti-PD-1 atau

pasien yang refrakter terhadap anti-PD-1 dapat ditawarkan penghambat EGFR

dan / atau kemoterapi.

EGFR sangat diekspresikan di cSCC, tetapi perannya sebagai target agen

terapeutik masih belum jelas. Dua antibodi monoklonal terhadap EGFR,

cetuximab dan panitumumab, dievaluasi dalam uji klinis. Secara khusus,

cetuximab diuji dalam pengaturan yang berbeda: sebagai lini pertama pada pasien

dengan penyakit metastasis, dan dalam kombinasi dengan RT pada pasien dengan

lacSCC yang bukan kandidat untuk pendekatan bedah karena komorbiditas, atau

yang bukan kandidat karena ketidakmungkinan intervensi radikal, atau dengan

pasien yang berisiko kerusakan estetika / fungsional. Selain itu, sebagai

pengobatan adjuvan, obat ini telah diuji sebagai agen tunggal atau dalam

kombinasi dengan garam platinum dan 5-fluorurasil.

Monoterapi Cetuximab dievaluasi dalam studi retrospektif pada 58 pasien,

menunjukkan keamanan yang baik bahkan pada subjek lansia. Tingkat respon

objektif (ORR) adalah 53% dan 42%, masing-masing, pada 6 dan 12 minggu.

Kelangsungan hidup bebas perkembangan rata-rata (PFS) dan kelangsungan hidup

secara keseluruhan adalah 9,7 bulan dan 17,5 bulan, masing-masing.


35

Panitumumab juga menunjukkan keuntungan dalam pengobatan lacSCC.

Studi telah menunjukkan hasil dalam hal respon, tetapi mereka masih perlu

divalidasi pada seri yang lebih besar dan lebih homogen.

Dalam studi fase II, agen anti-EGFR oral, gefitinib, dievaluasi pada 40

pasien dengan cSCC lanjut dengan dosis 25 mg setiap hari. Tingkat respons

keseluruhan adalah 16% dan median PFS adalah 3,8 bulan.

Agen kemoterapi yang digunakan dalam pengobatan cSCC adalah

cisplatin, doxorubicin, 5-fluorouracil (5-FU), methotrexate, dan bleomycin. Peran

mereka sebagai pengobatan sistemik terbatas terutama pada beberapa situasi

tertentu dalam pengobatan cSCC tingkat lanjut, terutama dengan tidak adanya

alternatif terapeutik yang valid, karena tidak ada bukti yang cukup kuat dari

peningkatan hasil untuk penggunaannya (sendiri atau dalam kombinasi dengan

retinoid atau interferon-alfa). ), baik sebagai neoadjuvan maupun sebagai terapi

adjuvan.

Dalam cSCC tingkat lanjut, bukti tentang pengobatan kemoterapi terbatas

pada beberapa seri kasus dan beberapa studi fase 2. Dampak terapi sistemik pada

119 pasien dengan lacSCC yang diamati dalam 28 studi dianalisis di Behshad et

al. Respon 50% diamati untuk monoterapi berbasis platinum, dengan tingkat yang

lebih tinggi bila dikombinasikan dengan 5-FU. Hasil terbaik, bagaimanapun,

diperoleh dalam kombinasi dengan RT. Toksisitas (yaitu, mual dan diare) tidak

dapat diabaikan, terutama untuk politerapi.

Tinjauan sistemik oleh Trodello dkk menganalisis 60 kasus mcSCC yang

dilaporkan dalam literatur dari tahun 1989 hingga 2014. Pasien telah memperoleh
36

respons lengkap 22%, respons keseluruhan 45%, dan median kelangsungan hidup

bebas penyakit (DFS) selama 14,6 bulan (kisaran 3-112 bulan). Karena

kemoterapi lini pertama memberikan respon yang lebih rendah dan toksisitas yang

lebih besar dibandingkan dengan pengobatan penghambat checkpoint imun pada

cSCC tingkat lanjut, kemoterapi harus dibatasi untuk digunakan pada pasien yang

tidak memenuhi syarat untuk pengobatan terapi kekebalan (yaitu, pasien dengan

transplantasi organ baru-baru ini atau kondisi imunosupresif lainnya). Dalam

kasus perkembangan tumor setelah atau selama imunoterapi, kemoterapi dapat

dianggap sebagai pengobatan lini kedua.

9.2.2. RT radikal

RT dapat digunakan sebagai pengobatan primer alternatif untuk pasien

yang tidak memenuhi syarat untuk operasi karena fitur cSCC (yaitu, lesi lokal

lanjut dan / atau tidak dapat dioperasi), atau karena kekhasan pasien (misalnya,

multimorbiditas, pasien lanjut usia yang lemah, tinggi pasien bedah berisiko), atau

karena pasien memilih untuk menolak operasi. RT primer juga dapat

dipertimbangkan untuk pasien dengan cSCC di lokasi tumor yang sensitif secara

estetika (yaitu, leher atau kepala) atau secara fungsional (yaitu, bibir atau kelopak

mata). RT primer radikal definitif juga bisa menjadi pilihan terapi alternatif yang

baik untuk cSCC kecil.

Karena RT memiliki tingkat kesembuhan yang lebih rendah dan

menyajikan sejumlah besar kasus dengan kekambuhan pasca-perawatan yang

agresif, pembedahan harus diutamakan jika memungkinkan. Faktanya, rata-rata

tingkat kekambuhan tumor lokal setelah RT lini pertama pada 1.018 pasien cSCC
37

primer adalah sekitar 6,4% menurut meta-analisis dari 14 studi observasi. Namun,

tidak ada bukti ilmiah yang kuat yang membandingkan kelangsungan hidup

pasien setelah operasi dan setelah RT definitif.

Efek samping RT, meskipun relatif jarang, termasuk radiodermatitis,

hipo / hiperpigmentasi, dan telangiektasia. Selain itu, pasien dengan kelainan

genetik yang sudah ada sebelumnya memiliki risiko radiosensitivitas yang lebih

tinggi (yaitu, sindrom Gorlin atau ataksia telangiektasia), dan oleh karena itu RT

tidak direkomendasikan dalam kasus ini [174]. Usia muda juga bisa menjadi

syarat kontraindikasi untuk RT primer karena efek samping kronis lanjut seperti

telangiektasia menjadi lebih terlihat seiring berjalannya waktu.

9.2.3. Terapi Adjuvan

Terapi adjuvan adalah pengobatan tambahan untuk mengurangi risiko

kekambuhan setelah eksisi bedah lengkap cSCC risiko tinggi.

Terapi ini bisa sistemik atau RT. Sebenarnya, tidak ada obat yang disetujui

untuk pengobatan cSCC sebagai terapi adjuvan. Agen kemoterapi yang paling

umum digunakan adalah 5-fluoruracil, garam platinum, atau paclitaxel, dengan

hasil yang langka.

Dalam percobaan prospektif cetuximab adjuvan dan radiasi untuk lacSCC

kepala dan leher, kelangsungan hidup secara keseluruhan pada 2 tahun adalah

75% dan 67,5% pada 5 tahun. DFS dua tahun adalah 70,8%, dan DFS lima tahun

adalah 55,9%. Cetuximab ditoleransi dengan baik dan penggunaannya ditambah

RT merupakan pendekatan yang masuk akal dalam cSCC kepala dan leher untuk
38

pasien yang berisiko tinggi kambuh atau berkembangnya penyakit, tetapi

penelitian lebih lanjut diperlukan.

Sebuah studi fase 2 baru-baru ini menunjukkan bahwa terapi neoadjuvan

cemiplimab ditoleransi dengan baik dan menyebabkan respons histologis pada

70% pasien. Uji coba yang sedang berlangsung sedang mengevaluasi kontribusi

potensial ICI sebagai terapi adjuvan untuk cSCC risiko tinggi.

RT pasca operasi (PORT) harus dipertimbangkan pada pasien cSCC

dengan faktor kekambuhan tumor berisiko tinggi, termasuk margin positif pasca-

eksisi yang tidak dapat dieksisi ulang dan dalam kasus invasi perineural.

Bukti ilmiah mengenai dampak pengobatan margin positif cSCC pasca

operasi dengan RT agak buruk, meskipun eksisi tidak lengkap terbukti menjadi

faktor risiko tinggi kekambuhan dan meskipun tingkat eksisi yang mencolok (7-

18%) menunjukkan margin bedah yang positif.Namun, studi PORT di margin

positif pasca operasi cSCC dari bibir bawah menunjukkan tingkat kekambuhan

lokal 6% dibandingkan dengan tingkat kekambuhan untuk cSCC yang tidak

diobati.

Penggunaan PORT temuan insidental invasi perineural sangat

direkomendasikan oleh berbagai pedoman, meskipun bukti ilmiah kontroversial,

mungkin karena kurangnya studi yang dirancang khusus: sebagian besar

penelitian pada kenyataannya retrospektif, dan seringkali tidak ada perbedaan

antara kasus dengan negatif atau positif. margin pasca operasi, yang secara

signifikan dapat mempengaruhi hasil.


39

PORT sangat dianjurkan untuk pasien cSSC dengan kelenjar getah bening

dan / atau metastasis parotis (kecuali dalam kasus hanya satu keterlibatan kelenjar

getah bening kecil tanpa penyebaran ekstrakapsular). Sebuah studi tahun 2005

yang mengevaluasi 167 pasien cSSC dengan keterlibatan kelenjar getah bening

telah menunjukkan tingkat kekambuhan yang jauh lebih rendah (20% vs. 43%)

dan tingkat DFS lima tahun yang lebih tinggi (73% vs. 54%) pada pasien yang

menjalani PORT, dibandingkan dengan pasien. hanya dengan operasi (14520114).

Studi yang lebih baru, misalnya, analisis retrospektif oleh Harris dkk pada 349

pasien dengan kepala dan leher cSCC dengan invasi perineural atau metastasis

regional, menegaskan bahwa PORT dapat meningkatkan kualitas hidup dan

mengurangi risiko kematian untuk pengaturan ini.

PORT juga dapat dipertimbangkan untuk faktor tumor berisiko tinggi

lainnya, seperti lesi dengan ketebalan> 2 mm (dan terutama 6 mm atau lebih),

atau lesi dengan diameter> 2 cm atau diferensiasi buruk, dan untuk pasien yang

mengalami depresi imun.

9.2.4. Terapi Neoadjuvan

Kemanjuran cemiplimab dalam pengobatan neoadjuvan dari cSCC kepala

dan leher dievaluasi. Anti-PD-1 diberikan setiap 3 minggu selama dua siklus.

Pada 20 pasien yang terdaftar, respon lengkap patologis diperoleh pada 11 (55%)

pasien dan respon patologi utama pada 3 (15%) pasien. Namun, saat ini tidak ada

pengobatan yang diindikasikan dalam pengaturan neoadjuvan dari cSCC.

9.2.5. Elektrokemoterapi
40

Elektrokemoterapi adalah salah satu pengobatan alternatif cSCC yang

tidak dapat dioperasi dan dapat digunakan untuk pengendalian penyakit dan / atau

pengurangan perkembangan tumor. Injeksi intravena dari agen kemoterapi (yaitu,

cisplatin atau bleomycin) dikombinasikan dengan pulsa listrik lokal yang meresap

ke membran sel tumor, dengan peningkatan sitotoksisitasnya yang dramatis.

Menurut beberapa studi retrospektif dan satu meta-analisis, 20-70% pasien

yang diobati dengan elektrokemoterapi menunjukkan respons lokal dan

pengendalian penyakit yang baik. Dalam studi prospektif multi-institusional

European Research on Electrochemotherapy in Head and Neck Cancer

(EURECA) tentang efektivitas elektrokemoterapi pada 47 pasien yang terkena

cSCC, tingkat respons lengkap pada follow-up 2 bulan adalah 55% (26 pasien) ),

dengan tingkat perkembangan hanya 4%. Toksisitas sebagian besar bersifat lokal

(yaitu, hiperpigmentasi dan ulserasi kulit).

10. Pencegahan cSCC

Diagnosis dini dan pengobatan tepat sangat penting untuk meningkatkan

hasil cSCC, tetapi pencegahan memainkan peran penting dalam mengurangi

kejadian dan meningkatkan prognosis cSCC. Tindakan pencegahan terpenting

yaitu mengurangi paparan sinar UV, baik profesional maupun rekreasi. Memang,

berbeda dengan BCC, risiko cSCC sebagian besar terkait dengan paparan sinar

matahari kumulatif selama seumur hidup, daripada paparan sinar matahari yang

intermiten dan intens. Selain itu, telah dijelaskan secara luas bahwa paparan sinar

UV, terutama selama masa kanak-kanak dan remaja, meningkatkan risiko cSCC.

Hubungan antara paparan UV seumur hidup dan cSCC telah diteliti dalam
41

beberapa penelitian. Hubungan positif yang kuat dilaporkan dengan paparan UV

tahunan rata-rata, dan Rosso et al. menggambarkan risiko cSCC sebagai fungsi

dari total waktu yang dihabiskan di luar ruangan. Para penulis ini mengamati

peningkatan risiko cSCC yang signifikan secara statistik dengan peningkatan

paparan sinar matahari melebihi ambang batas 70.000 jam akumulasi paparan

seumur hidup. Selain itu, dilaporkan bahwa pekerjaan di luar ruangan

menyebabkan peningkatan risiko cSCC secara signifikan (OR 1,6 selama lebih

dari 54.000 jam akumulasi paparan seumur hidup). Memang, telah banyak

dilaporkan bahwa paparan UV di tempat kerja merupakan faktor risiko penting

untuk cSCC, sementara paparan UV non-kerja tidak dilaporkan secara signifikan

terkait dengan pengembangan cSCC. Namun, harus digarisbawahi bahwa dalam

studi ini dosis paparan UV dinilai tetapi tidak untuk efek biologis paparan UV

pada kulit. Memang, efek radiasi UV dimodifikasi oleh faktor intrinsik, seperti

jenis kulit Fitzpatrick, usia, jenis kelamin, tetapi juga oleh faktor ekstrinsik seperti

perlindungan UV.

Dalam studi eksperimental dan prospektif, telah disorot bahwa

penggunaan tabir surya secara teratur mengurangi kejadian cSCC. Pengaruh

aplikasi tabir surya setiap hari dalam mengurangi tumorigenesis sel skuamosa

diamati oleh Green dkk

Perawatan profilaksis harus dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat

klinis cSCC multipel atau yang menunjukkan beberapa AK atau kanker difus.

Pencegahan dengan retinoid oral, seperti acitretin dan isotretinoin, dievaluasi

dalam studi perspektif pada pasien berisiko tinggi (seperti pasien psoriatis yang
42

sebelumnya diobati dengan PUVA, pasien yang terkena xeroderma pigmentosum

(XP), dan penerima transplantasi organ padat (SOTRs)) , menunjukkan penurunan

yang signifikan dari perkembangan cSCC. Dalam studi kohort pada pasien

psoriatis yang diobati dengan PUVA, dilaporkan bahwa 25 mg / hari retinoid

aromatik oral mengurangi risiko sekitar seperempat. Namun, manfaat ini terbatas

pada periode asupan retinoid. Dalam studi prospektif terkontrol tiga tahun,

Kraemer dkk melaporkan penurunan rata-rata kanker kulit sebesar 63% pada

pasien XP yang menggunakan isotretinoin (2 mg per kilogram berat badan).

Namun, setelah penghentian obat, frekuensi tumor meningkat kembali hingga 19

kali lipat (nilai rata-rata = 8,5 kali lipat) dibandingkan frekuensi selama

pengobatan. Acitretin juga dilaporkan efektif dalam mengurangi kejadian cSCC

pada penerima alograft ginjal dalam studi double blind, terkontrol plasebo dan

dalam studi prospektif selama periode lima tahun. Hasil ini juga dikonfirmasi

dalam uji silang prospektif acak terbuka yang dilakukan pada penerima alograft

ginjal yang menunjukkan efektivitas acitretin dalam mencegah cSCC pada pasien

dengan riwayat NMSC sebelumnya. Namun, Chen dkk melaporkan dalam

tinjauan sistematis baru-baru ini bahwa tolerabilitas adalah faktor paling

membatasi. Selain itu, telah ditemukan bahwa suplemen nikotinamid secara

teratur selama satu tahun mengurangi tingkat cSCC sebesar 30%, tetapi hanya

selama asupan.

Asupan antiinflamasi nonsteroid (NSAIDS) juga dikaitkan dengan

penurunan risiko cSCC dalam tinjauan sistematis dan meta-analisis, dengan

penurunan risiko terkuat yang diamati pada pengguna COXIB.


43

DAFTAR PUSTAKA

Fania L, Didona D, Di Pietro FR, Verkhovskaia S, Morese R, et al. Cutaneous

Squamous Cell Carcinoma: From Pathophysiology to Novel Therapeutic

Approaches. Biomedicines. 2021;9(171):1-33.


44

KESIMPULAN

Melasma merupakan kelainan kulit berupa hipermelanosis yang didapat,

simetris, dan berbatas tegas, dengan gambaran klinis berupa makula

hiperpigmentasi berwarna coklat terang hingga coklat gelap pada wajah dan

terkadang didapatkan pada leher dan lengan bagian bawah. Etiopatogenesis

melasma bersifat multifaktorial. Faktor-faktor yang terlibat dalam proses

terjadinya melasma meliputi faktor genetik, paparan sinar matahari, hormonal,

vaskular, neural, obat, serta faktor-faktor lain seperti peningkatan aktivitas

melanosit, kerusakan membran basalis, gangguan fungsi sawar pada kulit, peran

fibroblast pada dermis, polusi, dan microRNA (miRNA).

Telah diketahui bahwa paparan sinar matahari merupakan faktor terpenting

dalam patogenesis terjadinya melasma, sehingga terapi berupa perlindungan fisik

terhadap paparan sinar matahari sangat penting dalam terapi melasma,.

Keterlibatan faktor vaskular dalam patogenesis melasma membuktikan bahwa

terapi menggunakan asam traneksamat dan laser vaskular cukup efektif.Dengan

memahami konsep patogenesis dari melasma, diharapkan dapat menentukan terapi

yang efektif pada melasma berdasarkan faktor risiko yang terdapat pada pasien.

Anda mungkin juga menyukai