Pneumothoraks
Oleh:
Windu Arinda
1610070100111
Preseptor:
KEPANITERAAN KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
BAGIAN BEDAH RSUD M.NATSIR
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat
ini yang berjudul Pneumothoraks.
Referat ini ditulis dengan tujuan agar dapat menambah wawasan serta
pengetahuan penulis dan pembaca mengenai Pneumothoraks, selain itu juga untuk
memenuhi salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu
Bedah di RSUD M.Natsir, Solok. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan referat ini, terutama kepada
pembimbing dr. Irsal Munandar, Sp. B yang telah meluangkan waktu dalam
memberikan bimbingan, saran dan perbaikan kepada penulis.
Dengan demikian, penulis berharap agar referat ini dapat bermanfaat dalam
menambah wawasan penulis dan pembaca mengenai Pneumothoraks.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar belakang 1
1.2. Tujuan 1
1.3. Batasan Masalah 2
1.3. Metode Penulisan 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Anatomi dan Fisiologi Pleura 3
2.1.1 Anatomi Pleura 3
2.1.2 Fisiologi Pleura 4
2.2 Pneumothoraks 5
2.2.1 Definisi Pneumothoraks 5
2.2.2 Etiologi Pneumothoraks 6
2.2.3 Epidemiologi Pneumothoraks 6
2.2.4 Klasifikasi Pneumothoraks 6
2.2.5 Patofisiologi Pneumothoraks 10
2.2.6 Diagnosa Pneumothoraks 12
2.2.7 Penatalaksanaan Pneumothoraks 15
2.2.8 Prognosis Pneumothoraks 18
2.2.9 Komplikasi Pneumothoraks 18
2.3 Water Seal Drainage 19
2.2.1 Definisi Water Seal Drainage 19
2.2.2 Tujuan Pemasangan Water Seal Drainage 19
2.2.3 Indikasi Pemasangan Water Seal Drainage 19
2.2.4 Lokasi Pemasangan Water Seal Drainage 19
2.2.5 Prosedur Pemasangan Water Seal Drainage 20
iii
2.2.6 Kontraindikasi Pemasangan Water Seal Drainage 20
2.2.7 Komplikasi Pemasangan Water Seal Drainage 21
BAB III. LAPORAN KASUS 22
BAB IV. KESIMPULAN 31
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Batasan Masalah
Penulisan referat ini membahas tentang definisi, anatomi, fisiologi sistem
pernapasan, etiologi, epidemiologi, patosisiologi, manifestasi klinis, diagnosis,
tatalaksana dan prognosis Pneumothorak.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
sebagai ligamen paru. Ligamen paru terletak di bagian bawah hilus paru sebagai
lipatan ganda pleura dan membentuk suatu ruang kosong yang memberikan ruang
ekspansi untuk pembuluh-pembuluh di hilus paru saat penurunan diafragma pada
proses inspirasi.
4
tekanan yang mempengaruhi absorpsi cairan pleura, sedangkan tekanan permukaan
pleura menggambarkan keseimbangan antara tarikan rongga toraks ke luar dan
tarikan paru ke dalam. Pengelompokan kedua tekanan pleura ini tidak lagi dipakai
dan hanya satu definisi tekanan pleura yang digunakan saat ini. Tekanan pleura
menggambarkan keseimbangan antara tarikan ke luar dari rongga toraks dan tarikan
ke dalam dari paru.
Tekanan pleura dalam keadaan normal adalah bernilai –3 hingga –5 cm H2O
pada kapasitas residu fungsional (KRF) dan bernilai –30 cm H2O pada kapasitas paru
total (KPT). Tekanan pleura normal pada awal inspirasi adalah –5 cm H2O yaitu
jumlah suction yang diperlukan untuk mempertahankan paru terbuka pada keadaan
istirahat. Selama inspirasi normal, ekspansi rongga toraks akan menarik keluar
dengan gaya yang lebih besar dan menciptakan tekanan yang lebih negatif yaitu –7,5
cm H2O. Tekanan pleura pada paru akan menjadi lebih negatif jika compliance paru
berkurang. Rongga pleura pada keadaan normal memiliki sejumlah kecil cairan yang
melicinkan permukaan pleura parietal dan viseral.
2.2 PNEUMOTHORAKS
2.2.1 Definisi Pneumothoraks
Pneumotoraks adalah suatu kondisi adanya udara yang terperangkap di rongga
pleura akibat robeknya pleura viseral, dapat terjadi secara spontan atau karena
trauma, mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan negatif intrapleura sehingga
mengganggu proses pengembangan paru.
Gambar 2. Pneumothoraks
5
2.2.2 Etiologi Pneumothoraks
Udara dalam kavum pleura dapat ditimbulkan oleh :
1. Robeknya pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari
alveolus akan memasuki cavum pleura.
2. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan
dengan dunia luar. Apabila lubang yan terjadi berukuran lebih besar dari 2/3
diameter trakea, maka udara cenderung melewati lubang tersebut dibanding
traktus respiratorius yang seharusnya.
6
b. Pneumotoraks traumatik
Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma
penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada
maupun paru. Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan kedalam dua
jenis, yaitu :
Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi
karena jejas kecelakaan misalnya jejas dada pada dinding dada atau
barotrauma.
Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat
komplikasi dari tindakan medis.
7
rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negative
karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum
mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan
didalamnya sudah kembali negative. Pada waktu terjadi gerakan pernafasan, tekanan
udara dirongga pleura tetap negative.
b. Open Pneumothorax
Yaitu pneumothorak dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan
bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada).
Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada
pneumothorak terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai
dengan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan.
Pada saat inspirasi tekanan menjadi negative dan pada waktu ekspirasi
tekanan menjadi positif. Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan
normal, tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada
yang terluka (Sucking wound sound)
c. Tension Pneumothorax
Adalah pneumothorak dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin
lama makin bertambah besar karena adanya fistel di pleura viseralis yang bersifat
ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui fistel yang tebuka. Waktu ekspirasi,
udara didalam rongga pleura tidak dapat keluar. Akibatnya tekanan didalam rongga
pleura semakin lama semakin tinggi melebihi tekanan atmosfer. Udara yang
terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan
gagal nafas.
Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka pneumothoraks
dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu:
a. Pneumothoraks Parsialis, yaitu pneumothoraks yang menekan pada sebagian kecil
paru (<50% volume paru)
8
Gambar 4. Pneumothoraks Parsialis
b. Pneumothoraks Totalis, yaitu pneumothoraks yang mengenai sebagian besar paru
(>50% volume paru)
9
Gambar 6. Penghitungan Luas Pneumothoraks
10
Rongga pleura memiliki tekanan negatif, sehingga apabila rongga ini terisi
udara akibat rupturnya bula subpleural, paru-paru akan kolaps sampai tercapainya
keseimbangan tekanan atau bagian yang ruptur tersebut tertutup. Paru paru akan
bertambah kecil dengan bertambah luasnya pneumothoraks. Konsekuensi dari proses
ini adalah timbulnya sesak akibat berkurangnya kapasitas vital paru dan turunnya
PO2.
Pneumothoraks spontan sekunder terjadi akibat kelainan atau penyakit paru
yang sudah ada sebelumnya. Mekanisme terjadinya adalah akibat peningkatan
tekanan alveolar yang melebihi tekanan insterstitial paru. Udara di alveolus akan
berpindah ke interstitial menuju hilus dan menyebabkan pneumomediastinum.
Selanjutnya udara akan berpindah melalui pleura parietalis pars mediastinal ke
rongga pleura dan menimbulkan pneumothoraks.
Pneumothoraks traumatic dapat disebabkan oleh trauma penetrasi maupun
non-penetrasi. Trauma tumpul atau kontusio pada dinding dada juga dapat
menimbulkan pneumothoraks. Bila terjadi pneumothorask, paru akan mengempes
karena tidak ada lagi tarikan keluar dinding dada. Pengembangan dinding dada pada
saat inspirasi tidak diikuti dengan pengembangan paru yang baik atau bahkan paru
tidak mengembang sama sekali. Tekanan pleura yang normalnya negative akan
meningkat hingga menyebabkan gangguan ventilasi pada bagian yang mengalami
pneumothoraks.
Pneumothoraks iatrogenic merupakan komplikasi dari prosedur medis atau
bedah. Salah satu yang paling sering menyebabkan pneumothoraks iatrogenic adalah
akibat aspirasi transthoracic, thorakosintesis, biopsy transbronkial, ventilasi mekanik
tekanan positif.
Pneumothoraks ventil terjadi akibat cedera pada parenkim paru atau bronkus
yang berperan sebagai katup searah. Katup ini mengakibatkan udara bergerak searah
kerongga pleura dan menghalangi adanya aliran balik dari udara tersebut sehingga
udara terperangkap. Udara yang terperangkap akan meningkatkan tekanan positif di
rongga pleura sehingga menekan mediastinum dan mendorong jantung serta paru
kearah kontralateral. Hal ini menyebabkan turunnya curah jantung dan timbulnya
11
hipoksia. Curah jantung menurun karena venous return ke jantung berkurang.
Sedangkan hipoksia terjadi akibat gangguan pertukaran udara pada paru yang kolpas
dan paru tertekan disisi kontralateral. Hipoksia dan turunnya curah jantung ajan
mengganggu kestabilan hemodinamik yang akan berakibat fatal jika tidak ditangani
secara cepat.
12
Iktus cordis terdorong kesisi thorak yang sehat
Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
3. Perkusi :
Hipersonor
Batas jantung terdorong kearah thorak yang sehat, apabila tekanan
intrapleura tinggi.
4. Auskultasi :
Suara napas melemah sampai menghilang
Suara vocal melemah dan tidak menggetar. Serta bronkofoni
negative.
2.2.6.3 Pemeriksaan Penunjang
a. Foto Rontgen Thoraks
Gambaran radiologis yang tampak pada foto rontgen pasien pneumothoraks
antara lain :
Tampak gambaran hiperlusen avascular pada hemithoraks yang
mengalami pneumothoraks
13
Gambar 8. Pleural White Line
Deep Sulcus Sign, Normalnya, sudut kostofrenikus berbentuk lancip
dan rongga pleura menembus lebih jauh ke bawah hingga daerah
lateral dari hepar dan lien. Jika terdapat udara pada rongga pleura,
maka sudut kostofrenikus menjadi lebih dalam daripada biasanya
b. CT-Scan Thoraks
Ct-scan thoraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema
bullosa dengan pneumothoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan
14
ekstrapulmoner , dan untuk membedakan pneumothoraks spontan primer dan
sekunder.
15
dilakukan dalam beberapa hari dengan foto thorak serial tiap 12-24 jam pertama
selama 2 hari. Tindakan ini terutama ditujukan untuk pneumothoraks tertutup dan
terbuka.
2. Tindakan Dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumothorak yang
luasnya >15%. Tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intrapleura dengan
membuat hubungan antara rongga pelura dengan udara luar. Dengan craa
menusukkan jarum melalui dinding dara terus masuk rongga pleura, dengan demikian
tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negative karena
mengalir keluar melalui jarum tersebut. Membuat hubungan dengan udara luar
melalui kontra ventil dapat dilakukan dengan menggunakan :
1. Infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai kedalam rongga pleura, kemudian
infus set yang telah dipotong pada pangkat saringan tetesan dimasukkan
kebotol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak
gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang berada didalam botol
2. Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan
kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding thorak
sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal.
Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plasitik infus set. Pipa infus
selanjutnya dimasukkan kedalam botol yang berisi air. Setelah klem
penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung
infus set yang berada didalam botol.
3. Pipa Water Sealed Drainage (WSD)
Pipa khusus (thorak kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura
dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit. Pemasukkan
troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi
kulit disela iga ke-4 pada linea aksilaris atau pada linea aksilaris posterior.
16
Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis midklavikula.
Setelah troakar masuk, maka thork kateter segera dimasukkan ke
rongga pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter thorak
yang masih tertinggal dirongga pleura. Selanjutnya jung kateter thorak yang
ada di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainnya.
Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm dibawah
permukaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui
perbedaan tekanan tersebut.
Penghisapan dilakukan terus menerus apabila tekanan intrapleura tetap
positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan nefatif sebesar
10-20 cmH2O, dengan tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru
telah mengembang maksimal dan tekanan intrapleura sudah negative kembali,
maka sebelum dicabut dapat dilakukan uji coba terlebih dahulu dengan craa
pipa dijepit atau di tekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura
kembali menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut. Pencabutan WSD
dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal.
3. Torakoskopi
Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks dengan
alat bantu torakoskop.
4. Torakotomi
5. Tindakan Bedah
a. dengan pembukaan dinding thorak melalui operasi, kemudian dicari lubang
yang menyebabkan pneumothoraks dan dijahit
b. pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang menyebabkan
paru tidak bisa mengembang, maka dapat dilakukan dekortikasi.
c. dilakukan reseski bila terdapat bagian peru yang mengalami robekan atau
terdapat fistel dari paru yang rusak.
d. Pleurodesis. Masing masing lapisan pleura yang tebal dibuang, kemudian
kedua pleura dilekatkan satu sama lain ditempat fistel
17
2.2.8 Prognosis Pneumothoraks
Prognosis dari pneumothoraks bergantung pada luasnya dan tipe dari
pneumothorax. Spontaneous pneumothorax akan umumnya hilang dengan sendirinya
tanpa perawatan. Secondary pneumothorax yang berhubungan dengan penyakit yang
mendasarinya, bahkan ketika kecil, adalah jauh lebih serius dan membawa angka
kematian sebesar 15%. Secondary pneumothorax memerlukan perawatan darurat dan
segera. Mempunyai satu pneumothorax meningkatkan risiko mengembangkan
kondisi ini kembali
18
2.3 Water Seal Drainage
2.3.1 Definisi
Tindakan Water Seal Drainage (WSD) atau “ Chest Tube “ adalah suatu
tindakan invasif dengan memasukkan kateter kedalam rongga pleura untuk
mengeluarkan cairan atau udara dari dalam rongga pleura untuk mempertahankan
tekanan negatif rongga tersebut.
19
2.3.5 Peosedur Pemasangan WSD
1. Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V, di linea
aksillaris anterior dan media.
2. Lakukan analgesia / anestesia pada tempat yang telah ditentukan.
3. Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam sampai
muskulus interkostalis.
4. Masukkan Kelly klemp melalui pleura parietalis kemudian 4. Masukkan Kelly
klemp melalui pleura parietalis kemudian dilebarkan. Masukkan jari melalui
lubang tersebut untuk memastikan sudah sampai rongga pleura / menyentuh
paru.l
5. Masukkan selang ( chest tube ) melalui lubang yang telah dibuat dengan
menggunakan Kelly forceps
6. Selang ( Chest tube ) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan ke dinding
dada
7. Selang ( chest tube ) disambung ke WSD yang telah disiapkan.
8. Foto X- rays dada untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan.posisi
selang yang telah dimasukkan
20
Tidak ada gelembung udara yang keluar
Tidak ada kesulitan bernafas
Dari foto rontgen tidak menunjukkan adanya cairan atau udara
Selang WSD tersumbat dan tidak dapat diatasi dengan spooling atau
pengurutan pada selang.
21
syndrome, phrenic nervus injury, long thoracic nerve injury, dan ulnar
neuropathy.
Cedera kardiovaskular : berupa perdarahan yang dapat memicu komplikasi
kearah cedera jantung.
22
BAB III
LAPORAN KASUS
Keluhan utama
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sebelah kanan post KLL 15 menit
sebelum masuk rumah sakit.
Primary Survey
Airway : Paten
Breathing : 20x/menit, suara nafas vesikuler melemah, pergerakan
dinding dada sebelah kanan tertinggal. Taktil Fremitus melemah pada bagian
kanan, perkusi hipersonor dilapang bawah paru kanan.
Circulation : Tekanan Darah 118/81 mmHg, Frekuensi Nadi 76 x/menit,
Akral hangat, CRT < 2 detik
Disabillity : GCS 15, Pupil isokor, Reflek cahaya (+)
Secondary Survey
Pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri dada sebelah kanan akibat
ditabrak pesepeda ketika sedang mengendarai sepeda motor di penurunan jl.
Cupak. Nyeri dada dirasakan terus menerus disertai dengan sesak yang
23
memberat. Pasien dibawa ke IGD dalam keadaan sadar. Pasien muntah >3 kali
selama perjalanan menuju ke rumah sakit. Sakit kepala tidak ada.
Pemeriksaan fisik
Status generalisata
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : kompos mentis kooperatif
Tekanan darah : 111/81 mmHg
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5ºc
Nadi : 76 x/menit
- Kepala : normochepale, rambut hitam tidak mudah dicabut
- Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
- Hidung : secret tidak ada, perdarahan tidak ada
- Telinga : secret tidak ada, perdarahan tidak ada
- Mulut : bibir tidak sianosis, mukosa tidak pucat
- Leher : tidak ada pembesaran KGB dan kelenjar tiroid
- Thoraks :
a) Paru : Status Lokalis
b) Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Reguller, murmur(-), gallop(-)
24
- Abdomen :
Inspeksi : Distensi(-), Sikatrik(-)
Palpasi : Supel, Nyeri tekan(-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Status lokalis
Region Thorak
- Inspeksi : Pergerakan dinding dada asimetris,
Vulnus Eksoriasi dada kanan dengan ukuran 10x1cm
- Palpasi : Taktil fremitus melemah. Nyeri tekan(-), Krepitasi(-)
- Perkusi : Hipersonor di lapang bawah paru kanan
- Auskultasi: Vesikuler melemah, Rhonki(-/-), Wheezing(-/-)
25
Foto Rontgen Thoraks
Hasil :
- Foto asimetris, trakea relative ditengah
- Inspirasi cukup
- Aorta baik, mediastinum superior tidak melebar
- Tulang dan jaringan lunak dalam batas normal
- Diafragma membentuk kubah. Kedua sudut kostofrenikus lancip
- Jantung tidak membesar CTR <50%
- Kedua hilus tidak menebal, Corakan bronkovaskular kedua paru baik
- Tampak area lusensi avascular di apikolaterobasal hemithorak kanan
- Tidak tampak infiltrate dikedua lapang paru
1.5 Tatalaksana
26
- IVFD RL 12 jam/kolf (20tpm)
- Inj. Ceftriaxone 2x1 gr (iv)
- Inj. Ranitidin 2x1 gr (iv)
- Ondansentron 2x1 gr (iv)
- Rencana Tindakan : Pemasangan WSD
27
Status lokalisata
- Inspeksi : WSD terpasang, Jejas (+)
- Palpasi : taktil fremitus melemah. Nyeri tekan (+)
- Perkusi : kanan hipersonor, kiri sonor
- Auskultasi : suara nafas vesikuler melemah, Rh (-/-), Wh (-/-)
A/
Post pasang WSD hari I e.c Pneumothoraks dekstra
P/
- IVFD RL 500cc 20 tpm
- O2 nasal kanul 3 L/mnt
- WSD undulasi (+), bubble (+)
- Posisi semi fowler
- Inj ketorolac 2x1 amp (iv)
- Inj. Cefotaxime 2x1 gr (iv)
- Inj. Ranitidin 2x1 amp (iv)
- Diet MB
- Rontgen thorak serial
Jum’at, 01/09/2021
28
S/
- Nyeri bekas luka pemasangan WSD
- Sesak (-)
O/
- Keadaan umum : tampak sakit sedang
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 86x/menit
- Nafas : 20x/menit
- Suhu : 37ºC
- Skala nyeri :3
Status lokalisata
- Inspeksi : WSD terpasang, Jejas (+)
- Palpasi : taktil fremitus sama kiri dan kanan
- Perkusi : sonor
- Auskultasi : suara nafas vesikuler, Rh (-/-), Wh (-/-)
A/
Post pasang WSD hari I e.c Pneumothoraks dekstra
P/
- IVFD RL 500cc 20 tpm
- WSD undulasi (+) minimal, bubble (-)
- Posisi semi fowler
- Inj ketorolac 2x1 amp (iv)
- Inj. Cefotaxime 2x1 gr (iv)
- Inj. Ranitidin 2x1 amp (iv)
- Diet MB
- WSD dilepas 22.00 wib undulasi (-), bubble (-)
Sabtu, 02/09/2021
S/
- Nyeri bekas luka pemasangan WSD berkurang
29
- Sesak (-)
O/
- Keadaan umum : tampak sakit sedang
- Tekanan darah : 110/80 mmHg
- Nadi : 90x/menit
- Nafas : 20x/menit
- Suhu : 36,2ºC
- Skala nyeri :3
Status lokalisata
- Inspeksi : WSD terpasang, Jejas (+)
- Palpasi : taktil fremitus sama kiri dan kanan
- Perkusi : sonor
- Auskultasi : suara nafas vesikuler, Rh (-/-), Wh (-/-)
A/
Post pasang WSD hari I e.c Pneumothoraks dekstra
P/
- Pasien Acc rawat jalan
30
BAB IV
KESIMPULAN
31
DAFTAR PUSTAKA
Shield T.W. General Thoracic Surgery Ed 6. Lippincots William and Wilkins. 2015
32