Anda di halaman 1dari 12

INSANCITA:

Journal of Islamic Studies in Indonesia and Southeast Asia, 1(1) February 2016

HARRY AZHAR AZIS

Himpunan Mahasiswa Islam


dan Kesejahteraan: Konteks Indonesia
ABSTRAKSI: Tujuan didirikannya HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) pada tanggal 5 Februari 1947 adalah ikut
mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Di alam Indonesia merdeka, Islam dapat berkembang dan menjadi wadah
perkembangannya. Indonesia dan Islam menyatu di organisasi ini sejak berdiri. Tema ke-Indonesi-an dan ke-Islam-an selalu
menjadi sifat dan karakternya. Diimbuhi semangat muda mahasiswa, Indonesia dan Islam menjadi bergairah. Di HMI, Islam
dan Indonesia tidak seharusnya dipisahkan, tidak ada split atau dikotomi, dan diajarkan dalam setiap perkaderan. Dalam
sejarah organisasi ini, Islam dan Indonesia tidak pernah pecah sampai di era 1980-an, dalam kasus asas tunggal Pancasila, dan
dua tema itu berkontraksi di kalangan para pendukungnya, termasuk di HMI, sampai rejim Orde Baru tenggelam pada akhir
tahun 1990-an. Di era kebebasan informasi dan demokrasi sekarang ini, justru tema kemahasiswaan, ke-Indonesia-an dan ke-
Islam-an seperti memperoleh tempatnya kembali di HMI. Tetapi, jauh lebih penting lagi sekarang ini, dalam momentum 68
tahun HMI berdiri dan ikut mengawal perjalanan pencapaian tujuan berbangsa dan bernegara sesuai tujuan HMI, sejauh mana
tujuan itu telah tercapai. HMI telah berhasil ikut serta dalam mempertahankan kemerdekaan, serta meluruskan pelaksanaan
ideologi dan konstitusi negara Indonesia. Kini, HMI ditantang untuk terus mengawal kebijakan negara agar menguntungkan
semua penduduk Indonesia menjadi lebih beriman dan berilmu, maju dan modern, serta adil dan sejahtera.
KATA KUNCI: Himpunan Mahasiswa Islam, negara Indonesia, proses kaderisasi, tantangan dan peluang, refleksi dan aksi,
serta kesejahteraan masyarakat Indonesia.

ABSTRACT: “Muslim Students Association and Welfare: An Indonesian Context”. The establishment of HMI (Muslim Students
Association) on 5th February 1947 was to participate in maintaining the independence of Indonesia. In the realm of Indonesian
independent, Islam can flourish and Indonesia became an umbrella for the development of Islam. Indonesia and Islam are together
in the body of the HMI since its inception. Themes of “Indonesia” and “Islam” have always been the nature and character of HMI.
Imbued with the spirit of a young student, Indonesia and Islam became excited. In the HMI, Islam and Indonesia should not be
separated, there is no split or dichotomy, and taught in every training of HMI’s cadres. In the history of HMI, Islam and Indonesia
has never broken up in the 1980s, in the case of “Pancasila”, and two themes were contracted among his supporters, including in the
HMI, until the New Order regime step down in the late 1990s. In the era of freedom of information and democracy today, precisely
the theme of the “student”, “Indonesian”, and “Islam” like obtaining its place again in the HMI. But, more importantly now is after
68 years of HMI stands and participate to guard the achievement journey of the goals of nation-state, in accordance with the goals
of the HMI, how far the objectives have been achieved. HMI has managed successfully to defend the Indonesian independence, and
HMI has also successfully participated to straighten the implementation of the ideology and constitution of Indonesia’s nation-state.
Now, HMI is challenged to continue in guarding the nation-state policies in order to benefit all Indonesian people to become more
faithful and knowledgeable, advanced and modern, as well as fair and prosperous.
KEY WORD: Muslim Students Association, Indonesian nation-state, regeneration process, challenges and opportunities,
reflection and action, and fair and prosperous of Indonesian society.

About the Author: Dr. Harry Azhar Azis adalah mantan Ketua Umum PB HMI (Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam)
periode 1983-1986; dan sekarang menjabat sebagai Ketua BPK RI (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia) di Jakarta.
Untuk kepentingan akademik, penulis dapat dihubungi dengan alamat emel: ha_azis@yahoo.com
How to cite this article? Azhar Azis, Harry. (2016). “Himpunan Mahasiswa Islam dan Kesejahteraan: Konteks Indonesia” in
INSANCITA: Journal of Islamic Studies in Indonesia and Southeast Asia, Vol.1(1), February, pp.43-54. Bandung, Indonesia: Minda
Masagi Press, ISSN 2443-1776.
Chronicle of the article: Accepted (August 3, 2015); Revised (December 5, 2015); and Published (5 February 2016).

© 2016 by Minda Masagi Press in Bandung, West Java, Indonesia


ISSN 2443-2776 and website: www.insancita-islamicjournal.com
43
HARRY AZHAR AZIS,
Himpunan Mahasiswa Islam dan Kesejahteraan

PENDAHULUAN tahun, suatu periode yang cukup bersejarah di


Suatu kehormatan bagi penulis, lantaran HMI dan penulis tengah mengemban amanat
diberi kesempatan ikut menyampaikan buah menjadi Ketua Umum PB (Pengurus Besar)
pikiran dalam acara yang sangat terhormat, HMI periode 1983-1986. Dengan demikian,
yaitu peringatan hari lahir HMI (Himpunan dalam penglihatan penulis, peringatan hari jadi
Mahasiswa Islam), sebuah organisasi mahasiswa HMI bukan saja penting, tetapi juga – dengan
berlingkup nasional pertama dan tertua di beberapa pertimbangan – sudah sepantasnya
Indonesia (Tanja, 1982:4; dan Sitompul, dilakukan.
2010:5), dalam ulang tahunnya yang ke-68 Pertama, ia dapat menjadi ajang dan
pada tahun 2015. Organisasi yang didirikan mempererat tali silaturahmi antara para kader
tanggal 14 Rabiul Awwal 1366 Hijriyah ini, dan para alumni HMI, yang bertebaran di
bertepatan dengan 5 Februari 1947 (Sitompul, seluruh dunia dan – terutama – di seluruh
1976:13 dan 23; Barton, 1999:58; dan wilayah Tanah Air. Kedua, ia dapat dijadikan
Latif, 2012:424), ternyata sampai kini masih ajang konsolidasi bagi seluruh kekuatan
merupakan organisasi mahasiswa yang besar HMI dalam rangka ikut serta menyelesaikan
dan berpengaruh di Indonesia. persoalan keumatan dan kebangsaan. Ketiga,
Penulis katakan “besar”, karena jaringan ia dapat dijadikan momentum untuk
HMI berikut anggota dan kadernya meluas ke mengevaluasi kiprah perjuangan HMI dan
seluruh Indonesia. Dimana ada PT (Perguruan KAHMI. Keempat, ia bukan saja dapat
Tinggi) formal, muncul HMI di sana. HMI mendekatkan para kader dan para alumni
juga “berpengaruh”, karena kiprah alumni- HMI terhadap sejarah, melainkan juga
alumninya yang tersebar dimana-mana serta menyadarkan tugas sejarah yang diembannya.
sepak-terjang dan perjuangan pengurus, kader, Kelima, dalam kadar tertentu, peringatan Dien
dan anggotanya di sepanjang sejarah organisasi Natalis HMI, yang meriah, dapat memompa
ini. Pendapat tadi bukan klaim sepihak dari kegairahan kader-kader baru dalam beraktivitas
internal HMI semata-mata, melainkan juga di HMI.
diafirmasi (dibenarkan) oleh pihak di luar HMI.
Paling tidak, Greg Barton (1999 dan REGENERASI HMI:
2003) merupakan satu di antara pihak di TANTANGAN DAN PELUANG
luar HMI yang membenarkan hal itu. Dosen Apabila satu generasi diukur setiap 25
Senior di Deakin University, Australia, dan tahun, berarti anggota aktif HMI (Himpunan
peneliti gerakan pembaharuan pemikiran Mahasiswa Islam) sekarang ini sudah di ujung
Islam Indonesia tersebut telah melakukan riset generasi ketiga; dan jika masih terus hidup
ilmiah. Berdasarkan hasil risetnya, menyatakan 7 tahun lagi, HMI mulai memasuki generasi
bahwa HMI adalah kelompok mahasiswa keempat di usia 75 tahun. Pimpinan dan
modernis paling penting di Indonesia dengan anggota HMI saat ini akan merasakan hasil
jaringan alumni, yakni KAHMI (Korps perkaderannya sekitar 10-20 tahun mendatang,
Alumni HMI), yang sangat berpengaruh atau beberapa diantaranya bisa lebih cepat lagi.
(Barton, 1999:63; dan Barton, 2003:xvii, 137 Tiap generasi HMI memiliki tantangan dan
dan 426). peluangnya masing-masing. Karakter zaman
Dulu, kebetulan, sekitar sepertiga abad berbeda dan berubah (Chaldun, 1962:38;
yang lampau (29-31 tahun silam), penulis juga Madjid, 1992:Ixi dan Ixiv; dan PB HMI,
pernah ikut merasakan denyut perjuangan 2013:6). Pada generasi pertama, anggota dan
HMI dan setia menyelenggarakan peringatan alumni HMI membangun fondasi organisasi
hari jadi HMI yang dikenal sebagai Dies dan secara bersamaan ikut mempertahankan
Natalis HMI. Waktu itu, ketika organisasi kemerdekaan bangsa dalam pancaroba politik
mahasiswa ini memasuki usia yang ke-36 negara muda, yakni Indonesia (Sitompul,

© 2016 by Minda Masagi Press in Bandung, West Java, Indonesia


44 ISSN 2443-2776 and website: www.insancita-islamicjournal.com
INSANCITA:
Journal of Islamic Studies in Indonesia and Southeast Asia, 1(1) February 2016

2010:2). Hanya beberapa tokoh dari generasi Generasi ketiga HMI, baik alumni maupun
ini yang mencapai puncak karier dalam mahasiswa aktif, menghadapi perubahan yang
kehidupan negara. Apabila rata-rata usia waktu tidak terbayang sebelumnya: complicated,
masuk HMI sekitar 20 tahunan, berarti usia interconnected, dan globalized. Dunia menyatu,
termuda pada generasi pertama, saat ini, adalah jarak dan waktu menyempit, tetapi sekaligus
63 tahun dan yang tertua adalah 88 tahun. terpisah (Piliang, 2011b). Bila pada generasi
Kini, usia generasi kedua HMI diperkirakan pertama, semangat komunal menonjol; maka
antara 38-63 tahun, sedangkan generasi ketiga, di generasi ketiga, budaya dan kompetensi
di bawah dari usia itu. individual mengkristal. Teknologi memang
Pada generasi kedua, organisasi ini mulai telah membuat manusia menjadi individu, dan
dewasa dan ikut berperan membangun bangsa. informasi masuk ke ruang individu dengan
Jika dikaitkan dengan pembabakan perjuangan cara yang sangat individualistik (Piliang,
HMI menurut Agussalim Sitompul (2010), 2011b:109-111). Beberapa informasi yang
maka generasi kedua berkiprah sejak 1969 masuk ke kamar pribadi, tetapi diproduksi
sampai sekarang pada fase ketujuh, yaitu secara massif, bahkan mampu menggerakkan
fase partisipasi HMI dalam pembangunan kebersamaan (cf Piliang, 2011a dan 2011b;
(Sitompul, 2010:2). Dari generasi ini, muncul dan Saptaningrum, 2011).
tokoh-tokoh alumni HMI di posisi penting, Pada era generasi pertama HMI, seperti
di hampir semua sektor kehidupan negara dalam peristiwa 1966, kebersamaan dipicu
dan swasta di Indonesia. Sebagian di antara oleh gerakan mahasiswa, termasuk HMI, yang
mereka kini menduduki posisi-posisi penting kemudian didukung oleh kekuatan politik dan
dan ikut berperan mengubah masyarakat di kelompok bersenjata (Sitompul, 2001:13-14).
lingkungannya. Di era akhir generasi kedua, atau awal generasi
Dalam konteks ini, kita selalu berharap ketiga HMI, seperti peristiwa 1997/1998,
agar mereka terus mengayuh arus cita HMI kebersamaan dipicu oleh informasi melalui
– sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 4 gadget, teknologi yang menyatukan gerakan
Anggaran Dasar HMI – yaitu: “[...] terbinanya mahasiswa dan unsur masyarakat lainnya secara
insan akademis, pencipta, dan pengabdi yang meluas (Susanto, 2014).
bernafaskan Islam, yang bertanggung jawab atas Karakter zaman berubah, ketika HMI
teruwujudnya masyarakat adil dan makmur, mencapai usia 50 tahun. Persamaan dari kedua
yang diridhoi Allah Subhanahu Wa-Ta’ala” peristiwa itu karena batin masyarakat banyak
(Rachman, 2011:878; dan PB HMI, 2013). dengan mudah menyatu, karena tidak rela
Dunia kerja yang digeluti alumni HMI melihat kebijakan negara melenceng jauh dari
pun beragam, mulai dunia politik, baik politik cita-cita perjuangan kemerdekaan bangsa.
partai, negara, maupun daerah; birokrasi Dalam dua peristiwa tersebut, HMI termasuk
di pemerintah pusat dan lembaga negara kelompok masyarakat yang selalu tampil di
serta pemerintahan daerah termasuk RW depan, karena sifat independensinya yang kritis
(Rukun Warga) dan RT (Rukun Tetanggan); (Barton, 1999:58-65). Menariknya, kendati
dunia pendidikan dan pendidikan tinggi tiap generasi mempunyai karakternya masing-
dengan menjadi guru, dosen, dan guru besar; masing, tema kemahasiswaan, ke-Indonesia-an,
dunia usaha dengan menjadi pengusaha dan ke-Islam-an berdengung di setiap periode
kecil, menengah, dan besar; serta di dunia HMI (Sitompul, 2001:644-645; dan Latif,
profesional sebagai kaum profesional (Effendy, 2012:426). Artinya, menjadi mahasiswa adalah
2011); bahkan mungkin saja ada yang tetap syarat keanggotaan HMI.
menganggur sebagai MA (Mahasiswa Abadi), Tugas utama mahasiswa adalah belajar
yang terus berjuang bersama mahasiswa yang dan menguasai ilmu. Akan tetapi, penekanan
masih aktif. belajar pada tiap generasi berbeda. Kata

© 2016 by Minda Masagi Press in Bandung, West Java, Indonesia


ISSN 2443-2776 and website: www.insancita-islamicjournal.com
45
HARRY AZHAR AZIS,
Himpunan Mahasiswa Islam dan Kesejahteraan

“belajar” bisa diartikan bukan hanya di Kata quality bukan saja mengacu kepada
Perguruan Tinggi (Lunandi, 1987). Bahkan, competency (kompetensi atau kemampuan),
HMI dianggap bentuk Perguruan Tinggi tetapi juga networking (jaringan). Seseorang
kedua, atau bagi sebagian lagi malah yang anggota bisa memperoleh jabatan di HMI,
pertama. Jabatan di HMI dapat juga diartikan karena karakter dan kemampuan dirinya, tetapi
semacam sertifikat atau gelar tersendiri. Itu bisa juga karena luasnya jaringan (networking)
sebabnya selalu terjadi kompetisi ketat dan yang mendukungnya. Bila yang pertama
ramai, baik dalam setiap Rapat, Musyawarah, menyangkut individual capacity (kapasitas
Konferensi, maupun Kongres HMI. individual), maka yang kedua adalah social
Sepertinya, McClelland’s Achievement capacity (kapasitas sosial) atau political capacity
Motivation Theory (Teori Motivasi Berprestasi (kapasitas politik). Pola yang sama juga terjadi
dari David McClelland) menemukan ketika mereka menjadi alumni HMI di tempat
relevansinya dalam proses perkaderan perjuangannya masing-masing. Dua faktor
dan aktivitas HMI. Stephen P. Robbins inilah, yaitu sistem perkaderan dan sistem
(2001) mengatakan bahwa McClelland’s demokrasi yang selalu dipertahankannya, yang
Achievement Motivation Theory memandang membuat HMI tetap eksis hingga kini.
individu memiliki cadangan energi potensial, Lafran Pane, tokoh pendiri HMI, selalu
sedangkan bagaimana energi ini dilepaskan menekankan bahwa berdirinya HMI adalah
dan dikembangkan tergantung kepada untuk ikut mempertahankan kemerdekaan
kekuatan atau dorongan motivasi individu dan Indonesia (Sitompul, 1976:20; Sitompul,
situasi serta peluang yang tersedia (Robbins, 1995:246; dan Latif, 2012:426). Di alam
2001:173). Indonesia merdeka, Islam berkembang
Uniknya, justru motivasi berprestasi itu dan menjadi wadah berkembangnya Islam.
pula yang membuat HMI sangat menarik. Indonesia dan Islam menyatu di HMI sejak
Roh berprestasi dan kompetisi telah merasuk awal berdirinya. Menurut Yudi Latif (2012),
kedalam anggota HMI. Bahkan, ia menjadi api jika dinilai dari perspektif hari ini, maka
yang tak kunjung padam dan terus mengalir pandangan nasionalistik dalam rumusan
kedalam darah para alumni HMI, begitu HMI tahun 1947 barangkali tidak tampak
mereka masuk ke kancah aktualisasi. Kompetisi luar biasa. Namun, jika ditinjau dari standar
ini diramu dalam mekanisme organisasi, tujuan organisasi-organisasi Islam pada masa
yang disebut “sistem demokrasi a la HMI”. itu, tujuan nasionalistik tersebut menandai
Semangat demokrasi ditanam sejak perkaderan sebuah pengakuan bahwa ke-Islam-an dan ke-
pertama dan terus dipupuk ke tingkat Indonesia-an tidaklah berlawanan, melainkan
perkaderan tertinggi. berjalin-berkelindan (Latif, 2012:426).
Dalam konteks itulah, sesungguhnya Keyakinan ini merupakan filosofi pendiri
HMI berhutang pada struktur organisasi HMI. Para pemimpin awal HMI lebih
level terbawahnya, seperti Komisariat, atau bersedia menerima Pancasila (Latif, 2012).
di beberapa daerah, Cabang, yang konsisten Karena itu, tema ke-Indonesia-an dan ke-
dan perhatian utamanya adalah pelatihan dan Islam-an selalu menjadi sifat dan karakter
perkaderan secara sistematis dan berjenjang. HMI. Dengan diimbuhi semangat muda,
Terutama kepada Komisariat, karena di level mahasiswa, Indonesia dan Islam menjadi
inilah, pertama-tama, perekrutan para kader bergairah. Di HMI, Islam dan Indonesia yang
baru melalui LK (Latihan Kader) I, atau Basic tidak seharusnya dipisahkan dan tiada split
Training, dilakukan. Pada struktur di atasnya, (perpecahan) atau dikotomi, diajarkan dalam
perkaderan memang masih menjadi pekerjaan setiap perkaderan.
utama pengurus HMI, tetapi nuansanya lebih Dalam sejarah HMI, Islam dan Indonesia
pada quality of competition (kualitas kompetisi). tidak pernah pecah sampai di era 1980-an,

© 2016 by Minda Masagi Press in Bandung, West Java, Indonesia


46 ISSN 2443-2776 and website: www.insancita-islamicjournal.com
INSANCITA:
Journal of Islamic Studies in Indonesia and Southeast Asia, 1(1) February 2016

dalam kasus pemaksaan asas tunggal Pancasila baiklah Indonesia ke depan dan semakin luas
(Shaleh, 1996; dan Malik, 2002). Pada era pula syariat Islam dipraktekkan.
1980-an, dua tema itu pernah berkontraksi Dalam konteks ini, mewujudkan
dalam diri para pendukungnya, termasuk masyarakat adil dan makmur – sebagaimana
di HMI, tetapi isu tersebut sirna dengan tertera dalam Pasal 4 Anggaran Dasar
sendirinya begitu rejim Orde Baru tenggelam HMI – adalah cita-cita HMI (PB HMI,
pada akhir tahun 1990-an. Dengan demikian, 2013:2 dan 79). Dengan motto Yakin Usaha
di era kebebasan informasi dan demokrasi Sampai, apapun yang dicita-citakan, insha
sekarang ini, justru tema kemahasiswaan, Allah, terwujud. Seperti bunyi hymne-nya,
ke-Indonesia-an, dan ke-Islam-an seperti keberadaan HMI akan sangat berbeda dengan
memperoleh tempatnya kembali di HMI. pameo wujuduhu ka adamihi (ada tetapi
Banyak alumni HMI generasi pertama telah seperti tiada). Sebagaimana kata Panglima
mendahului kita, dan kini menjadi legenda. Besar Jenderal Soedirman, Bapak Pendiri
Sebagian generasi kedua HMI, juga sudah TNI (Tentara Nasional Indonesia) pada masa
mulai pergi dan sebagian lagi menuju sepuh revolusi, HMI harus hadir, tidak hanya menjadi
alias tua. Lalu, menjelang munculnya generasi Harapan Masyarakat Islam, tetapi juga menjadi
keempat HMI, sebagian generasi ketiga mulai Harapan Masyarakat Indonesia (Tanja, 1982).
menunjukan perannya masing-masing. Wajah Dengan niat yang ikhlas, ilmu yang tinggi,
HMI dari seluruh generasi merupakan lukisan dan amal yang luas, Allah SWT (Subhanahu
indah warna-warni anggota, kader, dan alumni Wa-Ta’ala) akan membuka jalan-jalan secara
organisasi ini. Menariknya, walaupun ada tidak terduga. Maka, kita optimis untuk
warna hitam di sana-sini, dan kadangkala mencapai tujuan HMI tersebut. HMI
terlihat sangat hitam dalam lukisan itu, namun berpandangan bahwa tangan di atas lebih
semakin hari lukisan itu kelihatan semakin mulia dari pada tangan di bawah. Tangan
hidup oleh warna-warna lain, seperti kuning, kanan memberi, tangan kiri tidak tahu. HMI
hijau, biru, dan merah, berikut tonjolan hadir untuk memberi, bukan meminta.
campurannya yang terus memberi harapan. You have to have a dream before your dream
Jadi, sesungguhnya, harapan ke depan come true (Kamu memiliki mimpi sebelum
terletak pada generasi ketiga HMI sekarang, mimpimu menjadi kenyataan). HMI memiliki
yang sedang bertungkus-lumus mengasah mimpi (dream). Impian HMI di-carry
kualitas insancita HMI dan terus menantang over (digenggam) para anggota, kader, dan
arus kehidupan, memetik ilmu, dan beramal alumninya.
dengan ikhlas, serta terus mewujudkan mimpi Dengan demikian, seperti kata John F.
sejahtera ilahiah, masyarakat adil dan makmur. Kennedy, Presiden Amerika Serikat tahun
Generasi keempat, insha Allah, mulai muncul 1960-an, sebagaimana dapat disimak dalam
di usia HMI ke-75 tahun nanti, bila dua faktor pidato pelantikannya sebagai Presiden Amerika
utama kesinambungan organisasi tetap dijaga, Serikat, “Ask what you can do for your country,
yakni: kaderisasi dan sifat demokrasi HMI. not your country can do for you!”. Artinya:
Cita-cita berdirinya HMI terakumulasi tanyakan apa yang dapat kamu berikan
dengan terus melahirkan kader-kader baru untuk negaramu, bukan menanyakan apa
HMI. Kader lama menghilang, kader baru yang dapat negaramu berikan untukmu!
muncul. Satu pergi, seribu datang. Kader-kader (dalam WHSA, 1961).
itu seperti telor emas yang menetas ketika
mereka menjadi alumni dan akan berkokok MEMERANGI KEMISKINAN,
di masanya nanti. Dengan kian banyaknya MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN
alumni HMI yang mengambil peran, sesuai Bila pada generasi pertama HMI
tujuan HMI di masa hidupnya, maka semakin (Himpunan Mahasiswa Islam), perjuangan

© 2016 by Minda Masagi Press in Bandung, West Java, Indonesia


ISSN 2443-2776 and website: www.insancita-islamicjournal.com
47
HARRY AZHAR AZIS,
Himpunan Mahasiswa Islam dan Kesejahteraan

bertumpu pada mempertahankan kemerdekaan Islam-an yang membebaskan (liberation


dan mengembalikan ideologi pada jalan force) dan memiliki keberpihakan yang jelas
lurus Konstitusi, baik pada era Revolusi terhadap kaum miskin (dhu’afa) dan kaum
Kemerdekaan, 1945-1950, maupun pada tertindas (mustadh’afin). Kendati begitu, kata
era Demokrasi Liberal dan Orde Lama, pertama yang harus diperangi untuk mencapai
1950-1965 (cf Sitompul, 2001:49-216 dan masyarakat adil dan makmur adalah kemiskinan
291-324; Effendy, 2011:106-206; dan Latif, (Madjid, 1999:119-136).
2012:461-465); dan pada generasi kedua Soerjono Soekanto (2003) menempatkan
HMI, perlawanan terhadap monopoli politik kemiskinan sebagai masalah sosial nomor
dan ekonomi di era Orde Baru, 1966-1998 satu, yang diikuti permasalahan sosial lainnya.
(cf Sitompul, 2001:325-522; Latif, 2012:503- Itu menunjukan bahwa kemiskinan adalah
722; dan Effendy, 2011:181-396); maka persoalan utama, sebab dalam kemiskinan
pada generasi ketiga HMI, perjuangannya tidak ada keadilan, apalagi kemakmuran
mengawal kebijakan pengelolaan negara di (Soekanto, 2003:365-394). Dalam konklusi
era Orde Reformasi, 1998 hingga sekarang, terekstrim, boleh juga dikatakan bahwa pada
menuju tujuan bernegara, masyarakat adil dan akhirnya, tidak ada negara apabila membiarkan
makmur, yang sesuai dengan tujuan organisasi atau memelihara kemiskinan (Budiardjo,
HMI (cf Effendy, 2011:397-447; dan PB 1992:38-49). Negara menjadi sia-sia, atau
HMI, 2013:2 dan 79). bahkan dapat dikatakan sebagai penindas, bila
Dengan demikian, bukan semata-mata kemiskinan masih terus merajalela di antara
HMI tampil membuktikan dirinya sebagai penduduknya.
kader umat dan kader bangsa, melainkan juga Jadi, manakala HMI ikut ambil bagian
tampak bahwa derap perjuangan antar generasi dalam gerakan mempertahankan kemerdekaan
di HMI merupakan bagian sekaligus cerminan Indonesia, maka dalam tarikan nafas yang
dari eksistensi dan perubahan di masyarakat. sama, artinya HMI secara definitif wajib
Mohamad Hatta (1979), Wakil Presiden memerangi kemiskinan didalam negara yang
Indonesia yang pertama, 1945-1956, pernah dipertahankannya ini. Islam – sebagai acuan
menyatakan: perjuangan HMI – mengajarkan bahwa
memberantas kemiskinan dapat melalui zakat,
[...] masyarakat tidak pernah diam, alias shodaqoh, dan infaq (Siroj, 2006:376 dan
senantiasa berubah. Pokok dari segala perubahan 377); sedangkan dalam tataran ber-negara
masyarakat ialah perjuangan manusia untuk
hidup dan untuk mencapai penghidupan
dikenalkan istilah “pajak”, yang intinya sama
yang lebih baik dari pada yang sudah didapat. saja, yakni memberantas kemiskinan untuk
Manusia tidak putus berusaha memperbaiki menuju masyarakat adil dan makmur (Siroj,
syarat hidupnya (Hatta, 1979:51). 2006:377-378).
Kendati penarikan dan pengelolaan
Sampai saat ini, definisi dan ukuran spesifik pajak oleh negara dapat dijadikan salah satu
kemakmuran tidak pernah dirumuskan secara instrumen pemberantasan korupsi, namun
universal dan tegas. Tiap lembaga negara, atau setelah melihat beberapa karya ahli ilmu
para akademisi, memiliki definisinya masing- hukum dan politik, pada tahun 1970-an,
masing, dan tidak ada definisi negara yang Juergen Habermas, anggota paling terkenal
dituangkan dalam bentuk Undang-Undang. Di dari Mazhab Frankfurt generasi kedua di
dalam rumusan HMI (Himpunan Mahasiswa bidang penelitian sosial, memandang bahwa
Islam), situasinya sama. Pasal 9 Anggaran negara tidak akan mampu melindungi
Dasar HMI, misalnya, hanya menyatakan rakyat dari ekses terburuk suatu krisis dalam
bahwa HMI merupakan alat perjuangan ekonomi kapitalis, karena kemampuannya
untuk mentransformasikan nilai-nilai ke- mengumpulkan pajak untuk mendukung

© 2016 by Minda Masagi Press in Bandung, West Java, Indonesia


48 ISSN 2443-2776 and website: www.insancita-islamicjournal.com
INSANCITA:
Journal of Islamic Studies in Indonesia and Southeast Asia, 1(1) February 2016

program kesejahteraan sangatlah terbatas langsung diterima Allah SWT.


(dalam Hart, 2002). Hal ini sebagaimana diterangkan oleh Imam
Bagi Juergen Habermas, hal itu Muhammad bin Ismail al-Bukhari (2012),
memperlihatkan adanya batas keabsahan yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad
negara, karena semakin ia (negara) tidak SAW telah bersabda kepada sahabat Mu’adz
mampu melindungi rakyat dari krisis ekonomi, bin Jabal RA (Radhiallahu Anhu), saat
maka semakin sedikit jaminan keabsahan yang diutus untuk berdakwah ke Yaman, dengan
bisa diperoleh negara (dalam Hart, 2002:213). menyatakan: “Dan waspadalah terhadap doa
Maka, kalau begitu, negara bukan semata- orang yang terzalimi. Karena tidak ada hijab
mata harus memaksimalkan instrumen pajak, (penghalang) antara doanya itu dengan Allah
melainkan juga mesti mewujudkan sistem, baik SWT” (dalam al-Bukhari, 2012).
struktur maupun kultur, yang memberantas Jadi, berhati-hatilah siapa pun yang telah
kemiskinan. bernasab untuk membayar zakat, namun
Yusuf Qardhawi, sebagaimana yang dikutip tidak membayarnya. Sebab, bukan saja orang
oleh Muhammad Bagir al-Habsyi (2002) kaya yang tidak mau membayar pajak atau
mengemukakan Hadits dari Nabi Muhammad zakat harus diperangi, atau kini dipenjarakan,
SAW (Salallahu ‘Alaihi Wassalam), yang karena mereka ikut melestarikan kemiskinan,
bersabda: “Zakat diambil dari orang-orang melainkan juga bukan tidak mungkin
kaya mereka, untuk diberikan kepada kaum mendorong orang-orang miskin yang terzalimi
fakir-miskin mereka”. Lalu, Hadits dari Nabi sehingga mendoakan hal-hal buruk kepadanya.
Muhammad SAW selanjutnya menyatakan, Dalam Islam, kemiskinan berdekatan
“Tiada kewajiban sedekah (zakat), kecuali dengan kekufuran. Kufur artinya menutup,
bagi pemilik kekayaan” (dalam al-Habsyi, karena pada orang miskin tertutup pintu
2002:281-282). keadilan dan kemakmuran (Shihab, 2000:450).
Menurut Muhammad Bagir al-Habsyi Bukan saja tertutup dari beroleh kesehatan
(2002:273), dalam Al-Qur’an, kata “zakat” dan tertutup dari mendapat kecerdasan serta
disebutkan sebanyak tiga puluh dua kali, tertutup dari kemampuan beroleh kebutuhan
diantaranya dalam firman Allah SWT dasarnya, melainkan juga kemiskinan dan –
(Subhanahu Wa-Ta’ala) didalam Al-Qur’an, terutama – kekufuran artinya tertutup dari
surah Al-Baqarah, ayat 43: “[...] dirikanlah ruang-ruang sosial, apalagi politik. Seperti
shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku-lah orang yang terpojok, maka bagi orang miskin
bersama orang-orang yang ruku” (cf Depag RI, hanya ada satu pilihan: maju, melawan atau
1982/1983; dan al-Habsyi, 2002:273). Jika berontak.
melihat sejarah Islam di masa khalifah, terkuak Itu sebabnya, Amartya Sen, peraih Nobel
bahwa mereka yang telah cukup nasabnya, tahun 1998 dalam bidang ekonomi asal
tetapi tidak mau membayarnya, diperangi India, menyatakan bahwa saudara kembar
(Anam, 2013). kemiskinan itu adalah kericuhan dan
Dengan demikian, zakat atau pajak pemberontakan (cf Faz, 2007; dan Sen, 2007).
merupakan alat para pemimpin negara untuk Uang IDR (Rupiah Indonesia) 20,000 saja
memerangi kemiskinan (Shihab, 2000:456- yang diberikan, rentan membuat ratusan orang
457). Itu dilakukan lantaran kemiskinan miskin berebut dan sebagian mati terinjak-
merupakan musuh negara (cf Shihab, injak. Mungkin, bagi sebagian mereka, lebih
2000:449-458; dan Schroder, 2010:399 dan baik mati daripada hidup miskin. Fenomena
409). Apabila pemimpin tidak peduli, atau ini, dalam kadar tertentu, mirip dengan situasi
tidak mampu memberantas kemiskinan, maka perang kemerdekaan Indonesia (1945-1950),
pemimpin itu telah mendurhakai rakyatnya. yang memekikkan dan mempraktekan motto
Padahal, doa orang miskin dan tertindas “Merdeka atau Mati!”.

© 2016 by Minda Masagi Press in Bandung, West Java, Indonesia


ISSN 2443-2776 and website: www.insancita-islamicjournal.com
49
HARRY AZHAR AZIS,
Himpunan Mahasiswa Islam dan Kesejahteraan

Soekarno (1965), Presiden Indonesia www.antaranews.com (10/10/2014)


pertama, 1945-1965; dan Mohamad Hatta mengabarkan bahwa betapa pun terdapat
(2005), Wakil Presiden Indonesia pertama, penurunan angka kemiskinan dari 23.4 persen
1945-1956, sebagaimana yang tertera pula pada tahun 1999 menjadi 11.4 persen pada
dalam Teks Pembukaan UUD (Undang- bulan Maret 2014, akan tetapi ketimpangan
Undang Dasar) 1945, menegaskan bahwa sosial telah meningkat tajam sejak pemulihan
hanya dengan pintu gerbang kemerdekaan, dari krisis keuangan Asia. Gini Index Indonesia
maka kita akan mampu menuju masyarakat meningkat dari angka 0.30 pada tahun 2000
adil dan makmur. Secara tidak langsung, menjadi 0.41 pada tahun 2013. Perkembangan
Bung Karno – sapaan Soekarno – dan terakhir angka Gini, rasio tadi tampak
Bung Hatta – panggilan Mohamad Hatta – kian jauh saja dari angka 0, sekaligus kian
hendak mengatakan bahwa dengan merdeka, mendekati angka 1 (dalam www.antaranews.
kemungkinan besar, kemiskinan dapat com, 10/10/2014).
dienyahkan (Soekarno, 1965; dan Hatta, 2005 Artinya, kondisi perekonomian Indonesia
dan 2012). mutakhir kian jauh dari keadaan seluruh
Jadi, itulah keharusan dan idaman dari kekayaan negara dimiliki secara sama
makna Indonesia merdeka. Sebab, semakin rata oleh seluruh penduduknya, sekaligus
luas kemiskinan, maka efek lanjutannya yang semakin mendekati keadaan dimana seluruh
negatif akan bertubi-tubi, diantaranya semakin kekayaan negara dikuasai oleh seseorang atau
jauh dari kemakmuran, semakin dekat pada sekelompok orang saja. Singkat kata, orang
rasa tidak aman, dan semakin tidak stabil miskin yang menderita di negeri ini semakin
negara, hingga pada akhirnya, sama artinya banyak.
dengan belum merdeka dalam pengertian yang Ketika keadaan perekonomiannya seperti
seluas-luasnya. itu, maka bukan sesuatu yang mengada-
Dalam situasi semacam itu, orang kaya ada, bahkan tidak pula bertendensi – dalam
merasa was-was hidup dan bertempat tinggal pengertian negatif – hendak menentang
di dalam negara dan berdekatan dengan arus besar (mainstream) demokrasi, ketika
masyarakat miskin. Akhirnya, sesama orang bertanya: sebenarnya, apa faedah dari
kaya cenderung membentuk pulau yang jauh demokrasi didalam masyarakat yang keadaan
dari lautan kemiskinan. Negara pun hancur masyarakat miskinnya kian bertambah? Sebab,
akibat kian bertambahnya orang miskin di masyarakat yang jumlah orang miskinnya
(Chaldun, 1962:168-173). Dengan demikian, semakin banyak, demokrasi (pemilihan
pembangunan menjadi tidak ada artinya langsung) cenderung menjadi peristiwa
manakala orang miskin, hampir miskin atau primitif dan tidak substansial. Dalam situasi
sangat miskin, semakin bertambah (Atmoko, semacam itu, orang miskin memberi suara
2014; dan Susanti et al., 2015). karena politik instan, yaitu politik uang (money
Kondisi pembangunan yang membuat politic).
orang miskin semakin miskin dan orang kaya Dalam sistem ekonomi uang, sulit
bertambah kaya (the rich become richer and the dipungkiri bahwa sejumlah orang miskin
poor become poorer), diukur dengan coefficient memerlukan uang yang bersifat segera,
Gini Ratio. Rasio ini dihitung mulai dari sedangkan para politisi, calon pemimpin
angka 0, yang artinya seluruh kekayaan negara negara, membutuhkan suara. Maka, tidak
dimiliki sama rata oleh seluruh penduduk, jarang orang miskin “menjual suaranya”
hingga ke angka 1 yang artinya seluruh untuk beroleh uang, sedangkan para politisi,
kekayaan negara hanya dikuasai oleh seseorang calon pemimpin negara, “membeli suara
atau sekelompok orang (Tarigan, 2004). orang miskin” agar beroleh suara dan menjadi
Dalam konteks Indonesia kontemporer, pemimpin negara. Artinya, hak suara pemilih

© 2016 by Minda Masagi Press in Bandung, West Java, Indonesia


50 ISSN 2443-2776 and website: www.insancita-islamicjournal.com
INSANCITA:
Journal of Islamic Studies in Indonesia and Southeast Asia, 1(1) February 2016

dalam arena demokrasi sebagai harga untuk dan lulusan SD (Sekolah Dasar) dan putus
harapan hidup yang lebih baik, harga menuju sekolah adalah 29.70 persen. Laju penganggur
kesejahteraan, dan harga untuk memberantas lulusan PT bentuk lainnya, seperti Akademi,
kemiskinan, dikanvaskan oleh politik uang. sebanyak 61,007 orang pada tahun 1989 dan
Pintu kecerdasan yang tertutup, akibat 241,413 pada tahun 1995.
kemiskinan dan kekufuran, berkontribusi dan Persentase pertumbuhan penganggur
membuat suara yang dimiliki oleh seorang lulusan Universitas terhadap total angkatan
penduduk miskin dipergunakan agar bisa kerja menempati posisi tertinggi kedua setelah
makan untuk hari ini dan esok, namun lulusan SMA (Sekolah Menengah Atas), yakni:
mengabaikan faedah-faedah lainnya dalam 10.93 persen tahun 1989 (SMA = 16.87
jangka waktu – setidak-tidaknya – 5 tahun persen) dan 12.36 persen tahun 1995 (SMA
masa kepemimpinan para pemimpin negara. = 18.09 persen). Sejak 1997 sampai 2004,
Tampak bahwa tidak ada kecocokan antara jumlah penganggur terbuka di Indonesia
harga (uang yang diperoleh si miskin) dengan terus menanjak, dari 4.18 juta jiwa menjadi
suara yang diberikannya dalam pemilihan kurang lebih 11.35 juta jiwa. Sebagian besar
langsung. Sebab, di satu pihak, nilai suara yang diantaranya dialami generasi usia muda
diberikannya berlaku selama 5 tahun untuk (Saripudin, 2010:128).
politisi yang memperoleh suara; sedangkan di Artinya, sebagian besar angkatan muda
pihak lain, uang yang diperoleh si miskin dari negeri ini termasuk dalam kelompok angka
praktik “jual suara” habis seketika atau habis penganggur terbuka dan tidak memiliki
dalam beberapa hari saja. pekerjaan sama sekali. Kehidupan mereka
Itulah sebabnya, rasional belaka menjadi beban bagi orang lain. Data tahun
manakala muncul anggapan bahwa 2001 memperlihatkan jumlah penganggur
demokrasi yang dibangun dalam keadaan muda mencapai 6.1 juta jiwa (sekitar 76 persen
digerogoti kemiskinan tidak akan memberi dari keseluruhan jumlah penganggur). Tingkat
manfaat apa-apa selama demokrasi tidak penganggur pada kelompok usia muda sekitar
menghasilkan pemimpin negara yang concern 15 persen di daerah pedesaan dan 25 persen di
(memperhatikan) dan mampu memerangi perkotaan.
kemiskinan, sekaligus mewujudkan masyarakat Selanjutnya, sebagian dari mereka yang
yang sejahtera. menganggur di Tanah Air itu pergi ke negara
Berdasarkan data dari suratkabar Koran lain untuk beroleh pekerjaan, meski harus
Sindo (16/9/2015), di Indonesia banyak bersedia menerima resiko dipermalukan,
penduduk yang miskin disebabkan faktor disiksa, diperbudak, dan diperkosa
ketiadaan pekerjaan. Dalam pertautan antara (Balitbanginfo, 2014:31-32). Sebagian lagi dari
pendidikan dan dunia kerja, Didin Saripudin mereka yang tidak mendapat pekerjaan tetap
(2010) mengemukakan bahwa kira-kira dalam menjadi pengangguran, yang memerangkap
15 tahun terakhir di Tanah Air, tampak bahwa mereka dalam kemiskinan. Pada pihak yang
para lulusan universitas semakin banyak yang lain, khususnya para penyelenggara negara,
menganggur. seperti membiarkan begitu saja kenyataan itu.
Berpijak dari sejumlah data yang Padahal, mereka (orang-orang miskin yang
dikumpulkan, Didin Saripudin (2010) bekerja ke luar negeri) pergi tanpa bantuan,
selanjutnya menerangkan bahwa pada tahun bahkan malah rela diperas oleh oknum
1989 dan 1995, laju peningkatan jumlah pejabat atau pegawai negara, agar bisa bekerja,
penganggur lulusan PT (Perguruan Tinggi) sehingga keluar dari belenggu kemiskinan.
adalah 22.73 persen per tahun, SLTP (Sekolah Mereka pergi ke luar negeri juga karena
Lanjutan Tingkat Pertama) dan SLTA (Sekolah Indonesia tidak mampu menyediakan lapangan
Lanjutan Tingkat Atas) adalah 14.97 persen; pekerjaan.

© 2016 by Minda Masagi Press in Bandung, West Java, Indonesia


ISSN 2443-2776 and website: www.insancita-islamicjournal.com
51
HARRY AZHAR AZIS,
Himpunan Mahasiswa Islam dan Kesejahteraan

Dalam hal ini, pegawai negara telah Di Indonesia, program penanggulangan


lama diwacanakan sebagai penghambat kemiskinan seperti BLT (Bantuan Langsung
pertumbuhan lapangan kerja, yang terkenal Tunai) untuk orang miskin, ianya baru
dengan perkataan sarkasme, “kalau bisa diberikan ketika terjadi kenaikan harga BBM
dipersulit, kenapa mesti dipermudah?”. Para atau Bahan Bakar Minyak (BEM UI, 2012).
pegawai negara itu sesungguhnya pelaksana Selain itu, manakala ada pendatang yang mati
dari pemegang kebijakan negara, atau disebut kelaparan di Jakarta, maka bukannya dianggap
juga pejabat negara, yang setelah reformasi, sebagai tanggungjawab negara, melainkan
dipilih melalui sistem dan demokrasi, kembali malah “dinyanyikan” lagu: “siapa suruh datang
kepada siklus demokrasi dalam lautan Jakarta, sendiri datang sendiri rasa?”.
kemiskinan. Pada alam pemikiran seperti itu, kemiskinan
Lantaran pemegang kebijakan negara diperlakukan sebagai urusan individual
dikendalikan oleh para pejabat negara yang (sebagai urusan orang yang mengalaminya
dipilih melalui sistem dan demokrasi, maka sendiri), dan bukan disikapi sebagai urusan
di samping melalui kebijakan zakat dan/atau negara dan publik. Dalam bentuk pertanyaan
pajak, sesungguhnya kebijakan negara yang retorik, orang-orang yang hidup di alam
mempermudah penciptaan lapangan kerja pemikiran semacam itu akan menyampaikan
merupakan tugas pokok mereka (Shihab, ujaran picik, yakni: “siapa suruh menjadi orang
2000:452 dan 457-458). Kunci pemberantasan miskin?”.
kemiskinan dapat dilakukan dengan memberi
pekerjaan dan berpendapatan kepada KESIMPULAN 1
pengangguran. Bila 1 penganggur memperoleh Akhirnya, pada saat kita kembali
pekerjaan, dengan dependency ratio 4.5, maka memperingati hari lahirnya HMI (Himpunan
4.5 orang miskin berubah menjadi tidak Mahasiswa Islam), marilah kita merenung
miskin. dan sungguh-sungguh merealisasikan cita-
Artinya, para pejabat negara harus mampu cita HMI. Kita patut bertanya, setelah 68
merumuskan anggaran dan kebijakan tahun berdiri dan ikut mengawal perjalanan
sedemikian rupa agar dengan pola anggaran pencapaian tujuan berbangsa dan bernegara,
yang tersedia, mampu sebanyak-banyaknya yang sesuai dengan tujuan HMI, sejauh mana
menciptakan lapangan kerja baru. Dengan tujuan itu telah tercapai? HMI telah berhasil
demikian, tujuan dan target dari rumusan ikut mempertahankan kemerdekaan negara.
anggaran dan kebijakan negara adalah HMI juga telah berhasil ikut meluruskan
memperbanyak jumlah orang miskin yang pelaksanaan ideologi dan Konstitusi negara.
berubah menjadi tidak miskin, sehingga posisi Kini, HMI ditantang untuk terus
ekonomi orang miskin naik menjadi orang menentang kebijakan negara yang
yang hidup sejahtera. menguntungkan sejumlah penduduk kaya saja,
Bila melihat negara-negara maju, seperti
Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa, 1
Makalah ini, sebelum dikemas-kini dan diedit-ulang
tampak bahwa orang miskin dibantu dan dalam bentuknya sekarang, merupakan Naskah Pidato saya
dalam Acara Dies Natalis HMI (Himpunan Mahasiswa Islam)
dijamin oleh negara secara permanen melalui yang ke-68, yang diselenggarakan di Jakarta, pada tanggal 5
program welfare atau kesejahteraan (Mishra, Februari 2015. Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada
2000). Ibaratnya, di negara-negara itu Mi’raj Dodi Kurniawan, alumni HMI Cabang Bandung dan
sekarang sebagai Mahasiswa S-2 di Program Studi Pendidikan
tidak boleh terjadi orang miskin yang mati Sejarah SPs UPI (Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan
kelaparan. Orang miskin bukan saja diberikan Indonesia) di Bandung, yang telah mengedit ulang makalah
rumah penampungan, melainkan juga dijamin ini, terutama sekali dengan melengkapi Referensinya. Walau
bagaimanapun, seluruh isi dan interpretasi dalam makalah
dengan asuransi kesehatan, dan dipermudah ini, sepenuhnya adalah tanggungjawab akademik saya secara
dalam memperoleh akses atas jaminan tersebut. pribadi.

© 2016 by Minda Masagi Press in Bandung, West Java, Indonesia


52 ISSN 2443-2776 and website: www.insancita-islamicjournal.com
INSANCITA:
Journal of Islamic Studies in Indonesia and Southeast Asia, 1(1) February 2016

serta mengarahkan dan mengawal kebijakan Studi Gerakan BEM UI [Badan Eksekutif Mahasiswa
yang mampu mengangkat penduduk miskin Universitas Indonesia].
Budiardjo, Miriam. (1992). Dasar-dasar Ilmu Politik.
menjadi sejahtera. Kita selalu diajarkan di Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
HMI untuk memberikan yang terbaik dari kita Chaldun, Ibn. (1962). Filsafat Islam tentang Sedjarah:
untuk bangsa dan negara. Maka, berikanlah, Pilihan dari Muqaddimah, Karangan Ibn Chaldun
karena dengan memberi yang terbaik, kita akan dari Tunis (1332-1406). Djakarta: Penerbit
memperoleh yang terbaik juga, baik di dunia Tintamas, Terdjemahan.
Depag RI [Departemen Agama Republik Indonesia].
maupun di akhirat. Semoga HMI, seperti (1982/1983). Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta:
kata-kata bersayap dari Penglima Besar Jenderal Departemen Agama Republik Indonesia.
Soedirman pada masa revolusi Indonesia, Effendy, Bahtiar. (2011). Islam dan Negara: Transformasi
senantiasa menjadi “Harapan Masyarakat Gagasan dan Praktik Politik Islam di Indonesia.
Islam” dan “Harapan Masyarakat Indonesia”.2 Jakarta: Yayasan Abad Demokrasi, edisi digital.
Faz, Ahmad Thoha. (2007). Titik Ba: Paradigma
Revolusioner dalam Kehidupan dan Pembelajaran.
Bandung: Penerbit Mizan.
Hart, K. (2002). “Jacques Derrida” dalam Peter Beilharz
Referensi [ed]. Teori-teori Sosial: Observasi Kritis terhadap
para Filosof Terkemuka. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
Terjemahan.
al-Bukhari, Imam Muhammad bin Ismail. (2012). Sahih Hatta, Mohamad. (1979). Pengantar ke Jalan Ilmu dan
Al-Bukhari. Jakarta: Pustaka Sunnah, Terjemahan. Pengetahuan. Jakarta: Penerbit Mutiara.
al-Habsyi, Muhammad Bagir. (2002). Fiqih Praktis: Hatta, Mohamad. (2005). Indonesia Merdeka (Indonesie
Menurut Al-Qur’an, As-Sunnah, dan Pendapat Para Vrij). Yogyakarta: Aditya Media dan PUSTEP UGM.
Ulama. Bandung: Penerbit Mizan, Terjemahan. Hatta, Mohamad. (2012). Ke Arah Indonesia Merdeka.
Anam. (2013). “Ketegasan Abu Bakar Soal Zakat”. Jakarta: Yayasan Hatta.
Tersedia secara online juga di: http://www.nu.or.id/ Koran Sindo [suratkabar]. Jakarta, Indonesia: 16
a,public-m,dinamic-s,detail-ids,51-id,46384-lang,id- September 2015.
c,hikmah-t,Ketegasan+Abu+Bakar+Soal+Zakat-.phpx Latif, Yudi. (2012). Intelegensia Muslim dan Kuasa:
[diakses di Jakarta, Indonesia: 30 Oktober 2015]. Genealogi Intelegensia Muslim Indonesia Abad ke-20.
Atmoko, Citro. (2014). “Masalah Ketimpangan Masih Jakarta: Yayasan Abad Demokrasi, edisi digital.
Jadi Isu Besar”. Tersedia secara online juga di: http:// Lunandi, A.G. (1987). Pendidikan Orang Dewasa.
www.antaranews.com/berita/458001/masalah- Jakarta: Penerbit Gramedia.
ketimpangan-masih-jadi-isu-besar [diakses di Jakarta: Madjid, M. Nurcholish. (1992). Islam Doktrin dan
30 Oktober 2015]. Peradaban: Sebuah Telaah Kritis Masalah Keimanan,
Balitbanginfo [Badan Penelitian, Pengembangan, dan Kemanusiaan, dan Kemodernan. Jakarta: Yayasan
Informasi]. (2014). Data dan Informasi Penempatan Wakaf Paramadina.
Tenaga Kerja Luar Negeri. Jakarta: Kementerian Madjid, M. Nurcholish. (1999). Islam: Doktrin dan
Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. Peradaban. Jakarta: Yayasan Abad Demokrasi, edisi
Barton, Greg. (1999). Gagasan Islam Liberal di Indonesia: digital.
Pemikiran Neo-Modernisme Nurcholish Madjid, Malik, Kholis. (2002). Konflik Ideologi: Kemelut Asas
Djohan Effendi, Ahmad Wahib, dan Abdurrahman Tunggal di Tubuh HMI. Yogyakarta: Insani Press.
Wahid. Jakarta: Paramadina dan Pustaka Antara, Mishra, Ramesh. (2000). Globalization and the Welfare
Terjemahan. State. London: McMillan.
Barton, Greg. (2003). Biografi Gus Dur: The Authorized PB HMI [Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam].
Biography of Abdurrahman Wahid. Yogyakarta: (2013). Hasil-hasil Kongres Himpunan Mahasiswa
Penerbit LKiS, Terjemahan. Islam ke-XVIII. Jakarta: Pengurus Besar Himpunan
BEM UI [Badan Eksekutif Mahasiswa]. (2012). Kajian Mahasiswa Islam.
Energi, Bagian 1: BBM. Jakarta: Pusat Kajian dan Piliang, Yasraf Amir. (2011a). Bayang-Bayang Tuhan:
Agama dan Imajinasi. Jakarta: Mizan Publika.
2
Pernyataan: Dengan ini saya menyatakan bahwa maka- Piliang, Yasraf Amir. (2011b). Dunia yang Dilipat:
lah ini, beserta seluruh isinya, adalah benar-benar karya saya Tamasya Melampaui Batas-batas Kebudayaan.
sendiri. Saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan Bandung: Penerbit Matahari.
dengan cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang
Rachman, Budhy Munawar. (2011). Ensiklopedi
berlaku dalam masyarakat akademik. Makalah ini juga belum
direviu dan belum diterbitkan oleh jurnal ilmiah lain.
Nurcholish Madjid: Jilid 2, H-L. Jakarta: Yayasan

© 2016 by Minda Masagi Press in Bandung, West Java, Indonesia


ISSN 2443-2776 and website: www.insancita-islamicjournal.com
53
HARRY AZHAR AZIS,
Himpunan Mahasiswa Islam dan Kesejahteraan

Abad Demokrasi, edisi digital. dipresentasikan dalam Latihan Kader II Tingkat


Robbins, Stephen P. (2001). Psikologi Organisasi. Jakarta: Nasional HMI [Himpunan Mahasiswa Islam]
Penerbit Prenhallindo, Terjemahan. Cabang Malang, Jawa Timur, pada hari Senin,
Saptaningrum, Indriaswati D. (2011). “Sebuah Jerat tanggal 20 Juni. Tersedia secara online juga
Bernama Masa Lalu” dalam AZASI: Majalah Analisis di: http://www.malang.hmi.or.id/wp-content/
Dokumentasi dan Hak Azasi Manusia, Edisi Maret – uploads/2013/06/Refleksi-63-Tahun-Perjuangan-
April. Jakarta: Penerbit ELSAM [Lembaga Studi dan HMI-Agus-Salim-Situmpul.pdf [diakses di Jakarta,
Advokasi Masyarakat]. Indonesia: 30 Oktober 2015].
Saripudin, Didin. (2010). Interpretasi Sosiologis dalam Soekanto, Soerjono. (2003). Sosiologi: Suatu Pengantar.
Pendidikan. Bandung: Karya Putra Darwati. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Schroder, Peter. (2010). Strategi Politik. Jakarta: Soekarno. (1965). Di Bawah Bendera Revolusi: Djilid
Friedrich-Naumann-Stiftung Fuer die Freiheit, Kedua. Djakarta: Panitia Penerbit Di Bawah Bendera
Terjemahan. Revolusi.
Sen, Amartya. (2007). Kekerasan dan Ilusi tentang Susanti, Inda et al. (2015). “Jumlah Rakyat Miskin
Identitas. Tangerang: Marjin Kiri, Terjemahan. Melonjak”. Tersedia secara online juga di: http://
Shaleh, Hasanuddin M. (1996). HMI dan Rekayasa nasional.sindonews.com/read/1045172/149/jumlah-
Asas Tunggal Pancasila. Yogyakarta: Kelompok Studi rakyat-miskin-melonjak-1442372620 [diakses di
Lingkaran. Jakarta, Indonesia: 30 Oktober 2015].
Shihab, M. Quraish. (2000). Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Susanto, Eko Harry. (2014). “Media, Baru, Kebebasan
Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung: Informasi, dan Demokrasi di Kalangan Generasi
Penerbit Mizan. Muda”. Tersedia secara online juga di: http://journal.
Siroj, Said Aqil. (2006). Tasawuf sebagai Kritik Sosial: tarumanagara.ac.id/index.php/kidFik/article/
Mengedepankan Islam sebagai Inspirasi, Bukan viewFile/1246/1283 [diakses di Jakarta, Indonesia:
Aspirasi. Bandung: Penerbit Mizan. 30 Oktober 2015].
Sitompul, Agussalim. (1976). Sejarah Perjuangan HMI: Tanja, Victor. (1982). Himpunan Mahasiswa Islam:
Tahun 1947-1975. Surabaya: Penerbit Bina Ilmu. Sejarah dan Kedudukannya di Tengah Gerakan-
Sitompul, Agussalim. (1995). Historiografi HMI, 1947- gerakan Muslim Pembaharu di Indonesia. Jakarta:
1993. Jakarta: Penerbit Intermasa. Penerbit Sinar Harapan.
Sitompul, Agussalim. (2001). “Pemikiran HMI Tarigan, R. (2004). Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi.
(Himpunan Mahasiswa Islam) tentang Keislaman Jakarta: Bumi Aksara.
– Keindonesiaan, 1947-1997”. Disertasi Tidak WHSA [White House Signal Agency]. (1961).
Diterbitkan. Yogyakarta: Program Pascasarjana IAIN “Inaugural Address, 20 Januari 1961”. Tersedia
[Institut Agama Islam Negeri] Sunan Kalijaga. secara online juga di: http://www.jfklibrary.org/
Sitompul, Agussalim. (2010). “Refleksi 63 Tahun Asset-Viewer/BqXIEM9F4024ntFl7SVAjA.aspx
Perjuangan HMI, Mendiagnosa Lima Zaman [diakses di Jakarta, Indonesia: 30 Oktober 2015].
Perjalanan HMI: Suatu Tinjauan Historis dan www.antaranews.com [diakses di Jakarta, Indonesia: 10
Kritis terhadap Fase-fase Perjuangan HMI dalam Oktober 2014].
Menjawab Tantangan Masa Depan”. Makalah

© 2016 by Minda Masagi Press in Bandung, West Java, Indonesia


54 ISSN 2443-2776 and website: www.insancita-islamicjournal.com

Anda mungkin juga menyukai