Anda di halaman 1dari 4

PENDAHULUAN Kepesertaan BPJS Kesehatan bersifat wajib bagi

seluruh penduduk (Bappenas, 2015: 14).


Hak akan tingkat hidup yang memadai Kepesertaan BPJS Kesehatan terdiri atas 2 (dua)
untuk kesehatan dan kesejahteraan diri dan jenis, yaitu Peserta Penerima Bantuan Iuran
keluarga merupakan hak asasi manusia yang (PBI) yang terdiri dari fakir miskin dan orang
dapat dikembangkan melalui jaminan sosial tidak mampu; dan Peserta Bukan Penerima
berupa program jaminan kesehatan bagi seluruh Bantuan Iuran (Non PBI) yang terdiri dari
penduduk yang diselenggarakan melalui Pekerja Penerima Upah (PPU) dan anggota
mekanisme asuransi kesehatan sosial keluarganya, Pekerja Bukan Penerima Upah
(Kemenkes RI, 2015: 8). Jaminan sosial adalah (PBPU) dan anggota keluarganya, serta Bukan
salah satu bentuk perlindungan sosial untuk Pekerja (BP) dan anggota keluarganya (BPJS
menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi Kesehatan, 2015). Peserta Non PBI Mandiri
kebutuhan dasar hidupnya yang layak (UU RI BPJS Kesehatan merupakan peserta yang terdiri
Nomor 40 Tahun 2004). Jaminan sosial dari peserta Pekerja Bukan Penerima Upah
memiliki 5 (lima) jenis program, yaitu: 1) (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP)
jaminan kesehatan, 2) jaminan kecelakaan kerja, (Prawisudawati, 2014:2).
3) jaminan hari tua, 4) jaminan pensiun, dan 5) Cakupan kepesertaan BPJS Kesehatan di
jaminan kematian. Indonesia per Desember 2016 mencapai 66,46%
Jaminan kesehatan merupakan (Kemenkes RI, 2017: 345). Namun, Indonesia
kebutuhan dasar kesehatan utama yang sangat perlu meningkatkan cakupan kepesertaan BPJS
diperlukan oleh seluruh penduduk (Bappenas, Kesehatan mencapai 100% pada tahun 2019
2015:3). Jaminan kesehatan adalah jaminan (Bappenas, 2015:26). Sebagai salah satu provinsi
berupa perlindungan kesehatan agar peserta di Indonesia, Provinsi Jawa Timur memiliki
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan jumlah penduduk terbesar ke-2 (BPS Jawa
dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan Timur, 2017:1) yang memiliki cakupan
dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap kepesertaan BPJS Kesehatan mencapai 59,12%
orang yang telah membayar iuran atau iurannya (Kemenkes RI, 2017:345). Namun, Provinsi
dibayar oleh pemerintah. Pada tanggal 1 Januari Jawa Timur menjadi salah satu provinsi dengan
2014, program Ja minan Kesehatan Nasional penduduk Non Peserta BPJS Kesehatan yang
(JKN) secara resmi diimplementasikan untuk menempati peringkat ke-10 dari seluruh
memberi kan jaminan kesehatan (Bappenas, provinsi di Indonesia (Bappenas, 2015:29).
2015: 9). Sebagai kota terbesar ke-2 di Provinsi Jawa
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Timur, Kota Malang memiliki cakupan
(BPJS) adalah badan hukum yang dibentuk kepesertaan BPJS Kesehatan mencapai
untuk menyelenggarakan program jaminan 67,71% (Dinkes Kota Malang, 2017:36).
sosial (UU RI Nomor 24 Tahun 2011). BPJS Berdasarkan data dari seluruh kecamatan di
bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya Kota Malang, Kecamatan Klojen memiliki
pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan jumlah penduduk yang terendah di Kota
dasar hidup yang layak bagi setiap peserta Malang (BPS Kota Malang, 2017:35), justru
dan/atau anggota keluarganya. BPJS memiliki memiliki cakupan kepesertaan BPJS Kesehatan
2 (dua) ruang lingkup, yaitu BPJS Kesehatan yang tertinggi di Kota Malang yakni mencapai
dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan 9,05% pada kepesertaan Non PBI Mandiri
merupakan badan yang berfungsi untuk BPJS Kesehatan.
menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Secara teoritis, model perilaku kesehatan
Kepesertaan masyarakat dalam program JKN menurut Andersen & Newman terdiri atas 3
BPJS Kesehatan didefinisikan sebagai hasil dari (tiga) faktor (Andersen & Newman, 1973:14): 1)
bentuk adanya perubahan perilaku masyarakat predisposing factors meliputi aspek demografi
terhadap kesehatan (Widhiastuti, 2015:11). (umur, jenis kelamin, status perkawinan,
penyakit yang diderita masa lalu), struktur sosial
(pendidikan, pekerjaan, jumlah keluarga, ras,
dkk. (2006:633) dan Arat, dkk. (2016:2): 1)
etnik, agama, tempat tinggal, mobilitas), dan consequences, 2) timeline, 3) personal control, 4)
kepercayaan (nilai sehat sakit, sikap terhadap
treatment control, 5) identity, 6) concern, 7)
pelayanan kesehatan, pengetahuan tentang
understanding, dan 8) emotional response. Evaluasi
penyakit); 2) enabling factors meliputi aspek
kebutuhan atau penilaian klinik (evaluated)
keluarga (pendapatan, asuransi kesehatan,
merupakan penilaian klinis terhadap tingkat
sumber daya, akses terhadap sumber daya) dan
penyakit seseorang melalui diagnosa tenaga
komunitas (rasio tenaga kesehatan dan fasilitas
medis (Ilyas, 2006:37). Evaluasi kebutuhan
kesehatan, biaya pelayanan kesehatan,
(evaluated need) memiliki 3 indikator, yaitu: 1)
karakteristik wilayah negara, karakteristik
penilaian klinis terhadap tingkat penyakit, 2)
perkotaan pedesaan); dan 3) need factors
penentuan diagnosis penyakit oleh dokter, dan
meliputi persepsi kebutuhan (perceived need) dan
3) adanya hasil pemeriksaan kesehatan (Ilyas,
evaluasi kebutuhan (evaluated need).
2006:37).
Menurut hasil penelitian Ariska, dkk. Akses pelayanan kesehatan merupakan
(2016:1) menyatakan bahwa faktor yang prasyarat keberhasilan implementasi kebijakan
menjadi demand (permintaan) masyarakat program Jaminan Kesehatan Nasional di
terhadap kepesertaan pada Jaminan Kesehatan Indonesia, yaitu dalam hal perluasan
Nasional adalah jumlah anggota keluarga, masyarakat untuk menjadi peserta BPJS
pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, Kesehatan (Laksono, dkk., 2016:5). Akses
pendapatan, akses pelayanan kesehatan, dan pelayanan kesehatan juga dapat mempengaruhi
kebutuhan kesehatan. Sedangkan, menurut hasil cakupan kepemilikan jaminan kesehatan
penelitian Susilo (2015:1), faktor-faktor yang (Laksono, dkk., 2016:18). Akses pelayanan
berhubungan dengan kepesertaan BPJS kesehatan memiliki 2 (dua) sisi, yaitu sisi
Kesehatan secara mandiri adalah tingkat penawaran (supply side) dan sisi permintaan
pengetahuan, pendidikan, pendapatan, dan
(demand side) (UNICEF, 2014:22). Menurut
akses pelayanan kesehatan. Sehingga, dapat
Levesque, dkk. (2013:5), terdapat 5 (lima)
disimpulkan bahwa kebutuhan kesehatan dan
dimensi kemampuan masyarakat dari sisi
akses pelayanan kesehatan dapat mempengaruhi
permintaan (demand side): 1) kemampuan
kepesertaan BPJS Kesehatan. Faktor kebutuhan
menerima, 2) kemampuan mencari, 3)
merupakan prediktor terkuat dalam perubahan
kemampuan mencapai, 4) kemampuan
perilaku kesehatan (Manurung, 2008:80).
membayar, dan 5) kemampuan ikut serta.
Kesadaran dari dalam diri seseorang untuk
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan
berasuransi kesehatan dipengaruhi oleh faktor
di atas, dapat diketahui bahwa Kecamatan
kebutuhan (Sakinah, dkk., 2014: 244). Faktor
Klojen dengan jumlah penduduk yang terendah
kebutuhan merupakan kondisi kesehatan
justru memiliki cakupan kepesertaan BPJS
seseorang secara keseluruhan, seperti adanya
Kesehatan yang tertinggi di Kota Malang
penyakit kronis dan gejala penyakit yang
karena dipengaruhi oleh beberapa faktor.
dirasakan oleh seseorang (Li, 2016:3). Faktor
Sehingga, Kecamatan Klojen dapat dijadikan
kebutuhan terdiri atas 2 (dua) aspek, yaitu
sebagai kecamatan percontohan untuk
persepsi kebutuhan (perceived need) dan evaluasi
meningkatkan cakupan kepesertaan BPJS
kebutuhan (evaluated need) (Andersen, 1995:2). Kesehatan di seluruh kecamatan Kota Malang.
Persepsi kebutuhan atau penilaian individu Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti faktor-
(perceived) merupakan penilaian seseorang faktor yang berhubungan dengan kepesertaan
terhadap kondisi kesehatan yang sangat BPJS Kesehatan di Kecamatan Klojen Kota
dirasakan, besarnya ketakutan terhadap Malang terutama faktor kebutuhan kesehatan
penyakit, dan hebatnya rasa sakit yang diderita dan akses pelayanan kesehatan. Sehingga,
(Ilyas, 2006:37). Persepsi kebutuhan ( perceived peneliti akan melakukan penelitian
need) memiliki 8 indikator menurut Broadbent, mengenai“Hubungan Kebutuhan Kesehatan
dan Akses Pelayanan Kesehatan dengan Kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan di Kecamatan Klojen Kota Malang”.

Anda mungkin juga menyukai