Anda di halaman 1dari 6

ANEMIA DEF.

FE LIMFADENITIS
SUBYEKTIF
SUBYEKTIF
Keluhan:
Keluhan a. Pembengkakan kelenjar getah
1. Lemah bening
2. Lesu
3. Letih b. Demam
4. Lelah
c. Kehilangan nafsu makan
5. Penglihatan berkunang-kunang
6. Pusing d. Keringat berlebihan,
7. Telinga berdenging
8. Penurunan konsentrasi e. Nadi cepat
9. Sesak nafas
f. Kelemahan
Faktor Risiko g. Nyeri tenggorok dan batuk bila
1. Ibu hamil disebabkan oleh infeksi saluran
2. Remaja putri pernapasan bagian atas.
3. Status gizi kurang h. Nyeri sendi bila disebabkan oleh
4. Faktor ekonomi kurang penyakit kolagen atau penyakit
5. Infeksi kronik serum (serum sickness)
6. Vegetarian
OBYEKTIF Faktor Risiko:
1. Riwayat penyakit seperti tonsilitis
Pemeriksaan Fisik yang disebabkan oleh bakteri
1. Gejala umum
streptokokus, infeksi gigi dan gusi
yang disebabkan oleh bakteri
Pucat dapat terlihat pada: konjungtiva, anaerob.
mukosa mulut, telapak tangan, dan 2. Riwayat perjalanan dan pekerjaan
jaringan di bawah kuku. ke daerah endemis penyakit
2. Gejala anemia defisiensi besi tertentu, misalnya perjalanan ke
daerah-daerah Afrika dapat
a. Disfagia menunjukkan penyebab
limfadenitis adalah penyakit
b. Atrofi papil lidah Tripanosomiasis. Sedangkan pada
orang yang bekerja di hutan
c. Stomatitis angularis Limfadenitis dapat terkena
d. Koilonikia
Tularemia.
3. Paparan terhadap infeksi/kontak
Pemeriksaan Penunjang sebelumnya kepada orang dengan
1. Pemeriksaan darah: hemoglobin (Hb),
infeksi saluran nafas atas, faringitis
hematokrit (Ht), leukosit, trombosit, oleh Streptococcus, atau
jumlah eritrosit, morfologi darah tepi Tuberkulosis turut membantu
(apusan darah tepi), MCV, MCH, mengarahkan penyebab
MCHC, feses rutin, dan urin rutin. limfadenopati.
2. Pemeriksaan Khusus (dilakukan di
OBYEKTIF
layanan sekunder) :Serum iron, TIBC, Pemeriksaan Fisik
saturasi transferin, dan feritin serum.
1. Pembesaran kelenjar getah bening
ASSESMENT (KGB) leher bagian posterior
Nilai rujukan kadar hemoglobin normal (belakang) terdapat pada infeksi
menurut WHO: rubela dan mononukleosis. Sedangkan
pada pembesaran KGB oleh infeksi
1. Laki-laki: >13 g/dL virus, umumnya bilateral (dua sisi-
kiri/kiri dan kanan) dengan ukuran
2. Perempuan: >12 g/dL normal bila diameter 0,5cm, dan lipat
paha bila diameternya >1,5 cm
Perempuan hamil: >11 g/Dl dikatakan abnormal).
PLAN 2. Nyeri tekan bila disebabkan oleh
infeksi bakteri
sulfas ferrosus 3 x 200 mg (200 mg
mengandung 66 mg besi elemental). 3. Kemerahan dan hangat pada perabaan
mengarah kepada infeksi bakteri
sebagai penyebabnya
4. Fluktuasi menandakan terjadinya 3. Gejala nyeri kepala, mialgia,
abses
artralgia, nyeri retroorbital.
5. Bila disebabkan keganasan tidak
ditemukan tanda-tanda peradangan 4. Gejala gastrointestinal, seperti:
tetapi teraba keras dan tidak dapat
digerakkan dari jaringan sekitarnya. mual, muntah, nyeri perut
6. Pada infeksi oleh mikobakterium (biasanya di ulu hati atau di bawah
pembesaran kelenjar berjalan tulang iga)
mingguan- bulanan, walaupun dapat
mendadak, KGB menjadi fluktuatif
dan kulit diatasnya menjadi tipis, dan 5. Kadang disertai juga dengan gejala
dapat pecah. lokal, seperti: nyeri menelan,
7. Adanya tenggorokan yang merah, batuk, pilek.
bercak- bercak putih pada tonsil,
bintik-bintik merah pada langit-langit 6. Pada kondisi syok, anak merasa
mengarahkan infeksi oleh bakteri
streptokokus. lemah, gelisah, atau mengalami
8. Adanya selaput pada dinding penurunan kesadaran.
tenggorok, tonsil, langit-langit yang
sulit dilepas dan bila dilepas berdarah, 7. Pada bayi, demam yang tinggi
pembengkakan pada jaringan lunak dapat menimbulkan kejang.
leher (bull neck) mengarahkan kepada
infeksi oleh bakteri Difteri
Faktor Risiko
Pemeriksaan Penunjang
1. Sanitasi lingkungan yang kurang baik,
Pemeriksaan skrining TB: BTA Sputum, misalnya: timbunan sampah,
LED, Mantoux Test. timbunan barang bekas, genangan air
Laboratorium: Darah perifer lengkap yang seringkali disertai di tempat
tinggal pasien sehari-hari.
PLAN
2. Adanya jentik nyamuk Aedes aegypti
flucloxacillin 25 mg/kgBB empat kali pada genangan air di tempat tinggal
sehari. pasien sehari-hari.
Bila ada reaksi alergi terhadap antibiotik 3. Adanya penderita demam berdarah
golongan penisilin dapat diberikan dengue (DBD) di sekitar pasien.
cephalexin 25 mg/kg (sampai dengan 500
mg) tiga kali sehari atau eritromisin 15 OBYEKTIF
mg/ kg (sampai 500 mg) tiga kali sehari Tanda patognomonik untuk demam
DHF dengue

SUBYEKTIF 1. Suhu > 37,5 derajat celcius

Keluhan 2. Ptekie, ekimosis, purpura

1. Demam tinggi, mendadak, terus 3. Perdarahan mukosa


menerus selama 2 – 7 hari. 4. Rumple Leed (+)
2. Manifestasi perdarahan, seperti: Tanda Patognomonis untuk demam
bintik- bintik merah di kulit, berdarah dengue
mimisan, gusi berdarah, muntah
berdarah, atau buang air besar 1. Suhu > 37,5 derajat celcius
berdarah. 2. Ptekie, ekimosis, purpura
3. Perdarahan mukosa
4. Rumple Leed (+)
5. Hepatomegali
6. Splenomegali
7. Untuk mengetahui terjadi
kebocoran plasma, diperiksa tanda-
tanda efusi pleura dan asites.
8. Hematemesis atau melena
Pemeriksaan Penunjang :
1. Darah perifer lengkap, yang
menunjukkan:
a. Trombositopenia (≤
100.000/µL).
b. Kebocoran plasma yang MALARIA
ditandai dengan: SUBYEKTIF
Demam hilang timbul, pada saat demam
• peningkatan hematokrit (Ht) hilang disertai dengan menggigil,
≥ 20%dari nilai standar data berkeringat, dapat disertai dengan sakit
kepala, nyeri otot dan persendian, nafsu
• populasi menurut umur makan menurun, sakit perut, mual muntah,
dan diare.
• Ditemukan adanya efusi Faktor Risiko
pleura, asites 1. Riwayat menderita malaria
sebelumnya.
• Hipoalbuminemia, 2. Tinggal di daerah yang endemis
hipoproteinemia malaria.
3. Pernah berkunjung 1-4 minggu di
c. Leukopenia < 4000/μL. daerah endemik malaria.
2. Serologi Dengue, yaitu IgM dan 4. Riwayat mendapat transfusi darah.
IgG anti- Dengue, yang titernya OBYEKTIF
dapat terdeteksi setelah hari ke-5 1. Tanda Patognomonis
demam.
a. Pada periode demam:
PLAN • Kulit terlihat memerah,
teraba panas, suhu tubuh
meningkat dapat sampai di
atas 400C dan kulit kering.
• Pasien dapat juga terlihat
pucat.
• Nadi teraba cepat
• Pernapasan cepat
(takipneu)
b. Pada periode dingin dan
berkeringat:
• Kulit teraba dingin dan
berkeringat
• Nadi teraba cepat dan lemah.
• Pada kondisi tertentu bisa
ditemukan penurunan LEPTOSPIROSIS
kesadaran.
SUBYEKTIF
2. Kepala : Konjungtiva anemis,
sklera ikterik, bibir sianosis, dan Demam disertai menggigil, sakit kepala,
pada malaria serebral dapat anoreksia, mialgia yang hebat pada betis,
ditemukan kaku kuduk. paha dan pinggang disertai nyeri tekan.
Mual, muntah, diare dan nyeri abdomen,
3. Toraks : Terlihat pernapasan cepat. fotofobia, penurunan kesadaran
4. Abdomen : Teraba pembesaran OBYEKTIF
hepar dan limpa, dapat juga
ditemukan asites. Pemeriksaan Fisik
5. Ginjal : Dapat ditemukan urin 1. Febris
berwarna coklat kehitaman,
oligouri atau anuria. 2. Ikterus

6. Ekstermitas : Akral teraba dingin 3. Nyeri tekan pada otot


merupakan tanda-tanda menuju 4. Ruam kulit
syok
5. Limfadenopati
Pemeriksaan Penunjang
6. Hepatomegali dan splenomegali
1. Pemeriksaan hapusan darah tebal
dan tipis ditemukan parasit Plasmodium. 7. Edema
2. Rapid Diagnostic Test untuk 8. Bradikardi relatif
malaria (RDT).
9. Konjungtiva suffusion
PLAN
10. Gangguan perdarahan berupa petekie,
1. Lini pertama: dengan Fixed Dose purpura, epistaksis dan perdarahan
Combination (FDC) yang terdiri dari gusi
Dihydroartemisinin (DHA) +
Piperakuin (DHP) tiap tablet 11. Kaku kuduk sebagai tanda meningitis
mengandung 40 mg
Dihydroartemisinin dan 320 mg ASSESMENT
Piperakuin. Untuk dewasa dengan
Berat Badan (BB) sampai dengan 59 Pemeriksaan Penunjang
kg diberikan DHP per oral 3 tablet
satu kali per hari selama 3 hari dan Pemeriksaan Laboratorium
Primakuin 2 tablet sekali sehari satu 1. Darah rutin: jumlah leukosit antara
kali pemberian, sedangkan untuk BB 3000- 26000/μL, dengan pergeseran ke
> 60 kg diberikan 4 tablet DHP satu kiri, trombositopenia yang ringan terjadi
kali sehari selama 3 hari dan pada 50% pasien dan dihubungkan dengan
Primaquin 3 tablet sekali sehari satu gagal ginjal.
kali pemberian. Dosis DHA = 2-4
mg/kgBB (dosis tunggal), Piperakuin 2. Urin rutin: sedimen urin (leukosit,
= 16-32 mg/kgBB (dosis tunggal), eritrosit, dan hyalin atau granular) dan
Primakuin = 0,75 mg/kgBB (dosis proteinuria ringan, jumlah sedimen
tunggal). eritrosit biasanya meningkat.
2. Lini kedua (pengobatan malaria PLAN
falsiparum yang tidak respon terhadap
pengobatan DHP): Kina + Pengobatan suportif dengan observasi
Doksisiklin/ Tetrasiklin + Primakuin. ketat untuk mendeteksi dan mengatasi
Dosis kina = 10 mg/kgBB/kali keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan
(3x/hari selama 7 hari), Doksisiklin = dan gagal ginjal sangat penting pada
3,5 mg/kgBB per hari ( dewasa, leptospirosis.
2x/hari selama7 hari), 2,2
mg/kgBB/hari ( 8-14 tahun, 2x/hari Pemberian antibiotik harus dimulai secepat
selama 7 hari), T etrasiklin = 4-5 mungkin.Pada kasus- kasus ringan dapat
mg/kgBB/kali (4x/hari selama 7 hari). diberikan antibiotik oral seperti
doksisiklin, ampisilin, amoksisilin atau
eritromisin. Pada kasus leptospirosis berat
diberikan dosis tinggi penisilin injeksi.
3. Pemasangan infus, cairan plasma
expander (Dextran) merupakan pilihan
REAKSI ANAFILAKTIK utama guna dapat mengisi volume
intravaskuler secepatnya. Jika cairan
SUBYEKTIF tersebut tak tersedia, Ringer Laktat atau
Gambaran atau gejala klinik suatu reaksi NaCl fisiologis dapat dipakai sebagai
anafilakis berbeda-beda gradasinya sesuai cairan pengganti. Pemberian cairan infus
berat ringannya reaksi antigen-antibodi sebaiknya dipertahankan sampai tekanan
atau tingkat sensitivitas seseorang, namun darah kembali optimal dan stabil.
pada tingkat yang berat barupa syok 4. Adrenalin 0,3 – 0,5 ml dari larutan
anafilaktik gejala yang menonjol adalah 1 : 1000 diberikan secara intramuskuler
gangguan sirkulasi dan gangguan respirasi. yang dapat diulangi 5–10 menit. Dosis
Kedua gangguan tersebut dapat timbul ulangan umumnya diperlukan, mengingat
bersamaan atau berurutan yang lama kerja adrenalin cukup singkat. Jika
kronologisnya sangat bervariasi dari respon pemberian secara intramuskuler
beberapa detik sampai beberapa jam. Pada kurang efektif, dapat diberi secara
dasarnya makin cepat reaksi timbul makin intravenous setelah 0,1 – 0,2 ml adrenalin
berat keadaan penderita. dilarutkan dalam spuit 10 ml dengan NaCl
Gejala respirasi dapat dimulai berupa fisiologis, diberikan perlahan-lahan.
bersin, hidung tersumbat atau batuk saja Pemberian subkutan, sebaiknya dihindari
yang kemudian segera diikuti dengan pada syok anafilaktik karena efeknya
sesak napas. lambat bahkan mungkin tidak ada akibat
vasokonstriksi pada kulit, sehingga
Gejala pada kulit merupakan gejala klinik absorbsi obat tidak terjadi.
yang paling sering ditemukan pada reaksi 5. Aminofilin, dapat diberikan
anafilaktik. Walaupun gejala ini tidak dengan sangat hati-hati apabila
mematikan namun gejala ini amat penting bronkospasme belum hilang dengan
untuk diperhatikan sebab ini mungkin pemberian adrenalin.
merupakan gejala prodromal untuk
timbulnya gejala yang lebih berat berupa 250 mg aminofilin diberikan perlahan-
gangguan nafas dan gangguan sirkulasi. lahan selama 10 menit intravena. Dapat
Oleh karena itu setiap gejala kulit berupa dilanjutkan 250 mg lagi melalui drips infus
gatal, kulit kemerahan harus diwaspadai bila dianggap perlu.
untuk kemungkinan timbulnya gejala yang
lebih berat. Manifestasi dari gangguan 6. Antihistamin dan kortikosteroid
gastrointestinal berupa perut merupakan pilihan kedua setelah
kram,mual,muntah sampai diare yang juga adrenalin. Kedua obat tersebut kurang
dapat merupakan gejala prodromal untuk manfaatnya pada tingkat syok anafilaktik,
timbulnya gejala gangguan nafas dan dapat diberikan setelah gejala klinik mulai
sirkulasi. membaik guna mencegah komplikasi
selanjutnya berupa serum sickness atau
Faktor Risiko: Riwayat Alergi prolonged effect. Antihistamin yang biasa
OBYEKTIF digunakan adalah difenhidramin HCl 5–20
mg IV dan untuk golongan kortikosteroid
Pemeriksaan Fisik dapat digunakan deksametason 5–10 mg
IV atau hidrokortison 100–250 mg IV.
Pasien tampak sesak, frekuensi napas
meningkat, sianosis karena edema laring 7. Resusitasi Kardio Pulmoner
dan bronkospasme. Hipotensi merupakan (RKP), seandainya terjadi henti jantung
gejala yang menonjol pada syok (cardiac arrest) maka prosedur resusitasi
anafilaktik. Adanya takikardia, edema kardiopulmoner segera harus dilakukan
periorbital, mata berair, hiperemi sesuai dengan falsafah ABC dan
konjungtiva. Tanda prodromal pada kulit seterusnya. Mengingat kemungkinan
berupa urtikaria dan eritema. terjadinya henti jantung pada suatu syok
anafilaktik selalu ada, maka sewajarnya di
PLAN setiap ruang praktek seorang dokter
tersedia selain obat-obat emergency,
1. Posisi trendelenburg atau perangkat infus dan cairannya juga
berbaring dengan kedua tungkai perangkat resusitasi (Resuscitation kit)
diangkat (diganjal dengan kursi) akan untuk memudahkan tindakan secepatnya.
membantu menaikkan venous return
sehingga tekanan darah ikut 8. Algoritma Penatalaksanaan Reaksi
meningkat. Anafilaksis (Lihat Penjelasan 1) Rencana
Tindak Lanjut
2. Pemberian Oksigen 3–5
liter/menit harus dilakukan, pada keadaan 9. Mencari penyebab reaksi
yang sangat ekstrim tindakan trakeostomi anafilaktik dan mencatatnya di rekam
atau krikotiroidektomi perlu medis serta memberitahukan kepada
dipertimbangkan. pasien dan keluarga.

Anda mungkin juga menyukai