FARMAKOLOGI
Disusun Oleh :
Nurul Sofia
P07525020095
1C
Dosen Pengampu :
Drg. Kirana P. Sihombing, M. Biomed
2. Distribusi
Distribusi adalah proses yang terjadi setelah obat diabsorbsi oleh tubuh. Pada prose ini
obat akan disebarkan keseluruh tubuh melalui sirkulasi darah.Proses ini dipengaruhi oleh
beberapa hal, yaitu: fungsi vascular(peredaran darah), affinitas terhadap jaringan, ikatan obat
dengan protein plasma, sifat fisikokimia, dan adanya hambatan fisiologis tertentu, seperti
abses atau kanker. Kecepatan distribusi obat dipengaruhi oleh permeabilitas membran kapiler
terhadap molekul obat.
3. Biotransformasi/Metabolisme
Biotransformasi/Metabolisme obat merupakan proses perubahan struktur kimia obat
yang terjadi dalam tubuh yang dikatalis oleh enzim. Proses ini dipengaruhi oleh:
a) Faktor Genetik
b) Perbedaan Species
c) Perbedaan Jenis Kelamin
d) Perbedaan umur
e) Penghambatan enzim metabolisme
f) Induksi enzim metabolisme
g) Faktor lainnya (diet, hormonal, kehamilan,dll)
4. Ekskresi
Ekskresi merupakan proses terakhir yang dialami obat dalam tubuh. Pada proses ini
obat akan dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit
hasil biotransformasi ataupu dalm bentuk asalnya. Pada umumnya proses ekskresi terjadi di
ginjal,selanjutnya metabolit obat dapat dikeluarkan dari tubuh melalui urin,keringat, air liur,
airmata, air susu, atau rambut.
Proses Ekskresi obat dapat terjadi melalui:
a. Paru-paru
Obat yang dapat diekskresi melalui paru terutama yang digunakan secara inhalasi.
Kecepatan ekskresi melalui paru sangat dipengaruhi oleh koefisien partisi darah/udara.
b. Ginjal
Ekskresi obat melalui ginjal melibatkan tiga proses:
Filtrasi di glomerulus
Reabsorbsi pasif di tubuli proksimal dan distal
Sekresi aktif di tubuli proksimal
c. Empedu
Obat dengan berat molekul lebih dari 150 dan obat yang telah dimetabolisme menjadi
yang lebih polar dapat diekskresi hati, melewati empedu menuju ke usus dengan metabolisme
aktif dan selanjutnya diekskresikan melalui tinja. Selain itu juga dapat mengalami proses
hidrolisa menjadai senyawa yang dapat diabsorbsi kembali ke plasma darah, kembali ke hati,
dimetabolisis, dikeluarkan melalui empedu menuju ke usus demikian seterusnya. Proses ini
berlangsung menjadi suatu siklus yang disebut Siklus Enterohepatik. Siklus ini dapat
menyebabkan masa kerja obat menjadi lebih panjang.
FARMAKODINAMIK
Farmakodinamik mempelajari efek obat terhadap fisiologi dan biokimia berbagai organ
tubuh serta mekanismenya. Hal ini bertujuan untuk meneliti efek utama obat, interaksi obat
dengan sel dan untuk mengetahuiurutan peristiwa serta spektrum efek dan respon yang
terjadi.
1) Mekanisme Kerja Obat
Efek obat umumnya timbul karena interaksi obat dengan reseptor pada sel suatu
organisme. Interaksi obat dengan reseptor mencetuskan peribahan biokimia dan fisiologi
yang merupakan respon khas untuk obat tersebut. Reseptor obat merupakan komponen
makromolekul fungsional yng mencakup 2 konsep penting
Pertama, bahwa obat dapat mengubah kecepatan kegiataan faal tubuh.
Kedua, bahwa obat tidak menimbulkan suatu fungsi baru, tetapi hanya memodulasi
fungsi yang sudah ada.
2) Reseptor
Reseptor yang paling baik adalah protein regulator yang menjembatani kerja dan
sinyal bahan kimia endogen, seperti neurotransmitter, autocoids dan hormon. Selain itu
dikenal juga kelompok protein yang berfungsi sebagai reseptor yaitu enzim, resptor untuk
obat antikanker, protein pembawa dan protein structural. Reseptor menjembatani kerja
antagonis farmakologi. Efek antagonis di dalam tubuh pasien bergantung pada pencegahan
pengikatan molekul agonis dan penghambatan kerja biologisnya.
4) Interaksi Obat
Interaksi obat adalah kerja atau efek obat yang berubah atau mengalami modifikasi
sebagai akibat interaksi obat dengan reseptor, proses kerja obat atau obat yang lain. Interaksi
ini dapat berbentuk saling menguatkan efek terapi obat atau saling bertentangan dengan efek
terapi. Kadang-kadang makanan dapat juga mempengaruhi reaksi obat. Interaksi obat dapat
berupa:
Interaksi Obat-Reseptor
Interaksi Farmakokinetik
Interaksi Farmakodinamik
5) Antagonisme Farmakodinamika
Antagonisme Farmakodinamika dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu: antagonisme
fisiologik dan antagonisme pada reseptor. Antagonisme dapat bersifat kompetitif atau
nonkompetitif. Antagonisme merupakan peristiwa pengurangan atau penghapusan efek suatu
obat oleh obat lain. Obat yang menyebabkan pengurangan efek disebut antagonis, sedangkan
obat yang efeknya dikurangi atau ditiadakan disebut agonis.
8) Efek Obat
Efek Obat adalah fungsi struktur (organ) atau proses atau tingkahlaku organisme
akibat kerja obat. Hal ini dapat berupa:
Efek teraupetik, yaitu efek yang diinginkan atau efek tujuan dari medikasi yang
diberikan
Efek Merugikan, yaitu efek lain selain efek terapi yang diinginkan
Efek Samping, yaitu efek merugikan dengan skala kecil. Hal ini dapat berupa efek
samping yang tidak berbahaya dan dapat diabaikan. Namun ada pula yang dapat
membahayakan.
Reaksi Hipersensitvitas, terjadi bila klien sensitif terhadap efek pengobatan yang
dilakukan
Reaksi Idiosinkratik, yaitu efek yang tidak diperkirakan yang timbul pada pengobatan.
Hal ini dapat berupa klien bereaksi berlebihan, tidak bereaksi atau bereaksi tidak
normal terhadap obat.
Toleransi, yaitu reaksi yang terjadi ketika klien mengalami penurunan respon atau tidak
berespon terhadap obat yang diberikan dan membutuhkan penambahan dosis untuk
mencapai efek terapi yang diinginkan.
Reaksi alergi, yaitu respon imunologi terhadap medikasi. Tubuh menerima obat sebagai
benad asing, sehingga tubuh akan membentuk antibodi untuk melawan dan
mengeluarkan benda asing tersebut. Akibatnya akan menimbulkan reaksi alergi mulai
dari yang ringan sampai berat. Reaksi alergi ringan dapat berupa: gatal-gatal (urtikaria),
pruritus, rhinitis, kemerahan pada kulit atau lesi. Reaksi ini dapat berkurang setlah klien
menghentikan medikasi atau menggunakan antihistamin. Reaksi yang lebh parah dapat
berupa sesak nafas (wheezing, dispneu), angiodema pada lidah dan orofaring, hipotensi
dan takikardia segera setelah pemberian obat. Reaksi ini disebut reaksi anafilaktik dan
membutuhkan tindakan medis segera karena dapat berakibat fatal. Tindakan yang dapat
dilakukan untuk mengatasi adalah menghentikan pemberian obat tersebut dan segera
diberikan epinefrin, cairan infus (normal saline), steroid dan antihistamin.
Toksisitas atau keracunan adalah reaksi yang terjadi karena dosis berlebih atau
penumpukan zat dalam darah akibat gangguan metabolisme atau eksresi. Keracunan
obat dapat dapat mengakibatkan kerusakan pada fungsi organ. Hal yang paling umum
adalah nefrotoksisitas (ginjal), neurotoksisitas (otak), hepatotoksisitas (hepar),
imunotoksisitas (sitem imun) dan kardiotoksisitas (jantung).
B. PENGGOLONGAN OBAT
Penggolongan obat secara luas didasarkan dasarkan beberapa hal, yaitu:
a) Jenis
b) Mekanisme kerja obat
c) Tempat atau lokasi pemakaian
d) Cara pemakaian
e) Efek yang ditimbulkan
f) Golongan kerja obat.
Penggolongan obat berdasarkan efek yang ditimbulkan, dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:
Sistemik: Obat atau zat aktif yang masuk ke dalam peredaran darah.
Lokal: Obat atau zat aktif yang hanya berefek atau menyebar atau mempengaruhi
bagian tertentu tempat obat tersebut berada, seperti pada hidung, mata, kulit, dan lain
lain.
b) Golongan Beta-Laktam
Diantaranya golongan Karbapenem (Ertapenem, Imipenem, Meropenem), Golongan
Sefalosporin (Sefaleksin, Sefazolin, Sefuroksim, Sefadroksil, Seftazidim), Golongan Beta-
Laktam Monosiklik, dan Golongan Penisilin (Penisilin, Amoksisilin).
c. Golongan Glikopeptida
Diantaranya vankomisin, teikoplanin, ramoplanin dan dekaplanin.
d. Golongan Poliketida
Diantaranya golongan makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin, roksitromisin),
golongan ketolida (telitromisin), golongan tetrasiklin (doksisiklin, oksitetrasiklin,
klortetrasiklin).
e. Golongan Polimiksin
Diantaranya polimiksin dan kolistin.
g. Golongan Streptogramin
Diantaranya pristinamycin, virginiamycin, mikamycin, dan kinupristin-dalfopristin.
h. Golongan Oksazolidinon
Diantaranya linezolid dan AZD2563.
i. Golongan Sulfonamida
Diantaranya kotrimoksazol dan trimetoprim
2. Benar Obat
Klien dapat menerima obat yang telah diresepkan oleh seorang dokter, dokter gigi,
atau pemberi asuhan kesehatan yang memiliki izin praktik dengan wewenang dari
pemerintah. Perintah melalui telepon untuk pengobatan harus ditandatangani oleh
dokter yang Perintah pengobatan mungkin diresepkan menelepon dalam waktu 24
jam. Komponen dari perintah pengobatan adalah : (1) tanggal dan saat perintah
ditulis, (2) nama obat, (3) dosis obat, (4) rute pemberian, (5) frekuensi pemberian, dan
(6) tanda tangan dokter atau pemberi asuhan kesehatan. Meskipun merupakan
tanggung jawab perawat untuk mengikuti perintah yang tepat, tetapi jika salah satu
komponen tidak ada atau perintah pengobatan tidak lengkap, maka obat tidak boleh
diberikan dan harus segera menghubungi dokter tersebut untuk mengklarifikasinya
( Kee and Hayes, 1996 ).
Perawat bertanggungjawab untuk mengikuti perintah yang tepat
Perawat harus menghindari kesalahan yaitu dengan membaca label obat minimal 3x:
1) Pada saat melihat botol atau kemasan obat
2) Sebelum menuang atau mengisap obat
3) Setelah menuang atau mengisap obat
Memeriksa apakah perintah pengobatan lengkap dan sah
Mengetahui alasan mengapa klien menerima obat tersebut
Memberikan obat-obatan tanda: nama obat, tanggal kadaluarsa
4. Waktu Pemberian
Pemberian obat harus sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
Waktu yang benar adalah saat dimana obat yang diresepkan harus diberikan. Dosis
obat harian diberikan pada waktu tertentu dalam sehari, seperti b.i.d ( dua kali
sehari ), t.i.d ( tiga kali sehari ), q.i.d ( empat kali sehari ), atau q6h ( setiap 6 jam ),
sehingga kadar obat dalam plasma dapat dipertahankan. Obat-obat dengan waktu
paruh pendek diberikan beberapa kali sehari pada selang waktu yang tertentu.
Pemberian obat harus sesuai dengan waktu paruh obat (t1/2). Obat yang mempunyai
waktu paruh panjang diberikan sekali sehari, dan unutk obat yang memiliki waktu
paruh pendek diberikan beberapa kali sehari pada selang waktu tertentu.
Pemberian obat juga memperhatikan diberikan sebelum atau sesudah makan atau
bersama makanan.
Memberikan obat seperti kalium dan aspirin yang dapat mengiritasi mukosa lambung
bersama-sama dengan makanan.
Menjadi tanggung jawab perawat untuk memeriksa apakah klien telah dijadwalkan
untuk memeriksa diagnostik, seperti tes darah puasa yang merupakan kontraindikasi
pemeriksaan obat.
6. Benar Dokumentasi
Pemberian obat sesuai dengan standar prosedur yang berlaku di rumah sakit. Dan selalu
mencatat informasi yang sesuai mengenai obat yang telah diberikan serta respon klien
terhadap pengobatan.