Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

ETIKA PROFESI KEDOKTERAN DAN KASUS


Dosen Pengampu: Dr. Irfan Zamzam, SE.,M.Sc., Ak., CA.

Disusun oleh:

ANGGOTA KELOMPOK 2:

1. RISMAWATY SUKRI 02271911020 11. JULAIFA ABUBAKAR 02271911038


2. RAHMA SHALIHA M AMARI 02271911021 12. EMIWATI TAIB 02271911039
3. NOVITA MUSA 02271911022 13. ANISA SATIA NINGRUM 02271911040
4. NURAIN GAFAR 02271911023 14. NURLINA ALIFKA LATUKAU 02271911041
5. MUTIA DAUD 02271911025 15. SUKMA ABUBAKAR 02271911042
6. SAFITRI DAE SAMAD 02271911030 16. RIRIN A MUHAMMAD 02271911043
7. SORAYA MOCHTAR 02271911031 17. INDRI EKA YANTI 02271911044
8. KHAIRUL MESIR 02271911032
9. IRFANIYAH MARJAN ENCE 02271911033 10.
SURTINA ISMAIL 02271911035

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS KHAIRUN

TERNATE
2021

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas taufik dan
hidayah –Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ETIKA PEOFESI
KEDOKTERAN DAN KASUS” Makalah ini dibuat dengan maksud untuk memenuhi
tugas mata kuliah.

Dengan dibuatnya makalah ini semoga dapat bermanfaat bagi mahasiswa


khususnya dan pada umumnya bagi pembaca agar mengetahui mengenai etika
profesi kedokteran serta kasusnya. Dalam penyusunannya kami menyadari masih
banyak kekurangan. Walaupun demikian, berkat bantuan dan dorongan dari berbagai
pihak akhirnya makalah ini dapat terwujud. Untuk itu, kami sangat mengharapkan kritik
dan sarannya guna penulisan makalah yang selanjutnya agar lebih baik.

Ternate, 03 Januari 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................... ii

DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.................................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................. 3
1.3 Tujuan Masalah................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Etik profei kedokteran.......................................................................................... 4


2.2 Bentuk-bentuk etika kedokteran.......................................................................... 5
2.3 Tujuan etika profesi dokter.................................................................................. 8
2.4 Pentingnya kode etik profesi............................................................................... 8
2.5 Fungsi kode etik kedokteran................................................................................ 9
2.6 Kode etik kedokteran di Indonesia....................................................................... 9
2.7 Sanksi dari pelanggaran kode etik kedokteran....................................................13
2.8 Penyebab pelanggaran kode etik profesi.............................................................14

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan............................................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 17

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang
memungkinkan seseorang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi (Press, 2017).
Pelayanan kesehatan pada dasarnya bertujuan untuk melaksanakan upaya pencegahan dan
pengobatan suatu penyakit, termasuk di dalamya pelayanan medis yang didasarkan atas dasar
hubungan individual antara dokter dengan pasien yang membutuhkan kesembuhan atas
penyakit yang dideritanya. Dokter merupakan pihak yang mempunyai keahlian di bidang
medis atau kedokteran yang dianggap memiliki kemampuan dan keahlian untuk melakukan
tindakan medis. Sedangkan pasien merupakan orang sakit yang awam akan penyakit yang
dideritanya dan mempercayakan dirinya untuk diobati dan disembuhkan oleh dokter. Oleh
karena itu dokter berkewajiban memberikan pelayanan medis yang sebaik-baiknya bagi pasien
(Erdiansyah, 2011).
Selain itu juga sering terjadinya kealpaan atau kelalaian yang merupakan bentuk
kesalahan yang tidak berupa kesengajaan, akan tetapi juga bukan merupakan sesuatu yang
terjadi karena kebetulan. Jadi dalam kealpaan ini tidak ada niat jahat dari pelaku. Kealpaan
atau kelalaian dan kesalahan dalam melaksanakan tindakan medis menyebabkan terjadinya
ketidakpuasan pasien terhadap dokter dalam melaksanakan upaya pengobatan sesuai profesi
kedokteran. Kealpaan dan kesalahan tersebut menyebabkan kerugian berada pada pihak
pasien. Praktik kedokteran bukanlah pekerjaan yang dapat dilakukan siapa saja, tapi hanya
dapat dilakukan oleh kelompok professional kedokteran yang berkompeten dan memenuhi
standar tertentu. Secara teoritis terjadi sosial kontrak antara masyarakat profesi dengan
masyarakat umum. Dengan kontrak ini memberikan hak kepada masyarakat profesi untuk
mengatur otonomi profesi, standar profesi yang disepakati. Sebaliknya masyarakat umum
(pasien) berhak mendapatkan pelayanan sesuai dengan standar yang diciptakan oleh
masyarakat professional tadi. (Erdiansyah, 2011).
Dengan demikian dokter memiliki tanggungjawab atas profesinya dalam hal pelayanan
medis kepada pasiennya. Dokter sebagai profesi mempunyai tugas untuk menyembuhkan
penyakit pasiennya. Kadangkala timbul perbedaan pendapat karena berlainan sudut pandang,
1
hal ini bisa timbul karena banyak faktor yang mempengaruhinya, seperti adanya kelalaian
pada dokter, atau penyakit pasien sudah berat sehingga kecil kemungkinan sembuh, atau ada
kesalahan pada pihak pasien. Selain itu masyarakat atau pasien lebih melihat dari sudut
hasilnya, sedangkan dokter hanya bisa berusaha, tetapi tidak menjamin akan hasilnya asalkan
dokter sudah bekerja sesuai dengan standar profesi medik yang berlaku (Erdiansyah, 2011).
Oleh karena itu untuk melihat sejaumana tindakan seorang dokter mempunyai implikasi
yuridis jika terjadi kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan, serta unsur-unsur apa
saja yang dijadikan ukuran untuk menentukan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian yang
dilakukan oleh dokter, tidak bisa terjawab dengan hanya mengemukakan sejumlah perumusan
tentang apa dan bagaimana terjadinya kesalahan. Tetapi penilaian mengenai rumusan tersebut
harus dilihat dari dua sisi, yaitu pertama harus dinilai dari sudut etik dan baru kemudian
dilihat dari sudut hukum. (Erdiansyah, 2011).
Penegakan hukum yang proporsional terhadap tindakan dokter yang melakukan tindakan
kesalahan dalam pelayanan kesehatan selain memberi perlindungan hukum bagi masyarakat
sebagai konsumen dan biasanya mempunyai kedudukan yang lemah, dilain pihak juga bagi
dokter yang tersangkut dengan persoalan hukum jika memang telah melalui proses peradilan
dan terbukti tidak melakukan perbuatan malpraktik akan dapat mengembalikan nama baiknya
yang dianggap telah tercemar, karena hubungan dokter dan pasien bukanlah hubungan yang
sifatnya kerja biasa atau atasan bawahan tapi sifatnya kepercayaan malpraktek medik memang
merupakan konsep pemikiran Barat khususnya Amerika (Erdiansyah, 2011).
Untuk itu masih perlu ada pengkajian secara khusus guna memperoleh suatu rumusan
pengertian dan batasan istilah malpraktik. Tuntutan terhadap malpraktik kedokteran seringkali
kandas di tengah jalan karena sulitnya pembuktian. Dalam hal ini pihak dokter perlu membela
diri dan mempertahankan hak-haknya dengan mengemukakan alasan-alasan atas tindakannya.
Baik penggugat dalam hal ini pasien, pihak dokter maupun praktisi (Hakim dan Jaksa)
mendapat kesulitan dalam menghadapi masalah malpraktik kedokteran ini, terutama dari
sudut teknis hukum atau formulasi hukum yang tepat untuk digunakan. Masalahnya terletak
pada belum adanya hukum dan kajian hukum khusus tentang malpraktik kedokteran yang
dapat dijadikan pedoman dalam menentukan dan menanggulangi adanya malpraktik
kedokteran di Indonesia (Erdiansyah, 2011).

2
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa itu etik profei kedokteran?
2. Apa saja bentuk-bentuk etika kedokteran?
3. Apa tujuan etika profesi dokter?
4. Bagaimana pentingnya kode etik profesi?
5. Bagaimana fungsi kode etik kedokteran?
6. Bagaimana kode etik kedokteran di Indonesia?
7. Bagaimana sanksi dari pelanggaran kode etik kedokteran?
8. Bagaimana penyebab pelanggaran kode etik profesi?

1.3. Tujuan Masalah


1. Menjelaskan apa itu etik profei kedokteran.
2. Menjelaskan apa saja bentuk-bentuk etika kedokteran.
3. Menjelaskan apa tujuan etika profesi dokter.
4. Menjelaskan bagaimana pentingnya kode etik profesi.
5. Menjelaskan bagaimana fungsi kode etik kedokteran.
6. Menjelaskan bagaimana kode etik kedokteran di Indonesia.
7. Menjelaskan sanksi dari pelanggaran kode etik kedokteran.
8. Menjelaskan penyebab pelanggaran kode etik profesi.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Etik Profesi Kedokteran


Etik profesi kedokteran mulai dikenal sejak 1800 tahun sebelum Masehi dalam
bentuk Code of Hammurabi dan Code of Hittites, yang penegakannya dilaksanakan oleh
penguasa pada waktu itu. Selanjutnya etik kedokteran muncul dalam bentuk lain, yaitu dalam
bentuk sumpah dokter yang bunyinya bermacam-macam, tetapi yang paling banyak dikenal
adalah sumpah Hippocrates yang hidup sekitar 460-370 tahun SM. Sumpah tersebut berisikan
kewajiban-kewajiban dokter dalam berperilaku dan bersikap, atau semacam code of
conduct bagi dokter.
World Medical Association dalam Deklarasi Geneva pada tahun 1968 menelorkan
sumpah dokter (dunia) dan Kode Etik Kedokteran Internasional. Kode Etik Kedokteran
Internasional berisikan tentang kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien, kewajiban
terhadap sesama dan kewajiban terhadap diri sendiri. Selanjutnya, Kode Etik Kedokteran
Indonesia dibuat dengan mengacu kepada Kode Etik Kedokteran Internasional.
Selain Kode Etik Profesi di atas, praktek kedokteran juga berpegang kepada prinsip-
prinsip moral kedokteran, prinsip-prinsip moral yang dijadikan arahan dalam membuat
keputusan dan bertindak, arahan dalam menilai baik-buruknya atau benar-salahnya suatu
keputusan atau tindakan medis dilihat dari segi moral. Pengetahuan etika ini dalam
perkembangannya kemudian disebut sebagai etika biomedis. Etika biomedis memberi
pedoman bagi para tenaga medis dalam membuat keputusan klinis yang etis (clinical ethics)
dan pedoman dalam melakukan penelitian di bidang medis.
Nilai-nilai materialisme yang dianut masyarakat harus dapat dibendung dengan
memberikan latihan dan teladan yang menunjukkan sikap etis dan profesional dokter,
seperti autonomy (menghormati hak pasien, terutama hak dalam memperoleh informasi dan
hak membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan terhadap dirinya), beneficence
(melakukan tindakan untuk kebaikan pasien), non maleficence (tidak melakukan perbuatan
yang memperburuk pasien) dan justice (bersikap adil dan jujur), serta sikap altruisme
(pengabdian profesi).

4
Pendidikan etik kedokteran, yang mengajarkan tentang etik profesi dan prinsip moral
kedokteran, dianjurkan dimulai dini sejak tahun pertama pendidikan kedokteran, dengan
memberikan lebih ke arah tools dalam membuat keputusan etik, memberikan banyak latihan,
dan lebih banyak dipaparkan dalam berbagai situasi-kondisi etik-klinik tertentu (clinical
ethics), sehingga cara berpikir etis tersebut diharapkan menjadi bagian pertimbangan dari
pembuatan keputusan medis sehari-hari. Tentu saja kita pahami bahwa pendidikan etik belum
tentu dapat mengubah perilaku etis seseorang, terutama apabila teladan yang diberikan para
seniornya bertolak belakang dengan situasi ideal dalam pendidikan.
IDI (Ikatan Dokter Indonesia) memiliki sistem pengawasan dan penilaian pelaksanaan
etik profesi, yaitu melalui lembaga kepengurusan pusat, wilayah dan cabang, serta lembaga
MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) di tingkat pusat, wilayah dan cabang. Selain
itu, di tingkat sarana kesehatan (rumah sakit) didirikan Komite Medis dengan Panitia Etik di
dalamnya, yang akan mengawasi pelaksanaan etik dan standar profesi di rumah sakit. Bahkan
di tingkat perhimpunan rumah sakit didirikan pula Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit
(Makersi).
Etika kedokteran merupakan seperangkat perilaku anggota profesi kedokteran dalam
hubungannya dengan klien / pasien, teman sejawat dan masyarakat umumnya serta
merupakan bagian dari keseluruhan proses pengambilan keputusan dan tindakan medis
ditinjau dari segi norma-norma / nilai-nilai moral. Pada dasarnya, suatu norma etik adalah
norma yang apabila dilanggar “hanya” akan membawa akibat sanksi moral bagi pelanggarnya.
Namun suatu pelanggaran etik profesi dapat dikenai sanksi disiplin profesi, dalam bentuk
peringatan hingga ke bentuk yang lebih berat seperti kewajiban menjalani pendidikan /
pelatihan tertentu (bila akibat kurang kompeten) dan pencabutan haknya berpraktik profesi.
Sanksi tersebut diberikan oleh MKEK setelah dalam rapat/sidangnya dibuktikan bahwa dokter
tersebut melanggar etik (profesi) kedokteran.

2.2. Bentuk-bentuk etika kedokteran


1. Etika Dokter terhadap Sang Khalik:
Seorang Dokter Muslim haruslah benar-benar menyadari bahwa dirinya adalah
hamba Allah semata. Dan betapa tidak berarti dirinya beserta ilmunya tanpa ijin Allah

5
SAW.
Mengenai etika terhadap Khalik disebutkan bahwa:
• Dokter muslim harus meyakini dirinya sebagai khalifah fungsionaris Allah dalam
bidang kesehatan dan kedokteran.
•Melaksanakan profesinya karena Allah dan buah Allah.
•Hanya melakukan pengobatan, penyembuhan adalah Allah.
•Melaksanakan profesinya dengan iman supaya jangan merugi.

2. Etika Dokter terhadap pasien:


Hubungan antara dokter dengan pasien adalah hubungan antar manusia dan
manusia. Dalam hubungan ini mungkin timbul pertentangan antara dokter dan pasien,
karena masing-masing mempunyai nilai yang berbeda. Masalah semacam ini
akan dihadapi oleh Dokter yang bekerja di lingkungan dengan suatu sistem yang
berbeda dengan kebudayaan profesinya. Untuk melaksanakan tugasnya dengan baik,
tidak jarang dokter harus berjuang lebih dulu melawan tradisi yang telah
tertanam dengan kuat. Dalam hal ini, seorang Dokter tidak mungkin memaksakan
kebudayaan profesi yang selama ini dianutnya.
Mengenai etika kedokteran terhadap orang sakit antara lain disebutkan bahwa
seorang Dokter wajib:
• Memperlihatkan jenis penyakit, sebab musabab timbulnya penyakit, kekuatan tubuh
orang sakit, keadaan resam tubuh yang tidak sewajarnya, umur si sakit dan obat
yang cocok dengan musim itu, negeri si sakit dan keadaan buminya, iklim di mana
ia sakit, daya penyembuhan obat itu
• Di samping itu dokter harus memperhatikan mengenai tujuan pengobatan, obat
yang dapat melawan penyakit itu, cara yang mudah dalam mengobati penyakit.
• Selanjutnya seorang dokter hendaknya membuat campuran obat yang sempurna,
mempunyai pengalaman mengenai penyakit jiwa dan pengobatannya, berlaku
lemah lembut, menggunakan cara keagamaan dan sugesti, tahu tugasnya.

3. Etika Dokter terhadap Sejawatnya:

6
Para Dokter di seluruh dunia mempunyai kewajiban yang sama. Mereka adalah
kawan-kaawn seperjuangan yang merupakan kesatuan aksi dibaawh panji
perikemanusiaan untuk memerangi penyakit, yang merupakan salah satu pengganggu
keselamatan dan kebahagiaan umat manusia. Penemuan dan pengalaman baru
dijadikan milik bersama. Panggilan suci yang menjiwai hidup dan perbuatan telah
mempersatukan mereka menempatkan para Dokter pada suatu kedudukan yang
terhormat dalam masyarakat.
Hal-hal tersebut menimbulkan rasa persaudaraan dan kesediaan tolong-menolong
yang senantiasa perlu dipertahankan dan dikembangkan Mengenai etika yang bagi
Dokter Muslim kepada Sejawatnya yaitu :
• Dokter yang baru menetap di suatu tempat, wajib mengunjungi teman
sejawatnya yang telah berada di situ. Jika di kota yang terdapat banyak praktik
dokter, cukup dengan memberitahukan tentang pembukaan praktiknya kepada
teman sejawat yang berdekatan.
• Setiap Dokter menjadi anggota IDI setia dan aktif. Dengan menghadiri pertemuan-
pertemuan yang diadakan.
• Setiap Dokter mengunjungi pertemuan klinik bila ada kesempatan. Sehingga dapat
dengan mudah mengikuti perkembangan ilmu teknologi kedokteran.

Sifat-sifat penting lain yang harus dimiliki oleh seorang Dokter Muslim ialah :
• Adanya belas kasihan dan cinta kasih terhadap sesama manusia, perasaan sosial
yang ditunjukkan kepada masyarakat.
• Harus berbudi luhur, dapat dipercaya oleh pasien, dan memupuk keyakinan
profesional.
• Seorang dokter harus dapat dengan tenang melakukan pekerjaannya dan harus
mempunyai kepercayaan kepada diri sendiri.
• Bersikap mandiri dan orisinal karena pengetahuan yang diwarisi secara turun
temurun dari buku-buku masih jauh memadai.
• Ia harus mempunyai kepribadian yang kuat, sehingga dapat melakukan pekerjaanya
di dalam keadaan yang serba sulit. Dan tentunya tidak menyimpang dari ketentuan-
ketentuan agama.

7
• Seorang dokter muslim dilarang membeda-bedakan antara pasien kaya dan pasien
miskin.
• Seorang dokter harus hidup seimbang, tidak berlebih-lebihan, tidak membuang
waktu serta energi dengan menikmati kesenangan dan kenikmatan.
• Sebagian besar waktunya harus dicurahkan kepada pasien,
• Seorang dokter muslim harus lebih banyak mendengar dan lebih sedikit bicara,
• Seorang dokter muslim tidak boleh berkecil hati dan harus merasa bangga akan
profesinya karena semua agama menghormati profesi dokter

2.3. Tujuan Etika Profesi Dokter


Tujuan dari etika profesi dokter adalah untuk mengantisipasi atau mencegah terjadinya
perkembangan yang buruk terhadap profesi dokter dan mencegah agar dokter dalam
menjalani profesinya dapat bersikap professional maka perlu kiranya membentuk kode etik
profesi kedokteran untuk mengawal sang dokter dalam menjalankan profesinya tersebut agar
sesuai dengan tuntutan ideal. Tuntunan tersebut kita kenal dengan kode etik profesi dokter.

2.4.  Pentingnya Kode Etik Profesi


Ada beberapa alasan mengapa kode etik perlu untuk dibuat, antara lain adalah (Adams, dkk,
dalam Ludigdo, 2007):
 Kode etik merupakan suatu cara untuk memperbaiki iklim organisasional sehingga
individu-individu dapat berlaku secara etis.
 Kontrol etis diperlukan karena sistem legal dan pasar tidak cukup mampu mengarahkan
perilaku organisasi untuk mempertimbangkan dampak moral dalam setiap keputusan
bisnisnya.
 Perusahaan memerlukan kode etik untuk menentukan status bisnis sebagai sebuah
profesi, dimana kode etik merupakan salah satu penandanya.
 Kode etik dapat dipandang sebagai upaya menginstitusionalisasikan moral dan nilai-
nilai pendiri perusahaan, sehingga kode etik tersebut menjadi bagian dari budaya
perusahaan dan membantu sosialisasi individu baru dalam memasuki budaya tersebut.

8
Kode etik berperan sangat penting pada suatu profesi. Agar profesi dapat berjalan
dengan benar maka perlu diikat dengan suatu norma tertulis yang disebut dengan kode etik
profesi.
Kode etik profesi dapat diubah seiring dengan perkembangan zaman yang mengatur diri
profesi yang bersangkutan dan perwujudan nilai moral yang hakiki dan tidak dipaksakan dari
luar. Jadi kode etik diadakan sebagai sarana kontrol sosial dan untuk menjaga martabat dan
kehormatan profesi serta melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan atau
penyalahgunaan keahlian.

2.5. Fungsi Kode Etik Kedokteran


1.   Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang
digariskan.
2.   Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan.

2.6. Kode Etik Kedokteran di Indonesia


1.  Kewajiban Umum
Pasal 1
Setiap dokter wajib menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dan atau
janji dokter.

Pasal 2
Seorang  dokter wajib   selalu  melakukan  pengambilan  keputusan profesional
secara independen, dan mempertahankan perilaku professional dalam ukuran yang
tertinggi.

Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi
oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.

9
Pasal 4
Seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.

Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasihat dokter yang mungkin melemahkan daya tahan  psikis
maupun  sikis, wajib memperoleh  persetujuan  pasien/ keluarganya dan  hanya
diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien tersebut.

Pasal 6
Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau menerapkan
setiap penemuan teknik atau  pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya
dan  terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.

Pasal 7
Seorang dokter waajib hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah
diperiksa sendiri kebenarannya.

Pasal 8
Seorang dokter wajib, dalam  setiap praktik medisnya, memberikan
pelayanan  secara  kompeten  dengan  kebebasan  teknis  dan moral sepenuhnya, disertai
rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.

Pasal 9
Seorang dokter wajib bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya,
dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya pada saat menangani pasien dia ketahui
memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan
atau penggelapan.

Pasal 10

10
Seorang dokter wajib menghormati hak-hak- pasien, teman sejawatnya, dan tenaga
kesehatan lainnya, serta wajib menjaga kepercayaan pasien.

Pasal 11
Setiap dokter wajib senantiasa mengingat kewajiban dirinya  melindungi hidup makhluk
insani.
Pasal 12
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter wajib  memperhatikan
keseluruhan  aspek pelayanan kesehatan (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif),
baik sik maupun psiko-sosial-kultural pasiennya serta berusaha menjadi pendidik dan
pengabdi sejati masyarakat.

Pasal 13
Setiap dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat lintas sektoral  di
bidang  kesehatan,  bidang  lainnya  dan  masyarakat, wajib  saling menghormati.

2.  Dokter Terhadap Pasien


Pasal 14
Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan seluruh keilmuan  dan
ketrampilannya untuk kepentingan pasien, yang ketika ia tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan, atas persetujuan pasien/ keluarganya, ia wajib merujuk
pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian untuk itu.

Pasal 15
Setiap dokter wajib memberikan kesempatan pasiennya agar senantiasa dapat
berinteraksi dengan keluarga dan penasihatnya, termasuk  dalam beribadat dan atau
penyelesaian masalah pribadi lainnya.

Pasal 16
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang
pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

11
Pasal 17
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu wujud tugas
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu
memberikannya.

3. Kewajiban Dokter terhadap Teman Sejawat


Pasal 18
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin
diperlakukan.

Pasal 19
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan
persetujuan keduanya  atau berdasarkan prosedur yang etis.

4. Kewajiban Dokter tehadap Diri Sendiri


Pasal 20
Setiap dokter wajib  selalu memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.

Pasal 21
Setiap  dokter  wajib  senantiasa  mengikuti  perkembangan  ilmu pengetahuan dan
teknologi kedokteran/ kesehatan

5. Hak dan Kewajiban Dokter Secara Umum


Hak Dokter
1.      Menerima imbalan jasa yang sesuai dari jerih payahnya menangani pasien yang
ditanganinya.
2.      Melakukan usaha terbaik untuk menjaga dokter dalam profesinya dan juga di
dalam negara dengan menyediakan dukungan yang diperlukan untuk mencapai
tujuan profesional dan personal.

12
3.      Dokter yang bekerja di negara yang berbeda dengan negara asalnya baik
sementara atau selamanya, harus diperlakukan secara adil seperti juga dokter lain
di negara tersebut supaya tidak terjadinya kesenjangan diantara para pihak.
4.      Dokter harus memiliki kebebasan profesional untuk merawat pasien mereka
seperti juga semua manusia, dokter mempunyai hak dan juga kewajiban tanpa
campur tangan.
5.      Dokter harus memiliki kebebasan medis untuk mewakili dan membela kebutuhan
kesehatan pasien melawan semua yang menyangkalnya atau membatasi
kebutuhan akan perawatan bagi yang sakit atau terluka.

Kewajiban Dokter
1.      Memberikan pelayanan medis sesuai dg standar profesi dan standar prosedur
operasional serta kebutuhan pasien
2.      Merujuk pasien ke dokter atau drg lain yg memiliki keahlian/ ketrampilan yg lebih
baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan
3.      Merahasiakan segala sesuatu yg diketahuinya tentang pasien, bahkan setelah
pasien meninggal dunia, serta tunduk pada tata cara pembukaan Rahasia
Kedokteran menurut Hukum yg berlaku
4.      Melakukan pertolongan darurat atas dasar kemanusiaan, kecuali: ia yakin ada
orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya
5.      Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau
kedokteran gigi.

2.7. Sanksi dari Pelanggaran Kode Etik Kedokteran


Dalam Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 16/KKI/PER/VIII/2006 tentang Tata Cara
Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin MKDKI dan MKDKIP, menyebutkan
beberapa sanksi disiplin antara lain:
1.      Dokter maupun dokter gigi yang melanggar kodek etik akan diberikan peringatan
tertulis.

13
2.      Surat tanda registrasi atau surat izin praktik dokter akan dicabut dalam waktu sesuai
ketentuan.
3.      Dokter dan dokter gigi diwajibkan mengikuti pendidikan atau pelatihan untuk
meningkatkan kompetensi masing-masing keahliannya.
Dengan ketatnya aturan yang ada maka diharapkan pada dokter dan dokter gigi
melaksanakan aturan-aturan hukum yang mengatur Rekam Medis. Membuat rekam medis
yang baik akan meningkatkan pelayanan pada pasien dan memberikan kemudahan bagi
dokter amupun dokter gigi dalam manjalankan pelayanannya.

2.8. Penyebab Pelanggaran Kode Etik Profesi


1.      Pengaruh sifat kekeluargaan
Misalnya Seorang dosen yang memberikan nilai tinggi kepada seorang mahasiswa
dikarenakan mahasiswa tersebut keponakan dosen tersebut.
2.      Pengaruh jabatan
Misalnya seorang yang ingin masuk ke akademi kepolisian , dia harus membayar
puluhan juta rupiah kepada ketua polisi di daeranhya , kapolsek tersebut menyalah
gunakan jabatannya.
3.      Pengaruh masih lemahnya penegakan hukum di Indonesia, sehingga menyebabkan
pelaku pelanggaran kode etik profesi tidak merasa khawatir melakukan pelanggaran.
4.      Tidak berjalannya kontrol dan pengawasan dari masyarakat
5.      Organisasi profesi tidak dilengkapi dengan sarana dan mekanisme bagi masyarakat
untuk menyampaikan keluhan.
6.      Rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai substansi kode etik profesi, karena
buruknya pelayanan sosialisasi dari pihak profesi sendiri.
7.      Belum terbentuknya kultur dan kesadaran dari para pengemban profesi untuk menjaga
martabat luhur profesinya
8.      Tidak adanya kesadaran etis dan moralitas diantara para pengemban profesi untuk
menjaga martabat luhur profesinya

14
CONTOH KASUS
1) PELANGGARAN KODE ETIK : TIDAK KOMPETEN
Pada april 2016 , Ibu Ira memeriksakan kondisi nya ke rs xx di daerah kandung.
beliaumengeluhkan bahwa perutnya telah sakit selama akhir#akhir minggu ini. Kemudian
dokter ryan memeriksa ibu Ira. setelah memeriksa keadaan ibu Ira, dokter ryan merasa
tidak terlalumemahami apa penyakit yang dialami ibu Ira, kemudian ia hanya
memberikan obat untuk meredam rasa sakit diperutnya. dan setelah beberapa jam, ibu Ira
meminum obat dari dokter ryan, perutnya masih terasa sakit seperti sebelumnya.
KRITIK : Dokter Ryan tidak kompeten didalam bidangnya karena ia tidak benar - benar
memahami apa yang dialami oleh ibu Ira. Sebelum memberikan resep obat untuk
meredam rasa sakitnya, ia pun tidak berusaha untuk bertanya terlebih dahulu kepada
dokter lain dan malah mengambiltindakan hanya sebatas memberikan obat peredam rasa
sakit saja, padahal sakit nya itu masih berkelanjutan. Hal ini menyebabkan dokter Ryan
sebenarnya telah melanggar Kode Etik Kedokteran Indonesia Pasal Aa dimana dokter
Ryan tidak kompeten di dalam bidangnya.

2) PELANGGARAN KODE ETIK : MEMBONGKAR RAHASIA PASIEN


Tanggal 23 Juni 2016 , Pak Munawar mengalami rasa sakit di kepalanya hingga ia jatuh
pingsan. Pak Munawar adalah seorang CEO di perusahaan ternama di Jakarta.
Setelahdilakukan serangkaian pemeriksaan, diketahuilah bahwa Pak Munawar terkena
penyakitkanker otak. Beberapa hari kemudian, ada seorang kaki tangan pesaing dari Pak
Munawar yang bernama Pak Jauhari datang menemui dokter yang menangani Pak
Munawar. KemudianPak Jauhari bertanya kepada dokter tersebut apa yang diderita oleh
Pak Munawar dan dokter itu pun menceritakan secara detail apa yang dialami oleh
pasiennya itu tanpa bertanya lebihdahulu siapakah Pak Jauhari tersebut.
KRITIK : Seharusnya, dokter yang menangani Pak Munawar tidak sembarangan
menceritakan riwayatkesehatan pasiennya kepada siapapun terkecuali memang keluarga
dari pasien. Tindakandokter ini telah menyalahi aturan dari Kode Etik Kedokteran
Indonesia yaitu Pasal 1 danPasal 12, yaitu mengenai sumpah kedokteran serta kerahasian
riwayat kesehatan pasien.

15
BAB III

PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

1. Etika kedokteran merupakan seperangkat perilaku anggota profesi kedokteran dalam


hubungannya dengan klien / pasien, teman sejawat dan masyarakat umumnya serta
merupakan bagian dari keseluruhan proses pengambilan keputusan dan tindakan medis
ditinjau dari segi norma-norma / nilai-nilai moral. Pada dasarnya, suatu norma etik
adalah norma yang apabila dilanggar “hanya” akan membawa akibat sanksi moral bagi
pelanggarnya.

2. Bentuk-bentuk etika kedokteran diantaranya ialah yang pertama, Etika dokter terhadap
sang khalik. Kedua, etika dokter terhadap pasien. Dan yang ketiga, etika dokter terhadap
sejawatnya.

3. Tujuan dari etika profesi dokter adalah untuk mengantisipasi atau mencegah terjadinya
perkembangan yang buruk terhadap profesi dokter dan mencegah agar dokter dalam
menjalani profesinya dapat bersikap professional.

4. Kode etik berperan sangat penting pada suatu profesi. Agar profesi dapat berjalan
dengan benar maka perlu diikat dengan suatu norma tertulis yang disebut dengan kode
etik profesi.

5. Fungsi dari kode etik kedoktetan adalah memberikan pedoman bagi setiap anggota
profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan, selain itu juga sebagai sarana
kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan.

6. Kode etik kedokteran yang ada di Indonesia dikelompokkan kedalam beberapa kategori
yaitu Kewajiban umum, Dokter terhadap pasien, , Kewajiban dokter terhadap teman
sejawat, Kewajiban dokter terhadap diri sendiri. Selain itu ada juga hak dan kewajiban
dokter secara umum.

7. Sanksi dari pelanggaran kode etik kedokteran dijelaskan dalam Konsil Kedokteran
Indonesia Nomor 16/KKI/PER/VIII/2006 tentang Tata Cara Penanganan Kasus Dugaan
Pelanggaran Disiplin MKDKI dan MKDKIP.

16
8. Penyebab terjadinya pelanggaran kode etik profesi diantaranya yaitu pengaruh sifat
kekeluargaan, pengaruh jabatan, pengaruh lemahnya penegakan hukum di Indonesia,
Tidak berjalannya kontrol dan pengawasan dari masyarakat, organisasi profesi tidak
dilengkapi dengan sarana dan mekanisme bagi masyarakat untuk menyampaikan
keluhan. rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai substansi kode etik profesi,
karena buruknya pelayanan sosialisasi dari pihak profesi sendiri, belum terbentuknya
kultur dan kesadaran dari para pengemban profesi untuk menjaga martabat luhur
profesinya, dan tidak adanya kesadaran etis dan moralitas diantara para pengemban
profesi untuk menjaga martabat luhur profesinya.

3.2 SARAN

Kami selaku penyusun makalah ini sangat mengaharapkan dan juga membutuhkan saran
dari teman-teman diskusi dan juga khususnya dari dosen penanggung jawab mata kuliah
jika masih ada yang belum tersampaikan pada makalah ini.

17
DAFTAR PUSTAKA

Erdiansyah, 2011, Jurnal Ilmu Hukum, Pertanggungjawaban Pidana terhadap Dokter atas Kesalahan dan
Kelalaian dalam Memberikan Pelayanan Medis di Rumah Sakit, Vol. 3,  No. 2, Hal. 297-300.

Press Permata T, 2017, Undang-undang Kesehatan & Tenaga Kesehatan, permata press

18

Anda mungkin juga menyukai