Anda di halaman 1dari 1

Kethek Ogleng

Seberkas sinar keemasan mentari pagi menyingsing dari ufuk timur menembus celah rerimbunan
pepohonan kelapa di pekarangan rumah warga. Terpaan angin membelai dedaunan nyiur dan bambu
menimbulkan suara kemerisik mendesir-desir. Udara pagi yang sejuk Desa Kemusuk mengisyaratkan
kepada penduduk desa untuk melepas diri dari mimpi indahnya. Kemusuk, orang mengenalnya sebagai
desa dengan pertaniannya yang subur. Hasil bumi seperti sayur-mayur, buah-buahan, dan padi menthik
wanginya terkenal sampai ke mana-mana. Namun, kemakmuran semacam itu tidak dirasakan oleh
Darno. Ia hidup dalam belenggu kemiskinan. Ia hanya bekerja sebagai penggembala kambing milik orang
lain dengan sistem bagi hasil. Ketika kambing itu beranak, maka ia baru mendapatkan bagiannya.
Apabila kambing beranak dua, maka ia mendapat bagiannya seekor. Kini ia menggembalakan kambing-
kambing milik Pak Bayan. Pagi itu, ia keluar dari kandang kambing di belakang rumahnya disusul tujuh
ekor kambing Jawa. Tampaknya ia mau menggembala kambing ke jalan persawahan dekat dengan
kebun tebu.

“Heyo… Heyo… “,gertak Darno pada kambing-kambingnya itu supaya segera berjalan menuju jalanan di
persawahan.

Anda mungkin juga menyukai