Anda di halaman 1dari 11

‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬

“7 AYAT AL-QUR’AN TENTANG MASJID”


Oleh: Faqih Aulia (14.3887)
MUQADDIMAH:
Mesjid secara bahasa artinya tempat sujud. Adapun secara istilah syar’i, mesjid adalah tempat khusus yang
dipersiapkan untuk digunakan ibadah oleh kaum muslimin dan memiliki aturan-aturan yang ditetapkan Allah
dan Rasul-Nya. Sedangkan arti mesjid dalam bahasa Indonesia adalah tempat khusus yang diistimewakan oleh
Allah swt dan semua mesjid harus diwakafkan hanya milik Allah swt. Allah berfirman:
ِ ِِ ِ
َ ‫َأن الْ َم َساج َد للَّه فَالَ تَ ْدعُوا َم َع اهلل‬
18:‫ اجلن‬.‫َأح ًدا‬ َّ ‫َو‬
Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Oleh sebab itu janganlah kamu meminta kepada
seseorang bersama Allah. Q.S. Al-Jin:18
Dalam sejarah tercatat bahwa pada masa Rasulullah saw. Masjid adalah sebagai tempat pelaksanaan ibadah dan
juga sebagai pusat kebudayaan, pusat ilmu pengetahuan, pusat informasi, pusat pengembangan ekonomi
keumatan, pusat pengaturan strategi perang dan damai, serta pusat pembinaan dan pengembangan sumber daya
umat secara keseluruhan. Berfungsinya masjid sebagai pusat kegiatan kemasyarakatan bukan karena kontek
sosial yang masih sederhana tetapi justru karena proses manajemen sosial kemasjidan yang telah berfungsi
sebagai pengikat sosial.
Sejarah perjalanannya, masjid pertama didirikan Nabi (Masjid Nabawi) tak kurang dari sepuluh fungsi yang
diemban, yaitu:
1. Sebagai tempat ibadah.
2. Tempat konsultasi dan komunikasi yang berkaitan dengan masalah ekonomi dan sosial budaya.
3. Tempat Pendidikan.
4. Tempat santunan sosial.
5. Tempat latihan latihan militer dan persiapan alat-alatnya.
6. Tempat pengobatan para korban perang.
7. Tempat perdamaian dan pengadilan sengketa.
8. Aula tempat menerima tamu.
9. Tempat penawan tahanan.
10. Pusat penerangan dan pembelaan agama.
Pada dasarnya, Masjid sebagai pengembangan agama, Pendidikan dan ekonomi ummat adalah hal yang tepat,
karena bagi ummat Islam Masjid disebut Rumah Allah. Rumah Allah artinya rumah tempat menghadap dan
memberikan segala urusan yang berkaitan dengan kebutuhan manusia sebagai makhluk Allah. Baik kebutuhan
fisik material maupun kebutuhan mental spiritual.
Nabi bersabda al jamaah rahmah wal firqatul azab, berjamaah atau bersama-sama itu adalah rahmat, sebaliknya
berpecah belah adalah azab. Shalatul jamaah adalah suatu pola bagaimana membina masyarakat Islam. Dengan
pola ini Nabi saw. membentuk masyarakat Islam di Yatsrib yang kemudian bernama Madinatun Munawwarah,
kota Nabi yang penuh cahaya. Cahaya di sini bisa berarti damai, sejahtera, tentram dan lain sebagainya. Untuk
pembentukan jamaah itu pulalah kita mendirikan masjid atau mushalla.
Namun kita dapat menyaksikan bahwa hari ini masjid tidak seperti yang telah difungsikan dan diperankan
sebagaimana pada zaman Nabi Muhammad saw. Masjid hanya sebagai tempat beribadah semata yang kurang
memainkan fungsi dan peranannya pada aspek-aspek sosial.
Masjid seringkali disebut masyarakat sebagai rumah Allah swt yang berfungsi untuk menunaikan ibadah salat
bagi umat muslim. Saking pentingnya dalam kehidupan seorang Muslim, ada beberapa ayat Al-Quran tentang
masjid. Berikut ini beberapa ayat Al-Qur’an tentang masjid yang bisa dijadikan sebagai bahan kajian dalam
rangka memahami peran dan fungsi masjid dalam islam.

1
PERTAMA: SEBAGAI TEMPAT BERKUMPUL DAN TEMPAT YANG AMAN BAGI MANUSIA.
‫يل َأ ْن طَ ِّهَرا‬ ِ ‫ر ِاهيم وِإمْس‬-‫ه ْدنَا ِإىَل ِإب‬-ِ ‫لًّى وع‬-‫ ِمن م َق ِام ِإبر ِاهيم مص‬-‫َّاس وَأمنًا واخَّتِ ُذوا‬
‫اع‬ ِ ‫ن‬ ‫ل‬ ِ‫وِإ ْذ جع ْلنا الْبيت مثابةً ل‬
َ َ ََ َ ْ َ َ ََُ َ ْ َْ َ َ ْ َ ََ َ َْ َ َ َ َ
-ِ ‫الس ُج‬
‫ود‬ ُّ ‫الر َّك ِع‬
ُّ ‫ني َو‬-َ ‫ني َوالْ َعاكِ ِف‬ ِ‫ِ ِئ‬
َ ‫َبْييِت َ للطَّا ف‬
“Dan ingatlah ketika Kami menjadikan rumah (Ka’bah) sebagai tempat berkumpul dan tempat yang aman bagi
manusia. Dan jadikanlah maqam Ibrahim itu tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan
Ismail, “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, orang yang iktikaf, orang yang rukuk dan
orang yang sujud.” (Q.S. Al-Baqarah {2}: 125)
Keterangan:
Diperintahkan kepada Nabi Muhammad saw, dan kaum Muslimin agar mengingat ketika Allah menjadikan
Ka'bah sebagai tempat berkumpul manusia, tempat yang aman, dan menjadikan Maqam Ibrahim sebagai tempat
salat. Maqam Ibrahim ialah tempat berpijak bagi Ibrahim ketika membangun Ka'bah. Perintah Allah kepada
Ibrahim dan Ismail itu untuk menenteramkan hati Nabi Muhammad saw dan kaum Muslimin dalam
menghadapi keingkaran orang kafir dan untuk menerangkan kepada orang musyrik, Yahudi dan Nasrani bahwa
agama yang dibawa Nabi Muhammad itu seasas dengan agama yang dibawa Nabi Ibrahim, agama nenek
moyang mereka.
Ada dua faedah yang dapat diambil dari ayat di atas sehubungan dengan didirikannya Ka'bah:
Pertama, tempat berkumpul bagi manusia untuk ibadah.
Sejak zaman dahulu sebelum Nabi Muhammad saw diutus sampai saat ini Ka'bah atau Mekah telah menjadi
tempat berkumpul manusia dari segala penjuru, dari segala macam bangsa dalam rangka menghormati dan
melaksanakan ibadah haji. Hati mereka merasa tenteram tinggal di sekitar Ka'bah. Setelah mereka kembali ke
tanah air, hati dan jiwa mereka senantiasa tertarik kepadanya dan selalu bercita-cita ingin kembali lagi bila ada
kesempatan.
Kedua, Allah swt menjadikannya sebagai tempat yang aman.
Maksudnya, Allah menjadikan tanah yang berada di sekitar Masjidil Haram sebagai tanah dan tempat yang
aman bagi orang-orang yang berada di sana. Sejak dahulu sampai saat ini orang-orang Arab mengagungkan dan
menyucikannya.
Orang-orang Arab terkenal dengan sifat suka menuntut bela atas orang atau kabilah yang membunuh atau
menyakiti atau menghina keluarganya. Di mana saja mereka temui orang atau kabilah itu, penuntutan balas
akan mereka laksanakan. Kecuali bila mereka menemuinya di Tanah Haram, mereka tidak mengganggu sedikit
pun. Dalam pada itu sejak zaman dahulu banyak usaha dari orang-orang Arab sendiri atau dari bangsa-bangsa
yang lain untuk menguasai Tanah Haram atau untuk merusak Ka'bah, tetapi selalu digagalkan Allah, seperti
usaha Abrahah Raja Najasyi dengan tentaranya untuk menguasai Tanah Haram dan Ka'bah. Mereka
dihancurkan.
Allah berfirman: Tidakkah engkau (Muhammad) perhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap
pasukan bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan
kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu dari tanah liat yang
dibakar, sehingga mereka dijadikan-Nya seperti daun-daun yang dimakan (ulat). (al-Fil/105:1-5)
Tidakkah mereka memperhatikan, bahwa Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman,
padahal manusia di sekitarnya saling merampok. Mengapa (setelah nyata kebenaran) mereka masih percaya
kepada yang batil dan ingkar kepada nikmat Allah? (al-'Ankabut/29:67)
Allah memerintahkan agar Maqam Ibrahim dijadikan sebagai tempat salat. Faedah perintah itu ialah untuk
menghadirkan perintah itu di dalam pikiran atau agar manusia mengikuti apa yang diperintahkan itu, seolah-
olah perintah itu dihadapkan kepada mereka sehingga perintah itu tertanam di dalam hati mereka dan mereka
merasa bahwa diri mereka termasuk orang yang diperintah.
Dengan demikian, maksud ayat ialah: Orang-orang dahulu yang beriman kepada Ibrahim a.s. diperintahkan agar
menjadikan sebagian Maqam Ibrahim sebagai tempat salat. Perintah itu ditujukan pula kepada orang-orang yang

2
datang kemudian, yang mengakui Ibrahim a.s., sebagai nabi dan rasul Allah dan mengakui Nabi Muhammad
saw, salah seorang dari anak cucu Ibrahim a.s. sebagai nabi yang terakhir.

Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk membersihkannya dalam arti yang sebenarnya dan dalam arti kiasan.
Membersihkan dalam arti yang sebenarnya ialah membersihkan dari segala macam benda yang dihukumkan
najis, seperti segala macam kotoran dan sebagainya. Membersihkan dalam arti kiasan ialah membersihkannya
dari segala macam perbuatan yang mengandung unsur-unsur syirik, perbuatan menyembah berhala, perbuatan-
perbuatan yang terlarang, bertengkar dan sebagainya.
Perintah membersihkan Ka'bah ini sekalipun ditujukan kepada Nabi Ibrahim dan Ismail, tetapi termasuk juga
orang-orang yang datang sesudahnya. Allah menamakan Ka'bah yang didirikan itu dengan "Rumah Allah"
(Baitullah). Penamaan itu bukan berarti Allah tinggal di dalam atau di sekitar Ka'bah. Tetapi maksudnya ialah
bahwa Allah menjadikan rumah itu tempat beribadah kepada-Nya dan dalam beribadah menghadap ke arah
Ka'bah.
Hikmah menjadikan Ka'bah sebagai "rumah Allah" dan menjadikan sebagai arah menghadap di dalam
beribadah kepada Allah Pencipta dan Penguasa seluruh makhluk agar manusia merasa dirinya dapat langsung
menyampaikan pujian, pernyataan syukur, permohonan pertolongan dan permohonan doa kepada Allah.
Manusia kurang dapat menyatakan pikirannya dalam beribadah kepada Allah bila tidak dilakukan di tempat
tertentu dan menghadap ke arah tertentu. Dengan adanya tempat tertentu dan arah tertentu, manusia dapat
menambah imannya setiap saat, memperdalam pengetahuannya, dan mempertinggi nilai-nilai rohani dalam
dirinya. Karena dengan demikian dia merasakan seolah-olah Allah ada di hadapannya demikian dekat, sehingga
tidak ada yang membatasi antaranya dengan Allah.
Pada ayat yang lain ditegaskan bahwa ke mana saja manusia menghadap dalam beribadah, berdoa akan
menemui wajah Allah, dan sampai kepada-Nya, karena Allah Mahaluas lagi Maha Mengetahui. Dari ayat di
atas dapat dipahami bahwa penamaan Ka'bah sebagai rumah Allah hanyalah untuk mempermudah manusia
dalam membulatkan pikirannya dalam beribadah. Pada asasnya Allah Mahabesar, Maha Mengetahui lagi
Mahaluas.
Kedua: Sebagai tempat beribadah kepada Allah.
KEDUA: SEBAGAI TEMPAT IBADAH.
ِ - ‫الس ِم‬ ِ ‫ِإ‬
‫يم‬
ُ ‫يع الْ َعل‬
ُ َّ ‫ت‬ َ َّ‫يل َربَّنَا َت َقبَّ ْل ِمنَّا ِإن‬
َ ْ‫ك َأن‬
ِ ‫ِ ِإ‬ ِ ِ
ُ ‫يم الْ َق َواع َد م َن الَْبْيت َو مْسَاع‬
‫ِإ‬
ُ ‫َو ْذ َي ْرفَ ُع ْبَراه‬
“Dan ingatlah ketika Ibrahim meninggikan pondasi Baitullah bersama Ismail, (seraya berdoa), “Ya Tuhan
kami, terimalah (amal) dari kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
(Q.S. Al-Baqarah {2}: 127)
Keterangan:
Orang-orang Arab diingatkan bahwa yang membangun Baitullah itu adalah nenek moyang mereka yang
bernama Ibrahim dan putranya Ismail. Ibrahim adalah nenek moyang orang-orang Arab melalui putranya
Ismail. Sedangkan orang Israil melalui putranya Ishak. Seluruh orang Arab mengikuti agama Ibrahim.
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa yang membangun Baitullah ialah Nabi Ibrahim dan putranya Ismail.
Tujuannya adalah untuk beribadah kepada Allah bukan untuk yang lain, sebagai peringatan bagi dirinya, yang
akan diingat-ingat oleh anak cucunya di kemudian hari. Bahan-bahan untuk membangun Ka'bah itu adalah
benda-benda biasa sama dengan benda-benda yang lain, dan bukan benda yang sengaja diturunkan Allah dari
langit. Semua riwayat yang menerangkan Ka'bah secara berlebih-lebihan, adalah riwayat yang tidak benar,
diduga berasal dari Isra'i1iyat. Mengenai al-hajar al-Aswad 'Umar bin al-Khatthab r.a. berkata pada waktu ia
telah menciumnya: "Dari Umar semoga Allah meridainya, bahwa dia telah mencium Hajarul Aswad dan
berkata: "Sesungguhnya aku telah mengetahui bahwa engkau batu yang tidak dapat memberi mudarat dan
tidak pula memberi manfaat. Kalau aku tidak melihat Rasulullah saw mencium engkau, tentu aku tidak akan
mencium engkau." (Muttafaq 'Alaih)
Menurut riwayat ad-Daraqutni, Rasulullah saw pernah menyatakan sebelum mencium Hajar Aswad bahwa itu
adalah batu biasa. Demikian pula halnya Abu Bakar r.a., dan sahabat-sahabat yang lain. Dari riwayat-riwayat di

3
atas dapat diambil kesimpulan bahwa Hajar Aswad adalah batu biasa saja. Perintah menciumnya berhubungan
dengan ibadah, seperti perintah salat menghadap ke Ka'bah, perintah melempar jamrah di waktu melaksanakan
ibadah haji dan sebagainya. Semuanya dilaksanakan semata-mata melaksanakan perintah Allah.

Setelah Ibrahim dan Ismail selesai meletakkan fondasi Ka'bah, mereka berdua berdoa: "Terimalah dari kami",
(maksudnya ialah terimalah amal kami sebagai amal yang saleh, ridailah dan berilah pahala ...) "Allah Maha
Mendengar" (maksudnya: Allah Maha Mendengar doa kami), dan "Allah Maha Mengetahui" (maksudnya:
Allah Maha Mengetahui niat-niat dan maksud kami membangun dan mendirikan Ka'bah ini).
Dari ayat di atas dapat diambil hukum bahwa sunah hukumnya berdoa dan menyerahkan semua amal kita
kepada Allah apabila telah selesai mengerjakannya. Dengan penyerahan itu berarti tugas seorang hamba ialah
mengerjakan amal-amal yang saleh karena Allah, dan Allah-lah yang berhak menilai amal itu dan memberinya
pahala sesuai dengan penilaian-Nya.
Dari ayat di atas juga dapat dimengerti bahwa Ibrahim a.s. dan putranya, Ismail a.s., berdoa kepada Allah
setelah selesai mengerjakan amal yang saleh dengan niat dan maksud perbuatan itu semata-mata dilakukan dan
dikerjakan karena Allah. Karena sifat dan bentuk perbuatan yang dikerjakannya itu diyakini sesuai dengan
perintah Allah, maka ayah dan anak itu yakin pula bahwa amalnya itu pasti diterima Allah. Hal ini berarti
bahwa segala macam doa yang dipanjatkan kepada Allah yang sifat, bentuk dan tujuannya sama dengan yang
dilakukan oleh Ibrahim a.s. dengan putranya, pasti diterima Allah pula dan pasti diberi pahala yang baik dari
sisi-Nya.
Pada ayat berikutnya (128) Ibrahim a.s. melanjutkan doanya, agar keturunannya menjadi umat yang tunduk dan
patuh kepada Allah. Di dalam perkataan "Muslim" (tunduk patuh) terkandung pengertian bahwa umat yang
dimaksud Ibrahim a.s. itu mempunyai sifat-sifat:
1. Memurnikan kepercayaan hanya kepada Allah. Hati seorang Muslim hanya mempercayai bahwa yang
berhak disembah dan dimohonkan pertolongan hanya Allah Yang Maha Esa. Kepercayaan ini bertolak dari
kesadaran Muslim bahwa dirinya berada di bawah pengawasan dan kekuasaan Allah. Allah saja yang dapat
memberi keputusan atas dirinya.
2. Semua perbuatan, kepatuhan dan ketundukan, dilakukan hanya karena dan kepada Allah saja, bukan karena
menurut hawa nafsu, bukan karena ingin dipuji dan dipandang baik oleh orang, bukan karena pangkat dan
jabatan, dan bukan pula karena keuntungan duniawi.
Bila kepercayaan dan ketundukan itu tidak murni kepada Allah, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung bagi
mereka. Allah berfirman: Sudahkah engkau (Muhammad) melihat orang yang menjadikan keinginannya
sebagai tuhannya. Apakah engkau akan menjadi pelindungnya? (al-Furqan/25:43)
Allah membiarkan sesat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan mengunci mati hatinya,
karena Allah mengetahui bahwa mereka tidak menerima petunjuk-petunjuk yang diberikan kepadanya. Allah
berfirman: Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah
membiarkannya sesat dengan sepengetahuan-Nya dan Allah telah mengunci pendengaran dan hatinya serta
meletakkan tutup atas penglihatannya? (al-Jasiyah/45:23)
Pada ayat 124 yang lalu, Ibrahim a.s. berdoa agar keturunannya dijadi-kan imam, Allah menjawab, "Keturunan
Ibrahim yang zalim tidak termasuk di dalam doa itu." Karena itu pada ayat 128 ini Ibrahim a.s. mendoakan agar
sebagian keluarganya dijadikan orang yang tunduk patuh kepada Allah.
Dalam hubungan ayat di atas terdapat petunjuk bahwa yang dimaksud dengan keturunannya itu ialah Ismail a.s.
dan keturunannya yang akan ditinggalkan di Mekah, sedang ia sendiri kembali ke Syam. Keturunan Ismail a.s.
inilah yang menghuni Mekah dan sekitarnya, termasuk Nabi Muhammad saw. Inilah yang dimaksud dengan
firman Allah: (Ikutilah) agama nenek moyangmu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamakan kamu orang-orang
Muslim sejak dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur'an) ini. (al-hajj/22:78)
Ibrahim dan Ismail memohon kepada Allah agar ditunjukkan cara-cara mengerjakan segala macam ibadah
dalam rangka menunaikan ibadah, tempat wuquf, tawaf, sa'i, dan sebagainya, sehingga dia dan anak cucunya
dapat melaksanakan ibadah sesuai dengan yang diperintahkan Allah.

4
Di dalam ayat ini, Ibrahim a.s. memohon kepada Allah agar diterima tobatnya, padahal Ibrahim adalah seorang
nabi dan rasul, demikian pula putranya. Semua nabi dan rasul dipelihara Allah dari segala macam dosa
(ma'sum). Karena itu maksud dari doa Ibrahim dan putranya ialah:
1. Ibrahim a.s. dan putranya Ismail a.s. memohon kepada Allah agar diampuni segala kesalahan yang tidak
disengaja, yang tidak diketahui dan yang dilakukannya tanpa kehendaknya sendiri.
2. Sebagai petunjuk bagi keturunan dan pengikutnya di kemudian hari, agar selalu menyucikan diri dari segala
macam dosa dengan bertobat kepada Allah, dan menjaga kesucian tempat mengerjakan ibadah haji.
"Allah Maha Penerima tobat" ialah Allah sendirilah yang menerima tobat hamba-hamba-Nya, tidak ada yang
lain. Dia selalu menerima tobat hamba-hamba-Nya yang benar-benar bertobat serta memberi taufik agar selalu
mengerjakan amal-amal yang saleh. "Allah Maha Penyayang" ialah Allah Maha Penyayang kepada hamba-
hamba-Nya yang bertobat dengan menghapus dosa dan azab dari mereka.
Selanjutnya Ibrahim a.s. berdoa agar Allah mengangkat seorang rasul dari keturunannya yang memurnikan
ketaatan kepada-Nya, untuk memberi berita gembira, memberi petunjuk dan memberi peringatan. Allah swt
mengabulkan doa Nabi Ibrahim dengan mengangkat dari keturunannya nabi-nabi dan rasul termasuk Nabi
Muhammad saw, nabi yang terakhir. Rasulullah saw bersabda: Aku adalah doa Ibrahim dan yang diberitakan
sebagai berita gembira oleh Isa. (Riwayat Ahmad).
Sifat dari rasul-rasul yang didoakan Ibrahim a.s. ialah:
1. Membacakan ayat-ayat Allah yang telah diturunkan kepada mereka, agar ayat-ayat itu menjadi pelajaran
dan petunjuk bagi umat mereka. Ayat-ayat itu mengandung ajaran tentang keesaan Allah, adanya hari
kebangkitan dan hari pembalasan, adanya pahala bagi orang yang beramal saleh dan siksaan bagi orang
yang ingkar, petunjuk ke jalan yang baik, dan sebagainya.
2. Mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. Al-Kitab ialah Al-Qur'an. Al-Hikmah ialah
mengetahui rahasia-rahasia, faedah-faedah, hukum-hukum syariat, serta maksud dan tujuan diutusnya para
rasul, yaitu agar menjadi contoh yang baik bagi mereka sehingga mereka dapat menempuh jalan yang lurus.
3. "Menyucikan mereka" ialah menyucikan diri dan jiwa mereka dari segala macam kesyirikan, kekufuran,
kejahatan, budi pekerti yang tidak baik, sifat suka merusak masyarakat dan sebagainya.
Ibrahim a.s. menutup doanya dengan memuji Tuhannya, yaitu dengan menyebut sifat-sifat-Nya, Yang
Mahaperkasa, dan Yang Mahabijaksana. "Mahaperkasa" ialah yang tidak seorang pun dapat membantah
perkataan-Nya, dan tidak seorang pun dapat mencegah perbuatan-Nya. "Maha-bijaksana" ialah Yang Maha
Menciptakan segala sesuatu dan penggunaan-nya sesuai dengan sifat, guna dan faedahnya.
Dari doa Nabi Ibrahim ini dapat dipahami bahwa ia memohonkan agar keturunannya diberi taufik dan hidayah,
sehingga dapat melaksanakan dan mengembangkan agama Allah, membina peradaban umat manusia dan
mengembangkan ilmu pengetahuan menurut yang diridai Allah.
KETIGA: AGAR MANUSIA MEMAKAI ZINAH (PAKAIAN BERSIH YANG INDAH) KETIKA
MEMASUKI MASJID DAN MENGERJAKAN IBADAT.
ِ ُّ ِ‫د َو ُكلُوا َوا ْشَربُوا َواَل تُ ْس ِرفُوا ِإنَّهُ اَل حُي‬-ٍ ‫آد َم ُخ ُذوا ِزينَتَ ُك ْم ِعْن َد ُك ِّل َم ْس ِج‬
َ ‫ب الْ ُم ْس ِرف‬
‫ني‬ َ ‫يَا بَيِن‬
“Wahai anak cucu Adam, pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap kali memasuki masjid. Makan dan
minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
(Q.S. Al-A’raf {7}: 31)
Keterangan:
Dalam ayat ini Allah memerintahkan agar manusia memakai zinah (pakaian bersih yang indah) ketika
memasuki masjid dan mengerjakan ibadat, seperti salat, thawaf dan lain-lainnya.
Yang dimaksud dengan memakai zinah ialah memakai pakaian yang dapat menutupi aurat dengan memenuhi
syarat-syarat hijab. Lebih sopan lagi kalau pakaian itu selain bersih dan baik, juga indah yang dapat menambah
keindahan seseorang dalam beribadah menyembah Allah, sebagaimana kebiasaan seseorang berdandan dengan
memakai pakaian yang indah di kala akan pergi ke tempat-tempat undangan dan lain-lain. Maka untuk pergi ke
tempat-tempat beribadah untuk menyembah Allah tentu lebih pantas lagi, bahkan lebih utama. Hal ini
bergantung pada kemauan dan kesanggupan seseorang, juga bergantung pada kesadaran. Kalau seseorang hanya

5
mempunyai pakaian selembar saja, cukup untuk menutupi aurat dalam beribadah, itu pun memadai. Tetapi
kalau seseorang mempunyai pakaian yang agak banyak, maka lebih utama kalau ia memakai yang bagus.
Rasulullah telah bersabda: "Apabila salah seorang di antaramu mengerjakan salat hendaklah memakai dua
kain, karena untuk Allah yang lebih pantas seseorang berdandan. Jika tidak ada dua helai kain, maka cukuplah
sehelai saja untuk dipakai salat. Janganlah berkelumun dalam salat, seperti berkelumunnya orang-orang
Yahudi". (Riwayat ath-thabrani dan al-Baihaqi dari Ibnu 'Umar)

Diriwayatkan dari Hasan, cucu Rasulullah, bahwa apabila ia akan mengerjakan salat, ia memakai pakaian yang
sebagus-bagusnya. Ketika ia ditanya orang dalam hal itu, ia menjawab, "Allah itu indah, suka kepada
keindahan, maka saya memakai pakaian yang bagus."
Dalam ayat ini, Allah mengatur urusan makan dan minum. Kalau pada masa Jahiliyah, manusia yang
mengerjakan haji hanya makan makanan yang mengenyangkan saja, tidak makan makanan yang baik dan sehat
yang dapat menambah gizi dan vitamin yang diperlukan oleh badan, maka dengan turunnya ayat ini, makanan
dan minuman itu harus disempurnakan gizinya dan diatur waktu menyantapnya dengan terpelihara
kesehatannya. Dengan begitu manusia lebih kuat mengerjakan ibadat. Dalam ayat ini diterangkan bahwa
memakai pakaian yang bagus, makan makanan yang baik dan minum minuman yang bermanfaat adalah dalam
rangka mengatur dan memelihara kesehatan untuk dapat beribadah kepada Allah dengan baik. Karena kesehatan
badan banyak hubungannya dengan makanan dan minuman. Makanan dan minuman yang berlebihan berakibat
terganggunya kesehatan. Karena itu, Allah melarang berlebihan dalam makan dan minum.
Larangan berlebihan itu mengandung beberapa arti, di antaranya:
1. Jangan berlebihan dalam porsi makan dan minum itu sendiri. Sebab, makan dan minum dengan porsi yang
berlebihan dan melampaui batas akan mendatangkan penyakit. Makan kalau sudah merasa lapar, dan kalau
sudah makan, janganlah sampai terlalu kenyang. Begitu juga dengan minuman, minumlah kalau merasa
haus dan bila rasa haus hilang, berhentilah minum, walaupun nafsu makan atau minum masih ada.
2. Jangan berlebihan dalam berbelanja untuk membeli makanan atau minuman, karena akan mendatangkan
kerugian. Kalau pengeluaran lebih besar dari pendapatan, akan menyebabkan hutang yang banyak. Oleh
sebab itu, setiap orang harus berusaha agar jangan besar pasak dari tiang.
3. Termasuk berlebihan juga adalah makan dan minum yang diharamkan Allah. Dalam hal ini Rasulullah telah
bersabda: "Makanlah, minumlah, bersedekahlah, dan berpakaianlah dengan cara yang tidak sombong dan
tidak berlebihan. Sesungguhnya Allah suka melihat penggunaan nikmat-Nya kepada hamba-Nya." (Riwayat
Ahmad, at-Tirmidzi dan al-hakim dari Abu Hurairah)
Perbuatan berlebihan yang melampaui batas selain merusak dan merugikan, juga Allah tidak menyukainya.
Setiap pekerjaan yang tidak disukai Allah, kalau dikerjakan juga, tentu akan mendatangkan bahaya.
KEEMPAT: YANG PATUT MEMAKMURKAN MESJID-MESJID ALLAH.
‫ى‬- - ‫ش ِإاَّل اللَّهَ َف َع َس‬ َّ ‫ام ال‬-َ - -َ‫ ِر َوَأق‬-‫خ‬- ِ ‫وِم اآْل‬-ْ - -‫اج َد اللَّ ِه َم ْن َآم َن بِاللَّ ِه َوالَْي‬
َّ ‫اَل َة َوآتَى‬- - ‫ص‬
َ ْ ‫ا َة َومَلْ خَي‬-- ‫ك‬-َ ‫الز‬
ِ - - ‫ر مس‬-- ‫م‬- ‫ا يع‬-- -َ‫ِإمَّن‬
َ َ ُ ُ َْ
ِ ِ
َ ‫ك َأ ْن يَ ُكونُوا م َن الْ ُم ْهتَد‬
‫ين‬ َ ‫ُأولَِئ‬
“Sesungguhnya yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari
akhir, serta (tetap) menegakkan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut kecuali hanya kepada Allah. Maka
mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. At-Taubah {9}: 18)
Keterangan:
Ayat ini menerangkan bahwa yang patut memakmurkan mesjid-mesjid Allah hanyalah orang-orang yang benar-
benar beriman kepada Allah dan berserah diri kepada-Nya serta percaya akan datangnya hari akhirat tempat
pembalasan segala amal perbuatan, melaksanakan salat, menunaikan zakat dan tidak takut kepada siapa pun
selain kepada Allah. Orang-orang inilah yang diharapkan termasuk golongan yang mendapat petunjuk untuk
memakmurkan mesjid-mesjid-Nya. Banyak hadis yang menjelaskan tentang keutamaan memakmurkan mesjid,
antara lain sabda Rasulullah saw: Barang siapa membangun mesjid bagi Allah untuk mengharapkan keridaan-

6
Nya, niscaya Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah dalam surga. (Riwayat al-Bukhari, Muslim
dan at-Tirmidzi dari 'Utsman bin Affan)
Sabda Rasulullah saw: Apabila kamu melihat seseorang membiasakan diri (beribadah) di mesjid, maka
bersaksilah bahwa ia orang yang beriman. (Riwayat Ahmad, at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan al-hakim dari Abi
Said al-Khudri)

Dan sabdanya yang lain: Sesungguhnya ada seorang perempuan yang biasa menyapu mesjid lalu meninggal
dunia, Rasulullah saw menanyakannya, dan ketika dikatakan kepadanya bahwa perempuan itu sudah
meninggal, Rasulullah berkata, "Mengapa kamu tidak memberitahukan kepada saya, agar saya salatkan ia.
Tunjukkanlah kepadaku di mana kuburnya." Maka Rasulullah mendatangi kuburan itu, lalu ia salat di atasnya.
(Riwayat al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan Ibnu Majah)
KELIMA: TUJUAN MEMBANGUN MASJID.
‫ل‬-ُ - ‫ولَهُ ِم ْن َقْب‬- ‫ب اللَّهَ َو َر ُس‬ ِ‫ادا ل‬- ‫ ِمنِني وِإرص‬- ‫ا ب الْم‬--‫را وَت ْف ِري ًق‬--‫رارا و ُك ْف‬- ‫ ِج ًدا ِض‬- ‫ مس‬-‫ ُذوا‬- ‫والَّ ِذين اخَّت‬
َ ‫ار‬-
َ -‫ح‬َ ‫ن‬ْ ‫م‬َ ً َ ْ َ َ ‫َنْي َ ُ ْؤ‬ َ ً َ ًَ َْ َ َ َ
‫وى ِم ْن‬-َ ‫ق‬-ْ ‫الت‬َّ ‫س َعلَى‬ - ‫س‬
ِّ ‫ُأ‬ ‫د‬
ٌ ‫ج‬ِ -‫دا لَمس‬-ً - ‫ولَيحلِ ُف َّن ِإ ْن َأردنَا ِإاَّل احْل س واللَّه ي ْشه ُد ِإنَّهم لَ َك ِاذبو َن * اَل َت ُقم فِ ِيه َأب‬
َ َْ َ ْ ُ ْ ُ َ َ ُ َ ‫ُ ْ ىَن‬ َْ ََْ
‫هُ َعلَى‬--َ‫س بُْنيَان‬ - ‫س‬
َّ ‫َأ‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫ف‬
َ‫َأ‬ * ‫ين‬ ِ
‫ر‬ ‫ه‬
ِّ َّ
‫ط‬ ‫م‬ ‫ل‬
ْ ‫ا‬ ‫ب‬
ُّ ِ‫ال حُيِ بُّو َن َأ ْن يتَطَ َّهروا واللَّه حُي‬-
ٌ -‫ج‬ ِ ‫ه‬-ِ -‫ه فِي‬-ِ -‫وم فِي‬-
‫ر‬ - ‫ق‬ ‫ت‬ ‫ن‬
ْ ‫َأ‬ ‫ق‬-
ُّ -
‫َأح‬ ٍ‫و‬--‫ََّأو ِل ي‬
‫م‬
َ ْ َ َ ُ ُ َ ُ َ َ َ ُ َ َ َْ
ِ ‫ َ ِ ِ يِف‬-‫ا ٍر فَا ْن َه‬--‫ف َه‬ ٍ ‫ر‬--‫ َفا ج‬- ‫ه علَى َش‬-- َ‫س بْنيان‬- ‫ر َأم من َأ َّس‬--‫و ٍان خي‬- ‫ض‬ ِ ِ
‫َّم َواللَّهُ اَل‬
َ ‫ار َج َهن‬-- َ‫ه ن‬-- ‫ار ب‬- ُُ َ ُ َُ َ ْ َ ْ ٌ ْ َ َ ْ ‫وى م َن اللَّه َو ِر‬-َ -‫َت ْق‬
‫يم‬ ِ ‫م ِإاَّل َأ ْن َت َقطَّع ُقلُوبهم واللَّه علِيم ح‬- ِ‫ بَنوا ِريبةً يِف ُقلُوهِب‬-‫م الظَّالِ ِمني * اَل يز ُال بْنيانُهم الَّ ِذي‬- ‫يه ِدي الْ َقو‬
‫ك‬
ٌ َ ٌ َ ُ َ ْ ُُ َ ْ َ َْ ُ ُ َ ُ ََ َ َْ َْ
“Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada yang mendirikan masjid untuk menimbulkan bencana (pada
orang-orang yang beriman), untuk kekafiran dan untuk memecah belah di antara orang-orang yang beriman
serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Dan
mereka dengan pasti bersumpah, “Kami hanya menginginkan kebaikan.” Dan Allah menjadi saksi bahwa
sesungguhnya mereka itu pendusta (dalam sumpahnya). (107) Janganlah engkau melaksanakan shalat dalam
masjid itu selama-lamanya. Sungguh, masjid yang didirikan atas dasar takwa sejak hari pertama adalah lebih
pantas engkau gunakan untuk melaksanakan shalat di dalamnya. Di dalamnya terdapat orang-orang yang
ingin membersihkan diri. Allah menyukai orang-orang yang membersihkan diri. (108) Maka apakah orang
yang mendirikan bangunan (masjid) atas dasar takwa kepada Allah dan mengharap keridhaan(-Nya) itu lebih
baik, ataukah orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, kemudian (bangunan) itu roboh
bersama-sama dengan dia ke dalam neraka Jahanam? Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
yang dzalim. (109) Bangunan yang mereka dirikan itu senantiasa menjadi penyebab keraguan dalam hati
mereka, sampai hati mereka hancur. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (110) (Q.S At-
Taubah {9}: 107-110)
Keterangan:
Dalam ayat ini (ayat 107) Allah menjelaskan maksud mereka mendirikan mesjid tersebut yaitu:
1. Untuk mencelakakan orang-orang mukmin yang biasa beribadah di mesjid Quba, yaitu mesjid yang
dibangun Rasulullah saw ketika beliau baru berhijrah dari Mekah, sebelum sampai ke Medinah.
2. Sebagai fasilitas dalam melakukan berbagai perbuatan sebagai manifestasi kekafiran. Kaum munafik
meninggalkan salat dengan sembunyi-sembunyi dalam bangunan yang mereka dirikan itu, sehingga kaum
Muslimin tidak dapat mengetahuinya karena mereka tidak lagi bersama-sama melakukan ibadat di mesjid
Quba. Selain itu, adanya bangunan tersebut juga bisa menjadi tempat mengadakan perundingan secara bebas
dalam melakukan makar terhadap Rasulullah saw.
3. Untuk memecah belah antara kaum Muslimin yang berdiam di daerah itu. Sebab mereka tidak hanya salat di
mesjid Quba, tetapi mereka juga berjumpa dan saling mengenal, bergotong-royong, membuat kesepakatan
7
dalam berbagai masalah. Inilah tujuan yang terpenting sebuah mesjid dalam bidang kemasyarakatan. Oleh
sebab itu, adalah suatu keharusan bagi kaum Muslimin yang bertempat tinggal di daerah tertentu agar
semuanya melakukan salat Jumat di satu mesjid selama hal itu memungkinkan. Dari sini dapatlah diketahui
bahwa mendirikan mesjid yang baru dapat dipandang sebagai amal kebajikan yang diterima Allah, bila hal
itu memang benar-benar sudah diperlukan, misalnya karena mesjid yang lama sudah rusak, atau sudah tidak
dapat menampung jumlah kaum Muslimin yang semakin besar, dan bukan didirikan untuk maksud
memecah belah kaum Muslimin. Oleh sebab itu, pembangunan mesjid-mesjid yang saling berdekatan
letaknya, dan hanya didorong oleh rasa riya dan kebanggaan pribadi ataupun golongan, tidaklah dibenarkan
oleh agama.
4. Menjadi tempat perlindungan bagi orang-orang yang biasa memerangi agama Allah, sehingga apabila
mereka datang ke tempat itu, mereka sudah mendapatkan tempat perlindungan yang aman, memperoleh
sekutu dan para penyokong untuk bersama-sama memerangi Rasulullah dan kaum Muslimin. Mereka ini
adalah kaum musyrik dan munafik yang dengan sengaja mendirikan bangunan itu sebagai kubu pertahanan
mereka untuk memecah belah dan memerangi umat Islam.
Dalam ayat ini selanjutnya diterangkan bahwa orang-orang munafik itu bersumpah untuk memperkuat ucapan
mereka, bahwa bangunan itu mereka dirikan hanyalah semata-mata untuk memperoleh kebaikan misalnya untuk
memudahkan bagi orang-orang yang lemah, melakukan salat Jumat dekat dari tempat tinggal mereka dan
sebagainya. Akan tetapi sumpah tersebut hanyalah untuk menyelimuti maksud-maksud jahat yang tersimpan
dalam hati mereka.
Pada akhir ayat tersebut (ayat 107) Allah menegaskan, bahwa Dia menyaksikan mereka itu adalah orang-orang
yang benar-benar pendusta.
Karena adanya maksud-maksud jahat kaum munafik dengan mendirikan bangunan tersebut, maka Allah
melarang Rasul-Nya selama-lamanya untuk salat di tempat itu, karena apabila Rasulullah salat di sana bersama
mereka berarti beliau merestui mereka mendirikan bangunan itu.
Selanjutnya Allah menegaskan kepada Rasul-Nya, bahwa mesjid yang dibangun sejak semula atas dasar
ketakwaan kepada Allah, adalah lebih baik untuk dijadikan tempat ibadah bersama kaumnya untuk
mempersatukan kaum Muslimin semuanya dalam segala hal yang diridai-Nya, yaitu saling mengenal dan
bersama-sama berbuat kebajikan dan ketakwaan.
Yang dimaksud dengan mesjid yang didirikan pertama kali atas dasar ketakwaan, yang disebutkan dalam ayat
ini, adalah "mesjid Quba" atau "mesjid Nabi" yang ada di kota Medinah, sebab kedua mesjid itu yang dibangun
oleh Nabi dan kaum Muslimin atas dasar ketakwaan.
Selanjutnya dalam ayat ini Allah menerangkan alasan, mengapa mesjid tersebut lebih utama dari mesjid lainnya
yang sengaja didirikan bukan atas dasar ketakwaan, karena di mesjid tersebut terdapat orang-orang yang suka
membersihkan dirinya dari segala dosa. Artinya mereka meramaikan mesjid dengan mendirikan salat serta
berzikir dan bertasbih kepada Allah. Dengan ibadah-ibadah tersebut, mereka ingin mensucikan diri dari segala
dosa yang melekat pada diri mereka, sebagaimana orang-orang yang mangkir dari peperangan kemudian
mereka menyadari kesalahan mereka, lalu berusaha mensucikan diri dari dosa tersebut dengan cara bertobat,
bersedekah, dan memperbanyak amal saleh lainnya. Melakukan ibadah salat berarti mensucikan diri lahir dan
batin karena untuk melakukan salat disyaratkan sucinya badan, pakaian dan tempat, serta hadirnya hati dan
pikiran yang dihadapkan kepada Allah semata.
Pada akhir ayat ini (ayat 108) ditegaskan bahwa Allah menyukai orang-orang yang sangat menjaga kebersihan
jiwa dan jasmaninya, karena mereka menganggap bahwa kesempurnaan manusia terletak pada kesucian lahir
batinnya. Oleh sebab itu, mereka sangat membenci kekotoran lahiriyah, seperti kotoran pada badan, pakaian dan
tempat, maupun kotoran batin yang timbul karena perbuatan maksiat terus menerus, serta budi pekerti yang
buruk, misalnya riya dalam beramal, ataupun kikir dalam menyumbangkan harta untuk memperoleh keridaan
Allah. Kecintaan Allah pada orang-orang yang suka mensucikan diri, adalah salah satu dari sifat-sifat
kesempurnaan-Nya, Dia suka kepada kebaikan, kesempurnaan, kesucian, dan kebenaran. Sebaliknya, Dia benci
kepada sifat-sifat yang berlawanan dengan sifat-sifat tersebut.
Ayat ini (ayat 109) dimulai dengan bentuk pertanyan, Allah menunjukkan perbedaan yang jelas antara orang-
orang yang mendirikan mesjid atas dasar ketakwaan dan keinginan untuk mencapai rida-Nya, dengan orang-
8
orang yang mendirikan mesjid dengan maksud jahat sehingga pembangunan mesjid tersebut bukan memberi
pahala malahan menambah bertumpuknya dosa-dosa mereka. Mereka yang disebut terakhir ini diumpamakan
sebagai orang-orang yang mendirikan bangunan di pinggir jurang yang longsor, sehingga akhirnya mereka
terjerumus bersama mesjid yang dibangunnya ke dalam neraka Jahannam.
Dari sini dapat dipahami, bahwa orang-orang yang mendirikan bangunan mesjid atas dasar takwa dan keinginan
untuk mencapai rida Allah, adalah ibarat orang-orang yang mendirikan bangunan yang kuat di atas tanah yang
kuat pula, tangguh terhadap serangan angin dan badai, tidak lapuk karena hujan, dan tidak lekang karena panas.
Ia memberikan perlindungan, keamanan, ketenteraman dan kebahagiaan kepada orang-orang yang berada di
dalamnya.
Dengan kata lain, Rasulullah saw dan kaum Muslimin yang benar-benar beriman kepada Allah senantiasa
mendasarkan segala perbuatannya kepada ketakwaan dan rida-Nya. Mereka lebih baik daripada orang-orang
munafik yang melakukan perbuatannya hanya didasarkan kepada niat yang buruk, yang menambah kekufuran
dan kemunafikan, serta niat memecah belah umat Islam. Di dunia ini mereka tercela, sedang di akhirat kelak
mereka ditimpa azab dan kemurkaan Allah.
Setelah menjelaskan keberuntungan orang-orang mukmin dan nasib buruk orang-orang munafik yang zalim,
pada akhir ayat tersebut Allah menegaskan bahwa Dia tidak akan memberikan petunjuk kepada orang-orang
yang zalim. Artinya, orang-orang yang zalim selamanya tidak akan memperoleh petunjuk ke arah kebaikan dan
keberuntungan. Oleh sebab itu, setiap langkah dan tingkah laku serta perbuatan mereka senantiasa mengalami
kegagalan dan malapetaka, baik di dunia maupun di akhirat.
Dalam ayat ini (ayat 110) Allah menjelaskan bahwa mesjid yang didirikan oleh kaum munafik itu senantiasa
menimbulkan keragu-raguan dalam hati mereka terhadap agama, karena setelah bangunan itu berdiri mereka
menggunakannya untuk melakukan perbuatan-perbuatan jahat, antara lain membuat rencana dan komplotan
jahat yang ditujukan kepada Rasulullah saw dan kaum Muslimin. Hal ini menunjukkan kemunafikan dan
kekafiran mereka. Setelah Rasulullah mengirim beberapa orang sahabat untuk merobohkan bangunan itu, kaum
munafik itu semakin ragu-ragu tentang nasib mereka, serta merasakan ketakutan dan kegelisahan. Keadaan
semacam ini baru berakhir setelah hati mereka seakan-akan hancur terpotong-potong, sehingga tidak dapat lagi
mengetahui kebenaran, ini berarti bahwa selama mereka hidup senantiasa hati mereka dalam kebimbangan dan
keraguan. Runtuhnya bangunan mesjid mereka menyebabkan runtuhnya pula pegangan hidup mereka, sehingga
kegelisahan, ketakutan, dan keragu-raguan senantiasa menyelubungi hati mereka sampai mereka mati dan jasad
mereka hancur berkeping-keping. Atau setelah mereka bertobat dan menyesali semua dosa dan kesalahan-
kesalahan yang telah mereka perbuat.
Pada akhir ayat ini (ayat 110) ditegaskan bahwa Allah Maha Mengetahui perbuatan hamba-Nya dan
Mahabijaksana dalam segala perbuatan-Nya. Salah satu kebijaksanaan-Nya ialah pemberitahuan-Nya kepada
Rasulullah dan kaum Muslimin tentang kejahatan orang-orang munafik, sehingga dari sifat-sifat dan perbuatan
jahat mereka dapat diketahui siapa mereka dan akibat dari kejahatan merekapun dapat dihindari.
KEENAM: IBADAH-IBADAH YANG DILAKUKAN DI MASJID.
ِ ‫السج‬ ِ ‫ِئ‬ ِ‫ِ ِئ‬ ِ ِ ‫وِإ ْذ ب َّوْأنَا ِإِل بر‬
‫ود‬ ُ ُّ ‫ع‬-ِ ‫الر َّك‬
ُّ ‫ني َو‬ َ ‫يم َم َكا َن الَْبْيت َأ ْن اَل تُ ْش ِر ْك يِب َشْيًئا َوطَ ِّه ْر َبْييِت َ للطَّا ف‬
َ ‫ني َوالْ َقا م‬ ‫اه‬
َ َْ َ َ
“Dan ingatlah ketika Kami tempatkan Ibrahim di tempat Baitullah (seraya mengatakan), “Janganlah engkau
mempersekutukan Aku dengan sesuatu pun dan sucikanlah rumah-Ku bagi orang-orang yang tawaf, orang
yang beribadah, serta orang yang rukuk dan sujud.” (Q.S. Al-Hajj {22}: 26)
Keterangan:
Pada ayat ini Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw agar mengingatkan kepada orang-orang
musyrik Mekah yang menghalang-halangi manusia masuk agama Islam dan masuk Masjidil Haram tentang
peristiwa yang pernah terjadi dahulu, ialah pada waktu Allah menunjukkan kepada Nabi Ibrahim as, letak
Baitullah yang akan dibangun kembali dan waktu ia memaklumkan kepada seluruh manusia di dunia atas
perintah Allah bahwa Baitullah menjadi pusat peribadatan bagi seluruh manusia. Dengan mengingatkan
peristiwa-peristiwa itu diharapkan orangorang musyrik Mekah tidak lagi menghalang-halangi manusia masuk

9
agama Islam dan masuk Masjidil Haram, karena agama Islam itu adalah agama nenek moyang mereka Ibrahim
dan Masjidil Haram itu didirikan oleh nenek moyang mereka pula.
Menurut ayat ini, Ibrahimlah orang yang pertama kali membangun Ka'bah. Tetapi menurut suatu riwayat bahwa
Ibrahim hanyalah bertugas membangun Ka'bah itu kembali bersama putranya Ismail as, sebelumnya telah
didirikan Ka'bah itu, kemudian runtuh dan bekasnya tertimbun oleh pasir. Menurut riwayat tersebut, setelah
Ismail putra Ibrahim dan istrinya Hajar yang ditinggalkannya di Mekah menjadi dewasa maka Ibrahim datang
ke Mekah dari Palestina, untuk melaksanakan perintah-perintah Allah yaitu mendirikan kembali Ka'bah
bersama putranya Ismail. Allah memberitahukan kepada Ibrahim bekas tempat berdirinya Ka'bah yang telah
runtuh itu dengan meniupkan angin kencang ke tempat itu, menjadi bersih, lalu Ibrahim as dan putranya Ismail
as mendirikan Ka'bah di tempat itu.
Kemudian Allah memerintahkan kepada Ibrahim as dan umatnya agar mentauhidkan Allah; tidak
mempersekutukannya dengan sesuatu pun, membersihkan Ka'bah dari segala macam perbuatan yang
mengandung unsur-unsur syirik, mensucikannya dari segala macam najis dan kotoran, menjadikan Ka'bah itu
sebagai pusat peribadatan bagi orang-orang yang beriman, seperti mengerjakan tawaf (berjalan mengelilingi
Ka'bah).
Perkataan "salat, ruku' dan sujud", merupakan isyarat bahwa Ka'bah itu didirikan untuk umat Islam, karena
salat, ruku' sujud itu, merupakan ciri khas ibadah umat Islam yang dilakukan dengan menghadap Ka'bah.
Allah telah melimpahkan karunia-Nya yang besar kepada kaum Muslimin, yang telah mempersiapkan pusat
peribadatan mereka sejak lama sebelum diutus rasul mereka yang membawa risalah Islamiyah. Dengan
perkataan lain dapat dikatakan bahwa pendirian Ka'bah yang dilaksanakan Nabi Ibrahim atas perintah Allah itu,
merupakan persiapan penyampaian risalah Islamiyah. Karena di kemudian hari Ka'bah itu dijadikan Allah
sebagai kiblat salat kaum Muslimin dan tempat mereka mengerjakan ibadah haji dan umrah.
KETUJUH: GOLONGAN YANG AKAN MENDAPATKAN PANCARAN NUR ILAHI.

‫ارةٌ َواَل‬-َ -َ ‫ال اَل ُت ْل ِهي ِه ْم جِت‬-


ٌ ‫ج‬-َ ‫ ِال * ِر‬-‫ص‬ -َ ِ‫هُ ف‬--َ‫بِّ ُح ل‬-‫ا امْسُهُ يُ َس‬-‫يه‬
َ ‫د ِّو َواآْل‬-ُ -ُ‫ا بِالْغ‬-‫يه‬ -َ ِ‫ ْذ َكَر ف‬-ُ‫ع َوي‬-َ -َ‫وت َِأذ َن اللَّهُ َأ ْن ُت ْرف‬-ٍ -‫يِف بي‬
ُُ
ِ
ُ‫ ِز َي ُه ُم اللَّه‬-‫ ُار * ليَ ْج‬- ‫ص‬ َ ْ‫وب َواَأْلب‬-
ِ ِ َّ‫ا َتَت َقل‬--‫افُو َن يوم‬--َ‫اة خَي‬-
ُ -ُ‫ه الْ ُقل‬--‫ب في‬
ُ ً َْ َّ ‫اء‬-ِ -َ‫اَل ِة َوِإيت‬- ‫ص‬
ِ ‫ك‬-َ ‫الز‬ َّ ‫ام ال‬-ِ -َ‫ ِر اللَّ ِه َوِإق‬-‫ع َع ْن ِذ ْك‬-ٌ -‫َبْي‬
‫اب‬ٍ ‫ضلِ ِه واللَّهُ ير ُز ُق من ي َشاء بِغَرْيِ ِحس‬ ْ ‫ف‬
َ ‫ن‬ ِ ‫َأحسن ما ع ِملُوا وي ِز َيدهم‬
‫م‬
َ ُ َ ْ َ َ
ْ َ ْ ْ ُ ََ َ َ َ َ ْ
“(Cahaya itu) di rumah-rumah yang di sana telah Allah perintahkan untuk memuliakan dan menyebut nama-
Nya, di sana bertasbih (menyucikan) nama-Nya pada waktu pagi dan petang, (36) orang-orang yang tidak
dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat Allah, menegakkan shalat, dan menunaikan zakat.
Mereka takut akan hari ketika hati dan penglihatan menjadi guncang (hari Kiamat), (37) (mereka melakukan
itu) agar Allah memberi balasan kepada mereka dengan yang lebih baik daripada apa yang telah mereka
kerjakan, dan agar Dia menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa saja
yang Dia kehendaki tanpa batas.” (38) (Q.S. An-Nur {24}: 36-38)
Keterangan:
Di antara orang-orang yang akan diberi Allah pancaran Nur Ilahi itu ialah orang-orang yang selalu menyebut
nama Allah di masjid-masjid pada pagi dan petang hari serta bertasbih menyucikan-Nya. Mereka tidak lalai
mengingat Allah dan mengerjakan salat walaupun melakukan urusan perniagaan dan jual beli, mereka tidak
enggan mengeluarkan zakat karena tamak mengumpulkan harta kekayaan, mereka selalu ingat akan hari akhirat
yang karena dahsyatnya banyak hati menjadi guncang dan mata menjadi terbelalak. Ini bukan berarti mereka
mengabaikan sama sekali urusan dunia dan menghabiskan waktu dan tenaganya untuk berzikir dan bertasbih,
karena hal demikian tidak disukai oleh Nabi Muhammad dan bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam.
Nabi Muhammad telah bersabda: Berusahalah seperti usaha orang yang mengira bahwa ia tidak akan mati
selama-lamanya dan waspadalah seperti kewaspadaan orang yang takut akan mati besok. (Riwayat al-Baihaqi
dari Ibnu Auz)
Urusan duniawi dan urusan ukhrawi keduanya sama penting dalam Islam. Seorang muslim harus pandai
menciptakan keseimbangan antara kedua urusan itu, jangan sampai salah satu di antara keduanya dikalahkan
10
oleh yang lain. Melalaikan urusan akhirat karena mementingkan urusan dunia adalah terlarang, sebagaimana
disebut dalam firman-Nya: Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta-bendamu dan anak-anakmu
melalaikan kamu dari mengingat Allah. Dan barang siapa berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang
yang rugi. (al-Munafiqun/63: 9)
Dan firman-Nya: Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan salat pada hari
Jumat, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik
bagimu jika kamu mengetahui. (al-Jumu'ah/62: 9)

Tetapi apabila kewajiban-kewajiban terhadap agama telah ditunaikan dengan sebaik-baiknya, seorang muslim
diperintahkan untuk kembali mengurus urusan dunianya dengan ketentuan tidak lupa mengingat Allah agar dia
jangan melanggar perintah-Nya atau mengerjakan larangan-Nya sebagai tersebut dalam firman-Nya: Apabila
salat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-
banyak agar kamu beruntung. (al-Jumu'ah/62: 10)
Sebaliknya melalaikan urusan dunia dan hanya mementingkan urusan akhirat juga tercela, karena orang muslim
diperintahkan Allah supaya berusaha mencari rezeki untuk memenuhi kebutuhannya, dan kebutuhan
keluarganya. Orang-orang yang berusaha menyeimbangkan antara urusan duniawi dan urusan ukhrawi itulah
orang-orang yang diridai oleh Allah. Dia bekerja untuk dunianya karena taat dan patuh kepada perintah dan
petunjuk-Nya. Dia beramal untuk akhirat karena taat dan patuh kepada perintah serta petunjuk-Nya, sebagai
persiapan untuk menghadapi hari akhirat yang amat dahsyat dan penuh kesulitan, sebagaimana disebut dalam
firman-Nya: Sungguh, kami takut akan (azab) Tuhan pada hari (ketika) orang-orang berwajah masam penuh
kesulitan." Maka Allah melindungi mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka keceriaan
dan kegembiraan. Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabarannya (berupa) surga dan
(pakaian) sutera. (al-Insan/76: 10-12)
Orang-orang yang demikian sifatnya, selalu bertakwa dan bertawakkal kepada Allah, mereka itu diridai Allah
dan mendapat pancaran Nur Ilahi dalam hidupnya karena mereka selalu berpedoman kepada ajaran-Nya dan
banyak melakukan perbuatan yang baik, mengerjakan amal saleh baik yang wajib maupun yang sunnah. Mereka
akan mendapat ganjaran berlipat ganda dari Allah sesuai dengan firman-Nya: Barang siapa berbuat kebaikan
mendapat balasan sepuluh kali lipat amalnya. Dan barang siapa berbuat kejahatan dibalas seimbang dengan
kejahatannya. Mereka sedikit pun tidak dirugikan (dizalimi). (al-An'am/6: 160)
Rasulullah menerangkan janji Allah kepada orang yang saleh dalam sebuah hadis qudsi. Aku (Allah)
menyediakan bagi hamba-hambaKu yang saleh nikmat-nikmat yang belum dilihat mata, belum pernah
didengar telinga dan belum pernah terlintas dalam hati manusia. (Riwayat asy-Syaikhan, Ahmad dan Ibnu
Majah dari Abu Hurairah)
Demikianlah Allah memberi balasan kepada hamba-Nya yang saleh yang beriman dan bertakwa dengan nikmat
serta karunia yang tak terhingga.

11

Anda mungkin juga menyukai